SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA … ekonom Cides Umar Juoro justru memilih untuk me lakukan...

1
Shell Bangun Terminal BBM di Pulau Laut ANTARA/NOVERADIKA PASAR BERINGHARJO PADAT: Ratusan warga memadati Pasar Tradisional Beringharjo, Yogyakarta, kemarin. Dua pekan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1431 H banyak masyarakat yang memanfaatkan liburan akhir pekan untuk berbelanja berbagai macam kebutuhan. MI/M IRFAN DIREKSI BARU: Presdir BII Ridha DM Wirakusumah (kedua dari kiri) didampingi Presdir & CEO MayBank dan Komisaris BII Dato’ Sri Abdul Wahid bin Omar (kiri), Preskom BII Tan Sri Dato’ Megat Zaharudin bin Megat Mohd Nor (kedua dari kanan), komisaris independen baru BII Budhi Dyah Sitawati (tengah) dan Direktur BII Hedy Maria Helena Lapian seusai RUPS-LB BII di Jakarta, akhir pekan lalu. Akhmad Mustain Giliran DPR akan Munculkan Format Ideal OJK OJK,” tukasnya. Berbeda dengan kedua pejabat parlemen, ekonom Cides Umar Juoro justru memilih untuk melakukan hal yang benar. Dia mengatakan persoalan utama dalam pembentukan OJK ini ialah membentuk sebuah sistem pengawasan yang objektif. “Ini bukan soal di luar BI atau tidak, melainkan bagaimana memben- tuk pengawasan yang efektif.” Dia berpendapat, adanya OJK justru akan memunculkan teritorium pengawasan baru. Jadi, perlu dikaji terlebih dahu- lu seperti apa efeknya terhadap keefektifan pengawasan. Untuk itulah, Umar menegas- kan hal yang paling penting un- tuk dipikirkan, bagaimanapun bentuknya OJK, ialah sistem koordinasinya seperti apa. Jika proses koordinasi gagal antara pemegang kebijakan moneter dan pengawasan perbankan, ketika krisis datang, industri ke- uangan akan hancur. Hal senada juga diungkap- kan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Ia mengatakan per- lunya pembentukan koordinasi otomatis antara otoritas moneter dan pengawasan yang efektif. Untuk itulah, kenapa BI mena- warkan agar adanya badan oto- nom yang berkoordinasi kepada Gubernur BI. Halim menambahkan, jika nantinya terjadi konflik kebijak- an antara sektor moneter dan pengawasan perbankan, harus ada mekanisme jelas. Hal itu terkait dengan pihak mana yang berhak memutuskan prioritas apa yang akan diambil. “Ini ha- rus dijelaskan secara mendetail. Kalau tidak, akan terjadi banyak benturan yang bisa mengaki- batkan kegagalan koordinasi,” ujarnya. (E-6) [email protected] BI yang dialihkan ke OJK. Pada- hal, seharusnya kewenangan itu masih berada di BI. Untuk itu, lanjut Harry, DPR akan memunculkan format OJK-nya sendiri. Format ini diklaim le- bih ideal dibandingkan dengan format pemerintah dan BI, dan tidak bertentangan UU BI. “DPR akan memunculkan versinya sendiri. Kita tidak ingin ada celah untuk nantinya hasil UU OJK kontraproduktif dengan UU lainnya. Di samping itu, kita tidak ingin ada celah dalam format OJK nantinya sehingga bisa dimanfaatkan konglomerasi industri keuangan,” tukasnya. Saat ini, ia mengaku DPR tengah mengkaji bagaimana menghadirkan format ideal. Sementara itu, Ketua Pansus OJK Nusron Wahid menyampai- kan pihaknya justru menyoroti dasar hukum OJK. Menurutnya, ada kekeliruan dalam format yang diusulkan pemerintah. Se- mangat pemerintah membentuk OJK berdasarkan amanat Pasal 34 UU 3/2004 ternyata menyala- hi ketentuan dalam UU 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. “Dalam UU 10/2004 dijelas- kan bahwa UU tidak bisa menja- di payung hukum terhadap UU lainnya. UU BI tidak bisa menja- di payung hukum terhadap UU M EMILIH, untuk melakukan hal yang benar atau melakukan dengan benar, merupakan dilema pem- bentukan Otoritas Jasa Keuang- an (OJK). Semua pihak merasa melakukan hal yang benar, tapi mereka tidak mampu melaku- kannya dengan benar sesuai dengan ketentuan yang ada. Hingga menjelang tenggat pembentukan, usul format OJK yang disampaikan baik pe- merintah maupun Bank In- donesia (BI) masih dianggap melanggar aturan. Pelanggaran khususnya pada Undang-Un- dang (UU) No 3/2004 tentang BI Pasal 34. Jika usulan BI untuk membentuk dewan pengawas perbankan tidak memenuhi asas independensi, usulan pemerin- tah justru mengooptasi fungsi regulasi yang harusnya masih di BI. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengata- kan konsep dewan pengawas bank versi BI jelas melanggar prinsip independensi OJK se- perti yang diamanatkan Pasal 34 UU 3/2004. Ia beralasan lem- baga tersebut tidak independen karena strukturnya masih terikat dan berada di bawah koordinasi Gubernur BI. “Format OJK yang ditawarkan pemerintah maupun oleh BI ma- sih tidak sesuai dengan amanat Pasal 34 (UU No 3/2004) yang menyatakan pengawasan per- bankan harus independen dan terpisah dengan otoritas regu- lasi,” kata Harry dalam sebuah diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Jika melihat usulan dari peme- rintah, Harry menyatakan tidak sesuai karena ada kewenangan Format OJK yang ditawarkan pemerintah dan BI masih tidak sesuai dengan amanat Pasal 34 (UU No 3/2004). atas lahan 43 ribu meter persegi di sekitar terminal batu bara yang selama ini digunakan IBT untuk pengiriman batu bara Adaro dan sejumlah perusaha- an tambang lain. Potensi pasar BBM industri di kawasan itu memang be- sar. Misalnya kebutuhan BBM untuk operasional Adaro saja mencapai 20 ribu kiloliter seti- ap bulannya. Di tempat lain, Kepala Badan Pengawas Hilir Migas Tu- bagus Haryono mengatakan keberadaan terminal itu akan membuat persaingan pasok- an BBM nonsubsidi semakin ramai. “Kita sambut positif terminal BBM seperti ini untuk melayani industri di kawasan timur Indonesia.”(Jaz/E-3) wa kesempatan investasi dan lapangan pekerjaan, fasilitas ini juga dapat mendorong perkembangan ekonomi yang lebih besar bagi negara,” ujar Darwin. Pemilihan lokasi pembangun- an terminal penampungan BBM di wilayah Kalimantan itu dilandasi besarnya potensi pe- langgan di sentra pertambang- an batu bara dan perkebunan kelapa sawit tersebut. “Indonesia salah satu pasar kunci yang terus tumbuh. Kami komitmen mengembangkan bisnis bersama mitra lokal un- tuk melayani pasokan BBM berkualitas dengan harga ber- saing,” ujar Shell Downstream Director Mark Williams. Terminal BBM dibangun di rusahaan migas patungan Ing- gris-Belanda itu menggandeng PT Indonesia Bulk Terminal (IBT), yang merupakan anak usaha PT Adaro Energy Tbk. “Fasilitas ini bersama dengan terminal BBM di Pendingin, Kalimantan Timur, dan Gresik, Jawa Timur, akan memberikan jaringan penyediaan BBM bagi pelanggan industri pertam- bang an dan perkebunan di Ka limantan,” ujar Country Chairman dan President Direc- tor Shell Indonesia, Darwin Silalahi saat meresmikan termi- nal BBM Pulau Laut di Jakarta, akhir pekan lalu. Keberadaan fasilitas tersebut, menurutnya, akan memberi kontribusi signifikan terhadap daerah itu. “Selain memba- KEBUTUHAN energi untuk sektor industri dan pertambang- an di kawasan timur Indonesia, terutama Kalimantan yang terus meningkat dalam bebe- rapa tahun belakangan, telah memunculkan kebutuhan akan terminal bahan bakar minyak (BBM) untuk melayani industri di kawasan tersebut. PT Shell Indonesia menang- kap peluang tersebut dengan membangun fasilitas penam- pungan BBM berkapasitas 60 ribu metrik ton (MT) di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Shell akan mengucurkan investasi senilai US$23 juta untuk mem- bangun empat tangki minyak diesel berkapasitas masing-ma- sing 15 ribu MT tersebut. Dalam rencana tersebut, pe- 14 | Ekonomi Nasional SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Kita tidak ingin ada celah untuk nantinya hasil UU OJK kontraproduktif dengan UU lainnya.’’ Harry Azhar Azis Wakil Ketua Komisi XI DPR RI BII Rombak Komisaris dan Direksi Adapun Hedy Maria Helena pernah bekerja di sejumlah bank asing sejak merintis karier di Bank of Trade pada 1986. Pada 2000 ia pernah bergabung de- ngan BII menjadi Managing Director Corporate and Invest- ment Banking sampai 2001. Se- belum kembali ke BII, terakhir ia menjabat Direktur PT Bank Barclays Indonesia. Selain mengangkat komisaris dan direktur baru, rapat juga menyetujui pengunduran diri Lim Eng Khim dari jabatan direktur. BII, lanjut dia, merupakan salah satu bank terbesar di In- donesia dengan kekuatan 261 cabang dan 772 ATM. “Total simpanan BII Rp47 triliun dan aset Rp62 triliun,” katanya. BII kini aktif melayani pembiayaan di sektor UKM, konsumer, dan korporasi. (*/E-3) RAPAT Umum Pemegang Sa- ham (RUPS) PT Bank Internasi- onal Indonesia Tbk (BII) telah menyetujui perubahan susunan dewan komisaris dan direksi dalam upaya meningkatkan kembali peran BII di industri perbankan dalam negeri. Presiden Direktur BII Ridha Wirakusumah kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu, me- ngatakan RUPS menyetujui untuk mengangkat Budhi Dyah Sitawati sebagai anggota baru Dewan Komisaris dan Hedy Maria Helena Lapian sebagai Direktur Manajemen Risiko. Menurut Ridha, Budhi Dyah Sitawati memiliki pengalaman luas sebagai auditor yang per- nah bergabung dengan Price Waterhouse Jakarta pada 1985, Price Waterhouse Sydney 1986- 1987, dan kembali ke Jakarta sebagai tax partner.

