Makalah Umar (Wakaf)

21
Silahkan download e-book ini di halaman download pada situs INVESTASI WAKAF Sesuatu yang sangat urgen dan menjadi asas, agar peran wakaf menjadi lebih optimal terhadap masyarakat, yaitu memberikan modal terhadap harta-harta wakaf, yang mana mayoritas harta wakaf adalah benda-benda yang tidak bergerak (permanen) misalnya tanah, sehingga untuk mencapai tujuannya yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat harta wakaf membutuhkan modal, sehingga hasilnya dapat dirasakan manfaatnya. Begitu juga halnya ketika menginvestasikan harta wakaf ataupun perusahaan yang mampu memperoleh output (pendapatan), tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor produksi (input) yaitu tenaga, modal, dan beberapa materi lain yang di butuhkannya. 1 Beberapa langkah dasar untuk menginvestasikan harta wakaf, diantaranya: - Penelitian keuntungan yang sesuai dengan standar pasar, serta mengutamakan perkembangan bagi perusahaan. - Memberikan prioritas terhadap perusahaan mana yang akan mendatangkan penghasilan yang bergantian, begitu juga terhadap pihak penanam modal. 2 1 Prof. Dr. Na’mat Abdul Lathîf Masyhûr, Atsâr al-Waqfi fi tanmiyati al- Mujtama’, Jâmi’ah al-Azhar, 1997, hal. 148 2 Prof. Dr. yûnûs al-Mshry, al-auqaf fiqhan wa iqtishodan, Dar al-maktabi, Damaskus, 1999, cet. I, hal. 136 11

Transcript of Makalah Umar (Wakaf)

Page 1: Makalah Umar (Wakaf)

Silahkan download e-book ini di halaman download pada situs

www.tinyurl.com/syariah

INVESTASI WAKAF

Sesuatu yang sangat urgen dan menjadi asas, agar peran wakaf menjadi lebih

optimal terhadap masyarakat, yaitu memberikan modal terhadap harta-harta wakaf,

yang mana mayoritas harta wakaf adalah benda-benda yang tidak bergerak

(permanen) misalnya tanah, sehingga untuk mencapai tujuannya yaitu memenuhi

kebutuhan masyarakat harta wakaf membutuhkan modal, sehingga hasilnya dapat

dirasakan manfaatnya. Begitu juga halnya ketika menginvestasikan harta wakaf

ataupun perusahaan yang mampu memperoleh output (pendapatan), tidak terlepas dari

berbagai faktor-faktor produksi (input) yaitu tenaga, modal, dan beberapa materi lain

yang di butuhkannya.1

Beberapa langkah dasar untuk menginvestasikan harta wakaf, diantaranya:

- Penelitian keuntungan yang sesuai dengan standar pasar, serta mengutamakan

perkembangan bagi perusahaan.

- Memberikan prioritas terhadap perusahaan mana yang akan mendatangkan

penghasilan yang bergantian, begitu juga terhadap pihak penanam modal.2

Adapun langkah-langkah kontemporer untuk pendanaan dan investasi usaha wakaf:

A. Dari sektor karakteristik terpenting dalam hal wakaf, serta manajemen wakaf

yang sesuai dengan perusahaan, perekonomian dan sosial.

- Wakaf mempunyai karakteristik penting yang tidak bisa ditinggalkan dalam

investasi harta wakaf untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dan

karakteristik yang pertama, bahwasannya harta wakaf mempunyai sifat ta'bîd

(keabadian), dengan begitu operasional untuk memperoleh penghasilan wakaf

adalah pengeluaran untuk pembangunan serta penjagaannya sehingga bisa

1 Prof. Dr. Na’mat Abdul Lathîf Masyhûr, Atsâr al-Waqfi fi tanmiyati al-Mujtama’, Jâmi’ah al-Azhar, 1997, hal. 1482 Prof. Dr. yûnûs al-Mshry, al-auqaf fiqhan wa iqtishodan, Dar al-maktabi, Damaskus, 1999, cet. I, hal. 136

11

Page 2: Makalah Umar (Wakaf)

dilangsungkannya dalam pelayanan masyarakat, serta perolehan hasil untuk

masa selanjutnya.

