Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan...

171

description

Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kotadi Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.

Transcript of Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan...

Page 1: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua
Page 2: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

PENERBIT PT KANISIUS

“Nawi Arigi” di Bumi TolikaraUpaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu

dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

Setia PranataTatik Mudjiati

Hadi PurwantoMagendi Indramukti

Page 3: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara, Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di kabupaten Tolikara, Papua1015003042 © 2015 - PT Kanisius

Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI)Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIAKotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIATelepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349E-mail : [email protected] : www.kanisiusmedia.com

Cetakan ke- 3 2 1Tahun 17 16 15

Editor : Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH Dr. Trihono, M.Sc Dr. Semiarto Aji Purwanto

Atmarita, MPH., Dr.PHDesainer isi : Oktavianus Desainer sampul : Agung Dwi Laksono

ISBN 978-979-21-4377-5

Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta

Page 4: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara iii

DEWAN EDITORProf. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia di Jakarta.

Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.

Page 5: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikaraiv

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada International

Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan

finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks

Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi

kasus kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di

Sembilan Kabupaten/Kota di Indonesia.

“This work was carried out with the aid of a grant from the

International Development Research Centre, Ottawa, Canada.”

Page 6: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena

dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan

dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri

hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,

Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,

Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)

di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan

Kesehatan Masyarakat.

Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)

menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota

di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan

ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan

dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan

secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan

penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan

dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis

wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan

semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota

lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan

secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat

memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya

dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.

Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami

sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal

kepada tim penulis buku, International Development Research

Page 7: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikaravi

Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes,

para pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah

berpartisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami

sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak di

daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa

baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota

masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif

di sembilan Kabupaten/Kota.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan

dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara

terbuka masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini

lebih baik. Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat

bagi upaya peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di

Indonesia.

Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, Juli 2015

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama

SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.

Page 8: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara vii

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................ ivKATA PENGANTAR ................................................................. vDAFTAR ISI ........................................................................ viiDAFTAR TABEL ...................................................................... ixDAFTAR GAMBAR ................................................................. ix

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................... 1

BAB 2 WILAYAH DAN PENDUDUK TOLIKARA ...................... 13 2.1. Wilayah dan Keadaan Alam .......................... 13 2.2. Penduduk Tolikara .......................................... 16 2.3. Tradisi Masyarakat .......................................... 22 2.4. Dinamika Pembangunan ................................ 31

BAB 3 PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT ....................................... 39 3.1. Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan .. 42 3.2. Tenaga Kesehatan .......................................... 47 3.3. Program Pembangunan Kesehatan ................ 49 3.4. Pembiayaan Kesehatan .................................. 55

BAB 4 KESEHATAN BALITA DI KARUBAGA ........................... 57 4.1. Aliando, Potret Kesehatan Balita ................... 58 4.2. Pola Adaptasi Keluarga ................................... 64 4.3. Posyandu di Karubaga ...................................... 72 4.4. Imunisasi Dasar Lengkap Untuk Balita ............ 81 4.5. Program 1000 HPK ......................................... 85

Page 9: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikaraviii

BAB 5 PELAYANAN KEHAMILAN DAN PERSALINAN ............ 97 5.1. Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan ................ 97 5.2. SOP ANC Puskesmas Karubaga ....................... 110 5.3. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Fasilitas Kesehatan ..................................... 114BAB 6 DINAMIKA PELAYANAN KESEHATAN ........................ 117 6.1. Akses ke Puskesmas........................................ 118 6.2. Pelayanan Puskesmas Kuari, Puskesmas di Luar Ibukota Kabupaten Tolikara ................ 120 6.3. Kebijakan tentang Pemenuhan Tenaga Kesehatan ........................................... 124 6.4. Peran Lintas Sektor dan Masyarakat............... 127

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................... 137 7.1. Kesimpulan ..................................................... 137 7.2. Rekomendasi .................................................. 139

Daftar Pustaka ...................................................................... 151Indeks ........................................................................ 155

Page 10: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Menurut Distrik Kabupaten Tolikara

Tahun 2013 .................................................... 17Tabel 2.2. Fasilitas Pendidikan di Kabupaten TolikaraTahun

2013 ............................................................... 32Tabel 2.3. Angka Melek Huruf Kabupaten Tolikara tahun 2005 – 2013 ........................................ 32Tabel 4.1. Posyandu di Puskesmas Karubaga .................. 73Tabel 4.2. Laporan Imunisasi Bulan Januari 2015 Puskesmas Karubaga. ..................................... 84Tabel 5.1 Data ibu hamil dengan gravida lebih dari 2 .... 104Tabel 5.2 Data KIA di Puskesmas Karubaga ................... 106Tabel 5.3 Jenis pelayanan SOP ANC 10T ........................ 112Tabel 5.4. Persalinan oleh tenaga kesehatan Kabupaten

Tolikara ........................................................... 114

Page 11: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikarax

Gambar 2.1. Karubaga, ibukota Tolikara ............................ 13Gambar 2.2. Peta Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua ...... 15Gambar 2.3. Pusat Kota Tolikara ........................................ 16Gambar 2.4. Transportasi Udara Penghubung Tolikara ..... 21Gambar 2.5. Pedagang dan barang dagangan ................... 24Gambar 3.1. Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara 40Gambar 3.2. Puskesmas Perawatan Karubaga ................... 43Gambar 3.3. Mobil untuk merujuk pasien......................... 44Gambar 3.4 Tugas Lain dari seorang Dokter ..................... 47Gambar 3.5. Suasana di ruang tunggu Puskesmas Karubaga .................................... 51Gambar 3.6. Pemanfaatan ruang di Puskesmas Kuari ....... 52Gambar 4.1 Aliando, dalam gendongan perawat ............ 58Gambar 4.2. Honai, Rumah Adat di Tolikara ...................... 68Gambar 4.3 Babi, aset ekonomi keluarga di Tolikara ........ 71Gambar 4.4. Menu makanan pada program 1000 HPK .... 85Gambar 4.5 Kader Posyandu memimpin Doa dalam kegiatan 1000 HPK ............................. 88Gambar 4.6. Kegiatan PMT untuk ibu hamil dan menyusui ...... 89

Gambar 5.1 Status Kunjungan Ibu hamil tahun 2014 ....... 99Gambar 5.2. Bidan memeriksa tekanan darah ibu hamil . 105Gambar 5.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid ......... 111Gambar 5.5 Pemeriksaan leopold oleh Bidan Puskesmas Karubaga .................................... 113Gambar 6.1. Jalan menuju Distrik Karubaga ..................... 118Gambar 6.2. Bangunan Puskesmas Kuari ........................ 121Gambar. 6.3. Kondisi ruangan di Puskesmas Kuari ............ 122

DAFTAR GAMBAR

Page 12: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara xi

Gambar 6.4. Struktur Tim Teknis Pelaksanaan Program Penanganan Gizi Ibu Hamil Kabupaten Tolikara. ...................................... 127Gambar 6.5 Pembangunan WC Umum di Kuari ............... 129

Page 13: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua
Page 14: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

1

BAB 1PENDAHULUAN

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pembangunan kesehatan

yang dilakukan oleh Pemerintah merupakan upaya untuk

memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yakni, sehat secara fisik,

psikis, dan sosial. Untuk mencapai kondisi tersebut, Pemerintah

menetapkan kebijakan pembangunan kesehatan, guna menjamin

tersedianya upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat

maupun upaya kesehatan perorangan yang bermutu, merata,

dan terjangkau oleh masyarakat. Suatu kebijakan yang diarahkan

pada upaya: (1) peningkatan jumlah jaringan dan kualitas sarana

dan prasarana kesehatan; (2) peningkatan kualitas dan kuantitas

tenaga kesehatan; (3) pengembangan sistem jaminan kesehatan

terutama bagi penduduk miskin; (4) peningkatan sosialisasi

kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; (5) peningkatan

pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini; (6)

pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar

dan sebaran tenaga kesehatan (Balitbangkes, 2014).

Selain itu, pembangunan kesehatan juga dilakukan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar tercipta derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya. Terciptanya derajat kesehatan masyarakat

adalah kondisi yang penting untuk diupayakan karena merupakan

Page 15: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara2

investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomis.

United Nation Development Program (UNDP) menggunakan

Human Development Index (HDI) atau yang dikenal dengan istilah

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk melihat kesejahteraan

suatu bangsa. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah

satu indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan

pembangunan dalam bentuk kesejahteraan, selain menggunakan

domain pendidikan dan ekonomi penduduk. Dewasa ini, kondisi

Indonesia semakin baik yang ditandai dengan meningkatnya nilai

IPM dari 0,586 pada peringkat ke-112 dari 175 negara pada tahun

2000, menjadi 0,728 pada peringkat ke-107dari 177 negara pada

tahun 2007. Pada tahun 2014, Indonesia memiliki ranking ke-108

dari 187 negara dan mengalami penurunan nilai menjadi 0.684.

Fluktuasi nilai tersebut mengindikasikan bahwa derajat kesehatan

masyarakat telah dapat ditingkatkan, namun secara keseluruhan

derajat kesehatan di Indonesia masih belum memadai.

Dalam menghitung IPM, digunakan Umur Harapan Hidup

(UHH) sebagai indikator kesehatan. UHH adalah perkiraan

lama hidup rata-rata penduduk dari sejak dilahirkan, dengan

asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.

Namun muncul pertanyaan, apakah hanya cukup dengan UHH

yang panjang dapat mendukung pembangunan manusia?

Pembangunan manusia dari sektor kesehatan bukan hanya

mengupayakan agar penduduknya mencapai usia hidup yang

panjang, tetapi juga berkualitas dan tidak bergantung kepada

orang lain (Balitbangkes, 2014). Maka, untuk melihat sebuah

kondisi yang komprehensif, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan menyusun Indeks Pembangunan Kesehatan

Page 16: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 3

Masyarakat (IPKM). IPKM merupakan kumpulan dari beberapa

indikator kesehatan yang dapat dengan mudah diukur untuk

menggambarkan kondisi kesehatan di suatu daerah. Serangkaian

indikator yang diformulasikan berdasarkan data masyarakat dari

Riset Kesehatan Dasar (Riskedas), Survei Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) dan Survei Potensi Desa (PODES) ini secara langsung

maupun tidak langsung akan berpengaruh pada UHH penduduk.

Berdasar pada indikator yang digunakan dalam IPKM,

pemerintah pusat bersama pemerintah kabupaten dan kemen-

terian bisa memahami kondisi pembangunan kesehatan yang

kurang baik dan mencari solusi yang tepat. Semua itu untuk

meningkatkan kesehatan dan pelayanan kesehatan dengan cara

yang lebih merata di seluruh negeri.

Pembangunan kesehatan yang dilakukan di Indonesia

secara berkesinambungan telah menunjukkan hasil yang meng-

gembirakan. Ketersediaan berbagai fasilitas pelayanan kese-

hatan, rumah sakit pemerintah dan swasta terus bertambah.

Keberadaan Puskesmas, Puskesmas pembantu, dan Puskesmas

keliling, jumlahnya juga bertambah. Selain itu, terdapat berbagai

fasilitas pelayanan kesehatan penunjang seperti praktik dokter,

klinik, apotek, laboratorium, dan asuransi kesehatan. Semua itu

dapat mempermudah akses dan meningkatkan pemanfaatan

fasilitas pelayanan kesehatan dasar oleh masyarakat.

Walaupun begitu harus diakui bahwa pembangunan

kesehatan bukan tanpa hambatan. Masih banyak permasalahan

kesehatan yang menjadi tantangan pembangunan kesehatan

di indonesia. Tidak semua problematika kesehatan bisa diatasi

sesuai yang diharapkan.

Page 17: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara4

Kebijakan pembangunan kesehatan belum seluruhnya

dirumuskan. Regulasi bidang kesehatan pada saat ini belum

cukup, baik jumlah, jenis, maupun efektivitasnya. Kondisi di

lapangan seringkali dihadapkan pada kerancuan pelaksanaan, ter-

masuk pemberian perlindungan hukum kepada pelaksana pela-

yanan kesehatan. Perencanaan pembangunan kesehatan belum

seperti yang diharapkan. Secara umum, alur perencanaan khusus-

nya terkait dengan hubungan antara perencanaan pembangunan

kesehatan jangka panjang nasional (RPJPN), jangka menengah

(RPJMN) dan perencanaan tahunan (Renja) dengan RPJMD,

Renstrada dan Renja SKPD belum optimal.

Meskipun upaya pemenuhan kebutuhan SDM Kesehatan

telah dilakukan dengan menempatkan tenaga kesehatan di

seluruh Indonesia, namun masih belum mencukupi dari segi

jumlah, jenis, dan kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan

untuk dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Indonesia masih berusaha mencapai sasaran MDG

indikator ke-4 tentang penurunan angka kematian anak walau

perkembangannya terhalang oleh kematian neonatal dan gizi

buruk pada anak. Kematian bayi masih berada pada angka

32/1.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Masih belum sesuai

dengan harapan yang mentargetkan maksimal angka kematian

bayi sebesar 26/1.000 kelahiran hidup. Demikian juga angka

kematian ibu melahirkan 359/100.000 kelahiran hidup pada

tahun 2012 (SDKI, 2012). Besaran angka tersebut belum mencapai

sasaran MDGs, dan angka kematian ibu sebesar 102/100.000

kelahiran hidup pada tahun 2015.

Lebih spesifik lagi, Indonesia timur, khususnya Papua,

merupakan wilayah yang paling banyak memiliki permasalahan

Page 18: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 5

kesehatan. Seluruh indikator derajat kesehatan Papua, yaitu

angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita,

prevalensi gizi buruk, dan prevalensi gizi kurang, masih berada di

bawah angka rata-rata nasional.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, cakupan imunisasi

HB0 di Provinsi Papua sebesar 45,7%. Sedangkan cakupan

imunisasi BCG, Polio, DPT HB dan campak berturut turut

adalah sebesar 59,5%, 48,8%, 40,8% dan 56,8% merupakan

cakupan yang terendah dibandingkan dengan Provinsi lainnya.

Keaktifan Posyandu, ketersediaan tenaga kesehatan, serta

dukungan anggaran kesehatan menjadi isu yang masih sering

didengungkan.

Kabupaten Tolikara merupakan salah satu Kabupaten di

Papua yang memiliki kondisi kesehatan yang kurang. Kondisi

geografis berupa pegunungan menjadikan akses mendapatkan

layanan di fasilitas kesehatan menjadi lebih sulit. Data dari

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua menunjukkan bahwa angka

harapan hidup di Kabupaten Tolikara adalah 66,24 di tahun

2013. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada permasalahan yang

melatarbelakangi, baik itu masalah kesehatan, ekonomi, maupun

sosial budaya. Hasil dari riset kesehatan dasar tahun 2013

menunjukkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan di Papua

merupakan yang terendah di antara Provinsi yang lain yaitu hanya

9,9%.

Sama halnya dengan Tolikara, kondisi pegunungan dengan

medan yang tidak mudah menjadi alasan masyarakat sulit

mengakses fasilitas kesehatan. Tolikara merupakan kabupaten

dengan status Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Tentang

pengetahuan terhadap keberadaan fasilitas kesehatan, masya-

Page 19: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara6

rakat Tolikara hanya mengenal Puskesmas (94,4%) dan hampir

semua (92,9%) tidak mengenal fasilitas Rumah Sakit. Hal ini cukup

masuk akal, mengingat di Kabupaten Tolikara hanya terdapat

Puskesmas dan secara definitif belum terdapat Rumah Sakit.

Kondisi kesehatan anak dilihat dari status imunisasi,

hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Tolikara mempunyai

cakupan imunisasi terendah untuk semua jenis imunisasi yang

meliputi BH-O (1,2%), BCG (1,2%), DPT-HB 3 (0%), Polio 4 (0%),

dan Campak (1,2%). Tolikara bersama beberapa kabupaten di

wilayah pegunungan tengah seperti kabupaten Jayawijaya, Paniai,

Puncakjaya, Mamberamo, dan Lanny Jaya mempunyai cakupan

imunisasi dasar lengkap 0%. Dengan angka 85,3% anak usia 12

– 59 bulan yang tidak diimunisasi, Tolikara merupakan 6 daerah

tertinggi angka tidak imunisasinya.

Kajian IPKM dilakukan untuk menunjukkan apakah suatu

kabupaten mempunyai status Daerah Bermasalah Kesehatan

(DBK) atau tidak. Penilaian tersebut dibuat berdasarkan pengem-

bangan model IPKM 2013. Terdapat 30 indikator terpilih yang

dikelompokkan menjadi 7 kelompok indikator kesehatan yang

meliputi:No. Kolompok Indikator Jumlah Indikator

1. Kesehatan Balita 6

2. Kesehatan Reproduksi 3

3. Pelayanan Kesehatan 5

4. Perilaku Kesehatan 5

5. Penyakit Tidak Menular 6

6. Penyakit Menular 3

7. Kesehatan Lingkungan 2

Total 30

Page 20: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 7

Setelah dilakukan pengelompokan indikator, kemudian

dihitung nilai sub indeks masing-masing. Hasil nilai sub indeks

ini yang kemudian digunakan untuk memberikan gambaran baik

buruknya kondisi kesehatan di tiap-tiap kabupaten/kota. Nilai

indeks mendekati satu menunjukkan kondisi yang baik.

Kondisi Kabupaten Tolikara dilihat dari 7 subindeks IPKM

tersebut, menunjukkan bahwa semua kelompok indikator

memiliki angka indeks yang rendah. Indeks untuk kesehatan

lingkungan adalah 0,03, pelayanan kesehatan 0,06, penyakit

menula r0,11, kesehatan reproduksi 0,13, kesehatan balita 0,24,

perilaku 0,26 dan penyakit tidak menular sebesar 0,6.

Membandingkan antara IPKM tahun 2007 dan IPKM 2013,

Kabupaten Tolikara merupakan satu-satunya kabupaten/kota di

Provinsi Papua yang nilai indeksnya turun. Pada tahun 2007 nilai

indeksnya 0,3021 dan pada tahun 2013 menjadi 0,2161. Adanya

penurunan nilai dengan besaran <mean -1 SD, menunjukkan

bahwa Tolikara merupakan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK).

Berdasarkan IPKM tahun 2013, Kabupaten Tolikara meru-

pakan kabupaten dengan peringkat paling rendah. Peringkatnya

adalah 497 dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia. Bila diban-

dingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Papua, Kabu-

paten Tolikara menduduki peringkat ke-29 dari 29 Kabupaten di

Provinsi Papua. Berdasarkan keadaan tersebut maka penelitian

ini dilakukan di Kabupaten Tolikara. Tujuan utamanya adalah

untuk memberikan gambaran secara kualitatif terkait dengan

status IPKM Kabupaten Tolikara, ditinjau dari perspektif tenaga

kesehatan, peran lintas sektor, dan peran serta masyarakat.

Pada studi kualitatif ini, peneliti terjun langsung untuk

mem peroleh data di lapangan. Riset ini dilakukan pada

Page 21: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara8

latar alamiah, naturalistik, dalam konteks keutuhan yang se-

cara ontologi menghendaki kenyataan sedemikian rupa

yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.

Dalam melakukan studi ini, data diperoleh dari beberapa

jenis sumber. Secara langsung melakukan wawancara dengan

sasaran penelitian, melakukan pencatatan atau copy dokumen,

melakukan pengambilan foto dan pengambilan film. Sebagai

catatan yang harus selalu dipahami dengan penuh kesadaran

adalah bahwa instrumen utama pengumpulan data kualitatif

adalah peneliti itu sendiri.

Sebagai instrumen, sebagai peneliti kami sudah mencoba

dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan data yang sahih. Data

dokumen statistik Kabupaten Tolikara dalam angka diperoleh dari

Badan Pusat Statistik Kabupaten. Data profil kesehatan Kabupaten

Tolikara diperoleh dari Dinas Kesehatan. Cukup menyulitkan

peneliti ketika melihat tidak banyak yang bisa dianalisa dari data

excel lampiran profil.

Di saat peneliti mau melakukan pengumpulan data di

komunitas, benar apa yang kemukakan oleh Bryman (2004)

bahwa merupakan tahapan yang sulit dalam penelitian kualitatif

ketika masuk pada setting sosial. Informasi berkenaan dengan

substansi penelitian digali dari informan yang sudah ditetapkan

sesuai kriteria: mereka dari sektor kesehatan, dari lintas sektor,

dan yang berasal dari masyarakat. Pengumpulan informasi ini

diawali dengan mencari informasi kepada aparat Kampung. Ketika

peneliti dihadapkan pada keterbatasan informasi, maka untuk

mendapatkan kekurangan informasi tersebut peneliti meminta

informan untuk merekomendasikan siapa yang bisa melengkapi

dan tahu tentang substansi tersebut.

Page 22: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 9

Sebagai kelengkapan di lapangan, peneliti dibekali

pedoman pengumpulan data. Fungsi pedoman tersebut sebagai

panduan peneliti dalam menggali dan memperoleh informasi

sesuai substansi yang diteliti. Dalam pelaksanaannya di lapangan,

ketika akan melakukan wawancara kami menghafal terlebih

dahulu apa yang akan ditanyakan. Dengan demikian kami bisa

berdiskusi dengan bebas tanpa harus membawa buku pedoman

yang membuat hubungan kami tampak formal.

Karena substansi dari penelitian ini berhubungan dengan

upaya pembangunan kesehatan yang dilakukan daerah, maka

pada pedoman pengumpulan data memuat hal-hal yang akan

ditanyakan kepada para pelaku pembangunan kesehatan dan

masyarakat sebagai sasaran pembangunan. Substansi yang

terdapat pada buku pedoman tersebut adalah yang berkaitan

dengan kebijakan dan program kesehatan, peran lintas sektor,

dan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan.

Pada waktu melakukan wawancara secara bebas, pene-

liti kemudian langsung mencatat dan mendeskripsikan temuan

datanya pada Field Note catatan penelitian. Field Note ini

berfungsi memuat catatan hasil wawancara, detil hasil peng-

amatan, catatan intrepretasi, dan catatan analitik untuk kemudian

dirangkai sebagai suatu karya tulis.

Pertanyaannya adalah kami harus memulai dari mana?

Butuh waktu lebih untuk menata potongan informasi sehingga

dapat menghubungkan dan menggambarkan suatu fenomena

dengan tepat. Untuk kebutuhan itu, kami memilih melakukan

pemaparan tulisan ini menjadi tujuh bagian.

Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bab ini

diuraikan tentang hal-hal yang melatarbelakangi studi kualitatif

Page 23: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara10

IPKM pada masyarakat Kabupaten Tolikara. Kami juga menilai

penting untuk memberikan gambaran, bagaimana studi ini

dilakukan di lapangan, penemuan tema yang menjadi bahasan

khusus dan diakhiri dengan uraian setiap bagian.

Bab kedua, wilayah dan penduduk. Bagian ini bertujuan

memperkenalkan budaya masyarakat Tolikara, di mana penelitian

ini dilakukan. Pada bagian ini dipaparkan juga sejumlah data

pengamatan, informasi yang diberikan narasumber yang menulis

tentang orangnya dan lingkungan ekologisnya.

Ketiga, Program Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Tolikara. Bagian ini untuk menggambarkan bagaimana pem-

bangunan kesehatan masyarakat yang direncanakan dan

dianggarkan oleh Pemerintah Tolikara dapat menyentuh dan

mem pengaruhi kehidupan masyarakat.

Keempat, potret gizi balita di Tolikara. Tema ini berusaha

memberikan gambaran tentang kondisi gizi pada balita dan

program pelayanan kesehatan yang dilakukan untuk mengatasi

masalah gizi balita. Beberapa hal yang diharapkan bisa meng-

ungkap potret status gizi adalah dengan menggambarkan kondisi

gizi pada umumnya dan upaya yang dilakukan masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan gizi balita. Selain itu digambarkan

pula program pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dinas

Kesehatan beserta segenap jajarannya.

Kelima, pelayanan kehamilan dan persalinan di Karubaga.

Melihat bagaimana kualitas pemeriksaan kehamilan yang

dilakukan dan upaya dari petugas kesehatan agar para ibu mau

bersalin dengan dibantu tenaga kesehatan.

Pada bahasan keenam dibahas dinamika pelayanan

kesehatan. Bagian ini menggambarkan bagaimana akses yang

Page 24: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 11

dilakukan warga untuk mendapat pelayanan kesehatan, bagai-

mana pelayanan kesehatan diberikan oleh Puskesmas, bagaimana

kebijakan pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan

tenaga kesehatan dan bagaimana peran lintas sektor serta

masyarakat dalam upaya pembangunan kesehatan.

Ketujuh, berupa penutup. Bagian ini berisi kesimpulan

dari keseluruhan studi kualitatif indeks pembangunan kesehatan

masyarakat yang dilakukan di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua

dan rekomendasi.

Page 25: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua
Page 26: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

13

BAB 2WILAYAH DAN PENDUDUK TOLIKARA

2.1. Wilayah dan Keadaan Alam

Tolikara merupakan satu Kabupaten di Provinsi Papua.

Kabupaten Tolikara terbentuk berdasarkan Undang-undang No.

26 Tahun 2002 tentang pemekaran 14 kabupaten di Provinsi

Papua. Meskipun relatif baru terbentuk, namun perkembangan

Tolikara sudah dimulai sejak kehadiran Dave Marten, misionaris

Kristen asal Kanada yang mendarat di Tolikara tahun 1959.

Gambar 2.1. Karubaga, ibukota Tolikara

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 27: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara14

Kabupaten yang mempunyai motto Nawi Arigi1 merupakan

pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya. Kabupaten ini berada di

pegunungan tengah Papua, sebagaimana Kabupaten Wamena,

Mamberamo, Jayawijaya, dan Puncak Jaya. Geografi Tolikara,

tepatnya berada pada posisi 139⁰90”-141⁰ Bujur Timur dan 4⁰98’

- 7⁰10’ Lintang Selatan(BPS, 2014).

Sebagai bagian dari wilayah pegunungan tengah tanah

Papua, Kabupaten Tolikara secara topografi berada pada

ketinggian antara 1.400 meter sampai dengan 3.300 meter di

atas permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya merupakan

perbukitan dengan kemiringan lahan sekitar 40%, terutama di

bagian tengah wilayah Kabupaten. Iklim di Kabupaten Tolikara

adalah iklim Tropis basah. Dipengaruhi letak wilayah yang berada

pada dataran tinggi, temperatur udaranya bervariasi antara 12oC

sampai 20oC. Tingkat kelembaban di wilayah ini di atas 86%.

Sedangkan angin yang bertiup sepanjang tahun adalah angin

barat daya dengan kecepatan rata-rata 16 knot dan terendah 2,9

knot.

Berada pada Daerah Aliran Sungai Mamberamo dan

Baliem, Kabupaten Tolikara memiliki banyak lokasi mata air di

mana arah aliran sungainya mengalir ke bagian utara maupun

ke selatan. Beberapa sungai yang terdapat di wilayah itu adalah

Sungai Toli, Konda, Sungai Bogo, Sungai Wunin, Sungai Kembu,

Sungai Pun, Sungai Kurip, Kega, Anggok, dan Sungai Mamberamo.

Air dari sungai tersebut, oleh masyarakat sekitar dijadikan sebagai

sumber air baku untuk pertanian dan untuk air bersih.

1 Mempunyai arti cinta kepada tanah kelahiran. Kecintaan yang mendalam sebagaimana dimaksud Nawi Arigi diharapkan dapat membuat orang yang lahir dan tinggal di Tolikara akan berbuat yang terbaik untuk Tolikara.

Page 28: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 15

Gambar 2.2.Peta Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua

Alam di Kabupaten Tolikara sebagian besar didominasi

oleh hutan. Luas hutan sebesar 1.200.500 Ha merupakan 82,43%

luas wilayah Kabupaten Tolikara. Sementara ini, pemanfaatan

hutan yang ada antara lain sebagai hutan lindung, hutan produksi

konversi, hutan produksi biasa, hutan cagar alam, dan Taman

Nasional Lorenz. Sisanya dipergunakan masyarakat sebagai areal

pemukiman, ladang, pertanian, dan banyak lahan yang berupa

padang rumput.

Memperhatikan ketersediaan lahan, Kabupaten Tolikara

mempunyai lahan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai

lahan pertanian. Beberapa lahan di sekitar pemukiman penduduk

sudah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan.

Tanaman padi ladang, jagung, ubi jalar, ketela pohon, kacang

tanah, kacang kedelai, dan jenis tanaman holtikultura seperti

Page 29: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara16

sayur-sayuran serta palawija dapat kita temui di setiap distrik.

Selain untuk dikonsumsi, tanaman hasil pertanian juga dijual di

pasar dan pusat keramaian.

2.2. Penduduk Tolikara

Secara administrasi Kabupaten Tolikara berbatasan lang-

sung dengan Kabupaten Membramo Raya di sebelah Utara,

Kabupaten Jayawijaya dan Lani Jaya di Selatan, Kabupaten Puncak

Jaya disebelah Barat dan di sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Mamberamo Tengah. Luas wilayah Kabupaten Tolikara

kurang lebih 1.456.400 Ha atau 14.263 Km2. Dibandingkan tahun

2008, di mana luas Kabupaten Tolikara menurut Perda hanya

5.234 km², luas wilayah ini mengalami pertambahan yang luar

biasa.

Gambar 2.3. Pusat Kota Tolikara

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sebagai kabupaten baru, Tolikara terus berkembang

dengan melakukan pemekaran wilayah administrasinya. Perkem-

Page 30: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 17

bangan pesat terjadi pada keberadaan distrik. Pada tahun 2009

Kabupaten Tolikara terdiri dari 30 distrik definitif dan 5 distrik

persiapan yang terbagi ke dalam 507 kampung/kelurahan. Tahun

2010 terjadi pemekaran distrik dan kampung menjadi 46 distrik

dan 541 kampung dan 4 kelurahan.

Tabel 2.1. Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Menurut Distrik Kabupaten Tolikara Tahun 2013

No. KecamatanLuas wilayah

(km2)

Jumlah

Desa/ kelurahan Penduduk

1. Karubaga 321 23 16.536

2. Bokondini 445 13 6.005

3. Kanggime 308 9 9.121

4. Kembu 583 11 8.489

5. Goyage 431 19 9.181

6. Wunin 397 9 7.133

7. Woniki 368 12 4.748

8. Bokoneri 423 17 5.667

9. Bewani 342 14 4.850

10. Kondaga 215 11 6.079

11. Nabunage 281 11 5.027

12. Dow 425 11 4.561

13. Egiam 443 11 3.878

14. Tayeve 418 18 5.401

15. Poganeri 204 17 7.813

16. Yuneri 247 11 9.953

17. Wakuo 221 15 5.040

18. Tagineri 213 7 2.996

19. Tagime 202 6 8.206

Page 31: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara18

20. Kamboneri 297 9 3.798

21. Telenggeme 189 9 5.216

22. Lianogoma 222 9 5.326

23. Biuk 185 11 6.774

24. Wenam 211 9 5.270

25. Aweku 224 7 3.385

26. Anawi 169 10 3.892

27. Wugi 187 9 5.228

28. Gika 178 8 4.075

29. Kai 221 6 5.933

30. Bogonuk 210 10 6.246

31. Nelawi 223 13 8.264

32. Kubu 216 13 4.328

33. Numba 342 15 6.694

34. Air Garam 383 8 5.444

35. Geya 233 13 5.764

36. Kuari 240 17 8.067

37. Timori 454 14 4.774

38. Panaga 375 8 4.497

39. Dundu 452 10 5.415

40. Wina 462 13 5.929

41. Umagi 435 12 7.744

42. Gundagi 403 17 6.772

43. Gilubandu 439 10 5.709

44. Nunggawi 467 26 14.453

45. Danime 202 11 7.212

46. Juko 157 11 5.116

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Page 32: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 19

Berdasarkan data BPS (2014) tersebut, jumlah penduduk

Kabupaten Tolikara sampai dengan akhir tahun 2013 adalah

292.009 jiwa yang terkumpul dalam 59.855 rumah tangga. Dari

angka tersebut dapat kita ketahui bahwa rata-rata penduduk

per rumah tangga adalah 5 jiwa. Dilihat menurut distrik, sebaran

penduduk Kabupaten Tolikara masih belum merata. Jumlah

penduduk terbanyak berada pada distrik Karubaga dengan

jumlah penduduk 16.536 jiwa dan distrik Nunggawi 14.453 jiwa.

