Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk...

213
Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8 Juni 2011 i ISBN: 978-979-17342-0-2

Transcript of Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk...

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

iISBN: 978-979-17342-0-2

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

iiISBN: 978-979-17342-0-2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

“MEMBANGUN DAYA SAING PRODUK PANGANBERBASIS BAHAN BAKU LOKAL”

Surakarta, 8 Juni 2011Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Susunan Dewan Redaksi

Pembina : Rektor UNISRI SurakartaKapti Rahayu Kuswanto

Ketua Dewan RedaksiNanik Suhartatik (FTP UNISRI)

Dewan RedaksiLinda Kurniawati (koordinator, FTP UNISRI)

Ansharullah (Universitas Haluoleo )Muhammad Chosin (Universitas Bengkulu)

Yustina Wuri Wulandari (FTP UNISRI)

Editor PelaksanaAkhmad Mustofa (koordinator,FTP UNISRI)

Merkuria Karyantina (FTP UNISRI)Agung Setya Wardana (FTP UNISRI)Indrias Tri Purwanti (FTP UNISRI)

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

iiiISBN: 978-979-17342-0-2

KATA PENGANTAR

Pada kesempatan ini, ijinkanlah kami menyampaikan terima kasih atas

keikutsertaannya sebagai peserta Seminar Nasional “Membangun Daya saing

Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal” tanggal 8 Juni 2011, yang bertempat

di Auditorium Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Seminar diikuti oleh 200

peserta, yang terdiri dari masyarakat umum, kalangan industri dan instansi

pemerintah serta peserta dari berbagai Perguruan Tinggi di Jawa Tengah. Salah

satu tujuan dari seminar adalah sebagai ajang diseminasi dan sosialisasi hasil-hasil

penelitian dan pengembangan di bidang pangan khususnya, dan hasil pertanian

pada umumnya.

Makalah yang masuk ke Panitia 42 makalah, sehingga prosiding kumpulan

makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku B. Jumlah

makalah tiap Prosiding cukup berimbang. Pemakalah oral sebanyak 24 makalah

sedangkan pemakalah poster 14 makalah.

Dewan Redaksi menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah berpartisipasi, dan mohon maaf apabila dalam

pelaksanaan dan penyusunan prosiding ini, terdapat hal yang tidak berkenan di

hati Bapak/Ibu sekalian. Mudah-mudahan Prosiding Seminar ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Surakarta, 1 Agustus 2011

Dewan Redaksi

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

ivISBN: 978-979-17342-0-2

SAMBUTANDEKAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNISRI

Assalamualaikum Wr.Wb.Salam Sejahtera bagi kita semuaYang terhormat Bapak dan Ibu peserta Seminar Nasional dan tamu undangan yang kamihormati.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang MahaEsa bahwa kita masih dapat berkumpul untuk dapat bertukar pikiran dan menggalipotensi produk dengan bahan baku lokal. Seminar Nasional ini mengambil tema“Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”. Produk pangandengan bahan baku lokal mulai digalakkan lagi dengan adanya berbagai penelitian yangmenggali potensi dan dikembangkannya produk pangan dengan bahan baku lokal.

Saat ini swasembada pangan nasional masih memerlukan penguatan. Kenyataanini dibuktikan masih adanya kegiatan impor berbagai produk hasil pertanian seperti buah-buahan, beras, kedelai, gula, dan bahkan sayur-sayuran. Aneka produk tersebut dapatdilihat di berbagai supermarket dan di pasar-pasar tradisional. Impor produk hasilpertanian ini sangat menjerat leher petani, sehingga perlu tindak lanjut dan penangananserius dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian, Departemen terkait,DPR/MPR dan semua pihak termasuk rakyat Indonesia sebagai konsumen ataupun dariakademisi sesuai dengan kajian bidang ilmu.

Ketahanan pangan hanya dapat terwujud jika masyarakat mampu mencukupikebutuhan pokok pangan secara mandiri dengan berbasis pada keragaman sumberdayabahan pangan lokal sesuai dengan potensi daerahnya. Potensi bahan pangan tersebutantara lain jagung, sagu, padi, dan umbi-umbian.

Lembaga Perguruan Tinggi mempunyai kewajiban untuk diseminasi ilmu danteknologi di masyarakat sehingga potensi daerah mampu dioptimalkan pemanfaatannyauntuk swasembada pangan lokal dan juga dalam membangun agroindustri di bidangpangan yang berkelanjutan.

Kegiatan seminar ini bertujuan untuk membuka wawasan pengetahuan tentangbagaimana membangun swasembada pangan berbasis potensi bahan baku lokal, teknologipasca panen khususnya teknologi pengolahan singkong menjadi tepung singkong (mocaf:modified cassava flour) serta memotivasi dalam membangun swasembada pangan sesuaipotensi lokal.

Seminar Nasional ini diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian UNISRIpada tanggal 8 Juni 2011, dan terselenggara berkat kerjasama dengan Pusat Studi Pangandan Kesehatan Masyarakat UNISRI, Perkumpulan Masyarakat Surakarta serta pihak-pihak yang menjadi spronsor dalam kegiatan seminar ini. Semoga apa yang akan dibahasdalam Seminar ini dapat bermanfaat bagi pembangunan Pangan di Indonesia.

Wassalamualaikum, Wr.WbSurakarta, 8 Juni 2011Ir.Linda Kurniawati,MSDekan FTP UNISRI

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

vISBN: 978-979-17342-0-2

DAFTAR ISI

Halaman judul i

Susunan Dewan Redaksi ii

Kata Pengantar iii

Sambutan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UNISRI iv

Daftar Isi v

Susunan Acara Seminar vi

Daftar Makalah vii

Makalah Peserta

Ucapan Terima Kasih

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

viISBN: 978-979-17342-0-2

SUSUNAN ACARA SEMINAR NASIONAL“MEMBANGUN DAYA SAING PRODUK PANGAN BERBASIS BAHAN BAKU LOKAL”

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNISRIRABU, 8 JUNI 2011

Waktu Ruang Auditorium Ruang A Ruang B Ruang C07.00 – 08.30 Registrasi Peserta08.30 – 08.45 Sambutan08.45 – 10.30 Sesion I

Moderator : Nanik Suhartatik,STP.,MPPembicara 1 : Akademisi

(Ir.Achmad Subagio,M.Agr.,P.hD)Pembicara 2 : Praktisi Industri (Ir.Margono,

PT.Tiga Pilar Sejahtera Tbk))10.30 – 12.00 Sesion II

Moderator : Akhmad Mustofa,STP.,M.SiPembicara 1 : BPR Surya MasPembicara 2 : Design Pengemas/Packaging dan

Merk (Ir.Andhy Hartono Wijaya dan)Pembicara 3 : Retailer

(Zamzam Nurjaman, Carrefour)12.00 – 12.30 ISHOMA12.30 – 15.00 Sesi konsultasi dengan

Retailer Carrefour Industri BPR Surya Mas Design Pengemas

Sesi presentasiMakalah

No.M.1- M.10Moderator :

Nanik Suhartatik,STP.,MP

Sesi presentasiMakalah

No.M.11- M.20Moderator :

Agung S.Wardana,STP

Sesi presentasiMakalah

No.M.21 – M.30Moderator :

Merkuria K.,SP.,MP.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

7 ISBN: 978-979-17342-0-2

Daftar Isi Makalah

No Judul Makalah Penulis Halaman

PEMAKALAH ORAL

1 Pengaruh Konsentrasi Sodium HipokloritDan Lama Oksidasi Terhadap Sifat-SifatFisikokimia Tapioka Rakyat

Gilian TeteleptaSardjonoHaryadi

1

2 Optimasi Ekstraksi Terhadap Kadar FenolikDan Aktivitas Penangkapan Radikal DpphEkstrak Gambir (Uncaria Gambir Roxb.)

Pramudya KurniaRusdin Rauf

8

3 Pengawetan Nata De Aloe (Aloe ChinensisBaker) Dengan Potassium Sorbat DanSodium Askorbat Selama Penyimpanan

Riyanto 16

4 Karakteristik Nugget Analog Kedelai Hitam(Glycine Max (L.) Merr) Dengan FillerTepung Maizena

Sri KanoniPriyanto Triwitono Anggita

Ecstasy-Lunarjati

26

5 Tingkat Pengetahuan Para Ibu TentangKeamanan Pangan Pada Penggunaan Bahan-Bahan Tambahan Pangan Dalam ProdukMakanan Yang Sering Dikonsumsi

Nunuk Siti Rahayu 33

6 Tingkat Kesukaan Dan Kekenyalan NuggetAyam Dengan Variasi Bahan PengisiBerbagai Jenis Umbi

Nurdeana CahyaningrumErni. A

Yeyen Prestyaning- Wanita

44

7 Pemanfaatan Bunga Kecombrang SebagaiPengawet Alami Pada Tahu

Herastuti Sri RukminiRifda Naufalin

53

8 Ekstraksi Limbah Biji Carica Dieng (CaricaCandamarcensis Hok) Sebagai AlternatifMinyak Makan

Dewi Larasati 61

9 Rancang Bangun Sistem Informasi BerbasisWeb Hasil Pertanian Dan Perkebunan(Studi Kasus Kabupaten Boyolali)

Choirul AnamFatah Yasin Al Irsyadi

Yusuf S. Nugroho

70

10 Optimasi Susu Skim Dan PerbandinganMikrobia (Lactobacillus Bulgaricus DanStreptococcus Thermophilus) PadaPembuatan Yoghurt Susu Kecipir

Siti Tamaroh AgusSlamet

82

11 Optimasi Proporsi Campuran Gluten DanGum Arab Serta Penambahan Asam StearatDalam Pembuatan Edible Film DanAplikasinya Untuk Pelapisan KacangBawang Rendah Lemak

R.R. Ermi Rachmawati Ch.Lilis Suryani

85

12 Ubijalar Untuk Mendukung Daya SaingProduk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal

Retno Utami H.Erni Apriyati

Titiek F. Djafaar

98

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

8 ISBN: 978-979-17342-0-2

No Judul Makalah Penulis Halaman

PEMAKALAH POSTER

13 Penerapan Ilmu Gizi Berbasis MakananKhas Daerah Pada Pendidikan Formal

Siti Supeni 107

14 Karakteristik Teh Herbal Celup DenganFormulasi Teh Hitam, Jahe, Dan Rosella

Aniek WulandariCucut Prakosa

Dyah Isthi Puspitasari

114

15 Peningkatan Pendapatan Petani DalamUsahatani Jagung Dengan Sistem Tanam”Mantenan’ Di Kabupaten Sleman ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta

Nur Hidayat

Sri Budhi Lestari

124

16 Uji Adaptasi Alat Pengolahan Puree ManggaDalam Menunjang Pendapatan KeluargaPetani

Mahargono KobarsihTitiek F.D.

Yeyen P.W.

133

17 Keunggulan Kompetitif Pada SistemAgroindustri Kelapa Sawit DenganPenerapan Model Klaster Agroindustri

Sutrisno Badri 139

19 Tingkat Kesukaan Konsumen TerhadapKombucha Rosella (Hisbiscus SabdariffaLinn) Pada Beberapa Variasi PerlakuanProses Penyajian

Merkuria KaryantinaLinda KurniawatiNanik SuhartatikAkhmad Mustofa

150

20 Pembuatan Susu Kecipir Dengan VariasiBerat Wijen Dan Lama Perebusan

Linda KurniawatiWirnaningsih

159

21 Kelayakan Tepung Campuran Jagung Ubi(Jabi)Sebagai Bahan Pangan Pengganti Beras

Agung Setya WardanaAkhmad Mustofa

166

22 Kajian Mutu Tepung Mokal Yang DibuatDenganBerbagai Metoda Proses

Sri Budi Wahjuningsih 188

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

9 ISBN: 978-979-17342-0-2

PROSEDING B

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

10 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENGARUH KONSENTRASI SODIUM HIPOKLORIT DAN LAMA

OKSIDASI TERHADAP SIFAT-SIFAT FISIKOKIMIA TAPIOKA

RAKYAT

Gilian Tetelepta1, Sardjono1, dan Haryadi1

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Tapioka rakyat diketahui dapat mengembang besar pada prosespenggorengan maupun pemanggangan. Namun penggunaannya dalamindustri bakery masih terbatas karena belum bisa memberikan nilaipengembangan yang besar. Oksidasi pati menggunakan sodium hipokloritmerupakan salah satu teknik modifikasi kimia yang dapat diterapkan gunamendapatkan nilai pengembangan yang besar pada proses baking.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tapioka rakyat sertamenentukan perlakuan kombinasi yang tepat antara konsentrasi sodiumhipoklorit dan lama oksidasi untuk menghasilkan nilai pengembangan yangbesar.

Pada penelitian ini digunakan tapioka rakyat yang berasal daridaerah Pundong Bantul, Yogyakarta. Tapioka dioksidasi dengan variasikonsentrasi sodium hipoklorit (1,2%, 1,8%, 2,4%, dan 3%) dan lamaoksidasi (5, 10, 15, dan 20 menit). Tapioka alami dan hasil oksidasidianalisis meliputi kandungan karboksil, karbonil, derajat keasaman,viskositas dan nilai baking expansion.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi NaOCl3% dan lama oksidasi 20 menit memberikan nilai kandungan karboksil dankarbonil tertinggi dibanding perlakuan lainnya masing-masing 0,20% dan0,12%. Derajat keasaman tapioka oksidasi untuk semua perlakuanmenunjukkan nilai pH yang cenderung netral dibanding tapioka alami 3,34.Viskositas tapioka oksidasi menurun dengan meningkatnya lama oksidasi,dimana nilai viskositas terendah terdapat pada kombinasi konsentrasi 3%dengan lama oksidasi 15 dan 20 menit yaitu sebesar 9,0 dpa.s. Semakinlama oksidasi, nilai pengembangan semakin menurun. Nilai pengembanganterbesar ditunjukkan pada kombinasi konsentrasi 1,2% dan lama oksidasi10 menit yaitu 9.08 ml/g.

Kata kunci : tapioka oksidasi, NaOCl, baking expansion.

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara penghasil kasava terbesar ke tiga setelahBrazil dan Thailand. Menurut data BPS, produksi tanaman kasava secarakeseluruhan pada tahun 2011 sebesar 22 juta ton. Tingginya produksi kasava tidakdiimbangi dengan pemanfaatannya sebagai sumber pangan, padahal kasavaberpotensi untuk dikembangkan menjadi produk setengah jadi yaitu berupa pati

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

11 ISBN: 978-979-17342-0-2

yang tidak mengandung gluten sehingga dapat digunakan sebagai bahan panganalternatif pengganti terigu.

Pati kasava rakyat atau tapioka rakyat umumnya diproduksi melalui tahap-tahap pengupasan kasava, pemarutan, penyaringan dan pengendapan, sertapengeringan dengan sinar matahari. Tapioka rakyat diketahui dapat mengembangbesar pada proses penggorengan maupun pemanggangan produk seperti kerupuk.Namun kenyataannya penggunaan pati kasava atau tapioka dalam industrimakanan terutama bakery masih sangat terbatas, hal ini karena tapioka belum bisamemberikan nilai pengembangan yang maksimal pada proses baking ataupemanggangan.

Untuk mengatasi kelemahan ini maka perlu dilakukan suatu teknikmodifikasi sehingga tapioka layak diterapkan pada industri komersial. Oksidasipati merupakan salah satu teknik modifikasi kimia yang secara luas telahdigunakan dalam berbagai industri, terutama aplikasi dalam pembentukan film,surface sizing agent dan coating binders (Sangseethong et al, 2010).

Oksidasi pati biasanya dibuat dengan mereaksikan pati dengan reagentpengoksidasi yang spesifik pada suhu dan pH terkontrol. Salah satu reagentpengoksidasi yang biasa digunakan yaitu sodium hipoklorit (NaOCl). Beberapapenelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pati oksidasi yangmenggunakan sodium hipoklorit memiliki warna yang lebih putih (Rivera et al,2005), meningkatkan kejernihan pasta, mudah tergelatinisasi dan memilikiviskositas yang rendah sehingga cocok diterapkan dalam skala industri. MenurutDemiate et al (2000) oksidasi tapioka menggunakan hipoklorit dengan konsentrasi2,4% selama 15 menit kemudian dicelupkan dalam asam laktat 0,86% selama 30menit dapat meningkatkan nilai baking, namun nilai pengembangan ini masihrendah jika dibanding dengan penggunaan oksidator lainnya. Telah dilaporkanbahwa konsentrasi oksidator dapat mempengaruhi oksidasi hipoklorit(Sangseethong, 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkajipenggunaan berbagai variasi konsentrasi sodium hipoklorit dan waktu oksidasiguna mendapatkan nilai pengembangan hasil baking yang terbesar.

Metode Penelitian

Proses Oksidasi Tapioka

Pembuatan tapioka oksidasi berdasarkan metode Sangseethong et al(2010) yang dimodifikasi. 200 g pati dimasukan ke dalam 1 L beaker gelaskemudian ditambahkan aquades sampai mencapai berat 500 g. Suhu pati tetapdipertahankan pada suhu ruang, dan pH dipertahankan 10 dengan penambahanlarutan NaOH 1N. Sodium hipoklorit dengan konsentrasi 1,2%, 1,8%, 2,4%, 3%klorin aktif (w/v), ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam bubur pati selama15 menit dengan pengadukan kontinyu. Campuran diaduk dan kemudian sampeldisimpan dengan lama reaksi 5, 10, 15, dan 20 menit (waktu dihitung setelahsemua reagent ditambahkan). Selanjutnya oksidasi dihentikan dengan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

12 ISBN: 978-979-17342-0-2

penambahan natrium bisulfit selama 5 menit dengan dilakukan pengadukan secarakontinyu sampai pH 6,75. Untuk menghilangkan kemungkinan adanya residu,maka dilakukan pencucian sebanyak 3 kali dengan cara disentrifugasi padakecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Pati okasidasi bebas reagen selanjutnyadikeringkan dengan cara dioven pada suhu 50oC selama 48 jam, setelah keringdigerus dengan lumpang dan diayak dengan ayakan 60 mesh.

Analisis kandungan karboksil

Analisis kandungan karboksil ditentukan berdasarkan metode FAO (2001)dalam Sangseethong et al (2010). 5 gr pati dilarutkan dalam 25 ml HCl 0,1N,lakukan pengadukan selama 30 menit. Slurry disaring dan dicuci dengan aquadessampai filtrate tidak mengandung ion klorin. Cake dilarutkan kedalam 300 mlaquades, dipanaskan hingga tergelatinisasi selama15 menit. Dispersi panaskemudian dititrasi dengan 0,1 N NaOH dengan menggunakan indikator PPsebagai indikator. Penentuan blanko menggunakan sampel pati yang belumdimodifikasi dengan penambahan 25 ml aquades tanpa 0,1 N HCl.Analisis kandungan karbonil

Analisis kandungan karbonil ditentukan berdasarkan metode Kuakpetoondan Wang (2001) dalam Sangseethong (2010). 4 g pati dilarutkan dalam 100 mlaquades. Slurry dipanaskan hingga tergelatinisasi dalam water bath selama 20menit, didinginkan hingga suhu 40oC dan pH diatur 3,2 dengan 0,1 N HCl. 15 mlreagent hidroksilamin ditambahkan. Tabung ditutup dan diagitasi dalam waterwath pada suhu 40oC selama 4 jam. Sampel pati segera dititrasi hingga pH 3,2dengan menggunakan 0,1 N HCl. Penentuan blanko hanya dengan menggunakanreagent hidroksilamin.Analisis derajat keasaman

Pengukuran derajat keasaam pati ditentukan berdasarkan metode Smith(1967) dalam Demiate et al (2000). Pati 10% (b/b) di dalam aquades diagitasiselama 30 menit dalam suhu ruang. Pati kemudian diendaptkan selama 30 menit.Derajat keasaman diukur menggunakan pH meter digital pada fraksi cairnya (padabagian airnya).Analisis Viskositas Pasta

Larutan pati 5% (b/b) di dalam aquades, dipanaskan pada suhu 95oCselama 15 menit hingga tergelatinisasi. Dispersi pati kemudian dimasukkan kedalam alat pengukur viskositas pasta pati (viskotester vt-04) dan dilakukanpeneraan.Analisis nilai baking expansion

Pengukuran nilai baking expansion dilakukan dengan mengacu padametode Demiate et al (2000) yang dimodifikasi. 24 g pati dilarutkan dalam 30 mlaquades, digelatinisasi diatas waterbath. Adonan dibagi menjadi 3 bagian yanghomogen, dipanggang pada suhu 180oC selama 30 menit. Adonan panggang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

13 ISBN: 978-979-17342-0-2

kemudian diukur massanya dan dilapisi dengan lilin. Adonan panggang berlapislilin diukur massa, selanjutnya diukur volume spesifik adonan panggang.

Hasil dan PembahasanKandungan karboksil dan karbonil

Kandungan karboksil dan karbonil tapioka alami dan oksidasi ditunjukkanpada Tabel 1. Baik kandungan karboksil maupun kandungan karbonil dari semuaperlakuan oksidasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding dengan tapiokaalami. Pembentukan kandungan karboksil dan karbonil tertinggi ditemukan padatapioka oksidasi dengan kombinasi konsentrasi NaOCl 3% dan lama oksidasi 20menit yaitu masing-masing sebesar 0,20% dan 0,12%. Hal ini menunjukkanbahwa semakin tinggi konsentrasi NaOCl dan waktu oksidasi, kandungankarboksil serta karbonil semakin tinggi. Gugus hidroksil dari molekul pati mula-mula teroksidasi menjadi gugus karbonil dan secara cepat teroksidasi menjadigugus karboksil. Oleh karena itu jumlah gugus karboksil dan karbonil yangterbentuk menunjukkan tingkat oksidasi pati (Sangseethong et al, 2010).

Tabel 1. Kandungan karboksil dan karbonil tapioka alami dan oksidasiSampel/ Pati Hasil

PerlakuanLama Oksidasi

(menit)% Karbonil

(db)% Karboksil

(db)Alami - 0.03±0.000 0.05±0.005Konsentrasi NaOCl1,2%

5 0.06±0.000 0.07±0.01810 0.08±0.004 0.08±0.00215 0.09±0.008 0.12±0.02820 0.11±0.015 0.15±0.014

Konsentrasi NaOCl1,8%

5 0.06±0.012 0.10±0.01610 0.10±0.011 0.12±0.01415 0.11±0.008 0.14±0.02520 0.13±0.025 0.14±0.026

Konsentrasi NaOCl2,4%

5 0.09±0.012 0.14±0.01810 0.09±0.012 0.14±0.00615 0.11±0.020 0.16±0.01020 0.13±0.014 0.18±0.015

Konsentrasi NaOCl3%

5 0.06±0.000 0.16±0.03710 0.07±0.016 0.18±0.03015 0.12±0.012 0.19±0.02520 0.12±0.000 0.20±0.011

Derajat Keasaman

Hasil uji derajat keasaman pada tapioka alami menunjukkan bahwatapioka rakyat memiliki derajat keasaman yang tertinggi dengan nilai pH rendahyaitu 3,34 dibanding tapioka oksidasi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa padatapioka rakyat terjadi proses fermentasi dan oksidasi selama pengeringan sinarmatahari sehingga menyebabkan terbentuknya gugus karboksilat yang berakibatterhadap peningkatan derajat keasaman.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

14 ISBN: 978-979-17342-0-2

Sedangkan tapioka oksidasi menunjukkan nilai pH yang cenderung netral.Hal ini diduga bahwa NaOCl apabila larut dalam air akan bersifat basa, sehinggameningkatkan nilai pH dari tapioka yang dioksidasi dengan NaOCl.

Tabel 2. Derajat keasaman tapioka alami dan oksidasiSampel/ Pati Hasil

PerlakuanLama Oksidasi

(menit)Derajat Keasaman

(pH)Alami - 3.34±0.37Konsentrasi NaOCl 1,2% 5 6.72±0.24

10 6.13±0.0415 5.63±0.0220 5.68±0.59

Konsentrasi NaOCl 1,8% 5 5.79±0.1410 6.33±0.0315 6.25±0.2420 6.13±0.42

Konsentrasi NaOCl 2,4% 5 5.76±0.1410 5.69±0.1115 6.45±0.2020 6.54±0.31

Konsentrasi NaOCl 3% 5 5.77±0.0910 6.58±0.2615 6.47±0.1520 6.36±0.16

Viskositas Pasta Tapioka

Tabel 3. Viskositas pasta tapioka alami dan oksidasi

Sampel/ Pati HasilPerlakuan

Lama Oksidasi (menit) Viskositas (dpa.s)

Alami - 15±0.0Konsentrasi NaOCl 1,2% 5 10±0.0

10 9.9±0.215 9.7±0.120 9.3±0.3

Konsentrasi NaOCl 1,8% 5 10±0.810 9.8±1.015 9.5±0.520 9.3±1.5

Konsentrasi NaOCl 2,4% 5 9.9±0.110 9.7±0.115 9.5±0.120 9.2±1.0

Konsentrasi NaOCl 3% 5 9.4±0.310 9.3±0.315 9.0±0.120 9.0±0.0

Viskositas tapioka alami dan oksidasi ditunjukkan pada Tabel 3.Viskositas tapioka alami secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan tapiokaoksidasi. Viskositas tapioka oksidasi menurun dengan meningkatnya lama

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

15 ISBN: 978-979-17342-0-2

oksidasi. Hal yang sama terjadi ketika konsentrasi NaOCl meningkat hingga 3%,dimana terjadi penurunan terhadap nilai viskositas hingga 9,0 dpa.s. MenurutKuakpetoon & Wang (2001) penurunan viskositas pada pati oksidasi akibat daripemotongan oksidatif rantai pati, sehingga menghasilkan penurunan berat molekulmolekul pati. Jaringan yang terdegradasi ini tidak resisten dan tidak dapatmempertahankan integritas granula pati, sehingga menghasilkan viskositas yangrendah (Lawal, 2004). Selain mengoksidasi gugus hidroksil menjadi guguskarboksil dan karbonil, perlakuan oksidatif juga mampu memecah rantaikarbohidrat.Nilai baking expansion

Nilai baking expansion tapioka alami secara signifikan lebih rendahdibanding tapioka oksidasi (Tabel 4). Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwasemakin lama oksidasi nilai baking semakin menurun. Nilai pengembangantertinggi terdapat pada kombinasi konsentrasi 1,2% dan waktu oksidasi 10 menityaitu 9.08 ml/g. Proses penurunan pada nilai baking diduga karena terjadidepolimerisasi yang berlebih dan terjadi cross linking antar molekul pati yangsudah teroksidasi.

Tabel 4. Nilai baking expansion tapioka alami dan oksidasi.

Sampel/ Pati HasilPerlakuan

Lama Oksidasi(menit)

Volume spesifik(ml/g)

Alami - 7.31±0.29Konsentrasi NaOCl1,2%

5 8.95±0.9710 9.08±0.8015 8.09±1.1020 7.95±1.47

Konsentrasi NaOCl1,8%

5 8.67±1.1510 8.29±0.7815 8.29±1.8920 8.27±0.16

Konsentrasi NaOCl2,4%

5 8.53±0.3910 6.93±0.3515 8.51±0.6220 8.30±0.96

Konsentrasi NaOCl 3% 5 9.03±1.3210 8.92±1.7315 7.56±0.6920 6.49±0.95

Adanya proses oksidasi pati menyebabkan jumlah air yang terikat dalampati kasava semakin banyak. Banyaknya jumlah air yang terikat ini membuat uapair yang terbentuk selama proses baking semakin banyak juga. Banyaknya uap airyang terbentuk membuat pengembangan produk menjadi semakin besar. Patioksidasi memiliki gugus karboksilat dan perubahan pada satuan glukosa lainnyayang berkaitan dengan kemampuan mengembang pada pemanggangan. Degradasioksidatif akibat proses oksidasi dianggap sebagai faktor yang mengubah struktur

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

16 ISBN: 978-979-17342-0-2

kimia pati kasava yang akan berpengaruh terhadap kemampuan mengambangpada proses baking (Demiate et al., 2000).

KesimpulanKombinasi konsentrasi NaOCl 3% dengan lama oksidasi 20 menit

memberikan nilai kandungan karboksil dan karbonil tertinggi dibanding perlakuanlainnya. Derajat keasaman tapioka oksidasi untuk semua perlakuan menunjukkannilai pH yang cenderung netral dibanding tapioka alami 3,34. Viskositas tapiokaoksidasi menurun dengan meningkatnya waktu oksidasi, dimana nilai viskositasterendah terdapat pada kombinasi konsentrasi NaOCl 3% dengan waktu 20 menit.Semakin lama oksidasi, nilai pengembangan semakin menurun. Nilaipengembangan terbesar ditunjukkan pada kombinasi konsentrasi 1,2% dan lamaoksidasi 10 menit yaitu sebesar 9,08 ml/g.

Daftar Pustaka

Demiate, L. M., N. Dupuy, J. P. Huvenne, M. P. Cereda dan G. Wosiacki. 2000.Relationship Between Baking Behavior of Modified Cassava Starches and StarchChemical Structure Determined by FTIR Spectroscopy. Carbohydrate Polymer 42: 149-158.

Kuakpetoon, D., Wang, Y.J. 2001. Characterization of Different Starches Oxidized byHypochlorite. Starch/Starke 53 : 211-218.

Lawal, O.S. 2004. Composition, Physichochemical Properties and RetrogradationCharacteristics of Native, Oxidised, Acetilated and Acid-Thinned New Cocoyam(Xanthosoma sagittifolium) Starch. Food Chemistry 87: 205-218.

Rivera, M.M., Suarez, F.J.L., del Valle, M. V., Meraz, F., Perez, L.A. 2005. PartialCharacterization of banana starches oxidized by different levels of sodiumhypochlorite. Carbohydrate Polymers 62 : 50-56.

Sangseethong, K., Lertphanich, S., Sriroth, K. 2009. Physichochemical Properties ofOxidized Cassava Starch Prepared Under Various Alkalinity Levels.Starh/Starke61: 92-100.

Sangseethong, K., Termvejsayanon, N., Sriroth, K. 2010. Characterization ofPhysichochemical Properties of Hypochlorite and Peroxide-Oxidized CassavaStarches. Journal Carbohydrate Polymers 82: 446-453.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

17 ISBN: 978-979-17342-0-2

OPTIMASI EKSTRAKSI TERHADAP KADAR FENOLIK DANAKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL DPPH EKSTRAK

GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.)

Optimisation of Extraction On Phenolic Content and DPPH RadicalScavenging Activity of Gambir Extracts (Uncaria gambir Roxb.)

Pramudya Kurnia1 dan Rusdin Rauf1

1Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi metode ekstraksi yangmenghasilkan kadar fenolik dan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang tinggi.Telah dilakukan ekstraksi gambir menggunakan metode maserasi, dengan pelarutetanol pada berbagai konsentrasi (50%, 70%, dan 90%), dan variasi suhuekstraksi (40˚C. 50˚C, 60˚C, dan 70˚C). Ekstrak gambir kemudian diuji kadarfenolik dan aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH.

Hasilnya menunjukkan bahwa kadar fenolik dan aktivitas penangkapanradikal DPPH ekstrak gambir dipengaruhi oleh suhu ekstraksi, konsentrasi etanol,dan interaksi antara suhu ekstraksi dan konsentrasi etanol. Ekstrak etanol 50%pada suhu 60˚C menunjukkan kadar fenolik tertinggi (12.77% ± 0.09). Aktivitaspenangkapan radikal DPPH tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak etanol 90% padasuhu 60˚C dan 70˚C (berturut-turut 50.79% ± 0.39 dan 51,06% ± 0.23).

Kata kunci: Optimasi, ekstraksi, gambir, fenolik, DPPH

Abstract

The objective of this study was to optimize the extraction method of gambirthat produces the highest phenolic content and DPPH radical scavenging activity.Gambir was extracted by maseration method, using ethanol solvent at variousconcentration (50%, 70% and 90%) and variated in extraction temperature (40,50, 60, and 70°C). They were then tested for phenolic content and antioxidantactivity using DPPH.

The result showed that the phenolic content and the DPPH radicalscavenging activity of gambir extracts were affected by extraction temperature,ethanol concentration, and interaction between temperature and ethanolconcentration. The extract of ethanol 50% at a temperature 60°C indicated thehighest phenolic content (12,77% ± 0,09). The highest DPPH radical scavengingactivity was the extract of ethanol 90% at temperature 60˚C and 70°C (50,79 ±0,39 % and 51,06 ± 0,23 %, respectively).