- Karakteristik dari sektor ekonomi, bahwasannya kebanyakan harta wakaf

selalu diibaratkan dengan harta-harta tidak bergerak (permanen), sedangkan

kalau dilihat dalam investasi suatu perusahaan yang berkembang, kita melihat

bahwasannya perusahaan tersebut membutuhkan cabang dari faktor-faktor

produksi mulai dari modal, tenaga (profesionalisme), materi-materi yang

dibutuhkan, dan biaya operasional. Disini umumnya, harta wakaf dari unsur

tertentu, yaitu harta tidak bergerak (permanen) dan menpunyai sedikit faktor-

faktor produksi yang lain, seperti uang begitu juga tenaga.

- Dari segi sosial bahwsannya asal harta wakaf ditujukan untuk pelayanan

masyarakat umum, sebagaimana dengan tempat-tempat khusus ibadah –

misalnya- masjid, dan pelayanan pendidikan.3

B. Bagian dari standar utama perekonomian dan standar Islam dalam memilih

usaha-usaha untuk wakaf.

Dalam berinvestasi, para ahli ekonomi selalu memilih unit-unit perusahaan

yang menghasilkan provit lebih besar bagi investor. Kemudian timbul

pertanyaan, apakah standar umum ini sesuai dengan pandangan Islam untuk

memilih usaha-usaha wakaf ?, menurut pandangan Dr. Anas al-Zarqa,

bahwasannya dalam menginvestasikan harta wakaf haruslah memilih unit

usaha yang memberikan profit tertinggi, selama usaha tersebut dalam koridor

halal.4

C. Studi kelayakan opersional dalam usaha.

Secara umum studi kelayakan tersebut, merupakan sebuah penelitian untuk

menjawab beberapa soal berikut: apakah tujuan yang lebih utama bagi kita

untuk mendirikan usaha atau tidak ? , kalau iya, bentuk usaha apakah yang

lebih baik untuk dijalankan ?. Dari sini akan nampak, bahwa jumlah

pengeluaran untuk usaha dapat diketahui secara pasti, akan tetapi pemasukan

(profit) adalah dhan (perkiraan), secara umum kita bisa berpendapat,

bahwasannya semua usaha ekonomi diibaratkan rugi apabila belum ada 3 Dr. Hasan Abdulllâh al-Amîn, Dr. Anas al- Zarqa, idârah wa tatsmîr mumtalikât al-auqâf, Bank Islami, Jeddah,1989, cet I, hal. 183-1864 Ibid. hal. 187

12

Page 3: Makalah Umar (Wakaf)

penelitian yang memastikan usaha tersebut akan mengalami untung, kaidah

dalam perekonomian "segala usaha ekonomi harus diibaratkan rugi, sehingga

dipastikan oleh risetbahwa usaha tersebut untung".

Ada dua fase pokok dalam riset:

1. Penelitian tingkatan prioritas, yaitu mempelajari suatu usaha mana yang

lebih sedikit biaya operasional, lebih sedikit resiko, dan lebih mudah untuk

dijalankan. akan tetapi jika hasilnya positif maka harus dikembangkan

secara lebih terperinci. perlu diketahui, bahwasannya penelitian tersebut

berhubungan erat dengan waktu, sehingga terkadang hasil penelitian pada

tahun tertentu –misalnya- hasilnya positif, akan tetapi tidak sesuai pada

dua sampai tiga tahun setelahnya.