Sedangkan distrik dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah

Distrik Tagineri, yaitu 2.996 jiwa.

Komposisi penduduk menurut umur yang tercermin

dalam piramida penduduk Tolikara (BPS, 2014) menunjukkan

pola dengan alas besar kemudian berangsur mengecil hingga

ke puncak piramida. Pola ini mengindikasikan bahwa tingkat

kelahiran dan kematian di Kabupaten Tolikara relatif masih tinggi.

Dikatakan bahwa mulai kelompok umur 45 tahun keatas bentuk

piramidanya kecil. Artinya, tingkat kematian penduduk usia lanjut

cukup tinggi yang menandakan bahwa angka harapan hidup di

Kabupaten Tolikara masih rendah.

Memperhatikan sex ratio atau perbandingan penduduk

laki-laki dan perempuan, rasio jenis kelamin dari penduduk

di Kabupaten Tolikara menunjukkan angka di atas 100 yaitu

124. Angka ini menunjukkan jumlah penduduk laki-laki 24 jiwa

lebih banyak dibandingkan penduduk wanitanya. Dengan kata

lain, untuk setiap 100 wanita terdapat 124 laki-laki. Komposisi

penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk

melihat keseimbangan penduduk laki-laki dan perempuan.

Ketidakseimbangan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

Page 33: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara20

dapat mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi rumah tangga

serta keberlangsungan reproduksi.

Mengenai kepadatan penduduk, data BPS menunjukkan

bahwa kepadatan penduduk pada tahun 2013 adalah 20 jiwa/

km2.. Kepadatan penduduk bervariasi, mulai yang tertinggi di

Distrik Karubaga dengan 53 jiwa/km2. sampai yang terendah

di Distrik Egiam dengan 9 jiwa/km2.. Mengenai pertumbuhan

penduduk, Pemerintah setempat mensinyalir bahwa kondisi

tersebut bukan disebabkan faktor fertilitas, namun lebih banyak

disebabkan terjadinya migrasi penduduk baik dari kabupaten lain

di provinsi Papua maupun dari daerah lain di Indonesia.

Untuk mobilitas antarwilayah, jalan kaki, ojek, dan mobil

adalah sarana yang umum digunakan masyarakat di Tolikara.

Transportasi darat seharusnya merupakan transportasi yang

murah dengan daya angkut yang lebih besar. Masalahnya,

sarana transportasi dari distrik menuju ke ibukota kabupaten

yang mempunyai jarak tempuh antara 11 km dari Distrik Wugi

dan 276 km dari Distrik Dow, belum tersedia dengan baik.

Jaringan jalan yang ada masih berupa jalan tanah dan jalan tanah

yang diperkeras. Kondisi ini membuat hubungan Distrik dengan

Kota Kabupaten Tolikara tidak terjalin dengan baik. Saat ini,

Pemerintah Kabupaten Tolikara sedang berupaya sekuat tenaga

untuk membuka beberapa ruas jalan utama yang diharapkan

dapat menghubungkan distrik dan pusat pemukiman penduduk

dengan pusat pemerintah dan pusat pemasaran. Kesulitan

melakukan akses di wilayah Tolikara seringkali diperburuk dengan

tradisi palang2.

2 Dengan alasan tertentu, sekelompok orang menutup jalan dengan balok kayu yang mengakibatkan orang lain tidak dapat melintas.

Page 34: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 21

Sehubungan dengan kondisi topografi yang berupa pegu-

nungan dan medan yang sulit serta keterbatasan sarana trans-

portasi darat, jalur udara merupakan alternatif sarana yang

tersedia. Untuk beberapa distrik, transportasi udara merupakan

tulang punggung aksesibilitas wilayah. Kegiatan angkutan udara

ini di lakukan oleh perusahaan penerbangan milik misionaris

MAF/AMA. Lapangan terbang yang ada di Kabupaten Tolikara

hampir dimiliki oleh seluruh distrik. Berdasarkan statusnya, ada

dua buah lapangan terbang perintis yang berlokasi di Distrik

Karubaga dan Bokondini.

Gambar 2.4. Transportasi Udara Penghubung Tolikara

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Biaya untuk terbang dari dan ke Tolikara tidak mahal.

Peme rintah Kabupaten memberikan subsidi biaya terhadap biaya

pener bangan. Upaya tersebut sangat membantu masyarakat,

dibandingkan memakai transportasi darat yang cukup mahal

dan memakan waktu lama. Untuk menuju Tolikara dari Wamena

Page 35: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara22

melalui darat butuh waktu sekitar 4,5 jam dengan biaya 3 juta

rupiah, sedangkan apabila menggunakan transportasi udara

hanya sekitar 20 sampai 30 menit dengan biaya 300 ribu rupiah.

Tetapi semua itu sangat bergantung kepada ketersediaan

anggaran Pemerintah Kabupaten Tolikara dan DPRD yang

mengesahkan anggaran. Pada awal tahun 2014, anggaran untuk

subsidi disetujui DPRD sehingga otomatis tidak ada layanan

penerbangan untuk umum.

Jalur penerbangan yang tersedia masih dari Wamena ke

Tolikara, begitu juga sebaliknya. Dalam satu minggu ada 3 – 4 kali

penerbangan. Kalaupun ada yang ke Jayapura, biasanya adalah

pesawat untuk misi (misionaris) ataupun carteran khusus dari

para pejabat daerah. Jangan dibayangkan suasana saat akan

memasuki pesawat sama dengan kebiasaan kita pada umumnya.

Pesawat yang ada tidak memakai nomer kursi, sehingga kita bisa

dan boleh duduk di kursi mana saja, asalkan bukan kursi pilot

dan co-pilotnya. Suasana yang juga berbeda, kita akan membawa

dan meletakkan bagasi sendiri dengan dibantu co-pilot sebelum

waktu pemberangkatan. Dalam memberikan pelayanan, mereka

juga bersifat amat kekeluargaan. Tapi jangan salah, scedule

keberangkatan juga sangat fleksibel. Bisa terjadi kita sudah pesan

tiket sebelumnya, tapi kemudian akan ada pemberitahuan kalo

besok jadwalnya di canceled.

2.3. Tradisi Masyarakat

Papua dalam studi antropologi dikenal sebagai wilayah yang

terdiri dari beraneka suku bangsa dengan ragam kebudayaannya.

Suku-suku di Papua menjadi komunitas yang unik sebab bentuk

tubuh mereka berbeda dengan suku bangsa lain yang ada di

Page 36: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 23

Indonesia. Orang Papua secara ragawi memiliki struktur fisik yang

kekar, berkulit gelap, dan rambut keriting.

Keberagaman penduduk relatif masih terbatas. Tanah

Tolikara masih didominasi suku asli setempat yang dikenal

dengan nama Lani. Lani adalah salah satu etnis dengan struktur

fisik orang Papua yang banyak ditemukan di wilayah pegunungan

Jayawijaya seperti Mamberamo, Paniai, Lani Jaya, Jayawijaya, dan

Puncak Jaya. Selain suku Lani, suku asli Papua yang mendiami

Kabupaten Tolikara adalah suku Kwiyon, Kwabaki, dan suku Gem

di bagian Utara.

Keberadaan suku lain di luar suku asli Papua banyak

ditemui di Kota Karubaga, ibukota Kabupaten Tolikara. Orang

Toraja, Palopo, dan Jawa merupakan pendatang di tanah Tolikara.

Orang Toraja pada umumnya bekerja sebagai aparat pemerintah,

Palopo sebagai sopir atau tukang ojek, dan orang Jawa sebagai

penjual makanan.

Masyarakat Suku Lani yang ada di Tolikara sangat terbuka

pada pendatang. Kepada orang baru, mereka akan menyapa

dengan senyum dan ucapan selamat pagi kuben ai wa, siang

atupun sore. Salam tersebut juga diberikan ketika bertemu

dengan teman atau kerabat. Kata lain yang sering kita dengar

dalam pembicaraan mereka adalah ucapan wa… wa… wa… yang

artinya dia mengucapkan terima kasih.

Page 37: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara24

Gambar 2.5. Pedagang dan barang dagangan

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Bagi masyarakat suku Lani, Karubaga merupakan pusat

perdagangan. Mereka biasa berdagang sayur mayur, ubi, dan

juga buah-buahan yang sedang musim di sekitar mereka. Mereka

datang dari kampung-kampung dan distrik tetangga. Ada yang

menempuhnya dengan berjalan kaki dan ada yang menggunakan

jasa ojek atau angkutan umum. Ongkos untuk mencapai kota

dari tempat asal bisa sampai 500 ribu rupiah sekali jalan. Hanya

untuk menjual hasil kebun berupa beberapa ikat daun ubi jalar,

daun labu siam dan sedikit buah buahan yang kebetulan sedang

panen di kebun, mereka harus mengeluarkan uang yang tidak

sedikit. Sangat tidak sebanding dengan biaya transport yang

harus dikeluarkan. Itulah yang menarik dari masyarakat Suku Lani

di Tolikara. Dengan datang ke pusat kota, mereka juga mencari

barang kebutuhan sehari-hari yang diperlukan.

Page 38: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 25

Kaum lelaki pada suku Lani lebih banyak terlihat tidak me-

la kukan pekerjaan dibandingkan perempuan. Pemandangan yang

tampak di jalanan, laki-laki hanya merokok atau mengunyah

sirih dan tidak membawa beban apa pun. Mereka berjalan ke

sana kemari mengitari kota seakan-akan tanpa tujuan. Berbeda

dengan para perempuan yang senantiasa membawa noken berisi

anak, sayur, dan buah sebagai dagangan atau bahan kebutuhan

rumah tangga lainnya. Berat noken itu bisa mencapai 10 sampai

20 kg, beban yang tidak ringan. Banyak tanggung jawab yang

harus dilakukanperempuan khususnya terkait dengan kegiatan

domestik, seperti berkebun, menjual hasil kebun, menyiapkan

masakan bagi anak dan suami, serta membersihkan rumah

tempat mereka tinggal.

Masih banyak di antara mereka yang masih tinggal di

honai, sebutan untuk rumah asli suku di Papua. Honai yang

ditempati ada 2 jenis. Honai untuk kaum perempuan biasa ada

di sebelah kiri dari honai untuk kaum lelaki. Anak anak di bawah

umur biasanya ikut tidur dan bermain di honai perempuan. Di

honai ini biasanya para perempuan akan menyiapkan hidangan

bagi keluarganya. Di belakang honai perempuan, biasanya ada

kandang babi. Saat malam hari, tidak jarang para babi akan ikut

tidur di honai perempuan.

Babi, menurut orang Lani, adalah binatang paling berharga.

Ada nilai sosial dan nilai ekonomi yang melekat pada babi. Oleh

sebab itu, mereka punya tanggung jawab menjaga keberadaan

babi dengan segenap kemampuannya. Bukan hal aneh bila

mereka rela berbagi tempat dengan binatang yang dipeliharanya

tersebut. Babi dipergunakan sebagai mas kawin di perkawinan

adat mereka. Jumlah babi yang dimiliki menentukan status social

Page 39: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara26

pemiliknya. Bila lelaki memiliki babi banyak, ia berpeluang untuk

kawin dengan beberapa perempuan yang diinginkan. Tradisi

orang Lani membolehkan seorang laki-laki mengawini lebih dari

satu perempuan.

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa tanah Papua

memiliki banyak cerita unik di balik eksotisme alamnya, yaitu

perilaku masyarakat yang kemudian terangkum dalam bingkai

tradisi masyarakat. Demikian juga dengan masyarakat Tolikara

yang dikenal dengan aneka budaya yang khas seperti Bakar

Batu, inegibagi, potong babi dan lempar panah selain tradisi

masyarakat Papua pada umumnya, seperti denda adat dan

kebiasaan makan pinang.

Makan pinang merupakan kebiasaan yang sulit untuk

ditinggalkan. Setiap saat dan di setiap tempat, kita dapat men-

jumpai orang makan pinang. Besarnya kebutuhan terhadap

buah pinang menjadi peluang usaha. Ini yang menyebabkan

banyak orang berjualan buah pinang. Kebiasaan makan pinang

ini menjadi persoalan ketika mereka yang mengkonsumsi tidak

berperilaku higienis dengan meludah di sembarang tempat.

Di setiap perkantoran dan fasilitas umum lainnya senantiasa

ditemukan papan larangan agar mereka tidak makan pinang

ketika berada di area tersebut. Bukan makan pinangnya yang

dilarang, melainkan kebiasaan membuang ludah yang berwarna

kemerahan ketika makan buah pinang, dapat mengotori tempat

dan tidak enak untuk dilihat.

Kebiasaan lain yang seringkali menimbulkan persoalan

sosial adalah apa yang dikenal dengan “denda adat”. Ucapan

“kena denda adat” mungkin merupakan hal yang biasa bagi

masyarakat lokal, tetapi tidak bagi masyarakat pendatang.

Page 40: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 27

Pemerintah setempat tidak bisa berbuat banyak ketika diha-

dapkan pada masalah denda adat ini.

Sebenarnya apa itu denda berdasarkan pemahaman

masyarakat di Tolikara? Secara harfiah denda adalah hukuman

atau uang yang harus dibayar sebagai ganti atas kerugian atau

pelanggaran terhadap hak seseorang. Di lingkungan masyarakat

lokal di Kabupaten Tolikara, denda adat merupakan hal yang

menakutkan sebab penentuan dendanya dilakukan secara mana

suka dan tanpa dasar. Siapa pun yang dirasa merugikan penduduk

asli dapat dimintai denda.

Denda juga menjadi hal yang menakutkan bagi petugas

kesehatan di Kabupaten Tolikara. Tindakan medis yang seharus-

nya dilakukan dengan cepat bisa tertunda karena takut dengan

denda tersebut. Diceritakan pengalaman seorang bidan saat

memberikan pelayanan kepada salah seorang pasien dari pen-

duduk asli Tolikara. Tindakan medis yang dilakukan adalah

pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium.

Merasa tindakan tersebut harus segera dilakukan, darah pun

diambil untuk keperlun pemeriksaan. Namun sang pasien tidak

terima darahnya diambil. Ia pun meluapkan kemarahannya

dengan meminta kerugian berupa sejumlah uang karena darah-

nya telah diambil. Untungnya, setelah beberapa petugas men-

jelaskan dengan baik maka ia pun mau mengerti.

Pemberlakuan denda sering kali terjadi. Semua tindakan

bisa menjadi objek denda selama hal tersebut dirasa merugikan.

Permintaan terhadap sejumlah uang adalah solusinya, seperti

yang diceritakan seorang pengemudi taxi yang berasal dari tanah

Sulawesi berikut.“...dulu ada rombongan mau naik ke Kuari, itu orang sini (warga asli Tolikara), pada saat naik, dekat tanjakan itu mobilnya

Page 41: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara28

terperosok. Ada seorang yang tangannya lecet dikit. Lukanya berdarah tapi dikit saja. Itu minta denda 30 juta. Kalau tidak mobil dibakar. Terpaksa dibayar, daripada mobilnya dibakar...” (D, Karubaga).

Sehubungan dengan pelayanan kesehatan, pada kasus

pemeriksaan kehamilan, bidan tidak mau ambil risiko dengan

memaksa melakukan pemeriksaan darah ibu hamil. Harus

ada persetujuan pihak yang bersangkutan atau suaminya agar

tidak terjadi permasalahan. “... kami tidak berani, takut denda

itu...” (Bidan P, Karubaga). Semua tindakan medis harus atas

persetujuan pasien dengan penjelasan secara jelas, bagaimana

tindakan itu dilakukan. Peneliti juga sempat menyaksikan,

bagaimana seorang bidan hanya menawarkan untuk melakukan

tes darah. Namun ibu hamil yang akan diperiksa tidak mau karena

tidak ada paitua-nya. Kebiasaan masyarakat ini akan menjadi

permasalahan serius ketika perlu tindakan medis yang cepat.

Tradisi spesifik yang masih dilakukan masyarakat setempat

adalah inegibagi, kebiasaan bagi perempuan untuk memotong

jari tangan sebagai tanda berduka karena anggota keluarganya

meninggal dunia. Ajaran Kristen, yang dikenalkan oleh Dave

Marten asal Kanada melarang tradisi inegibagi dilakukan.

Pencerahan yang dilakukan pihak Gereja membuat masyarakat

Tolikara secara perlahan-lahan mulai meninggalkan kebiasaan

yang dianggap tidak baik ini. Tetapi masyarakat Suku Lani

yang tinggal jauh di pedalaman, masih ada yang melakukan

kebiasaan ini. Kebiasaan lain terkait kematian adalah mencoreng

mukanya dengan arang hitam. Anggota keluarga yang ditinggal

akan mencoreng muka menggunakan arang dan tidak akan

membasuhnya sebelum keluarga mengadakan acara kumpul

bersama dengan bakar batu.

Page 42: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 29

Bakar batu merupakan cara memasak makanan yang telah

dipersiapkan dengan menggunakan batu yang dibakar sebagai

media memasaknya. Sebelumnya dipersiapkan lubang atau lebih

dikenal dengan istilah kolam, untuk tempat bahan makanan yang

akan dibakar. Ada ubi, sayuran, babi, dan kadang juga ikan atau

ayam. Babi adalah hidangan yang wajib disajikan di setiap acara

Bakar Batu. Setelah kolam disiapkan, dimasukkan terlebih dahulu

batu yang telah dipanaskan dengan api. Kemudian ubi-ubian,

sayuran, dan terakhir babi, ikan, atau ayam. Bahan makanan

tadi kemudian ditutup dengan batu yang dibakar. Jadi, bahan

makanan akan matang dengan sistem panas dari batu tersebut.

(Seperti memakai oven dengan panas dari api atas dan bawah.)

Setiap melakukan bakar batu, mereka akan membuat beberapa

kolam sesuai perkiraan orang yang akan hadir. Bagi mereka yang

tidak mengkonsumsi babi, disediakan suguhan ayam atau ikan

yang dimasak pada kolam tersendiri.

Tradisi khas lain masyarakat Lani di Tolikara adalah lempar

panah. Budaya Lempar panah masih menjadi cara penuh “mistis”

yang dilakukan oleh penduduk asli untuk mencari “pelaku dosa”

atau orang yang melakukan kesalahan. Diceritakan oleh seorang

informan yang pernah mengalami kejadian dengan lempar panah

tersebut.

Suatu ketika ada seorang ibu hamil akan melahirkan di

Puskesmas. Kondisi ibu tersebut diketahui terdapat penyulit

persalinan. Proses persalinan pun dilakukan, namun naas bagi

sang ibu, ia tidak sempat melihat bayinya lahir. Ibu tersebut

meninggal di tengah upayanya melahirkan bayinya. Kabar duka

pun langsung terdengar oleh keluarganya. Selang beberapa

waktu, Puskesmas kedatangan segerombolan orang dengan

Page 43: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara30

membawa panah dan diiringi teriakan khas orang Papua yang

akan berperang.

Keadaan semakin gaduh, sementara informan kami berada

di dalam Puskesmas. Suasana mencekam menyelimuti Puskesmas

pada saat itu. “... takut sekali waktu itu ... saya hanya pasrah pada

tuhan … tapi saya yakin, kalau kita berbuat baik pada sesama,

kita pasti dijaga oleh Tuhan ...” tuturnya menggambarkan betapa

menakutkan suasana pada saat itu.

Di tengah-tengah histeria teriakan, sekelompok orang

tersebut mulai menarik busur panah dan memanahkan ke atas.

Mereka punya keyakinan bahwa anak panah yang dilesatkan

ke langit akan jatuh mengenai seseorang yang diyakini sebagai

pelaku dosa. Tetapi bila tidak ada yang terkena anak panah, itu

berarti tidak ada yang bersalah sebagai pendosa. Puluhan anak

panah dilesatkan, namun beruntung tidak ada yang mengenai

informan kami dan petugas kesehatan lain yang berada di

Puskesmas. Kemudian suara gaduh pun berangsur-angsur sepi.

Rupanya mereka pindah ke tempat lain untuk melakukan hal

serupa. Cara ini dianggap ampuh untuk menemukan seseorang

yang bersalah. Panah yang dilesatkan ke atas akan mengenai

seseorang apabila ia melakukan kesalahan yang dituduhkan.

Satu tradisi lagi yang mempunyai keterkaitan dengan

kesehatan adalah tradisi potong babi. Berdasarkan keterangan

dari beberapa narasumber diketahui bahwa potong babi

merupakan kegiatan bagi masyarakat untuk mengetahui penyakit

apa yang diderita oleh seseorang. Caranya adalah dengan

melihat bagaimana keadaan organ dalam babi yang di potong.

Bila pada saat dibelah, ada organ dalam babi yang terluka atau

memerah, maka seseorang yang akan dilihat kondisinya dianggap

Page 44: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 31

memiliki kondisi yang sama dengan babi tersebut. Orang tersebut

dianggap mempunyai organ dalam yang juga sakit.

Kepercayaan masyarakat terhadap fungsi potong babi

masih banyak ditemui oleh petugas kesehatan. Beberapa orang

pernah datang dengan panik untuk memeriksakan kesehatannya

karena ia telah melakukan ritual potong babi. “... dokter ...

dokter ... hati saya sakit ... tadi waktu saya potong babi, hatinya

luka ... tolong saya dokter... tolong saya....” Begitulah D, seorang

informan kami yang menirukan bagaimana seorang pasien datang

untuk berobat. Masyarakat Tolikara mengistilahkan kegiatan

tersebut sebagai “Potong Babi”.

2.4. Dinamika Pembangunan

Untuk melihat keberhasilan pembangunan, Pemerintah

Kabupaten Tolikara mengacu pada Indeks Pembangunan Manusia

(IPM). Secara konseptual, IPM merupakan indeks komposit yang

disusun dari indikator lama hidup, pendidikan, dan standart

hidup. Penilaian keberhasilan pembangunan ini pada awalnya

dikembangkan oleh UNDP untuk mengukur laporan tahunan

perkembangan pembangunan.

Perkembangan pembangunan manusia di Kabupaten

Tolikara sebagaimana dikemukakan dalam IPM Tolikara (BPS,

2014) selama periode 2004 – 2013 mengalami trend yang positif.

Secara kuantitatif, capaian IPM mengalami kenaikan sebesar

5,86 point, dari 47,2 pada tahun 2004 menjadi 53,6 pada tahun

2013. Mengacu kepada konsep yang dikembangkan UNDP,

posisi pembangunan Kabupaten Tolikara berada pada kategori

“menengah bawah” yang mempunyai rentang nilai capaian IPM

50,0 – 65,9.

Page 45: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara32

Bagaimana gambaran kondisi pembangunan masyarakat di

Tolikara, salah satunya dapat dilihat dari aspek pendidikan. Data

BPS tentang pendidikan memperlihatkan bahwa keberadaan

fasilitas pendidikan masih terbatas. Ketika membandingkan

fasilitas pendidikan dengan jumlah distrik, tampak bahwa tidak

semua distrik memiliki sarana pendidikan, khususnya SLTP dan

SMU/SMK. Keberadaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Tolikara

saat ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2. Fasilitas Pendidikan di Kabupaten TolikaraTahun 2013

No. Fasilitas Pendidikan Jumlah

1. TK 6

2. SD 68

3. SLTP 17

4. SMU 5

5. SMK 1

Total 97

Sumber : BPS, 2014

Keberadaan fasilitas pendidikan ini tentunya akan ber-

pengaruh pada kemampuan baca tulis masyarakat di Kabupaten

Tolikara. Cukup memprihatinkan, mengingat angka melek huruf

masyarakat di Tolikara masih rendah.

Tabel 2.3. Angka Melek Huruf Kabupaten Tolikara tahun 2005 – 2013

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

AMH 32,00 32,00 32,86 32,86 32,87 33,20 33,44 33,45 33,56

Sumber : papua.bps.go.id

Banyak ditemui anak-anak usia wajib belajar yang tidak

mengecap pendidikan sebagaimana mestinya. Keterbatasan

Page 46: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 33

tenaga pengajar adalah hal yang pasti. Selain itu, sekolah

seringkali tutup atau libur dengan alasan yang tidak jelas. Bila

seorang guru sedang berduka, biasanya sampai 3 hari, para

murid akan libur. Sebetulnya ada yang mau menjadi tenaga

honorer pengajar, tetapi Pemerintah Kabupaten tidak mampu

penyediakan sarana dan fasilitasnya. Peminatnya kebanyakan

berasal dari luar Tolikara dan membutuhkan rumah tinggal

selama bertugas.

Tampaknya masyarakat belum merasa perlu menyekolahkan

anaknya di lembaga pendidikan yang tersedia. Hanya sebagian

kecil saja yang berwawasan untuk mementingkan pendidikan

bagi generasi penerusnya. Biasanya ini hanya untuk kalangan

pegawai atau para pengurus gereja.

Mereka yang sadar terhadap arti penting pendidikan akan

menyekolahkan anaknya di Wamena atau Jayapura. Penting untuk

menyekolahkan anaknya di luar Tolikara, sebab menurut mereka

kualitas pendidikan di Tolikara kurang baik. Menurut pengamatan,

anak-anak yang sudah sekolah di Toli tidak mempunyai kualitas

membaca dan menulis yang bagus. Paling tidak, itu pendapat

MW Ibu Distrik. “... di sini, kalo anak sekolah bukan malah pandai atau pintar, mereka tetap saja bodoh, tidak bisa membaca dan menulis … waktu ada ujian, orang tua mereka akan mengancam guru-guru, supaya anaknya dinaikkan kelas atau diluluskan … ancamannya bisa macam macam, rumah guru dibakar kah, atau juga guru bisa diusir dari sini. Nah artinya, kalo seperti ini, gimana caranya mereka akan pandai membaca, menulis, dan berhitung ... kan tetap saja jadi orang bodoh ....”

Keterbatasan sarana pendidikan berakibat masyarakat

setempat jarang yang fasih dan mengerti bahasa Indonesia.

Penguasaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam

Page 47: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara34

sekolah juga terbatas. Dalam komunikasi sehari-hari, mereka

menggunakan bahasa Lani. Hanya anak-anak sekolah tingkat

lanjutan yang mulai paham berbahasa Indonesia. Keterbatasan

dalam berbahasa Indonesia sebagai media komunikasi dalam

pendidikan menyulitkan untuk berharap mutu pendidikan bisa

bagus, untuk bisa membaca dan berhitung dengan baik. Seperti

peribahasa, bagai menegakkan benang basah. Suatu pekerjaan

yang sepertinya mustahil bisa dilakukan. Akan tetapi selama

masih ada semangat dari anak anak bangsa dan juga guru sebagai

ujung tombak pendidikan, semuanya bisa dicapai. Asal ada

kemauan, di situ pasti ada jalan.

Di bidang ekonomi, pemerintah berusaha keras melakukan

pembangunan perekonomian masyarakat Tolikara. Penghitungan

oleh BPS (2014) dengan jumlah penduduk pada tahun 2013

sebanyak 124.326 jiwa, PDRB per kapita Kabupaten Tolikara

adalah 5,15 juta rupiah. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada

tahun 2013, setiap kepala yang ada di Kabupaten Tolikara dalam

satu tahun hanya mampu menghasilkan nilai tambah bruto

sebesar 5,15 juta rupiah atau sekitar 429 ribu rupiah per bulan.

Dengan penghasilan sebesar itu, PDRB per kapita penduduk

Kabupaten Tolikara masih sangat kecil. Dibandingkan angka

nasional yaitu sekitar 600 ribu perbulan, menunjukkan bahwa

kemampuan penduduk Tolikara untuk memenuhi kehidupan yang

layak masih jauh dari target seharusnya.

Perekonomian di Kabupaten Tolikara masih di dominasi

oleh sektor pertanian. Walaupun demikian, kekuatan sektor

pertanian ini belum mampu mengangkat kesejahteraan

masyarakatnya. Hal ini terjadi karena produktivitas pertanian

masih rendah dan masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan

Page 48: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 35

sendiri. Pola pertanian yang banyak digunakan oleh penduduk

masih bersifat tradisional dan terbatas seperti yang dilakukan

pendahulunya, dengan mengandalkan tanaman yang biasa ada

di sekitar mereka saja. Yang ditanam selama ini hanya sayur

sayuran, yaitu kacang panjang, labu siam, wortel, kangkung,

kobis, dan yang menjadi andalan adalah buah merah. Belum

terlihat ada budi daya pertanian untuk lebih menganekaragamkan

jenis tanaman. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat

akan sayuran, biasanya didatangkan dari Wamena atau daerah

lain di sekitarnya.

Sebagai daerah yang relatif baru, peran sektor swasta

masih dalam tahap perkembangan awal. Sektor perdagangan,

transportasi, dan pengangkutan mulai memberikan kontribusi

dan menyaingi peran pertanian. Dalam hal ini, peran pendatang

lumayan berarti.

Orang yang berasal dari Paloppo, Enrekang, Mamuju, dan

Majene biasa berusaha di bidang transportasi. Pendatang dari

Makassar, Bau-bau, dan Kendari, banyak yang membuka toko

sembako atau warung makanan. Para pendatang inilah yang

membuat suasana kota Karubaga sebagai sentra keramaian di

Tolikara. Kondisi ini seringkali dimanfaatkan suku asli di Tolikara

untuk meminta upeti dan memuaskan keinginan mereka. Seperti

dikatakan ibu M, sebagai pendatang dari Makassar.“... hampir tiap minggu ada saja yang akan diminta orang orang itu (suku asli, maksudnya), bahkan ada juga yang tiap hari kalau sedang jualan makanan .. .yaaa, mau gimana lagi? Kalau mereka bilang, sa pu tanah… (maksudnya tanah asli kepunyaan nenek moyang suku Lani, karena mereka kan hanya pendatang) … yaaa biar saja, asal tidak sampai marah-marah dan mengusir....”

Page 49: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara36

Tokoh masyarakat setempat sudah tahu dengan keadaan

tersebut. Mereka juga sudah berusaha memberikan pengarahan

kepada penduduk asli untuk tidak bersikap merugikan.

Sehubungan dengan itu, berikut komentar Ibu Distrik Karubaga.

“... mereka yang seperti ini, biasanya karena tidak punya pekerjaan tetap, dan pendidikan yang sangat kurang. Coba kalo mereka mengerti bahwa para pendatang itu bukanlah perampok tanah mereka, tetapi karena orang sini sendiri yang belum mau dan mengerti pentingnya pendidikan ….”

Kondisi ekonomi

ini dipengaruhi oleh

kondisi politik yang

sedang ‘up and

down’ di Tolikara.

Ketika tim peneliti

berada di Karubaga,

keadaan dan suhu

politik memanas di

Karubaga. Puncak dari

memanasnya suhu

politik lokal tersebut

diwujudkan dengan

cara melakukan

pemalangan. Untuk beberapa saat tertutuplah jalan poros yang

menghubungkan kota Wamena dengan Kabupaten Tolikara dan

Puncak Jaya.

Ketidakkondusifan kondisi politik ini sudah berlangsung

sekitar 2 tahunan sejak Pilkada 2014. Seharusnya anggota Dewan

telah dilantik dan bekerja sebagaimana mestinya, tetapi dengan

kondisi seperti ini, Bupati tidak bisa berbuat banyak. Sementara

Ada calon anggota DPRD yang merasa dicurangi terkait hasil pemilu yang diumumkan KPU sehingga tidak bisa menjadi anggota Dewan. Keadaan tersebut berdampak tidak dilantiknya para anggota dewan hasil pemilu 2012. Protes dan tuntutan calon anggota DPRD diwujudkan dengan menggerakkan massa untuk melakukan pemalangan satu-satunya jalan yang menghubungkan Wamena dan Tolikara. Akibatnya semua pasokan kebutuhan hidup untuk masyarakat Tolikara menjadi terhenti.