Keywords: Optimize, extraction, gambir, phenolic, DPPH

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

18 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pendahuluan

Komponen antioksidan secara alami dapat diperoleh dari gambir, teh,kakao, buah-buahan dan sayur-sayuran. Komponen antioksidan tersebut berupasenyawa fenolik dan vitamin. Kemampuan antioksidasi dari komponen fenolikdihubungkan dengan kemampuannya dalam mendonasikan atom hidrogen danmenangkap radikal bebas.

Gambir merupakan ekstrak kering dari daun tanaman gambir yangdiekstrak secara basah menggunakan air. Dalam produk gambir komersil, masihbanyak terdapat komponen non fenolik sebagai impurities seperti klorofil,sellulosa dan kotoran lainnya. Komponen non fenolik tersebut akan mengganggupengaplikasian pada makanan, sehingga perlu dieksraksi lagi untuk mendapatkankomponen fenolik yang bebas impurities (Rauf dkk, 2010).

Produk gambir yang dikenal oleh masyarakat baru sebatas sebagai ramuanmakan sirih. Sedangkan pemanfaatannya sebagai sumber antioksidan danantimikrobia pada bahan pangan masih terbatas. Ekstrak gambir memilikiaktivitas antimikrobia (Pambayun dkk, 2007) dan aktivitas antioksidan (Santosodkk, 2008). Hal tersebut dihubungkan dengan adanya kandungan fenolik padaekstrak gambir, berupa katekin.

Penelitian dan publikasi yang dilakukan terhadap aspek optimasi prosesekstraksi produk gambir masih sedikit. Penelitian yang telah dipublikasikan yaituPambayun dkk (2007), yang mengekstrak produk gambir dengan menggunakanberbagai jenis pelarut tunggal maupun campuran, kemudian dilakukan analisisterhadap aktivitas antibakteri. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaankemampuan antimikrobia dari tiap ekstrak. Rauf dkk (2010) telah mengekstrakproduk gambir menggunakan berbagai pelarut tunggal dan campuran, kemudiandilakukan analisis terhadap kadar total fenol dan aktivitas antioksidan. Hasilnyamenunjukkan adanya perbedaan kadar total fenol dan aktivitas antioksidan daritiap ekstrak.

Proses ekstraksi yang dilaporkan oleh Rauf dkk (2010) hanya dilakukanpada suhu 30°C, sedangkan penggunaan suhu ekstraksi yang bervariasi belumdilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian optimasi proses ekstraksi produkgambir yang meliputi variasi jenis pelarut dan suhu ekstraksi untuk mendapatkanekstrak yang memiliki kadar fenolik, dan aktivitas antioksidan yang tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu ekstraksi dankonsentrasi etanol yang optimum dapat menghasilkan ekstrak gambir yangmemiliki kadar fenolik dan aktivitas antioksidan yang tinggi.

Bahan dan MetodeBahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah gambir produksiSumatera Selatan, yang diperoleh dari Pasar Tradisional Bringharjo, Yogyakarta.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

19 ISBN: 978-979-17342-0-2

Bahan Kimia yang digunakan antara lain: etanol kualitas teknis, reagensia DPPH,reagensia Foilin-Ciocalteu (Sigma Chem.), deionised water, dan sodium karbonat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam dua kelompok,yaitu alat ekstraksi dan alat analisis. Alat ekstraksi yang digunakan antara lainshaker waterbath, rotary vacuum evaporator, peralatan gelas, dan kertas saring.Alat untuk analisis yang digunakan adalah spektrofotometer (Shimadzu UV-1601).Ekstraksi Gambir

Gambir digerus, kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 60mesh. Hasil ayakan berupa bubuk gambir. Bubuk gambir ditimbang 5 gram,dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 150 ml pelarut, kemudiandigoyang dalam shaker water bath selama 60 menit. Selanjutnya disaringmenggunakan kertas saring, hingga diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair kemudiandievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator hingga diperoleh ekstrakkering.Pengujian Kadar Fenolik

Analisis kadar fenolik ekstrak gambir menggunakan prosedur Folin-Ciocalteu menurut prosedur yang dilakukan oleh Singleton dan Rossi (1965),yaitu: sebanyak 0,5 mL sampel dari ekstrak cair dicampur dengan 0,5 mL reagenFolin-Ciocalteu 50 % (Sigma Chemical Co., St. Louis, MO., U.S.A) dan 7,5 mLdeionised water. Campuran ditambahkan 1,5 mL sodium karbonat 2 % (w/v),kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit. Campuran selanjutnyadiukur absorbansinya pada 750 nm. Blanko digunakan campuran aquades danreagen. Hasilnya diekspresikan sebagai % fenol per berat sampel.Pengujian Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH

DPPH dilarutkan dalam methanol. Sebanyak 0,1 mL larutan ekstrakgambir (100 ppm) ditambahkan kedalam 2,9 mL larutan DPPH. Campurandiinkubasi pada suhu kamar dan kondisi gelap selama 15 menit. Penurunanabsorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 517 nm (Brand –Williams dkk., 1995).Persentase penangkapan radikal DPPH selama inkubasi dihitung menggunakanpersamaan:

% Penangkapan radikal DPPH = (Abst0 – Abstn)/Abst0] x 100 %Rancangan dan Analisis Statistik

Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, yangdidasarkan atas pengelompokan suhu ekstraksi dan konsentrasi etanol. Datadianalisis menggunakan uji anova satu arah dan uji GLM-univariat. Perbedaanhasil akan diuji menggunakan duncan, pada taraf 5%.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

20 ISBN: 978-979-17342-0-2

Hasil dan Pembahasan

Rendemen

Rendemen hasil ekstraksi menggunakan pelarut etanol pada berbagaikonsentrasi dan variasi suhu ekstraksi ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rendemen ekstrak gambir pada berbagai suhu ekstraksi, menggunakanvariasi konsentrasi etanol.

Ekstrak gambir yang menghasilkan rendemen tertinggi adalah ekstraketanol 50% pada suhu 60°C. Pada suhu ekstraksi 60˚C, makin tinggi konsentrasietanol yang digunakan, semakin rendah rendemennya. Pelarut etanol 70%menghasilkan rendemen ekstraksi gambir tertinggi pada suhu ekstraksi 50°C.Sedangkan pada etanol 90%, rendemen ekstraksi gambir tertinggi pada suhuekstraksi 40°C. Rendemen ekstraksi tersebut memberikan petunjuk bahwapemilihan suhu ekstraksi yang optimum digunakan dalam proses ekstraksi perludisesuaikan dengan konsentrasi pelarutnya. Data rendemen ekstraksi bukanmerupakan gambaran efektivitas suatu proses ekstraksi, namun hanyamemberikan suatu petunjuk tentang jumlah komponen terlarut dalam prosesekstraksi tersebut. Komponen terlarut tersebut tersusun atas komponen fenolikdan nonfenolik.Kadar Fenolik

Kadar fenolik ekstrak gambir yang diekstrak pada suhu yang bervariasimenggunakan pelarut etanol pada konsentrasi yang berbeda ditunjukkan padaTabel 1.

Kadar fenolik dari berbagai jenis ekstrak gambir yang diekstrak denganberbagai perlakuan, yaitu menggunakan pelarut etanol 50%, 70%, dan 90%, sertaperlakuan suhu ekstraksi yang bervariasi (Tabel 1) menunjukkan adanya pengaruhatau perbedaan yang signifikan dari penggunaan suhu yang berbeda dankonsentrasi etanol yang berbeda terhadap kadar fenolik ekstrak gambir, yangditunjukkan oleh hasil uji statistik menggunakan anova satu arah, dengan nilaisignifikansi < 0,05.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

21 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 1. Kadar fenolik berbagai jenis ekstrak gambir yang diuji menggunakananova satu arah

Suhu Ekstraksi(oC)

% FenolikSign.

Etanol 50% Etanol 70% Etanol 90%40 8,65 ± 0,02b 10,95 ± 0,07e 7,55 ± 0,07f 0,00050 9,40 ± 0,03c 11,01 ± 0,05e 9,70 ± 0,03g 0,00060 12,77 ± 0,09d 10,42 ± 0,07h 11,28 ± 0,03i 0,00070 8,42 ± 0,04a 10,42 ± 0,03h 8,07 ± 0,03j 0,000

Sign. 0,000 0,000 0,000

Uji statistik menggunakan GLM-univariat menunjukkan bahwa adapengaruh suhu dan konsentrasi etanol terhadap kadar fenolik ekstrak gambir,yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang sama dari kedua faktor tersebutyaitu (0,000) < 0,05. Interaksi antara suhu ekstraksi dan konsentrasi etanolmemberikan pengaruh terhadap kadar fenolik ekstrak gambir, dengan nilaisignifikansi (0,000) < 0,05.

Adanya interaksi antar faktor berdasarkan uji GLM-univariat memberikangambaran bahwa penggunaan pelarut etanol pada konsentrasi dan suhu tertentumemberikan kadar fenolik yang tinggi, namun hasil tersebut akan berbeda jikapelarut tersebut digunakan pada suhu yang berbeda. Pernyataan tersebut didukungoleh gambaran kecenderungan kadar fenolik ekstrak gambir dari setiap perlakuanyang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kadar fenolik ekstrak gambir pada berbagai suhu ekstraksi dan variasikonsentrasi etanol

Kadar fenolik tertinggi (Gambar 2) dapat ditemukan pada gambir yangdiekstrak menggunakan etanol 50% dan 90% pada suhu 60°C, masing-masingmemiliki kadar fenolik 12,77% dan 11,28%. Hasil ini menunjukkan bahwa suhu60°C merupakan suhu optimum yang digunakan dalam ekstraksi gambir untukmendapat kadar fenolik yang optimum. Namun pada suhu lain (40, 50, dan 70°C),

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

22 ISBN: 978-979-17342-0-2

ekstrak etanol 50% dan 90% memiliki kadar fenolik yang lebih rendah dibandingekstrak etanol 70%. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas suatu proses ekstraksidalam mengekstrak komponen fenolik secara optimal, tidak hanya ditentukan olehpenggunaan pelarut etanol pada konsentrasi tertentu atau penggunaan suhutertentu, namun kombinasi keduanya (pelarut dan suhu ekstraksi) secara selektifdapat memberikan ekstrak dengan kadar fenolik yang tinggi.

Suhu tertinggi (70°C) yang digunakan dalam ekstraksi gambir bukanmerupakan suhu yang optimum untuk mendapatkan senyawa fenolik gambir,karena pada suhu tersebut senyawa fenolik gambir mengalami degradasi, sehinggakadarnya menurun. Hal ini sesuai dengan laporan Yap dkk (2009), Ruenroengklindkk (2008), bahwa penggunaan suhu tinggi dalam ekstraksi dapat mendegradasisenyawa polifenol, yang berimplikasi pada penurunan kadar fenolik.

Perbedaan kadar fenolik dari ekstrak etanol pada konsentrasi yang berbedadisebabkan oleh perbedaan indeks polaritas dari pelarut tersebut. Efektifitas darisuatu pelarut dalam melarutkan senyawa fenolik tergantung pada kesesuaian daripolaritas tersebut dengan senyawa fenolik penyusun dari bahan yang diekstrak(Rauf dkk, 2010).

Aktivitas Penangkapan Radikal DPPHAktivitas antioksidan dari ekstrak gambir yang diperoleh menggunakan

etanol pada berbagai konsentrasi dan suhu ekstraksi yang bervariasi,diekspresikan melalui kemampuan ekstrak gambir tersebut dalam menangkapradikal DPPH, yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Penangkapan Radikal DPPH dari ekstrak gambir (100 ppm)yang diuji menggunakan anova satu arah.

Suhu Ekstraksi(oC)

% Penangkapan Radikal DPPHSign.

Etanol 50% Etanol 70% Etanol 90%40 41,67 ± 0,39c 41,80 ± 0,23c 41,50 ± 0,21 c 0,49450 39,68 ± 0,79b 37,17 ± 0,23e 41,93 ± 0,23 c 0,00060 37,17 ± 0,61a 39,29 ± 0,39e 50,79 ± 0,39 f 0,00070 44,84 ± 0,40d 41,93 ± 0,61c 51,06 ± 0,23 f 0,000

Sig. 0,000 0,000 0,000

Gambir yang diekstrak menggunakan berbagai jenis konsentrasi (50%,70%, dan 90%) pada berbagai suhu menunjukkan adanya pengaruh atauperbedaan yang signifikan terhadap aktivitas penangkapan radikal DPPH, yangditunjukkan oleh nilai signifikansi (0,000) < 0,05 melalui uji anova satu arah.Pengaruh yang sama ditunjukkan oleh ekstrak gambir yang diekstrak pada suhu50˚C, 60˚C, dan 70˚C, dengan nilai signifikansi yang sama, yaitu (0,000) ˂ 0,05.Kondisi yang berbeda ditunjukkan oleh ekstrak etanol pada suhu ekstraksi 40°C,menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan aktivitas penangkapan radikal DPPHdari setiap variasi konsentrasi etanol.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

23 ISBN: 978-979-17342-0-2

Hasil uji univariat menunjukkan bahwa ada pengaruh suhu ekstraksi dankonsentrasi etanol terhadap persentase penangkapan radikal DPPH ekstrakgambir, yang masing-masing memberikan nilai signifikansi yang sama (0,000) <0,05. Interaksi antara suhu ekstraksi dan konsentrasi etanol berpengaruh terhadapaktivitas penangkapan radikal DPPH ekstrak gambir, dengan nilai signifikansi(0,000) ˂ 0,05.

Penjelasan lebih mendalam tentang kecenderungan aktivitas penangkapanradikal DPPH ekstrak gambir dari setiap perlakuan ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Persentase penangkapan radikal DPPH ekstrak gambir dari berbagaikonsentrasi etanol dan suhu ekstraksi

Gambar 3, dapat dijelaskan bahwa ekstrak etanol 90% pada suhu ekstraksi60˚C dan 70°C menunjukkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang tertinggi,namun ekstrak etanol 90% menunjukkan aktivitas yang lebih rendah pada suhu40˚C dan 50°C. Gambaran yang berbeda ditunjukkan oleh ekstrak etanol 70%,pada suhu ekstraksi 40˚C dan 70°C memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingsuhu ekstraksi 50˚C dan 60°C.

Ekstrak etanol 90% pada suhu 60˚C dan 70°C, meskipun memilikiaktivitas penangkapan radikal DPPH yang tertinggi, namun bukan merupakanekstrak yang memiliki kadar fenolik tertinggi. Demikian pula halnya ekstraketanol 50% pada suhu ekstraksi 60°C, meskipun memiliki kadar fenolik tertinggi,namun ekstrak tersebut memberikan aktivitas penangkapan radikal DPPHterendah. Ekstrak etanol 50% pada suhu ekstraksi 70°C, meskipun memiliki kadarfenolik yang lebih rendah dibanding ekstrak etanol 50% pada suhu 60°C, namunmemiliki aktivitas penangkapan radikal DPPH yang lebih tinggi. Hasil tersebutmemberikan gambaran bahwa setiap ekstrak memiliki jenis senyawa fenolikberupa katekin yang berbeda. Pernyataan tersebut didukung oleh laporan Rauf dkk(2010) bahwa aktivitas penangkapan radikal DPPH ekstrak gambir tidak hanyaditentukan oleh kadar fenoliknya, tetapi juga ditentukan oleh bentuk dimer atau

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

24 ISBN: 978-979-17342-0-2

oligomer katekin penyusun ekstrak tersebut. Hal yang sama dilaporkan olehOsakabe dkk (2002) bahwa senyawa (+)-katekin memiliki aktivitas antioksidanyang berbeda dengan bentuk oligomernya.

Kesimpulan

Ekstraksi gambir menggunakan etanol 50% suhu 60°C memberikan kadarfenolik tertinggi, yaitu 12,77 ± 0,09%. Ekstrak etanol 90% suhu 60˚C dan 70°Cmenunjukkan persentase penangkapan radikal DPPH tertinggi, masing-masing50,79% ± 0,39 dan 51,06% ± 0,23.

Daftar Pustaka

Osakabe, N., Yasuda, A., Natsume, M., Takizawa, T., Terao, J., dan Kondo, K.,2002. Catechins and their oligomers linked by C4 → C8 bonds are majorcacao polyphenols and protect low-density lipoprotein from oxidation invitro. Experimental Biology and Medicine 227(1): 51–56.

Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S., dan Kuswanto, K. R., 2007.Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produkgambir (Uncaria gambir Roxb.). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 141 –146, 2007.

Rauf, R., Santoso, U., dan Suparmo, 2010. Aktivitas penangkapan radikal DPPHekstrak gambir (Uncaria gambir Roxb). Agritech, Vol. 30 No. 1: 1-5.

Ruenroengklin, N., Zhong, J., Duan, X., Yang, B., Li, J., dan jiang, Y., 2008.Effects of various temperatures and pH values on the extraction yield ofphenolics from litchi fruit pericarp tissue and the antioxidant activity of theextracted anthocyanins. International Journal of Molecular Science. 9:1333 – 1341.

Santoso, U., Rauf, R., Pambayun, R., Suparmo, Hadiwiyoto, S., Rahayu, K., 2008.Identification of antioxidants isolated from gambir (Uncaria gambirRoxb). Abstract. 14th World Congress Of Food Science & Technology,IUFoST-CIFST, Shanghai, China, 19-23 Oktober 2008.

Singleton, V.L., dan Rossi, J. A. (1965). Colorimeter of total phenolics withphosphomolibdic-phosphotungstic acid reagents. American Journal ofEnology and Viticulture 16: 144–158.

Yap, C. F., Ho, C. W., Aida, W. M., Chan, S. W., Lee, C. Y.,dan Leong, Y. S.,2009. Optimization of extraction conditions of total phenolic compoundsfrom star fruit (Averrhoe carambola L.) residues. Sains Malaysiana. 38(4) (2009): 511 – 520.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

25 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENGAWETAN NATA DE ALOE (Aloe Chinensis Baker) DENGANPOTASSIUM SORBAT DAN SODIUM ASKORBAT

SELAMA PENYIMPANAN

Riyanto1)

1)Fakultas Agroindustri,Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstrak

Lidah buaya sangat potensial dikembangkan karena proses dagingbuah daun lidah buaya dapat menjadi industri makanan, minuman, dankosmetik yang menguntungkan. Kandungan senyawa-senyawa yangberkhasiat bagi kesehatan di dalam daun lidah buaya mudah mengalamidecomposisi sehingga perlu upaya pengawetan untuk menghambat prosespembusukan. Penilitian ini bertujuan : menentukan konsentrasi potassiumsorbat dan sodium askorbat yang tepat dalam pengawetan nata lidahbuaya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasipotassium sorbat dan sodium askorbat yang sama yaitu 0%; 0,025%;0,05%; 0,075%; 0,1%, untuk mengawetkan nata lidah buaya dalamkemasan cup plastik yang disimpan selama 8 minggu. Penelitian dilakukantiga batch dan analisis kadar air, pH, total plate count (TPC), danpengamatan warna, bau, dan kekeruhan nata dilakukan setiap minggu.Hasil pengawetan dengan potassium sorbat maupun sodium askorbat padarange konsentrasi yang setingkat 0,05% - 0,1% tidak mengalamipembusukkan selama 8 minggu penyimpanan.

Kata kunci : pengawetan, potassium sorbat, sodium askorbat, nata de aloe,lidah buaya

Pendahuluan

Lidah buaya atau aloe vera (Aloe chinensis Baker) banyak digunakansebagai makanan kesehatan, kosmetik dan obat-obatan dan dipercaya dapatberfungsi sebagai antitumor, antidiabetes dan pelembab (Chang et al. (2006).Bagian tanaman yang banyak dimanfaatkan adalah daunnya. Produk utama daridaun lidah buaya adalah gel dan lateks/eksudat (Kristianto, 2005). Gel lidah buayabertekstur kenyal, tidak berwarna, tidak berbau, dan rasanya tidak sepahit eksudat.Sehingga banyak digunakan sebagai makanan fungsional yang berkhasiat obat,Sedangkan eksudat merupakan cairan kental berwarna kuning berasa pahit dandigunakan sebagai obat pencahar. Di dalam industri kosmetik, lidah buayadigunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan cream, lotion, sampo, pencucimuka dan produk lainnya. Dalam industri farmasi, lidah buaya digunakan untuk

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

26 ISBN: 978-979-17342-0-2

pembuatan produk-produk salap, dan gel, tablet dan kapsul (Eshun and He, 2004;He et al., 2005).

Daun lidah buaya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kulit luarberwarna hijau, termasuk berkas pembuluh, dan parenkim tak berwarna yangberada di bagian dalam yang mengandung gel lidah buaya. Pada bagian palingdalam dari daun berupa jaringan jernih, lunak, lembab, dan licin yang tersusunatas sel parenkim yang berair dalam bentuk musilago kental (Newton, 2004). Jadidaging daun yang tebal dari tanaman aloe vera tidak hanya mengandungkarbohidrat dinding sel seperti selulosa dan hemiselulosa tetapi juga karbohidratsimpanan seperti manan terasetilasi (Ni et al., 2004). Walaupun lebih dari 75kandungan bahan aktif dari gel bagian dalam telah diidentifikasi, efek pengobatantidak berkorelasi baik dengan masing-masing komponen individu. Banyak efekpengobatan dari ekstrak daun lidah buaya dihubungkan dengan polisakarida yangditemukan di dalam jaringan parenkim bagian dalam, tetapi dipercayai bahwaaktivitas biologis ini lebih disebabkan oleh aksi sinergis senyawa-senyawa yangada di dalamnya bukan senyawa kimia tunggal (Dagne et al., 2000).

Istilah daging buah atau jaringan parenkim menunjuk ke bagian dalamdaging utuh dari daun termasuk dinding sel dan organel, sedangkan gel ataumusilago menunjuk ke cairan jernih kental di dalam sel parenkim (Ni, and Tizard,2004). Tiga komponen struktural daging lidah buaya adalah dinding sel, organelterdegenerasi, dan cairan kental yang terkadung di dalam sel (Ni, et al., 2004).

Banyak senyawa dengan struktur bermacam-macam telah berhasil diisolasidari jaringan parenkim pusat daun lidah buaya dan eksudat dari sel yangdikeluarkan dari berkas pembuluh. Eksudat berwarna kuning yang berasa pahitmengandung turunan 1,8 dihidroksiantrakuion dan glikosidanya, yang manaterutama digunakan untuk obat pencuci perut (Vazquez et al., 1996). Jaringanparenkim lidah buaya atau pulp mengandung protein, lipid, asam amino, vitamin,enzim, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa-senyawa organik kecil selainkarbohidrat yang berbeda-beda. Fakta yang ada memang terjadi variasikemotaksonomik dalam komposisi polisakarida. (Reynolds, 2004). Fluktuasi yangbesar dalam komposisi polisakarida lidah buaya diterangkan dengan fakta bahwaresidu manosil yang terkandung di dalam polisakarida berbeda dengan pengaruhmusim yang besar, seperti juga variasi antar kultivar dalam hal jumlahpolisakarida yang mengandung manosa di dalam sel parenkim (Femenia et al.,1999).

Lidah buaya memiliki cita rasa yang tidak enak apabila dikonsumsi dalambentuk segar sehingga perlu diolah menjadi produk yang lebih disukai konsumen.

Salah satu produknya adalah nata de aloe. Persoalannya adalah bahan-bahan bioaktif yang berkhasiat dalam pengobatan yang terdapat dalam lidahbuaya mudah sekali mengalami kerusakan sehingga menjadi kehilangan sifatpengobatannya. Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh penaganan ketika dalam

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

27 ISBN: 978-979-17342-0-2

proses pengolahan yaitu pengupasan, pengirisan dan perlakuan panas, maupunkerusakan selama dalam penyimpanan karena aktivitas mikroorganisme.

Persoalan kerusakan daging daun lidah buaya selama penyimpanan dapatdiatasi dengan menggunakan bahan pengawet untuk meningkatkan ketahanan.Bahan pengawet yang digunakan dalam pengolahan makanan termasuk lidahbuaya harus bahan pengawet yang aman. Bahan pengawet potassium sorbatmemiliki toksisitas lebih rendah dibandingkan degan benzoat. Potassium sorbatmempunyai aktivitas dengan spectrum luas terhadap yeast dan kapang, tetapikurang efektif terhadap bakteri dan dalam dosis yang rendah sudah efektif untukmengontrol ketahanan makanan dan minuman. Efektivitas potassium sorbat padakisaran pH 6,5. (Furia, 1968). Menurut Tranggono (1989), batas maksimumpenggunaan potassium sorbat untuk produk sirup, sari buah, jeli, sebesar 0,1 %.Sodium askorbat digunakan dalam formulasi makanan sebagai antioksidandengan konsentrasi 0,0003 sampai 0,3%. Senyawa ini dinilai aman (GRAS)sebagai pengawet makanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukankonsentrasi potassium sorbat dan konsentrasi sodium askorbat yang tepat dalampengawetan produk nata de aloe.

Metode Penelitian

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan adalah daun lidah buaya (Aloevera chinensisBaker) yang diperoleh dari petani lidah buaya di desa Winong kabupatenPurworejo, Jawa-tengah. Ciri-ciri daun yang digunakan adalah bagian daun lidahbuaya dengan posisi pelepah agak miring atau jatuh ke tanah yang telah berumur8 bulan, dengan berat minimal 800 gram. Daun mempunyai struktur keras, tidakcacat atau luka, ujung tidak mengering, warna hijau mulus. Bahan lain adalahgula pasir merk Gulaku, potassium sorbet dan sodium askorbat teknis diperolehdari toko Tekun Yogyakarta. Nutrient agar, dan bahan-bahan kimia untuk analisisseluruhnya dengan kualifikasi pro analysis dari Merck. Peralatan yang digunakanmeliputi pH meter (Metrohm 620, Swiss), spektrofotometer (Milton Roy 20 D),neraca Sartorius seri 2848 Kepekaan 0,0001 g, oven, autoklaf, sealer elektrik,colony counter, peralatan untuk preparasi dan alat-alat gelas untuk analisis kimia.Cara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu: 1) proses pembuatan nata dealoe dan pengemasan, dan 2) pengujian kadar air, pH, total plate count (TPC), danpengamatan keadaan fisik secara periodik selama 8 minggu penyimpanan.Pembuatan nata mengacu pada Kristianto (2005). Analisis kadar air dikerjakanuntuk mengetahui seberapa besar terjadinya penyerapan air oleh nata denganmetode oven ( AOAC, 1990). Pengukuran pH untuk mengetahui terjadinyaperubahan pH selama penyimpanan mengacu Apriyanto et al., (1989).Pengukuran TPC untuk mendeteksi seberapa banyak jumlah bakteri yang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

28 ISBN: 978-979-17342-0-2

mengkontaminasi nata dilakukan berdasarkan Jutono (1980). Pengamatan fisiknata meliputi warna, bau, dan kekeruhan. Tiap perlakuan dibuat sebanyak 25 cupplastik 250 ml berisi nata de aloe., dan dibuat 3 batch. Setiap minggu diamati 3sampel per batch.Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkapdengan faktor tunggal yaitu bahan pengawet potassium dengan konsentrasi 0%;;0,025% ; 0,05%; 0,075%; 0,1% , sodium askorbat dengan variasi konsentrasi yangsama. Tiap perlakuan dibuat Untuk menentukan adanya perbedaan antarperlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan denganDuncan’s Multiples Range Test (DMRT) (Gacula dan Singh, 1984).

Hasil dan Pembahasan

Kadar Air Nata

Gambar 1. Kadar Air (%b) nata sampai minggu ke 8 pengawetandalam potassium sorbat 025% ; 0,05%; 0,075%; 0,1%

Gambar 2. Kadar Air (%b) nata sampai minggu ke 8 pengawetandalam sodium askorbat 025% ; 0,05%; 0,075%; 0,1%.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

29 ISBN: 978-979-17342-0-2

Kadar air nata tanpa bahan pengawet apapun sudah mengalami kerusakanpada penyimpanan selama 1 minggu, sehingga hanya dianalisis pada saat selesaipembuatannya, dan seterusnya tidak dianalisis lebih lanjut.

Nata yang diawetkan dengan potassium sorbat 0,025% dapat bertahansampai 4 minggu, sedangkan nata yang diawetkan sodium askorbat 0,025%hanya dapat bertahan sampai 3 minggu.

Nata yang diawetkan dengan potassium sorbat maupun sodium askorbatkonsentrasi 0,05%, 0,075% dan 0,1 % sampai pengamatan terakhir minggu ke 8masih baik kondisinya dilihat dari kondisi visualnya, yaitu tidak nampakperubahan warna yang signifikan, tidak tumbuh jamur, tidak terjadi kekeruhan,tidak berbau, dan tekstur masih keras.

Hasil analisis terhadap produk nata yang diawetkan dengan kedua macambahan pengawet, menunjukkan ada kecenderungan kenaikan kadar air nata selamapenyimpanan (Gambar 1 dan 2). Kenaikan kadar air disebabkan nata yang bersifatmudah menyerap air. Nata mengandung komponen-komponen yang bersifatmudah menahan air seperti galaktomanan (Femenia et al., 1999). Nata yangmengalami kerusakan bersifat lebih lunak dan kandungan airnya lebih tinggi.

pH NataSelama penyimpanan dalam pengawet potassium sorbat maupun sodium

askorbat, dengan konsentrasi yag diberikan ternyata terjadi penurunan pH dari

kurang lebih 5,5 sampai mendekati nilai pH 3. Semakin rendah konsentrasi zat

pengawet yang digunakan dan semakin lama waktu penyimpanannya, cenderung

semakin menurun pH-nya (Gambar 3 dan 4). Turunnya pH yang berarti tingkat

keasamannya naik disebabkan oleh aktivitas mikrobia. Bakteri asam laktat

merupakan bakteri yang tahan terhadap potassium sorbat. Bakteri ini

memproduksi asam laktat yang mungkin dapat meningkatkan keasaman nata.

Penurunan pH pada lidah buaya juga bisa terjadi akibat oksidasi senyawa-

senyawa fenolik menghasilkan asam aloetat (Femenia et al.,1999). Oksidasi

senyawa ini dapat terjadi selama penyimpanan dan selama proses pengolahan

dengan pemanasan. Oksidasi dapat menyebabkan warna nata berubah yang

semula bening menjadi kuning kecoklatan. Walaupun pada pH yang rendah

aktivitas bahan pengawet potassium sorbat dan sodium askorbat mungkin semakin

baik, namun karena tidak bisa mengimbangi jumlah mikrobia yang semakin

banyak sehingga rentan terhadap kerusakan akibat petumbuhan mikrobia tersebut.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

30 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 3. pH nata sampai minggu ke 8 pengawetan dalampotassium sorbat 0,025% ; 0,05%; 0,075%; 0,1%

.

Gambar 4. pH nata sampai minggu ke 8 pengawetan dalamsodium askorbat 0,025% ; 0,05; 0,075%; 0,1%

Total plate count (TPC)

Total plate count (TPC) adalah jumlah bakteri mesofil dalam 1 gramsampel yang diperiksa. Perhitungan koloni dianggap akurat apabila jumlah koloniyang dihitung 30 – 300 koloni bakteri pada setiap petri. Hasil analisis TPCmenunjukkan bahwa Ada kecenderungan kenaikan TPC selama penyimpanankarena semakin banyak pertumbuhan mikrobia terutama bakteri.

Nata yang tidak diawetkan pada minggu pertama penyimpanan sudahmengalami kerusakan. Sedangkan nata yang diawetkan dengan potassium sorbat0,025% mengalami kerusakan pada minggu ke 5, sementara yang diawetkandengan sodium askorbat 0,025% mengalami kerusakan pada minggu ke 4.Penambahan pengawet potassium sorbat maupun sodium askorbat 0,05 – 0,1%

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

31 ISBN: 978-979-17342-0-2

mampu mempertahankan nata dari kerusakan fisik sampai 8 minggupenyimpanan. Adanya pengawet potassium sorbat 0,05-0,1% ataupun sodiumaskorbat 0,05-0,1% telah terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikrobiaselama 8 minggu.

Gambar 5. Total plate count (x 10 −3 ) nata sampai minggu ke 8 pengawetandalam potassium sorbat 0,025% ; 0,05%; 0,075%; 0,1%

Gambar 6. Total plate count (x 10 −3 ) nata sampai minggu ke 8pengawetandalam sodium askorbat 0,025% ; 0,05%; 0,075%; 0,1%

Menurut Tranggono (1989), beberapa bakteri menghasilkan polisakaridaatau dekstran dari berbagai macam disakarida dalam bahan pangan yangdiawetkan dalam bahan makanan yang diawetkan. Dekstran tersebut membentuklendir baik dipermukaan maupun bagian dalam bahan makanan sehinggamenimbulkan bau tidak enak (asam).