2. Metode pelaksanaan dan pengawasan. Ada beberapa metode pelaksanaan

langsung, yang mana pengelola turun secara langsung untuk melakukan

investasi. Biasanya mengadakan perjanjian kepada pihak tertentu untuk

melaksanakan pembangunan sesuai dengan sifat-sifat yang ditentukan.5

D. Mengetahui macam-macam jasa tamwil (pendanaan) dan investasi Islam,

dengan menekankan pada salah satu jasa yang paling cocok dengan usaha

wakaf. Sebelum terjun dalam jasa investasi, harus didahului dengan penelitian,

bahwa bentuk jasa yang ditawarkan tersebut sesuai dengan prinsip Islam.6

Bentuk-bentuk klasik dalam investasi wakaf:

A. Istibdâl (penggantian) harta wakaf. Secara terminologi menurut

para fuqaha adalah mengeluarkan barang wakaf dari perwakafan

dengan menjualnya, kemudian membeli barang lain (yang sama

macam dan penggunaannya) untuk dijadikan wakaf sebagai

pengganti barang yang dijual. Ada perbedaan pendapat para ulama,

boleh tidaknya dalam masalah ini. Menurut Syâfi'iyyah (pengikut

madzhab syafi'i) tidak memperbolehkan untuk menjualnya, sama

saja dalam harta wakaf permanent maupun non permanent.

5 Ibid. hal. 188-1916 Ibid. hal. 192

13

Page 4: Makalah Umar (Wakaf)

Menurut Hanafiyah (pengikut madzhab Hanafi) membolehkannya,

sama saja dalam harta wakaf permanent maupun non permanent.

Menurut Mâlikiyyah (pengikut madzhab Maliki) membolehkannya

dalam harta wakaf non permanent, karena kalu tidak boleh, bisa

merusaknya dengan sia-sia (tabdzir), akan tetapi dalam harta wakaf

permanent tidak membolehkannya, kecuali pada satu keadaan saja,

yaitu apabila dengan menjualnya akan terpenuhi kemaslahatan

umum. Sedangkan menurut Hambaliyyah (pengikut madzhab

Hambali) sama dengan madzhab Hanafiyyah, akan tetapi

perbedaanya, hukum asalnya haram, adapun dibolehkannya ketika

dlorûrah (terpaksa). Dan pendapat yang paling rajih adalah

pendapat yang membolehkannya.

- Syarat-syarat istibdâl (penggantian) harta wakaf:

1. Tidak berbuat dholim dalam penjualan, begitu juga tidak boleh memberikan

atau menyumbangkan bagian dari harta wakaf.

2. Tidak menjual kepada yang syahadahnya (persaksiannya) tidak diterima,

begitu juga tidak boleh kepada orang-orang yang berhutang.

3. Barang yang dibelinya -sebagai pengganti barang yang dijual- harus lebih baik

dan lebih bermanfaat dari pada barang sebelunya.

4. Harus memenuhi tujuan dari istibdâl (penggantian), diantaranya barang yang

dijual dan yang dibeli sama dalam pemanfaatannya.

- Cara-cara istibdâl (penggantian) antara lain:

1. Menjual sebagian wakaf untuk membangun sebagian yang lain dari wakaf itu

sendiri.

2. menjual harta wakaf untuk membangun harta wakaf lain, yang serupa dalam

pemanfaatannya.

3. Menjual beberapa harta milik wakaf, dan membeli barang baru yang lebih

produktif, dan hasilnya untuk pembelanjaan harta wakaf yang terjual.7

7 Dr. Ahmad Muhammad Sa'ad & Muhammad Ali al- Umri, al-ittijâhât al-mu'âshirah fi tathwîri al-istitsmâr al-waqf, Kuwait, 2000, cet. I, hal. 52-59

14

Page 5: Makalah Umar (Wakaf)

B. Penyewaan wakaf.

Hukum fikih yang berlaku pada penyewaan wakaf, tidak berbeda dengan

hukum yang berlaku pada penyewaan biasa –sewa kepemilikan – yang mana

disyaratkan dalam kesempurnaannya, sahnya, pelaksanaan dari dua fihak yang

bertransaksi, dan barang yang menjadi obyek transaksi, begitu juga shighah (lafadz

ijab dan qabul).