Page 50: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 37

ini yang dilakukan adalah mengajak aparat untuk duduk bersama

mengatasi keadaan secara darurat. Dan itu terjadi berulang-ulang.

Bupati dan segenap aparatnya harusnya bertindak agar keadaan

ini tidak berkelanjutan. Semua kembali kepada pemimpin wilayah

yaitu Bupati.

Dalam pelaksanaan pembangunan, masih terdapat per-

bedaan antara daerah perkotaan dengan daerahyang jauh dari

perkotaan. Walaupun demikian, secara umum aspirasi penduduk

terhadap pembangunan cukup positif. Mereka masih bisa

menerima pembangunan yang diperuntukkan bagi kemajuan

daerahnya. Pembangunan yang hasilnya langsung terlihat lebih

disukai daripada program yang berjangka panjang. Apalagi bila

upaya pembangunan dilakukan dengan pendekatan langsung

pada individu. Cara itu lebih disukai dibandingkan dengan pola

hubungan antara pemerintah dan rakyat yang menyimbulkan

hubungan patron dan client. Program-program seperti pertanian,

pelayanan kesehatan dan pendidikan pada umumnya lebih dapat

diterima penduduk.

Tidak mudah melakukan pembangunan di Tolikara. Adat

dan tradisi masyarakat seringkali menjadi penghalang. Misalnya,

kasus pembangunan Puskesmas di Karubaga yang terkendala

dengan pembebasan lahan. Menurut adat, masyarakat Suku Lani

tidak boleh menjual tanah warisan leluhur kepada orang lain.

Menjual tanah leluhur merupakan tabu bagi mereka. Tindakan

yang diperbolehkan adalah menyewakan tanah, termasuk untuk

kepentingan pembangunan Puskesmas. Pemerintah harus

menyewa lahan untuk mendirikan Puskesmas, itupun dengan

syarat tertentu seperti yang dikemukakan oleh pak C, seorang

pegawai negeri yang berasal dari Toraja.

Page 51: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara38

“... untuk pembangunan Puskesmas ini, Pemerintah tidak bisa berbuat banyak dengan syarat yang dibuat pemilik lahan ... yang diminta adalah, ada bagian dari keluarga mereka yang masuk sebagai pegawai bila pembangunan selesai ... padahal kita semua tahu pendidikan mereka sangat tidak memadai ... belum lagi syarat yang lain, seperti meminta dibuatkan rumah untuk ditempati sebagai ganti bangunan yang akan dipakai untuk sarana umum. Semua ini bisa dikata sangat memberatkan bagi Pemda. Itulah sebabnya, di Tolikara pembangunan berjalan lambat. “

Di lingkungan pemerintahan Kabupaten Tolikara kental

dengan budaya memprioritaskan putra daerah. Pada banyak

lembaga pemerintah, beberapa jabatan dipegang oleh putra

daerah. Demikian juga dengan pemberian fasilitas jabatan, putra

daerah harus mendapatkan yang pertama. Rumah dinas dan

kendaraan dinas menjadi fasilitas yang diprioritaskan kepada

pegawai putra daerah. Budaya ini seringkali juga menghambat

pembangunan baik secara fisik maupun mental di Tolikara dan

Papua pada umumnya.

Page 52: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

39

BAB 3PROGRAM PEMBANGUNAN

KESEHATAN MASYARAKAT

Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM)

Kabupaten Tolikara di sektor kesehatan didesain sesuai misi

Pemerintah Kabupaten yakni meningkatkan kualitas pelayanan

dan derajat kesehatan masyarakat secara merata, dengan

biaya serendah-rendahnya. Selain itu, Pemerintah Kabupaten

akan memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada

masyarakat miskin. Dalam upaya mewujudkan misi yang

ditetapkan, pemerintah melalui Dinas Kesehatan berkeinginan

untuk:

membuat rakyat sehat melalui pemberdayaan masyarakat a.

sampai tingkat kampung;

membuat rakyat sehat melalui penyediaan, pemeliharaan, b.

dan peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan;

membuat rakyat sehat melalui peningkatan kualitas dan c.

profesionalisme sumberdaya tenaga kesehatan;

membuat rakyat sehat melalui sistem kebijakan dan d.

manajemen termasuk penelitian pengembangan kesehatan

dan informasi kesehatan;

membuat rakyat sehat melalui peningkatan penyelenggaraan e.

pemerintahan.

Page 53: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara40

Gambar 3.1.Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara

Sumber: dokumentasi peneliti

Secara lebih spesifik, beberapa sasaran yang akan dicapai

melalui kegiatan pembangunan kesehatan sampai dengan tahun

2017 adalah meningkatkan umur harapan hidup menjadi 70,6

tahun. Kedua, menurunkan angka kematian ibu melahirkan

menjadi 275/100.000 kelahiran hidup. Ketiga, menurunkan angka

kematian bayi menjadi 46/100 kelahiran hidup dan menurunkan

prevalensi gizi kurang dan buruk pada balita menjadi 15%.

Target pencapaian tersebut merupakan target 5 tahunan yang

dicanangkan sejak tahun 2013. Namun permasalahan manajemen

data membuat peneliti kesulitan menemukan data dasar sebagai

acuan dalam menentukan program. Misalnya untuk UHH, Dinas

Kesehatan sebagaimana tercantum profil Dinas Kesehatan tahun

2013 masih mengacu pada UHH penduduk papua secara umum

tahun 2005 yaitu 66,2. Data lain tidak kami dapatkan. Menjadi

sangat sulit ketika target yang diinginkan tidak didasarkan pada

Page 54: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 41

data dasar atau kondisi riil kabupaten, sehingga kita tidak bisa

melihat progres capaian kegiatan yang dilakukan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan tersebut,

Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara telah menetapkan strategi

menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup

sehat. Pada upaya memberdayakan masyarakat, Pemerintah

Daerah saat ini sudah membuka pintu lebar-lebar kepada

masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan kesehatan.

Keterlibatan masyarakat ini bisa dilakukan sejak penyusunan

kebijakan. Perilaku hidup bersih dan sehat, upaya kesehatan

berbasis masyarakat dan desa siaga merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk memberdayakan masyarakat.

Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kese-

hatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan strategi kedua

yang ditetapkan Pemerintah Tolikara. Sebagaimana kondisi geo-

grafis daerah pegunungan tengah Papua pada umumnya yang

berupa perbukitan dengan kemiringan mencapai 40% dan

sarana transportasi terbatas membuat masyarakat sulit meng-

akses pelayanan kesehatan yang keberadaannya juga terbatas.

Pemerintah sudah berupaya meningkatkan jumlah dan kualitas

sumberdaya kesehatan serta mendistribusikannya sesuai kebu-

tuhan. Walaupun dengan tenaga terbatas, fasilitas kesehatan

berupa Puskesmas sudah diupayakan keberadaannya di setiap

distrik.

Strategi ketiga adalah meningkatkan sistem surveilans,

monitoring, dan informasi kesehatan. Strategi ketiga ini disadari

sepenuhnya sebagai upaya penting untuk mencapai sasaran

pembangunan yang diharapkan. Masalahnya, kondisi ini tidak

ditunjang dan didukung oleh pelaksanaan kegiatan surveilans dan

Page 55: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara42

monitoring yang tepat serta dukungan informasi dan data yang

memadai.

Meningkatkan pembiayaan kesehatan adalah strategi

keempat yang diharapkan mampu menjadi penggerak strategi

lainnya. Malalui advokasi kepada berbagai sumber dana, Dinas

Kesehatan berusaha menggali dan kemudian mengalokasikan

pembiayaan kesehatan sesuai program yang direncanakan.

Kembali lagi, lemahnya monitoring merupakan hambatan

keberhasilan strategi keempat ini.

3.1. Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan

Kondisi sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di

Kabupaten Tolikara masih terbatas. Dari 46 Distrik yang ada,

hanya 25 Distrik yang mempunyai sarana pelayanan kesehatan

Puskesmas. Dari 25 buah Puskesmas yang ada, 2 di antaranya

merupakan Puskesmas Perawatan dan 23 lainnya merupakan

Puskesmas Non Perawatan. Berdasarkan ketersediaan tenaga

dokter, menurut data BPS (2014) terdapat 7 Puskesmas yang

mempunyai tenaga dokter. Tetapi informasi dari Dinas Kesehatan

mengemukakan bahwa hanya 4 Puskesmas yang mempunyai

tenaga dokter.

Page 56: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 43

Gambar 3.2. Puskesmas Perawatan Karubaga

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Keberadaan Rumah Sakit, sementara ini belum ada. Kalau terdapat kondisi emergensi maka akan dirujuk ke Rumah Sakit di Kabupaten Wamena. Melalui jalan darat, rute Karubaga– Wamena hanya dapat dilalui oleh kendaraan berjenis double gardan dan memerlukan waktu tempuh antara 4 sampai 5 jam. Beratnya medan yang ditempuh merupakan risiko tersendiri bagi pasien yang berada pada kondisi emergensi. Seharusnya risiko tersebut dapat dikurangi bila transportasi udara yang melayani rute penerbangan Karubaga – Wamena dapat berjalan lancar. Alternatif lainnya adalah dengan membangun Rumah Sakit lengkap dengan tenaga kesehatan yang dibutuhkan.

Page 57: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara44

Gambar 3.3. Mobil untuk merujuk pasien

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Saat ini Pemerintah Kabupaten Tolikara sedang berproses

mewujudkan berdirinya sebuah Rumah Sakit. Keinginan untuk

mewujudkan Rumah Sakit sudah dimulai sejak tahun awal

terbentuknya Kabupaten Tolikara. Untuk tujuan tersebut,

Puskesmas Karubaga yang terletak di Distrik Karubaga, Ibukota

Kabupaten Tolikara, mulai dibenahi dan disiapkan menjadi Rumah

Sakit.

Awal tahun 2015 diharapkan sebagai tonggak berdirinya

Rumah Sakit Daerah Tolikara. Karena sesuatu hal, harapan

tersebut belum dapat terlaksana. Salah satu di antaranya karena

status tanah tempat dibangun calon Rumah Sakit masih belum

jelas kepemilikannya. Satu keluarga masih meng”klaim” sebagai

pemilik tanah tersebut. Di sisi lain ada pendapat bahwa tanah ini

sudah dibeli oleh Pemerintah Daerah Jayawijaya sebelum terjadi

pemekaran menjadi Tolikara. Kondisi ini dibiarkan berlarut-

larut tanpa kepastian. Pemerintah Daerah pun tidak mampu

Page 58: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 45

melakukan tindakan apa pun untuk menyelesaikan sengketa

kepemilikan tanah ini.

Walaupun begitu, semangat Dinas Kesehatan dan segenap

petugas kesehatan untuk segera mewujudkan berdirinya

Rumah Sakit tidak pernah pudar. Pada suatu saat di hari libur,

tampak beberapa orang sedang memindahkan barang dari

gudang ke suatu ruangan calon Rumah Sakit. Mereka adalah

para dokter Puskesmas dan staf Puskesmas yang hampir semua

merupakan orang pendatang. Sebagai tambahan tenaga angkut,

dimanfaatkan beberapa orang setempat yang diupah.

Ketika ditanya barang apakah gerangan? Seorang dokter

yang berasal dari tanah Toraja menjawab bahwa barang-barang

tersebut adalah peralatan medis dan berbagai perabotan untuk

“Rumah Sakit”. Dikemukakan lebih lanjut bahwa barang-barang

tersebut sudah ada di gudang sejak tiga tahun yang lalu. Terlihat

beberapa karton berupa obat-obatan, semua sudah kadaluarsa.

Sungguh sayang tidak dimanfaatkan. Semua barang dikirim

langsung dari Jakarta untuk keperluan berdirinya Rumah Sakit

Tolikara. Barang-barang yang dipindahkan sangat banyak sehingga

membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

Walaupun demikian, keberadaan Rumah Sakit nantinya

bukan jaminan bisa diakses oleh masyarakat dari 46 Distrik.

Perlu dibangun juga sarana transportasi yang layak menuju kota

Kabupaten Tolikara, karena saat ini kondisinya belum terbangun

dengan baik.

Melihat Kondisi geografis yang sulit dan terbatasnya sarana

transportasi antardistrik, maka keberadaan Puskesmas idealnya

menjadi fasilitas pelayanan kesehatan yang utama. Data BPS

Page 59: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara46

juga mencatat bahwa sudah dibangun juga Puskesmas Pembantu

yang tersebar di 24 distrik, terutama untuk mengisi pelayanan

kesehatan pada distrik yang belum memiliki Puskesmas.

Masalahnya, keberadaan Puskesmas di 25 distrik masih belum

dilengkapi dengan tenaga kesehatan yang memadai. Kalau

Puskesmas induk belum mempunyai tenaga kesehatan yang

memadai, dapat diperkirakan bagaimana ketersediaan tenaga

kesehatan di Puskesmas pembantu.

“... Puskesmas Wunin, secara jarak lebih dekat ke Bokondisi (Distrik terbesar kedua setelah Karubaga) tetapi untuk menuju ke sana tidak ada jalan darat… harus naik pesawat ... oleh karena itu tenaga dokter untuk memberi pelayanan di Puskesmas diambil dari karubaga ….”“... perjalanan ke Puskesmas Wunin membutuhkan waktu satu hari satu malam ... pertama, dari Karubaga naik strada (merek mobil berjenis double gardan) sampai Distrik Kanggime ... perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati jalan setepak ....”“... jadwal pelayanan di Puskesmas Wunin sebulan sekali ... kami bertiga, seorang dokter dan dua perawat berangkat berbekal obat-obatan yang kami punya ... di sana kami tinggal seminggu ... kadang-kadang tidur di Puskesmas, kadang-kadang di rumah kader ....”

“... seorang dokter Puskesmas di Tolikara harus memiliki kemampuan lebih. Seorang dokter dituntut menguasai ilmu kelistrikan dan mampu mengerjakan pekerjaan tukang ...”“... kalau perlu, memang bisa meminta pertolongan dari masyarakat sekitar, tapi itu membutuhkan “ongkos” yang besar, pekerjaan pun terkadang tidak sesuai harapan ....”

Page 60: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 47

Secara keseluruhan ada sembilan distrik yang belum

mem punyai fasilitas kesehatan. Ini tidak berarti mereka tidak

mendapatkan pelayanan kesehatan. Selama ini pemberian

pelayanan kesehatan juga dilakukan oleh Gereja Injili di Indonesia

(GIdI). Tenaga yang memberikan pelayanan kesehatan pada GIdI

adalah penduduk setempat yang dilatih oleh pihak Gereja untuk

menjadi kader kesehatan.

3.2. Tenaga Kesehatan

Sampai Tahun 2013, tenaga Kesehatan di Kabupaten

Tolikara jumlahnya terbatas. Jumlah tenaga kesehatan seperti

yang tercatat pada Profil Kesehatan kabupaten terdiri dari

23 tenaga dokter, 128 tenaga keperawatan, 4 tenaga analis

dan seorang apoteker. Jumlah tenaga kesehatan tersebut,

Gambar 3.4 Tugas Lain dari seorang Dokter

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 61: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara48

keberadaannya masih terkonsentrasi di Distrik Karubaga. Dari

23 dokter yang ada, 21 diantaranya tinggal dan memberikan

pelayanan di Distrik Karubaga.

Terdapat 25 Puskesmas yang seharusnya bisa memberikan

pelayanan kepada masyarakat di Tolikara, namun tidak semua

mempunyai tenaga kesehatan yang memadai. Konsentrasi

keberadaan dan jumlah dokter sangatlah tidak sebanding dengan

kebutuhan penduduk yang tersebar di 46 distrik. Masalahnya,

sebagian besar dokter yang bertugas adalah dokter PTT yang

hanya bertugas dalam jangka waktu terbatas. Ada kekhawatiran

bahwa dokter PTT tersebut akan pindah setelah tugas sebagai

PTT selesai.

Kondisi serupa juga terjadi pada tenaga kesehatan lainnya,

seperti tenaga bidan dan perawat. Dari 64 tenaga bidan, 22

dan 12 di antaranya berada di distrik Karubaga dan Bokondini.

Sisanya tersebar di 22 Puskesmas lainnya. Jumlah ini makin terasa

kurang jika dilihat dari keadaan geografis wilayah yang sulit yang

mengharuskan di setiap kampung minimal harus terdapat 1 orang

perawat dan 1 orang bidan.

Memperhatikan bahwa distribusi tenaga kesehatan

seba gai permasalahan utama terkait ketenagaan kesehatan

di Kabupaten Tolikara, Pemerintah Daerah sudah berupaya

meng atasi kesenjangan distribusi tenaga yang belum merata

di semua Distrik. Upaya yang dilakukan adalah merelokasi

tenaga kesehatan dari Puskesmas Karubaga. Sayangnya upaya

ini tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas perumahan

di Puskesmas yang menjadi tujuan relokasi. Akibatnya, upaya

Pemerintah Daerah untuk merelokasi tenaga kesehatan masih

belum terealisir. Pada awal tahun 2014 ini, Pemerintah Daerah

Page 62: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 49

telah menerima sekitar 20 tenaga bidan PTT. Rencana Dinas

Kesehatan, tenaga bidan PTT akan disebar di setiap Puskesmas

yang ada. Namun selama fasilitas tempat tinggal untuk tenaga

kesehatan belum disiapkan, tampaknya sulit bagi Dinas Kesehatan

merealisasikan rencananya.

Selain masalah ketersediaan dan distribusi yang tidak

merata, Kabupaten Tolikara juga dihadapkan pada masalah

kualitas tenaga kesehatan. Diakui oleh Dinas Kesehatan bahwa

kualitas tenaga kesehatan terutama paramedik masih terbatas.

Tenaga perawat yang ada kebanyakan berlatar belakang kader

gereja yang mendapat pelatihan dari misionaris Gereja. Untuk

mengisi kebutuhan tenaga kesehatan di setiap Distrik, mereka

kemudian diangkat sebagai PNS.

3.3. Program Pembangunan Kesehatan

Di tengah-tengah keterbatasan tenaga kesehatan yang ada,

disadari sepenuhnya bahwa pemerintah harus tetap melakukan

pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan di Kabupaten

Tolikara mengacu pada visi yang ditetapkan yakni terciptanya

kampung sehat menuju masyarakat religius, maju, mandiri, adil,

sejahtera, dan unggul 2017. Pelaksanaan pembangunan di bidang

kesehatan akan diwujudkan melalui berbagai program kesehatan

yang terarah dan berkesinambungan. Skenario program pem-

bangunan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten

Tolikara meliputi:

Promosi Kesehatana. yang bertujuan menumbuhkan budaya

hidup bersih dan sehat, meningkatkan peran serta dan

kemandirian masyarakat baik bagi individu, keluarga, dan

masyarakat dalam bidang kesehatan.

Page 63: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara50

Pelayanan Kesehatan Lingkungan dan Hygiene Sanitasi b.

yang didesain untuk meningkatkan kualitas lingkungan

seperti hal yang terkait dengan pengawasan mutu air,

pembuangan kotoran, perumahan/pemukiman, dan industri.

Pelayanan Kesehatan Keluarga melalui upaya pembinaan c.

kesehatan ibu dan anak, kesehatan usia subur dan

kesehatan usia lanjut.

Perbaikan Gizid. Masyarakat yang dilaksanakan dalam rangka

meningkatkan status gizi masyarakat terutama ibu, bayi, dan

balita dengan cara meningkatkan kesadaran gizi keluarga.

Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit, melalui kegiatan e.

pencegahan dan pemberantasan penyakit, peningkatan

peran serta masyarakat, dan melaksanakan program secara

terkoordinasi dengan sektor terkait.

Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang bertujuan f.

menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan

di masyarakat. Seluruh persediaan obat untuk pelayanan

kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan meru-

pakan obat generik berlogo (OGB). Di Kabupaten Tolikara

belum ada apotik dan dokter praktek, oleh karena itu

semua pelayanan kesehatan dilakukan di sarana kesehatan

pemerintah.

Pengembangan Tenaga Kesehatan yang bertujuan untuk g.

mengatasi keterbatasan jumlah, jenis, mutu, dan penyebaran

tenaga kesehatan.

Selain program sebagaimana tersebut di atas, sebagai

upaya pengembangan, dilakukan pelayanan perizinan bidang

Page 64: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 51

kesehatan. Dalam pelaksanaannya, program ini dilaksanakan

sebagai bentuk kepanjangan tangan Menteri Kesehatan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten untuk memberikan perizinan

terkait usaha di bidang kesehatan.

Gambar 3.5. Suasana di ruang tunggu Puskesmas Karubaga

Sumber: Dokementasi Peneliti

Pelayanan pengobatan kepada masyarakat dilakukan

melalui pelayanan rutin Puskesmas dan pelayanan rujukan.

Puskesmas Karubaga adalah tempat masyarakat Distrik Karubaga

dan Distrik sekitarnya memperoleh pelayanan kuratif. Banyaknya

kunjungan masyarakat ke Puskesmas, menunjukkan bahwa

masyarakat sudah tahu ke mana harus pergi bila mengalami

masalah kesehatan. Sayangnya kondisi ini hanya dapat dilihat

di Puskesmas Karubaga dan kata beberapa orang juga terjadi di

Puskesmas Bokondini. Mungkin karena didua tempat tersebut

ada tenaga dokter yang memberikan pelayanan. Berbeda dengan

kondisi ketika mengunjungi Puskesmas Kuari yang tidak dilengkapi

Page 65: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara52

tenaga dokter. Puskesmas Kuari tidak lebih dari sekedar bangunan

tak bertuan.

Gambar 3.6. Pemanfaatan ruang di Puskesmas Kuari

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Di Kabupaten Tolikara, ketidakadaan Rumah Sakit menye-

babkan semua pelayanan kesehatan dasar dilakukan oleh

Puskesmas. Bila terjadi kondisi emergency di mana petugas

kesehatan yang bertugas di Puskesmas tidak dapat melakukan

tindakan medis, maka akan dilakukan tindakan rujukan. Pada

semua kasus rujukan, Rumah Sakit Kabupaten Wamena adalah

satu-satunya tempat yang menjadi tujuan rujukan pertama.

Berkaitan dengan program pembangunan kesehatan

yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tolikara, harusnya ada

beberapa kondisi masyarakat yang bisa digunakan sebagai

indikator untuk melihat hasil pembangunan kesehatan yang

dicapai. Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai indikator

capaian pembangunan kesehatan, di antaranya adalah kondisi

mortalitas, morbiditas, dan status gizi.

Dengan melihat besaran angka kematian pada bayi, balita,

dan ibu melahirkan, kita bisa mengetahui keberhasilan pelayanan

kesehatan. Masalahnya, di Kabupaten Tolikara tidak ditemukan

Page 66: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 53

catatan dan pelaporan tentang kematian tersebut. Alasan yang

dikemukakan Dinas Kesehatan sebagaimana tercantum pada

Profil Kesehatan adalah belum optimalnya Audit Maternal, yang

terjadi karena sistem pelaporan yang belum akurat dan keter-

batasan tenaga kesehatan yang berpetugas di Distrik. Pengakuan

ini senada dengan apa yang dikemukakan seorang petugas

kesehatan yang bertugas di Puskesmas Karubaga.

“… masalah disini ... kita tidak bisa melihat besarnya ... karena pencatatan kami sangat lemah ... Dinas tidak ada form untuk kita isi di Puskesmas ... kita tahu sendiri dinas bagaimana ... sepi orang ... kadang-kadang kita serahkan laporan tapi di sana stop ... tidak ada tindak lanjut ....”

Kondisinya tidak jauh berbeda ketika kita mau tahu tentang

seberapa besar morbiditas sehingga kita bisa mengetahui gam-

baran pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Sistem pen-

catatan dan pelaporan dari pelaksana program yang belum

berjalan dengan baik merupakan alasan. Wajar bila kemudian

data yang dibutuhkan tidak tersedia dan kurang akurat. Walaupun

tidak ada catatan kasus, Kepala Puskesmas Karubaga mengakui

bahwa banyak masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat

di Distrik Karubaga.

“… masalah kesehatan di sini ya cukup banyak, HIV termasuk tinggi, malaria juga, ISPA, rematik, diare. Untuk balita kami prioritaskan pada pemberian gizi dulu, lewat program 1000 hari kehidupan.”

Terkait dengan status gizi masyarakat, Dinas Kesehatan

meng inginkan adanya catatan tentang Balita dengan gizi

buruk atau kurang dan catatan tentang kecamatan rawan gizi.

Sebagaimana mortalitas dan morbiditas, data yang diharapkan

dapat mengindikasikan status gizi masih sebatas keinginan.

Page 67: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara54

Alasannya sama, tidak tersedia data karena sistem pencatatan

dan pelaporan dari pelaksana program belum berjalan dengan

baik.

“… karena saya salah satunya menangani masalah gizi, saya akan bilang, faktor gizi bumil dan bayi di sini cukup bermasalah ... sebelum ada program 1000 HPK ... berat bayi baru lahir umumnya < 3000 gram saja ... setelah ada program 1000 HPK ... puji Tuhan ... berat bayi baru lahir rata-rata > 3000 gram, beberapa malah ada yang lebih dari 4000 gram.”

Apa yang dikemukakan dokter koordinator Puskesmas

perawatan Karubaga tersebut di atas, menggambarkan bahwa ibu

hamil dan bayi masih mengalami masalah gizi. Untuk mengatasi

masalah gizi ibu hamil dan bayi, Pemerintah Kabupaten Tolikara

melalui Dinas Kesehatan mencanangkan Program 1000 HPK.

Program 1000 HPK merupakan kegiatan penanganan

masalah gizi ibu hamil dan pencegahan stunting. Selama periode

1000 hari pertama kehidupan, dilakukan kegiatan memberikan

makanan tambahan kepada ibu hamil dan menyusui. Bentuk

kegiatan pemberian makanan tambahan adalah makan bersama.

Bidan sebagai penanggungjawab kegiatan di setiap wilayah akan

membawakan paket makanan ke Posyandu sebagai tempat

pelaksanaan. Diawali dengan doa bersama dan ucapan sapa bayi

yang dipimpin oleh bidan, kegiatan makan bersama dimulai.

Bersumber dari APBD, Pemerintah Daerah mengalokasikan

dana 60 ribu rupiah untuk setiap paket makanan. Satu paket

makanan tambahan kepada ibu hamil ini terdiri dari nasi, lauk,

sayur, buah, dan susu. Yang penting adalah, jenis makanan yang

diberikan mampu memenuhi kebutuhan energi, kalori, protein

dan vitamin.

Page 68: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 55

Selain untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil dan

menyusui, program ini juga bertujuan menghidupkan per eko-

nomian masyarakat setempat. Oleh karena itu, bahan ma kanan

untuk program ini sebagian besar merupakan hasil bumi dari

Kabupaten Tolikara seperti, ubi jalar, sayur-sayuran, dan buah.

3.4. Pembiayaan Kesehatan

Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerahnya,

Pe me rintah Kabupaten Tolikara mengalokasikan anggaran pem-

bangunan yang berasal dari berbagai sumber. Pendapatan

asli daerah, dana perimbangan, dan sumber pendapatan lain

seperti dana hibah dan OTSUS merupakan sumber anggarannya.

Penerimaan total pendapatan daerah Kabupaten Tolikara seperti

yang tercantum dalam APBD Kabupaten adalah 802,698 milyar.

Anggaran inilah yang kemudian digunakan sebagai belanja

daerah. Belanja pegawai, hibah, bansos, jasa, dan modal meru-

pakan bentuk dari belanja daerah Kabupaten Tolikara. Alokasi

anggaran pembangunan tersebut digunakan untuk penye-

lenggaraan program pembangunan secara langsung dan peng-

adaan berbagai fasilitas pendukung penyelenggaraan pelayanan

publik dan pemerintahan.

Khusus untuk bidang kesehatan, anggaran yang dialokasikan

oleh Pemerintah Kabupaten adalah 76,833 milyar. Sayangnya

kami tidak menemukan alokasi anggaran dari Dinas Kesehatan

untuk pelaksanaan program kesehatan. Pada profil daerah

Kabupaten Tolikara dikemukakan bahwa anggaran kesehatan yang

berasal dari APBD hanya digunakan sebagai belanja langsung dan

tidak langsung. Sedangkan anggaran kesehatan yang diperoleh

Page 69: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara56

dari APBN digunakan sesuai peruntukannya, yakni untuk dana

alokasi khusus dan bantuan operasional kesehatan.

Kita semua tahu pentingnya anggaran untuk pembangunan,

tetapi tidak mudah untuk memperoleh informasi terkait

penggunaan anggaran. Dua Kepala Puskesmas yang ditemui tidak

banyak berkomentar tentang pengalokasian anggaran untuk

program kesehatan di wilayah kerja Puskesmas masing-masing.

Mencoba bertanya kepada pelaksana pelayanan di Puskesmas,

komentarnya adalah sebagai berikut.

“... selama ini dana tidak tahu, karena yang pegang adalah Dinas Kesehatan atau kepala Puskesmas, masalah pengalokasian pun kami tidak tahu ....”

“... kami di sini seakan-akan tidak punya suara dan power dalam menentukan sesuatu ... pengalokasian dana juga sudah ditentukan oleh kepala Puskesmas ... kami tidak pernah mengurus anggaran ....”

Nampaknya berbicara tentang anggaran merupakan hal

yang tabu dibicarakan, sampai-sampai data tentang anggaran

yang disampaikan dalam profil pun terbatas. Penelusuran

informasi kepada pelaksana program juga tidak memberikan hasil

yang diharapkan. Kami hanya bisa berharap semoga anggaran

untuk pembiayaan kesehatan digunakan sesuai peruntukannya.

Page 70: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

57

BAB 4KESEHATAN BALITA DI KARUBAGA

Pagi itu di Puskesmas Karubaga terlihat banyak pasien

antri mendaftar di loket untuk mendapat pengobatan. Loket

Puskesmas biasanya dibuka pada pukul 08.45 WIT dan pelayanan

pengobatan baru dimulai pada pukul 09.00 WIT. Warga yang

mengantri sudah banyak berdatangan sejak pukul 08.00 WIT.

Terlebih bagi mereka yang rumahnya terletak di kampung yang

jauh dari lokasi Puskesmas. Bahkan tidak sedikit yang berasal dari

distrik lain. Mereka harus datang lebih pagi.

“... rumah saya di Kanggime, jauh di atas, naik mobil 200 ribu...”

Tutur salah seorang pasien yang mengaku sudah satu jam

berada di Puskesmas.

Puskesmas Karubaga adalah Puskesmas perawatan plus.

Sementara belum ada Rumah Sakit di Kabupaten Tolikara,

Puskesmas ini dalam beberapa hal sudah melaksanakan fungsi

Rumah Sakit. Bahkan, Dinas Kesehatan sudah merencanakan

mengembangkan Puskesmas ini menjadi Rumah Sakit Kabupaten

Tolikara. Selain untuk pelayanan administrasi dan poli, beragam

pelayanan seperti Unit Gawat Darurat (UGD), Rawat Inap,

Bersalin, dan operasi minor sudah disiapkan. Para dokter,

perawat, dan bidan siap memberikan pelayanan kesehatan.

Tidak salah bila banyak orang datang untuk mendapat pelayanan

pengobatan yang diinginkan.

Page 71: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara58

4.1. Aliando, Potret Kesehatan Balita

Di ruang perawatan, di tengah kesibukan pelayanan yang

diberikan oleh petugas kesehatan, kami melihat seorang Bidan

Puskesmas yang berusaha mendiamkan anak kecil yang sedang

menangis. Anak tersebut menangis semakin keras ketika kami

dekati. Kami bermaksud menghiburnya, namun si kecil tampak

kurang nyaman dengan kehadiran kami, dan ia menangis semakin

keras. Bocah mungil dalam gendongan Bidan adalah Aliando.

Seorang bayi berusia 6 bulan dengan berat badan sekitar 5,5

kg, berat badan yang masih tergolong rendah untuk seumur itu.