Pada pengamatan selama 8 minggu dalam penyimpanan, penambahanpotassium sorbat atau sodium askorbat pada kisaran konsentrasi 0,05 – 0,1 %maka nata belum mengalami kerusakan.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

32 ISBN: 978-979-17342-0-2

Keseluruhan pengamatan minggu ke 8 penyimpanan adalah seperti ditunjukkan

dalam Tabel 1. Berikut:

Tabel 1. Kadar air, pH, dan Total Plate count Nata Setelah Penyimpanan Selama8 Minggu

Konsentrasi Pengawet Kadar Air pH TPC × 10¯³ *Potassiun Sorbat 0,05%

0,075%0,1%

Sodium Askorbat 0,05%0,075%0,1%

88,088,487,090,889,989,9

3,153,293,573,113,203,40

137b92c58c210a178ab156b

*Keterangan: notasi yang sama pada kolom yang menunjukkan tidakberbeda nyata menurut uji Duncan taraf nyata 5%

Selama 8 minggu dalam penyimpanan dengan pengawet potassium sorbat0,025-0,1% ataupun sodium askorbat 0,025- 0,1% , nata mengalami peningkatankadar air, penurunan pH walaupun antar perlakuan bahan pengawet tidak berbedasignifikan. Sedangkan peningkatan jumlah total plate count (TPC) paling tinggiterjadi pada pengawetan dengan sodium askorbat 0,05%, dan terendah padapengawetan dengan potassium askorbat 0,075 dan 0,1%,. Namun dari uji fisikinderawi belum ada perubahan warna, bau, dan belum timbul jamur pada semuaperlakuan pengawetan. Kerusakan yang terjadi pada penyimpanan nata dalamkemasan dengan kedua jenis pengawet itu pada kisaran konsentrasi 0- 0,025%adalah timbul bau asam, semakin lunak, terjadi kekeruhan, dan pada tahap lanjutterjadi perubahan warna dari bening menjadi coklat kekuningan.

Semakin tinggi konsentrasi potassium sorbat yang ditambahkan makasemakin lama umur simpan nata de aloe. Demikian juga semakin besarkonsentrasi sodium askorbat yang ditambahkan maka nata semakin awet. Iniberarti semakin besar konsentrasi potassium sorbat maupun sodium askorbat akancenderung menghambat aktivitas mikrobia penyebab kerusakan gel lidah buaya.

Kekeruhan disebabkan karena gel lidah buaya larut karena pengaruh pHyang semakin asam dengan semakin lama penyimpanan. Menurut Furnawanti(2002), jika pH menuju asam, nata akan berubah menjadi sol yang bersifat lebihencer sepertti sirup Kekeruhan terjadi karena senyawa-senyawa polimer yangkurang larut dalam nata mengalami degradasi menjadi senyawa-senyawa yanglebih kecil ukurannya dan mudah larut sehingga menimbulkan kekeruhan dalamlarutan nata. Ini menyebabkan nata menjadi lebih lunak, Terbentuknya natalunak berarti ada penyerapan air oleh gel tersebut. Ini didukung oleh adanyakenaikan kadar air semakin lama waktu penyimpanan.

Konsentrasi potassium sorbat maupun sodium askorbat 0,05 % dapatmempertahankan nata selama 8 minggu penyimpanan seperti juga denganpotassium sorbat dan sodium askorbat konsentrasi yang lebih tinggi, 0,075% dan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

33 ISBN: 978-979-17342-0-2

0,1%. Pengawet yang efektif pada konsentrasi yang lebih rendah merupakanpilihan karena akan lebih aman untuk dikonsumsi.

Kesimpulan

Nata de aloe dalam kemasan plastik yang diawetkan dengan potassiumsorbat 0,05% - 0,1% b/v ataupun sodium askorbat konsentrasi 0,05 – 0,1% tidakmengalami pembusukan selama 8 minggu penyimpanan.

Daftar Pustaka

AOAC, 1990. Officials Methods of Analysis Association Official AgriculturalChemistry. Washington D.C.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarmawati, dan S. Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Chang, X.L., C. Wang, Y. Feng and Z. Liu. 2006. Effects of Heat Treatment onthe Stabilities of Polysaccharides Substances and Barbaloin in Gel Juicefrom Aloevera Miller. J. Food Eng. 75 : 245-251.

Dagne, E., D.Bisrat, A. Viljoen, B.E. Van Wyk, 2000. Chemistry of AloeSpecies. Curr. Org. Chem. 4: 1055-1078.

Eshun, K. and Q. He, 2004. Aloe vera: A Valuable Ingredient for the Food,Pharmaceutical and Cosmetic Industries – A review. Crit. Rev. Food Sci.Nutr. 4: 91-96

Femenia, A., E.S. Sanchez, S. Simal, and C. Rosello, 1999. CompositionalFeatures of Polysaccharides from Aloe Vera (Aloe Barbadensis Miller)Plant Tissues. Carbohydr. Polym. 39: 109-117.

Furnawanthi, I., 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya si Tanaman Ajaib.Agromedia Pustaka, Jakarta.

Furia, T.E., 1968. Hand Book of Food Additives. Technical DepelopmentManager, Industrian Chemical Divition Glergy Chemical CorporationArdley, New York.

Gacula, M.C. dan J. Singh, 1984. Statistical Methods in Food and ConsumerResearch. Academic Press, Inc. Orlando. San Diego. New York. London.

He, Q., L Changhong, E. Kojo, and Z. Tian, 2005. Quality and Safety Asurance inthe Processing of Aloe vera Gel Juice. Food Control. 16: 95-104.

Jutono, 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum untuk Perguruan Tinggi.Departemen Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Kristianto, Y., 2005. Teknologi Pangan Olahan Lidah Buaya. Trubus Agrisarana,Surabaya.

Newton, L.E., 2004. Aloes In Habitat. In Aloes The Genus Aloe. Reynolds, T.,Ed. CRC Press. Boca Raton. 3-36.

Ni, Y., K.M.Yates, and I.R. Tizard, 2004.Aloe Polysaccharides. In Aloes TheGenus Aloe. Reynolds, T., Ed. CRC Press. Boca Raton. 75-87.

Ni, Y. and I.R. Tizard, 2004. Analytical Methodology: The Gel-Analysis of AloePulp and Its Derivatives. In Aloes The Genus Aloe. Reynolds, T., Ed.CRC Press. Boca Raton.111-126.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

34 ISBN: 978-979-17342-0-2

Ni, Y., D Turner, K.M. Yates, and I. Tizard, 2004. Isolation and Characterisationof Structural Components of Aloe Vera L. Leaf Pulp.Int.Immunopharmacol. 4: 1745-1755.

Eshun, K. and Q. He, 2004. Aloe vera: A Valuable Ingredient for the Food,Pharmaceutical and Cosmetic Industries – A review. Crit. Rev. Food Sci.Nutr. 4: 91-96.

Reynolds, T., 2004. Aloe Chemistry. In Aloes The Genus Aloe. Reynolds, T., Ed.CRC Press. Boca Raton. 39-74.

Tranggono, 1989. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). PAU Pangan danGizi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Vazquez, B., G. Avila, D. Segura, and B. Escalante, 1996. AntiinflammatoryActivity of Extracts from Aloe Vera Gel. J. Ethnopharmacol. 55: 69-75.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

35 ISBN: 978-979-17342-0-2

KARAKTERISTIK NUGGET ANALOG KEDELAI HITAM(Glycine max (L.) Merr) DENGAN FILLER TEPUNG MAIZENA

Sri Kanoni1, Priyanto Triwitono1dan Anggita Ecstasy Lunarjati2

1Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, UGM Yogyakarta2Alumni Mahasisiwa Fakultas Teknologi Pertanian,UGM Yogyakarta

AbstrakKedelai hitam memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan, dengan kandungan

protein nabati dan antioksidan yang tinggi, maka kedelai hitam dapat dikembangkanmenjadi produk pangan kesehatan, salah satunya dalam pembuatan nugget analog. Tujuanpenelitian ini adalah menentukan jenis tepung dan konsentrasi sebagai filler dalampembuatan nugget analog yang diterima panelis, mengetahui karakteristik nugget analogkedelai hitam Mallika Jawa Timur, Mallika hitam Bantul dan kedelai kuning impor,meliputi karakteristik . fisik, kimia, sensoris dan sifat fungsionalnya.Nugget analog dibuatdari kedelai hitam dan kuning, dianlisis karakteristik fisik dan kimiawi. Selanjutnya,ditentukan jenis filler (tepung terigu, maizena, dan tapioka) konsentrasi 10% yangmenghasilkan nugget analog disukai panelis. Tepung maizena konsentrasi 5%, 10%, 15%,dan 20% digunakan dalam pembuatan nugget analog .Selanjutnya dianalisaarakteristiknya, meliputi karakteristik fisik, kimia , sifat sensoris (uji kesukaan) terhadapkenampakan, rasa, kekerasan, kekenyalan, dan keseluruhan), dan stabilitas emulsi.. Nuggetanalog dari berbagai varietas kedelai dengan konsentrasi tepung maizena tertentudianalisis karakteristknya, meliputi sifat kimia) dan sifat fungsional . Nugget analogkedelai yang paling diterima panelis diuji kesukaan bersama nugget ayam komersialsebagai pembanding.Hasil penelitian menunjukkan nugget analog dengan filler tepungmaizena paling diterima panelis. Nugget analog kedelai hitam Mallika Jawa Timur dankuning impor dengan konsentrasi maizena 10% serta nugget analog kedelai hitam MallikaBantul dengan konsentrasi maizena 15% memiliki karakteristik sensoris, fisik dan kimiayang berbeda. Karakteristik nugget analog kedelai hitam Mallika Jawa Timur, kedelaihitam Mallika Bantul dan kedelai kuning impor mengandung serat kasar, secara berurutan1,48% ; 1,50% ; 1,78% db, total fenol 5,12 ; 5,31 ; 3,18 mg GAE/100 g dan aktivitasantioksidan sebesar 12,83% ; 8,33% ; 4,50%.

Kata kunci : kedelai hitam, karakteristik nugget analog, chemical and sensory, functional

CHARACTERISTICS NUGGET ANALOG MADE FROM BLACKSOYBEANS (Glycine max (L.) Merr) WITH MAIZE FLOUR AS FILLER

Sri Kanoni1, Priyanto Triwitono1dan Anggita Ecstasy Lunarjati2

1Faculty of Agricultural Technology, Gadjah Mada University, Yogyakarta2Alumnus of Faculty of Agricultural Technology, Gadjah Mada University

Abstract

Black soybean has great benefits for health, namely vegetable protein content andhigh antioxidant. Black soybean may be developed into a health food product, one of themin the manufacture of analog nuggets. The purpose of this study was to determine the typeand concentration of flour as a filler in the manufacture of analog nugget received panelist,

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

36 ISBN: 978-979-17342-0-2

knowing the characteristics of the analog soy nuggets East Java Mallika, Mallika Bantuland yellow soybean imports, including physical properties, chemical, sensory andfunctional characteristics. Nugget analog made from soy (Mallika East Java and Bantuland yellow soybean imports as a comparison) and then analyzed the physical and chemicalproperties. Then determined the type of starch from 10% wheat flour, corn, and pearls,nugget analog Mallika East Java. Cornstarch as much as 5%, 10%, 15%, and 20% addedto the analog nugget East Java Mallika, Mallika Bantul and yellow soybean imports andthen analyze its characteristics, including physical properties, chemical,, sensoryproperties (hedonic test on appearance, taste, hardness, suppleness, and overall), emulsionstability, and microscopic emulsion. Nugget analogue of soybean varieties with a certainconcentration of cornstarch analyzed their character, including chemical and functionalproperties .Soy nuggets of the most acceptable analog panelists tested together with ofcommercial chicken nuggets. Results showed nugget analogous to most accepted panelistsmaizena flour filler. Mallika analog black soya nuggets of East Java and yellow maizeimports by 10% and the concentration of analogue black soya nuggets Mallika Bantulcornstarch 15% concentration has a characteristic sensory properties, different physicaland chemical properties. Soy sausage analog of East Java Mallika, Mallika Bantul andyellow soybeans imported crude fiber, 1.48%, respectively; 1.50%, 1.78% db, the totalphenol 5.12, 5.31, 3.18 mg GAE / 100 g and the antioxidant activity of 12.83%, 8.33%,4.50%.

Keywords : characteristics of the analog nugget, black soybean, physical properties,chemical and sensory, functional

PendahuluanKedelai merupakan tanaman polongan, kandungan gizi cukup tinggi,

dalam SNI dibagi dalam 4 jenis, yaitu kedelai kuning, hitam, hijau, dan campur(Riaz, 2006). Pemanfaatan kedelai hitam sangat terbatas hanya sebagai bahandasar kecap, karena warna hitam kulit kedelai (senyawa antosianin dan flavonoidantosianin ) sangat berpengaruh pada warna hasil olahnya. Senyawa flavonoidsebagai antioksidan mampu mencegah proses oksidasi secara dini dan timbulnyapenyakit degenerative. (Synder, 1992). Kedelai hitam varietas Mallika, kadarAntosianin 45 mg/kg kedelai (Dewanto, 2008). Pada kulit kedelai hitam terdapatserat pangan, yaitu hemiselulosa yang mempunyai efek hipokolesterolemik, yangberpengaruh dalam menurunkan kolesterol darah (Shalunke et al, 1995),sehinggabermanfaat bagi kesehatan. Berdasarkan beberapa manfaat kedelai hitam besertakulitnya yang sangat besar bagi kesehatan , maka kedelai hitam dapatdikembangkan menjadi produk pangan kesehatan yaitu nugget (nugget analog).Nugget adalah produk daging (merupakan system emulsi) yang memilkikarakteristik fisik dan sensoris yang sangat disenangi konsumen. Protein kedelaimampu berfungsi menstabilkan system emulsi (Kenshun Liu, 1999) seperti halnyaprotein miofibrilar (aktin dan myosin) dalam daging, dan juga mampu sebagaibinder yang dapat bekerja sama dengan filler) untuk memperkuat stabilitas emulsi(Price and Schweigert, 1977), sehingga menghasilkan nugget analog yang kompakdengan sifat irisan yang halus dan merata . Filler (tepung maizena, terigu dantapioca) merupakan bahan sumber karbohidrat tinggi dan protein rendah sertamemiliki potensi /kemampuan emulsifikasi (Barbut, 2002). Faktor penting yangmenentukan tekstur, baik kekerasan maupun kekenyalan produk pangan adalah

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

37 ISBN: 978-979-17342-0-2

kemampuan filler dalam mengikat air dan lemak selama penyiapan adonan sampaipemasakan( Prinyawiwatkul 1997). Adonan dengan emulsi stabil biasanya akanmengahasilkan tekstur yang baik setelah dimasak, tetapi bila emulsinya tidakstabil, maka akan dijumpai rongga-rongga lemak (Triatmojo, 1992) . Tujuanpenelitian adalah untuk mengetahui karakteristik fisik, kimiawi dan sensorisnugget analog serta stabilitas emulsi dan sifat fungsional.

Metode PenelitianBahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kedelai hitam ( Mallika Jawa Timur danBantul) dan kedelai kuning impor, diperoleh dari Dinas Pertanian Yogyakarta.Bahan pembantu : tepung( maizena , terigu , tapioka ), garam halus , pala halus,tepung panir, dan telur ayam diperoleh dari toko Progo , Yogyakarta.Bahan kimiayaitu: Asam Borat + BCG-MR, NaOH-Na2SO3, basic fuchsin, alkohol 95%, fenol,Methylene Blue, xylene, larutan DPPH, diperoleh dari Laboratorium Gizi FakultasTeknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta .

Peralatan analisis :timbangan analit Shimadzu AW 220, oven listrik merkMemmert (V30, Schwabach, Germany), muffle oven model FUW220PA SerialNo. 074206, seperangkat alat mikrokjeldahl, seperangkat alat soxtec, mikroskop,sentrifuse, ruang asam Kottermann, dan Llyod Universal Testing Machine ZwickZO.5.

Cara PenelitianDilakukan analisis karakteristik fisikdan kimiawi kedelai hitam dan

kuning. Dibuat nugget analog kedelai hitam dengan filler tepung (maizena/terigu / tapioka) 10%. Kedelai disortasi, direndam selama 3 jam, direbus danditimbang sesuai formula ,digiling hingga halus dan dicampur dengan tepungmaizena/terigu/tapioca konsentrasi 10%, bumbu-bumbu(garam 1%, bawang putih0.6%,bubuk pala 0.4%) air(16%), dicetak dalam loyang, dikukus, didinginkanserta dilumuri campuran tepung panir dan telur. Nugget analog dianalisiskarakteristik sensoris (uji kesukaan) untuk mengetahui dan memilih jenistepung yang menghasilkan nugget analog yang disukai panelis.

Dibuat nugget analog kedelai hitam (Malika Jawa Timur,Malika Bantul)dan kuning impor,dengan cara yang sama menggunakan tepung terpilihkonsentrasi : 5%,10%,15% dan 20%. Dilakukan analisis karakteristik fisik(kekerasandan kekenyalan) ,karakteristik kimiawi (kadar air, abu, protein,lemakdan karbohidrat by different),karakteristik sensoris (uji kesukaan ), stabilitasemulsi dan sifat fungsional nugget analog yang dihasilkan.Hasil dan Pembahasan

Karakteristik fisik dan kimiawi kedelai hitam dan kuning

Dari hasil Tabel 1 menggambarkan bahwa kedelai hitam dapat dibuatnugget analog dan menghasilkan nugget analog yang bagus bagi kesehatan.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

38 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel.1. Karakteristik fisik dan kimiawi kedelai hitam dan kuningKarakteristikfisik

Karakteristikkimiawi

Kedelaihitam MalikaJawa Timur

Kedelai hitamMalika Bantul

Kedelaikuningimpor

Warna Hitam Hitam KuningDiameter (mm) 5,24 5,09 6,07Panjang (mm) 6,00 6,31 6,41Berat(g/100biji)

9,59 9,44 16,37

Kadar Air (% wb) 11,35 11,66 11,51Kadar Protein (% db) 41,10 44,35 39,17Kadar Lemak (% db) 18,34 20,34 16,70Kadar Abu (% db) 0,61 0,60 0,49Karbohidrat (% db) 40,50 35,25 44,08Serat kasar (db) 5,74 5,71 5,76Aktivitas antioksidan(%)

26,03 26,51 21,11

Kandungan total fenol(mg/100g bahan)

589 649 385

Karakteristik sensoris (uji kesukaan) nugget analog dengan tepung maizena/tepung terigu/ tepung tapioka (10%)

Tabel 2. Uji Kesukaan nugget analog dengan 10% tepung maizena/terigu/tapiokaTepung Atribut

Kenampakan Rasa Tekstur KeseluruhanMaizena 3,93a 3,27a 3,40a 3.47a

Terigu 3,47b 3.13a 3.20a 3.27a

Tapioka 2,80c 2,87a 3,13a 3,07a

Notasi sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata(P < 0,05)

Hasil pada Tabel 2 , menunjukkan bahwa tepung maizena 10% mampumnghasilkan nugget analog yang memilik nilai kesukaan tinggi dibandingkandengan tepung terigu dan tapioka pada kenampakan (3,93), rasa (3.27),tekstur(3.40), keseluruhan (3.47), sehingga dipilih sebagai filler nugget analog kedelaihitam dan kuning.Karakeristik fisik (Kekenyalan dan kekerasan ) nugget analog kedelai hitamdan kuning dengan tepung maizena (5%,10%, 15% dan 20%)

Tabel 3. Kekenyalan dan kekerasan nugget analog

TepungMaizena (%)

KedelaiKedelai hitam (Mallika,

Jawa Timur)Kedelai hitam

(Mallika, Bantul)Kedelai kuning impor

Kenyal Keras Kenyal Keras Kenyal Keras5 13,56a 13,74a 13,50a 15,39a 11,82a 8,53a

10 9,95b 14,99a 15,88b 17,48a 11,34a 9,56a

15 12,03ab 18.02ab 18,08c 17,68a 8,70a 14,07b

20 10,08b 24.67ab 18,15c 30,47b 12,27a 21,67c

Keterangan:Notasi sama dalam satu kolom menunjukkan tidak beda nyata (P < 0,05)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

39 ISBN: 978-979-17342-0-2

Karakteristik kimia nugget analog kedelai hitam dan kuning dengan tepungmaizena (5%,10%,15% dan 20%).

Tabel 4. Karakteristik kimia nugget analog

KedelaiTepungMaizena

(%)

Karakteristik KimiaAir

(% wb)Abu

(% db)Protein(% db)

Lemak(% db)

Karbohidrat(% db)

KedelaiHitam(Malika, JawaTimur)

5 60,77b 2,67e 38,84bcde 6,66a 53,46abc

10 62,14b 2,52de 33,38ab 6,39a 60,68abc

15 57,92a 2,38d 30,44ab 6,49a 63,15bc

20 61,91b 2,01abc 28,25a 5,51bc 64,38c

KedelaiHitam(Malika,Bantul)

5 65,83d 2,14c 34,62abc 5,79b 60,29bc

10 67,38e 1,93ab 31,83ab 5,15c 63,46c

15 64,17c 2,02abc 37,64bcd 5,43bc 56,88abc

20 61,31b 2,03abc 36,44abc 4,34d 53,97abc

KedelaiKuningImpor

5 69,87f 2,43d 44,67de 5,66b 47,81a

10 70,13f 1,85a 46,70e 5,35bc 46,74a

15 71,22f 2,06cd 42,42cde 5,16c 48,31ab

20 65,53d 1,99abc 35,01abc 6,28a 57,23abc

Keterangan : Notasi sama dalam satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada tingkatsignifikan 5 % (P < 0,05)

Karakteristik sensoris nugget analog kedelai hitam dan kuning dengan fillertepung maizena (5%,10%,15% dan 20%).

Tabel 5 Karakteristik sensoris (Uji kesukaan) nugget analog

KedelaiTepungMaizena

(%)

Atribut Sensoris

Rasa Kekerasan Kekenyalan Kenampakan Keseluruhan

KedelaiHitamMalika, Jawa

Timur

5 3,40a 3,07ab 3,07a 2,73a 3,07a

10 3,53a 3,40ab 3,33a 2,80a 3,32a

15 3,33a 3,33ab 3,13a 2,73a 3,00a

20 3,27a 3,27ab 2,93a 2,67a 3,13a

Kedelai HitamMalika,Bantul)

5 3,07a 2,93a 3,27a 2,80a 3,07a

10 3,13a 3,07ab 3,33a 2,60a 3,13a

15 3,20a 3,33ab 3,40a 2,80a 3,33a

20 3,00a 3,13ab 3,07a 2,73a 3,20a

KedelaiKuning Impor

5 2,93a 3,40ab 3,40a 3,40bc 3,20a

10 3,30a 3,53b 3,27a 3,53c 3,40a

15 3,07a 3,33ab 3,33a 3,60c 3,20a

20 3,27a 3,13ab 2,93a 3,07ab 3,13a

Keterangan : Notasi sama dalam satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada tingkatsignifikan 5 % (P < 0,05)Nilai :1: Sangat tidak suka.2.Tidak suka.3.Agak suka.4. Suka.5. Sangat suka .

Tabel 3 menunjukkan bahwa kekerasan meningkat seiring denganmeningkatnya konsentrasi tepung maizena pada semua varietas kedelai,sedangkan kekenyalan menurun pada kedelai hitam Malika Jawa Timur dan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

40 ISBN: 978-979-17342-0-2

kuning. Kekerasan dan kekenyalan nugget analog kedelai hitam Malika Bantulmeningkat dan memiliki nilai yang tinggi ,ini sesuai dengan kandungan protein ,air dan lemak pada Tabel 2. Hal ini menunjukkan bahwa protein kedelai sebagaibinder mampu berinteraksi secara baik dengan filler tepung maizena dalammenstabilkan emulsi nugget analog, sehingga kekerasan dan kekenyalanmeningkat. ( Prinyawiwatkul 1997). Kekerasan dan kekenyalan nugget anlogkedelai hitam Malika Bantul paling tinggi yaitu 18,15dan 30,47 (20% tepungmaizena).

Hasil analisis Tabel 4 terlihat bahwa kandungan protein, air , lemak dankarbohidrat yang tinggi pada nugget analog kedelai hitam malika Jawa Timur(5% maizena), kedelai hitam Malika Bantul (15% maizena), kedelai kuning impor(10% maizena) . Protein kedelai sebagai binder dan mizena sebagai fillerberinteraksi dengan baik dalam menyelubungi globula lemak dalam system emulsi(Price and Schweigert,1971). Hal ini berkaitan dengan adanya fraksi amilosa danamilopektin yang saling berikatan baik dengan protein maupun antar sesamanya(Purnomo,2000). Stabilitas yang tinggi (> 99 %) pada semua variasi didukungoleh hasil Tabel 3 adanya interaksi yang bagus antara binder dan filler.Berdasarkan anlisis Tabel 5 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang nyata padakesukaan terhadap kenampakan nugget analog kedelai hitam dan kuning hal inisesuai dengan hasil analisis Tabel 2. Warna yang hitam kulit kedelai hitammenurunkan nilai kesukaan terhadap kenampakan .Konsentrasi maizena 10 %menghasilkan nugget analog dengan nilai kesukaanyang tinggi pada semuavarietas kedelai .

Karakteristik kimiawi nugget analog kedelai hitam dan kuning (nilainyatinggi)

Tabel 6. Karakteristik kimia nugget analog yang terbaik.

Nugget analog Aktivitas antioksidan(%)

Total Fenol (mg GAE/100gbahan)

A 12.83de 5,12a

B 8,33ef 5,31a

C 4,50f 3,18a

Keterangan : Notasi sama dalam satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada tingkatsignifikan 5 % A.Nugget analog.Kedelai Malika Jawa Timur + tepung maizena 10%. B.Nugget analogKedelai Malika Bantul + tepung maizena 15%. C. Nugget analog Kedelaikuning impor + tepung maizena 10%.D.

Karakteristik snsoris nugget analog kedelai hitam dan kuning (nilainyatinggi)

Nugget analog dengan kedelai hitam Mallika Jawa Timur dan Bantul ,aktivitas oksidannya berbeda nyata dengan kedelai kuning impor. Hal ini sesuaidengan yang diungkapkan Sakakibra et al., (2003), kedelai hitam mempunyai

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

41 ISBN: 978-979-17342-0-2

kandungan antioksidan berupa senyawa fenolik yang lebih banyak dan beragamdibandingkan dengan kedelai kuning.sarkan hasil penelitian Jing rui., et al (2007)kandungan total fenol kedelai hitam berkisar antara 7.05-74.82 mg GAE/100gbahan. Hasil uji kesukaan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai kesukaannugget analog tidak ada beda nyata antar varietas kedelai . Namun demikianberbeda nyata dengan nugget ayam dipasaran.

Tabel 7. Uji Kesukaan Nugget Analog Kedelai Dengan Pembanding NuggetAyam Pasaran

SampelAtribut Sensoris

Rasa Kekerasan Kekenyalan Kenampakan KeseluruhanA 2,87a 2,87a 2,87a 2,73a 2,87a

B 2,53a 3,00a 2,80a 2,40a 2,73a

C 2,93a 3,07a 2,80a 3,47b 3,13a

D 4,27b 3,87b 3,87b 4,13c 4,27b

Keterangan :Notasi sama dalam satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada tingkat signifikan 5 %(P < 0,05)1: Sangat tidak suka .2.Tidak suka.3,Agak suka.4. Suka.5.Sangat sukaA.Nugget analog.Kedelai Malika Jawa Timur + tepung maizena 10%. B. NuggetanalogKedelai Malika Bantul + tepung maizena 15%. C. Nugget analog Kedelai kuningimpor + tepung maizena 10%.D. Nugget Ayam Komersial

Kesimpulan

Karakteristik fisik, kimiawi dan sensoris nugget analog kedelai hitamMalika Jawa Timur , keddelai hitam Malika Bantul dan kedelai kuning imporyang tinggi dan terpilh dengan filler tepung maizena 10%,15% dan 10%. Sifatfungsional aktivitas antioksidan dan berturut-turut 12.83%, 8.33%, 4.50%.Kandungan total fenol nugget analog berturut- turut : 5.12; 5.31; dan 3.18(mgGAE/100g bahan)

Daftar Pustaka

Barbut, S. 2002. Poultry Products Processing. CRC Press. Washington, DCDewanto, Henrikus 2008. Manfaat Kedelai Hitam. www.plasaomega.com. Didownload

pada 15 Maret 2009Kenshun Liu. 1999. Soybean: Chemistry, Technology, and Utilization. Aspen Publishers,

Inc. Gaithersburg, Maryland.Prinyawiwatkul, W., K. H. MC Watters, L. K. Beuchat and R. D. Philips. 1997.

Optimizing acceptability of chicken nuggets containing fermented coupea andpeanuts flours. J. food Science. 62: 887-889

.Price, J.F and Scheweigert, B. S., 1971. The Science of Meat and Meat Product.Freeman, W. H and Company, San Fransisco.

Riaz, Mian N. 2006. Soy application in food. Boca Raton : CRC PressShalunke, D.K., 1995. Postharvest biotechnology of food legume. CRC Press Inc. Florida.Snyder, H. E and Kwon, T.W., 1987. Soybean utilization. anAVI Book. Published by Van

Nostrand Reinhold Company. New York.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

42 ISBN: 978-979-17342-0-2

TINGKAT PENGETAHUAN PARA IBU TENTANG KEAMANANPANGAN PADA PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN TAMBAHAN

PANGAN DALAM PRODUK MAKANAN YANG SERING DIKONSUMSI

Nunuk Siti Rahayu 1

1 FTP Unwidha jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Abstrak

Has been studied with the title "The Knowledge of the Mother About FoodSafety in Use Supplementary Food Ingredients in Food Products FrequentlyConsumed. The study included respondents who consisted of two groups, namelyGroup Society of Dharma Wanita and PKK Delanggu Klaten district by 30respondents and Circle of Friends Group of Dharma Wanita Unwidha Klaten totalof 30 respondents. Analysis of the data used is descriptive method of Qualitativeand Quantitative. Data obtained from a questionnaire disseminated quitionaryentry form before attending the counseling about Tanbahan Food Ingredients andafter following the extension, analyzed quantitatively, then the results of researchand analysis are described qualitatively in the form of narrative.

The results showed that the respondents have a lot to know different kinds ofRaw Food Supplement (BTP) that is as much as 77.27% of the respondents,77.27% of the respondents, BTP is a little-known sweetener, flavor enhancer andcoloring. But the level of knowledge about how the use of BTP, what concentration,what is the danger that arises when the use of repeated and exceeded the threshold,it is still low. This is evident from the high number of users of BTP as a sweetener(72.27%), synthetic food coloring (61.36%), bleng (84.09% in the manufacture ofcrackers gendar), as well as some other preservatives that actually banned (alum,bleach) or less is recommended (cyclamate and saccharin). In general, therespondents are familiar with BTP, but they do not know the safe threshold of use,BTP hazard when accumulated continuously in the body, do not know thecharacteristics berBTP food, easily obtain BTP is not safe because the price ischeaper and easily obtained.

Pendahuluan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalamkehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memilikiinterelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jikasemua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untukmenyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya denganmelakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapatmemberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.

Masih segar dalam ingatan kita peristiwa gegernya penyalahgunaan boraksdan formalin sebagai bahan pengawet makanan. Hal ini mengakibatkanmasyarakat ragu-ragu mengkonsumsi tahu, mie , bakso, sambel botol, saos tomatdan lain-lain bahan pangan kemasan. Selain itu masih banyak penggunaan bahan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

43 ISBN: 978-979-17342-0-2

kimia lain yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan olahan, yangmembahayakan kesehatan manusia, seperti zat pewarna dan pemanis buatan yangberlebihan. Permasalahan berikutnya yang muncul, sudahkah konsumenmengetahui berbagai penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang seringdigunakan dalam pengolahan makanan dan minuman?. Pengolahan makananataupun minuman di dapur keluarga, juga seringkali disadari atau tidak disadarijuga menggunakan BTP. Akan tetapi penggunaan BTP harus memenuhi ataumemperhatikan faktor kesehatan tubuh, sehingga dalam penggunaannya harusmemperhatikan aturan pemakaian dan menggunakan BTP yang memang diizinkanuntuk pengolahan makanan atau minuman. Selain aturan penggunaan jugakewaspadaan di dalam memperoleh BTP seharusnya menjadi perhatian.Permasalahannya, sudahkah para ibu rumah tangga mengetahui hal tersebut?.

Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi jugamenyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalahmerupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dansangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat,tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.Menurut FAO/WHO dalam International Conference on Nutrition dalam WorldDeclaration on Nutrition, 1992), memperoleh makanan yang cukup , bergizi danaman adalah hak setiap manusia. Dengan demikian manusia sebagai subyekmempunyai HAM : “Hak Hidup Sehat yang harus Dihargai”. Keamanan panganadalah sebuah tanggung jawab yang mengikat kita semua, dari petani hinggakonsumen yang menyiapkan makan untuk keluarganya. Mengabaikan tanggungjawab ini maka resiko yang kita hadapi adalah keracunan yang dapatmenyebabkan kematian ( http://hartoko.wordpress.com/keamanan-pangan/).

Menurut Ahmad Sulaeman (2007), pangan yang tidak aman akanmengakibatkan :1). Foodborne Illnesses, yang dapat memberikan konsekuensiserius dan fatal pada anak – anak, kelompok lansia, yang dapat (a) Mengganggusystem imunisasinya ; (b) Pada orang sehat dapat mengakibatkan demam, diare,mual , muntah dan sakit perut; (c) Pada tingkat komplikasi yang lebih serius, akanmerusak ginjal, arthritis, kerusakan neurologi, septisemia dan kematian; 2).Kerugian – kerugian yang tidak diharapkan dan berlaku secara umum : (a)Mengganggu kesehatan penduduk dan menyebabkan kesakitan ((b) Menurunkanproduktifitas, (c) Membebani anggaran pemerintah, (d) Merugikan perekonomiandan citra bangsa

Menurut Aman Wirakartakusumah (2004) pada aspek legal, sistemkeamanan pangan di Indondesia sudah diatur dengan Undang-undang nomor 7tahun 1996. Namun, UU tersebut belum didukung dengan infrastruktur yang baikseperti penegakan hukum dan lembaga yang memiliki kewenangan yang cukupkuat untuk melakukan pemantauan keamanan pangan secara terpadu. Kebijakanbeberapa lembaga pemerintahan yang terkait dengan keamanan pangan sepertiDepartemen Pertanian, Departemen Kesehatan, dan Departemen Perdagangan dan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

44 ISBN: 978-979-17342-0-2

Perindustrian masih berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya, banyak kebijakan yangdikeluarkan oleh lembaga-lembaga itu yang tidak matching satu dengan yanglainnya,. Kondisi ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu hambatan bagiterwujudnya keamanan pangan dan gizi di Indonesia. Tingkat kemiskinan masihtinggi, tingkat kepedulian masyarakat terhadap makanan yang sehat dan bergizijuga rendah,

Makanan murah, cenderung menggunakan bahan-bahan kimia yangberbahaya untuk dikonsumsi seperti bahan-bahan pewarna atau pengawet. Industrimakanan di Indonesia masih lebih banyak berasal dari usaha berskala kecil,dengan jumlah sekitar 647 ribu unit usaha. Sedangkan untuk skala menengah danbesar sekitar 2.000 unit usaha. Tenaga kerja yang diserap industri pangan sekitar 4juta orang. Untuk usaha skala kecil ini sulit dikontrol keamanannya, karenakebanyakan merupakan industri rumahan. Dengan kondisi tersebut,, penanganankemanan pangan harus dilakukan secara terpadu dan melibatkan semua pihakyang berkepentingan. Pemerintah, pelaku ekonomi, ilmuwan sampai masyarakatsebagai konsumen harus saling menghormati dan bekerjasama untuk mencarisolusi untuk mengantisipasi persoalan-persoalan ini,'' ungkapnya.

Keamanan pangan jelas sangat terkait pula dengan adanya BahanTambahan Pangan yang sering digunakan oleh konsumen. Berdasarkanpengamatan sekilas oleh peneliti, banyak sekali industri rumahan, penjajamakanan kecil di sekolah-sekolah, bahkan beberapa ibu rumah tangga yang seringmenambahkan BTP dalam proses pengolahan makanan, baik untuk tujuankomersial maupun untuk konsumsi keluarga, tanpa memastikan tingkat kemanandari penggunaan BTP tersebut.

Berdasarkan pengalaman di atas, perlu diketahui sejauh mana pengetahuanatau pemahaman konsumen terhadap penggunaan atau penyalahgunaan BahanTambahan Pangan (BTP) melalui penelitian. Hal ini akan bisa memberikangambaran kepada semua pihak, terkait yang berkepentingan di dalam menanganipenggunaan BTP. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui jenis BTP yangsering digunakan oleh para ibu; Untuk mengetahui bagaimana cara para ibumenggunakan BTP; dan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan para ibu terhadapBTP yang membahayakan kesehatan manusia.

Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan

Oktober 2010, melibatkan 2 kelompok di 2 tempat, : 1. Ibu-ibu kelompokPaguyuban Dharma Wanita dan PKK kecamatan Delanggu, pada tanggal 22 April2010, 2. Ibu-ibu kelompok Paguyuban Dharma Wanita Universitas WidhyaDharma Klaten, pada tanggal 8 Mei 2010.

Alat dan Bahan Penelitian meliputi : Komputer, Ballpoint, Kertas, Angketberisi quisioner (terlampir).

Data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan Data Primer yangdikumpulkan secara langsung melalui obyek penelitian dalam bentuk penyebaran

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

45 ISBN: 978-979-17342-0-2

angket yang berisi quisioner. Masing-masing sebanyak 30 angket disebarkankepada ibu – ibu dari 2 kelompok tersebut sebelum mengikuti penyuluhan tentangkeamanan pangan dan sesudah mengikuti penyuluhan.

Analisis permasalahan digunakan metode deskriptif kualitatif dankualitatif. Angket yang masuk dianalisis secara kuantitatif berdasarkan persentasedari jawaban pada masing-masing pertanyaan, kemudian hasil penelitian besertaanalisisnya diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi. Kemudiandari hasil analisis diambil suatu kesimpulan berdasarkan rumusan masalah.

Hasil dan PembahasanHasil Analisis Kuantitatif Data Pertanyaan Umum

Dari sejumlah 60 angket yang diberikan kepada dua kelompok ibu – ibu,yang dikembalikan dengan jawaban sebanyak 44 lembar angket yang berarti 73,3%, (48,3% kelompok 1 dan 25,0% kelompok 2), sedangkan 16 angket (26,6%)tidak dikembalikan. Untuk kelompok I yaitu Ibu – ibu Dharma Wanita dan PKKKecamatan Delanggu dibagikan 30 lembar yang kembali 29 lembar, sedangkan 30lembar yang dibagikan kepada Paguyuban Ibu – ibu Universitas Widya DharmaKlaten yang kembali sebanyak 25 lembar. Sehingga untuk dilakukan analisissecara kuantitatif sudah bisa mewakili.

Usia responden yang mengembalikan angket dapat adalah sebagai berikut :Persentase paling tinggi adalah usia diantara 35 – 45 tahun sebanyak 38,64%, usialebih dari 45 tahun sebanyak 36,36% dan sebanyak 25% usia diantara 20-35tahun. Sedangkan responden yang berusia kurang dari 20 tahun nihil.

Persentase responden yang mengembalikan angket berdasarkan distribusilatar belakang pendidikan, semua tingkatan pendidikan responden sudah terwakili,yaitu Tidak Tamat SD 7 5; pendidikan SD 2,27%; Pendidikan SMP 47,73%;Pendidikan SMA 22,73%; Pendidikan sarjana 11,36%; dan pendidikan PasacSarjana 9,09%. Tingkat pendidikan dimungkinkan berpengaruh terhadapkemampuan pemahaman di dalam menerima penyuluhan tentang keamananpangan.

Berdasarkan data yang masuk, penyebaran status pekerjaan respondencukup terwakili, karena semua ada dan status paling banyak adalah sebagaiPegawai Negeri yaitu 14 orang (31,82 %), kemudian disusul ibu rumah tangga/tidak bekerja sejumlah 12 orang (27,27 %). Penyebaran lainnya secara lengkapadalah Wiraswasta 18,18%; pegawai swasta 20,45%; dan buruh 2,27%.

Tingkat penghasilan responden akan berpengaruh terhadap daya belimakanan. Pada umumnya makanan atau jajanan dengan harga yang murahdisinyalir tidak banyak memperhatikan penggunaan BTP. Data hasil penelitian,tingkat penghasilan responden adalah : dibawah Rp 1juta sebanyak 13,64%; Rp 1-2 juta 29, 55%; Rp 2-4 Juta 0 % dan di atas Rp 4 juta 9,09%.

Analisis Data Kuantitatif Tentang Pengenalan Macam – macam BTP

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

46 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pada prinsipnya responden sudah mengetahui berbagai macam BTP.Sebanyak 34 responden (77,27 %) dari 44 responden menyatakan mengetahuimacam – macam BTP. Sedangkan sebanyak 7 responden (15,91%) menyatakantidak mengetahui macam – macam BTP dan sejumlah 3 responden ( 6,82 %) tidakberkenan memberikan jawaban.

Dari jawaban yang mengetahui adanya BTP, dan responden diminta untukmenjawab lebih dari 1 jawaban. Nampak bahwa yang paling banyak diketahuiadalah zat pemanis, zat pewarna dan zat penambah rasa. Untuk zat pemanis ada34 jawaban, untuk zat penambah rasa 33, sedangkan zat pewarna 29 ,selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Jumlah Jawaban Untuk Masing – masing Item

Jenis / Macam BTP Jumlah JawabanZat pemanisZat pewarnaZat penambah rasaZat pengentalZat pemutihZat pengawetTidak ada pilihan/tidak ada jawaban

34293356192

Jawaban dari Tabel 2, menggambarkan bahwa para ibu kemungkinan besarsering menggunakan BTP tersebut, hal ini nampak dari distribusi penyebarantentang data personal responden dilihat dari latar belakang pendidikan yangsebagian besar lulus SMP (Gambar 3), dengan tingkat pendapatan paling tinggiberada pada kisaran 1 – 2 juta (Gambar 5). Pemakaian pemanis sintetik sangatmenguntungkan karena konsumsi dalam jumlah kecil menghasilkan rasa manisyang tinggi. Untuk konsumsi sehari-hari terdapat juga dalam kemasan siap pakaiuntuk satu cangkir minuman dikenal dengan sebutan table-topsweetener(http://www.pikiran rakyat.com / cetak / 2006 / 092006 / 14 / cakrawala /utama.htm ). Pada kondisi tersebut, besar kemungkinan di dalam menyediakanmakanan atau mengolah makanan jenis – jenis BTP tersebut dikenal dan seringdigunakan.Analisis Tentang Zat Pemanis

Zat pemanis di pasaran atau di kalangan konsumen dikenal denganberbagai na istilah, yang sebenarnya mempunyai sifat dan karakteristik yangberbeda – beda setiap jenisnya. Beberapa jenis pemanis sintetik seperti siklamat,aspartam, asesulfam K, taumarin, neophesperidin DC, monelin, glisirizin, neotam,dan lain-lain. Dari jenis-jenis tersebut hanya beberapa yang boleh diproduksi,sedangkan yang lainnya masih dalam penelitian. Yang sekarang banyak di pasaranadalah siklamat, sakarin, aspartam, neotam, dan steviosa.

Di pasar tradisional , atau penjaja makanan yang lewat depan rumah,banyak yang menggunakan biang gula ( karena gula pasir mahal ). Bubur kacang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

47 ISBN: 978-979-17342-0-2

hijau, kue pancong, kue pukis, kue ape, sirup cincau, es campur. Jikapemakaiannya terlalu banyak sering terasa agak pahit. Mereka menggunakanbiang gula merek 'gentong' atau 'bambu'. (Meilany [email protected])

Banyak orang yang mengasumsikan pengertian biang gula berbeda-beda.Ada yang menyebut biang gula bukan pemanis buatan dan terdiri dari gula yangbelum diproses. Padahal, aspartam yang merupakan pemanis buatan pun seringkali disebut di berbagai artikel sebagai biang gula. Dan, ini berlaku untuk pemanisbuatan lainnya, seperti siklamat dan sakarin. Bahkan, ada juga yang berpikirbahwa gula batulah yang disebut sebagai biang gula. Sampai saat ini belum adasuatu kesepakatan mengenai apa yang disebut dengan biang gula, padahal kata iniumum digunakan di masyarakat( Intan Airlina Febiliawanti, 2010). Akan tetapibiang gula yang banyak dijual di pasaran sebagian besar terdiri dari sakarin,siklamat atau aspartam. Berdasarkan jawaban yang masuk ternyata sejumlah 34responden (77,27%) sering menggunakan sakarin, siklamat, aspartame, sodium,biang gula dan hanya 3 responden (6,82%) yang menyatakan sama sekali tidaktahu, tidak biasa 4,55%, sisanya dalah ragu-ragu (11,36%). Dengan demikian bisadisimpulkan bahwa sebagian responden tidak begitu memahami apa sebenarnyamanfaat dan bahaya zat pemanis sintetik.

Diantara zat pemanis yang biasa digunakan, maka jenis zat pemanis yangpaling sering digunakan adalah sakarin dengan jumlah 33 jawaban responden dandisusul dengan sodium siklamat. Tabel 3 menunjukkan persentase yangmenyebutkan zat pemanis yang sering digunakan dan alasan penggunaanya.Berdasarkan alasan penggunaannya adalah harga, kemudahan untukmendapatkannya dan murahnya akan mengakibatkan hematnya penggunaandibandingkan dengan penggunaan pemanis alami (gula pasir) yang sangat mahal.Hal ini bisa dipahami mengingat sebagian besar responden berpenghasilandibawah satu juta rupiah.

Tabel 3. Jumlah Jawaban Responden Terkait Dengan Zat Pemanis yang SeringDigunakan dan Alasan Penggunaannya

Yang sering digunakan Alasan PenggunaanJenis zatpemanis

Jumlahjawaban Keterangan Jumlah jawaban

SakarinSiklamatAspartamSodiumBiang gulaTidak menjawab

33322076

Murah harganyaMudah didapatnyaHemat penggunaannyaPercaya pada manfaatnyaTidak menjawab

31211323

Penggunaan sakarin dan siklamat sebagai zat pemanis makanan daribeberapa penelitian ternyata dapat menimbulkan karsinogen. Dari hasil uji cobamenunjukkan bahwa meningkatnya kanker kandung kemih dan kanker empedu

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

48 ISBN: 978-979-17342-0-2

pada tikus melibatkan pemberian dosis kombinasi sakarin dan siklamat denganperbandingan 1: 9 (http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/zat-aditif/sakarin-dan siklamat/ )

Berdasarkan Tabel 4, ternyata informasi penggunaan zat pemanis sintetispaling banyak memberikan jawaban dengan ‘gethok tular’ yang artinya informasidiperoleh dari mulut ke mulut yaitu sebanyak 28 jawaban. Cukup menarik jugaternyata ada yang memperoleh informasi dengan cara membaca 5 orang, maupuncoba – coba. 3 orang karena responden ada yang berpendidikan Sarjana 5 orang (11,36 %) dan pasca sarjana 4 orang (9,09 %). Informasi dari mulut ke mulutsangat efektif didalam penyebaran informasi, terutama pada tingkat pendidikanmenengah ke bawah, 47,73 % responden berpendidikan SMP.

Tabel 4. Cara Memperoleh dan Menggunakan Zat Pemanis Sintetik

Informasi penggunaan Cara memperoleh Ukuran penggunaanSumber

informasiJumlahjawaban

Tempat Jumlahjawaban

Caramenggunakan

Jumlahjawaban

Gethok tularMembacaPedagang/penjualCoba – cobaTidak menjawab

285733

Toko Bahanroti/kue

Toko Bahankimia

Pedagang dipasar

Tokotetangga

ApotikTdk menjawab

23

6

13

413

TimbanganSendok tehSendok makanKira – kiraTdk Menjawab

1141244

Penggunaan zat pemanis untuk berbagai produk makanan/minumanJenis Makanan Jumlah jawabanJajanan pasarRoti kering

SirupEs lilinEs puter

Minuman caoTeh

Jajanan anakTidak menjawab

188242624151171

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa zat pemanis banyak digunakan untukproduk – produk sirup, es lilin, es puter, jajanan pasar, jajanan anak dan minumamcao. Kenyataan tersebut sangat memprihatinkan mengingat produk – produktersebut lebih banyak dikonsumsi oleh anak – anak yang sebenarnya tidak sedangmenjalankan diet rendah kalori.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

49 ISBN: 978-979-17342-0-2

Ukuran penggunaan zat pemanis, juga didominasi dengan jawaban kira -kira sebanyak 24 responden (54,55 %), walaupun 14 responden (31,82 %)menggunakan sendok teh sebagai ukuran penggunaan. Sangat membahayakanapabila penggunaan tidak terkontrol. Peraturan penggunaan zat pemanis harusdiperhatikan dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan. Menurut PeraturanMenteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalammakanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedangmenjalani diet kalori (Anonim, 1979).Analisis Tentang Penggunaaan

Zat pewarna merupakan BTP yang sering digunakan di dalam pengolahanpangan. Zat pewarna sintetis mempunyai risiko terhadap keamanan pangan dankesehatan manusia, apabila penggunaannya tidak memenuhi ketentuan. Banyakzat pewarna yang digunakan di pasaran dengan istilah teres, yang kemasannyasering hanya dibungkus dengan kertas, sehingga sulit untuk mendeteksi apakahzat pewarna tersebut boleh digunakan untuk makanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61,36% menyatakan teres digunakanuntuk mewarnai makanan dan minuman, tetapi 48 % responden belum pernahmenggunakan teres, dan 36 % menyatakan kadang – kadang menggunakanteres.Walaupun mengetahui bahwa teres bisa digunakan untuk memberi warnapada makanan dan minuman, tetapi frekuensi penggunaannya tidak tinggi.

Tabel 5. Menunjukkan penggunaan zat pewarna yang berlabel baik padatataupun cair, hal ini untuk mengetahui apakah responden mengatahui pula BTPyang membahayakan.

Tabel 5. Persentase Penggunaan Zat Pewarna Cair dan Padat Berlabel Resmi

PertanyaanJumlah / Pesentase Jawaban

Sering Jarang Kadang-kadang

Belumpernah

Tidakmenjawab

Pernah menggunakan zatpewarna cair berlabel resmi 7 /15,91% 5 /11,36% 14 /31,82% 17 /38,64% 1 /2,27%

Pernah menggunakan zatpewarna padat berlabel resmi 3 /6,82% 1 /2,27% 9 /20,45% 30 /68,18% 1 / 2,27%

Pernah menggunakan zatpewarna cair tak berlabel resmi 0 0 2 /4,45% 40 /90,90% 2 /4,55%

Pernah menggunakan zatpewarna padat tak berlabel resmi 0 1 /2,27% 6 /13,64% 36 /81,82% 1 /2,27%

Dilihat dari persentase penggunaan zat pewarna cair yang berlabel resmilebih sening digunakan, walaupun sebanyak 38,64% menyatakan belum pernahmenggunakannya dan sebanyak 31,82% kadang-kadang menggunakannya. Untukzat pewarna cair maupun padat dan tidak berlabel resmi masing-masing 90,90%dan 81,82% menyatakan belum pernah menggunakannya. Jawaban ini bisadipahami karena sebagian besar para ibu sebagai responden bukan merupakanpengusaha makanan / minuman, dan apabila kadang-kadang menggunakan hanyauntuk konsumsi sendiri. Tetapi perlu tetap diwaspadai karena masih ada juga yang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

50 ISBN: 978-979-17342-0-2

menggunakan zat pewarna tidak berlabel resmi walaupun dikatakan kadang –kadang.

Tabel 6. Persentase Jawaban Responden Mengenai Harga Zat Pewarna

Pertanyaan JawabanYa Tidak Tidak tahu

Benarkah pewarna berlabel lebih mahalBenarkah harga teres lebih murah

27 / 61,36%35 / 79,55%

1 / 2,27%-

16 / 36,36%9 / 20,45%

Responden juga mengatakan bahwa zat pewarna yang berlabel harganyalebih mahal dibanding yang tidak berlabel, dan harga teres juga lebih murahdibanding zat pewarna kemasan. (Tabel 6), walaupun banyak juga yangmengatakan tidak tahu lebih mahal atau tidak (36,36%), hal ini sesuai dengan datapada Tabel 5, dimana banyak yang belum pernah menggunakan zat warna. Zatwarna makanan / minuman yang digunakan paling banyak dibeli di toko bahanroti dan kue 35 responden (79,55%) , di pedagang pasar 3 responden (6,82%) dandi toko tetangga / dekat rumah 2 responden (4,55%) selebihnya 6 responden tidakmemberikan jawaban. Dengan demikian, kecil kemungkinan para ibu inimenggunakan zat pewarna sintetis yang berbahaya dan dilarang.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan padajajanan adalah Metannil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, danRhodamin B yang berwarna merah. Kedua pewarna ini telah dibuktikanmenyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelahdikonsumsi (Winarno, 2004). Pada Tabel 7. Dapat diketahui zat pewarna yangsering digunakan untuk memberikan warna. Warna merah, hijau dan coklatmenempati posisi tertinggi dibanding warna yang lain. Selain itu juga dapat dilihatproduk sirup dan minuman anak – anak paling sering menggunakan zat warna.Sama halnya dengan penggunaan zat pemanis sintetis, penggunaan zat pewarnajuga banyak menggunakan ukuran kira – kira yaitu sebanyak 20 jawaban(45,45%) dan tetesan sebanyak 14 jawaban (31,82%). Cara penggunaan yangtidak berdasarkan ukuran atau ketentuan sangat membahayakan kesehatan danpangan yang dikonsumsi menjadi kurang aman. Masalah warna ini agak terlalusulit karena sifatnya sangat subyektif, terkait dengan selera individu, dan padaproses pengolahan untuk menghasilkan produk juga terkait dengan estetika danmenekankan pada daya tarik. Oleh karena itu harus disosialisasikan secara terusmenerus cara penggunaan zat pewarna.

Pengetahuan responden tentang beberapa BTP lain adalah sebagai berikut :43,18% mengetahui yang dimaksud dengan borak, tetapi sebanyak 24 responden(54,55%) tidak mengetahui bahwa borak berbentuk Kristal putih dan hanya 9responden yang mengetahui borak berbentuk kristal putih, dan pengetahuantentang penggunaan boraks sangat kurang. Dibandingkan boraks, responden lebihmengenal garam bleng, dan yang lebih banyak dikenali adalah yang berbentukpadat warna kuning 75%, yaitu untuk membuat karaka atau lopis. BTP lain yang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

51 ISBN: 978-979-17342-0-2

dikenal responden meskipun kecil prosentasenya adalah Tawas, asam sitrat, nitritdan CMC, sedangkan BTP lain yang cukup familiar dikenal responden adalahformalin. Tawas digunakan sebagai pemutih pada pengolahan makanan (baksoagar lebih terang : 22,73% atau agar bakso lebih kenyal :11,36%), danpenggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan diperoleh data dariresponden lebih dari 30% (mengawetkan ikan segar 75%; mengawetkan ikan asin77,27%; mengawetkan tahu 75%). Tentang penggunaan formalin pada olahanpangan, responden banyak yang menolak bahwa formalin tidak boleh digunakanuntuk mengawetkan makanan (88,64%).

Tabel 7. Warna yang Sering Digunakan , Produk Makanan yang Sering DiberiPewarna dan Ukuran yang Digunakan

Warna yang seringdigunakan

Jumlah Produk makanan /minuman

Jumlah

MerahKuningHijauCoklatViolet (keunguan)OrangeBiruMembuat campuran sendiri

Tidak menjawab

3213292017-2

3

Jajanan pasarRotiSirupMinuman anak – anakEs lilin / es puterKerupukLain - lain-

Tidak menjawab

184241047

4( makananringan anak,permen)

-3

Ukuran yang digunakanUkuran Jawaban

Sendok tehSendok makanTetesanPer bungkus/kemasanKira – kiraTidak menjawab

4 / 9,09 %0 / 0 %

14 / 31,82 %5 / 11,36 %20 / 45,45 %

4 / 9,09 %

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan respondententang bagaimana penggunaan BTP, berapa konsentrasinya, apa bahaya yangtimbul bila pemakaian berulang dan melampaui ambang batas, ternyata masihrendah. Hal ini terlihat dari tingginya angka pengguna BTP seperti pemanis(72,27%), pewarna makanan sintetis (61,36%), Bleng (84,09% pada pembuatankerupuk gendar), serta beberapa bahan pengawet lain yang sebenarnya dilarang(tawas, pemutih) maupun Kurang dianjurkan (siklamat dan sakarin). Secara umumresponden sudah mengenal BTP, namun mereka tidak tahu ambang batas amanpenggunaan, bahaya BTP bila terakumulasi terus- menerus dalam tubuh, tidaktahu ciri-ciri makanan berBTP, mudah memperoleh BTP yang tidak aman karenaharga lebih murah dan gampang diperoleh.

Meskipun lebih banyak yang sudah mengenali makanan yang mengandungborak, formalin dll, masih cukup banyak yaitu 34,09 % yang belum mengenali.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

52 ISBN: 978-979-17342-0-2

Penyuluhan terkait dengan formalin sudah pernah mereka dapatkan, tetapi palingbanyak menjawab hanya satu (1) kali (45,45%) sedangkan 29,55% belum pernahsama sekali. Oleh karena itu penyuluhan – penyuluhan tentang BTP yangberbahaya harus lebih digalakkan.

Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Angka penggunaan BTP pada para ibu seperti pemanis yang kurangdianjurkan cukup tinggi (siklamat dan sakarin) (72,27%), pewarna makanansintetis (61,36%), Bleng (84,09% pada pembuatan kerupuk gendar), sertabeberapa bahan pengawet lain yang sebenarnya dilarang (tawas, pemutih).

2. Secara umum responden sudah mengenal BTP, namun mereka tidak tahuambang batas aman penggunaan, bahaya BTP bila terakumulasi terus-menerus dalam tubuh, tidak tahu ciri-ciri makanan berBTP, mudahmemperoleh BTP yang tidak aman karena harga lebih murah dan gampangdiperoleh.

3. Tingkat pengetahuan responden tentang bagaimana penggunaan BTP, berapakonsentrasinya, apa bahaya yang timbul bila pemakaian berulang danmelampaui ambang batas, ternyata masih rendah.

4. Penyuluhan – penyuluhan tentang BTP, batas penggunaan, dan bahantambahan berbahaya lain yang tidak boleh digunakan yang berbahaya haruslebih digalakkan, utamanya pada para ibu sbg tonggak penyaji mknn dlmkeluarga

Daftar Pustaka

Ahmad Sulaeman .2007, Sosialisasi Penggunaan Pestisida Secara Baik dan Benardengan Residu Minimal, Semarang 2007

Aman Wirakartakusumah.2004. Konferensi Keamanan Pangan dan Gizi se-Asiapada tanggal 2-5 Maret 2004 di Nusa Dua Bali

Anonim, 1979. Peraturan Menteri Kesehatan No,235/Menkes?Per/VN/1979tentang Bahan Tambahan Makananhttp://hartoko.wordpress.com/keamanan-pangan/ http://www.pikiranrakyat.com / cetak / 2006 / 092006 / 14 / cakrawala / utama.htm.http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/zat-aditif/sakarin-dan siklamat/

Meilany.Agustus 2003. [email protected] Airlina Febiliawanti, 2010. Aspartam, Si Manis Yang Menuai Kontraversi.

Senin 29 Maret 2010. 14;04. Kompas.comWinarno, F.G.2004. Keamanan PanganJilid 2. M-Bio Press, Bogor

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

53 ISBN: 978-979-17342-0-2

TINGKAT KESUKAAN DAN KEKENYALAN NUGGET AYAMDENGAN VARIASI BAHAN PENGISI BERBAGAI

JENIS UMBI

The Level Preference and Resilience against Chicken Nuggets with VariationOf Filler In The Form Of Tubers

Nurdeana Cahyaningrum, Erni. A dan Yeyen Prestyaning WanitaBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstract

One source of animal protein is easily obtained and is favoured by thepeople of chicken meat. Processed chicken products widely consumed by the publicand readily available is chicken nuggets. This research was conducted todetermine the level of preference and level of resilience against chicken nuggetswith variation of filler treatment in the form of tubers (blue taro, sweet potato,cassava, and potatoes) are easily obtained by the public and the price is quiteaffordable. This research using completely randomized design with 2 factors and 2replications. The first factor is the type bulb as a filler material (blue taro, sweetpotato, cassava, and potatoes) and the second factor is the percentage of tubersthat are used (15% and 20%). The results of this research is the treatment of fillermaterial variation in the form of tubers (blue taro, sweet potato, cassava, andpotatoes) in the manufacture of chicken nuggets indicate no significant differenceof the color, aroma, and texture of chicken nuggets, but showed significantdifference in the assessment of the taste of chicken nuggets purse with 20% fillermaterial. The most rubbery chicken nuggets are chicken nuggets with sweet potatofilling material 20% and the last chewy is chicken nuggets with 20% filler cassava.

Key word : Chicken nuggets, Fillers, Level of preference, Level of resilience

Abstrak

Salah satu sumber protein hewani yang mudah didapatkan dan digemarioleh masyarakat adalah daging ayam. Produk olahan daging ayam yang banyakdikonsumsi dan mudah didapatkan adalah nugget ayam. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui tingkat kesukaan dan tingkat kekenyalan terhadap nugget ayamdengan perlakuan variasi bahan pengisi berupa umbi-umbian (kimpul, ubi jalar,ubikayu, dan kentang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2011 diLaboratorium Pascapanen dan Alsintan BPTP Yogyakarta menggunakan RancangAcak Lengkap dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu jenis umbi sebagai bahanpengisi (ubi jalar, ubi kayu, kentang, dan kimpul) dan faktor kedua adalahpresentase umbi yang digunakan (15% dan 20%). Hasil penelitian menunjukkanbahwa warna, aroma, dan tekstur nugget ayam tidak ada perbedaan yang nyataantar perlakuan. Tetapi ada perbedaan nyata terhadap rasa nugget ayam denganbahan pengisi kimpul 20%. Nugget ayam yang paling kenyal adalah nugget ayam

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

54 ISBN: 978-979-17342-0-2

dengan bahan pengisi ubi jalar 20% dan yang paling tidak kenyal adalah nuggetayam dengan bahan pengisi ubi kayu 20%

Kata kunci : Nugget ayam, Bahan pengisi, Tingkat kesukaan, Tingkat kekenyalan

Pendahuluan

Protein merupakan salah satu zat makanan yang diperlukan tubuh agardapat tumbuh dengan baik. Fungsi protein untuk membuat dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Dengan demikian, ketersediaan protein dalam menumakanan tidak saja diperlukan oleh anak-anak yang masih dalam masapertumbuhan, juga dibutuhkan oleh orang-orang dewasa. Perkiraan kasarkebutuhan manusia akan protein sekitar satu gram per kg berat badan per hari.Seseorang yang memiliki berat badan 60 kg perlu mengkonsumsi protein 60 gramper hari. Dari total kebutuhan protein, sekitar 30% disarankan untuk disuplai darisumber protein hewani, antara lain daging, telur, dan susu, agar asam aminoesensialnya menjadi lengkap (Sediaoetama, 2000).