Sesuai dengan realita akan dibolehkannya penyewaan harta wakaf menurut

fikih Islam, ketika dalam keadaan yang terpaksa, ataupun kebutuhan yang sangat

mendesak.

Disini terbagi dalam dua topik :

1. Hukum-hukum khusus yang berlaku pada penyewaan harta wakaf ada lima

cabang:

a. Orang yang memiliki akad wakaf. Adapun orang yang memiliki akad

dalam menginvestasikan harta wakaf dengan ijârah (penyewaan) atau

dengan lainnya adalah nâdzir (pengelola), tanpa yang lain . dengan

begitu seorang hakim tidak boleh menyewakan harta wakaf dengan

adanya nâdzir (pengelola), karena pengelola memiliki kekuasaan

khusus pada harta wakaf, akan tetapi diperbolehkan bagi hakim (qadli)

ketika tidak adanya nâdhir (pengelola).

b. Kepada siapa harta wakaf disewakan. Tidak diperbolehkan bagi

pengelola untuk menjadi penyewa harta wakaf, atau kepada orang

dibawah perwaliannya –misalnya- anaknya sendiri yang masih kecil ,

karena sama saja bahwa penyewa dan yang menyewakan adalah orang

itu sendiri, begitu juga tidak boleh bagi pengelola untuk menyewakan

kepada orang yang tidak diterima syahadahnya (persaksiannya).

c. Standar ukuran biaya (tarip) harta wakaf. Tidak diperbolehkan bagi

pengelola untuk menyewakan harta wakaf dengan mengecilkan

(mengurangi) dari biaya mitsli.

d. Lama penyewaan harta wakaf. Yang ditentukan dalam fikih Islam,

tidak diperbolehkan bagi pengelola untuk menyewakan harta wakaf

secara mutlak, tanpa batas waktu tertentu dalam menyewakannya.

Apabila dalam akad tersebut belum ditentukan batasnya, maka sesuai

15

Page 6: Makalah Umar (Wakaf)

dengan pendapat yang râjih dari fuqaha, untuk harta non permanent

dan hewan selama satu tahun, sedangkan untuk harta permanent

selama tiga tahun.

e. Selesai masa penyewaan wakaf. Habisnya masa penyewaan wakaf

sesuai dengan habisnya waktu yang telah disepakati dalam transaksi,

setelah itu wajib bagi penyewa untuk menyerahkan kembali kepada

pengelola.8

2. Hukum-hukum khusus hakr (pemanfaatan tanah).

Al-hakr berasal dari bahasa arab, secara etimologi berarti al-man'u (larangan),

sehingga orang yang mempunyai hak hakr, berhak untuk melarang yang lain

untuk memanfaatkannya. Sedangkan secara terminologi yaitu, akad sewa

dengan tujuan pemanfaatan tanah ditentukan untuk dibangun sebuah

bangunan, ataupun untuk ditanami.

- syarat sahnya hakr :

a. Diharuskannya dalam akad sewa memenuhi akad yang sah, yaitu

diketahuinya masa dan upah (tarip), yang tidak dari upah mitsli.

b. Sempurnanya akad hakr ketika sangat terdesak dan terpenuhinya

maslahat bagi harta wakaf.

c. Harus seizin mahkamah khusus, dan harus didaftarkannya.

- Hak-hak bagi muhtakir (pemakai tanah):

a.Berhak untuk memanfaatkan tanah wakaf untuk mendirikan gedung,

ataupun untuk bercocok tanam, yaitu sesuai dengan akad.

b. Mempunyai hak milik, sehingga boleh menjualnya, menggadaikannya,

mewakafkannya, memberikannya, mewasiatkannya, dan

mewariskannya.

c.Mempunyai hak untuk menentukan sesuatu atas tanah, mendirikan asas

(pondasi), menanam pohon, atau yang lainnya. Dan tidak boleh diambil

setelah habisnya waktu, selama kewajibannya untuk membayar sewa

(ujrah mitsli) dipenuhinya.