Keberadaan Aliando di Puskesmas merupakan upaya petugas

kesehatan untuk memulihkan kondisi status gizi Aliando yang

bermasalah.

Gambar 4.1 Aliando, dalam gendongan perawat

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 72: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 59

Pada saat kelahirannya, Aliando dilahirkan bersama saudara

kembarnya. Berat badannya sekitar 1,9 kg, kondisi bayi dengan

berat badan lahir rendah. Karena kondisinya, Aliando dan saudara

kembarnya diminta petugas kesehatan untuk dirawat sementara

di Puskesmas. Dengan pertimbangan bahwa ASI adalah makanan

terbaik buat sang bayi, Aliando kemudian diputuskan untuk

diasuh ibunya bersama saudaranya. Pemantauan petugas

kesehatan terhadap kondisi Aliando tidak menunjukkan pertum-

buhan yang membaik ketika diasuh ibunya. Kecukupan gizi

Aliando tidak terpenuhi dengan maksimal. Akibatnya, berat

badannya menurun. Pada bulan ketiga, pemantauan oleh Pus-

kesmas menemukan berat aliando hanya sekitar 2 kg.

Kondisi Aliando tersebut memunculkan inisiatif dokter dan

bidan untuk merawat Aliando di Puskesmas. Tujuannya tidak lain

agar ia mendapatkan perawatan yang memadai, khususnya untuk

memenuhi kebutuhan gizi. Awalnya pihak keluarga menolak

menyerahkan Aliando, namun dengan penjelasan yang ekstra

sabar, akhirnya Aliando diperkenankan keluarganya untuk dirawat

di Puskesmas. Tidak sia-sia upaya yang dilakukan para petugas

kesehatan, ini ditandai dengan bertambahnya berat badan

Aliando. Di usia yang keenam bulan, berat badan Aliando sudah

5,5 kg. Berat badannya meningkat pesat, tetapi perbandingan

dengan usia masih menunjukkan kondisi di bawah garis merah.

Demikian cerita D, seorang petugas kesehatan di Puskesmas

Karubaga tentang bayi yang sementara ini menjadi anak dari para

petugas kesehatan. “... Aliando ini kembar, bayinya sangat kurus ... dulu kita rawat semua di Puskesmas ... setelah membaik kita kembalikan ke orang tuanya, eh tidak taunya malah tambah buruk kondisinya … lalu kami minta Aliando untuk kita rawat di Puskesmas ...

Page 73: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara60

keluarganya awalnya menolak, sangat sulit untuk kita bujuk ... namun setelah dengan pendekatan akhirnya bisa.”

Pada bahasan kesehatan balita ini, peneliti ingin mencoba

memotret bagaimana pelaksanaan program kesehatan anak

balita di Kabupaten Tolikara. Mengapa kesehatan Balita menjadi

prioritas dari studi ini? Kesehatan Balita menjadi prioritas karena

berdasarkan indeks kelompok indikator dalam IPKM, posisi

kesehatan Balita Kabupaten Tolikara dengan nilai 0,249 adalah

yang terendah di Papua. Secara lebih detail bila dibandingkan

dengan daerah lain di Provinsi Papua, dilihat dari prevalensi

status gizi buruk dan kurang, 42,41% adalah yang tertinggi.

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek 52,01% adalah

lima besar tertinggi. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya

penimbangan balita dan imunisasi lengkap. Kasus Aliando

sebagaimana diuraikan di atas adalah gambaran kesehatan Balita

di Kabupaten Tolikara. Kondisi inilah yang menjadi daya tarik

peneliti untuk mengungkap fenomena di balik itu.

Pertanyaan kedua, mengapa wilayah Puskesmas Karubaga

yang menjadi daerah pilihan? Berdasarkan hasil diskusi dengan

teman Dinas Kesehatan, diketahui bahwa pelaksanaan program

kesehatan yang berjalan di Kabupaten Tolikara hanya ada dua

Puskesmas, Karubaga dan Bokondini. Dilihat dari fasilitas, tenaga

dan pelaksanaan program, sementara ini Puskesmas Karubaga

masih merupakan tempat pelayanan kesehatan yang utama

di Kabupaten Tolikara. Selain itu, tahun 2014 menjadi awal

baru bagi peningkatan kualitas kesehatan balita di Puskesmas

Karubaga. Kabupaten Tolikara tidak ingin terpuruk dengan kondisi

kesehatannya khususnya kesehatan balita. Melalui Puskesmas,

pemerintah daerah melakukan intervensi program perbaikan gizi

Page 74: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 61

yang menurut peneliti menjadi langkah awal yang baik di tengah-

tengah kondisi sosial ekonomi masyarakat yang boleh dibilang

rendah. Itulah sebabnya Puskesmas Karubaga menjadi pilihan

peneliti.

Puskesmas lain yang ingin kami potret adalah Puskesmas

Kuari. Pemilihan Puskesmas Kuari didasarkan pada model

pelayanan Puskesmas yang dilakukan oleh hanya seorang

Kepala Puskesmas yang sekaligus sebagai tenaga kesehatan. Ini

model pelayanan Puskesmas yang umum terdapat di Kabupaten

Tolikara. Alasan lain, Puskesmas Kuari terletak tidak jauh dari

pusat kota dan relatif mudah untuk dijangkau. Sebagai catatan

perlu kami sampaikan bahwa pembahasan tentang Puskesmas

Kuari tidak kami bahas di bab ini namun akan digambarkan di bab

selanjutnya.

Sepenggal cerita Aliando di atas menjadi pintu masuk

peneliti untuk melihat bagaimana pelayanan kesehatan balita

di Puskesmas Karubaga. Aliando tercatat bukanlah satu-satunya

balita dengan kasus gizi kurang. Di tanah Papua, khususnya di

Kabupaten Tolikara, permasalahan Balita dengan berat badan

di bawah normal masih menjadi salah satu prioritas untuk di

pecahkan. Permasalahan gizi kurang ditandai dengan berat

badan yang sangat rendah di bawah garis merah apabila dilihat di

Kartu Menuju Sehat (KMS). Peneliti melihat kondisi ini pasti ada

untuk daerah dengan tingkat ekonomi serta kualitas pelayanan

kesehatan yang masih terbilang minim. Kabupaten Tolikara,

berdasarkan pendapatan masyarakatnya, tergolong daerah

miskin dengan kondisi geografis yang cukup sulit untuk di akses

sampai ke pelosok.

Page 75: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara62

Sebagai langkah awal untuk mengetahui keluasan kasus

seperti yang dialami Aliando, peneliti mencoba menelusuri

catatan dan pelaporan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Yang

peneliti temukan adalah data yang sangat minim. Pencatatan dan

pelaporan tidak berjalan dengan baik. Ketika peneliti mencoba

mendapatkan data tentang jumlah balita yang mengalami gizi

kurang atau gizi buruk. Puskesmas maupun Dinas Kesehatan tidak

memiliki data satu pun. Sebagaimana disampaikan informan

yang kemudian diperkuat oleh informan lainnya bahwa kegiatan

pencatatan dan pelaporan masih belum maksimal dan menjadi

kendala:

“ ... kami di Puskesmas Karubaga terkendala Pencatatan dan Pelaporan ... terkadang kami melakukan kegiatan tetapi tidak tercatat dengan baik ... hal ini sebenarnya juga karena kami tidak memiliki form yang harus kami isi untuk kita serahkan ke Dinas Kesehatan ... jumlah kasus tidak ada laporannya ....”

“... di sini perlu meningkatkan manajemen di Puskesmas, sehingga program berjalan maksimal ... kegiatan yang dilakukan juga perlu dicatat dengan baik ... kan kita butuh laporan ke Dinas ... tapi ya gimana lagi ....”

Pencatatan dan pelaporan menjadi sangat penting untuk

melihat kondisi kesehatan di masyarakat. Hal ini juga dapat

digunakan sebagai acuan untuk menentukan sebuah program

di tingkat Dinas Kesehatan maupun di tingkat Puskesmas. Untuk

kasus gizi buruk dan gizi kurang, sangat penting melakukan

kegiatan surveilans kasus gizi kurang dan gizi buruk mengingat

dampak yang ditimbulkan pada balita dengan status gizi kurang

atau buruk sangat serius.

Indonesian Public Health menyebutkan bahwa balita

dengan kondisi gizi kurang dan gizi buruk memiliki dampak

Page 76: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 63

jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek yaitu

akan mengakibatkan anak menjadi apatis, mengalami gangguan

bicara, serta mengalami gangguan perkembangan yang lain.

Sedangkan dampak yang akan timbul dalam jangka panjang

berupa penurunan skor intelligence quotient (IQ). Penurunan

perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan

pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri,

serta akan menyebabkan merosotnya prestasi belajar.

Peneliti meyakini bahwa kasus gizi buruk dan gizi kurang

di Kabupaten Tolikara sesungguhnya masih perlu diperhatikan.

Melihat bagaimana pola asuh keluarganya, kondisi status sosial

ekonomi masyarakat, dan kondisi sanitasi di lingkungan tempat

tinggalnya yang menyebabkan sang anak terserang berbagai

macam penyakit. Diketahui bahwa kasus gizi buruk biasanya

disertai dengan penyakit penyerta yang tentu akan memperparah

keadaan sang anak. Berdasarkan ingatan salah seorang informan

kami, untuk kasus gizi buruk yang datang ke Puskesmas tahun

2014 berjumlah 7 anak seperti yang ia tuturkan berikut.“... seingat saya untuk kasus gizi kurang itu ada 7 anak ... anak usia di bawah 1 tahun ... 3 anak ... dan anak usia 1-3 tahun ... 4 anak ... itu berat badannya kecil sekali ... sangat kurus ... sekitar 4 kg ... ya itulah, lagi-lagi kami terkendala dengan pencatatan kami ... ke depan, kami akan berusaha untuk lebih baik lagi pendataan kami ....”

Melihat jumlah tersebut sebenarnya itu merupakan jumlah

yang tinggi yang terjadi untuk tingkat Puskesmas. Sebanyak

7 anak yang diingat mempunyai kondisi berat badan sangat

rendah menunjukkan keterkaitan dengan status ekonomi. Yang

pasti, menurut petugas yang menangani, ketujuh keluarga

yang mempunyai kasus gizi kurang adalah keluarga dengan

Page 77: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara64

penghasilan tidak tetap. Kalau kita melihat Produk Domestik

Regional Bruto Kabupaten Tolikara, dikemukakan oleh BPS (2014)

bahwa PDRB per kapita adalah 5,15 juta rupiah dengan proyeksi

penduduk sebanyak 125.326 jiwa. Ini menunjukkan bahwa dalam

satu tahun, setiap kepala yang ada di Kabupaten Tolikara hanya

mampu menghasilkan nilai tambah bruto sebesar 5,15 juta

rupiah atau sekitar 429 ribu rupiah per bulan. Memperhatikan

bahwa nilai tersebut masih bruto, maka PDRB per kapita tidak

bisa disamakan dengan pendapatan perkapita yang nilainya pasti

lebih kecil.

Memanfaatkan uang sebanyak 429 ribu per kepala

di Kabupaten Tolikara yang serba mahal, maka jumlah uang

tersebut akan habis dan bahkan tidak cukup untuk membeli

rokok dan buah pinang saja. Bagaimana kemudian mereka akan

memenuhi kebutuhan makanan untuk asupan gizi keluarganya?

Guna memenuhi kebutuhan makan keluarga, yang mereka

lakukan adalah mengonsumsi hasil dari bumi yang mereka olah,

yang hasilnya tidak bisa dipastikan. Apakah cukup? Aliando

jawabannya.

4.2. Pola Adaptasi Keluarga

Mendung mulai menyelimuti langit Karubaga, niat kami

menuju ke Posyandu Kimibur terhenti sejenak ketika hujan

mulai berjatuhan. Memang, hujan tidak pernah bisa ditebak. “...

ah, di sini kapan saja bisa hujan ... mau siang mau malam kalau

pingin hujan, hujan sudah ... tidak ada musim di sini ....” tutur

salah seorang informan. Sambil menunggu hujan reda, kami pun

menyiapkan semua perlengkapan untuk melakukan observasi

lapangan. Melihat bagaimana pemenuhan status gizi keluarga,

Page 78: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 65

bagaimana pengolahan makanan, dan bagaimana kondisi sanitasi

rumah masyarakat. Beberapa keadaan yang kami lihat sebagai hal

yang melatarbelakangi fenomena yang dialami Aliando.

Lalu lalang warga menyadarkan kami bahwa hujan telah

berhenti. Kami kemudian meninggalkan penginapan menuju

ke Posyandu Kimibur. Posyandu Kimibur terletak sekitar 5 km

dari pusat kota di mana penginapan kami berada. Jalan menuju

Kimibur sudah beraspal bagus. Karena topografi yang berbukit

dan struktur tanah yang gerak, ada beberapa titik jalan yang retak

dan berlumpur akibat longsor.

Kami sengaja datang ke wilayah Kimibur untuk melihat

kondisi keluarga yang masih menempati honai. Karena masih

banyak masyarakat yang menempati honai sebagai tempat tinggal

mereka. Kami pun mengunjungi rumah salah seorang informan

kami, D perempuan usia 16 tahun yang sedang hamil.

Berdasarkan data Susenas tahun 2013, perempuan yang menikah pada usia dini (< 16 th) persentasenya meningkat, dari 5,47 persen pada tahun 2010 menjadi 9,20 persen pada tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat di Kabupaten Tolikara akan besarnya risiko menikah pada usia muda makin memburuk. (Indeks Pembangunan Manusia Tolikara, 2014)

Hamil, melahirkan, dan menikah di usia muda adalah

hal yang biasa bagi masyarakat Tolikara. Seperti “D” yang usia-

nya masih sangat muda namun sudah mengandung anak per-

tamanya. Pernikahan usia dini menjadi hal mudah karena bisa

dilakukan secara adat tanpa melalui pencatatan negara dan

terkadang tanpa dicatat oleh Gereja. Untuk menikah secara

Page 79: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara66

adat di Tolikara, seorang laki-laki harus memiliki 2 ekor babi

sebagai mas kawinnya. Tidak memandang usia, ketika seorang

laki-laki memiliki babi sebagai mas kawin, maka perempuan

muda yang mau dinikahi akan segera menjadi istrinya. Di sinilah

kesiapan seorang perempuan muda secara mental dan sosial

untuk menjadi ibu dengan segala peran dan tanggungjawabnya

dipertaruhkan.

Kami hadir tepat waktu. Saat itu, anggota keluarga sedang

berkumpul untuk menunggu makan siang. Salah seorang

perempuan yang sudah tua terlihat sedang mencuci beras untuk

dimasak. Kepemilikan keluarga terhadap beras, menunjukkan

bahwa keluarga itu punya uang. Mereka mengonsumsi beras

hanya ketika ada uang. Harga beras di Tolikara mahal. Beras

bulog dihargai sampai 25 ribu per kilogram. Beras dan semua

kebutuhan lainnya dipasok dari Wamena. Ini terjadi karena

akses jalan dari Wamena menuju Tolikara sangat sulit dan

butuh biaya mahal. Pasokan beragam kebutuhan akan menjadi

lebih sulit ketika terjadi bencana longsor dan pemalangan yang

kerap terjadi. Terlepas dari semua keadaan tersebut, beras bagi

sebagian besar masyarakat yang tidak mempunyai sumber

penghasilan yang jelas, merupakan barang yang sulit didapatkan.

Kelompok masyarakat ini akan memanfaatkan tanaman yang

ada untuk dijadikan makanan pokok. Ubi adalah alternatif utama

bahan makanan masyarakat Tolikara.

Kemampuan masyarakat untuk membeli sangat rendah.

Satu-satunya sumber uang keluarga didapatkan dari berdagang

hasil kebun yang mereka tanam. Pisang, jeruk, umbi-umbian,

bayam merah, cabai, buah merah, markisa, serta bahan lain

yang memungkinkan untuk dijual. Hasil dari penjualan bahan

Page 80: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 67

makanan tersebut tidaklah banyak. Tidak semua bahan makanan

yang ia jual, dapat habis terjual dalam waktu sehari. Tidak jarang

bahan makanan tidak laku dan membusuk sehingga tidak bisa

dikonsumsi. Pendapatan mereka tidaklah banyak sehingga

kemampuan untuk membeli kebutuhan sehari-hari sangatlah

terbatas.

Untuk memenuhi kebutuhan makan, mereka biasanya

hanya makan 2 kali sehari, nasi dengan sayur seadanya. “... makan

siang sama malam ... makan pagi tra makan ... siang sama malam

saja ... pakai sayur diberi bawang ... garam ... ikan tra ada ... itu

sa....” Terang informan D ketika ditanya kapan makan dan makan

apa. Keluarga hanya menyediakan makanan yang sama untuk

semua anggota keluarga. Orang dewasa, anak-anak, dan bahkan

balita mengonsumsi makanan yang sama. Tidak ada makanan

khusus yang diberikan kepada sang anak agar kecukupan gizinya

terpenuhi. Mereka hanya tahu bahwa sang anak telah makan

dan kenyang. Mereka belum memperhatikan apakah makanan

yang dikonsumsi memiliki kecukupan gizi atau tidak. Hal ini

sangat berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang atau buruk di

masyarakat.

Di rumah honai itu, peneliti sempat menyaksikan seorang

anak balita sedang mengonsumsi nasi saja yang dicampur dengan

air putih. Itulah asupan makanan bagi balita. Menjadi biasa

bagi mereka karena keterbatasan ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

Page 81: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara68

Gambar 4.2. Honai, Rumah Adat di Tolikara

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Honai yang kami masuki adalah honai untuk perempuan.

Yang bisa tinggal hanya kaum perempuan dan dibolehkan anak

laki-laki sebelum remaja. Kami melihat seorang anak lelaki

kecil sedang bermain sendiri sedangkan sang ibu sedang sibuk

memasak. Honai yang berukuran sekitar 4 x 6 meter, berbentuk

persegi empat dengan alas rerumputan. Honai tersebut tidak

memiliki jendela sehingga di dalam sedikit gelap dan pengap.

Selain itu, penghuni masih harus rela berbagi dengan beberapa

ekor babi yang hanya terpisah oleh sekat dari kayu. Potensi

terserang penyakit bagi anak balita yang tinggal di honai sangat

besar. Di dalam honai juga digunakan untuk memasak makanan.

Asap yang ada di dalam ruangan tidak bisa segera keluar karena

ruangan sangat minim ventilasi.

Page 82: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 69

Melihat bagaimana sang ibu membiarkan anak beraktivitas

sendiri menunjukkan cara pengasuhan anak dalam keluarga.

Orang dengan latar belakang budaya lain, boleh menilai bahwa

orang tua kurang perduli dengan anaknya. Tetapi bagi orang

Tolikara, pembiaran seperti itu merupakan upaya agar anak

tumbuh menjadi orang yang kuat menghadapi bahaya kehidupan.

Berikut penuturan menarik dari seorang informan kami.

“... komunikasi antara ibu dan anak juga masih kurang, semenjak anak sudah bisa berjalan, sekaan-akan anak sudah diberi kebebasan untuk berjalan ke mana saja. Saat malam pun tidak begitu dihiraukan. Sudahkah makan atau belum. Atau keadaannya sakit atau ada lukakah. Baru bila sakit berat atau hanya bisa berbaring lemah baru dibawa ke Puskesmas ....”

Hal ini juga diperkuat oleh pengamatan peneliti yang

melihat bagaimana perhatian sang ibu kepada sang anak. Bagi

orang tua yang memiliki anak balita, perhatian untuk aktivitas

anaknya sangat minim perhatian. Ketika si ibu sedang sibuk

untuk keperluan mencuci pakaian atau memasak, anak dibiarkan

bermain sendiri atau bersama kakaknya. Entah apa yang ia

kerjakan jarang diperhatikan. Sempat kami melihat seorang anak

memakan rumput kotor bahkan tanah.

Memang ada beragam pandangan tentang cara pengasuhan

anak yang dianggap baik. Ada yang menekankan pada

kemandirian, keberanian, keharmonisan, atau mengutamakan

keber samaan. Setiap kebudayaan mempunyai perbedaan

pandangan terhadap apa yang dinilai baik. Setiap kebudayaan

juga memiliki alasan masing-masing. Mereka yang pilih

mengutamakan perhatian akan menimbulkan ketergantungan

anak kepada orang tuanya. Ada kekhawatiran terhadap anak yang

hidup tanpa perhatian dari ibunya atau orang yang mengasuhnya,

Page 83: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara70

dia akan segera memasuki masyarakat orang dewasa. Apakah

pola pengasuhan anak di masyarakat Tolikara yang cenderung

membiarkan anak untuk beraktivitas sendiri merupakan pola

yang tidak baik? Untuk kondisi masyarakat di Tolikara, tentu saja

jawabannya adalah tidak. Alasannya sudah jelas, pembiaran itu

membuat anak berani dan bisa mengambil keputusan sendiri.

Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah anak menjadi

cepat dewasa. Percepatan masa pubertas membuat mereka

lebih cepat menjadi dewasa, termasuk untuk melakukan aktivitas

seksualnya. Ini terbukti dengan tingginya angka pernikahan dini.

Panjangnya usia produktif, memungkinkan mereka mempunyai

anak lebih banyak. Dikaitkan dengan program keluarga berencana

yang digalakkan pemerintah yang mengidealkan 2 anak cukup,

maka di Kabupaten Tolikara tidaklah demikian. Data susenas

(BPS, 2014) mengungkapkan bahwa persentase wanita berusia 10

tahun ke atas yang pernah kawin, hanya 4% yang menggunakan

alat kontrasepsi. Bentuk dari fenomena ini ditemukan peneliti

ketika berkunjung ke Posyandu. Pada saat pelaksanaan Posyandu,

hadir seorang ibu berusia 18 tahun dengan membawa seorang

bayi yang merupakan anak ketiganya. Di usia yang sangat muda ia

telah memiliki 3 orang anak. Jumlah anak yangt banyak, sampai

belasan, dapat ditemukan di Tolikara.

Selain banyak anak, kebiasaan seorang laki-laki untuk

mempunyai istri lebih dari 1 juga mudah dijumpai. Mampu

menjalani kehidupan secara berpoligami merupakan kebanggaan

bagi laki-laki. Poligami merupakan bukti “kekuatan” secara

seksual dan secara ekonomi. Laki-laki yang dinilai mampu dari

segi ekonomi, diukur dengan jumlah babi yang dimiliki. Bahkan

sempat kami mewawancara responden yang mempunyai istri

Page 84: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 71

10 orang. Hal itu merupakan kebanggaan bagi seorang laki-laki

karena akan meningkatkan status sosialnya di masyarakat. Ini

bisa merupakan faktor penguat terjadinya kasus gizi kurang atau

bahkan gizi buruk di Tolikara.

Gambar 4.3 Babi, aset ekonomi keluarga di Tolikara

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Memang tidak semua generasi muda mengamini bahwa

memiliki anak banyak adalah suatu hal yang biasa. Seorang ibu

yang lebih memahami tanggung jawab untuk membesarkan

anaknya memiliki pandangan yang berbeda tentang jumlah anak

yang dimiliki. Ia menyampaikan “... punya anak 2 saja, karena

tidak ada kerja, susah kalau anak banyak, mau kasih makan

apa ....” E, Kimibur. Bagi generasi muda, memiliki anak banyak

tidak lagi menjadi kebutuhan status sosial saja. Lebih jauh

lagi, ia memikirkan bagaimana harus menghidupi sang anak,

bagaimana seorang ibu menjamin bahwa anaknya akan bahagia,

mendapatkan pendidikan yang layak, serta sangat menaruh

Page 85: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara72

harapan besar untuk sang anak. Ia ingin hidup sang anak tidak

lagi seperti hidup orang tuanya. Dari penjelasan di atas peneliti

bisa menarik benang merah keterkaitan antara kejadian gizi

kurang dengan bagaimana pola asuh yang diberikan, kesehatan

lingkungannya, serta penyakit yang menyertainya.

4.3. Posyandu di Karubaga

Menciptakan kondisi kesehatan balita bukan semata-mata

tanggungjawab Pemerintah melalui pelayanan kesehatan yang

diberikan. Ada juga tanggungjawab masyarakat untuk berperan-

serta dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan balita, yang

keadaannya memang tidak bisa lepas dari pengaruh faktor sosial,

budaya, dan ekonomi keluarga. Tidak mudah untuk menyadarkan

masyarakat terhadap adanya tanggungjawab tersebut. Dengan

pendekatan PKMD sebagai serangkaian kegiatan yang sistematis

untuk mengikutsertakan masyarakat dengan segenap potensinya

guna memecahkan masalah kesehatan yang mereka hadapi,

pemerintah memfasilitasi pengembangan Posyandu. Pada

bagian ini, peneliti mencoba memberikan gambaran kondisi dan

peran Posyandu dalam upaya membantu Puskesmas melakukan

pemantauan terhadap tumbuh kembang balita.

Secara konseptual, Posyandu menurut Effendy (1998)

merupakan forum komunikasi, alih teknologi, dan pelayanan

kesehatan masyarakat. Dengan fasilitasi pemerintah, pengem-

bangan Posyandu berasal dari, dilakukan oleh, dan dimanfaatkan

untuk masyarakat. Keberadaannya dianggap mempunyai nilai

strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak

dini.

Page 86: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 73

Terlaksananya fungsi Posyandu merupakan indikator keber-

hasilan Puskesmas dalam memberdayakan masyarakat. Baiknya

sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan di suatu wilayah,

juga dapat dilihat dari bagaimana Posyandu di daerah tersebut

berjalan dengan baik atau tidak. Deteksi dini masalah kesehatan

ibu dan anak adalah fungsi Posyandu. Posyandu bisa dikatakan

sebagai perpanjangan tangan dari Puskesmas yang akan

memberikan pelayanan kesehatan serta pemantauan kesehatan

yang dilaksanakan secara terpadu dan sistematis.

Keberadaan Posyandu di Kabupaten Tolikara, sebagaimana

tertera pada Profil Kesehatan berjumlah 505 Posyandu yang

tersebar di 25 wilayah Puskesmas. Jumlah di setiap wilayah

Puskesmas berkisar antara 8 sampai 47 Posyandu. Berdasarkan

stratanya, semua masih tergolong sebagai Posyandu Pratama.

Tetapi kenyataan di lapangan bisa berbeda. Contohnya, di Distrik

Karubaga, pada Profil Kesehatan tercatat 26 Posyandu, berbeda

dengan data Puskesmas Karubaga yang hanya mencatat 7

Posyadu aktif dari 9 Posyandu yang ada.

Tabel 4.1. Posyandu di Puskesmas Karubaga

No. Nama Posyandu

1. Posyandu Yarusalem

2. Posyandu Ebenheizer

3. Posyandu Muara

4. Posyandu Kimibur

5. Posyandu Kolengger

6. Posyandu Ifar Gunung

7. Posyandu Banggeri

Sumber. Laporan penanganan Gizi Kab Tolikara

Page 87: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara74

Perbedaan antara catatan di Profil Kesehatan dan

Puskesmas, menunjukkan manajemen pencatatan dan pelaporan

yang tidak baik. Perlu diketahui bahwa jarak antara Dinas

Kesehatan yang membuat profil kesehatan dengan Puskesmas

Karubaga hanya beberapa langkah saja. Pertanyaannya adalah,

mengapa jarak yang begitu dekat tidak mampu mendekatkan

data yang ada? Lalu bagaimana dengan data di Puskesmas yang

jarak tempuhnya harus melewati kabupaten lain? Ini adalah

jawaban seorang petugas kesehatan di Puskemas.

“... ya itulah yang sering terjadi di sini ... kelemahan koordinasi ... di sini kami ingin adakan koordinasi antara Puskesmas dan dinas ... tapi ... tau sendiri bagaimana dinas ... kosong kan ...?”

Berbicara Posyandu di Distrik Karubaga, sesungguhnya

keberadaan Posyandu ini tidak bisa dilepaskan dari peran gereja

yang ada di Karubaga. Semua Posyandu yang aktif merupakan

Posyandu yang terletak dan menjadi bagian dari kesatuan wilayah

gereja. Seringkali Posyandu dilakukan di dalam gereja. Fungsi

gereja sebagai tempat peribadatan, merupakan salah satu tempat

strategis yang sering dimanfaatkan Puskesmas untuk kepentingan

program kesehatan. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah

Posyandu ini. Berikut adalah penuturan salah satu informan

yang menjelaskan bagaimana gereja berperan dalam kegiatan

Posyandu.

“... semua program kami selalu bekerja sama dengan gereja. Kalau melalui gereja, bisa mudah masuk ke masyarakat, melalui ketua klasisnya atau gembalanya. Tanpa itu sulit di sini. Gereja menjadi unsur penting pembangunan kesehatan di Tolikara, Posyandu, promosi kesehatan, imunisasi, semua bisa dilakukan melalui gereja dan hal itu sangat efektif daripada dilakukan secara langsung pada kelompok masyarakat ... “.

Page 88: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 75

Lalu bagaimana dengan kecukupan Posyandu bila dilihat

dari banyaknya desa dalam satu Distrik Karubaga? Sebagaimana

tercatat pada sistem administrasi pemerintahan, di distrik

Karubaga terdapat 23 pemerintahan desa dan kelurahan.

Seandai nya benar ada 26 Posyandu seperti yang tertera pada

Profil Kesehatan, keberadaan dan peran Posyandu tentunya akan

membatu masyarakat itu sendiri dan tentunya Dinas Kesehatan

untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan anak. Kenyataan

bahwa jumlah Posyandu yang hanya 7 buah di seluruh wilayah

Distrik Karubaga, tentu sangat kurang. Pasti sangat sulit bagi 7

Posyandu untuk membantu memantau kondisi kesehatan ibu

dan anak secara maksimal di masyarakat. Lebih tepatnya, karena

kondisi geografis dan akses jalan yang belum baik, sulit bagi

keluarga di luar ketujuh wilayah Posyandu yang aktif tersebut

untuk menjangkau pelayanan yang diberikan.

Menilik bagaimana sesungguhnya angka kecukupan Pos-

yandu di tiap desa, berdasarkan panduan Riset Kesehatan

Dasar, Jumlah Posyandu dikatakan memiliki kecukupan dari

sisi kuantitasnya apabila dalam satu desa memiliki minimal 4

Posyandu aktif. Kalau wilayah Puskesmas Karubaga mempunyai

26 wilayah desa dan kelurahan, maka jumlah Posyandu yang

harus difasilitasi dan dikembangkan oleh Puskesmas Karubaga

agar dapat berperan serta dalam hal kesehatan ibu dan anak

minimal harus ada 104 Posyandu. Jumlah 7 Posyandu ini hanya

sekitar 6,7% dari total yang harus dipenuhi. Atas dasar itulah,

agak sulit bagi Puskesmas untuk pemantauan kondisi kesehatan

ibu, bayi, dan balita bila tidak memprovokasi dan menyadarkan

masyarakat untuk ikut bertanggungjawab terhadap kesehatannya

melalui kegiatan pelaksanaan Posyandu.

Page 89: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara76

Berdasarkan data dari Tolikara dalam angka, wilayah Kabu-

paten Tolikara memiliki jumlah desa sebanyak 545 desa atau

kampung. Untuk memenuhi jumlah Posyandu dengan jumlah

desa tersebut dibutuhkan jumlah Posyandu sebanyak 2180

Posyandu. Jumlah yang cukup besar bagi Kabupaten Tolikara yang

saat ini masih memiliki jumlah Posyandu yang tidak banyak. Bagi

Kabupaten Tolikara, memenuhi jumlah Posyandu yang sedemikian

besar bukanlah pekerjaan yang mudah. Partispasi masyarakat

untuk mau ikut serta dalam kegiatan Posyandu sangat rendah.

Kesadaran untuk menjadi kader Posyandu juga sangat kecil

sehingga perlu ada upaya lain untuk bisa memberikan pelayanan

kesehatan masyarakat di seluruh kabupaten di Tolikara.