Tabel 1. Kandungan protein beberapa jenis produk pertanian

No. Jenis Produk Kandungan Protein (%)1. Daging sapi 19,82. Susu murni 3,23. Daging ayam 18,24. Telur ayam 12,8

Sumber : Sediaoetama, 2000

Salah satu sumber protein hewani yang mudah diperoleh dan digemarioleh masyarakat adalah daging ayam. Daging ayam banyak dikonsumsimasyarakat dalam berbagai produk olahan misalnya ayam goreng, abon, sate,sosis, bakso, dan produk yang sering dijumpai di toko swalayan dan sangatdisukai oleh semua kalangan adalah nugget ayam. Nugget ayam yang banyakdijual di pasaran dibuat dengan menggunakan tepung terigu sebagai bahanpengisi. Padahal tepung terigu harganya cukup mahal sehingga sulit dijangkauolah masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Nugget merupakan produk olahandaging yang terbuat dari daging, yang dicetak dalam bentuk potongan persegiempat dan dilapisi dengan tepung berbumbu (baterred dan braded). Nuggetdikonsumsi setelah proses pengorengan rendam (Saleh et all,2002). Pada dasarnyanugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsiminyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat daridaging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetakmembentu bentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung(batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengahmatang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan(Astaman, 2007).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

55 ISBN: 978-979-17342-0-2

Emulsifier yang lazim digunakan dalam produk olahan daging adalahprotein. Protein dan garam dalam air akan membentuk fase kontinu yang akanmenyelubungi semua permukaan lemak sebagai fase terdispersi sehingga lemaktidak memisah dengan air (Soeparno, 1998). Emulsi daging rnerupakan bentukemulsi kompleks yang terbentuk dari butiran lemak sebagai fase terdispersi danprotein miofibrilar terlarut yang menyelubungi butiran lemak. Keduanya terlarutke dalam matriks kompleks yang terdiri dari air, protein (miofibrilar,sarkoplasmik, dan jaringan ikat) serta bahan lain (bahan pengisi dan bumbu) yangmembentuk matriks gel yang stabil ketika dipanaskan. Proses pembentukanemulsi terdiri atas tiga tahapan yang berkelanjutan. Tahap pertama adalahekstraksi protein dan lemak. Tahapan ini tejadi pada saat penggilingan danpenghalusan. Tahap kedua adalah enkapsulasi lemak dan pembentukan emulsi.Tahap ini terjadi pada saat homogenisasi adonan. Tahap ini dibantu denganpenyimpanan adonan dalam freezer untuk menurunkan suhu adonan akibatpenggilingan agar ikatan protein kembali stabil. Tahap terakhir adalahpembentukan heat-set gel. Tahap ini dicapai dengan pemanasan hingga suhuinternal adonan mencapai 60-70o C dengan tujuan untuk mendenaturasi proteinmiofibrilar hingga terbentuk matriks yang solid dan padat (Keeton, 2001).

Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapatmeningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahanpengikat dalam adonan emulsi juga dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi.Penggunaan bahan pengikat adalah untuk mengurangi penyusutan pada waktupengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Daya kerja pengemulsi disebabkanoleh bentuk molekulnya yang mampu berikatan dengan air maupun denganminyak. Jika pengemulsi lebih terikat pada air, maka dapat lebih memperbaikiterjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadi emulsi minyak dalam air(oilwater). Emulsifier yang banyak terdapat di alam adalah protein, fosfolipid,lesitin dan fosfatidil etanolamina atau sefalin (Winarno, 1997). Bahan pengikatyang digunakan dalam penelitian ini adalah kuning telur karena mengandunglesitin yang dapat berfungsi sebagai emulsifier (USDA National NutrientDatabase, 2010).

Bahan pengisi merupakan sumber pati. Bahan pengisi ditambahkan dalamproduk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusisebagian daging sehingga biaya dapat ditekan. Fungsi lain dari bahan pengisiadalah membantu meningkatkan volume produk (Afrisanti, 2010). Pati terdiri atasdua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosadan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan pentingdalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikatmolekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis (Winarno, 1997).

Pati merupakan bagian terbesar dalam ubi jalar ( Ipomea batatas L.) danamilopektin merupakan bagian terbesar dari pati ubi jalar. Kandungan amilosapati ubi jalar sebesar 28,19 gram (Margono et al, 1993). Sedangkan kandungan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

56 ISBN: 978-979-17342-0-2

karbohidrat dalam kentang (Solanum tuberosum L.) sebesar 26 gram (dalamkentang medium). Bentuk dominan dari karbohidrat ini adalah pati. Pati tersusundari amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda yaitu 10-20%amilosa dan 80-90% amilopektin. Amilosa memberikan sifat keras (pera)sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket (Anonim, 2010). Kandungankarbohidrat yang terdapat dalam kimpul (Xanthosoma Sp) sebesar 23,7 gram(Widowati dan Suyanti, 2002) sedangkan kandungan karbohidrat dalam ubikayu(Manihot esculenta Crantz) sebesar 80,8 -83,8 gram (Samad, 2003).

Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan bergunauntuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasamandan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Winarno et al, 1980).

Bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan nugget adalah garam. Garammerupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagaipenegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalubanyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasaproduk menjadi asin (Afrisanti, 2010). Selain garam, bumbu yang digunakanadalah lada. Tujuan penambahan lada adalah sebagai penyedap masakan danmemperpanjang daya awet makanan (Rismunandar, 1993).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dantingkat kekenyalan nugget ayam dengan perlakuan variasi bahan pengisi berupaumbi-umbian (kimpul, ubi jalar, ubikayu, dan kentang) yang mudah didapatkanoleh masyarakat dan harganya cukup terjangkau.

Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Pasca Panen dan Alat Mesin

Pertanian Balai Pengkajian Teknologi pertanian Yogyakarta pada bulan Maret2011. Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daging ayam tanpa tulang ,ubijalar, ubikayu, kentang, dan kimpul sebagai bahan pengisi. Bahanpendukungnya adalah garam, lada, bawang Bombay, margarin, kuning telur, danminyak goreng. Sedangkan bahan untuk melapisi (coating) adalah tepung terigu,putih telur, dan tepung panir.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor.Faktor pertama yaitu jenis umbi sebagai bahan pengisi (ubi jalar, ubi kayu,kentang, dan kimpul) dan faktor kedua adalah persentase umbi yang digunakan(15% dan 20%).

Analisa organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaankonsumen terhadap warna, tekstur, aroma, rasa dan secara keseluruhan nuggetayam. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode kesukaan(hedonic scale) dengan skala 1 (sangat tidak suka); skala 2 (tidak suka); skala 3(agak suka); skala 4 (suka); dan skala 5 (sangat suka) (Resurreccion, 1998). Ujiorganoleptik dilakukan pada 20 orang panelis dengan rentang usia 15-50 tahun dilingkungan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Pengolahan data

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

57 ISBN: 978-979-17342-0-2

yang diperoleh dilakukan secara statistik menggunakan one way anova dengan ujiDuncan pada taraf kepercayaan 95% .

Uji kimia dilakukan pada hasil sampel yang paling disukai secarakeseluruhan. Pengujian kimia meliputi kadar air, kadar protein, lemak, dan kadarabu, karbohidrat, dan kadar serat kasar (AOAC, 1990). Sedangkan uji tekstur(kekenyalan) nugget dilakukan dengan alat penetrometer pada semua sampel.

Tabel 2. Variasi perlakuan bahan pengisi pada nugget ayam

No. Kode sampel Jenis umbi Penambahan (%)*1. A15 Kimpul 152. A20 Kimpul 203. B15 Ubi jalar 154. B20 Ubi jalar 205. C15 Ubi kayu 156. C20 Ubi kayu 207. D15 Kentang 158. D20 Kentang 20

Keterangan :* Persen penambahan berat umbi berdasarkan berat daging ayam fillet

Penelitian ini diawali dengan pembuatan nugget ayam dengan variasipenambahan bahan pengisi berupa umbi-umbian (kimpul, ubijalar, ubikayu,dankentang) dengan persentase 15% dan 20%. Daging ayam yang telah di filletdigiling/dihancurkan dengan menggunakan food processor. Kemudian umbi yangakan digunakan (sesuai perlakuan) dikukus terlebih dahulu selama 15 menit.Umbi yang telah dikukus dicampur dengan daging ayam giling dan ditambahbawang Bombay yang telah ditumis dengan margarine, kuning telur, lada, dangaram. Setelah adonan tercampur hingga menjadi adonan yang homogen,kemudian dicetak menggunakan loyang dan dikukus selama 30 menit dengansuhu 60o-70o C. Nugget ayam yang telah dikukus didiamkan hingga dinginkemudian dipotong-potong dengan ukuran 3 x 4 x 0,5 cm, selanjutnya digulingkandalam tepung terigu, dicelupkan dalam putih telur, dan digulingkan ke dalamtepung roti. Nugget ayam yang sudah dilapisi kemudian disimpan dalam freezer.Cara pembuatan nugget ayam ini berdasarkan pada pembuatan nugget kelincitersaji dalam gambar 1.

Hasil dan Pembahasan

Hasil uji organoleptik

Hasil uji organoleptik terhadap nugget ayam dengan perlakuanpenambahan bahan pengisi dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3. dapat dilihatnilai kesukaan panelis terhadap warna, aroma, dan tekstur nugget ayammenunjukkan tidak beda nyata pada semua perlakuan. Hal ini berarti penambahanberbagai jenis umbi tidak berpengaruh pada kesukaan konsumen terhadap warna,

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

58 ISBN: 978-979-17342-0-2

aroma, dan tekstur nugget ayam. Sedangkan nilai kesukaan panelis terhadap rasanugget perlakuan penambahan kimpul 20% berbeda nyata dengan perlakuan yanglain.

Daging ayam

Nugget matang

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Nugget Ayammetode Purwaningsih (2010)

Nilai kesukaan panelis secara keseluruhan tertinggi 3,40 yaitu pada

perlakuan penambahan bahan pengisi ubi kayu 20%, tetapi tidak menunjukkan

tidak beda nyata dengan perlakuan yang lain.

Pemotongan

Penggorengan

Pengukusan selama 30 menit

Pencetakan dalam loyang

Pencampuran bahan tambahan

Penggilingan daging

Coating dengan tepung terigu,Putih telur, dan tepung roti

Dimasukkankedalam freezer

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

59 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 3. Nilai kesukaan panelis terhadap tugget ayam dengan perlakuanpenambahan bahan pengisi

No Jenis umbi Penambahan(%)

Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

1. Kimpul 15 3,65a 3,40a 3,55a 3,30b 3,38b

2. Kimpul 20 3,50a 3,25a 3,18a 2,58a 2,70a

3. Ubi jalar 15 3,50a 3,15a 3,48a 3,20b 3,10ab

4. Ubi jalar 20 3,55a 3,40a 3,60a 3,30b 3,35b

5. Ubi kayu 15 3,35a 3,25a 3,45a 3,33b 3,18ab

6. Ubi kayu 20 3,40a 3,35a 3,45a 3,38b 3,40b

7. Kentang 15 3,70a 3,40a 3,30a 3,33b 3,28ab

8. Kentang 20 3,55a 3,30a 3,33a 3,33b 3,20ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata dengan uji Duncan, pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil analisa kimia

Analisa kimia dilakukan pada nugget ayam yang mempunyai nilaikesukaan panelis tertinggi yaitu nugget ayam dengan bahan pengisi ubikayu 20%jika dibandingakan dengan bahan pengisi terigu disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan kandungan kimia nugget ayam dengan bahan pengisiubikayu 20% dan tepung terigu (dalam 100 gram)

No. Karakteristik Kimia Jenis pengisiUbi kayu 20% (%) Tepung terigu (%)*

1. Kadar Air 66,99 56,862. Kadar Abu 1,53 1,453. Protein 16,83 12,194. Lemak 9,71 8,465. Serat Kasar 2,83 5,846. Karbohidrat 5,13 14,67

Sumber : *Purwaningsih, 2010

Tabel 4. menunjukkan nilai gizi nugget ayam dengan bahan pengisi ubi

kayu mengandung protein lebih tinggi daripada nugget ayam yang menggunakan

tepung terigu sebagai bahan pengisinya. Hal ini menunjukkan bahwa umbi-

umbian dapat menggantikan tepung terigu sebagai bahan pengisi dalam

pembuatan nugget.

Hasil Analisa Fisik

Analisa fisik nuuget ayam dengan beberapa bahan pengisi dilakukan

terhadap tingkat kekenyalannya. Tingkat kekenyalan nugget diukur dengan

menggunakan alat penetrometer. Hasil pengujian tingkat kekenyalan nugget ayam

dengan perlakuan penambahan berbagai jenis umbi dapat dilihat pada Tabel 5.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

60 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 5. Kekenyalan nugget ayam dengan perlakuan variasi bahan pengisiNo. Jenis umbi Penambahan (%) Kekenyalan (N/m)1. Kimpul 15 68,032. Kimpul 20 71,793. Ubi jalar 15 61,994. Ubi jalar 20 110,125. Ubi kayu 15 50,836. Ubi kayu 20 47,237. Kentang 15 76,958. Kentang 20 97,53

Tabel 5. menunjukkan nugget ayam dengan bahan pengisi ubi jalar 20%merupakan nugget ayam yang paling kenyal yaitu 110,12 Newton/m. Bila dilihatdari hasil uji organoleptik terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap teksturnugget ayam juga menunjukkan bahwa nugget ayam dengan bahan pengisi ubijalar 20% yang paling disukai. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kenyalnugget maka semakin disukai. Nugget ayam dengan bahan pengisi ubi jalar 20%ternyata juga lebih kenyal dibandingkan dengan nugget ayam dengan bahanpengisi tepung terigu yang mempunyai nilai kekenyalan sebesar 12,84 Newton17.

Kesimpulan1. Nugget ayam dengan bahan pengisi dari umbi-umbian (kimpul, ubijalar,

ubikayu, dan kentang) menunjukkan kesukaan panelis terhadap warna, aroma,dan tekstur nugget ayam tidak beda nyata.

2. Penerimaan panelis terhadap tekstur yang dihasilkan oleh nugget ayamdengan bahan pengisi berupa kimpul 20% berbeda nyata dengan perlakuanyang lain

3. Nugget ayam yang paling kenyal adalah nugget ayam dengan bahan pengisiubi jalar 20% dengan tingkat kekenyalan 110,12 Newton/m dan yang palingtidak kenyal adalah nugget ayam dengan bahan pengisi ubi kayu 20% dengantingkat kekenyalan 12,84 Newton.

Daftar Pustaka

Sediaoetama, A.D. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Dian Rakyat,Jakarta.

Saleh, A.R, Dadang, S. Entoh, R.Wahyudin, R. Sri, R. Abidin. 2002. Dokumen TepatGuna Institut Pertanian Bogor. UPT Perpustakaan IPB, Bogor

Astaman, M. 2007. Nugget Ayam Bukan Makanan Sampah. (http://64.203.71.11/kesehatan/new/0508/0/130052.htm, diakses 26 Juli 2008).

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjahmada University Press,YogyakartaKeeton, J. T. 2001. Formed and Emulion Product. 111: Poultry Meat Processing. Alan R.

S. (edit). CRC Press., Boca Raton. 293-335.Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

61 ISBN: 978-979-17342-0-2

USDA National Nutrient Database. 2010. Fakta Mengenai Kuning Telur.(http://kaskusnews.us/2010/07/1fakta-mengenai-kuning-telur, diakses 20 Maret2011).

Afrisanti, D. W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci denganPenambahan Tepung Tempe. Skripsi, Fakultas Pertanian. Surakarta: UniversitasSebelas Maret.

Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. PusatInformasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan SwissDevelopment Cooperation.

Anonim. 2010. Amilum Kentang. (http://id.wikipedia.org/wiki/pati_%28polisakarida%29, diakses 20 Maret 2011).

Widowati dan Suyanti. 2002. Kimpul Cocok Untuk Penderita Diabetes.(http://aksansusanto.blogspot.com/2009/06/kimpul-cocok-untuk-penderita-diabetes.html, diakses 9 Maret 2011)

Samad, M. Yusuf. 2003. Pembuatan Beras Tiruan (Artificial Rice) dengan Bahan BakuUbi Kayu dan Sagu. Jurnal Sains Dan Teknologi. BPPT.

Winarno F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rismunandar. 1993. Lada Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya, JakartaResurreccion, A. V. A. 1998. Consumer Sensory Testing for Product Development.

Aspen Publisher, inc. Maryland.AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of The Assosiation of Official Analitycal

Chemists. Volume I, Published by AOAC International, Arlinton. USA.Purwaningsih, H. Cahyaningum, N. dan Apriyati, E. 2010. Pemberdayaan Petani Melalui

Diversifikasi Produk Olahan Daging Kelinci Sebagai Upaya Peningkatan GiziMasyarakat di UP FMA Sidomulyo Pengasih Kulon Progo. Prosiding SeminarNasional dalam Rangka Sinkronisasi Program Strategis Kementrian Pertaniandengan PUAP dan FEATI. Bogor, Desember 2010.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

62 ISBN: 978-979-17342-0-2

PEMANFAATAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI PENGAWETALAMI PADA TAHU

Herastuti Sri Rukmini2 dan Rifda Naufalin1)

1)Fakultas Pertanian, Progdi Ilmu dan Teknologi PanganUniversitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Abstrak

Kecombrang flower contains bioactive components i.e., flavonoid, polifenol,alkaloid, steroid, saponin, and essential oil. That compounds have antimicrobialpotential. It gives an idea to use kecombrang flowers to preserve tofu. Kecombrangflowers are made become porridge for soaking tofu. Aims of this research were tocompare the effect of kecombrang flower porridge from fresh flower and itspowder; to determine the porridge concentration and the tofu shelf life on themicrobiological and organoleptic characteristics.

This research was conducted by using the Randomized Block Design (RBD)with 18 combination treatments and two replications. First factor was the type ofthe porridge (fresh flower and powder porridge). Second factor was the porridgeconcentration (3 percents; 4 percents; 5 percents w/v). And third factor was tofushelf life (1 day; 2 days; 3 days). These variables observed were total plate countof microorganism value of fresh tofu and organoleptic variables observed on friedtofu were color, kecombrang flavor and hedonic value.

The results showed 1) Powder porridge gave microbiological characteristicbetter than fresh flower. Fresh tofu had total plate count of microorganism of 2.18x 105 cfu/g, while product of fresh flower porridge gave total plate count ofmicroorganism of 2.80 x 105 cfu/g. 2) The minimum porridge concentration of 3percents (w/v) increased shelf life of tofu until 3 days, while the fresh tofu shelf lifewas 6-8 hours. The increase of porridge concentration reduced of total plate countof microorganism. 3) The shelf life-increase increased total plate count ofmicroorganism, 4) Fried tofu preserved by kecombrang with the highest hedonicvalue was B2K1L1 (porridge of powder with 3 percent concentrations w/v and 3days of tofu shelf life), and its organoleptic variables were hedonic value of 2.73(slightly like), color value 2.87 (brownish yellow), and kecombrang flavor 3.67(slightly untested).

Kata kunci: bunga kecombrang, pengawet alami, tahu

PendahuluanTahu merupakan makanan yang sangat dikenal dan disukai masyarakat

Indonesia sejak dulu. Prinsip pembuatan tahu adalah koagulasi protein kedelaidengan menggunakan koagulan asam ataupun garam kalsium sulfat (batu tahu).Tahu sangat disukai karena sifatnya yang lunak, mudah diiris dan mempunyai rasayang khas sehingga dapat diolah menjadi berbagai masakan. Namun, adanya isu

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

63 ISBN: 978-979-17342-0-2

tahu berformalin, menyebabkan masyarakat khawatir akan keamanan produk tahu.Oleh karena itu, perlu alternatif pengawet tahu yang aman bagi konsumen.

Bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan salah satualternatif pengawet alami, karena kandungan komponen bioaktif yaitu alkaloid,polifenol, flavonoid dan minyak atsiri. Bunga kecombrang sering digunakansebagai bahan tambahan pada masakan sayuran. Bagian yang umum digunakandari tanaman ini, yaitu bunga dan batangnya. Pemanfaatannya secara umumadalah sebagai pemberi cita rasa pada masakan, seperti urab (kluban) dan pecel,sedangkan batangnya dipakai sebagai pemberi cita rasa pada masakan dagingayam.

Pada penelitian ini dipelajari cara pemanfaatan bunga kecombrang secarasederhana sehingga dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat. Penelitianini bertujuan untuk : 1) membandingkan pengaruh bubur bunga kecombrang daribunga segar dan bubuk terhadap mutu tahu ditinjau dari sifat kimia, mikrobiologidan organoleptiknya; 2) menetapkan konsentrasi bubur bunga kecombrang yangmenghasilkan tahu dengan mutu terbaik ditinjau dari sifat kimia, mikrobiologi danorganoleptiknya; 3) mengetahui pengaruh lama simpan terhadap mutu tahuditinjau dari sifat kimia, mikrobiologi dan organoleptiknya.

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang potensi bahanpengawet alami bunga kecombrang dalam bentuk bunga segar atau bubuk kering,khususnya sebagai bahan pengawet tahu.

Metode PenelitianPenelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Bahan-bahanyang diperlukan selama penelitian meliputi tahu, bunga kecombrang, akuades,NaOH 0,1 N, larutan K-Oksalat, larutan formaldehid 40 persen, indikator PP 1persen, larutan bufferr standar pH 4,00 dan pH 7,00, larutan Natrium klorida 0,85persen, Plate Count Agar 22,5 g/L, Agar padat 0,5 persen.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex,Germany), tabung reaksi, cawan Petri, cawan porselin, kaca pengaduk, pisaustainless, desikator, oven (Jouan, China), timbangan digital (Ohauss, USA),shaker, autoclave (All american), blender, micropipet (Gilson, Germany), komporgas, inkubator (Memmert, Japan), mesin pengering, dan pH meter (Hanna,Mauritius).

Tahap-tahap penelitian meliputi sortasi bunga kecombrang segar,pembuatan bubuk bunga kecombrang, pembuatan bubur dari bunga kecombrangsegar dan bubuk, aplikasi dari bubur bunga kecombrang untuk mengawetkan tahuselama masa simpan yang dicobakan dan tahap analisis terhadap variabel yangdiamati. Tahu untuk uji organoleptik setelah diawetkan, dicuci dahulu kemudiandigoreng sebelum dilakukan pengujian oleh panelis. Pemilihan tahu segar

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

64 ISBN: 978-979-17342-0-2

dilakukan berdasarkan hasil survei ke beberapa industri tahu yang bebas daripengawet berbahaya.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan AcakKelompok (RAK). Faktor yang dicoba meliputi: Jenis bubur bunga kecombrang :B1 = Bubur dari bunga kecombrang segar, B2 = Bubur dari bunga kecombrangbubuk; Konsentrasi bubur (b/v), K1 = konsentrasi bubur 3 persen, K2 =konsentrasi bubur 4 persen, K3 = konsentrasi bubur 5 persen; Lama simpan tahu: L1 = 1 hari, L2 = 2 hari dan L3 = 3 hari. Dari perlakuan tersebut diperoleh 18kombinasi perlakuan dan tiap perlakuan diulang 2 kali sehingga diperoleh 36 unitpercobaan.

Pengukuran dilakukan terhadap tahu yang direndam bubur bungakecombrang. Variabel variabel mikrobiologi yaitu total mikroba tahu. Pengukuranvariabel organoleptik dilakukan terhadap tahu yang sudah digoreng, meliputiwarna, flavor kecombrang dan tingkat kesukaan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis uji varian (ujiF) dan apabila hasil analisis menunjukkan adanya keragaman, maka dilanjutkandengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 persen. Data darihasil uji organoleptik dianalisis dengan menggunakan uji Friedman, jika terdapatperbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji banding ganda. Penentuan perlakuanterbaik dilakukan berdasarkan produk dengan nilai kesukaan tertinggi dari hasiluji Friedman.

Hasil dan PembahasanVariabel Mikrobiologi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis bubur (B),konsentrasi bubur (K) dan lama simpan (L) memberikan pengaruh sangat nyata,sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap total mikroba tahu.Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan jenis bubur dari bunga segar (B1)5,45 log cfu/g dan jenis bubur dari bubuk (B2) 5,34 log cfu/g (Gambar 1). HasilDMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan B1 berbeda nyatadengan perlakuan B2.

Gambar 1. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan jenis bubur bungakecombrang.

5,455,34

5

5,2

5,4

5,6

Bunga Segar BubukTotalMikroba

(logcfu/g)

Jenis Bubur

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

65 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 1 menunjukkan bahwa perlakuan jenis bubur memberikanperbedaan total mikroba tahu. Perbedaan diduga dalam gram yang sama, bubukbunga kecombrang mengandung senyawa antimikroba lebih banyak dibandingbunga segar, karena bunga segar mempunyai kadar air tinggi.

Nilai rata-rata tota mikroba tahu dari K1 (konsentrasi bubur 3 persen b/v),K2 (konsentrasi bubur 4 persen b/v) dan K3 (konsentrasi bubur 5 persen b/v)berturut-turut 5,46; 5,40 dan 5,31 log cfu/g (Gambar 1). Hasil uji lanjut DMRTpada taraf 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan K1 tidak berbeda dengan K2,namun perlakuan K3 berbeda nyata dengan K1 dan K2. Hubungan antarakonsentrasi bubur dengan total mikroba tahu mengikuti pola persamaan regresi y= -0,075x + 5,54, dengan R2 = 0,9868 (Gambar 2).

.

Gambar 2. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan konsentrasi buburbunga kecombrang.

Gambar 2 mengindikasikan bahwa total mikroba tahu menurun seiringdengan peningkatan konsentrasi bubur bunga kecombrang. Bunga kecombrangmempunyai senyawa antimikroba. Menurut Tampubolon et al. (1983) senyawakimia bunga kecombrang antara lain alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid,saponin, dan minyak atsiri. Fenol merupakan zat yang berpengaruh terhadappenghambatan bakteri, sehingga bunga kecombrang bersifat antimikroba.Peningkatan konsentrasi bubur kecombrang menyebabkan peningkatan senyawaantimikroba, sehingga menghambat pertumbuhan mikroba.

Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan lama simpan 1 hari (L1), 2

hari (L2) dan 3 hari (L3) adalah 4,96; 5,20 dan 6,01 log cfu/g (Gambar 3). Hasil

DMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa antar perlakuan saling berbeda

nyata. Hubungan antara lama simpan dengan total mikroba tahu mengikuti pola

persamaan regresi y = 0,525x + 4,34, dengan R2 = 0,9106 (Gambar 3).

5,46 5,40

5,31

5,2

5,3

5,4

5,5

3 4 5

TotalMikroba

(logcfu/g)

Konsentrasi bubur (% b/v)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

66 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 3. Nilai rata-rata total mikroba tahu dari perlakuan lama simpan.

Gambar 3 mengindikasikan bahwa total mikroba tahu meningkat seiringdengan semakin lama masa simpan tahu. Menurut Waluyo (2004) selain pH dankadar air, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik adalahtersedianya zat gizi, suhu, oksigen, zat penghambat dan adanya jasad renik yanglain.Variabel Organoleptik

Analisis organoleptik dilakukan terhadap tahu yang telah digoreng untukmemudahkan penilaian panelis. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan jenisbubur bunga kecombrang, konsentrasi bubur dan lama simpan terhadap variabelorganoleptik tahu disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil uji Friedman pengaruh perlakuan jenis bubur bunga kecobrang,konsentrasi bubur dan lama simpan terhadap variabel organoleptik yang diamati

No Variabel yang diamati BKL1 Warna tn2 Flavor **3 Kesukaan tn

Keterangan: BKL: kombinasi antara jenis bubur, konsentrasi bubur dan lama simpan, tn: tidakberpengaruh nyata; * : berpengaruh nyata (taraf 5 %); ** : berpengaruh sangatnyata (taraf 1 %).

1. Warna

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jenisbubur, konsentrasi bubur dan lama simpan tidak berpengaruh nyata terhadapwarna tahu (Lampiran 5). Nilai rata-rata warna tahu tertinggi 2,87 (coklatkekuningan - kuning kecokelatan) diperoleh dari kombinasi perlakuan bubur daribubuk dengan konsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari (B2K1L1), nilaiterendah 2,53 (coklat kekuningan - kuning kecokelatan) didapat dari kombinasi

4,96 5,20

6,01

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

1 2 3

TotalMikroba

(logcfu/g)

Lama Simpan (har i)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

67 ISBN: 978-979-17342-0-2

perlakuan bubur dari bubuk dengan konsentrasi 5 persen b/v, lama simpan 3 hari(B2K3L3).2. Flavor (Cita rasa Kecombrang)

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa interaksi perlakuan antara jenisbubur, konsentrasi bubur dan lama simpan berpengaruh sangat nyata terhadapflavor kecombrang pada tahu (Lampiran 5). Nilai rata-rata flavor kecombrangtertinggi 3,67 (agak terasa - tidak terasa) dari kombinasi perlakuan bubur daribubuk dengan konsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari (B2K1L1), nilaiterendah 2,33 (terasa - agak terasa) dari kombinasi perlakuan bubur dari bungasegar dengan konsentrasi 5 persen b/v dan lama simpan 3 hari (B1K3L3).Semakin lama masa simpan tahu dalam bubur maka flavor kecombrang yangterserap ke dalam tahu semakin kuat. Flavor dari bunga kecombrang yaitu asamdan agak sepat.3. Nilai Kesukaan

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jenisbubur kecombrang, konsentrasi bubur dan lama simpan tidak berpengaruh nyataterhadap kesukaan tahu (Lampiran 5). Nilai rata-rata kesukaan tahu tertinggi yaitu2,73 (agak suka - suka) diperoleh dari kombinasi perlakuan bubur dari bubukkonsentrasi 3 persen b/v dan lama simpan 1 hari (B2K1L1). Nilai terendah yaitu2,20 (agak suka - suka) dihasilkan dari kombinasi perlakuan bubur dari bungasegar konsentrasi 5 persen b/v dan lama simpan 3 hari (B1K3L3). Nilai kesukaanmerupakan penilaian yang diberikan berdasarkan kondisi produk secarakeseluruhan, dalam hal ini meliputi warna dan flavor.

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:1. Bubur dari bubuk kecombrang menghasilkan tahu dengan sifat mikrobiologi

lebih baik daripada bubur dari bunga segar, dengan total mikroba 2,18 x 105

cfu/g. Tahu dari perlakuan bubur dari bunga segar menunjukkan total mikroba2,80 x 105 cfu/g.

2. Konsentrasi bubur 3 persen (b/v) sudah dapat memperpanjang masa simpantahu menjadi 3 hari atau 72 jam, sedangkan tahu segar tanpa perlakuan apapunhanya bertahan selama 6 - 8 jam. Peningkatan konsentrasi bubur menurunkantotal mikroba

3. Semakin lama masa simpan tahu dalam bubur kecombrang, menyebabkanpeningkatan total mikroba

4. Tahu goreng dengan pengawet kecombrang yang memiliki nilai kesukaantertinggi yaitu B2K1L1 (bubur dari bubuk dengan konsentrasi 3 persen b/vdan lama simpan 1 hari), dengan hasil penilaian organoleptik sebagai berikut:tingkat kesukaan 2,73 (agak suka - suka), nilai warna 2,87 (coklat kekuningan- kuning kecokelatan), dan nilai flavor kecombrang 3,67 (agak terasa - tidakterasa).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

68 ISBN: 978-979-17342-0-2

Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang cara pengemasan yang tepat dari tahudengan pengawet kecombrang.

2. Perlu dikaji tentang aspek ekonomi dan penerimaan konsumen terhadap tahudengan pengawet kecombrang.

3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perbandingan dengan metode pengawetanlain.

Daftar Pustaka

Adawiyah, D. R., S. T. Soekarto, dan B. S. L. Jenie. 1998. Ekstraksi KomponenAntimikrobia dari Biji Buah Atung. Prosiding Seminar Nasional TeknologiPangan dan Gizi, Yogyakarta. 742 hal.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989.Analisis Pangan. IPB Press, Bogor: 15, Hal 196-211.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R. I. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan.Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2006.NewsandTask.(On-line).http://www.depkes.go.id/index.php diakses 23 November 2006.

Evans, P. H., W. S. Bowers, and E. J. Funk. 1984. Identification of Fungicidal andNemocidal Components In The Leaves Of Piper Betle (Piperaceae). J. of Agric.and Food Chem. 32 (6) : 1254-1256.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. 199hal.

Frazier, W.C. and D.C. Westhoff. 1979. Food Microbiology 3rd Edition. Tata McGraw-Hil Publishing Company Ltd., New Delhi. 540 pp.

Gang, S. C. 1992. Biological Activity Of The Essential Oil Of Piper Betle L. J. of Essen.Oil Research. 4 (6) : 601-606

Handayani, C. B. 1992. Mikroflora Beberapa Rempah-Rempah Segar dan Kering.Skripsi. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. 97 hal.

Hidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi 1: 440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 56 hal.

Jay, J. M. 1986. Modern Food Microbiology. Wayne State University. Van NostrandReinhold, New York. 467 pp.

Kastyanto, W. 1995. Membuat Tahu. PT Panebar Swadaya, Jakarta. 28 hal.Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Menjadikan Makanan Bermutu.

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 45 hal.Masitoh. 1992. Pembuatan Tahu Kedelai dengan Laru Asam Asetat dan Limbah Larunya:

Kajian Terhadap Rendemen, Beberapa Sifat Kimia dan Sifat Fungsional Produk.Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (TidakDipublikasikan). 54 hal.