- Hak-hak yang harus ilakukan muhtakir (pemakai tanah):

a. membayar uang sewa (ujroh mitsli).

8 Ibid. hal. 60-63

16

Page 7: Makalah Umar (Wakaf)

b. Bagi penyewa harus memperhatikan faktor-faktor untuk menjaga tanah agar

tetap produktif, sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati.9

Bentuk-bentuk kontemporer dalam investasi wakaf.

I. Mudharabah (spekulasi) dan syirkah (persekutuan).

Merupakan sebuah kesepakatan dari dua modalitas (pihak) untuk mengadakan

persekutuan diantara keduanya, yang mana pihak yang pertama (syarîk) memberikan

uang yang dibutuhkan, sedangkan pihak yang kedua mengeluarkan factor produksi

lain yang di butuhkan, dan keuntungan dibagi sesuai dengan prosentase bagiannya,

yang telah disepakati dalam akad.

A. Promes / surat pengakuan atas hutang (sanadât muqâradlah).

- tujuannya adalah, sebagai sarana bagi bank tamwîl (pendanaan) untuk

memberikan saham dalam unit perusahaan. Begitu juga sebagai pengganti

Islami dari pinjaman yang mengandung ribawi, yang berdasarkan bunga.

Sanadât jmak dari kata sanad, secara bahasa berarti peyangga dan penopang,

ada yang mengatakan surat / kartu obligasi. Adapun muqâradlah adalah

mudlârabah, diambil dari kata al-qardl yang berarti al-qath'u (memotong),

karena orang penanam saham (pemodal) memotong sebagian hartanya untuk

biaya operasional dan mendapat bagian dari keuntungan.

- Beberapa dampak positif dalam memenuhi perkembangan ekonomi.

1. sanadât muqâradlah (saham) merupakan salah satu sarana untuk mendanai

dengan jumlah yang cukup besar dalam waktu relative lama, yang berbentuk

faktor-faktor produksi, yaitu modal dan tenaga (profesionalisme), dengan cara

kerja sama antara pihak yang mempunyai modal dengan pihak yang

mempunyai profesionalisme dalam mengatur perusahaan.

2. Bentuk ini meukapan solusi yang Islami, dari bentuk pinjaman yang diberikan

oleh bank konvensional dalam system bunga. Dengan begitu terhindarlah

masyarakat sosial dari riba.

3. Beroperasi dengan berbagai tempat yang ada untuk menjadikan harta-harta

yang tidak produktif menjadi produktif, yaitu dengan adanya investasi.

9 Ibid. hal. 64-67

17

Page 8: Makalah Umar (Wakaf)

4. bentuk ini bisa diibaratkan sebagai inti titik permulaan pengendalian modal

Islami, yang mana modal tersebut bisa dipindah kan dan diputar di masyarakat

Islami, dan memberikan investasi untuk menumbuhkan kesejahteraan

masyarakat sosial.

5. Formula ini –salah satu mode investasi wakaf- akan memberikan tambahan

modal bagi wakaf Islam, dengan menanamkan modal kepada perusahaan-

perusahaan perekonomian yang mana –secara umum—suatu usaha yang

memberikan manfaat kepada masyarakat Islami. Secara tidak langsung peran

wakaf untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terealisasi.

6. yang berhubungan dengan harta waka, mode ini membolehkan bagi penanam

modal untuk menarik modalnya secara berangsur dari suatu unit usaha, dengan

masa yang terketahui, yaitu setelah kembalinya modal yang diberikan untuk

memenuhi segala kebutuhan untuk pembentukannya.

- Syarat-syarat dari pandangan fiqih:

1. Bentuk-bentuk promes (surat pengakuan atas hutang) yang diterima syar'I adalah

umum, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Surat (promes) merupakan pemilikan dari bagian bersama suatu unit usaha

dari pihak yang mengeluarkannya untuk pengembangannya (pendanaannya).