Melalui kegiatan Posyandu sebenarnya banyak hal yang bisa

dilakukan. Melihat bagaimana pentingnya Posyandu di wilayah,

maka sedianya semua pihak harus bersama-sama mensukseskan

kegiatan Posyandu yang ada di Tolikara. Berdasarkan panduan

pelatihan kader Posyandu, kegiatan utama yang idealnya dila-

kukan di Posyandu antara lain:

Kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan untuk ibu a.

hamil, nifas dan menyusui.

Pelayanan untuk bayi dan balita, seperti penimbangan berat b.

badan, penentuan status pertumbuhan, penyuluhan dan

konseling, serta dilakukan pemeriksaan kesehatan bila ada

tenaga kesehatan.

Keluarga berencana, di mana kader Posyandu dapat mem-c.

berikan kondom dan pil KB. Jika ada tenaga kesehatan

Puskesmas, dapat dilakukan pelayanan suntikan KB dan

konseling KB.

Page 90: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 77

Imunisasi, pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilak-d.

sanakan oleh petugas Puskesmas. Jenis imunisasi yang

diberikan disesuaikan dengan program terhadap bayi dan ibu

hamil.

Gizi, Pelayanan gizi di Posyandu adalah penimbangan berat e.

badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan

konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) lokal

dan suplementasi kapsul vitamin A dan tablet Fe.

Pencegahan dan penanggulangan diare, di Posyandu dilaku-f.

kan dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS). Penanggulangan diare dilakukan dengan pemberian

oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut, akan

diberikan obat Zinc oleh petugas kesehatan.

Posyandu merupakan salah satu upaya kesehatan ber-

sumber daya masyarakat (UKBM) yang dilakukan oleh masyarakat

dan diperuntukkan kepada masyarakat melalui pembinaan

Puskesmas. Sebagai UKBM, keberadaan kader sebagai pengelola

Posyandu merupakan hal yang utama. Berdasarkan pengetahuan

tentang lingkungan alam dan sosial sekitarnya serta kepedulian

terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat, kader diharapkan

mampu menjembatani kepentingan pemerintah dan masyarakat.

Pada tujuh Posyandu di wilayah Puskesmas Karubaga, tidak

banyak jumlah kader yang ada tiap Posyandu. Berdasarkan hasil

pengamatan peneliti, ada sekitar 1 sampai 2 kader per Posyandu.

Nampaknya tidak mudah bagi masyarakat untuk menjadi

seorang kader. Butuh waktu, tenaga, dan pikiran lebih di tengah

keterbatasan. Adanya satu atau dua orang yang mau membantu

Page 91: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara78

dan berkenan menjadi kader untuk melakukan kegiatan sosial

adalah awal yang baik.

Konsekuensi dari keterbatasan sumber daya masyarakat

tersebut adalah tidak berjalannya kegiatan utama yang ideal dari

sebuah Posyandu. Yang pasti, pelaksanaan Posyandu di wilayah

Puskesmas Karubaga sangat bergantung kepada bidan atau

petugas kesehatan lain, bukan kepada masyarakat sebagai “ruh”

dalam pelaksanaan Posyandu.

Peran kader Posyandu yang strategis dalam memberikan

pemahaman kepada masyarakat kurang berfungsi dengan baik.

Kader sementara ini hanya berperan sebagai pembantu bidan

untuk menyiapkan pelaksanaan Posyandu. Sistem informasi

Posyandu juga tidak berjalan baik. Kegiatan pencatatan dan

pelaporan dari kegiatan Posyandu tidak banyak dilakukan.

Pencatatan hanya dilakukan secara sederhana di buku KIA.

Akibatnya, kader Posyandu kurang bisa melihat bagaimana kondisi

balita berdasarkan naik-turun timbangannya, status gizinya dan

bagaimana status kesehatan ibu hamil berdasarkan pelayanan

ANC dan nifasnya. Ujungnya, permasalahan yang ada tidak bisa

segera dikomunikasikan kepada dan ditindaklanjuti oleh petugas

kesehatan terkait. Terkait dengan enam kegiatan utama yang

idealnya dilakukan di Posyandu, sulit kiranya terlaksana dengan

baik bila petugas kesehatan dan kadernya terbatas.

Salah satu kegiatan yang dilakukan di dalam Posyandu

adalah pemantauan berat badan bayi dan balita melalui

penimbangan. Penimbangan ini dimaksudkan untuk memantau

perkembangan status gizi balita. Sampai saat pengumpulan

data penelitian ini dilakukan, diketahui bahwa kecil sekali peran

yang dipunyai Posyandu dalam memantau status gizi balita.

Page 92: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 79

Kalau bukan Posyandu, bagaimana peran Puskesmas Karubaga?

Mengamati aktivitas harian Puskesmas Karubaga, tampak

bahwa Puskesmas ini lebih banyak menjalankan fungsi sebagai

tempat pengobatan karena memang merupakan satu-satunya

fasilitas pelayanan kesehatan yang terletak di Distrik Karubaga,

ibukota Kabupaten Tolikara. Puskesmas ini memiliki wilayah

kerja sebanyak 23 desa atau kampung. Setiap hari pelayanan

tercatat 70 – 100 penderita dari kampung dan distrik sekitar

Karubaga untuk berobat ke Puskesmas. Pelayanan pengobatan

inilah yang lebih menjadi prioritas dibandingkan penimbangan

balita, walau ini tidak berarti bahwa penimbangan balita tidak

dilakukan. Menyadari kondisi ini, Puskesmas mulai memfasilitasi

pengembangan tujuh Posyandu dengan segala keterbatasannya

untuk mendukung upaya promotif dan preventif yang dilakukan

oleh Puskesmas.

Di antara barang yang dikirim dari Jakarta 3 tahun yang lalu untuk “Rumah Sakit” banyak terdapat beberapa barang seperti media promosi, KMS dengan ukuran yang besar, tim-bangan bayi, timbangan berat badan elektrik, dan beberapa perlengkapan lain yang masih bisa dimanfaatkan. Barang tersebut akan lebih bermanfaat bila digunakan di Posyandu daripada hanya sekedar ditumpuk di gudang dan dibiarkan rusak ….

Upaya untuk melakukan pemantauan kesehatan balita oleh

Puskesmas dan tujuh Posyandu sebagai satelit pelayanan tidak

lepas dari keterbatasan fasilitas dan peralatan. Di Puskesmas

Karubaga banyak terdapat peralatan yang bisa digunakan untuk

menunjang pelaksanaan Posyandu. Tetapi karena masalah

Page 93: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara80

manajemen, alat-alat yang seharusnya dapat dimanfaatkan,

akhirnya tetap menjadi barang simpanan di gudang Puskesmas.

Sangat disayangkan, selama kegiatan pengumpulan data

sekitar 18 hari di lokasi penelitian, peneliti tidak memiliki kesem-

patan untuk mengamati kegiatan Posyandu yang dilakukan di

masyarakat. Hanya 1 kali dan pelaksanaan Posyandu tersebut

dilakukan di salah satu ruangan di Rumah Sakit Karubaga. Pada

saat pelaksanaan Posyandu tersebut, bayi dan balita yang datang

ke Posyandu diukur berat badannya dengan menggunakan

timbangan yang ada. Setelah dilakukan pengukuran berat

badan, biasanya bidan menuliskannya di Buku KIA sehingga

tercatat setiap pertumbuhannya. Karena dilakukan di Puskesmas,

penimbangan dan pemantauan kesehatan balita menjadi tugas

Puskesmas melalui Bidan. Kalau mengacu kepada konsep UKBM

harusnya pelaksana Posyandu adalah kader, karena kaderlah

yang menjadi pengelola dan ujung tombak dalam setiap kegiatan

Posyandu.

Kegiatan Posyandu belum dilaksanakan di lokasi yang

sudah ditetapkan sebagai tempat pelayanan, tidak lain karena

alasan bahwa Puskesmas belum menyusun jadwal kunjungan ke

Posyandu. Jadwal kunjungan ke Posyandu biasanya dilaksanakan

pada minggu kedua tiap bulan. Namun jadwal tersebut bukan

hal yang bisa dipastikan. Semua bergantung kepada kese-

pakatan dan ketersediaan waktu dari petugas kesehatan.

Seharus nya program 1000 HPK yang dilakukan di Kabupaten

Tolikara tersebut merupakan bagian dan terintegrasi menjadi

satu kesatuan program di dalam kegiatan Posyandu. Tapi dalam

pelaksanaannya, Program 1000 HPK lebih merupakan kegiatan

pemberian makanan tambahan untuk ibu dan balitanya.

Page 94: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 81

4.4. Imunisasi Dasar Lengkap Untuk Balita

“ ... kami di sini kesulitan untuk melaksanaan imunisasi di wilayah, anggaran untuk turun sangat besar. Terkadang vaksin juga terlambat. Kita harus sewa kendaraan. Tidak ada anggaran khusus untuk itu, kalaupun ada sangat terbatas....” (L, Puskesmas Karubaga)

Pada dasarnya, semua orang perlu mendapatkan imunisasi,

terutama bagi kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi untuk

terserang penyakit seperti bayi, balita, anak usia sekolah, wanita

hamil, dan wanita usia subur. Pemerintah setiap tahun terus

berupaya untuk menurunkan kejadian penyakit seperti polio

myelitis, tuberculosis, campak, difteri, pertusis, tetanus, dan

hepatitis B dengan menggalakkan program imunisasi pada bayi

dan balita. Proverati (2010) dalam dr.suparyanto.blogspot.com

menyebutkan bahwa Imunisasi merupakan suatu program yang

dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang

antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit

tertentu. Hal serupa juga dikemukakan oleh Alimul (2009) yang

menyebutkan bahwa imunisasi merupakan usaha memberikan

kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke

dalam tubuh. Tujuannya agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah penyakit tertentu. Dengan pemberian imunisasi

pada balita diharapkan sang anak menjadi kebal terhadap

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sehingga dapat

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta kecacatan.

Pemberian imunisasi yang terbaik adalah apabila vaksin

diberikan sesuai jadwal yang dianjurkan. Bila tidak, perlindungan

terhadap penyakit yang ingin dicegah tidak bisa optimal.

Penundaan pemberian imunisasi diperbolehkan hanya ketika

sang anak sedang sakit. Namun apabila sudah pulih kondisinya

Page 95: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara82

maka segera diberikan imunisasi yang lengkap. Ada 5 (lima) jenis

imunisasi yang wajib untuk anak balita yaitu:

BCG adalah imunisasi1. untuk mencegah penyakit TBC dan

diberikan pada usia 1 bulan.

DPT adalah imunisasi2. untuk mencegah penyakit Dipteri dan

dberikan sebanyak 3 (tiga) kali pada usia 2,3, dan 4 bulan.

Polio adalah imunisasi3. yang diberikan untuk mencegah

penyakit polio dan diberikan 4 (empat) kali pada usia 1,2,3,

dan 4 bulan.

Campak adalah imunisasi4. yang diberikan untuk mencegah

penyakit campak dan diberikan 1 (satu) kali pada usia 9

(sembilan) bulan.

Hepatitis B adalah imunisasi5. yang diberikan untuk mencegah

penyakit Hepatitis B dan diberikan 1 (satu) kali pada usia 0-7

hari.

Pelaksanaan imunisasi di Puskesmas Karubaga bukan

tanpa kendala. Dari sisi penyediaan vaksin, sering kali terjadi

keterlambatan pengiriman vaksin dari Dinas Kesehatan Provinsi.

Selama ini pelaksanaan pemberian vaksin di Puskesmas masih

terbatas pada pasien yang datang saja. Apabila ada ibu yang

datang membawa balita, maka bidan akan melihat bagaimana

kelengkapan imunisasinya.

“... ya kalau datang begini baru kita tanya to ... apa bayinya sudah diimunisasi lengkap ... biasanya kita lihat di buku KIA riwayat imunisasinya ... tapi kalau tidak bawa atau hilang atau hanya sekedar ingat saja ya susah ... kalau yang aktif di Posyandu bisa kita simpan bukunya jadi terpantau.” (P, PKM Karubaga)

Page 96: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 83

Selain di Puskesmas, pemberian imunisasi bagi balita juga

dilakukan di Posyandu. Berikut penuturan ibu yang memiliki anak

balita. “... bayinya disuntik di sini, imunisasi bayinya agar tidak

sakit ... bu bidan dia bilang nanti kalau disuntik tidak sakit ...”

tutur E, informan kami di salah satu Posyandu. Jadwal pemberian

imunisasi setiap bulannya tidak menentu. Biasanya pelaksanaan

Posyandu dilaksanakan pada minggu ke-2. Namun jadwal bisa

berubah ketika ada beberapa halangan, di antaranya ketersediaan

vaksin di Puskesmas.

Apabila dilihat bagaimana pelaksanaan imunisasi di kese-

luruhan Kabupaten Tolikara, maka pelaksanaannya masih jauh

dari harapan. Selain Puskesmas Karubaga dan Bokondini, semua

Puskesmas tidak mempunyai kecukupan sumberdaya untuk

melaksanakan imunisasi. Di Puskesmas Kuari yang terdekat

dengan ibukota Tolikara tidak ada lemari es untuk menyimpan

vaksin. Kalaupun ada lemari es, di daerah itu tidak ada aliran

listrik, baik yang bersumber tenaga diesel maupun solar, sebagai

sumber tenaga untuk memfungsikannya. Saat ini Dinas Kesehatan

tidak mempunyai kendaraan dinas operasional untuk menjangkau

lokasi Puskesmas yang mempunyai sumberdaya terbatas dan sulit

diakses. Di bawah ini adalah gambaran kegiatan imunisasi yang

dilakukan Puskesmas Karubaga yang notabene adalah Puskesmas

terbaik di Kabupaten Tolikara.

Page 97: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara84

Tabel 4.2. Laporan Imunisasi Bulan Januari 2015 Puskesmas Karubaga.

No. Nama Desa HB-0 BCG Polio DPT DPT DPT Campak TT1 TT2

1. Ebenheizer2. Muara 1 2 1 1 53. Banggeri 114. Yarusalem/

BKIA5 4 4 3 1

5. Kimibur 2 2 2 2 16. Kolengger 7. Ifar gunung

Total 1 20 2 7 5 8 3 1

Sumber: Laporan Bulanan Puskesmas Karubaga

Tabel di atas menjelaskan bagaimana rendahnya cakupan

imunisasi di Tolikara. Data tersebut hanyalah data yang ada di

Puskesmas Karubaga. Terlihat informasi bahwa imunisasi dasar

lengkap masih sangat minim. Bisa dibayangkan, bagaimana

kegiatan pemberian imunisasi di wilayah lain yang memiliki akses

sulit.

Penyimpanan vaksin yang dilakukan di Puskesmas dilakukan

di lemari pendingin untuk menyimpan vaksin, namun listrik yang

digunakan adalah tenaga matahari. Hal ini juga mengandung

beberapa risiko. Peneliti juga mendapatkan informasi yang kurang

mengenakkan terkait perangkat tenaga matahari ini yang kerap

dicuri oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pengecekan

secara berkala perlu dilakukan untuk memastikan bahwa vaksin

yang disimpan berada pada keadaan normal dan bagus. Jangan

sampai vaksin yang disimpan mati, karena bukan zat kekebalan

tubuh lagi yang disuntikkan pada balita tetapi sudah menjadi

racun.

Page 98: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 85

4.5. Program 1000 HPK

Aktivitas di penginapan dan rumah makan Pondok Bambu

tidak pernah sepi. Sejak jam 5 pagi di setiap hari para pegawai

sudah sibuk menyiapkan makanan untuk diberikan kepada ibu

hamil dan menyusui. Cukup banyak porsi yang harus disiapkan

setiap harinya yaitu sekitar 96 porsi. Setiap porsi terdiri dari nasi,

sayur, lauk pauk, dan buah yang dikemas dalam sebuah kotak

makanan terbuat dari plastik.

Semua makanan ini diharapkan sudah siap jam 7 pagi.

Sekitar jam 07.00 sampai 08.00 para bidan pengelola Posyandu

akan datang mengambil paket makanan. Setiap bidan akan

membawa dan menyerahkan paket makanan kepada sejumlah

ibu hamil dan menyusui yang ada di wilayahnya, sebagaimana

dikemukakan oleh pegawai penginapan berikut.

“... ini makanan untuk ibu hamil ... dari dinas meminta kami untuk menyiapkan makanan tiap pagi ... sekitar 96 sampai 97 ... biasanya bidan kasih tau besok harus kasih masak berapa, 96

Gambar 4.4. Menu makanan pada program 1000 HPK

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 99: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara86

kah atau 97 kah ... jadi kami siapkan ... pagi-pagi bidan-bidan datang untuk ambil itu makanan ... dibawa di pos-pos ....” (N, Pegawai Penginapan Pondok Bambu)

Pesanan paket makanan ini dilakukan untuk memenuhi

permintaan Dinas Kesehatan dalam rangka melaksanakan Pro-

gram Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Program ini

adalah salah satu program Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara

yang mencoba menjawab permasalahan tentang kesehatan ibu

dan anak yang selama ini kurang tersentuh.

Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode waktu

awal kehidupan yang dimulai saat terjadinya pembuahan sam-

pai sang anak berusia 2 tahun. Menjadi 1000 hari apabila

dihitung berdasarkan jumlah hari selama periode kehamilan, 270

hari, ditambah periode bayi lahir sampai berusia 2 tahun, 730

hari. Seribu hari pertama kehidupan adalah periode emas bila

diperlakukan dengan baik dan benar. Periode ini juga merupakan

waktu yang kritis dan perlu mendapatkan perhatian serius

karena bila tidak mendapat perlakuan yang baik dan benar dapat

berdampak pada kerusakan yang bersifat permanen. Ibu hamil,

ibu menyusui, bayi baru lahir, dan anak usia di bawah dua tahun

(baduta) merupakan kelompok sasaran untuk meningkatkan

kualitas kehidupan 1000 hari pertama manusia (Republik

Indonesia, 2012).

Program 1000 Hari Pertama Kehidupan di Kabupaten

Tolikara sejatinya merupakan program pemberian makanan

tambahan bagi ibu hamil dan menyusui. Program ini ditujukan

untuk memenuhi asupan gizi ibu yang menjadi sasaran program,

sekaligus merupakan kegiatan pemantauan dan pendampingan

bagi ibu hamil agar status gizinya terpantau selama masa

kehamilannya sampai sang anak berusia 2 tahun. Karena itu,

Page 100: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 87

semua ibu hamil dan ibu menyusui, tanpa melihat apakah ia

seorang pendatang atau penduduk asli akan mendapat PMT.

Tahun 2014 merupakan awal pelaksanaan Program 1000

HPK. Wilayah Puskesmas Karubaga untuk sementara dijadikan

sebagai daerah ujicoba program ini sebelum diterapkan di semua

wilayah kabupaten. Banyaknya kasus BBLR di Kabupaten Tolikara

adalah latar belakang pemberian makanan kepada ibu hamil

dan menyusui. Program 1000 HPK menjadi sangat potensial

dan memiliki pengaruh positif bagi pemenuhan status gizi di

Kabupaten Tolikara khususnya di Puskesmas karubaga.

Untuk tujuan keberlangsungan kegiatan yang sudah diini-

siasi pada pertengahan tahun 2014, Dinas Kesehatan telah

merencanakan untuk membuat regulasi. Bentuknya berupa

peraturan daerah tentang pelaksanaan pemberian makanan bagi

ibu hamil dan menyusui. “... rencana kami mau membuat perda

biar program bisa sustain ...” demikian kata “D” dokter Puskesmas

Karubaga. Tetapi hal ini masih sebatas rencana dan belum masuk

ke dalam anggaran Dinas Kesehatan untuk penyusunan regulasi

ini.

Sebagaimana tercantum pada laporan kegiatan program,

beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan setiap hari di setiap

Posyandu antara lain:

Doa, kegiatan yang dilaksanakan selalu diawali dengan 1.

doa. Pelaksanaan doa dipimpin oleh bidan atau kader yang

bertugas di tiap Posyandu. Memanjatkan doa kepada Yang

Maha Kuasa setiap mengawali suatu kegiatan merupakan

bentuk ketaatan masyarakat Tolikara terhadap ajaran agama-

nya.

Page 101: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara88

Suara Ibu, adalah bentuk sapaan terhadap bayi dalam 2.

kandungan yang telah diajarkan oleh bidan. Kegiatan ini

ditujukan untuk merangsang pertumbuhan dan memori

serta ikatan batin antara ibu dan anak.

Cuci Tangan, merupakan sosialisasi dan implementasi tentang 3.

PHBS. Sebelum acara makan bersama dari paket PMT,

para Ibu Hamil diajak untuk cuci tangan bersama terlebih

dahulu. Tujuannya, agar mereka terbiasa mencuci tangan

dan menjadikan kegiatan cuci tangan sebagai kebiasaan bagi

dirinya dan ditularkan kepada keluarganya.

Gambar 4.5 Kader Posyandu memimpin Doa dalam kegiatan 1000

HPK

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Doa seorang kader“... Tuhan Allah ... Berkatilah anak lahir ... Ibu hamil ... Mamanya ... Anaknya ... Berkati Tuhan ... Berikan kekuatan kepada bidan, yang sudah membawa makanan dan membantu kami ...Tuhan Allah, terima kasih ....”

Page 102: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 89

Pemberian Makanan Tambahan ibu hamil dan menyusui, 4.

PMT dilaksanakan setiap hari, mulai hari senin sampai

dengan sabtu. Untuk PMT pada hari minggu, diberikan dalam

bentuk bekal yang bisa dibawa pulang ke rumah. Ibu hamil

dan menyusui diberi paket makanan siap saji. Makanan

tersebut harus dimakan bersama di Posyandu masing-masing

dan tidak boleh dibawa pulang.

Gambar 4.6. Kegiatan PMT untuk ibu hamil dan menyusui

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Peneliti berkesempatan untuk melihat bagaimana

pelaksanaan program 1000 HPK dilaksanakan di Posyandu. Kami

datang bertepatan dengan kedatangan ibu hamil. Beberapa

saat kemudian semua ibu yang menjadi sasaran kegiatan sudah

datang. Makanan yang sudah dibawa oleh bidan sudah siap untuk

dibagikan. Setelah semua siap, bidan kemudian mengarahkan

Page 103: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara90

ibu-ibu untuk melakukan kegiatan cuci tangan. Namun pada saat

itu dikemukakan oleh Kader Posyandu Kimibur bahwa air yang

seharusnya mengalir sudah 1 minggu tidak mengalir. Akibatnya

mereka tidak melakukan cuci tangan untuk memulai makan

bersama tersebut.

Terkait tidak mengalirnya air, tanpa penjelasan lebih

lanjut, kader hanya mengatakan bahwa itu terjadi karena ada

pihak-pihak tertentu yang sengaja menutup aliran air agar tidak

mengalir ke rumah-rumah penduduk.

Kegiatan PMT hari itu dilakukan tanpa kegiatan cuci tangan.

Mereka makan menggunakan sendok. Namun demikian, bidan

masih mengingatkan ibu-ibu yang hadir tersebut untuk selalu

melakukan cuci tangan di rumah. Diyakinkan bahwa kegiatan

cuci tangan pakai sabun merupakan kegiatan yang sangat baik

untuk menghindari ibu dan bayinya terserang berbagai macam

penyakit.

Kegiatan diawali dengan doa yang dipimpin oleh kader

setempat. Ketika kader selesai membacakan doanya, maka

kegiatan selanjutnya adalah hal yang menurut peneliti luar biasa.

Peneliti menganggap ini sebuah candle in the dark yang dilakukan

petugas kesehatan di tengah terbatasnya pola asuh anak

“... kita punya sumber air di atas sana, bagus ... cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk Karubaga ... PU sudah membuat pipa-pipa untuk mengalirkan air ke rumah ... hanya saja, sering terjadi orang menutup ... dan rusak pipa sehingga air tak bisa sampai rumah orang ... ini masalah akan selesai bila kita beri mereka ... orang yang bikin tutup pipa air tersebut, uang ...” Cerita Pak C, pegawai PU yang berasal dari tanah Toraja.

Page 104: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 91

yang terjadi di masyarakat Tolikara. Bidan memimpin sebuah

percakapan yang dilakukan antara ibu dan bayi maupun ibu

dan anak. Ibu hamil menirukan perlahan apa yang disampaikan

bidan sambil memegang dan membelai lembut perutnya yang

menandakan bahwa sang ibu sedang berbicara dan berinteraksi

dengan janinnya.

Demikian juga dengan ibu yang membawa balita. Ibu juga

menirukan apa yang disampaikan bidan dengan menatap sang

anak dan membelainya dengan lembut. Proses ini dilakukan

dengan tujuan agar ada ikatan batin yang kuat antara sang ibu

dan anaknya. Sapa bayi dan sapa anak menjadi titik awal bagi

sang ibu untuk bisa membangun tali kasih sayang di antara

keduanya. Harapannya adalah sang ibu bisa lebih memberikan

perhatian dan kasih sayangnya pada sang anak.

Sapa Bayi:

“Selamat pagi anakku.Apa kabar.Mama senang kamu ada dalam rahim mama.Mama bisa merasakan kalau kamu ada.Gerakanmu selalu mama rasakan.Mama harap kamu baik baik saja.Tumbuh sehat dan sempurna.Kelak kalau kamu lahir kita akan ketemu.Jadiah anak yang baik, sehat, dan berbakti pada Tuhan dan orang tua.Mama sayang kamu nak.”

Page 105: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara92

Melihat bagaimana hasil yang diperoleh dari kegiatan ini

sebenarnya banyak hal yang menggembirakan. Apabila peneliti

perhatikan bahwa anak yang dilahirkan dan anak yang dibawa ke

pos kegiatan ini adalah anak yang sehat dan aktif. Nampak dari

pengamatan peneliti memiliki berat badan yang cukup. Selain

itu, pelaksanaan imunisasi juga berjalan bagi bayi yang mengikuti

program. Pelaksanaan penimbangan bayi serta sampai pada

layanan KB.

Dengan adanya intervensi program ini kepada masyarakat

diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berguna bagi

masyarakat. Selain itu program ini diharapkan mampu menjadi

gerbang awal bagi kesehatan bayi dan balita agar memiliki status

kesehatan dan gizi yang baik.

Kegiatan ini diibaratkan sebagai sebuah jaring laba-laba

yang bisa menjaring tidak hanya satu kegiatan saja. Melalui

kegiatan ini, banyak hal yang bisa di lakukan di antaranya:

Pelaksanaan Posyandu di Puskesmas karubaga khususnya di 1.

titik intervensi program lebih aktif. Ibu hamil dan menyusui

yang terjaring dan mengikuti program ini selalu dipantau

Sapa anak:

“Selamat pagi anakku.Apa kabar.Mama senang kamu hadir dalam hidup mama.Kamu mutiara hati mama.Mama harap kelak kamu jadi anak yang pintar dan sehat,takut akan Tuhan, berbakti pada bangsa dan orang tua.Mama selalu menyayangimu.”

Page 106: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 93

perkembangannya. Pemantauan tumbuh kembang balita

melalui kegiatan penimbangan setiap bulan di Posyandu

bisa dilakukan dengan baik. Ibu hamil bisa dipantau perkem-

bangan kehamilannya.

Kegiatan ini sebagai pintu masuk bagi Dinas Kesehatan untuk 2.

mengajarkan pola hidup bersih dan sehat melalui kegiatan

Cuci Tangan Pakai Sabun.

Pemberian imunisasi bagi balita bisa lebih mudah.3.

Ibu hamil bisa dimotivasi untuk melakukan persalinan kepada 4.

tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan.

Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini dan pemantauan pemberian 5.

ASI eksklusif bisa dilaksanakan.

Dari keseluruhan penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa

penimbangan balita, imunisasi dasar lengkap, serta kecukupan

Posyandu masih ditemui banyak kendala. Indikator IPKM berupa

tingginya status gizi buruk dan kurang, tingginya prevalensi balita

sangat pendek dan pendek, serta tidak adanya penimbangan

balita dan imunisasi lengkap merupakan keadaan balita di

Tolikara.

Menyadari kondisi balita yang demikian, Pemerintah

Tolikara tidak tinggal diam dengan kondisi tersebut. Ada upaya

nyata dan konkret di tengah-tengah keterbatasan anggaran

maupun tenaga. Melalui kegiatan pemberian makanan tam-

bahannya, Pemerintah Kabupaten berharap mendapatkan hasil

yang cukup menggembirakan. Harapannya ini menjadi titik balik

bagi Pemerintah Kabupaten untuk bisa mengubah status kese-

hatan masyarakat menjadi lebih baik.

Page 107: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara94

Anggaran untuk pelaksanaan program 1000 HPK ini

sangatlah besar. Berdasarkan laporan kegiatan, diketahui bahwa

anggaran yang dikeluarkan untuk pelaksanaan 1000 HPK mulai

bulan Juni sampai Desembar 2014 adalah 2 milyar rupiah. Jumah

yang sangat besar tersebut merupakan komitmen pemerintah

Kabupaten Tolikara melalui Dinas Kesehatan dalam upaya

meningkatkan status gizi ibu hamil dan menyusui di Kabupaten

Tolikara.

Dinas Kesehatan sebagai pengelola program perlu meng-

hitung keberlangsungan program, karena untuk beberapa

daerah, keberlangsungan program sangat bergantung pada ke-

ter sediaan anggaran. Anggaran 2 milyar tidak kecil untuk mem-

biayai program penanggulangan masalah gizi di 7 Posyandu di

satu wilayah Puskesmas di Kabupaten Tolikara selama enam

bulan. Padahal, untuk kegiatan selanjutnya, petugas kesehatan

pengelola program 1000 HPK mengatakan “... untuk tahun depan

apabila disetujui kami akan memperluas daerah 1000 HPK di

daerah lainnya ...”. Kalau di seluruh wilayah kabupaten terdapat

505 Posyandu, maka anggaran kesehatan kabupaten sebesar 76,8

milyar tidak akan cukup untuk membiayai program 1000 HPK.

Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Kesehatan perlu mencari

alternatif pilihan untuk meningkatkan kondisi kesehatan ibu dan

anaknya. Situasi dan kondisi politik di Tolikara yang khas dan

peran DPRD sebagai lembaga yang menyetujui anggaran daerah

perlu antisipasi untuk menjamin program pemberian makanan

tambahan ini bisa berlanjut.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tolikara perlu mem-

berikan perhatian lebih pada kondisi yang bisa memberikan

pengaruh pada kesehatan balita. Tidak mudah mengubah tradisi

Page 108: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 95

terkait perkawinan, persalinan, menyusui, pemberian makan, dan

pengasuhan anak agar berkontribusi positif terhadap kesehatan

balita. Apalagi bila semua itu sudah membudaya dan mengakar

di masyarakat.

Dalam rangka menjamin keberlangsungan program, pihak

pemerintah Kabupaten Tolikara melalui Dinas Kesehatan telah

melakukan komunikasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua

untuk mendapatkan dukungan. Upaya mencari dukungan ini tidak

berhenti di sini. Awal Tahun 2015, Kabupaten Tolikara kedatangan

Tim dari Ausaid dalam rangka perencanaan program kerjasama

dengan Provinsi Papua dan Papua Barat. Melalui pertemuan

singkatnya dengan Wakil Bupati Kabupaten Tolikara, Tim Ausaid

tertarik dengan pelaksanaan program tersebut dan bersedia

untuk memberikan dukungan pada Kabupaten Tolikara berupa

program yang akan didiskusikan lebih lanjut. Dukungan pihak

lain untuk meningkatkan taraf kesehatan di Kabupaten Tolikara

memang masih diperlukan. Keterlibatan semua pihak akan sangat

membantu untuk membangun Tolikara agar lebih baik.

Langkah Pemerintah Daerah untuk mengubah kondisi

kesehatan masyarakatnya juga dilakukan melalui pendekatan

lintas sektor. Pembangunan prasarana berupa jalan yang

akan menghubungkan semua distrik sudah dimulai. Program

pembangunan honai berbasis kesehatan juga digalakkan,

terutama bagi mereka yang masih menginginkan tinggal di honai.