Mayasari, A. 1994. Peranan Curing dan Blanching dalam Pembuatan Konsentrat Jahe(Zingiber officinalle rosch.) Ditinjau dari Sifat Sensorisnya. Skripsi. FakultasPertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan).87 hal.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

69 ISBN: 978-979-17342-0-2

Muchtadi, D., N. S. Palupi dan M. Astawan. 1989. Petunjuk Laboratorium. Metode KimiaBiokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Mustopha, S., B. Nurhadi dan T. Sukarti. 2006. Cakrawala. (On-line). http://pikiran-rakyat.com/cetak/1104/11/cakrawala/lainnya3.htm diakses 2 November 2006

Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang (NicolaiaSpeciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan.Disertasi. Program Pascasarjana, IPB, Bogor. (Tidak dipublikasikan). 151 hal.

Prayogo, B. E. W. dan Sutaryadi. 1992. Pemanfaatan Sirih untuk Pelayanan KesehatanPrimer. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Vol I No. 1-9.

Rukmini, H. S., M. Astuti, R. Naufalin, P. T. Astuti. 2003. Preparation of kecombrangflowers powder : The effect of soaking solutions and blanching periods on theproduct quality. Preceeding International Conference on Redesigningsustainable development on food and agricultural system for developingcountries. Faculty of Agricultural Technology Gadjah Mada UniversityYogyakarta. P 390-397.

Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1975. The Book of Tofu. Food for Mankind Vol. I. AutumnPress, Inc., Japan. 427 pp.

Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 121 hal.Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Hasil

Pertanian. Edisi ke 2. Pusat Antar Universitas Ilmu Pangan dan Gizi UGM.Yogyakarta. 160 hal.

Sugiastuti, S. 2002. Kajian Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Daun Sirih(Piper betle L.) Pada Daging Sapi Giling. Tesis. Program Pasca Sarjana, InstitutPertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan). 55 hal.

Tampubolon, O. T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian PendahuluanKandungan Kimia Nicolaia Speciosa Horan. Risalah Simposium PenelitianTanaman Obat III. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 63hal.

Triarsari,D.,2004.Kesehatan.(Online).http;//www.Kompas.co.id/kesehatan/news/0304/24/003749.htm diakses 3 Juni 2006

Valianty, K. 2002. Potensi Antibakteri Minyak Bunga Kecombrang. Skripsi FakultasPertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan).38 hal.

Waluyo. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Jakarta. 316 hal.Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1988. Pengantar Teknologi Pangan. PT

Gramedia, Jakarta. 92 hal.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

70 ISBN: 978-979-17342-0-2

EKSTRAKSI LIMBAH BIJI CARICA DIENG (Carica Candamarcensis Hok)SEBAGAI ALTERNATIF MINYAK MAKAN

(Extraction of Edible Oil From Carica Dieng (Carica candamarcensis hok)by Using Various Solvent)

Dewi LarasatiStaf pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Abstract

Carica Dieng seed is waste of Carica Dieng fruit that is highly abundant inDieng( ± 9 tons/month). This research aims to determine the physico-chemical ofCarica Dieng seed oil by using various solvent extraction. Three commercaialorgsnic solvent were used for solvent extraction, namely diethyl eter, ethyl acetateand n-hexan. The results showed that the various solvent significantly affect(p<0,05)of physico-chemical of Carica Dieng seed oil and n-hexan was the bestsolvent. Physico-chemical of carica dieng seed oil by using n-hexan were : numberiodine (84.11), Saponification number (206.35), acid number (8.21), free fattyacids (1.48%) and the acid component saturated fat: lauric acid, myristic acid,palmitic acid and unsaturated fatty acids: oleic acid, linoleic acid, linolenic acid.Physical characteristics: specific gravity (0.91), refractive index (1.45), liquidpoint (5.3 C) and smoke point (217oC). Being the result of organoleptic test scorepanelisdengan preferred color (4.3 / like) and a score of smell (4.2 / like).

Key words: Carica Dieng, oil, solvents extraction

Abstrak

Limbah biji Carica Dieng (Carica Candamarcensis Hok) dari pengolahCarica Dieng ± 9 ton/bulan. Biji Carica Dieng berpotensi untuk dijadikan sebagaiminyak makan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan limbah bijiCarica Dieng sebagai minyak makan dengan cara ekstraksi biji Carica Diengmenggunakan berbagai pelarut organik terhadap karakteristik kimia, fisik dankomposisi asam lemak penyusun minyak biji Carica. Hasil penelitian menujukkanbahwa jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap karakteristik minyak biji CaricaDieng dan pelarut yang menghasilkan karakteristik minyak terbaik adalah pelarutheksan dengan Karakteristik minyak biji Carica Dieng yang terbaik pada pelarutheksan. dengan karakteristik kimia berupa bilangan iod (84,11), bilanganpenyabunan (206,35), bilangan asam (8,21), asam lemak bebas (1,48%) danKomponen asam lemak jenuhnya : asam laurat, asam miristat, asam palmitat danasam lemak tak jenuh : asam oleat, asam linoleat, asam linolenat. KarakteristikFisiknya : bobot jenis (0.91), Indeks bias (1,45), Titik cair (5,3oC) dan titik asap(217oC). Sedang hasil uji organoleptik yang disukai panelisdengan skor warna(4,3/suka) dan skor bau (4,2/suka)

Kata kunci : Carica Dieng, Minyak, eskraksi pelarut

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

71 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pendahuluan

Di Indonesia sangat berpotensi untuk menghasilkan minyak dari biji-bijian, di antaranya adalah biji Carica yang diperoleh di dalam buah Carica.Selama ini biji Carica belum banyak dimanfaatkan kecuali sebagai benih dan obatcacing untuk ternak. Komposisi kimia biji Carica belum ada penelitian secarakhusus, tetapi jika dilihat dari bentuk dan khasiatnya ada kemungkinan hampirsama dengan biji pepaya (Carica Papaya L) yang tergolong dalam satu familiyaitu Caricaceae. Apabila ditinjau dari segi ekonomi, biji Carica yang hampirsama dengan biji pepaya mempunyai potensi yang cukup tinggi. Penelitian Chandan Tang (1973), menunjukkan bahwa biji pepaya mengandung minyak sebesar32,97 %. Kandungan minyak ini relatif lebih besar jika dibandingkan dengan biji-bijian yang lain seperti biji kurma (23,5%0, biji pear (14,1%), biji anggur (12-22%), biji apel (19,23 %) dan biji teh (20-45%) (Seshadri dkk (1983) dalamRevichandran (1990). Menurut Hadiwiyoto, dkk (1981) dan Kunarto (1992),minyak biji pepaya mempunyai peluang sebagai minyak makan. Salah satu limbahpengolahan buah Carica Dieng yang belum dimanfaatkan dan hanya menjadisampah adalah biji Carica Dieng. Limbah biji Carica Dieng dari pengolah CaricaDieng ± 9 ton/bulan. Untuk itu perlu dipikirkan pemanfaatan limbah biji CaricaDieng sebagai minyak makan.

Beberapa metode ekstraksi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu,misalnya pada ekstraksi dengan pengempaan dipengaruhi oleh waktu, tekanan danperlakuan pendahuluan. Ekstraksi dengan pelarut dipengaruhi oleh jenis pelarutorganik. Beberapa jenis pelarut akan mempengaruhi kualitas minyak yangdihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian jenis pelarut organik untukekstraksi minyak biji Carica Dieng sehingga diperoleh minyak dengan rendemendan kualitas kimia dan fisik yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan limbah biji CaricaDieng sebagai minyak makan dengan cara ekstraksi biji Carica Diengmenggunakan berbagai pelarut organik terhadap karakteristik kimia, fisik dankomposisi asam lemak penyusun minyak biji Carica Dieng. Manfaat penelitian iniadalah memberi informasi baru bagi masyarakat umum dan Asosiasi PengolahCarica Dieng khususnya, tentang penanganan limbah Carica Dieng menjadiproduk bernilai ekonomi, yaitu minyak makan.

Metode Penelitian

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah biji Carica Dieng yangdiperoleh dari Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Bahan kimia yangdigunakan adalah pelarut heksan, etil asetat, dietil eter, KOH, khloroform, KI,Na2S2O3, NaOH, reagen TBA, Na2CO3, Kalium iodat, etanol dan dietil eter.Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi: kabinet drier, oven, unit

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

72 ISBN: 978-979-17342-0-2

ekstraksi, rotary vacuum evaporator, ayakan 40 mesh, sokhlet, kromatografi gasdan beberapa peralatan gelas untuk analisis.Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, di Laboratorium RekayasaPangan dan Laboratorium Jurusan Teknologi Hasil Pertanian UniversitasSemarang dan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas GadjahMada Yogyakarta.Metode Penelitian

Biji Carica Dieng dipembersihan dan dicuci, selanjutnya biji dikeringkandengan menggunakan kabinet drier. Biji Carica Dieng yang telah keringdihancurkan dan diayak sampai lolos ayakan 40 mesh. Ekstraksi minyak bijiCarica Dieng dilakukan dengan metoda soxklet extraction dan menggunakanberbagai pelarut organik perlakuan, yaitu etil asetat, etil asetat-dietil eter (1:1),dietil eter, dietil-eter-heksan (1:1) dan heksan. Pelarut diuapkan dengan rotaryvacuum evaporator. Minyak yang diperoleh dianalisis sifat fisik (berat jenis, indekbias, titik cair dan titik asap), sifat kimia (bilangan iod, bilangan penyabunan,asam lemak bebas, bilangan asam) dan komposisi asam lemak penyusun minyakmenggunakan kromatografi gas.Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap(RAL) satu faktor yaitu jenis pelarut organik (dengan tingkat kepolaran yangberbeda), yaitu :A (pelarut etil asetat), B (pelarut etil asetat dan dietil eter (1:1)), C (pelarut dietileter), D (pelarut dietil eter dan heksn (1:1)) dan E (pelarut heksan). Dan setiapperlakuan diulang 2 kali. Data–data dianalisis statistik dengan analisis varian danbila ada perbedaaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyatamenggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT ) pada taraf 5 %.

Hasil dan Pembahasan

Rendemen Minyak Biji Carica Dieng

Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan berbagai pelarut terhadapbiji Carica Dieng menghasilkan rerata rendemen minyak berkisar antara 33,33%-35,33%. Rendemen minyak ini lebih tinggi bila dibandingkan minyak bijikomersial lain seperti kedele dan jagung. Minyak kedele sebesar 19,5% danminyak jagung hanya 3,97% (Ketaren, 2008). Rendemen minyak biji CaricaDieng pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil peneliti lain.Minyak biji Carica yang diteliti oleh Marfo dkk (1986) sebesar 28,2%, Sigh(1990) sebesar 25,3%, Kunarto (1993) rendemen minyak biji pepaya sebesar32%, dan menurut Puangsri dkk (2004), kadar minyak biji Carica sebesar (30,7 ±0,7)%.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

73 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Bilangan Iod Minyak Biji Carica Dieng

Bilangan iod minyak biji Carica Dieng pada penelitian ini berkisar antara

62,22-84,11 dan termasuk non drying oil karena kurang dari 90. Bilangan iod

minyak biji Carica masih termasuk dalam range bilangan iod minyak makan

komersial. Bilangan iod minyak kelapa 10,5, minyak kelapa sawit 58, minyak

kedele 117-141 (Ketaren, 2008), minyak kacang 90,10 (Anonim,2010) dan

minyak jagung 125-128 (Richana dan Suarni, 2007). Bilangan iod minyak biji

Carica ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata Bilangan Iod Minyak Biji Carica DiengPerlakun Pelarut Bilangan IodA ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksn)E (pelarut heksan)

62.2177 d

66.5500 c

79.2490 b

79.7233 b

84.1130 a

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan2. Rerata yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan beda nyataantar perlakuan (p< 0,05).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pelarut organikmemberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap bilangan iod minyak biji Carica.Semakin non polar pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, menghasilkan minyakbiji Carica dengan komponen asam lemak tak jenuh yang tinggi, sehinggamempunyai bilangan iod yang semakin tinggi.

Pada penelitian ini pelarut heksan merupakan pelarut yang paling nonpolar, sehingga minyak biji Carica Dieng yang dihasilkan mempunyai bilanganiod paling tinggi dengan komponen asam lemak tak jenuh sebesar 90% yangterdiri dari asam oleat, lioleat dan linolenat. Hal ini sesuai dengan Sudarmadjiidkk (1996) dan Ketaren (2008) yang menyatakan bahwa bilangan iodmencerminkan ketidak jenuhan asam lemak penyusun minyak. Banyaknya iodyang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Bilangan Penyabunan Minyak Biji CaricaDieng

Bilangan penyabunan minyak biji Carica Dieng pada penelitian iniberkisar antara 206,35-281,60 (Tabel 2). Minyak biji Carica Dieng hasil ekstraksimenggunakan pelarut etil asetat mempunyai bilangan penyabunan yang lebihtinggi dibandingkan minyak makan komersial, namun minyak yang diekstrakmenggunakan dietil eter dan heksan masih dalam kisaran angka penyabunanminyak makan komersial. Angka penyabunan minyak kelapa 250-265, minyak

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

74 ISBN: 978-979-17342-0-2

kelapa sawit 249, minyak kedele 195, minyak jagung 191 (Ketaren, 2008) danminyak kacang 188,10 (Anonim, 2010).

Tabel 2. Rerata Bilangan Penyabunan Minyak Biji Carica DiengPerlakun Pelarut Bilangan PenyabunanA ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksan)E (pelarut heksan)

281.6053 a

265.2748 ab

210.3855 b

207.3617 b

206.3535 b

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan.2. Rerata yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan beda nyata antarperlakuan (p< 0,05).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelarut organikmemberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap bilangan penyabunan minyak bijiCarica Dieng. Minyak biji Carica Dieng yang diekstrak menggunakan heksanmempunyai bilangan penyabunan paling rendah karena total berat molekul asamlemak penyusun minyak paling tinggi, yaitu 279,2. Menurut Sudarmadji dkk(1996) dan Ketaren (2008) terdapat korelasi antara berat molekul dan bilanganpenyabunan, dimana semakin tinggi berat molekul, maka bilanganpenyabunannya semakin rendah.

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Bilangan Asam dan Asam Lemak BebasMinyak Biji Carica Dieng

Tabel 3. Rerata Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas Minyak Biji Carica DiengPerlakuan Pelarut Bilangan

AsamAsam Lemak Bebas (%)

A ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksan)E (pelarut heksan)

8.2067 a

6.1153 b

5.7827 c

5.3360 d

2.9383 e

4.1236a

3,0730b

2,9060c

2,6817d

1,4763e

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan2. Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan

beda nyata antar perlakuan (p< 0,05).

Bilangan asam minyak biji Carica Dieng pada penelitian ini berkisarantara 2,94-8,21, sedangkan asam lemak bebas 1,48-5,46%. (Tabel 3). Analisaragam menunjukkan bahwa perlakuan pelarut organik berpengaruh nyata (p<0,05)terhadap bilangan asam dan asam lemak bebas minyak biji Carica Dieng. Minyakbiji Carica Dieng yang diekstrak menggunakan etil asetat mempunyai bilanganasam paling tinggi, karena mempunyai asam lemak yang besar. Menurut

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

75 ISBN: 978-979-17342-0-2

Sudarmadji dkk. (1996) etil asetat mempunyai konstata dielektrikum yang palingtinggi dibandingkan dietil eter maupun heksan. Konstanta dielektrikum etil asetat,dietil eter dan heksan berturut-turut adalah 6,02; 3,34 dan 1,89. Semakin besarkonstanta dieletrikum menunjukkan semakin polar. Etil asetat juga mempunyaisifat sedikit larut dalam air.

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Komposisi Asam Lemak Penyusun MinyakBiji Carica Dieng

Susunan asam lemak minyak biji Carica Dieng menyerupai minyak kacangtanah, minyak kedele dan minyak jagung. Komponen asam lemak penyusunminyak biji Carica Dieng terdiri dari asam lemak jenuh {asam laurat (C12:0),asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0)} dan asam lemak tak jenuh {asamoleat (C18:1), asam linoleat (C18:2) asam linolenat (C18:3)}. Secara rincikomposisi asam lemak penyusun minyak biji Carica ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Asam Lemak Penyusun Minyak Biji Carica Dieng (%)

Jenis Pelarut ALJdan ALTJ

As.Laurat

As.Miristat

As.Palmitat

As.Oleat

As.Linoleat

As.Linolenat

A(etil asetat)ALJ =18,7ALTJ=81,3

1.3635

6.5084 10.7915 69.0817 11.5619 0.6930

B (etil asetat : dietileter /1:1)

ALJ =11,3ALTJ = 88 7

- 0.0550 11.3228 75.8501 12.3600 0.4122

C (dietil eter)ALTJ=11,1ALTJ =88,9

- 0.0588 11.2393 75.7281 12.4998 0.4740

D(dietileter:heksan(1:1))

ALJ =11ALTJ =89 - - 11.0076 76.3716 12.1602 0.4606

E(heksan)ALTJ=10ALTJ = 90

- - 10.0773 75.2400 12.6985 1.9842

Keterangan : ALJ : Asam Lemak Jenuh dan ALTJ : Asam Lemak Tak Jenuh

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Bobot Jenis Minyak Biji Carica Dieng

Besarnya bobot jenis suatu minyak merupakan hasil perbandingan beratsuatu volume minyak pada suhu 25oC dengan berat air pada volume dan suhuyang sama (Ketaren, 1985). Bobot jenis minyak biji Carica berkisar antara 0.91-0.88 (Tabel 5). Analisis ragam menunjukkan bahwa pelarut pada ekstraksi minyakbiji carica dieng berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap bobot jenis minyak yangdihasilkan.

Tabel 5. Rerata Bobot Jenis Minyak Biji Carica DiengPerlakun Pelarut Bobot JenisA ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksn)E (pelarut heksan)

0.9130 a0.9100 ab0.9070 b0.8897 c0.8833 d

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan2. Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan

beda nyata antar perlakuan (p< 0,05).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

76 ISBN: 978-979-17342-0-2

Bobot jenis tertinggi terdapat pada pelarut etil asetat (0.9130) dan diikutioleh perut etil asetat : dietil eter (0.9100), dietil eter (0.9070), dietil eter : heksan(0.8897) dan terendah adalah pelarut heksan (0.8833). Besarnya bobot jenis suatuminyak bisa dipengaruhi oleh jenis dan jumlah komponen kimia di dalam minyak(Wiyono dkk., 2000).

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Indeks Bias Minyak Biji Carica Dieng

Tabel 6. Rerata Indek Bias Minyak Biji Carica DiengPerlakun Pelarut Indek BiasA ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksan)E (pelarut heksan)

1.4493 c1.4517 bc1.4553 ab1.4557 ab1.4577 a

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan2. Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan

beda nyata antar perlakuan (p< 0,05).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pelarut organikmemberi pengaruh nyata (p<0,05) terhadap indeks bias minyak biji Carica Dieng.Rerata Indeks bias minyak biji Carica dieng ditunjukkan pada Tabel 6. Indeks biasminyak biji Carica Dieng berkisar antara 1,45 – 1,46 hampir sama dengan indeksbias minyak kacang tanah (1,46), minyak sawit (1,46 – 1,46), minyak kedelai(1,47 -1,46) dan minyak wijen 1,48. Berdasarkan indeks biasnya minyak bijiCarica Dieng bisa digunakan sebagai minyak makan. Hasil pengujian minyak bijiCarica Dieng menunjukkan bahwa indeks bias minyak terendah adalah denganpelarut etil asetat besarnya 1,4493; sedangkan tertinggi dengan pelarut heksanbesarnya 1,4577. Hal ini menujukkan bahwa pelarut heksan menghasilkanminyak biji Carica Dieng yang lebih murni dibanding dengan pelarut lainnya.

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Titik Cair Minyak Biji Carica Dieng

Analisis ragam menunjukkan bahwa jenis pelarut berpengaruh nyata(P<0,05) terhadap titik cair minyak biji Carica Dieng. Setelah diuji dengan ujiDMRT pada taraf 5 % diperoleh hasil seperti pada Tabel 7.

Minyak biji Carica Dieng tertinggi pada pelarut etil asetat (8,7 oC) danterendah pada pelarut heksan (5,3 oC). Apabila dibandingkan dengan titik cairminyak kacang tanah (-5,5 – 2,2 oC) (Kunarto, 1992), maka titik cair biji CaricaDieng relatif lebih tinggi, tetapi bila dibandingkan dengan titik cair kelapa ((24-26oC) (Kunarto, 1992), maka titik cair minyak biji Carica Dieng lebih rendah. Weis(1990) juga menyatakan bahwa semakin panjang rantai karbon, akan semakintinggi titik cairnya dan sebaliknya. Disamping itu, titik cair minyak jugamempengaruhi jenis, jumlah dan posisi asam-asam lemak penyusunnya padamolekul trigliserida.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

77 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 7. Rerata Titik Cair (oC) Minyak Biji Carica Dieng

Perlakun Pelarut Titik CairA ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksan)E (pelarut heksan)

8.6667 a7.6667 ab6.6667 bc5.6667 cd5.3333 d

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan2. Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan

beda nyata antar perlakuan (p< 0,05).

Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Titik Asap Minyak Biji Carica Dieng

Analisis ragam menunjukkan bahwa jenis pelarut berpengaruh nyata(P<0,05) terhadap titik asap minyak biji Carica Dieng. Setelah diuji dengan ujiDMRT pada taraf 5 % diperoleh hasil seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Rerata Titik Asap (oC) Minyak Biji Carica DiengPerlakun Pelarut Titik AsapA ( etil asetat)B (etil asetat : dietil eter)C (dietil eter)D (dietil eter : heksan)E (pelarut heksan)

205.6667 c207.3333 c209.3333 b210.6667 b217.0000 a

Keterangan:1. Hasil merupakan rerata dari 3 kali ulangan2. Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan superskrip yang berbeda menunjukkan

beda nyata antar perlakuan (p< 0,05).

Menurut Satrik (2010), minyak yang baik apabila memiliki titik asap yangcukup tinggi yaitu di atas 250oC. Namun bila minyak tersebut digunakan secaraberulang-ulang, titik asapnya akan menurun, sehingga akrolein semakin cepatterbentuk. Dikatakan pula bahwa minyak yang baik apabila memiliki titik asapyang cukup tinggi yaitu di atas 250 oC, namun bila minyak tersebut digunakansecara berulang-ulang, titik asapnya akan menurun, sehingga akrolein semakincepat terbentuk. Titik asap minyak biji Carica Dieng berkisar antara 205,7 – 217oC. Titik asap tertinggi pada pelarut heksan yaitu 217 oC dan terendah padapelarut etil asetat yaitu 205,7oC. Apabila dibandingkan dengan titik asap minyakjagung, minyak biji kapas dan minyak kacang berkisar pada suhu 232 oC (Faridazdkk, 1992), maka titik asap biji Carica Dieng relatif lebih rendah.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa Perlakuan jenis pelarutberpengaruh nyata terhadap sifat kimia, fisik dan organoleptik minyak biji CaricaDieng. Karakteristik minyak biji Carica Dieng yang terbaik pada pelarut heksan.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

78 ISBN: 978-979-17342-0-2

Minyak Biji Carica Dieng dengan pelarut heksa mempunyai karakteristik kimiaberupa : bilangan iod (84.11), bilangan penyabunan (206,35), bilangan asam(8,21), asam lemak bebas (1,48%) dan Komponen asam lemak jenuhnya : asamlaurat, asam miristat, asam palmitat dan asam lemak tak jenuh : asam oleat, asamlinoleat, asam linolenat. Karakteristik Fisiknya : bobot jenis (0.88), Indeks bias(1,45), Titik cair (5,3oC) dan titik asap (217 oC). Karakteristik minyak biji CaricaDieng memungkinkan untuk dikonsumsi sebagai minyak makan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Haslina, M.Si, Ir. BambangKunarto, MP dan Dwi Estiyani, Amd yang telah banyak membantu baik tenagamaupun ilmunya dalam penelitian ini.

Dafar Pustaka

Anonim. 2010. Minyak Kacang. http://www.docstoc.com/docs/28979880/ minyak-kacang-tanahAnonim 2010a. Dietil eter. http. //id.wikipedia.org/wiki/Dietil_eter (Diakses Juni 2010).Anonim 2010b. Etil Asetat. http.//id.wikipedia.org/wiki/Etil Asetat (Diakses Juni 2010).Anonim 2010c. Jeksan. http. //id.wikipedia.org/wiki/Heksan (Diakses Juni 2010)AOAC, 2000. Official Methods of Association of Agricultural AnalyticalChemists. Association of Analytical Chemists, Inc. Arlington, Virginia, USA.Brown G. G. 1950. Unit Operations. John Willey and His Son Inc. New YorkCopley dan Van Arsdel. 1964. Food Dehyration. AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut.

USA.Efendi, E. 2000. Mikroenkapsulasi Minyak Atsiri Jahe dengan Campuran Gum Arab-

Maltodekstrin dan Variasi Suhu Inlet Spray Dryer. Tesis Program Pasca Sarjana UGMYogyakarta.

Hadiwiyoto, S., S. Naruki dan Suhardi 1981. Pemanfaatan Biji Pepaya untuk Bahan Makanan.FTP UGM Yogyakarta

Ketaren, S. 1986. Pengantar teknologi minyak atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.Ketaren S. 2001. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.Kunarto, B. 1992. Pengaruh Metoda Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Biji Pepaya (Carica

papaya). FTP-UGM Yogyakarta.Murdyati, G.S. (dan Supriyanto). 1986. Teknologi Pengolahan Minyak. Pusat Antar Universitas

Ilmu Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada Yogyakarta.Puangsri, T., S.M. Abdulkarim dan H. M. Ghazali. 2004. Properties of Carica papaya L. (Papaya)

Seed Oil Following Extration Using Solvent and Aqueus Enzymatis Methodes. Journalof Food Lipids 12:62-76.

Raharjo, S. 2004. Kerusakan Oksidasi Pada Makanan. PAU Pangan dan Gizi UGM.Respati, 1980. Pengantar Kimia Organik II. Aksara Baru, Jakarta.Richana dan Suarni. 2008. Teknologi Pengolahan Jagung. http://balitsereal.litbang.

deptan.go.id/ind /bjagung/duatiga.pdfSudarmadji, S., Suhardi dan B. Haryono. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty

Yogyakarta.Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan

Pertanian. Liberty Yogyakarta.Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Indonesia, Jakarta.Wiyono, B. Hartoyo dan Poedji Hastoeti. 2000. Sifat dasar minyak keruing dan kemungkinan

penerapan baku mutunya. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 18 (2) 123-135. PusatPenelitian Hasil Hutan, Bogor.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

79 ISBN: 978-979-17342-0-2

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI BERBASIS WEBHASIL PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

(Studi Kasus Kabupaten Boyolali)

Choirul Anam1, Fatah Yasin Al Irsyadi2, Yusuf S. Nugroho3,1Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2,3Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah SurakartaEmail: [email protected]

Abstrak

Aplikasi berbasis web bisa digunakan untuk menyampaikan informasikepada masyarakat di segala penjuru tanpa bertemu secara langsung.Selama ini Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan KabupatenBoyolali dalam mengolah data dan memberikan informasinya masih secaramanual sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk disampaikankepada masyarakat. Sistem Informasi Hasil Pertanian dan Perkebunanmerupakan sistem berbasis web yang digunakan untuk memberikaninformasi tentang hasil pertanian dan perkebunan demi menunjangkelancaran kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan KehutananKabupaten Boyolali. Sistem ini dibangun dengan menggunakan bahasapemrograman PHP untuk merancang interface webnya, MySQL sebagaipengolah data-data yang berhubungan dengan hasil pertanian danperkebunan dan Apache yang digunakan sebagai web server dalamperancangan. Sistem ini dibagi menjadi dua kategori user yaitu public userdan administrator. Setiap user diberi hak fasilitas akses masing-masingtergantung dari level user saat login. Hasil pengujian menunjukkan bahwasistem informasi hasil pertanian dan perkebunan ini dapat membantu dinasterkait dalam memberikan informasinya terhadap pengunjung dengan cepatdan mudah tanpa harus bertemu langsung dengan masyarakat yangmembutuhkan.

Kata kunci : Sistem Informasi, Pertanian, Perkebunan, Web, PHP, MySQL

Pendahuluan

Perkembangan internet saat ini sangat cepat dibandingkan dengan masa awalkehadirannya. Web merupakan salah satu sumber daya internet yang berkembangpesat dan telah menyebar ke seluruh dunia. Tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga penelitian yang ingin mempublikasikan hasil risetnya, namun jugabanyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mendukung kelancaranusahanya, dari sekedar penyampaian informasi hingga penyelenggaraan bisnisnyasendiri.

Saat ini Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Boyolalidalam mengelola dan menyampaikan informasinya masih menggunakan cara

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

80 ISBN: 978-979-17342-0-2

manual. Pencatatan data-data terkait hasil pertanian dan perkebunan masihdilakukan dengan menggunakan metode penulisan di buku laporan. Penyampaianinformasi-informasinya juga dilakukan dengan bertemu secara langsung untukmembantu kesulitan yang dialami oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan banyakkendala yang sering dihadapi oleh Dinas sendiri dan waktu yang dibutuhkan untukmenyampaikan informasi kepada masyarakat cukup lama.

Seiring dengan perkembangan internet yang semakin pesat dan denganmelihat permasalahan tersebut maka dalam dibuat suatu rancangan aplikasi sisteminformasi pada bidang pertanian yang digunakan untuk membantu menyampaikaninformasi hasil pertanian dan perkebunan. Sistem ini diharapkan dapatmemudahkan Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Boyolalidalam mengolah data-datanya dan memudahkan dalam menyampaikan informasipertanian dan perkebunan mulai dari hasil-hasil pertanian hingga informasitentang harganya. Selain itu sistem informasi ini dapat memberikan manfaat yangsangat berguna bagi masyarakat untuk mengetahui informasi dalam bidangpertanian melalui internet tanpa harus bertemu secara langsung dengan dinasterkait.

Bahan dan Metode Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam perancangan sistem informasi pertanian

dan perkebunan yaitu:

1. Data-data Pertanian dan Perkebunan, yang meliputi sayur-sayuran, buah-buahan, padi dan palawija yang terdapat di Kabupaten Boyolali.

Data merupakan bentuk yang masih mentah dan belum dapatmemberikan suatu informasi, sehingga perlu diolah lebih lanjut. Data diolahmelalui suatu model untuk dihasilkan suatu informasi. Penerima informasikemudian membuat keputusan dan melakukan tindakan yang akanmenghasilkan sejumlah data. Data tersebut kemudian diproses kembalilewat suatu model dan seterusnya membentuk sebuah siklus yang disebutsiklus informasi (information cycle).

Dengan adanya sistem ini diharapkan informasi yang disampaikankepada masyarakat dapat memiliki kualitas. Kualitas informasi (quality ofinformation) ditentukan oleh tiga hal, yaitu akurat (accurate), tepat padawaktunya (timely) dan relevant. Akurat, berarti informasi harus jelas, bebasdari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan. Informasi harus akuratkarena dari sumber informasi sampai ke penerima informasi kemungkinanbanyak terjadi ganggguan (noise) yang dapat merubah atau merusakinformasi tersebut. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datangpada penerima tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah usang tidakakan mempunyai nilai lagi, karena informasi harus didapat dengan cepat,diperlukan teknologi muktahir untuk mendapatkan, mengolah dan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

81 ISBN: 978-979-17342-0-2

mengirimkan informasi. Hal ini menyebabkan mahalnya nilai informasi.Releven, berarti bahwa sistim informasi tersebut memiliki manfaat danberguna bagi pemakainya.

Gambar 1. Siklus informasi

Sedangkan nilai suatu informasi (value of information) ditentukanoleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya untuk mendapatkannya. Suatuinformasi dikatakan bernilai tinggi apabila manfaatnya lebih efektifdibandingkan dengan biaya untuk mendapatkannya.