Berlangsungnya kepemilikan ini dimulai dari permulaan berdirinya suatu

usaha sampai berakhirnya suatu usaha. Sehingga mempunyai hak untuk

menjual, memberikan, mengadaikan, dan mewariskan akta (promes) tersebut.

b. Akad harus berdiri pada asas, bahwa syarat-syarat akad harus membatasi

prosentasenya, dan melaporkan pengeluarannya. Sedangkan ijab dengan

menyetorkan uang dengan akta (promes).qobul diibaratkan dengan adanya

kesepakatan dari pihak yang mengeluarkan modal untuk memperoleh akta

(promes). Laporan yang dikeluarkan harus mencakup seluruh keterangan

yang ada dalam akad, sebagaimana keterangan tentang modal, kontribusi

keuntungan dan syarat-syarat khusus pengeluaran sesuai dengan hukum syar'i.

c. Akta (promes) harus bisa untuk diedarkan ( ditukar) setelah habisnya masa

untuk membayar iuran (selesai menyetor yang menjadi tanggungannya).

18

Page 9: Makalah Umar (Wakaf)

d. Bahwasannya pihak yang menerima setoran dari akta (promes) untuk investasi

dan mendirikan perusahaan adalah mudhârib (orang yang berbisnis) dan tidak

memiliki perusahaan secara penuh, kecuali sebatas ukuran saham yang

dikeluarkannya.

2. Diperbolehkannya akta (promes) dalam perputaran pasar modal (sûk aurâk

mâliyah) dan tetap tunduk dengan akad yang semula.

3. laporan pengeluaran akta (promes) tidak boleh mencakup pada ketetapan jaminan

'âmil mudlâribah (pelaku bisnis) dengan modal.atau jaminan keuntungan pasti

yang dihubungkan dengan modal, jika terjadi ketetapan secara terang atauoun

bagian dalamnya, maka syarat jaminan tersebut batal.

4. tidak diperbolehkan dalam mengeluarkan brosur , begitu juga akta (promes)

dilandasi ketetapan diharuskannya untuk mjenjual.

5. tidak diperbolehkan dalam brosur yang dikeluarkan, suatu ketetapan yang

menyebabkan kemungkinan terputusnya perusahaan dari keuntungan.

6. memperoleh keuntungan dengan jelas, dan memiliki dengan tunai atau penaksiran

harga. Sesuai dengan prosentase untuk perusahaan yang dihasilkan.

7. tidak adanya larangan secara syar'i untuk menetapkan prosentase tertentu di akhir

periode (fase).

8. tidak adanya larangan syar'i , untuk menetapkan pengeluaran brosur atau

muqâridhah (pinjaman) untuk mengadakan dengan pihak ketiga.10

B. Mudlârabah (spekulasi) dan perusahaan (perusahaan).

Bagi pengelola harta wakaf sangat memungkinkan untuk bekerja sama dengan

perusahaan dan spekulan (orang berbisnis). Untuk memenuhi pendanaan yang

sudah menjadi keharusan dalam berinvestasi, yang tidak memerlukan

dikeluarkannya promes (akta), yaitu dengan adanya kesepakatan dari

pengelola wakap dengan pihak penanam modal untuk membangun

perusahaan. Dengan begitu pihak wakaf memperoleh bagian dari harga barang

wakaf yang dieksploitasi untuk usaha, dan pihak penanam modal mendapat

bagian sebagaimana yang dikeluarkannya untuk membangun perusahaan.

Sehingga keuntungan dari keduanya sesuai dengan bagian (saham ) yang

10 Ibid. hal. 80-90

19

Page 10: Makalah Umar (Wakaf)

dikeluarkannya, dan juga memperhatikan usaha (energi) yang telah dilakukan

untuk peengembangan perusahaan.

Dari sini nampak nempak beberapa point diantaranya:

1. memungkinkan bagi penanam modal untuk ikut berinvestasi dengan

modal yang lebih sedikit, dibanding kalau berinvestasi sendiri,

sehingga memudahkan baginya untuk memenuhi kebutuhan lain, tau

untuk diinvestasikan dilain perusahaan.