Transcript of SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA … ekonom Cides Umar Juoro justru memilih untuk me lakukan...

Page 1: SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA … ekonom Cides Umar Juoro justru memilih untuk me lakukan hal yang benar. Dia mengatakan persoalan utama dalam pembentukan OJK ini ialah

Shell Bangun Terminal BBM di Pulau Laut

ANTARA/NOVERADIKA

PASAR BERINGHARJO PADAT: Ratusan warga memadati Pasar Tradisional Beringharjo, Yogyakarta, kemarin. Dua pekan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1431 H banyak masyarakat yang memanfaatkan liburan akhir pekan untuk berbelanja berbagai macam kebutuhan.

MI/M IRFAN

DIREKSI BARU: Presdir BII Ridha DM Wirakusumah (kedua dari kiri) didampingi Presdir & CEO MayBank dan Komisaris BII Dato’ Sri Abdul Wahid bin Omar (kiri), Preskom BII Tan Sri Dato’ Megat Zaharudin bin Megat Mohd Nor (kedua dari kanan), komisaris independen baru BII Budhi Dyah Sitawati (tengah) dan Direktur BII Hedy Maria Helena Lapian seusai RUPS-LB BII di Jakarta, akhir pekan lalu.

Akhmad Mustain

Giliran DPRakan Munculkan

Format Ideal OJK

OJK,” tukasnya.Berbeda dengan kedua pejabat

parlemen, ekonom Cides Umar Juoro justru memilih untuk me lakukan hal yang benar. Dia mengatakan persoalan utama dalam pembentukan OJK ini ialah membentuk sebuah sistem pengawasan yang objektif. “Ini bukan soal di luar BI atau tidak, melainkan bagaimana memben-tuk pengawasan yang efektif.”

Dia berpendapat, adanya OJK justru akan memunculkan teritorium pengawasan baru. Jadi, perlu dikaji terlebih dahu-lu seperti apa efeknya terhadap keefektifan pengawasan.

Untuk itulah, Umar menegas-kan hal yang paling penting un-tuk dipikirkan, bagaimanapun bentuknya OJK, ialah sistem koordinasinya seperti apa. Jika proses koordinasi gagal antara pemegang kebijakan moneter dan pengawasan perbankan, ketika krisis datang, industri ke-uangan akan hancur.