2. Perangkat lunak yang meliputi :

2.1 PHP

PHP (Personal Home Page Tools) adalah sebuah bahasa scripting yangdibundel dengan HTML, yang dijalankan di sisi server. Sebagianperintahnya berasal dari bahasa C, Java dan Perl dengan beberapa tambahanfungsi khusus PHP. Bahasa ini memungkinkan para pembuat aplikasi webmenyajikan halaman HTML dinamis dan interaktif dengan cepat dan mudah,yang dihasilkan server. PHP juga dimaksudkan untuk mengganti teknologilama seperti CGI (Common Gateway Interface).2.2 MySQL

MySQL merupakan sistem manajemen basis data terhubung (relationaldatabase management system). Basis data relasional digunakan untukmenyimpan data pada tabel-tabel yang terpisah sehingga akan menambahkecepatan dan fleksibilitasnya. Kata SQL pada MySQL merupakansingkatan dari “Structured Query Language”. SQL merupakan bahasastandar yang digunakan untuk mengakses database dan ditetapkan olehANSI/ISO SQL Standard.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

82 ISBN: 978-979-17342-0-2

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan dan pembuatansistem ini sebagai berikut:

1. Studi pustakaTahap ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dari literatur, paketmodul dan panduan, buku-buku pedoman, buku-buku perpustakaan dansegala kepustakaan lainnya yang dianggap perlu dan mendukung.

2. ObservasiObservasi adalah metode untuk mendapatkan data dengan melakukanpengamatan langsung dan pencatatan data-data terkait tanpa mengajukanpertanyaan.

3. InterviewMetode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaanterhadap responden yang terlibat dan mendukung permasalahan.

4. Analisis sistemData yang terkumpul melalui instrumen akan dianalisis dengan fokus padafungsi sistem informasi dan manajemen.

5. Perancangan dan pembuatan sistem.Perancangan dilakukan sebelum masuk ke tahap pembuatan sistem

Gambar 2. Alur Perancangan dan Pembuatan Sistem Informasi

Perancangan sistem secara umum dilakukan untuk memberikan gambaransecara umum kepada user tentang bagaimana sistem informasi pertanian danperkebunan ini dibangun. Rancangan ini mengidentifikasikan komponen-komponen sistem informasi yang akan dirancang secara rinci (detail design) dandesain sistem secara umum (general system design). Tahap analisis sistemdilakukan sebelum tahap desain sistem (system design) yang merupakan tahapkritis dan sangat penting, karena kesalahan ditahap ini akan menyebabkankesalahan di tahap berikutnya. Analisis sistem (system analysis) dapatdidefinisikan sebagai penguraian dari sistem informasi yang utuh ke dalambagian-bagian komponennya dengan maksud mengidentifikasikan danmengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan-hambatan yang terjadi dankebutuhan-kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan untuk dilakukansuatu perbaikan.

Studi Pustaka

Observasi

Interview Analisis Sistem

Perancangan Sistem

Pengujian Sistem

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

83 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tahap perancangan sistem informasi ini diterapkan pada dua diagramhalaman web yang diijinkan untuk diakses berdasarkan katagori atau tingkat user,yaitu halaman akses yang hanya bisa diakses oleh public user dan halaman aksesyang diijinkan untuk diakses oleh administrator.

Gambar 3. Diagram Halaman Akses oleh Public User

Data-data yang akan ditampilkan dalam halaman web sistem informasipertanian dan perkebunan ini disimpan dalam sebuah database yang terdiri dari 5tabel yang saling berhubungan atau memiliki relasi dan 6 tabel yang berdirisendiri. Relasi adalah sebuah bentuk hubungan antara beberapa data yangdikelompokkan dalam sebuah tabel. Bentuk hubungan ini sangat dibutuhkanuntuk memperoleh informasi antar tabel dan digunakan untukmendokumentasikan berbagai informasi. Relasional merupakan bentuk hubunganantara dua tabel atau lebih, yang salah satu tabel anggotanya akan memilikibentuk ketergantungan yang erat, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan secaramenyendiri. Dengan adanya hubungan ini sebuah data dapat disimpan denganstruktur yang terorganisir sehingga dapat memudahkan untuk mendapatkaninformasi dan mengelola basis datanya. Perancangan relasi antar tabel dalamsistem informasi hasil pertanian berbasis web ini diterapkan dalam suatu diagramentity relationship dengan menggunakan perangkat lunak DBDesigner.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

84 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 4. Diagram Halaman Akses oleh Administrator

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

85 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 5. Diagram Entity-Relationship pada tabel yang saling berhubungan

Gambar 6. Diagram Entity-Relationship pada tabel yang tidak memiliki hubungan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

86 ISBN: 978-979-17342-0-2

6. Pengujian sistem

Pengujian dilakukan secara detail terhadap sistem informasi hasil pertaniandan perkebunan. Pengujian sistem ini diaplikasikan secara online denganmenggunakan hubungan client-server.

Gambar 7. Hubungan client-server dengan database

Hasil dan Pembahasan

Tahap pengujian adalah tahap yang sangat penting untuk dilakukan. Hal inidigunakan untuk memeriksa dan memastikan bahwa sistem yang dibangun sudahterkonfigurasi dengan baik dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan padaperancangan sistem.

Pengujian dilakukan secara offline yang diuji dengan localhost melalui webbrowser dengan komputer stand alone (menggunakan satu computer tidakterkoneksi dalam jaringan). Hal-hal yang diujikan dalam sistem informasi inidigolongkan dalam 2 kategori pengaksesan sebagai berikut :1. Akses public user terhadap sistem informasi.2. Akses administrator terhadap sistem informasi

Public user merupakan user yang memiliki level hak akses terendahterhadap aplikasi. Menu-menu yang terdapat pada halaman ini dikelompokkanmenjadi empat bagian. Menu utama terdiri dari halaman depan, sejarah, profil,visi misi dan kontak kami. Menu informasi harga dan hasil terdiri dari infoharga pertanian, info hasil pertanian, lihat grafik harga, lihat grafik hasil. Menuinformasi lain terdiri dari kegiatan dinas, struktur organisasi, kritik dan saran.Menu halaman utama adalah merupakan halaman depan dari dinas pertaniankabupaten boyolali. Halaman depan (index) adalah halaman utama saat pertamakali user melakukan pengaksesan.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

87 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 8. Tampilan halaman depan akses public user

Gambar 9. Tampilan halaman informasi harga

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

88 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 10. Tampilan halaman kritik dan saran

User administrator merupakan user yang memiliki level hak akses tertinggiterhadap sistem. Administrator adalah orang yang memiliki kekuasaan penuhdalam database sistem informasi hasil pertanian ini, dan dapat memonitor semuadata yang terdapat dalam database. Menu-menu yang terdapat pada halamanadministrator dikelompokkan menjadi empat bagian. Menu administrator terdiridari form isi menu, ubah menu, ubah data pribadi dan tambah kecamatan. Menuinfo harga dan hasil terdiri dari input jenis, input sub jenis, input harga sub jenis,lihat harga, input hasil sub jenis, dan lihat hasil. Menu informasi lain terdiri darikegiatan dinas, kritik dan saran, tambah pegawai baru, lihat data pegawai,kemudian log out. Menu home adalah merupakan halaman utama admin daridinas pertanian kabupaten boyolali. Setelah admin berhasil melakukanautentifikasi, yaitu mengakses user dan password pada menu Login, maka sistemakan membukakan halaman utama administrator pertama yang diakses adminadalah halaman index/ halaman utama. Halaman utama administrator ini berisilink-link yang menunjuk ke menu yang lain.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

89 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 11. Tampilan halaman login oleh administrator

Gambar 12. Tampilan halaman pengisian menu oleh administrator

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

90 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 13. Tampilan halaman pengisian daftar harga oleh administrator

KesimpulanBerdasarkan hasil implementasi sistem informasi pertanian dan perkebunana

ini dapat diambil suatu kesimpulan:1. Dapat membantu dan mempermudah dinas terkait untuk mengelola data-

datanya dan menyampaikan informasi kepada masyarakat.2. Masyarakat lebih mudah dan cepat dalam memperoleh informasi tentang

pertanian dan perkebunan.3. Sistem informasi hasil pertanian dan perkebunan ini dapat diterapkan di

daerah-daerah lain dengan mengubah sedikit tampilan-tampilan halaman web-nya.

Daftar Pustaka

Kadir, Abdul. 2002. Dasar Pemrograman Web Dinamis Dengan MenggunakanPHP. Andi Offset. Yogyakarta.

Kurniawan, Y. 2002. Aplikasi Web Database Dengan PHP Dan MySQL. Jakarta :Elex Media Komputindo.

Pramono, Andi, Syafii, M. 2005. Kolaborasi Flash, Dreamweaver, dan PHPuntuk Aplikasi Web Site.Yogyakarta : Andi.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

91 ISBN: 978-979-17342-0-2

OPTIMASI SUSU SKIM DAN PERBANDINGAN MIKROBIA(Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus)

PADA PEMBUATAN YOGHURT SUSU KECIPIR

Siti Tamaroh1) dan Agus Slamet1)

1) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas AgroindustriUniversitas Mercu Buana Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Harga kedelai saat ini mengalami peningkatan, sehingga produk olahankedelai menjadi mahal. Potensi kacang-kacangan di Indonesia beragam,diantaranya adalah biji kecipir. Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), berkadarprotein tinggi (32,8%) setara dengan kadar protein kedelai (35,1%). Berdasarkankadar proteinnya yang setara dengan kedelai, maka kacang kecipir dapat diolahmenjadi yoghurt. Kualitas yoghurt yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah sususkim dan perbandingan jumlah mikrobia Lactobacillus bulgaricus danStreptococcus thermophilus. Untuk menghasilkan yoghurt yang sesuai dengansyarat mutu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diterima olehkonsumen, maka diperlukan optimasi jumlah susu skim dan perbandingan jumlahmikrobia Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus yang tepat.

Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu variasi susu skim danperbandingan jumlah mikrobia Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcusthermophilus. Variasi susu skim yang digunakan adalah 4%, 6% dan 8%,sedangkan perbandingan jumlah mikrobia Lactobacillus bulgaricus danStreptococcus thermophilus yang digunakan adalah 1:1, 1:2 dan 2:1. Yoghurtyang dihasilkan dianalisis : kadar air, protein, abu, pH, keasaman dan zat padatterlarut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, konsentrasi skim 6% dan jenismikrobia Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus denganperbandingan 1:2 menghasilkan yoghurt susu kacang kecipir yang sesuai denganSNI. Kriteria yoghurt susu kecipir yang dihasilkan pada adalah sebagai berikutkadar air 88,29%, kadar protein 2,53%, kadar abu 0,45%, pH 3,5 keasaman(asam laktat) 0,51%, dan zat padat terlarut 6,19%.

Keywords : yoghurt, susu skim, jenis mikrobia

Pendahuluan

Yoghurt adalah minuman probiotik yang bermanfaat menurunkankolesterol, melindungi infeksi intestin, kanker kolon, antikarsinogenik,antihipertensi dan meningkatkan HDL kolesterol (Drake, dkk. 2000; Donkor, dkk.2005; Rossi, dkk.2007). Murti (2006), menyatakan bahwa yoghurt susu kedelaiyang difermentasi dengan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcusthermophilus akan diperoleh yoghurt dengan total bakteri asam laktat 1,5 X 106

sel/g yang berpotensi sebagai minuman probiotik/pangan fungsional.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

92 ISBN: 978-979-17342-0-2

Harga kedelai saat ini mengalami peningkatan, sehingga produk olahankedelai menjadi mahal. Potensi kacang-kacangan di Indonesia beragam,diantaranya kacang kecipir. Kacang kecipir (Psophocarpus tetragonolobus),berkadar protein tinggi (32,8%) setara dengan kadar protein kedelai (35,1%)(Haryoto, 2002). Komponen asam amino protein kacang kecipir terdapat lengkap,setara dengan asam amino pada protein kedelai (Nurchasanah, 2004). Kacangkecipir di Indonesia mudah diperoleh, tanamannya bersifat tahan kekeringan,harganya murah dan berpotensi sebagai bahan baku yoghurt nabati. Untukmenghasilkan yoghurt kecipir yang yang disukai perlu optimasi konsentrasi sususkim dan optimasi jumlah perbandingan jenis mikrobia Lactobacillus bulgaricusdan Streptococcus thermophilus.

Tujuan penelitian menentukan jumlah susu skim dan perbandingan jenismikrobia S. thermopillus dan L. bulgaricus yang tepat sehingga dihasilkanyoghurt kecipir yang memenuhi syarat SNI.

Metode PenelitianBahan Penelitian

Bahan penelitian adalah biji kecipir yang diperoleh dari Pasar BeringharjoYogyakarta. Starter untuk pembuatan yoghurt adalah mikrobia Lactobacillusbulgaricus FNCC-041 dan Streptococcus thermophillus FNCC-040 dariLaboratorium Mikrobiologi PAU Pangan Gizi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Susu skim dan bahan tambahan lain diperoleh dari toko di daerahkota Yogyakarta.Peralatan

Autoklaf (Rinnai TL-200C), inkubator (Memmert), oven (Memmert), pHmeter (Metrohm 620), neraca analitik (Sartorius, Ohaus), enkas, almari pendingin,magnetik stirer, vortex, , peralatan gelas (erlemeyer, petridish).Cara Penelitian

Pembuatan yoghurt susu kecipir diawali dengan pembuatan susu bijikecipir. Pembuatan susu kacang kecipir adalah sebagai berikut : perendamankacang kecipir selama 24 jam, perebusan selama 15 menit dengan ditambahkan 2gram NaHCO3 , penirisan, penghancuran, penyaringan dan pemanasan pada suhu70-80oC selama 15 menit dan penyaringan. Proses pembuatan yoghurt susukecipir adalah sebagai berikut : homogenisasi dengan ditambahkan gula pasir 4%,perlakuan penambahan susu skim dengan variaasi 4, 6 dan 8%, pasteurisasi padasuhu 90oC selama 15 menit, pendinginan pada suhu kamar, inokulasi denganStarter 5% L. bulgaricus dan S. thermophillus dengan variasi 1:1; 1:2 dan 2:1,Inkubasi 37oC, 17 jam. Yoghurt susu kecipir dianalisis kadar air, pH, keasamantotal,kadar abu,kadar protein, zat padat terlarut.Rancangan Percobaan

Pembuatan yoghurt susu kacang kecipir : Rancangan percobaan yangdigunakan adalah Rancangan Acak Blok Lengkap, terdiri dari 2 faktor perlakuan,

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

93 ISBN: 978-979-17342-0-2

yaitu konsentrasi skim (4%,6%,8%) dan konsentrasi starter yang ditambahkanLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan variasi 1:1, 1:2dan 2:1. Data yang diperoleh diuji statistik dan apabila berbeda nyata dilanjutkandengan uji “Duncant New Multiple Range Test” (DMRT) pada derajatkepercayaan 5%.Analisis

Analisis yang dilakukan meliputi : Uji kadar air metode termografimetri(AOAC, 1990), pH (pH-meter), kadar protein metode mikrokjeldahl (AOAC,1990) dan zat padat terlarut ,metode penguapan (AOAC, 1990).

Hasil dan PembahasanKadar protein kacang kecipir hasil penelitian adalah 39,39%, kadar protein

ini sesuai dengan kisaran kadar protein kacang kecipir pustaka 20,7–45,9%,(Hildebrand, dkk, 1981 dalam Kanetro dan Hastuti, 2006). Perbedaan yangmungkin di antaranya karena ada pengaruh lingkungan tumbuh, kematangan bijidan jenis biji kecipir. Kadar protein kecipir yang besar, ternyata jauh lebih besardari kadar protein kedelai 35,1% (Haryoto. 2002).

Komponen asam amino protein kacang kecipir terdapat lengkap, setaradengan asam amino pada protein kedelai (Nurchasanah, 2004). Kacang kecipir diIndonesia mudah diperoleh, tanamannya bersifat tahan kekeringan, harganyamurah. Kadar protein yang tinggi pada biji kecipir dan berpotensi sebagai bahanbaku yoghurt nabati.Kadar Air Yoghurt Susu Kecipir

Kadar air dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil uji statistik pada kadar airyoghurt susu kecipir menunjukkan tidak ada interaksi antar perlakuan perbedaanperbandingan jenis bakteri dan konsentrasi skim pada kadar air yoghurt susukecipir. Rasio bakteri starter tidak berpengaruh pada kadar air susu kecipir.Sedangkan konsentrasi susu skim berpengarruh pada kadar air susu kecipir.

Tabel 1. Kadar Air Yoghurt Susu Kecipir (% wb)

Perlakuan Rasio starter (LB:ST) Rata-rataKonsentrasi skim (%) 1:1 1:2 2:1

4 91,72 91,11 91,35 91,39a

6 90,34 88,29 88,91 89,18a

8 87,65 88,86 87,74 88,08b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyatatingkat signifikansi 5 %.LB = Lactobacillus bulgaricus dan ST = Streptococcus thermophilus.

Konsentrasi skim 4% dan 6% , menghasilkan yoghurt dengan kadar airtidak berbeda yaitu rata-rata 90,29% . Kadar air ini lebih besar dibanding kadar airyoghurt susu kecipir yang dibuat dari susu kecipir diperlakukan dengan susu skim8%. Pada penambahan skim 8%, kadar air yoghurt susu kecipir lebih kecil, hal ini

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

94 ISBN: 978-979-17342-0-2

disebabkan semakin besar skim yang ditambahkan, maka jumlah padatan di dalamyoghurt semakin besar, sehingga kadar airnya semakin kecil.

pH Yoghurt Susu Kecipir

pH yoghurt susu kecipir disajika pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkanbahwa, ada interaksi antara perlakuan rasio bakteri starter dan konsentasi skimpada pH yoghurt.

Tabel 2. pH Yoghurt Susu Kecipir

Perlakuan Rasio starter (LB:ST)Konsentrasi skim (%) 1:1 1:2 2:1

4 3,23a 3,23a 3,33b

6 3,45c 3,49d 3,61e

8 3,58e 3,59e 3,61e

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata tingkatsignifikansi 5 %.

Semakin besar konsentrasi skim, semakin besar pH yoghurt susu kecipir.Semakin besar rasio bakteri Streptococcus thermophilus pH yoghurt semakinbesar. Tamime dan Robinson (1983), menyebutkan bahwa bakteri Lactobacillusbulgaricus dan Streptococcus thermophilus adalah yang bersifat simbiosis dalammenghasilkan asam selama proses fermentasi.

Pada saat perbandingan bakteri yang digunakan sebagai starter (LB : ST)1: 2 dan 2:1 dimungkinkan produksi asam tidak seefektif saat perbandinganbakteri yang digunakan sebagai starter (LB : ST) 1: 1. Menurut Salji dan Ismail(1983), pH yoghurt komersial 3,27 – 4,10. Sehingga pH yoghurt susu kecipirhasil penelitian ini sesuai dengan persyaratan yoghurt komersial.

Keasaman Total (sebagai asam laktat %)

Tabel 3. Kadar Asam Laktat Yoghurt Susu Kecipir (% )

Perlakuan Rasio starter (LB:ST)Konsentrasi skim (%) 1:1 1:2 2:1

4 0,53ef 0,54ef 0,54f

6 0,47d 0,51e 0,51ef

8 0,34c 0,22a 0,26b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata tingkatsignifikansi 5 %.

Kadar asam laktat yoghurt susu kecipir disajikan pada Tabel 3.Berdasarkan analisis statistik menunjukkan ada interaksi antar perlakuankonsentrasi skim dan rasio starter pada kadar asam yoghurt susu kecipir.

Semakin besar konsentrasi skim, kadar asam laktat susu kecipir semakinrendah. Rasio starter LB : ST 1:2 dan 2:1, menunjukkan kadar asam laktat yangsama, lebih tinggi dibanding kadar asam LB : ST (1:1).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

95 ISBN: 978-979-17342-0-2

Ada interaksi perlakuan konsentrasi skim dan rasio starter pada kadarasam laktat yoghurt susu kecipir. Asam yang ada di dalam yoghurt merupakanproduk yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri Lactobacillus bulgaricus danStreptococcus thermophilus. Pada penggunaan starter LB : ST 1: 2 dan 2 : 1, adakemungkinan aktivitas bakteri menghasilkan asam tidak berjalan dengan efektif,sehingga konsentrasi asam yang dihasilkan tidak banyak.

Keasaman total yoghurt menurut SNI adalah 0,5–2 % (sebagai asamlaktat). Pembuatan yoghurt dengan skim 4% dan 6%, rasio starter (LB : ST) 1:1,1:2 dan 2:1, menghasilkan total keasaman sesuai dengan SNI yoghurt.

Kadar Protein Yoghurt Susu Kecipir (%)Kadar protein yoghurt susu kecipir disajikan pada pada Tabel 4.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa, tidak ada interaksi antar perlakuanpada kadar protein yoghurt. Masing-masing perlakuan (konsentrasi skim danperbedaan proporsi bakteri) menyebabkan perbedaan kadar protein yoghurt.

Tabel 4. Kadar Protein Yoghurt Susu Kecipir (%)

PerlakuanKonsentrasi skim (%)

Rasio starter (LB:ST) Rata-rata1:1 1:2 2:1

4 2,18 2,05 2,28 2,16a

6 2,14 2,81 2,64 2,53b

8 2,69 3,23 3,38 3,09c

Rata-rata 2,33p 2,69q 2,76q

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyatatingkat signifikansi 5 %.

Semakin besar konsentrasi skim, maka kadar protein semakin besar. Halini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa skim adalah bagian susu yangkomponen penyusunnya sebagian besar adalah protein, sehingga apabiladitambahkan dalam jumlah besar akan menghasilkan yoghurt dengan kadarprotein yang besar pula. Skim pada pembuatan yoghurt berfungsi sebagaipembentuk tekstur yoghurt. Protein dalam skim akan mencapai titik isoelektriknyadan menggumpal karena adanya asam yang terbentuk oleh aktivitas bakteriLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus yang menghasilkanasam laktat (Granata dan Morr, 1986).

Rasio bakteri yang ditambahkan pada pembuatan yoghurt susu kecipirberpengaruh pada kadar protein yoghurt. Rasio bakteri Lactobacillus bulgaricusdan Streptococcus thermophilus (1:2 dan 2:1), menghasilkan yoghurt dengankadar protein lebih besar dari yoghurt dengan rasio bakteri LB:ST (1:1). Hal inidimungkinkan oleh adanya asam yang terbentuk oleh perlakuan rasio bakteriLB:ST (1:1) lebih banyak, sehingga sebagian besar protein pada perlakuan iniakan menggumpal, akibatnya saat dilakukan uji protein nilainya lebih rendah.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

96 ISBN: 978-979-17342-0-2

Kadar Abu Yoghurt Susu kecipir (%)

Kadar abu yoghurt susu kecipir disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan ujistatistik menunjukkan tidak ada interaksi antar perlakuan terhadap kadar abuyoghurt susu kecipir. Perlakuan konsentrasi skim berpengaruh pada kadar abuyoghurt susu kecipir, sedangkan rasio starter LB : ST tidak mempengaruhi kadarabu yoghurt susu kecipir.

Tabel 5. Kadar Abu Yoghurt Susu kecipir (%)

PerlakuanKonsentrasi skim (%)

Rasio starter (LB:ST) Rata-rata1:1 1:2 2:1

4 0,43 0,33 0,26 0,34a

6 0,49 0,47 0,53 0,45b

8 0,67 0,57 0,52 0,59b

Rata-rata 0,53 0,47 0,44Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata tingkat

signifikansi 5 %.

Semakin besar konsentrasi skim yan digunakan untuk pembuatan yoghurt,semakin besar kadar abu yoghurt. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwakomponen penyusun skim yang digunakan untuk pembuatan yoghurt mengandungmineral. Sehingga apabila skim yang digunakan semakin banyak, maka kadar abuyoghurt yang dihasilkan juga semakin besar.

Kadar abu maksimal yoghurt menurut SNI 1992 adalah maksimal 1%.Kadar abu yoghurt hasil penelitian ini dari semua perlakuan sesuai dengan SNI1992.

Zat Padat Terlarut Yoghurt Susu Kecipir (% wb)Zat padat terlarut yang ada dalam yoghurt susu kecipir diantaranya terdiri

dari karbohidrat dan protein. Komponen asam dan bahan volatil dimungkinkantidak termasuk dalam zat padat terlarut, karena pada proses analisa dilakukanpreparasi pemanasan yang akan mengakibatkan bahan yang mudah menguap akanhilang. Kadar zat padat terlarut yoghurt susu kecipir dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Zat Padat Terlarut Yoghurt Susu Kecipir (% wb)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada bedanyata tingkat signifikansi 5 %.

Dari Tabel 6, menunjukkan tidak ada interaksi antar perlakuan terhadapkadar ZPT yoghurt susu kecipir. Perlakuan konsentrasi skim berpengaruh pada

Perlakuan Rasio starter (LB:ST) Rata-rataKonsentrasi skim (%) 1:1 1:2 2:1

4 5,43 6,83 5,11 5,79a

6 6,33 8,62 6,97 7,26b

8 7,58 7,69 6,49 7,31b

Rata-rata 6,45m 6,19m 7,72n

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

97 ISBN: 978-979-17342-0-2

kadar ZPT yoghurt susu kecipir, dan perlakuan rasio bakteri berpengaruh padakadar ZPT yoghurt susu kecipir.

Konsentrasi skim semakin besar (6 dan 8%), maka kadar ZPT yoghurtsusu kecipir semakin besar. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, susu skimsebagian besar penyusunnya adalah protein. Komponen penyusun ZPT yoghurtdiantaranya adalah protein, sehingga semakin banyak susu skim yangditambahkan semakin besar ZPT yoghurt. Kadar ZPT pada yoghurt yang dibuatdari rasio starter LB:ST (2:1) lebih besar dari LB:ST (1:1 dan 1:2), hal inidimungkinkan terjadi karena asam yang terbentuk pada perlakuan tersebut lebihsedikit, sehingga protein yang terkoagulasi lebih sedikit, kadar ZPT rendah.Kesimpulan

Konsentrasi skim 6% dan jenis mikrobia Lactobacillus bulgaricus danStreptococcus thermophilus dengan perbandingan 1:2 menghasilkan yoghurt susukacang kecipir yang sesuai dengan SNI dan disukai. Kriteria yoghurt susu kecipiryang dihasilkan pada adalah sebagai berikut kadar air 88,29%, kadar protein2,53%, kadar abu 0,45%, pH 3,5 keasaman (asam laktat) 0,51%, dan zat padatterlarut 6,19%.

Daftar PustakaAOAC. 1990. Official Methos of Analysis of The Assosiation of Official Analitical Chemist.

Washington D.C.Donkor,O.N., Anders Henriksson, Todor Vasiljevik and Nagendra P. Shah. 2005. Probiotik

Strains as Starter Cultures Improve Angiostensin-converting Enzyme Inhibitory activityin Soy Yoghurt. Food Microbiology and Safety. Vol 70, Nr. 8.

Drake, M.A., Chen, X.Q., Tamarapu and Leenanon. 2000. Soy Protein Fortfication Affect Sensory,Chemichal, and Microbiological Properties of Dairy Yoghurt. JFS. Vol. 65, No 7. P1244-1247.

Granata, D. dan Morr,C.V. 1986. Comparison of milk-based and Soymilk-based Yogurt. JFS.55(2). 532- 536.

Haryoto. 2002. Susu dan Yoghurt Kecipir. Kanisius. Yogyakarta.http://novelss.wordpress.com/2009/03/27/probiotik/ Ahad 22 nov 2009.

Kanetro, B dan Hastuti, S. 2006. Ragam Produk Olahan Kacang-kacangan. Unwama Press.Yogyakarta.

Murti, S.T.C. 2006. Pembuatan Bubuk Yoghurt Susu Kedelai dengan Proses Pengeringan (SprayDrier) dan Penambahan Gum Arab. Laporan Penelitian Dosen Muda. DIKTI.

Nuraida, L. 1996. Minuman dan Makanan Fungsional : Bifidobakteria. Kursus Singkat “MakananFungsional dan Keamanan Pangan”. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. 8-9 Juli.

Nurchasanah. 2004. Tempe Kecipir Beras. Cakrawala pikiran Rakyat, Kamis, Oktober.www.pikiran-rakyat.com. Diacces 5 Mei 2008.

Rossi, E.A., Vendramini, R.C., Carlos, I.Z., de Olievera, M.G. and de Valdez, G.F. 2005. Effect ofNew Fermented Soy Milk Product on serum Lipid Level in Normocholesterolemic AdultMen. Process Biochem. Vol 40, P 1791-1797.

Salji, J.P. dan A.A. Ismail. 1983. Effect Initial Acidity of Plain Yogurt and Acidity ChangesDuring Refrigerated Storage. J. Food Sci. 48 : 258-259.

SNI. 1992. Komoditi Pangan dan Perkebunan. Departemen Perindustrian. RI.Sudomo, 2007. Penyandang Stroke Cenderung Meningkat. Yayasan Stroke Indonesia.

[email protected]. Diacces 5 Mei 2008.Tamime, A.Y dan Robinson, K.A. 1983. Yogurt Science and Technology. Pergamon Press.

Oxford. New York. Toronto. Sydney. Paris. Frankfurt.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

98 ISBN: 978-979-17342-0-2

OPTIMASI PROPORSI CAMPURAN GLUTEN DAN GUM ARABSERTA PENAMBAHAN ASAM STEARAT DALAM PEMBUATAN

EDIBLE FILM DAN APLIKASINYA UNTUK PELAPISANKACANG BAWANG RENDAH LEMAK

R.R. Ermi Rachmawati dan Ch. Lilis Suryani

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, FakultasAgroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstrak

Proses pembuatan kacang rendah lemak meningkatkan sifathigroskopisitas bahan sehingga lebih cepat mlempem dan tengik. Untukdapatmemperlambat penyerapan air dapat dilakukan dengan pelapisan denganedible film dari bahan campuran gluten dan gum arab. Pada penelitian inidilakukan penentuan proporsi campuran gluten dan gum arab (80%:20%;70%:30%; dan 60%:40% b/b) dan persentase penambahan asam lemak (0,1%,0,2% dan 0,3% b/b terhadap berat bahan) yang optimal. Edible film yangdiperoleh diuji karakteristiknya yang meliputi ketebalan, persen pemanjangan,kuat tarik, permeabilitas dan laju transmisi uap air. Edible film yang terbaikdigunakan untuk pelapisan kacang bawang rendah lemak dan diuji umursimpannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil proporsi glutendan semakin besar persentase penambahan asam stearat akan meningkatkanketebalan film. Sebaliknya semakin besar proporsi gluten dan persentasepenambahan asam stearat sampai dengan 0,2% dapat memperbaiki kuat tarik danpermeabilitas dan WVTR edible film yang dihasilkan. Berdasarkan karakteristiktersebut dapat disimpulkan bahwa edible film yang terbaik diperoleh denganbahan campuran gluten dan gum arab dengan perbandingan 70%:30% dandengan penambahan asam stearat 0,2%. Penggunaan campuran gluten dan gumarab dengan perbandingan 70% : 30% serta asam stearat 0,2% sebagai bahanpelapisan kacang bawang rendah lemak dapat meningkatkan umur simpanproduk hingga 1,55 kali.

Kata kunci: edible film, gluten, gum arab, asam stearat, kacang rendah lemak

Pendahuluan

Salah satu hasil olahan kacang tanah adalah kacang bawang rendah lemak.Proses pembuatan kacang bawang rendah lemak tersebut melalui beberapatahap yaitu sortasi, pengeringan, pengepresan, rekonstitusi, pengeringan danpenggorengan (Noor, 1987). Proses pengepresan kacang akan meningkatkanhigroskopisitas produk sehingga menjadi lebih cepat mlempem dan tengik.Untuk mengurangi laju higroskopisitas dan memperlambat proses ketengikan,salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pelapisan dengan edible film.Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapatdimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan diantara

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

99 ISBN: 978-979-17342-0-2

komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang terhadapperpindahan massa (misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut)dan atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatumakanan (Krochta, 1992).

Edible film dapat dibuat dari protein, polisakarida dan substansi hidrofobik.Edible film berbahan protein bermacam jenisnya, misalnya dari kolagen,gelatin, protein jagung (corn sein), protein gandum (wheat gluten), proteinkedelai (soy protein), kasein dan protein whey. Pembuatan ediblefilm dari protein mempunyai kelebihan dari lainnya, yakni kemampuan dalammembentuk jaringan yang lebih baik ketika memperbaiki sifat barrier dariedible film. Selain itu, karakteristik dari protein berorientasi pada matriks filmsehingga sifat plastis dan elastis dapat terbentuk sempurna pada edible filmberbahan protein (Tanada-Palmu dan Grosso, 2003).