2. Harta wakaf berperan dalam membantu pelaksanaan perusahaan,

sehingga mendorong bagi penanam modal untuk berinvestasi.

3. Diperbolehkan bagi penanam modal untuk menarik secara berangsur –

dari masa yang diketahui- setelah kembalinya modal yang dikeluarkan

dalam pembangunan perusahaan, dengan tambahan bagian dari

keuntungan.11

II. al-Istishnâ' (minta pesanan).

- Kata istishnâ' secara etimologi berarti minta dibuatkan. Adapun secara

terminology terdapat perbedaan dari para fuqaha.

Yang pertama: Menjual barang yang disifati dalam tanggungan, bukan

menjual pekerjaan (perbuatan).

Yang kedua : Akad atas penjualan barang dalam tanggungan sebagai syarat

adanya pekerjaan (perbuatan).

Dari dua pendapat ini ada perbedaan tentang pensyaratan amal (perbuatan)

dari pembuat atau dengan tidak adanya pensyaratan.

- Syarat-syarat dibolehkannya istishna' :

1. Keterangan jenis, macam, ukuran, dan sifat suatu barang yang dibuatnya dengan

jelas dan sempurna, sehingga terhindar dari ketidaktahuan (gharar) yang bisa

mengakibatkan perselidihan.

2. Disyaratkannya tempo dalam istishna'.

3. Akad istishna' harus sesuai dengan mu'amalah yang berlaku.

A. Luzumnya (ketetapan) akad ishtishna'.

11 Ibid. hal. 91

20

Page 11: Makalah Umar (Wakaf)

Untuk mengetahui luzum dan tidaknya akad istishna'kita harus mengetahui fase-

fase dalam penyempurnaan akad.

Fase pertama: fase sebelum pembuatan.

Fase Kedua : fase setelah pembuatan, dan setelah melihat barang hasil

pembuatan setelah permintaan.

Fase ketiga : Fase setelah pembuatan, dan setelah melihat barang hasil

pembuatan, setelah permintaan.

Dari beberapa fase ini ada 2 hal (keadaan):

Hal pertama: Tidak adanya kecocokan barang terhadap yang disyaratkan, serta

sifat-sifat yang diminta.

Hal kedua : adanya kecocokan barang terhadap yang disyaratkan,serta sifat-sifat

yang diminta.

Sesuai denga realita, bahwa akad istishna' tidak lazim pada fase pertama dan

kedua bagi dua pihak, begitu juga tidak lazim pada hal (keadaan) pertama dari fase

yang ketiga. Disini tidak ada perbedaan dari para fuqaha madzhab.

Adapun pada pada hal (keadaan) kedua dari fase ketiga yaitu: ketika seorang

pembuat membawa barang yang dibuat sesuai dengan sifat-sifat serta ukuran yang

diminta, maka dalam luzumnya bagi pemesan barang terjadi perbedaan pendapat,

ada yang berpendapat khiyar, yaitu jika berkehendak boleh mengambilnya dan

juga boleh meninggalkannya, ini pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad

Ibnu Hasan. Sedangkan menurut pendapat Abu yusuf yaitu: lazim bagi pemesan

pada keadaan seperti ini.

Dan pendapat yang dirajihkan oleh Dr. yasin Diradakah merajihkan pendapat

Abu Yusuf, dengan alas an: karena apabila seorang pembuat barang dating dengan

barang sebagaimana yang disifatinya, kemudian pemesantidak menerimanya

(tidak mau mengambilnya) maka akan mengakibatkan bahaya, yaitu bisa terjadi

pertikaian, dan ini merupakan bahaya yang nyata.

Penerapan kontemporer untuk akad istihsna' dalam bidang wakaf.