Honai buatan pemerintah berbentuk sama dengan honai pada

umumnya, namun beratapkan seng dengan beberapa jendela

atau ventilasi. Upaya ini adalah untuk meningkatkan pola hidup

bersih dan sehat (PHBS) di masyarakat. Terakhir adalah program

1000 HPK yang khusus ditujukan kepada ibu dan anaknya.

Page 109: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara96

Terkait dengan program 1000 HPK yang dilaksanakan di

Kabupaten Tolikara, ada yang memang perlu dikritisi terkait

pelak sanaan program tersebut. Melihat dari sisi keutuhan sebuah

program kesehatan, harusnya program 1000 HPK ini bukan

berdiri sendiri menjadi sebuah program baru. Namun menjadi

bagian dari kegiatan pelayanan kesehatan kehamilan dan

persalinan. Konsep continuum of care merupakan satu kesatuan

program dalam rangka meningkatkan status kesehatan ibu dan

anak. Dimulai pada pasangan usia subur dalam memberikan

konseling terhadap pengetahuan kesehatan, berlanjut pada ibu

hamil melalui pelaksanaan 10 T serta pemantauan kesehatan

kehamilan lainnya, berlanjut pada pelaksanaan persalinan

aman dan nifas serta neonatal, pelayanan kesehatan bayi dan

balita, pelayanan kesehatan pada anak sekolah dasar, sampai

pada pelayanan pada remaja SMP dan SMA melalui kesehatan

reproduksinya. Ini menjadi kesatuan program secara utuh dan

menjadi siklus yang tidak bisa dikerjakan sepotong-sepotong.

Bagaimana kita akan mendapatkan bayi sehat apabila remaja

kita mengalami anemia dan ibu hamil belum memahami

perlunya empat kali minimal harus periksa ke tenaga kesehatan.

Bagaimana kita bisa menurunkan angka kematian bayi apabila

bidan enggan untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini. Inilah yang

masih terjadi di wilayah Tolikara.

Page 110: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

97

BAB 5PELAYANAN KEHAMILAN DAN

PERSALINAN

5.1. Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan

Proses kehamilan merupakan fitrah bagi setiap perempuan.

Semua perempuan umumnya mengidam-idamkan terjadinya

kehamilan pada diri mereka. Demikian pula perempuan di wilayah

penelitian. Bahkan, tidak jarang perempuan di sana memiliki anak

lebih dari 2. Bukan tanpa risiko, semua proses kehamilan memiliki

risiko lebih-lebih bila selama kehamilan mengalami tanda-tanda

lain yang menyebabkan risiko semakin tinggi. Hal ini berpotensi

menyebabkan kematian baik bagi ibunya maupun janin yang

dikandungnya.

Berbagai upaya kesehatan telah diupayakan oleh

pemerintah khususnya permasalahan kesehatan ibu dan anak.

Upaya kesehatan tersebut diarahkan pada masyarakat yang

dianggap rentan terhadap kesakitan seperti bayi, anak, serta ibu

hamil. Semua itu dilakukan dalam rangka menurunkan Angka

Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka

kematian balita (AKBA). Hanya saja, upaya kesehatan yang

dilakukan sementara ini masih lebih terfokus pada kegiatan

kuratif. Upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif yang

justru menjadi ruh bagi pembangunan kesehatan masyarakat di

Indonesia masih belum dikerjakan dengan sepenuh hati. Dengan

kata lain mencegah lebih baik dari pada mengobati yang selalu

Page 111: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara98

di gembar-gemborkan masih belum menjadi sebuah upaya yang

dilakukan dengan optimal.

Memperhatikan bagaimana Angka Kematian Ibu di

Indonesia yang masih menjadi salah satu prioritas yang perlu

dipe cahkan. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan oleh

pemerintah adalah bagaimana pemerintah melalui Puskesmas

yang ada di daerah mampu menjamin bahwa setiap ibu hamil

mendapatkan pemeriksaan kehamilannya untuk mengetahui

status kesehatannya. Pemeriksaan kehamilan yang berkualitas

dapat membantu menurunkan angka kematian ibu dan bayi

karena melalui pemeriksaan kehamilan mampu mengetahui

secara dini status kesehatan ibu selama hamil. Petugas kesehatan

bisa menentukan apakah ibu hamil tersebut memiliki risiko yang

tinggi pada kehamilannya atau tidak sehingga tindakan yang

tepat bisa dilakukan.

Menilik bagaimana pelaksanaan pemeriksaan kehamilan

di Puskesmas Karubaga, petugas kesehatan telah berupaya

memberikan pelayanan yang maksimal di tengah-tengah

keterbatasan yang ada. Di Puskesmas karubaga terdapat Balai

Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) yang memberikan pelayanan

kesehatan terhadap ibu dan anak. Selain di Puskesmas, pelak-

sanaan pemeriksaan kehamilan juga dilaksanakan ketika ada

kegiatan Posyandu. Posyandu dibentuk untuk mendekatkan

pelayanan kesehatan ibu dan anak yang karena kondisi geo-

grafisnya membuat mereka sulit mendapatkan akses ke

Puskesmas. Ibu hamil tidak perlu menempuh perjalanan jauh

menuju ke Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan pemerik-

saan kehamilan.

Page 112: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 99

Agak sulit untuk mengetahui data ibu hamil di tingkat

Kabupaten. Pada Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara yang

tercantum hanya data dari wilayah Puskesmas Bokondini, padahal

seharusnya ada 25 Puskesmas. Menurut pengakuan pengelola,

Puskesmas Karubaga sudah menyerahkan data kepada Dinas

Kesehatan. Mereka heran mengapa data ibu hamil Puskesmas

Karubaga tidak tercantum di profil. Diakui oleh penanggungjawab

program KIA bahwa penjaringan ibu hamil untuk wilayah Kerja

Puskesmas Karubaga masih belum berjalan secara maksimal.

Pendataan ibu hamil masih dilakukan berdasarkan kunjungan

yang ada di Puskesmas dan Posyandu. Data Puskesmas Karubaga

mencatat sebanyak 143 ibu hamil. Namun angka ini masih jauh

dari yang seharusnya dengan estimasi yaitu 2,5% dari jumlah

penduduk di Kecamatan Karubaga yaitu 413,4 ibu hamil.

Gambar 5.1 Status Kunjungan Ibu hamil tahun 2014

Sumber: Laporan Puskesmas Karubaga

Tidak bisa dipungkiri bahwa kendala utama masyarakat

untuk mendapatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan adalah

kondisi geografi dan tersedianya prasarana seperti jalan dan

Page 113: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara100

alat transportasi yang memadai, terutama mereka yang tempat

tinggalnya jauh dari pusat kota dimana Puskesmas berada.

Mengingat keterbatasan tersebut, keberadaan Posyandu sebagai

kepanjangan tangan Puskesmas untuk memberikan pelayanan

kesehatan ibu dan anak perlu ditingkatkan, baik dari sisi jumlah

maupun kualitas Posyandu itu sendiri.

Beruntung bagi masyarakat yang tinggal di kota Karubaga.

Dengan mengendarai sepeda motor atau dengan berjalan

kaki, orang akan mudah menjangkau Puskesmas. Mereka

yang beruntung, termasuk warga pendatang yang tinggal

dan menetap di distrik Karubaga. Tingginya kesadaran warga

pendatang terhadap pentingnya kesehatan membuat mereka

lebih berkesinambungan untuk memeriksakan kehamilannya di

Puskesmas. Berbeda kesadarannya dengan penduduk asli yang

masih enggan untuk segera memeriksakan kondisinya ketika dia

sudah terlambat menstruasi.

“ ... di sini biasanya pendatang lebih rajin periksa, telat hamil sudah langsung ke Puskesmas. Jadi kunjungan bisa minimal 4 kali. Tapi kalau penduduk asli memang masih banyak yang belum memahami. Jadi berkunjung biasanya di atas 4 bulan. Pernah waktu itu datang sudah 8 bulan. Banyak yang gitu … 6 bulan-7 bulan … katanya tidak tahu kalau hamil ....” P, Puskesmas Karubaga.

Warga pendatang lebih paham tentang pentingnya

pemeriksaan di awal kehamilan dan datang ke fasilitas kesehatan

untuk memeriksakan kehamilannya. Biasanya mereka datang ke

Puskesmas pada saat tahu terlambat menstruasi. Saat ada tanda-

tanda perubahan yang dirasakan, misalnya terlambat haid, terasa

mual sampai muntah, badan terasa tidak enak, maka mereka

langsung memeriksakan kondisinya ke petugas kesehatan. “...

Page 114: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 101

saya waktu periksa pertama kali saat usia kandungan 2 minggu,

telat haid langsung periksa … biar kandungan sehat ....” tutur

seorang informan pendatang dari Toraja. Lain halnya dengan

masyarakat asli, kesadaran untuk memeriksakan kehamilannya

masih rendah. Hal ini bisa dihubungkan dengan bagaimana status

pendidikan masyarakat yang umumnya masih rendah. Kasus-

kasus K1 kontak/akses pada kehamilan di atas 3 bulan bahkan

sampai 7 bulan tidak jarang ditemui. Alasan pun beragam,

kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa mereka sedang

hamil. Mereka biasanya datang karena ada hal yang berbeda

yang terjadi dengan perutnya. Setelah diperiksakan ke bidan

Puskesmas akhirnya diketahui bahwa ia telah hamil besar.

Mama Rosalia adalah salah satu informan yang kami temui

ketika memeriksakan kehamilannya di Puskesmas. Ketika datang

ia telah hamil besar, namun ia tidak mengetahui berapa bulan

usia kandungannya. Mama Rosalia tinggal di salah satu distrik

di Tolikara yang cukup jauh. Kanggime adalah nama distrik di

mana mama Rosalia tinggal. Jarak antara Karubaga dan Kanggime

adalah 102 km, jarak yang jauh karena medan di Tolikara

merupakan daerah sulit.

Sebagai gambaran bagaimana kondisi medan di Tolikara,

peneliti berkesempatan mengunjungi salah satu Puskesmas yaitu

Puskesmas Kuari yang terdekat dengan Karubaga. Dengan jarak

yang tidak terlalu jauh, hanya 22 km, namun lokasi ini hanya

dapat ditempuh dengan menggunakan mobil double gardan

dalam waktu 50 menit. Jalan yang kami lewati adalah sebagian

aspal berlubang namun lebih banyak jalan tanah berbatu. Banyak

cerita dari beberapa orang yang kami temui yang menyebutkan

bahwa beberapa kali kendaraan terjatuh ke jurang. Beberapa di

Page 115: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara102

antaranya merupakan kecelakaan fatal sampai mengakibatkan

kematian. Daerah Kuari yang kami kunjungi terbilang masih cukup

mudah dibandingkan dengan yang lain.

Kedatangan mama Rosalia ke Karubaga bukan dalam rang-

ka mendapatkan pelayanan kesehatan. Ada cerita duka di balik

kedatangannya dari Kanggime. Dia datang ke Tolikara karena kasus

KDRT. Beberapa waktu yang lalu sang paitua telah memukulnya.

Kasus KDRT membuat mama Rosalia pergi ke rumah keluarganya

di Tolikara. Karena keberadaannya yang sedang hamil, keluarga

di Tolikara kemudian membawanya ke Puskesmas. Kunjungan ke

Puskesmas itu merupakan kontak pertama mama Rosalia dengan

petugas kesehatan selama hamil.

Di Puskesmas, mama Rosalia diperiksa kandungannya

oleh bidan. Proses pemeriksaan kehamilan dilakukan sesuai

dengan prosedur pemeriksaan. Awalnya dilakukan anamnesa

tentang informasi dasarnya mengenai nama, alamat, dan riwayat

kehamilan. Diketahui bahwa mama rosalia memiliki 4 orang anak.

Namun anak pertama dan ketiganya meninggal dunia. Tidak

diketahui apa penyebab anak pertama dan ketiganya tersebut

meninggal. Selanjutnya bidan mengukur berat badan, memeriksa

perut untuk mengukur tinggi Fundus Uteri (TFU), serta melihat

denyut jantung janin sang bayi. Melihat besarnya kandungan

Peneliti juga menemukan kasus KDRT pada informan E, 17 tahun yang memiliki anak berumur 3 bulan. Pada saat pelak-sanaan 1000 HPK di salah satu pos di Karubaga, ia hadir dengan luka di bawah mata sebelah kanan. Masih bengkak dan lebam kehitam-hitaman. Setelah ditanya penyebabnya, “... dipukul paitua ...” tuturnya.

Page 116: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 103

mama rosalia dan berdasarkan pengukuran TFU, bidan meyakini

bahwa kandungannya sudah berumur 7 bulan dan itu merupakan

kontak pertama kalinya dengan petugas kesehatan selama

mengandung anak ke empatnya. Mama Rosalia masih harus

menjalani proses pemeriksaan lanjutan karena ada pembesaran

di pusarnya yang diketahui sebagai hernia Umbilikalis3.

Cerita mama Rosalia menjadi salah satu penanda bahwa

kesadaran masyarakat untuk datang memeriksakan kandungan-

nya pada trimester pertama masih rendah. Hal ini menandakan

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan repro-

duksi.

Mama Rosalia merupakan wanita yang menurut Manuaba

(2008) dan Prawirohardjo (2009) digolongkan sebagai multipara

atau multigravida4. Sebagai gambaran bagaimana status multi-

gravida bagi ibu hamil di Tolikara, berikut adalah beberapa ibu

hamil yang memeriksakan kehamilannya di Posyandu dan tercatat

status multigravida-nya dengan usia masih muda:

3 Hernia adalah protusi (penonjolan) dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. Istilah hernia berasal dari bahasa Yunani “ERNOS” yang berarti penonjolan. Hernia Umbilikalis umumnya pada orang dewasa, lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada orang yang gemuk dan wanita Multipara (Yunita, 2012).4 Seorang wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali. Sedangkan Varney(2006) menyebutkan bahwa wanita yang sudah hamil dua kali atau lebih disebut Multigravida.

Page 117: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara104

Tabel 5.1 Data ibu hamil dengan gravida lebih dari 2

No.Nama Ibu

HamilUmur Diagnosa Presentasi Umur kehamilan

1. Werina Wandik

28 G8 P7 A0 I.Kep, II.Bok 31 minggu

2. Seli Kogoya 30 G7 P5 A1 Kepala 23 minggu3. Meliana

Wenda30 G7 P6 A0 Kepala 37 minggu

4. Yulisa 28 G7 P6 A0 kepala 28 minggu5. Roli Jikwa 26 G4 P3 A0 Kepala 36 minggu6. Seli Bogum 25 G3 P2 A0 Kepala 34 minggu7. Wendina 35 G7 P6 A0 Lintang 32 minggu8. Anggi

Wenda30 G4 P3 A0 Kepala 32 minggu

9. Koromina Jikwa

28 G6 P5 A0 Kepala 20 minggu

10. Sendilera Ebere

23 G5 P4 A0 Lintang 18 minggu

11. Temilera Tabo

26 G4 P3 A0 Kepala 18 minggu

12. Mina Wenda

25 G4 P3 A0 Ball ( + ) 8 minggu

Sumber: Laporan 1000 Hari Pertama Kehidupan

Tabel di atas adalah hasil rangkuman dari data beberapa

Posyandu dengan gravida lebih dari 2. Bila kita lihat dari usia ibu

hamil, dan sebagian besar ibu hamil memiliki umur yang masih

muda. Werina Wandik misalnya, di usianya yang ke-2 sudah

mengalami kehamilan yang ke-8. Contoh lain adalah Wendina

dengan status gravida G7 yang artinya adalah ia sedang hamil

anak ke-7. Peneliti juga menemukan seorang anak berumur

belasan tahun sedang hamil anak yang ketiga. Kita tahu, bahwa

kehamilan di usia muda menjadi salah satu faktor penyebab

Page 118: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 105

kematian ibu dan bayi. Selain itu, faktor lain yang menjadi risiko

terjadinya kematian ibu adalah jarak anak yang terlalu dekat.

Bila dilihat jumlah kehamilan dengan usia dari tabel di atas dapat

diketahui bahwa jarak kehamilan juga terlalu dekat. Bisa jadi,

beberapa di antara ibu hamil tersebut mengalami kehamilannya

setiap tahun. Tampaknya fenomena 4T5 merupakan keadaan

ibu dalam proses kehamilan dan persalinan yang dapat dengan

mudah dijumpai di Tolikara.

Gambar 5.2. Bidan memeriksa tekanan darah ibu hamil

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Standar pemeriksaan kehamilan bagi ibu hamil adalah

minimal sebanyak empat kali. Yaitu 1 (satu) kali pada trimester

pertama, 1 (satu) kali pada trimester kedua, dan 2 (dua) kali pada

5 Terlalu tua, Terlalu muda, Terlalu sering, dan Terlalu dekat jarak untuk seorang ibu hamil dan melahirkan.

Page 119: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara106

trimester ketiga. Pemeriksaan kehamilan yang teratur diharapkan

dapat memantau perkembangan kesehatan bayi dan ibunya. Hal

ini diperlukan sebagai upaya deteksi dini apabila ada kelainan

atau hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya risiko pada

saat melahirkan. Berikut adalah data bulanan dari Puskesmas

Karubaga yang telah peneliti rangkuman perbulan. Namun karena

manjemen data Puskesmas masih belum maksimal maka data

Kesehatan Ibu dan Anak hanya ada beberapa bulan saja.

Tabel 5.2 Data KIA di Puskesmas Karubaga

No. Data Sepember Oktober Nopember Desember1. Jumlah Bumil

dengan buku KIA

85 97 95 98

2. K1 Murni 7 10 3 53. K1 akses 34 13 5 34. K4 52 5 7 55. bumil terdeteksi

risti8 8 7 7

6. Persalinan nakes

7 3 2 2

7. Persalinan Dukun

4 6 3 1

8. KN - - - 39. Jumlah kader 500 500 500 50010. Kader aktif - - - -

Jumlah penduduk Kabupaten Tolikara

275.191 Jiwa

Sumber : Laporan bulanan Kesehatan Keluarga Puskesmas Karubaga tahun 2014

Page 120: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 107

Dari data di atas terlihat bahwa kunjungan ibu hamil K1

murni rendah. Selain itu, capaian K4 juga rendah. “ ... kelemahan

kita di sini adalah pencatatan dari kegiatan yang dilakukan. Bisa

jadi data kami rendah karena kegiatan kami tidak tercatat ....”

demikian komentar D, petugas kesehatan di Puskesmas Karubaga.

Data tersebut terkait dengan pembahasan peneliti sebelumnya

tentang pengetahuan ibu hamil dalam hal waktu pemeriksaan

kehamilan pertama kali. Bila K1 tidak tercapai, maka K4 juga

tidak akan terpenuhi. K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil di

trimester pertama. Sedangkan K4 adalah jumlah kunjungan ibu

hamil selama kehamilannya minimal 4 kali dengan waktu seperti

dijelaskan di atas. Waktu pemeriksaan ini sangat penting bagi

kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.

Masa awal kehamilan merupakan periode emas bagi janin

dalam proses pembentukan otaknya sehingga perlu diperhatikan

kesehatannya. Untuk menentukan keberhasilan program KIA,

Puskesmas sedianya memperhatikan jumlah sasaran program

tiap tahun. Apabila kita mengacu kepada jumlah ibu hamil yang

terdata selama tahun 2014 adalah sejumlah 143 Ibu hamil

sebagai sasaran, maka tiap bulan Puskesmas Karubaga harus

mendapatkan ibu hamil minimal 11 ibu hamil perbulan.

Namun, bagaimana sesungguhnya jumlah sasaran ibu hamil

di Puskesmas Karubaga? Berdasarkan cara penghitungan jumlah

sasaran ibu hamil dari buku pedoman PWS KIA Kementerian

kesehatan tahun 2010, jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun

dapat diperoleh melalui proyeksi. Penghitungannya dilakukan

berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan

rumus: 1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk.

Page 121: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara108

Cara yang lebih mudah dan lazim dilakukan untuk estimasi ibu

hamil adalah 2,5 persen dari total penduduk.

Angka kelahiran kasar (CBR) di Provinsi papua pada tahun

2010 adalah 17 (data dari BKKBN berdasarkan survei penduduk).

Sedangkan jumlah penduduk di Distrik Karubaga berdasarkan

data dari Tolikara dalam angka yaitu sebanyak 16.536 jiwa.

Jumlah sasaran ibu hamil dapat diketahui melalui perhitungan

sebagai berikut: 1,10 X 0,017 X 16.536 = 309. Jadi, melihat jumlah

sasaran dari Puskesmas Karubaga yaitu sebanyak 309 ibu hamil

maka prosentase ibu hamil yang terlayani masih 46%.

Cara yang lebih mudah dan lazim digunakan untuk

mengetahui sasaran ibu hamil pada suatu daerah tertentu yaitu

dengan estimasi ibu hamil 2,5 persen dari total penduduk.

Melalui estimasi ini, diketahui bahwa jumlah ibu hamil adalah

sebagai berikut: 2,5 % x 16.536 = 413,4 ibu hamil. Perlu upaya

lebih bagi petugas kesehatan untuk bisa menjangkau semua ibu

hamil di wilayah Puskesmas Karubaga.

Menjadi catatan tim peneliti bahwa dukungan pemerintah

Kabupaten sangat menentukan keberhasilan program. Kebijakan

berupa peraturan bupati atau peraturah daerah dirasa perlu

guna memperlancar program kesehatan. Selain itu, upaya per-

baikan pelayanan pemeriksaan ibu hamil hendaknya diikuti

dengan perbaikan pencatatan dan pelaporan di Puskesmas

sehingga sekecil apa pun progres bisa terlihat dan tercatat untuk

menentukan perencanaan program kesehatan, karena sistem

informasi merupakan bagian penting dalam suatu organisasi,

termasuk Puskesmas. Sistem infomasi manajemen Puskesmas

(Simpus) merupakan suatu tatanan atau peralatan yang

menyediakan informasi untuk membantu proses manajemen

Page 122: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 109

Puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatannya (Depkes RI,

1997).

Berbicara tentang pemeriksaan kehamilan, bukan hanya

dilihat dari kuantitasnya saja, tetapi kita juga perlu melihat

bagaimana kualitas pemeriksaan kehamilan yang dilakukan di

Puskesmas Karubaga. Standar pemeriksaan pelayanan kehamilan

atau Antenatal Care tertuang ke dalam Standar Operasional

Prosedur Antenatal Care (SOP ANC) yaitu pemeriksaan kehamilan

10 T atau dikembangkan pemeriksaan sampai 14 T. Pemeriksaan

kehamilan yang berkualitas merupakan hak bagi masyarakat.

Pemerintah sedianya menjamin setiap pelayanan kehamilan di

Puskesmas sesuai dengan standar yang berlaku.

Terkait dengan hal tersebut, isu pelayanan publik menjadi

sesuatu yang perlu diperhatikan. Informasi tentang promosi

kesehatan, pelayanan kesehatan, dan hal-hal yang terkait

tranparansi di tingkat Puskesmas perlu di publikasikan. Hal kecil

namun memiliki manfaat yang besar terkait upaya peningkatan

pelayanan publik bidang kesehatan ibu dan anak adalah adanya

SOP ANC yang terpasang dan bisa dibaca oleh ibu hamil yang

datang agar tahu tentang hak-hak yang akan didapatkan apabila

ia memeriksakan kehamilannya. Pemasangan informasi SOP ANC

diletakkan di tempat strategis untuk memudahkan pengunjung

terpapar hal tersebut. Untuk hal ini, Puskesmas Karubaga masih

belum mempublikasikan SOP ANC untuk dibaca ibu hamil. Hal

ini bukan tanpa alasan, karena kebiasaan masyarakat untuk

memberikan perhatian terhadap tulisan umumnya masih kurang.

Langkah lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan gambar

sebagai media promosi. Dengan langkah tersebut, setidak-

Page 123: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara110

tidaknya Puskesmas sudah melakukan upaya promosi bagi ibu

hamil tentang pelayanan pemeriksaan kehamilan.

5.2. SOP ANC Puskesmas Karubaga

Pagi itu, suasana di Balai KIA Puskesmas Karubaga

tidak begitu ramai, hanya ada dua wanita yang masih muda

berusia masing-masing 16 dan 18 tahun sedang memeriksakan

keluhannya tentang infeksi pasca persalinan. Tak lama berselang

datang seorang perempuan bersama anaknya yang masih berusia

lima tahun. Ia adalah Ibu Rosna, seorang pendatang yang baru

tinggal selama 3 bulan di Tolikara dan tinggal di Jalan Ampera. Ia

datang ke Tolikara mengikuti suaminya yang bekerja di sini. Bu

Rosna datang ke Puskesmas untuk memeriksakan kondisinya. “...

saya baru pindah dari Toraja, datang di Tolikara sudah 3 bulan ...

ini kok telat menstruasi makanya saya periksa ... karena mungkin

hamil ... ini pertama kali saya periksa di sini...” tutur Ibu Rosna

pendatang dari Toraja yang tinggal di jalan Ampera.

Pemeriksaan diawali dengan penimbangan berat badan.

Namun berdasarkan observasi peneliti, Pengukuran tinggi

badan tidak dilakukan pada ibu Rosna. Tahap selanjutnya adalah

peng ukuran tekanan darah menggunakan tensimeter. Untuk

menentukan status gizi ibu rosna, bidan mengukur lingkar lengan

atas (LILA) tangan yang pasif (pada Ibu Rosna tangan kiri yang

diukur).

Skrining status Imunisasi TT (Tetanus Toksoid) dilakukan

bidan untuk melihat apakah terhadap Ibu Rosna perlu dilakukan

imunisasi TT atau tidak. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

laboratorium (Hb dan urinenya) pada Ibu Rosna. Tahap

selanjutnya adalah konseling mengenai kondisi Ibu Rosna, hal apa

Page 124: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 111

yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan kandungannya.

“... untuk pemeriksaan kehamilan 10T kami lakukan, sesuai SOP-

nya ...” (Bidan Patima, Puskesmas Karubaga).

Gambar 5.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Melihat bagaimana proses pemeriksaan kehamilan pada

Ibu Rosna, pada dasarnya untuk standar pemeriksaan ibu hamil

usia 0-3 bulan (K1) sudah sesuai dengan SOP ANC. Berikut ini

adalah tabel pelayanan SOP ANC 10T:

Page 125: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara112

Tabel 5.3 Jenis pelayanan SOP ANC 10T

Jenis pemeriksaan K1 K2 K3 K4

T1 Penimbangan Berat Badan √ √ √ √

T2 Pengukuran Tekanan darah √ √ √ √

T3 Pengukuran LILA √ O O O

T4 Pengukuran TFU √ √ √ √

T5 Penentuan Presentasi janin dan DJJ O O √ √

T6 Skrining dan imunisasi TT √ O O O

T7 Pemberian TTD O O √ √

T8 Tes laboratorium (Hb dan urine) √ O O √

T9 Tata laksana kasus √ √ √ √

T10 Konseling √ √ √ √

Sumber: Kartu kontrol SOP ANC Yapikma

Namun ada beberapa proses pemeriksaan yang menjadi

perhatian peneliti. Pelaksanaan penimbangan ibu hamil perlu di

perhatikan, karena posisi ibu saat diperiksa berpengaruh terhadap

ketepatan pengukuran. Berdasarkan panduan Riset Kesehatan

Dasar tentang bagaimana pengukuran berat badan bagi orang

dewasa, posisi yang ditimbang adalah dengan memperhatikan

posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang

dan kepala tidak menunduk (memandang lurus ke depan). Selain

itu, pemeriksaan leopold pada Mama Rosalia posisi kaki tidak

ditekuk 45 derajat. Hal lain yang menjadi perhatian peneliti

adalah pemeriksaan head to toe (pemeriksaan dari ujung rambut

sampai ujung kaki) belum dilakukan dengan optimal. Pemeriksaan

ini sangat penting untuk melihat tanda-tanda yang menyebabkan

risiko pada ibu hamil. Apakah ada kondisi tertentu yang terlihat

misalnya pembengkakan pada kaki, pembengkakan pada wajah,

apakah wajah ibu hamil pucat yang menandakan bahwa ia

Page 126: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 113

menderita anemia, dan lain-lain. Pemeriksaan ini dilakukan mela-

lui pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi),

periksa dengar (auskultasi), dan periksa ketuk (perkusi).

Bidan Puskesmas perlu memperhatikan bagaimana pe-

laks anaan pemeriksaan tiap tahapan. Kesesuaian antara alat

yang digunakan dengan cara pemeriksaan yang benar akan

berpengaruh pada kualitas pemeriksaan karena kualitas pemerik-

saan menentukan ketepatan kondisi ibu hamil. Sebagaimana

telah peneliti sampaikan di awal, pemeriksaan kehamilan yang

berkualitas akan dapat mengetahui kondisi kesehatan ibu hamil

secara tepat demi keselamatan ibu dan bayinya.

Gambar 5.5 Pemeriksaan leopold oleh Bidan Puskesmas Karubaga

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 127: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara114

5.3. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Fasilitas Kesehatan

Upaya untuk menekan angka kematian ibu dan bayi adalah

dengan berupaya meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga

kesehatan di fasilitas kesehatan. Pertolongan persalinan tidak

cukup hanya oleh tenaga kesehatan. Untuk mencegah terjadinya

kondisi yang tidak diinginkan, proses persalinan hendaknya

dilakukan di fasilitas kesehatan.

Tabel 5.4. Persalinan oleh tenaga kesehatan Kabupaten Tolikara

No. TahunPersentase persalinan

oleh nakesketerangan

1. 2010 10% -

2. 2011 10% -

3. 2012 20% -

Sumber: Profil Dinas Kesehatan 2013

Data di atas menunjukkan masih rendahnya cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Tolikara. Kebe-

radaan dokter serta bidan di wilayah mempengaruhi prosentase

persalinan dibantu tenaga kesehatan. Masyarakat masih banyak

yang melakukan persalinan sendiri ditolong oleh keluarganya. “...

masyarakat di sini rutin datang ke Puskesmas untuk periksa tapi

kalau waktu melahirkan tidak datang...“ (P, Puskesmas Karubaga).

Pendapat tersebut dikuatkan cerita pengalaman seorang

informan pada saat melahirkan. Ia mengaku bahwa persalinannya

dibantu oleh keluarganya tanpa ada petugas kesehatan yang

membantu menolong.

Dari data tahun 2014 diketahui bahwa persalinan oleh

tenaga kesehatan sejumlah 38 persalinan. Sedangkan persalinan

Page 128: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 115

yang ditolong oleh non tenaga kesehatan yang tercatat ada

31 persalinan. Angka ini sangat rendah apabila dibandingkan

dengan jumlah sasaran ibu hamil di distrik Karubaga yang

berjumlah 309 ibu hamil, atau 413 ibu hamil bila menggunakan

rumus 2,5% dari jumlah penduduk. Apa sesungguhnya yang

menyebabkan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas

Karubaga sedemikian rendah? Upaya pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan sedianya merupakan tanggung jawab

pemerintah. Pemerintah berkewajiban menjamin setiap warganya

memperoleh pelayanan kesehatan dasar termasuk pertolongan

persalinan. Pemerintah telah berupaya memberikan pelayanan

persalinan kepada rakyatnya melalui program jaminan persalinan.

Namun di awal tahun 2015, program jampersal di ganti dengan

program BPJS.

Beruntung bagi masyarakat Kabupaten Tolikara, semua

warganya, melalui kebijakan pemerintah Kabupaten Tolikara men-

dapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas secara gratis. Ada

dua hal yang menyebabkan rendahnya cakupan persalinan oleh

tenaga kesehatan di Kabupaten Tolikara. Pertama adalah upaya

penjaringan ibu hamil serta pendampingan ibu hamil sampai

melahirkan masih terbatas pada wilayah tertentu dan masih

belum mencakup seluruh wilayah Tolikara, khususnya wilayah

Puskesmas Karubaga. Kedua adalah kesadaran masya rakat untuk

bersalin dibantu tenaga kesehatan masih rendah.