Hal senada juga diungkap-kan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Ia mengatakan per-lunya pembentukan koordinasi otomatis antara otoritas moneter dan pengawasan yang efektif. Untuk itulah, kenapa BI mena-warkan agar adanya badan oto-nom yang berkoordinasi kepada Gubernur BI.

Halim menambahkan, jika nantinya terjadi konfl ik kebijak-an antara sektor moneter dan pengawasan perbankan, harus ada mekanisme jelas. Hal itu terkait dengan pihak mana yang berhak memutuskan prioritas apa yang akan diambil. “Ini ha-rus dijelaskan secara mendetail. Kalau tidak, akan terjadi banyak benturan yang bisa mengaki-batkan kegagalan koordinasi,” ujarnya. (E-6)

[email protected]

BI yang dialihkan ke OJK. Pada-hal, seharusnya kewenangan itu masih berada di BI. Untuk itu, lanjut Harry, DPR akan me munculkan format OJK-nya sendiri. Format ini diklaim le-bih ideal dibandingkan dengan format pemerintah dan BI, dan tidak bertentangan UU BI.

“DPR akan memunculkan versinya sendiri. Kita tidak ingin ada celah untuk nantinya hasil UU OJK kontraproduktif dengan UU lainnya. Di samping itu, kita tidak ingin ada celah dalam format OJK nantinya sehingga

bisa dimanfaatkan konglomerasi industri keuangan,” tukasnya.

Saat ini, ia mengaku DPR te ngah mengkaji bagaimana mengha dirkan format ideal.

Sementara itu, Ketua Pansus OJK Nusron Wahid menyampai-kan pihaknya justru menyoroti dasar hukum OJK. Menurutnya, ada kekeliruan dalam format yang diusulkan pemerintah. Se-mangat pemerintah membentuk OJK berdasarkan amanat Pasal 34 UU 3/2004 ternyata menyala-hi ketentuan dalam UU 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Dalam UU 10/2004 dijelas-kan bahwa UU tidak bisa menja-di payung hukum terhadap UU lainnya. UU BI tidak bisa menja-di payung hukum terhadap UU

MEMILIH, untuk me lakukan hal yang benar atau me lakukan dengan

benar, merupakan dilema pem-bentukan Otoritas Jasa Keuang-an (OJK). Semua pihak merasa melakukan hal yang benar, tapi mereka tidak mampu melaku-kannya dengan benar sesuai de ngan ketentuan yang ada.

Hingga menjelang tenggat pembentukan, usul format OJK yang disampaikan baik pe-merintah maupun Bank In-do nesia (BI) masih dianggap melanggar aturan. Pelanggar an khu susnya pada Undang-Un-dang (UU) No 3/2004 tentang BI Pasal 34. Jika usul an BI untuk membentuk dewan pengawas perbankan tidak me menuhi asas independensi, usulan peme rin-tah justru mengo optasi fungsi regulasi yang harusnya masih di BI.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengata-kan konsep dewan pengawas bank versi BI jelas melanggar prinsip independensi OJK se-perti yang diamanatkan Pasal 34 UU 3/2004. Ia beralasan lem-baga tersebut tidak independen karena strukturnya masih terikat dan berada di bawah koordinasi Gubernur BI.

“Format OJK yang ditawarkan pemerintah maupun oleh BI ma-sih tidak sesuai dengan amanat Pasal 34 (UU No 3/2004) yang menyatakan pengawasan per-bankan harus independen dan terpisah dengan otoritas regu-lasi,” kata Harry dalam sebuah diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Jika melihat usulan dari peme-rintah, Harry menyatakan tidak sesuai karena ada kewenangan

Format OJK yang ditawarkan pemerintah dan BI masih tidak sesuai dengan amanat Pasal 34 (UU No 3/2004).

atas lahan 43 ribu meter persegi di sekitar terminal batu bara yang selama ini digunakan IBT untuk pengiriman batu bara Ada ro dan sejumlah perusaha-an tambang lain.

Potensi pasar BBM industri di kawasan itu memang be-sar. Misalnya kebutuhan BBM untuk operasional Adaro saja mencapai 20 ribu kiloliter seti-ap bulannya.