21

Page 12: Makalah Umar (Wakaf)

Problematika yang dihadapi oleh harta wakaf, yaitu dengan tidak adanya harta

non permanent (uang) bisa dicarikan solusi denganbersandar dengan badan tamwil

(pendanaan) yang bermacam-macam –misalnya bank Islam-, untuk mendanai biaya

operasional (menginvestasikan modalnya) pada tanah wakaf dengan akad istishna',

yaitu adanya kesepakatan dari pihak wakaf dengan salah satu pihak tamwil (pemodal),

yang mana cara mengerjakannya dengan memilih seorang wakil, yaitu orang yang

profesionaluntuk mengerjakannya.

Setelah sempurnanya usaha, pihak wakaf menerimanya sesuai dengan sifat-

sifat, ukuran, dan syarat yang diminta, kemudian membayar harga dari usaha, kepada

badan tamwil (pendanaan) dengan bentuk kredit, dan dibatasinya (ditentukan) harga

serta waktunya, bersandar pada penghasilan yang diperoleh dalam usaha itu. Sehingga

pihak wakaf akan mampu memenuhi kredit pada waktu yang telah dibatasi.

Dan lebih pantas seandainya ada pihak ketiga –misalnya- Negara yang

menanggung harga kredit secara penuh, dan menutupinya pada waktu yang telah

ditentukan, bisa dalam bentuk pemberian maupun pinjaman. Dengan akad seperti ini,

serta jaminan yang diberikan Negara, akan memberi motivasi kepada investor untuk

memutar uangnya dalam bidang investasi wakaf.12

B. Musyârakah dengan berangsur yang berakhir dengan kepemilikan.

Mode ini merupakan macam-macam dari bentuk musyârakah yang

memberikan pendorong bagi penanaman modal dalam bersekutu (bekerja sama).

Serta adanya hak untuk tetap pada posisinya, yaitu memiliki perusahaan, ataupun

menarik modal secara berangsur ataupun langsung, sesuai dengan syarat yang

menjadi kesepakatan.

Disini pihak wakaf memungkinkan untuk berinvestasi sesuai dengan mode

bentuk ini, yaitu mendirikan perusahaan dengan badan tamwil (pendanaan) yang

mana, pihak wakaf memperoleh bagian seharga barang wakaf, yang

dieksploitasinya untuk didirikan sebuah perusahaan, adapun bagian dari pihak

tamwil (pemodal) memperoleh bagian dari harta yang dikeluarkannya untuk

perusahaan dan pembagian profit (keuntungan) sesuai dengan prosentase bagian

yang telah disepakati. Akan tetapi keuntungan pihak wakaf dibagi menjadi dua,

12 Ibid. hal. 92-96

22

Page 13: Makalah Umar (Wakaf)

yang setengahnya digunakanuntuk biaya operasional dan setengahnya lagi untuk

menutupi apa yang telah diberikan pihak tamwil dalam perusahaan.13

C. Muzâra'ah (pertanian), musâqah (pengairan) dan mughârasah

( perkebunan).

-Muzâra'ah, yaitu pihak yang memiliki tanah pertanian (tanpa ada tanaman) –disini

pihak pengelola wakaf-, menyerahkan kepada pihak kedua untuk berinvestasi, dengan

cara menanaminya. Dan keuntungan dibagi sesuai dengan prosentase yang disepakati.

-Mode dari Musâqah (pengairan), yang dilakukan oleh pihak pemilik tanah pertanian

ataupun perkebunan yang ada tanamannya (pohonnya) –disini pihak pengelola

wakaf-, kemudian menyerahkannya kepada pihak kedua untuk berinvestasi, yaitu

dengan cara memelihara dan menjaganya yaitu mengairinya sampai berbuah, dan

hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan.

-Bentuk dari mughârasah (perkebunan), yang dilakukan oleh pemilik tanah

perkebunan –kosong tanpa ada tanaman- (pihak pengelola wakaf) menyerahkannya

kepada pihak kedua untuk berinvestasi, dengan cara menanam pohon, menjaga serta

memeliharanya, dan hasulnya dibagi sesuai dengan kesepakatan.14

13 Ibid. hal 97-9814 Ibid. hal. 100

23