Berbicara tentang kecukupan tenaga untuk wilayah

Kabupaten Tolikara, jumlah yang ada masih jauh dari angka cukup.

Namun, melihat bagaimana kondisi di Puskesmas Karubaga, Dari

sisi jumlah tenaga sebenarnya Puskesmas Karubaga memiliki

jumlah tenaga yang cukup. Di sana terdapat 9 dokter dan ada

Page 129: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara116

11 bidan yang tercatat sebagai pegawai di Puskesmas Karubaga.

Bahkan ada penambahan jumlah bidan sebanyak 30 bidan pada

tahun 2015. Jumlah tenaga yang mencukupi ini menjadi potensi

bagi Puskesmas untuk bisa memberikan pelayanan persalinan

yang berkualitas. Bagi bidan Puskesmas, pelatihan APN (Asuhan

Persalinan Normal) menjadi standar wajib untuk memberikan

pelayanan persalinan normal. Namun, di Puskesmas Karubaga

masih belum ada bidan Puskesmas yang pernah mengikuti

pelatihan APN. Hal ini menjadi penting karena pengalaman bidan

dalam menolong persalinan menentukan bagaimana ia mampu

menangani persalinan secara aman.

Page 130: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 117

BAB 6DINAMIKA PELAYANAN KESEHATAN

Apabila kita kembali melihat IPKM tahun 2014 yang

diolah berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2013,

dapat diketahui bahwa indikator terkait pelayanan kesehatan

di Kabupaten Tolikara masih sangat rendah. Kondisi kesehatan

masyarakatnya berdasarkan indeks kelompok indikator pelayanan

kesehatan menunjukkan skor 0,06. Memang, Kabupaten Tolikara

bukanlah satu-satunya kabupaten dengan skor yang rendah

bila dibandingkan dengan kabupaten lain di Papua. Skor indeks

kelompok indikator di atas sengaja kami lihat secara lebih

dalam karena hal tersebut merupakan dasar bagi terpenuhinya

pelayanan kesehatan di Kabupaten Tolikara.

Permasalahan di tanah Papua terutama di daerah pegu-

nungan tengah boleh dikatakan merupakan masalah klasik yang

terjadi di sana. Bagaimana sebuah Puskesmas mampu mem-

berikan pelayanan kesehatan yang maksimal apabila dari sisi

kuantitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan belum terpenuhi.

Masyarakat tentunya akan sangat kesulitan untuk mendapatkan

pelayanan pengobatan apabila di wilayahnya kekurangan dokter.

Bagaimana kondisi geografis, kecukupan tenaga, faktor etos

kerja, sampai pada minimnya pengawasan dari pemerintah

provinsi maupun pemerintah pusat menyebabkan ada sebagian

program kesehatan yang tidak berjalan dengan maksimal.

Tetapi bukan tanpa harapan, ada potensi yang dapat digali guna

Page 131: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara118

memaksimalkan pelaksanaan upaya kesehatan oleh pemerintah

Kabupaten Tolikara.

6.1. Akses ke Puskesmas

Suatu ketika, kami berbincang-bincang dengan seorang

pasien Puskesmas yang datang dari wilayah yang cukup jauh dari

Puskesmas. Distrik tersebut bernama Kanggime yang berjarak 102

km dari Karubaga. Untuk menuju Karubaga, ia harus naik mobil

angkutan dengan biaya 200 ribu sampai 300 ribu rupiah sekali

jalan. Akses jalan yang sedemikian sulit memaksa biaya untuk

menuju ke Karubaga sedemikian mahalnya. Bila ia pulang ke

Kanggime harus naik angkutan lagi maka ia harus mengeluarkan

uang minimal 400 ribu rupiah hanya untuk berobat ke Puskesmas

Karubaga.

Gambar 6.1. Jalan menuju Distrik Karubaga

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Page 132: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 119

Puskesmas Karubaga merupakan salah satu Puskesmas

yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari. Pelayanan

pengobatan di Puskesmas Karubaga diberikan secara gratis

untuk semua pasien. “... di sini kebijakan dari Pemerintah

Kabupaten mengharuskan pelayanan pengobatan diberikan

gratis. Untuk semua pasien ...” (L, Puskesmas Karubaga). Pasien

yang datang ke Puskesmas Karubaga tiap harinya tidak kurang

dari 80 pasien. Namun, bagaimana kemampuan masyarakat

dalam mengakses pelayanan kesehatan di Kabupaten Tolikara?

Tidak semua distrik di Kabupaten Tolikara memiliki Puskesmas

yang aktif tiap harinya. Bidan dan dokter yang ditugaskan di

Puskesmas di pelosok terpaksa harus turun ke Karubaga karena

alasan tertentu. Keamanan, logistik, serta akses menjadi faktor

utama bagi petugas kesehatan untuk tidak menempati rumah

dinas di wilayah kerjanya. Masyarakat di luar Distrik Karubaga

terpaksa harus datang ke Karubaga untuk mendapatkan

pelayanan pengobatan. Biaya untuk menjangkau Puskesmas

sangat memberatkan masyarakat hanya untuk mendapatkan

pelayanan gratis. Bagi mereka, tetaplah tidak gratis untuk berobat

ke Karubaga karena untuk menuju ke Puskesmas Karubaga

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beberapa narasumber di

Kimibur juga merasakan hal serupa. “... kalau mau berobat harus

ke Karubaga, jauh, kadang-kadang jalan kaki. Kalau naik ojek tidak

punya uang...” (D. Kimibur).

Harapan warga Tolikara, untuk mendapatkan pengobatan

dengan mudah sangat besar, khususnya mereka yang tinggal

di luar Distrik Karubaga. “... kalau ada bidan yang tinggal di

sini enak, mudah kalau mau berobat...” (E, warga Kimibur).

Keberadaan tenaga kesehatan di tiap distrik akan memudahkan

Page 133: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara120

akses masyarakat untuk berobat. Program pemerintah

menempatkan bidan di desa masih belum berjalan maksimal di

Kabupaten Tolikara. Pemerintah sedianya bisa menjamin petugas

kesehatan agar bisa menempati wilayahnya masing-masing.

Sebenarnya dokter dan bidan serta perawat di Tolikara

bukan tidak mau menempati wilayah yang ditentukan. “... kami

dokter dan bidan sebenarnya mau untuk menempati tempat di

wilayah ... namun kami juga butuh jaminan keamanan, kecukupan

perbekalan, serta akses kami ke sana...” (A, Puskesmas Karubaga).

Petugas kesehatan yang akan ditempatkan di Puskesmas sedianya

dibekali dengan perbekalan yang memadai selain jaminan

keselamatannya. Pendapat lain disampaikan oleh informan kami

D yang bekerja di Dinas PU.

“... dokter dan bidan itu sudah ditempatkan di sana, tapi tidak ditempati ... sudah disediakan rumah dinas juga di sana ... masyarakat di sana sangat membutuhkan tenaga kesehatan ... justru mereka senang ... aman kok di sana ... karena masyarakat jaga dia ... kan butuh to sama dokter ka, bidan ka,...”.

6.2. Pelayanan Puskesmas Kuari, Puskesmas di Luar Ibukota Kabupaten Tolikara

Di Kabupaten Tolikara, fasilitas pelayanan kesehatan yang

aktif dan setiap hari memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat sementara ini hanya dilakukan oleh 2 Puskesmas,

yaitu Puskesmas Karubaga dan Puskesmas Bokondini. Hal ini

terjadi karena kabupaten ini belum mempunyai Rumah Sakit

Daerah. Dalam hal ini peneliti juga tidak menggambarkan

kondisi pelayanan yang dilakukan di Puskesmas Bokondini

karena memang tidak menjangkau wilayah tersebut. Dinas

Kesehatan mengakui bahwa pelayanan kesehatan yang optimal di

Page 134: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 121

seluruh wilayah Kabupaten Tolikara hanya dilakukan oleh kedua

Puskesmas tersebut.

Pertanyaannya adalah bagaimana dengan pelayanan yang

diberikan Puskesmas lainnya? Bagaimana pelaksanaan program

kesehatan di sana, kondisi pelayanan kesehatan secara umum

serta bagaimana kondisi kelayakan Puskesmas sebagai tempat

pelayanan kesehatan masyarakat?

Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut,

kami akan memberikan gambaran secara singkat bagaimana

kondisi pelayanan kesehatan di Puskesmas selain Puskesmas

Karubaga dan Bokondini. Dengan pertimbangan kemudahan

akses menuju lokasi Puskesmas, dipilih Puskesmas Kuari, yang

merupakan Puskesmas dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari

Puskesmas Karubaga.

Gambar 6.2. Bangunan Puskesmas Kuari

Sumber : Dokumentas peneliti

Page 135: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara122

Sesampainya di Puskesmas Kuari, terlihat bangunan yang

lumayan besar dengan ukuran sekitar 6 x 12 meter memanjang

dengan bangunan sebagian besar terbuat dari kayu. Saat kami

datang, waktu menunjukkan pukul 12.00 WIT namun tidak ada

aktivitas yang terlihat di sana. Pintu Puskesmas pun terkunci,

menandakan sudah beberapa waktu Puskesmas tidak melakukan

pelayanan kesehatan. Kami pun mencoba masuk untuk melihat

lebih jauh bagaimana kondisi Puskesmas. Benar saja, di dalam

beberapa barang berserakan. Obat-obatan tidak tertata dengan

rapi. Kami pun menyimpulkan bahwa Puskesmas ini sudah lama

tidak beroperasi.

Gambar. 6.3. Kondisi ruangan di Puskesmas Kuari

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Pemahaman kami juga dibenarkan oleh seorang kader di

sana. Ia menyebutkan, memang sangat jarang pelayanan yang

dilakukan di Puskesmas. Dengan kata lain, hampir tidak ada

pelayanan yang terjadi di sana. Berdasarkan data, sebenarnya

ada beberapa petugas kesehatan yang ditugaskan di Puskesmas

Kuari, tetapi masih saja tidak menempati lokasi yang ada. Rumah

dinas yang disediakan untuk petugas Puskesmas terlihat sudah

ada penghuninya, dan itu adalah masyarakat lokal. Melihat

Page 136: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 123

kondisi seperti ini, bagaimana dengan program KIA, program

pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan, dan

program-program lain yang sangat dibutuhkan masyarakat?

Per tanyaan lain yang mengusik hati adalah bagaimana dengan

penyerapan anggaran Puskesmas yang mengalir seperti anggaran

operasional, BOK, dan lainnya? Jawabannya, tidak ada yang

bisa menjawab. Bidan yang sekaligus adalah kepala Puskesmas,

sedang tidak berada di tempat. Dia lebih banyak tinggal di Tolikara

dan Wamena. Pendamping sekaligus penerjemah dari Dinas

Kesehatan ketika menemani kepergian peneliti ke Puskesmas

Kuari hanya melihat kami dan berkomentar menggunakan bahasa

lokal yang sama sekali tidak kami mengerti.

Bagi warga masyarakat seperti Brau Jikwa, pelayanan

kesehatan di wilayah Distrik Kuari lebih banyak ditangani oleh

kader. Seseorang yang dididik oleh pihak Gereja untuk senantiasa

siap melayani warga setempat. Terkait pelayanan kesehatan,

Jikwa berkata bahwa:“... tidak ada tenaga kesehatan di sini ... hanya kader yang layani pengobatan ... kalau dokter ada kunjungan ke puskes kita ... ada pengobatan untuk masyarakat Kuari ... obat-obat juga bisa gratis ... tapi itu hanya kadang-kadang saja ....”

Ketika seseorang berada pada kondisi sakit dan mem-

butuhkan pengobatan, maka akan pergi ke Puskesmas di Tolikara.

Tentunya kalau punya uang untuk biaya transportasi. Bila tidak

punya uang, pemanfaatan ramuan tradisional merupakan

alternatif pengobatan yang dilakukan.

Kondisi seperti ini seolah-olah menjadi suatu “kewajaran”

melihat kondisi geografis dan sekumpulan permasalahan yang

meliputinya. Puskesmas lain di wilayah Kabupaten Tolikara

memiliki kondisi yang kurang lebih sama dengan Puskesmas

Page 137: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara124

Kuari. Mungkin perlu ada sebuah tindakan tegas dan revolusioner

guna mengubah tatanan Puskesmas menjadi lebih baik. Karena

pelayanan kesehatan minimal yang harus di dapatkan oleh

masyarakat, tidak terkecuali di daerah terpencil sekalipun,

menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.

6.3. Kebijakan tentang Pemenuhan Tenaga Kesehatan

Pemenuhan kuantitas tenaga kesehatan sesungguhnya

tidaklah lepas dari kebijakan pemerintah daerah karena hal ini

terkait erat dengan anggaran kabupaten. Bila dilihat dari asal

muasal tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten Tolikara, bisa

digolongkan menjadi tenaga PTT Pusat, Tenaga PTT Daerah, dan

PNS. Pemerintah kabupaten bukannya tidak mengusahakan

pemenuhan jumlah tenaga Kesehatan. Memang tidak tiap tahun

akan ada penambahan jumlah bidan dan dokter, tetapi setidak-

tidaknya dalam periode tertentu Dinas Kesehatan mendapatkan

bantuan tenaga bidan dan dokter melalui PTT Pusat yang

ditempatkan di wilayah tertentu di Kabupaten Tolikara. Selain itu,

ada beberapa tenaga PTT kabupaten yang didatangkan beberapa

waktu sebelum peneliti datang ke daerah penelitian. Telah

didatangkan bidan sebanyak 30 bidan guna memenuhi rasio

kecukupan bidan di Kabupaten Tolikara.

Tidak bisa terelakkan bahwa Kabupaten Tolikara masih

terbilang baru. Semua hal terkait sarana dan prasarana, jumah

tenaga secara umum, sampai pada program dan kegiatan

yang dilakukan oleh SKPD dirasa masih belum optimal. Seperti

halnya, Peraturan Bupati, maupun Peraturan Daerah, serta Surat

Keputusan baik itu dari bupati maupun kepala dinas terbilang

sangat minim. Pemerintah Kabupaten masih disibukkan dengan

Page 138: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 125

isu-isu politik yang kian memanas. Pertikaian antargolongan

ter tentu sampai pada peperangan bukan lagi terkait masalah

adat. Namun, sudah disisipi dengan bumbu politik yang

melatarbelakanginya. Ada pihak tertentu yang berkepentingan

akan “menunggangi” sekelompok masyarakat untuk berulah

demi tercapainya maksud dari sang sutradara. Peneliti berhasil

mengabadikan beberapa puing dari perkantoran yang telah

menjadi sasaran kemarahan warga terkait kepentingan politik.

Beberapa kantor termasuk Dinas Kesehatan dibakar. Penyebabnya

adalah orang yang didukung untuk menduduki kursi kepala

daerah ataupun anggota dewan perwakilan rakyat tidak terpilih.

Kebijakan yang tidak tertulis justru berpengaruh pada

pemenuhan tenaga kesehatan di Tolikara. Berdasarkan hasil

dari wawancara peneliti, beberapa informan menyebutkan

bahwa yang menduduki Kepala Puskemas adalah penduduk

asli Tolikara. Dan itu merupakan keharusan. Tidak penting lagi

bagaimana kualifikasi yang dimilikinya, apakah ia mampu untuk

memposisikan dirinya sebagai manajer atau tidak. Pangkat dan

golongan pun, sampai latar belakang pendidikan, bukan menjadi

penghalang.

Bagaimana dengan posisi lain di Puskesmas Karubaga? Bagi

masyarakat, dokter hanya bertugas sebagai tenaga pelayanan

kesehatan saja, tidak lebih. Dokter yang berasal dari luar

daerah masih belum memiliki kesempatan untuk menduduki

Kepala Puskesmas. Selain itu, bidan yang ditempatkan masih

sebatas pada tanggung jawab desa yang ditugaskan padanya.

Peneliti melihat belum ada pembagian tugas yang jelas yang

diinstruksikan Kepala Puskesmas kepada petugas tertentu

sebagai tenaga tertentu. Di BKIA misalnya, bisa siapa saja yang

Page 139: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara126

memberikan pelayanan di sana. Siapa yang dirasa agak senggang

bisa menempati bagian pelayanan yang membutuhkan. Ini

berdampak pada pelaksanaan program tidak bisa berjalan

dengan optimal.

Ada pandangan unik di masyarakat tentang kepega waian di

Tolikara. Bagi tenaga PNS yang sudah mengalami masa pensiun,

maka keturunannya juga harus menjadi PNS menggantikan

orang tuanya yang pensiun. Selain itu, untuk pembebasan tanah

adat sebagai lokasi kompleks pemerintahan, ada beberapa hal

yang harus dipenuhi oleh pemerintah kabupaten, salah satunya

adalah harus terakomodirnya seseorang sebagai tenaga PNS di

lingkungan pemerintah Kabupaten.

Koordinasi antara Puskesmas dengan Dinas Kesehatan

sangatlah menentukan dalam keberhasilan program kesehatan.

Upaya monitoring dan evaluasi program kesehatan oleh Dinas

Kesehatan dapat menjadi bahan evaluasi bagi Dinas Kesehatan

untuk melihat, sejauh mana program yang dilakukan oleh

Puskesmas berjalan dengan baik atau tidak.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa petugas Pus-

kesmas, memang jarang dilakukan pertemuan baik di tingkat

Puskesmas maupun Dinas Kesehatan untuk melakukan koordinasi

maupun evaluasi program. Pertemuan rutin yang sedianya

dilakukan tiap minggu untuk membahas capaian program di

tingkat Puskesmas jarang dilakukan. Selain itu, pertemuan kepala

Puskesmas untuk melaporkan capaian program masih belum

dilakukan. Contoh tidak dicantumkannya data yang dilaporkan

Puskesmas Karubaga pada Profil Dinas Kesehatan merupakan

bentuk tidak adanya koordinasi. Kepala Puskesmas Karubaga

sedianya menginginkan kegiatan pertemuan dengan Dinas Kese-

Page 140: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 127

hatan berjalan rutin. Hal ini menyebabkan pelaksanaan moni-

toring dan evaluasi program kesehatan belum berjalan dengan

baik.

6.4. Peran Lintas Sektor dan Masyarakat

Pembangunan kesehatan masyarakat tidaklah mungkin

tercapai dengan baik apabila keterlibatan sektor terkait rendah.

Permasalahan kesehatan bukanlah menjadi permasalahan

Puskesmas atau Dinas Kesehatan saja, tetapi juga merupakan

permasalahan bersama dan diperlukan keterlibatan semua

pihak untuk menyelesaikannya. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Tolikara, peran aktif SKPD terkait dalam ikut serta mensukseskan

program kesehatan masih menjadi harapan besar. Program

pemberian makanan bagi ibu hamil dan menyusui seharusnya

bisa dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral baik dari segi

pemenuhan bahan makanan sampai pada upaya promosi tentang

informasi kesehatan.

Gambar 6.4. Struktur Tim Teknis Pelaksanaan Program Penanganan Gizi Ibu Hamil Kabupaten Tolikara.

Sumber : Dokumentas Peneliti

Page 141: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara128

Sebenarnya upaya untuk melibatkan instansi terkait dalam

program pemberian makanan bagi ibu hamil dan menyusui

sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Surat resmi sudah pernah

disampaikan pada beberapa dinas yang menjadi sasaran kerja

sama. Namun masih belum ada respon untuk mau terlibat dalam

program kesehatan.

Dari gambar susunan tim teknis di atas terlihat bahwa ada

keterlibatan dinas lain dalam pelaksanaan program di antaranya

Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Sosial, Disperindag,

Tim Penggerak PKK, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Namun

pada pelaksanaannya, masih belum tampak adanya peran aktif

dari sektor lain untuk ikut memberikan dukungannya baik berupa

keterlibatan dalam kegiatan maupun perencanaan program dan

anggaran. Di sinilah diperlukan adanya sinkronisasi program

bagi lintas sektor sehingga program berwawasan kesehatan bisa

terlaksana dengan baik.

Program lain memang sudah ada bentuk partisipasi

atau kerjasama lintas sektoral. Seperti yang dilakukan Dinas

Kesehatandengan BP2KB dalam hal pemenuhan alat kontrasepsi

serta penyuluhan kesehatan reproduksi serta promosi peng-

guna an alat kontrasepsi. Dinas PU juga terlibat dalam upaya

penyehatan lingkungan melalui penyediaan WC umum di

beberapa tempat strategis.

Berdasarkan pengakuan dari sekretaris PU disebutkan

bahwa untuk membangun 3 unit WC umum memerlukan biaya

lebih dari 100 Juta rupiah. “... di sini semua mahal, semen satu

sak harganya 800 ribu, pasir per truk itu harganya sama ongkos

angkutnya 7 juta ...” tuturnya.

Page 142: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 129

Gambar 6.5 Pembangunan WC Umum di Kuari

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Selain itu, dalam mendukung tersedianya kesehatan ling-

kungan di Kabupaten Tolikara, Dinas PU berupaya untuk mem-

buat saluran air bersih dari pegunungan dan disalurkan melalui

pipa-pipa kecil. Jangkauan pembangunan perpipaan ini memang

belum sampai pada semua daerah, hanya daerah perkotaan

dan beberapa daerah di sekitarnya. Namun program ini adalah

langkah awal bagi kesehatan lingkungan dalam upaya peningkatan

sanitasi di masyarakat. Bukan tanpa kendala, program perpipaan

ini seolah-olah menjadi hal yang menguntungkan bagi sebagian

masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Di beberapa titik,

ada pipa yang dirusak menggunakan parang dengan memotong

saluran tersebut. Entah apa alasan dilakukan pemotongan

tersebut, yang pasti sudah menimbulkan kerugian tidak

hanya bagi pemerintah tetapi juga masyarakat. Selain itu,

upaya menyumbat air dengan sengaja dilakukan oleh oknum

Page 143: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara130

masyarakat tertentu untuk mendapatkan keuntungan finansial

dengan memberikan sejumlah tarif bagi masyarakat yang

ingin mendapatkan air tersebut. Dukungan masyarakat dalam

menyukseskan perogram berwawasan kesehatan masih belum

optimal.

Di sisi lain, masih ada harapan dari keterlibatan masyarakat

untuk memajukan kesehatan di masyarakat. Bila kita lihat dari

kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada,

masyarakat sudah tahu bahwa di sekitarnya sudah terdapat

beragam penyakit, baik yang menular maupun yang tidak menu-

lar. Masyarakat juga tahu tentang perlunya menjaga kesehatan

ibu dan anak yang saat ini menjadi program utama Tolikara

dengan program 1000 HPK-nya. Berikut adalah beragam penyakit

yang diketahui oleh Amos Kogoya dan Yenni Waraba, warga

Karubaga.

“... orang-orang dewasa itu bisa sakit macam-macam, misalnya ada kencing manis, tinggi darah, dan sebagainya ... kalo anak-anak seperti flu, batuk ... biasa juga ada malaria, kalo ada hujan seperti ini ... setahu saya, ada periksa untuk anak-anak, ibu hamil, orang yang sakit apakah itu, penyakit … maaf, kelamin, HIV, tapi jarang orang sini yang sakit seperti itu ... tapi ada juga, teman saya, diperiksa dokter, diberi obat dan sepertinya sudah sembuh ....”

“... saya lihat untuk yang bupati sekarang ini lebih fokus ke kesehatan, ada PMT utuk ibu hamil dan menyusui ... itu sepertinya program khusus ... banyak yang tertolong ... menurut saya, ibu-ibu yang kurang bagus gizinya jadi lebih diperhatikan ... yaaa kondisi di sini, para suami kurang memperhatikan kondisi keluarganya ... tapi ada juga yang perhatian ... kebanyakan yang sudah pendidikan atau pegawai ... yang saya tau, mereka diberi paket makan pagi, lengkap ada susu dan buah juga, ya lumayan juga, saya pernah liat, menunya ganti-ganti kog ....”

Page 144: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 131

Apa yang dikemukakan oleh Amos Kogoya menunjukkan

bahwa dia sudah mampu mengenali perilaku berisiko. Apakah

sadar bahwa dia mempunyai risiko terkena penyakit karena

berada dalam lingkungan yang berisiko, tampaknya belum

sepenuhnya disadari. Dia belum tahu tentang konsekuensi dari

risiko dan kondisi yang akan dihadapi serta ancaman bagi kondisi

sosialnya.

Bukan masalah terkait dengan penyakit saja yang mampu

masyarakat identifikasi. Masalah keterbatasan tenaga kesehatan,

terutama untuk memberikan pelayanan di luar wilayah Distrik

Karubaga, banyak menjadi keluhan. Bagi mereka, itu merupakan

tangungjawab pemerintah untuk menyediakan tenaga kesehatan

seperti dokter, perawat, dan bidan.

Mereka sadar, tidak mudah bagi pemerintah untuk segera

memenuhi harapan yang diinginkan. Kondisi alam membuat

masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan yang secara

kuantitas lebih banyak dibandingkan yang tinggal di kota

Karubaga, agak kesulitan mengakses fasilitas kesehatan dan

mendapat pelayanan kesehatan. Kondisi alam membuat tenaga

bidan atau perawat yang ditempatkan di luar Distrik Karubaga

tidak banyak yang bersedia. Adalah sudah semestinya bila

penanganan masalah kesehatan belum optimal.

Terlepas dari bagaimana kondisi alamnya, besarnya energi

yang dikeluarkan untuk berjalan kaki, besarnya uang untuk naik

alat transportasi yang ada, kalau sakit mereka akan pergi ke

Puskesmas agar bisa diobati oleh dokter, seperti yang dikatakan

Yonas Wanimbo dan Meiny Wenda dari Kagime berikut.“... kita kalo sakit pasti akan ke dokter supaya kasih obat, sembuh dan bisa sehat lagi toh ... dokter kasih tau supaya kita jaga kesehatan ... jaga makan yang sehat-sehat ... kasih badan

Page 145: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara132

istirahat kalo sakit ... kita akan menurut apa kata dokter ... obatnya kadang-kadang kurang cocok, jadi sering bolak balik.”

“... orang-orang sini kalo sakit langsung ke puskes ... kalo dekat langsung jalan kaki ... kita dari Kagime, musti naik mobil, ongkos mahal ... kalo ada ongkos, kita berangkat ke puskes, nunggu ada ongkos dulu.”

Dengan keahlian yang dimiliki dan pengabdian yang dibe-

rikan, dokter, bidan dan perawat mendapat tempat khusus di

hati masyarakat Tolikara. Mereka percaya dengan tindakan dan

pengobatan yang dilakukan petugas kesehatan. Pengobatan

secara medis mulai menggantikan peran ramuan tradisional. “...

biasanya orang sini akan ke Puskesmas, diperiksa dan dikasih obat

... sudah bagus dokter di sini ... sudah jarang yang pake ramuan

kalo sakit …” kata Emi Wanimbo.

Dalam mendapatkan pelayanan kesehatan semua pasien

tidak dipungut biaya. Jasa dokter dan tenaga kesehatan lainnya

serta obat-obatan yang diberikan kepada penderita ditanggung

oleh pemerintah melalui jaminan sosial kesehatan. Bahkan ketika

pasien harus dirujuk ke rumah sakit di Wamena, keluarga pasien

tidak akan mengeluarkan uang untuk transportasi dan bahkan

biaya hidup.

Tetapi mereka yang karena keterbatasannya sehingga

tidak bisa menjangkau pelayanan dokter dan Puskesmas, akan

memanfaatkan semua potensi yang ada. Ramuan dan daun

yang dipercaya dapat menyembuhkan, sampai dengan doa dari

pendeta di gereja adalah pilihan pengobatan yang dilakukan.

Tidak bisa dipungkiri, pemerintah Kabupaten Tolikara sudah

berusaha secara maksimal memberikan pelayanan kesehatan

terbaiknya. Di satu sisi, apa yang dilakukan pemerintah Tolikara

melalui Dinas Kesehatan dan segenap jajarannya merupakan

Page 146: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 133

langkah yang baik sebagai suatu bentuk tanggung jawab

untuk menyehatkan warganya. Disisi lain, pemerintah perlu

memikirkan ulang semua program yang dijalankan. Memenuhi

semua kebutuhan masyarakat tanpa syarat, tanpa diimbangi

kontribusi masyarakat, akan membuat masyarakat tidak berdaya.

Orientasinya pemberdayaan masyarakat, bukan membuat

masyarakat menjadi makin tergantung pada program-program

pemberian (charity).

Pemanjaan kepada masyarakat Tolikara telah membunuh

kepekaan masyarakat untuk mampu mengidentifikasi potensi

sumberdaya yang ada di masyarakat. Mereka hanya mengenal

dua lembaga yang selalu ada dan selalu siap membantu, negara

dan gereja. Masyarakat hanya tahu potensi bila memberikan

bantuan kepadanya. Negara dengan semua lembaga di dalamnya

tidak pernah disebut, karena itu dianggap sebagai tugas dari

negara.

Ketika ditanya tentang potensi apa saja yang ada di

sekitarnya yang dapat digunakan ketika mengalami masalah

khususnya kesehatan? Jawaban terbanyak adalah tidak tahu,

kedua adalah gereja. Menurut Waines Wanimbow, perkumpulan

di gereja dan pelayanan doa dari para pendeta dan gembala-

gembalanya selalu membantu orang-orang yang susah. Hanya

gereja dengan kader-kadernya yang siap membantu masyarakat,

selain itu tidak ada.

Ada pendapat yang berbeda ketika bertanya kepada warga

Tolikara pendatang. Pemerintah masih perlu berperan lebih

banyak karena tingkat pendidikan masyarakat di Tolikara masih

kurang untuk bisa mandiri. Berikut penuturan Khadidjah, seorang

pendatang dari Jawa yang tinggal di Karubaga.

Page 147: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara134

“... sepertinya kemampuan masyarakat sini masih terbatas, kalaupun gereja memberi tahu setiap pertemuan mingguan, tapi kan kembali ke orang itu sendiri ... ya itu tadi, perlu pemahaman dan pendidikan yang lebih keras lagi, untuk bisa sama dengan masyarakat di daerah lain ... dibutuhkan sarana yang memadai untuk membuka masyarakat sini ... masyarakat sini masih belum sadar betul untuk punya kemauan ... harus terus menerus diberi tahu ... untuk masyarakat sini, perlu dipenuhi kebutuhan pendidikan dan sarana lain yang bisa menunjang ... supaya mereka bisa memenuhi kebutuhannya sendiri ... seperti kasus penutupan jalan kemarin, mereka kan tidak sepenuhnya sadar kalo itu merugikan mereka sendiri ... ikut-ikutan saja sepertinya, itu yang saya lihat.”

Pemberdayaan masyarakat menurut Setiaji (2010) me-

mang memerlukan fasilitasi dari pemerintah daerah. Yang ter-

penting adalah pemerintah juga bertanggungjawab untuk

menciptakan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun

ber kelompok, mampu memecahkan berbagai persolan terkait

upaya peningkatan kualitas hidup dan kesehatannya. Kembali

pada konsep pemberdayaan masyarakat sebagai proses me-

mam pukan masyarakat itu sendiri, maka pemerintah Tolikara

perlu secara perlahan-lahan menciptakan suasana yang

memungkinkan potensi dan kontribusi masyarakat dapat tumbuh

dan berkembang. Karena pada prinsipnya tidak ada masyarakat

yang sama sekali tidak berdaya, sebab masyarakat yang demikian

pasti sudah punah.

Untuk mengetahui kemandirian masyarakat, salah satu

indikator yang dapat digunakan adalah dengan melihat kegiatan

partisipasi masyarakat. Bentuk partisipasi masyarakat dalam hal

ini berupa upaya untuk terlibat dalam pelaksanaan program,

upaya advokasi, dan upaya melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan program kesehatan. Terkait dengan bentuk partisipa-

Page 148: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 135

si yang seharusnya bisa dilakukan masyarakat, tidak seorang pun

pernah melakukannya. Berikut pengakuan beberapa anggota ma-

syarakat.