Di tempat lain, Kepala Badan Pengawas Hilir Migas Tu-ba gus Haryono mengatakan keberadaan terminal itu akan membuat persaingan pasok-an BBM nonsubsidi semakin ramai. “Kita sambut positif terminal BBM seperti ini untuk melayani industri di kawasan timur Indonesia.”(Jaz/E-3)

wa kesempatan investasi dan lapangan pekerjaan, fasilitas ini juga dapat mendorong per kembangan ekonomi yang lebih besar bagi negara,” ujar Darwin.

Pemilihan lokasi pembangun-an terminal penampungan BBM di wilayah Kalimantan itu dilandasi besarnya potensi pe-langgan di sentra pertambang-an batu bara dan perkebunan kelapa sawit tersebut.

“Indonesia salah satu pasar kunci yang terus tumbuh. Kami komitmen mengembangkan bisnis bersama mitra lokal un-tuk melayani pasokan BBM ber kualitas dengan harga ber-saing,” ujar Shell Downstream Director Mark Williams.

Terminal BBM dibangun di

rusahaan migas patungan Ing-gris-Belanda itu menggandeng PT Indonesia Bulk Terminal (IBT), yang merupakan anak usaha PT Adaro Energy Tbk.

“Fasilitas ini bersama dengan terminal BBM di Pendingin, Kalimantan Timur, dan Gresik, Jawa Timur, akan memberikan jaringan penyediaan BBM bagi pelanggan industri pertam-bang an dan perkebunan di Ka limantan,” ujar Country Chair man dan President Direc-tor Shell Indonesia, Darwin Silalahi saat meresmikan termi-nal BBM Pulau Laut di Jakarta, akhir pekan lalu.

Keberadaan fasilitas tersebut, menurutnya, akan memberi kon tribusi signifi kan terhadap daerah itu. “Selain memba-

KEBUTUHAN energi untuk sek tor industri dan pertambang-an di kawasan timur Indonesia, terutama Kalimantan yang te rus meningkat dalam bebe-ra pa tahun belakangan, telah me munculkan kebutuhan akan terminal bahan bakar minyak (BBM) untuk melayani industri di kawasan tersebut.

PT Shell Indonesia menang-kap peluang tersebut dengan mem bangun fasilitas penam-pungan BBM berkapasitas 60 ribu metrik ton (MT) di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Shell akan mengucurkan investasi senilai US$23 juta untuk mem-bangun empat tangki minyak diesel berkapasitas masing-ma-sing 15 ribu MT tersebut.

Dalam rencana tersebut, pe-

14 | Ekonomi Nasional SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Kita tidak ingin ada celah untuk nantinya hasil UU OJK kontraproduktif dengan UU lainnya.’’Harry Azhar AzisWakil Ketua Komisi XI DPR RI

BII RombakKomisaris dan Direksi

Adapun Hedy Maria Helena per nah bekerja di sejumlah bank asing sejak merintis karier di Bank of Trade pada 1986. Pada 2000 ia pernah bergabung de-ngan BII menjadi Mana ging Director Corporate and In vest-ment Banking sampai 2001. Se-be lum kembali ke BII, ter akhir ia menjabat Di rektur PT Bank Barclays Indonesia.

Selain mengangkat komisaris dan direktur baru, rapat juga me nyetujui pengunduran diri Lim Eng Khim dari jabatan direktur.

BII, lanjut dia, merupakan sa lah satu bank terbesar di In-donesia dengan kekuatan 261 cabang dan 772 ATM. “Total simpanan BII Rp47 triliun dan aset Rp62 triliun,” katanya. BII kini aktif melayani pembiayaan di sektor UKM, konsumer, dan korporasi. (*/E-3)

RAPAT Umum Pemegang Sa-ham (RUPS) PT Bank Internasi-onal Indonesia Tbk (BII) telah menyetujui perubahan susunan dewan komisaris dan direksi dalam upaya meningkatkan kembali peran BII di industri perbankan dalam negeri.

Presiden Direktur BII Ridha Wirakusu mah kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu, me-ngatakan RUPS menyetujui untuk meng angkat Budhi Dyah Sitawati se bagai anggota baru Dewan Komisaris dan Hedy Maria He lena Lapian sebagai Direktur Manajemen Risiko.

Menurut Ridha, Budhi Dyah Sitawati memiliki pengalaman luas sebagai auditor yang per-nah bergabung dengan Price Waterhouse Jakarta pada 1985, Price Waterhouse Sydney 1986-1987, dan kembali ke Jakarta se bagai tax partner.