“... saya hanya orang biasa, itu kan urusan para pemerintah di kampung dan urusan bupati ....”

“... ya, itu kan urusan bupati ... tidaklah ... kita tidak pernah ikut seperti itu, kita kerja sesuai saja seperti biasa. Sepertinya bupati ini cukup bagus perhatiaanya pada kesehatan ... pengawasan biasanya dilakukan instansi terkait sendiri ... kalo dari masyarakat sepertinya belum ada ... pihak gereja yang biasanya lebih aktif dalam hal ini ....”

Tampaknya masyarakat belum merasa perlu berperanserta

dalam pelaksanaan program pembangunan kesehatan. Padahal

masyarakat menurut Satropoetro (1988) mempunyai hak dan

dapat berperan aktif dalam mensukseskan kebijakan pemerintah

sehingga tujuan pembangunan dapat tercapai. Bahkan menurut

Siagian (1997) peran serta masyarakat mutlak diperlukan. Hal

ini dikarenakan masyarakat adalah objek dan sekaligus subjek

pembangunan yang nantinya akan melaksanakan kegiatan

pembangunan. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat maka

tujuan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau

daerah tidak akan tercapai bahkan bisa mengalami kegagalan.

(Kahairuddin, 1997).

Dalam upaya mencapai keberhasilan pembangunan kese-

hatan masyarakat Tolikara, Dinas Kesehatan secara perlahan-

lahan perlu memfasilitasi tumbuhnya apa yang Britha (2001)

sebut sebagai kemampuan masyarakat untuk berkembang seca-

ra mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup-

nya. Untuk itu, partisipasi sunsur masyarakat dengan kerja

sama secara sukarela merupakan kunci utama keberhasilan

pembangunan.

Page 149: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua
Page 150: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

137

BAB 7KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Kesimpulan

Pengolahan lebih lanjut hasil Riset Kesehatan Dasar 2013,

Susenas dan Podes telah menghasilkan indikator kesehatan

untuk menggambarkan kondisi kesehatan suatu daerah yang

dikenal dengan IPKM. Berdasarkan indikator yang terdapat pada

IPKM, teridentifikasi daerah-daerah yang kondisi pembangunan

kesehatan daerahnya kurang baik. Beberapa kabupaten di

Provinsi Papua, khususnya di wilayah pegunungan tengah,

termasuk Kabupaten Tolikara merupakan daerah yang dalam

kategori kurang baik tersebut.

Berdasarkan keadaan tersebut, penelitian yang dilakukan di

Kabupaten Tolikara ini diharapkan mampu memberikan gambaran

secara kualitatif terkait dengan rendahnya status IPKM Kabupaten

Tolikara. Ditinjau dari perspektif sosial-budaya, pelayanan kese-

hatan, peran lintas sektor dan peran serta masyarakat, be be rapa

temuan yang menjadi kesimpulan dapat disampaikan sebagai

berikut.

Kondisi geografis berupa pegunungan menjadikan akses 1.

mendapatkan layanan di fasilitas kesehatan menjadi sulit.

Per masalahan politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial

budaya berkontribusi memperparah rendahnya akses

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Page 151: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara138

Kondisi sarana dan prasarana pelayanan kesehatan2. di

Kabu paten Tolikara masih terbatas. Dari 46 Distrik yang

ada, hanya 25 Distrik yang mempunyai sarana pelayanan

kesehatan Puskesmas. Dari 25 Puskesmas yang ada, hanya

dua Puskesmas yang aktif memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

Terkait kesehatan balita3. , kasus gizi buruk dan gizi kurang

masih mewarnai kondisi kesehatan balita di Kabupaten

Tolikara. Pola asuh keluarga, status sosial ekonomi, dan

kondisi sanitasi di lingkungan tempat tinggalnya merupakan

penyebab balita bermasalah di bidang gizi.

Program 1000 HPK4. merupakan prioritas kegiatan yang

dilakukan Dinas Kesehatan untuk memberikan makanan

tambahan kepada ibu hamil dan menyusui. Program ini

ditujukan untuk memenuhi asupan gizi ibu dan sekaligus

sebagai kegiatan pemantauan dan pendampingan bagi

ibu hamil agar status gizinya terpantau selama masa keha-

milannya sampai sang anak berusia 2 tahun.

Di tengah-tengah keterbatasan yang ada, petugas kesehatan 5.

telah berupaya memberikan pelayanan terbaik dalam

pemerik saan kehamilan. Selain di Puskesmas, pemeriksaan

kehamilan juga dilaksanakan ketika ada kegiatan Posyandu,

untuk mendekatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak

yang karena kondisi geografisnya membuat mereka sulit

mendapatkan akses ke Puskesmas.

Upaya melibatkan lintas sektor6. sudah diupayakan oleh Dinas

Kesehatan. Namun upaya tersebut masih belum mendapat

respon dari sektor lain untuk terlibat dalam mendukung

program kesehatan.

Page 152: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 139

Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara7. telah menetapkan

strategi menggerakkan dan memberdayakan masyarakat

untuk hidup sehat. Saat ini Pemerintah daerah sudah

mencoba melibatkan masyarakat untuk berperan dalam

pembangunan kesehatan. Namum masyarakat belum

merasa perlu berperan serta dalam pelaksanaan program

pembangunan kesehatan.

Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan 8. daerahnya,

Pemerintah Kabupaten Tolikara mengalokasikan anggaran

yang berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan

dan sumber pendapatan lain seperti dana hibah dan OTSUS.

7.2. Rekomendasi

Dari sepenggal cerita bagaimana kondisi kesehatan

masyarakat di Kabupaten Tolikara, peneliti melihat ada potensi

yang dimiliki oleh Kabupaten Tolikara untuk bisa berubah menjadi

lebih baik. Hal yang dapat peneliti sampaikan adalah merupakan

sesuatu yang peneliti lihat dan rasakan berdasarkan pada

kegiatan observasi lapangan. Dari kompleksnya permasalahan

di Kabupaten Tolikara seolah-olah sudah tidak ada jalan lain

kecuali pemecahan masalah yang bisa dikatakan “klasik”, semisal

pemenuhan tenaga, peningkatan anggaran, pemberian insentif,

dan hal-hal lain yang terkait dengan uang atau anggaran. Di sini

peneliti mencoba menawarkan beberapa solusi bagi pemerintah

Kabupaten Tolikara dilihat dari beberapa sudut pandang.

Menyelesaikan permasalahan kesehatan bukanlah per-

kara yang mudah, namun bukan berarti tidak mungkin untuk

dilakukan. Dibutuhkan komitmen serius tidak hanya dari petugas

kesehatan saja, tetapi juga semua pihak yang terkait bagi upaya

Page 153: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara140

perbaikan kualitas kesehatan di masyarakat. Terdapat dua

kelompok yang perlu mendapat perhatian yaitu sisi petugas

kesehatan sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai

pengguna layanan. Semoga penyelesaian masalah yang diupa-

yakan melalui kedua sisi tersebut mampu memberikan dampak

dan daya ungkit yang nyata bagi peningkatan perbaikan kondisi

kesehatan masyarakat di Kabupaten Tolikara.

Dari sudut pandang pemberi layanan1.

Yang dimaksud dengan pemberi layanan adalah peme-

rintah kabupaten, yang meliputi petugas Puskesmas, petugas

Dinas Kesehatandan pegawai di lingkup pemerintah Kabu-

paten Tolikara. Peneliti melihat masih banyak pegawai atau

petugas kesehatan yang bekerja bukan atas dasar tanggung

jawab namun masih sebatas pada kehendak sendiri. Maka,

ada beberapa poin yang perlu diperkuat guna meningkatkan

etos kerjanya yaitu:

Right man in the right joba.

Mungkin inilah yang perlu untuk dilakukan lebih awal

oleh Dinas Kesehatan dan segenap jajarannya. Banyak

petugas tidak berada pada posisi yang pas dan beberapa

petugas memiliki pekerjaan ganda. Di sinilah kejelian

seorang pimpinan untuk mampu melakukan rotasi pegawai

guna memperoleh formasi yang pas bagi sebuah instansi

agar berfungsi dengan baik. Sebuah pekerjaan akan bisa

terselesaikan dengan baik hanya apabila petugas yang

diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan memiliki

kemampuan yang baik pula. Untuk mendapatkan hasil yang

sempurna dibutuhkan ketepatan petugas pada sebuah

pekerjaan tertentu. Berikan kesempatan bagi seseorang

Page 154: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 141

yang dianggap mampu untuk berada pada posisi tertentu

tanpa memandang suku, agama, maupun golongan tertentu

agar kualitas pelayanan kesehatan bisa lebih terarah sesuai

sistem kesehatan nasional.

Perjelas b. job description

Masalah lain yang peneliti temukan di Kabupaten

Tolikara terutama di Puskesmas Karubaga adalah tidak

jelas nya deskripsi pekerjaan seorang petugas kesehatan.

Berdasarkan pengakuan beberapa informan kami diketahui

bahwa kebanyakan petugas kesehatan berada pada posisi

tugas yang berubah-ubah. Tidak tentu setiap harinya,

semisal hari ini petugas x memberikan pelayanan di ruang

KIA, keesokan harinya si petugas tersebut bisa berpindah

pada pelayanan umum hanya atas dasar di mana ada

kekosongan posisi. Memang terlihat sederhana namun

apabila seseorang tidak memiliki deskripsi pekerjaan yang

jelas akan mengurangi tanggung jawab terhadap sebuah

pekerjaan, selain itu akan berpengaruh kepada kualitas data

yang ada karena data didapatkan dari beberapa orang.

Peningkatan kompetensi petugasc.

Bagi seorang petugas, terutama bagi petugas kesehatan,

kompetensi terhadap suatu pekerjaan perlu untuk dimiliki.

Salah satunya melalui pelatihan yang diselenggarakan baik

tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Berdasarkan

informasi yang peneliti dapatkan diketahui bahwa tidak ada

petugas kesehatan yang pernah dilatih tentang manajemen

Puskesmas ataupun tentang program kesehatan. Selain itu,

semua bidan belum mendapatkan pelatihan APN karena

terkendala anggaran. Hal ini akan sangat berdampak pada

Page 155: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara142

pelaksanaan kegiatan Puskesmas ataupun pelaksanaan

program kesehatan.

Beri tanggung jawab pekerjaand.

Hal mendasar yang menjadi permasalahan adalah

sebagian besar petugas kesehatan belum bekerja secara

optimal. Petugas kesehatan yang tidak masuk pada hari

kerja adalah hal biasa. Penyebabnya adalah kurangnya

rasa tanggung jawab terhadap sebuah pekerjaan. Memang

tidak mudah membuat petugas bertanggung jawab, namun

ketika petugas kesehatan seolah-olah “ogah-ogahan”

untuk mau bekerja maksimal maka mustahil hal itu akan

tercapai. Bagi beberapa petugas kesehatan yang “tampak”

tidak memiliki kegiatan bisa diberikan tugas tertentu yang

bersifat berkelanjutan dan diberi tanggung jawab serta

kepercayaan terhadap sebuah pekerjaan. Hal ini akan dapat

meningkatkan rasa percaya diri petugas sehingga diharapkan

ia dapat memiliki perhatian lebih terhadap pekerjaannya.

Perkuat lintas sektore.

Kunci dari keberhasilan program kesehatan adalah

kuatnya kerjasama lintas sektor terkait dalam mendukung

setiap langkah penyelenggaraan program kesehatan.

Berbagai upaya kesehatan akan terasa sangat berat bila

hanya dikerjakan oleh Dinas Kesehatan ataupun Puskesmas.

Melihat bagaimana pelaksanaan kerjasama yang sangat

lemah di Kabupaten Tolikara tidak bisa didiamkan saja. Salah

satu langkah yang bisa dilakukan adalah setiap kegiatan yang

memerlukan kerjasama lintas sektor perlu dibuatkan SK Tim

Teknis oleh Bupati setempat untuk mempermudah langkah

Dinas Kesehatan. Sinkronisasi program juga perlu dilakukan

Page 156: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 143

untuk menghindari adanya program yang tumpang tindih.

Komunikasi Kepala Dinas Kesehatan terhadap Pimpinan

instansi terkait perlu diperkuat untuk mendapatkan

dukungan. Selain itu selalu melibatkan BAPPEKAB dalam

setiap program kegiatan.

Monitoring dan evaluasif.

Untuk mengetahui sejauh mana program kesehatan

telah berjalan atau mengalami hambatan diperlukan upaya

monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program

kesehatan. Peneliti melihat begitu lemahnya pelaksanaan

monitoring dan evaluasi baik oleh Dinas Kesehatan maupun

Kepala Puskesmas yang menyebabkan program berjalan

seadanya. Monitoring terhadap program wajib Puskesmas

juga hampir tidak pernah dilakukan. Pelaksanaan monitoring

dan evaluasi ini menjadi penentu terhadap keberhasilan

sebuah program kesehatan. Pelaksanaan monev dapat

berupa pertemuan bulanan di tingkat Puskesmas maupun

Dinas Kesehatan melalui pertemuan Kepala Puskesmas

atau dapat berupa pelaksanaan monev secara langsung

menggunakan instrumen tertentu untuk mengukur sejauh

mana program telah berjalan.

Maksimalkan regulasig.

Regulasi berupa Perbup atau Perda yang terkait

kesehatan masih belum pernah diterbitkan. Upaya untuk

memanfaatkan regulasi tersebut sangat baik untuk dilakukan.

Melalui regulasi berupa Perbup maupun Perda, program

kesehatan ataupun kebijakan tertentu akan memiliki

kekuatan secara hukum untuk bisa dijalankan dengan baik.

Page 157: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara144

Perbaiki manajemen datah.

Permasalahan yang peneliti temukan di Kabupaten

Tolikara adalah lemahnya pendataan baik di tingkat Dinas

Kesehatan maupun Puskesmas. Data pokok berupa angka gizi

buruk, angka kematian ibu dan bayi, data penyakit tidak kami

temukan. Pendataan yang baik merupakan kekuatan bagi

perencanaan suatu program kesehatan. Untuk melakukan

intervensi terhadap sebuah permasalahan diperlukan data

yang valid agar dapat diketahui progres terhadap program

tersebut. Penggunaan format yang sesuai serta pemahaman

untuk mengisi sebuah format laporan penting untuk

diketahui. Adanya data yang lengkap bisa menjadi langkah

awal perbaikan kesehatan di Kabupaten Tolikara.

Tingkatkan koordinasi internali.

Seperti yang peneliti utarakan di awal bahwa pening-

katan kuantitas dan kualitas koordinasi sangat penting

untuk dilakukan baik di Tingkat Puskesmas Maupun Dinas

Kese hatan. Lokakarya mini di Puskesmas berperan penting

dalam meningkatkan koordinasi maupun untuk mengetahui

hambatan sebuah program kesehatan. Selain itu, lokakarya

mini juga bisa dimanfaatkan untuk merencanakan sebuah

program tertentu yang datang dari ide petugas kesehatan

yang dinilai merupakan ide yang baik dan revolusioner.

Upayakan peningkatan pelayanan publikj.

Isu pelayanan publik menjadi santer untuk didengungkan

di kalangan pegawai pemerintah, tidak terkecuali bagi

petugas kesehatan. Isu mengenai transparansi, akuntabilitas,

dan responsif sangat baik bila diterapkan bagi Puskesmas

ataupun Dinas Kesehatan. Bagaimana penggunaan anggaran

Page 158: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 145

BOK bisa disampaikan pada masyarakat yang mewakili

melalui Dewan Penyantun Puskesmas ataupun melalui

papan pengumuman menjadi langkah untuk mengurangi

penyelenggaraan program yang tidak sesuai dengan

pedoman penggunaan anggaran BOK. Informasi mengenai

SOP teknis maupun non teknis juga menjadi poin penting

untuk dilakukan. Hal ini akan memudahkan baik Puskesmas

maupun masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan

di Puskesmas.

Dari sudut pandang masyarakat2.

Selain menguatkan petugas kesehatan, penguatan ter-

hadap masyarakat juga perlu dilakukan. Memandirikan

masya rakat sebagai pengguna layanan kesehatan memiliki

beberapa keuntungan. Pertama, masyarakat menjadi bagian

dari Puskesmas untuk bisa terlibat dalam hal peningkatan

kualitas pelayanan kesehatan. Kedua, masyarakat yang

memiliki kesadaran dan keterbukaan terhadap program

kese hatan akan menjadi bagian dari sistem kontrol terhadap

penganggaran kegiatan serta program kesehatan yang

dijal ankan. Ketiga, masyarakat akan lebih care terhadap

peningkatan pelayanan kesehatan sehingga akan mudah

menjalankan program kesehatan. Namun menuju ke sana

tidaklah mudah tetapi perlu untuk dilakukan. Beberapa hal

yang bisa diupayakan adalah sebagai berikut.

Bentuk kelompok peduli kesehatana.

Kelompok peduli kesehatan di sini adalah beberapa

orang berdasarkan hasil identifikasi Puskesmas ataupun Dinas

Kesehatan yang memiliki kemauan dan waktu serta memiliki

Page 159: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara146

kepedulian terhadap kemajuan kesehatan di Kabupaten

Tolikara. Dari beberapa orang tersebut dikumpulkan dan

dibentuk kelompok peduli kesehatan yang memiliki peran

sebagai penghubung atau jembatan antara Puskesmas dan

Masyarakat. Kelompok peduli kesehatan ini memiliki peran

yang startegis dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Beberapa program Puskesmas bisa dibantu oleh

kelompok tersebut untuk disosialisasikan. Selain itu apabila

ada permasalahan dari masyarakat yang ingin disampaikan

kepada Puskesmas dapat disampaikan melalui kelompok

peduli kesehatan tersebut. Kelompok ini berperan di dua sisi,

Puskesmas dan Masyarakat.

Peningkatan kapasitas dan pemahaman kesehatanb.

Siapa yang perlu ditingkatkan kapasitas dan pemaha-

mannya tentang kesehatan? Tentunya adalah kelompok

peduli kesehatan. Mereka perlu mendapatkan ilmu tentang

promosi kesehatan secara umum dan komperhensif untuk

bisa membantu memberikan pemahaman tentang kesehatan

di masyarakat.

Libatkan dalam program kesehatanc.

Kelompok peduli kesehatan dalam perkembangannya

bisa dilibatkan dalam kegiatan Puskesmas baik berupa

kegiatan program secara langsung ataupun kegiatan mini

lokakarya yang membahas permasalahan kesehatan.

Puskesmas membutuhkan informasi dari sisi masyarakat

melalui kelompok tersebut terkait permasalahan kesehatan.

Bentuk jaringan informasi kesehatan di distrikd.

Jaringan kesehatan yang dimaksud adalah sistem

kesehatan sederhana yang dibuat untuk memudahkan

Page 160: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 147

petugas apabila ada permasalahan kesehatan di wilayah.

Teknis nya adalah melibatkan tokoh-tokoh di wilayah setem-

pat seperti kepala suku, kepala distrik, kepala kampung,

atau kader untuk berperan memberikan informasi tentang

kesehatan. Sistem ini merupakan sistem kewaspadaan

dini yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.

Apabila di suatu distrik atau kampung terdapat masalah

kesehatan, maka orang yang telah ditunjuk dan diberi jalur

informasi sehingga bisa menyampaikan informasi tersebut

pada jaringan di atasnya sampai ke petugas Puskesmas.

Sistem ini sangat bisa diterapkan di wilayah dan berfungsi

untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap

permasalahan kesehatan di Kabupaten Tolikara.

Perbanyak promosi kesehatan menggunakan media e.

lokal

Upaya peningkatan pemahaman kesehatan di masya-

rakat salah satunya melalui promosi kesehatan melalui

berbagai media. Terkadang informasi kesehatan masih

meng gunakan bahasa indonesia yang bersifat umum. Bisa

diterapkan promosi kesehatan yang menggunakan media

setempat. Bisa menggunakan media banner, kartu antrian

yang ditulisi informasi kesehatan di kartu tersebut, papan

informasi kesehatan, radio komunitas, pengeras suara yang

ditempatkan di Puskesmas, serta promosi melalui lomba-

lomba tertentu untuk memperingati hari tertentu.

Buat layanan pengaduan untuk masyarakatf.

Pelayanan pengaduan masyarakat merupakan upaya

untuk mendapatkan masukan bagi Puskesmas berdasarkan

persepsi masyarakat. Perlu keseriusan dari petugas

Page 161: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara148

kesehatan untuk konsisten menjalankan kegiatan ini.

Pelayanan pengaduan di Puskesmas “digawangi” oleh satu

orang petugas pengaduan untuk mengarahkan masyarakat

yang akan menyampaikan pengaduannya. Pengaduan

yang disampaikan dicatat: apa yang dikeluhkan, tanggal

pengaduan, serta siapa yang mengadukan. Pengaduan

tersebut nantinya akan dibahas pada pertemuan rutin

Puskesmas untuk dicarikan solusi. Tanggapan terhadap

pengaduan bisa berupa tanggapan langsung ataupun

tanggapan tidak langsung yang memerlukan tindak lanjut

ke tingkat yang lebih tinggi. Kegiatan ini sederhana namun

berdampak pada peningkatan partisipasi masyarakat

terhadap permasalahan kesehatan. Selain itu kegiatan

ini juga bisa dibebankan kepada petugas kesehatan yang

tampak tidak memiliki kegiatan.

Upaya perbaikan pelayanan kesehatan yang peneliti tawar-

kan merupakan upaya perbaikan di tengah-tengah keter batasan

yang ada. Bagaimana permasalahan kecukupan tenaga kesehatan

masih menjadi permasalahan, kompetensi petugas masih

perlu ditingkatkan, anggaran BOK masih belum sesuai dengan

peruntukannya, anggaran kesehatan boleh dibilang minim,

suasana politik berpengaruh pada penempatan jabatan di suatu

instansi dan masih banyak lagi permasalahan yang perlu ditindak

lanjuti. Tidak berlebihan bila peneliti menganggap permasalahan

di Kabupaten Tolikara adalah permasalahan yang kompleks. Kita

tidak membutuhkan orang lain untuk mengubah diri menjadi

lebih baik, tetapi kita sendirilah yang sesungguhnya akan mampu

mengubahnya. Kembali kepada permasalahan di Kabupaten

Page 162: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 149

Tolikara, sekarang ini adalah waktunya untuk melakukan per-

ubahan dan semua itu tergantung pada ikhtiar Pemerintah

Kabupaten Tolikara.

Page 163: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua
Page 164: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

151

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik, 2014, Papua dalam Angka. Jayapura: Badan

Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tolikara, 2014, Tolikara dalam

Angka, Karubaga, Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tolikara, 2014, IPM dan Analisis

Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Tolikara,

Karubaga, Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tolikara, 2014, Produk Domestik

Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Tolikara, Karubaga, Badan Pusat Statistik

Bambang, Setiaji, 2010, PNPM, Desa siaga, MDG’S Solusi Masalah

Kesehatan Masyarakat. Pemerhati Pemberdayaan Masya ra-

kat, Pusat Promosi Kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten

Banggai

Britha, Mikkelsen, 2003, Metode Penelitian Partisipatoris dan

Upaya-upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan bagi

Para Praktisi Lapangan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Bryman, 2004, Social Research Mothods, Oxford University Press,

New York

Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara, 2013, Profil Dinas Kesehatan

Kabupaten Tolikara Tahun 2013. Karubaga; Dinkes Kabu-

paten Tolikara

Hapsara, HR. 2004, Pembangunan Kesehatan di Indonesia.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Page 165: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara152

Indonesian Public Health, 2013, Pengertian, Tujuan, dan Kegiatan

Posyandu. Tersedia pada http:// Indonesian-publichelath.

com diunduh pada: Februari 2015

Irma Yunita, 2012, Hernia Umbilikalis. Tersedia dalam:

http//:irmayunita.blogspot.com

Kartasasmita. G., 1997, PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: Konsep

Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Menteri

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua

Bappenas. Disampaikan pada Sarasehan DPD GOLKAR Tk. I

Jawa Timur Surabaya, 14 Maret 1997

Khairuddin, 1997, Sosiologi Keluarga, Yogjakarta: Liberty, 1997

Kementerian kesehatan RI, 2012, Kurikulum dan Modul Pelatihan

Kader Posyandu, Jakarta; Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI, 2011, Assessment gavi – hss

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kia: Laporan Akhir

Provinsi Papua. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI, 2011, Daftar pertanyaan yang sering

ditanyakan dan jawabannya tentang penanggulangan

daerah bermasalah kesehatan (PDBK). Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI

Kementrian Kesehatan RI, 2010, Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan tahun 2010-2014. Jakarta: Kementrian

Kesehatan RI. Tersedia pada http://www.depkes.go.id

Kementerian Kesehatan RI, 2009, Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025. Jakarta: Depkes RI.

Tersedia pada http://www.depkes.go.id.

Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional, 2013, Evaluasi

Paruh Waktu RPJMN 2010-2014. Jakarta: Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional

Page 166: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 153

Poerwanto, Siswo dan Meliala, 1991, Masalah Kesehatan di

Indonesia Bagian Timur. Media Litbangkes Vol. 1 No. 04

Sastropoetro, Santoso, 1984, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi

dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, Bandung.

Stalker, Peter, 2008. Millenium Development Goals. Jakarta:

UNDP, http://www.undp.or.id

Suparyanto, 2011, Lima Imunisasi Dasar Lengkap. Tersedia pada

http://dr.suparyanto.blogspot.com diunduh pada: Februari

2015

Page 167: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua
Page 168: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

155

Indeks

Aalat kontrasepsi - 70, 128Angka kelahiran kasar (CBR) - 108angka melek huruf - 32Antenatal Care - 109Antropologi - 22APN - 116, 141asuransi kesehatan - 3

Bbabi - 25, 26, 29, 30, 31, 66, 68,

70Badan Pusat Statistik - 5, 8, 18,

151bakar batu - 26, 29bidan - 27, 28, 48, 49, 80, 82, 83,

85, 87, 88, 102, 110, 114, 116, 119, 120, 124, 125, 131, 132, 141

BPJS - 115

DDaerah Bermasalah Kesehatan

(DBK) - 5, 6, 7Dave Marten - 13, 28denda adat - 26, 27derajat kesehatan - 1, 2, 4, 5Dinas Kesehatan - 8, 10, 49, 51,

82, 83, 86, 87, 114, 120, 123, 125, 126, 127, 128, 132, 135,

138, 140, 142, 143, 144, 145, 151

Distrik - 16, 17, 20, 21, 45, 48, 49, 51, 73, 108, 118, 119, 123, 131, 138

dokter - 3, 31, 46, 47, 48, 50, 87, 114, 115, 117, 119, 120, 123, 124, 125, 130, 131, 132

Eetnografi - 7, 11etos kerja - 117

Ffasilitas pendidikan - 32Field Note - 9

GGereja Injili - 47gizi - 10gizi buruk - 4, 5, 71, 138, 144

HHDI - 2honai - 25, 67, 68

Iimunisasi - 5, 6, 81, 82, 83, 110,

112indikator kesehatan - 2, 6, 137

Page 169: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara156

Indonesia - 2, 3, 4, 7, 20, 23, 47, 86, 151, 153

inegibagi - 26, 28IPKM - 3, 6, 7, 10, 117, 137IPM - 2, 31, 151

Jjaminan kesehatan - 1Jawa - 23, 133, 152Jayawijaya - 6, 14, 16, 23

Kkader - 47, 49, 80, 87, 88, 106,

122, 123, 147Kaimana - 8KDRT - 102kelahiran hidup - 4kematian anak - 4kematian bayi - 4kematian ibu - 4, 5, 105, 114, 144kematian neonatal - 4kepadatan penduduk - 20kesehatan balita - 7, 72, 79, 80,

138kesehatan lingkungan - 1, 7, 129kesehatan reproduksi - 7, 10, 103,

128

LLanny Jaya - 6lempar panah - 26, 29lintas sektor - 7, 8, 9, 11, 128, 137,

138, 142

Mmakan pinang - 26

Mamberamo - 6, 14, 16, 23mas kawin - 25, 66masyarakat - 1, 2, 3, 5, 7, 8, 9,

10, 11, 14, 15, 20, 21, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 65, 66, 67, 70, 71, 72, 73, 80, 87, 103, 109, 114, 115, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 137, 138, 139, 140, 145, 146, 147

MDG - 4, 151merokok - 25misionaris Kristen - 13mobilitas antar wilayah - 20morbiditas - 81mortalitas - 2, 81

NNawi Arigi - 14nilai ekonomi - 25nilai sosial - 25noken - 25

OOTSUS - 139

PPalopo - 23Paniai - 6, 23Papua - 5, 7, 11, 13, 14, 15, 20,

22, 23, 25, 26, 117, 137, 151pedoman pengumpulan data - 9pelayanan kesehatan - 3, 4, 7, 10,

28, 45, 47, 50, 72, 73, 109,

Page 170: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara 157

115, 117, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 131, 132, 137, 138, 141, 145, 146, 148

pembangunan kesehatan - 1, 3, 4, 9, 10, 11, 49, 135, 137, 139

pemeriksaan head to toe - 112pemeriksaan kehamilan - 106, 109pemeriksaan leopold - 112pendidikan - 1, 2, 31, 32, 71, 125,

130, 133, 134, 137pendidikan kesehatan - 1penduduk miskin - 1penelitian kualitatif - 8pengasuhan anak - 69penyakit menular - 7penyakit tidak menular - 7peran serta masyarakat - 9perawat - 48, 49, 120, 131, 132Perbaikan Gizi - 50Perencanaan pembangunan

kesehatan - 4perkawinan - 25persediaan obat - 50Pertolongan persalinan - 114PKMD - 72PODES - 3pola hidup sehat - 1Poligami - 70posyandu - 5, 73, 79, 80, 82, 83,

87, 104, 152Posyandu - 70, 72, 73, 80, 85, 88,

103, 138, 152Program 1000 HPK - 80, 87, 138program keluarga berencana - 70Promosi Kesehatan - 49, 151Puncakjaya - 6

puskesmas - 3, 11, 30, 46, 69, 73, 79, 80, 83, 102, 107, 108, 110, 114, 115, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 126, 131, 132, 138, 140, 143, 144, 147

Puskesmas - 6, 29, 30, 45, 48, 51, 72, 73, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 87, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 113, 114, 115, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 125, 126, 127, 138, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147

Puskesmas Bokondini - 51, 120Puskesmas Karubaga - 51, 73, 83,

115, 116, 118, 119, 126puskesmas keliling - 3Puskesmas Kuari - 51, 83, 122,

124puskesmas pembantu - 3, 46

Rragawi - 23Regulasi - 4, 143Riskedas - 3Riskesdas - 5, 6rumah sakit - 3, 132Rumah Sakit - 6, 45, 80, 120

Ssex ratio - 19sosial - 8status gizi - 10, 50, 87, 110status gravida - 104status sosial - 26, 71, 138sumber daya manusia - 2, 72SUSENAS - 3

Page 171: Seri Studi Kualitatif IPKM; “Nawi Arigi” di Bumi Tolikara Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Tolikara, Papua

“Nawi Arigi” di Bumi Tolikara158

TTaman Nasional Lorenz - 15tenaga kesehatan - 1, 4, 5, 7, 10,

46, 47, 48, 49, 50, 114, 115, 117, 119, 120, 123, 124, 125, 131, 132, 148

Tim Penggerak PKK - 128Tokoh Agama - 128Tolikara - 5, 6, 7, 8, 10, 13, 14, 15,

16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 80, 83, 86, 87, 103, 105, 106, 108, 110, 114, 115, 117, 118, 119, 120, 123, 124, 125, 127, 129, 130, 132, 133, 134, 135, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 144, 146, 147, 148, 151

topografi - 14, 21Toraja - 23, 110tradisi palang - 20transportasi darat - 21transportasi udara - 21

UUHH - 2Undang-Undang Nomor 36 - 1UNDP - 2, 31, 153upaya kesehatan masyarakat - 1upaya kesehatan perorangan - 1usia dini - 1, 65

WWamena - 14, 21, 22, 66, 123, 132wawancara - 8, 9, 125, 126