Sedangkan menurut Nisperos-Carriedo (1994) pelapisan dengan gum arabpada biji kemiri dapat mengurangi penyerapan air, kenampakan berminyak danmenjadikannya makanan rendah kalori. Pelapisan dengan edible filmcampuran gum arab dengan gluten mampu melindungi produk berminyakmaupun tidak seperti coklat, kacang, keju, dan tablet obat-obatan. MenurutDonhowe dan Fennema (1994) pelapisan dengan hidrokoloid juga dapatmenghambat migrasi gas. Untuk meningkatkan sifat hidrofobisitas edible filmdapat ditambahkan asam lemak. Menurut Krochta dkk. (1994) asam lemakrantai panjang seperti asam palmitat dan asam stearat umumnya digunakankarena titik didihnya yang tinggi dan sifatnya hidrofobik sehingga dapatmenurunkan tingkat permeabilitas edible film terhadap uap air.

Dalam penelitian ini akan diteliti optimasi rasio campuran gluten dengan gumarab serta penambahan asam stearat sehingga diperoleh edible film yang baikdan sesuai untuk pelapisan kacang bawang rendah lemak.

Metode Penelitian

Bahan dan alat

Bahan penelitian ini adalah gum arab dan gluten komersial (merk Lowan),etanol teknis, Na OH, sorbitol, dan asam stearat serta kacang rendah lemakyang dihasilkan oleh Unit Usaha PS THP UMBY. Alat yang digunakan adalahnampan pencetak edible film, alat pengukur tekstur test zwick, mikrometer,neraca analitik, pengaduk magnetik dan kabinet drier serta alat-alat gelaslainnya.

Cara penelitianLarutan edible film dari gum arab dan gluten dibuat menurut metode

Nurjannah (2004) yang dimodifikasi. Gum arab dicampur dengan etanol 60%sebanyak 36 ml, dan ditambah dengan Na OH 1 N 8 ml dari berat gum arab.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

100 ISBN: 978-979-17342-0-2

Larutan tersebut ditambah dengan 22 ml aquades, gluten sesuai denganproporsinya dan sorbitol 30% serta asam stearat 0,1, 0,2 dan 0,3% (b/b daricampuran gum arab dan gluten). Penggunaan gluten : gum arab adalah 80%:20%;70%:30% dan 60%:40%. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 85oC selama10 menit sambil terus diaduk hingga larutan homogen. Setelah larutan homogendituang dalam nampan plastik dan dibiarkan menyebar dengan sendirinya,kemudian dikeringkan dalam kabinet drier pada suhu 50oC selama 18 jam. Ediblefilm yang terbentuk disimpan dalam plastik sebelum dianalisis.

Pengukuran karakteristik edible filmEdible film yang diperoleh diuji karakteristiknya yang meliputi ukuran

ketebalannya dengan alat pengukur mikrometer dengan ketelitian hingga0,0001 mm, kuat tarik dan persen pemanjangan diukur menggunakan alatpengukur tekstur test zwick serta sifat permeabilitas terhadap uap air dan WVTRdengan metode gravimetri (ASTM, 1995 dalam Marseno, 2000).

Uji aplikasi edible filmEdible film yang terpilih berdasarkan karakteristik yang diuji tersebut

digunakan untuk edible coating kacang rendah lemak yang kemudian diuji umursimpannya. Larutan edible film dibuat sesuai metode sebelumnya dengan proporsigluten dan gum arab 70%:30% serta penambahan asam stearat 0,2%. Pada saatlarutan telah homogen kemudian digunakan untuk pelapisan kacang rendah lemakdengan metode pencelupan dengan perbandingan 100 g kacang bawang rendahlemak dicelupkan dalam 50 ml larutan edible film. Pencelupan dilakukan selama10 detik. Kacang rendah lemak baik yang dilapisi maupun tanpa pelapisandikemas dengan plastik polipropilena 0,05 mm selama percobaan umur simpan.

Percobaan umur simpan dilakukan pada kondisi penyimpanan pada suhu25oC dan RH 75%. Penentuan umur simpan berdasarkan kondisi kritis dilakukanterhadap produk kacang bawang rendah lemak tanpa dan dengan pelapisan ediblefilm. Setiap hari produk ditimbang perubahan kadar airnya hingga tercapai kadarair kritisnya untuk produk kacang bawang rendah lemak yaitu pada aw 0,17 dankadar air kritis 7,70% (Suryani dkk., 2007).

Hasil dan Pembahasan

Ketebalan

Ketebalan film merupakan sifat fisik film yang dipengaruhi olehkonsentrasi padatan terlarut dan jenis bahan dalam larutan. Ketebalan filmdikehendaki kurang dari 0,25 mm. Hasil pengukuran ketebalan film daricampuran gluten dan gum arab ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil analisis statistikmenunjukkan bahwa interaksi antara rasio campuran gluten dan gum arab denganpersentase penambahan asam stearat berpengaruh nyata terhadap ketebalan ediblefilm yang dihasilkan. Semakin kecil proporsi gluten dan semakin besar persentasepenambahan asam stearat maka edible film yang terbentuk semakin tebal.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

101 ISBN: 978-979-17342-0-2

Menurut Gennadios dkk. (1993) faktor yang mempengaruhi ketebalan film adalahviskositas larutannya. Hal ini karena akan mempengaruhi kemampuan penyebaranlarutan setelah dituang dicetakan. Gum arab sebagai salah satu hidrokoloid mudahlarut dalam air dingin maupun etanol serta membentuk larutan yang viskousdalam konsentrasi rendah sehingga semakin besar gum arab maka larutan ediblefilm semakin kental sehingga semakin tebal.

Semakin besar persentase penambahan asam stearat maka edible film yangterbentuk juga semakin tebal. Hal ini selain karena jumlah padatan dalam larutansemakin besar, diduga penambahan asam stearat akan mengurangi kerapatanpartikel pembentuk film sehingga semakin tebal. Ketebalan edible filmdipengaruhi oleh luas cetakan, volume larutan, dan banyaknya total padatan dalamlarutan (Park dkk.. 1996).

Tabel 1. Ketebalan edible film campuran gluten dan gum arab (mm)Gluten : gumarab

Penambahan Asam Stearat (%)

0,1 0,2 0,3

80% : 20% 0,10 a 0,10 a 0,11 a

70% : 30% 0,10a

0,14bc

0,16 de

60% : 40% 0,13b

0,15cd

0,17 e

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang samamenunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Kuat tarik

Kuat tarik menunjukkan kemampuan maksimal film untuk menahantarikan dan menunjukkan integritas dan kekuatan film (Gennadios dkk., 1993).Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi gluten danpersentase penambahan asam stearat sampai 0,2%, kuat tarik edible film yangdihasilkan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak gum arabdan asam stearat maka film yang terbentuk semakin mudah putus atau kurangplastis. Hal ini karena karakteristik dari protein berorientasi pada matriks filmsehingga sifat plastis dan elastis dapat terbentuk sempurna pada edible filmberbahan protein. Kelebihan dari edible film gluten adalah sifat kohesif danelastis. Sifat-sifat ini dapat berguna di dalam pelapisan makanan (Tanada-Palmuand Grosso, 2003).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

102 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 2. Kuat tarik edible film campuran gluten dan gum arab (N)Gluten : gum arab Penambahan Asam Stearat (%)

0,1 0,2 0,3

80% : 20% 1,86 bc 3,30 d 1,47 b

70% : 30% 1,46 b 2,16 c 3,13 d

60% : 40% 0,86 a 0,48 a 0,36 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang samamenunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Asam stearat berfungsi untuk meningkatkan sifat hidrofobisitas ediblefilm, dan menurunkan gaya intermolekuler sehingga dapat meningkatkanfleksibilitas film (Dohhowe dan Fennema, 1994). Namun jika terlalu besarpenambahannya diduga dapat mengakibatkan edible film menjadi mudah robekkarena gaya kohesi antar partikel pembentuk film menjadi berkurang.

Persen pemanjanganPersen pemanjangan adalah persentase kemampuan film untuk

memanjang. Karakteristik ini berhubungan dengan derajat plastisitas selamapembentukan film. Film dengan persen pemanjangan yang besar membutuhkandaya yang lebih sedikit pada saat diregangkan. Data pada Tabel 3 menunjukkanbahwa semakin kecil proporsi gluten dan semakin besar persentase penambahanasam stearat maka persen pemanjangan semakin kecil. Hal ini karenakarakteristik dari protein berorientasi pada matriks film sehingga sifat plastis danelastis dapat terbentuk sempurna pada edible film. Penambahan asam lemakmenurunkan kuat tarik edible film campuran gluten dan gum arab. Hal ini karenaasam lemak bersifat non polar sehingga ikatan antara non polar dari asam lemakdan polar dari air lebih tidak stabil dibandingkan dengan ikatan polar dan polar.Oleh karena itu, ikatan non polar dan polar lebih mudah putus. Hal ini juga sesuaidengan hasil penelitian Astuti (2008) pada edible film chitosan.

Tabel 3. Persen pemanjangan edible film campuran gluten dan gum arab (%)

Gluten : gum arab Penambahan Asam Stearat (%)

0,1 0,2 0,3

80% : 20% 6,62 g 6,58 g 2,05 a

70% : 30% 5,92 ef 6,12 f 3,95 c

60% : 40% 4,60 d 5,57 e 3,29 b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkantidak berbeda nyata (P<0,05)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

103 ISBN: 978-979-17342-0-2

PermeabilitasPermeabilitas merupakan salah satu faktor penting dalam pengemasan

pangan, sebab berhubungan erat dengan umur simpan produk pangan. Nilaipermeabilitas berfungsi untuk memperkirakan umur simpan produk yang dikemasdan untuk menentukan bahan yang sesuai dikemas didalamnya. Permeabilitas filmsangat dipengaruhi oleh interaksi antara matrik polimer dan gas yang permeabelserta kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban relatif (RH) (Garcia dkk.,2000). Dalam penelitian ini pengukuran permeabilitas film dilakukan pada suhu25oC dan RH 90%. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin kecilproporsi gluten permeabilitas naik, dan semakin besar presentase asam stearatpermeabilitas semakin kecil. Hal ini karena semakin kecil proporsi gluten berartisemakin besar proporsi gum arab dan semakin besar gugus hidrofilik dalam ediblefilm sehingga semakin permeabel, sebaliknya semakin besar asam stearat sifathidrofobisitasnya semakin besar sehingga permeabilitasnya turun.

Tabel 4. Permeabilitas edible film campuran gluten dan gum arab (g uapair/hari.mmHg)

Gluten : gum arab Penambahan Asam Stearat (%)

0,1 0,2 0,3

80% : 20% 0,017 c 0,012 ab 0,012 ab

70% : 30% 0,022 d 0,009 b 0,011 ab

60% : 40% 0,018 cd 0,017 c 0,015 bc

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkantidak berbeda nyata (P<0,05)

Laju transmisi uap air (WVTR)

Transmisi uap air sangat dipengaruhi oleh aw, RH, temperatur, ketebalan,jenis dan konsentrasi plasticizer dan sifat bahan pembentuk edible film. Umumnyafilm yang terbuat dari bahan protein dan polisakarida mempunyai nilai transmisiuap air yang tinggi. Hal ini disebabkan karena bahan tersebut merupakan polimerpolar dan mempunyai jumlah ikatan hidrogen yang besar, sehingga menghasilkanpenyerapan air pada RH tinggi. Akibatnya, penyerapan air tersebut akanmengganggu interaksi rantai intermolekuler, yang kemudian diikuti denganpeningkatan difusifitas dan mampu menyerap uap air dari udara (Krochta et al.,1994).

Transmisi uap air terjadi pada bagian hidrofilik dari film, sehingga tingkattransmisi uap air tergantung pada rasio hidrofilik-hidrofobik dari komponen film.Transmisi uap air akan meningkat dengan peningkatan polaritas, kondisi tidakjenuh, dan derajat percabangan lipid, serta sifat absorpsi air dari bagian polar film(Gontard dkk., 1994). Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada proporsigluten tinggi yaitu 80%, semakin besar persentase asam stearat maka WVTR

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

104 ISBN: 978-979-17342-0-2

semakin rendah, namun pada proporsi 70% dan 60% maka semakin besar asamstearat semakin besar pula WVTR. Sesuai dengan tingkat permeabilitasnya,semakin kecil proporsi gluten berarti semakin besar proporsi gum arab dansemakin besar gugus hidrofilik dalam edible film sehingga semakin permeabel,sebaliknya semakin besar asam stearat sifat hidrofobisitasnya semakin besarsehingga permeabilitasnya turun.

Tabel 5. WVTR edible film campuran gluten dan gum arab (g mm/m2.jam)Gluten : gum arab Penambahan Asam Stearat (%)

0,1 0,2 0,3

80% : 20% 1,05 bc 0,72 a 0,75 a

70% : 30% 0,88 ab 0,72 a 0,92 ab

60% : 40% 1,01 b 1,25 cd 1,32 d

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkantidak berbeda nyata (P<0,05)

Aplikasi edible film campuran gluten dan gum arabUntuk melihat kesesuaian penggunaan edible film yang terbaik yaitu

dengan campuran gluten dan gum arab 70% : 30% serta penambahan asam stearat0,2% maka dilakukan uji umur simpan kacang bawang rendah lemak.Perhitungan umur simpan berdasarkan pada kondisi kritis kacang bawang rendahlemak yaitu pada aw 0,17 dan kadar sir kritis 7,70% (Suryani dkk., 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kacang bawang rendah lemak tanpapelapisan edible film mencapai kadar air kritis setelah disimpan selama 32,32 harisedangkan yang dilapisi dengan edible film campuran gluten dan gum arab dapatbertahan hingga 50,32 hari. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwapelapisan dengan edible film gluten dan gum arab dapat meningkatkan umursimpan kacang bawang rendah lemak. Hal ini diduga karena pelapisan denganedible film komposit gum arab dengan gluten akan menghambat penyerapan airoleh kacang rendah lemak. Jika umur simpan kacang bawang rendah lemakdengan pelapisan edible film dibandingkan dengan umur simpan kacang rendahlemak tanpa pelapisan, maka dapat diketahui bahwa pelapisan edible filmcampuran gluten dan gum arab dapat memperpanjang umur simpan kacangbawang rendah lemak 1,55 kali lebih lama.

KesimpulanSemakin kecil proporsi gluten dan semakin besar persentase penambahan

asam stearat akan meningkatkan ketebalan film. Sebaliknya semakin besarproporsi gluten dan persentase penambahan asam stearat sampai dengan 0,2%dapat memperbaiki kuat tarik dan permeabilitas dan WVTR edible film yangdihasilkan. Berdasarkan karateristik tersebut dapat disimpulkan bahwa edible filmyang terbaik diperoleh dengan bahan campuran gluten dan gum arab dengan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

105 ISBN: 978-979-17342-0-2

perbadingan 70%:30% dan dengan penambahan asam stearat 0,2%. Penggunaancampuran gluten dan gum arab dengan perbandingan 70% : 30% serta asamstearat 0,2% sebagai bahan pelapisan kacang bawang rendah lemak dapatmeningkatkan umur simpan produk hingga 1,55 kali.

Daftar Pustaka

Astuti, B,C., 2008. Pengembangan Edible Film Kitosan dengan PenambahanAsam lemak dan Essential Oli : Upaya Perbaikan Sifat Barrier danaktivitas Antimikroba. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Donhowe, G. dan O. Fennema, 1994. Edible Film and Coatings: Characteristic,Formation, Definitions, and Testing Methods. In: Edible Coatings andFilm to Improve Food Quality. J.M. Krochta, E. A. Baldwin, danM.O.Nisperos-Carriedo (Eds). Technomic Publishing Co.Inc. Lancaster.Basel.

Garcia, M.A, M.N. Martino and N.E. Zabitzky, 2000. Lipid Addition to ImproveBarrier Properties of Edible Starch-based Films and Coating. Journal ofFood Science, Vol 65 (6): 941-047.

Gennadios, A., C. L. Weller. and R.F. Testin, 1993. Property of Edible Wheat,Gluten-Based Film. Published in Transactions of The ASAE 36(2): 465-470.

Gontard, N., D.C. Cuq, J.L. Guilbert, 1986. Edible Composite Filmof WheatGluten and Lipids : Water Vapor Permeability and Others PhysicalProperties. Int. J. Food. Sci. Technol. 19:35-50.

Krochta, J.M. 1992. Control of Mass Transfer in Food with Edible Coatings andFilms. Di dalam : Singh, R.P. dan M.A. Wirakartakusumah (eds).Advances in Food Engineering. CRC Press : Boca Raton, F.L. : pp 517-538.

Krochta, J.M., Balein, E.A. and Usperos, M.O., 1994. Edible Coating and Films toImprove Food Quality. Technomic Publishing C0. Inc., Lancaster.

Krochta, J. M. and C.D.M. Johnston, 1997. Edible and Biodegradable PolymerFilms : Challenges and Opportunities. Food Tech. Vol. 51 (2) : 61-74

Marseno, D. W., 2000. Pengaruh Sorbitol Terhadap Sifat Mekanik dan TransmisiUap Air Film dari Pati Jagung. Prosiding Seminar Nasional IndustriPangan.

Noor, Z., 1987. Teknologi Pengolahan Kacang-Kacangan . Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi .UGM. Yogaykarta.

Nurjannah, W., 2004. Isolasi dan Karakterisasi Alginat dari Rumput LautSargassum sp. untuk Pembuatan Biodegradable Film Komposit AlginatTapioka. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.

Nisperos-Carriedo, M. O., 1994. Edible Coating and Film Based onPolysaccharides. In: Edible Coatings and Film to Improve Food Quality.J.M. Krochta, E. A. Baldwin, dan M.O.Nisperos-Carriedo (Eds).Technomic Publishing Co.Inc. Lancaster. Basel.

Park, H.J., C.L. Weller, P.J. Vergano dan R.F. Testin. 1996. Factor AffectingBarrier and Mechanical Properties of Protein-edible, Degradable Films.New Orlean. L.A.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

106 ISBN: 978-979-17342-0-2

Suryani, Ch. L., Kacang Rendak Lemak : Pengaruh Pelapisan dengan Edible Filmyang Diperkaya Ekstrak Rempah-Rempah Terhadap Umur Simpan danaktivitas Hipoglisemiknya. Laporan Hibah PHKA2 PS THP UMBY.

Tanada-Palmu, P.S., dan C. Grosso., 2002. Edible Wheat Gluten Films :Development, Mechanical and Barrier Properties and Application ToStrawberries. B. Ceppa. Curitiba. V.20.n.2.Jul/Dez : 292-308.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

107 ISBN: 978-979-17342-0-2

KARAKTERISTIK KUE KERING DARI BEBERAPA JENIS TEPUNGUBIJALAR UNTUK MENDUKUNG DAYA SAING PRODUK PANGAN

BERBASIS BAHAN BAKU LOKAL

Retno Utami H.1), Erni Apriyati 1) dan Titiek F. Djafaar 1)

1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstract

Diversification of local food has been developed. Utilization of sweet potatoflour in pastry-making is a form of agro-innovation to support farmer empowerment.The purpose of the assessment is to identify the chemical characteristics of dry cake(nastar and beans) from 3 types of sweet potato flour. This assessment uses primarymaterials derived from 100% sweet potato flour, sweet potato, from white, yellow,and purple. Observations are made to the content of each proximate pastries (nastarand beans) from 3 types of sweet potato flour is produced. The assessment indicatedthat the moisture content, ash, fat, fiber, and carbohydrates found in cakes nastarhighest, with values as follows: 4:51%, 2:28%, 1.78%, 7.73%, 84.14%. While thehighest protein content found on bean cake, amounting to 10.72%.

Keywords: Nastar, beans, sweet potato flour

Pendahuluan

Pada saat ini produk pangan yang berbasis bahan baku lokal telah banyaktersedia di pasar lokal maupun mancanegara baik secara kuantitas maupunragamnya. Produk pangan berbasis bahan baku lokal ini terus digalakkan, terkaitdengan program ketahanan pangan yang menjadi fokus perhatian pemerintahsetelah terjadinya anomali iklim yang berkepanjangan. Salah satunya denganmelakukan penganekaragaman olahan pangan yang berbasis bahan baku lokal.Berbagai jenis olahan pangan dari bahan baku lokal, seperti dari kacang-kacangan, empon-empon, maupun dari umbi-umbian terus dikembangkan.Penganekaragaman produk olahan berbasis bahan lokal juga difungsikan sebagaipengungkit nilai tambah dari bahan baku lokal itu sendiri. Rata-rata bahan bakulokal tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, hal ini disebabkan karenaadanya penilaian rendah orang pada umumnya terhadap bahan baku lokal.

Melakukan penganekaragaman olahan dengan tepat akan memberikannilai jual yang lebih baik. Produk pangan hasil olahan tersebut diharapkanmemiliki daya saing terhadap produk awalnya. Salah satu penganekaragamanproduk pangan adalah menggunakan bahan baku yang berbasis umbi-umbian.Banyak ragam jenis tanaman umbi-umbian yang terdapat di Indonesia, salahsatunya adalah ubijalar. Ubijalar diolah sedemikian rupa hingga menjadi produk

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

108 ISBN: 978-979-17342-0-2

setengah jadi, yaitu tepung. Pengolahan lebih lanjut dapat dilakukan menjadiberbagai jenis produk pangan.

Pembuatan tepung ubijalar memberi peluang yang besar terhadappeningkatan nilai ekonomi dari ubijalar segar. Tetapi peningkatan ini akanbertambah lagi dengan adanya pengolahan terhadap tepung ubijalar tersebut. Halini tidak terlepas dari ketepatan pemilihan produk pangan yang akan dibuat. Salahsatu produk pangan dari tepung yang mudah dibuat dan tidak memerlukankarakteristik tepung yang spesifik serta memiliki nilai jual dan tingkat permintaanpasar yang tinggi adalah kue kering.

Berbagai jenis kue kering dapat dibuat dengan menggunakan 100% tepungubijalar tanpa ada substitusi. Semua jenis tepung ubijalar-pun dapat digunakan,akan tetapi masing-masing kue kering mempunyai karakteristik dan kesesuaiterhadap bahan bakunya. Pengkajian ini ditujukan untuk memberikan informasikepada masyarakat tentang karakteristik kimia (proksimat) kue kering (nastar dankacang) yang dibuat dari 3 jenis ubijalar.

Bahan dan Metode

Pengkajian dilaksanakan pada bulan Agustus s/d Oktober 2009 diLaboratorium pasca panen dan alat mesin pertanian, BPTP Yogyakarta.

Bahan dan Alat

Pengkajian ini menggunakan bahan utama 3 jenis ubijalar lokal (umbiungu, kuning, dan putih) berumur 5 bulan yang merupakan hasil panen daerahlahan pasir pantai di desa Bugel, Kecamatan Sanden, Kabupaten Kulon Progo.

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat pembuatan tepung danseperangkat alat pembuatan kue nastar dan kue kacangMetode Penelitian

Pengkajian ini meliputi 2 tahap, yaitu pembuatan tepung ubijalar dan

pembuatan kue nastar dan kacang. Formula pembuatan kue nastar dan kue kacang

berdasarkan sumber Hasbullah, 2001, yang dimodifikasi. Tepung ubi jalar dan kue

kering yang dihasilkan, kemudian dianalisa kandungan proksimat (air, abu,

protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat) (AOAC, 1990).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

109 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tahap 1. Pembuatan tepung ubijalar :

(Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar)(Sumber : Antarlina dan Utomo, 1998 dalam Nur Aini,2004 yang dimodifikasi)

Ubi jalar mentahdikupas di dalam air

dikupas, dicuci dandirendam dalam air bersih

dipotong-potong (ukuran sedang)

dipress dengan mesin hidrolikdengan mesin press

dijemur

direndam dalam air bersih

disawut dengan food processor

Sawut ubi jalar

ubi jalar di tepung

Tepung ubi jalar

diayak dengan ayakan ukuran 100mesh

Tepung ubi jalar siapdiolah

Sawut kering ubi jalar

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

110 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tahap 2. Pembuatan Kue Nastar dan Kacang

Gambar 2. Diagram alir pembuatan kue nastar(Sumber : Anonim, 2010 yang dimodifikasi)

Formula pembuatan kue kering nastar, adalah sebagai berikut :

- 250 gram mentega

- 200 gram gula bubuk

- 2 kuning telur ayam

- 400 gram tepung ubi jalar

Sedangkan formula pembuatan kue kacang, yaitu sebagai berikut :

- tepung ubi jalar 150 gram

- 100 gram kacang sangrai cincang

- 150 gram gula palm

- 100 gram mentega

- 1 kuning telur

- ¼ sdt garam halus.

Pendinginan

Kue Nastar

Pencampuran

Pencetakan (+isi)

Hias dengan cengkih & oles kuning telur

Pengovenan

Mentega dan Gula halus

Di mixer

Tepung Ubijalar Telur ayamAdonan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

111 ISBN: 978-979-17342-0-2

Kuning telur + Gula palm

Mixer

Adonan

Pencampuran

Pencetakan

Pengovenan

Pendinginan

Kue Kacang

Kacang sangrai giling,Margarin dan Tepung ubi jalar

Gambar 3. Diagram alir pembuatan kue kaca(Sumber : Anonim, 2010 yang dimodifikasi)

Tahap 3. Analisa Kimia

Analisa kimia dilakukan terhadap 3 jenis tepung ubi jalar dan 2 jenis kuekering (kacang dan nastar) yang dihasilkan. Komponen yang dianalisa adalahproksimat (AOAC,1990). Analisa ini digunakan untuk mengetahui masing-masingkarakteristik 2 jenis kue kering dari 3 jenis tepung ubijalar yang digunakan.

Hasil dan Pembahasan

1. Analisa Kandungan Proksimat Tepung Ubi Jalar

Pada pengkajian ini, diawali dengan pembuatan tepung dari beberapa jenisubijalar (putih, kuning, dan ungu). Hasil penepungan ke-3 jenis tepung ubi jalartersebut, kemudian dianalisa kandungan proksimat. Pada Tabel 1. tersaji hasilanalisa proksimat ke-3 jenis tepung ubi jalar, sebagai berikut :

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

112 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 1. Rata-rata kandungan proksimat ke-3 jenis tepung ubi jalarJenis Tepung

Ubi Jalar Kadar Air KadarAbu

KadarProtein Lemak Serat

Kasar Karbohidrat

TA (putih) 4.1053a 1.6932a 2.9997a 1.7289a 6.2609a 83.2123bTB (kuning) 4.2829 b 1.7228a 2.4344b 1.4799a 4.2136b 85.8665cTC (Ungu) 3.9930 a 2.4305b 3.3515c 1.5404a 7.2059c 81.4452a

Data hasil analisa kimia (proksimat) ke-3 jenis tepung ubijalar diolahmenggunakan analisa one way anova dan diteruskan analisanya menggunakananalisa beda nyata.1.a. Kadar Air

Pada tepung ubi jalar, kadar air tertinggi terdapat pada tepung ubi jalarkuning. Kandungan air tepung ubi jalar kuning berbeda nyata dengan tepungubijalar ungu dan putih. Karakteristik fisik ubi jalar ungu dan putih dalam kondisisegar cepat sekali mengalami keriput/kering, secara fisik lebih keras. Sedangkanubijalar kuning lebih lunak, bila dikukus lebih “lenyeh”, sehingga sangatlah tepat,apabila ubi jalar kuning memiliki kandungan air yang banyak.1.b. Kadar Abu

Pada tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan abu yang paling tinggi,dan berbeda nyata terhadap tepung ubi jalar putih dan kuning. Salah satupenyebab tingginya kadar abu, adalah warna umbi ubi jalar tersebut. Biasanyawarna pekat memberikan nilai kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan denganyang terang.1.c. Kadar Protein, Serat Kasar, dan Karbohidrat

Ke-3 jenis tepung ubi jalar memiliki kandungan protein, serat kasar, dankarbohidrat yang berbeda nyata semua, dengan kandungan protein dan serat kasartertinggi pada tepung ungu, sedangkan untuk kandungan karbohidrat tertinggiterdapat pada tepung kuning.1.d. Kadar Lemak

Tepung ubijalar termasuk didalam kelompok umbi-umbian. Kelompokumbi-umbian ini sangat kaya akan kandungan karbohidrat, tetapi sangat minimkandungan lemaknya. Ke-3 jenis tepung ubijalar diatas memiliki kandunganlemak yang sangat kecil dan tidak berbeda nyata.2. Analisa Kandungan Proksimat Kue Nastar

Setelah dihasilkan tepung ubijalar, maka dilakukan kajian lanjutan, yaitupembuatan kue kering kacang dan nastar, yang masing-masing dibuat dari ke-3jenis ubi jalar. Kue kering yang dihasilkan tersebut, kemudian dianalisakandungan proksimat. Rata-rata kandungan proksimat kue kacang dan kue nastartersaji pada Tabel 2. dan Tabel 3.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

113 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 2. Rata-rata kandungan proksimat kue nastar dari 3 jenis ubijalar

Nastarberdasarjenis UJ

KadarAir

KadarAbu

KadarProtein Lemak Serat

KasarKarbohidra

t

NA 4.5066c 2.2784 3.0871 1.7767 5.4357 82.9157NB 3.7474a 1.7102 3.3752 1.5524 5.4347 84.1354NC 3.9439b 2.1227 4.0507 1.6398 7.7262 80.4409

2.a. Kadar AirKandungan air terendah terdapat pada nastar dari tepung ubi jalar kuning.

Hal ini mempunyai korelasi dengan kandungan air ketika masih menjadi tepung.Kadar air ubi jalar kuning memiliki kadar air yang berbeda nyata dengankandungan ubi jalar ungu dan putih, yang relatif lebih tinggi.2.b. Kadar Abu

Pada kue nastar, kandungan tertinggi adalah kue dari tepung ubi jalarungu. Kandungan ini juga mempunyai korelasi yang positif terhadap tepungnya.Kadar abu pada kue nastar berbeda nyata terhadap kue nastar putih dan kuning.2.c. Kandungan Protein, Serat kasar, dan Karbohidrat

Pada kue nastar ini kandungan ketiga komponen berbeda nyata.Perbedaannya sama pada saat masih menjadi tepung. Hal ini berarti ada korelasiantara komponen tepung dengan produk akhirnya.2.d. Kandungan Lemak

Begitu juga dengan kandungan lemaknya, kandungan ini sama atau tidakberbeda nyata antara satu dengan lainnya. Kandungan lemaknya setelah menjadiproduk searah dengan kandungan lemak saat ubi jalar masih menjadi tepung.

3. Analisa Kandungan Proksimat Kue Kacang

Tabel 3. Rata-rata kandungan proksimat kue kacang dari 3 jenis ubijalarKacangberdasarjenis UJ

KadarAir

KadarAbu

KadarProtein Lemak Serat

Kasar Karbohidrat

KA 1.7228 2.4344 1.4799 4.2136 85.8665 76.7919KB 2.4305 3.3515 1.5404 7.2059 81.4452 77.2669KC 1.6932 2.9997 1.7289 6.2609 83.2123 78.0776

Dari beberapa tepung ubijalar diatas, selain pembuatan kue nastar,pengkajian ini juga membuat kue kacang. Dasar pemilihan kue kacang adalahuntuk meningkatkan kandungan/nilai protein dari produk olahan tepung ubijalar.Hal ini terkait dengan kandungan protein tepung ubijalar yang sangat rendah.Pengkajian berharap bahwa kue kacang yang dihasilkan nantinya, bahan bakuyang digunakan dapat menggantikan tepung terigu dan mempunyai kandungangizi yang lebih baik.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

114 ISBN: 978-979-17342-0-2

3.a. Kadar air

Ke-3 kue kacang dari 3 jenis tepung ubijalar, mempunyai kandungan airyang berbeda nyata antar masing-masing. Dengan kandungan air terbesar tetapdimiliki oleh kue kacang dari ubi jalar kuning.3.b. Kadar Abu

Pada kue kacang yang terbuat dari tepung ubi jalar putih memilikikandungan abu yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan yang berasal daritepung ubi jalar kuning dan ungu.3.c. Kadar Protein dan Kadar Lemak

Pada kandungan protein dan lemak, ke-3 jenis tepung ubi jalar yangdigunakan untuk membuat kue kacang memiliki perbedaan nyata. Kandunganlemak terbesar terdapat pada kue kacang dari tepung ubi jalar putih, sedangkankandungan protein tertinggi dimiliki oleh kue kacang dari tepung ubi jalar kuning.3.d. Kadar serat kasar

Serat kasar ubijalar ungu memiliki kandungan yang konsisten tinggi, mulaidari saat menjadi tepung sampai dengan diolah menjadi kue kering, baik kuekacang maupun kue nastar. Hal ini menandakan bahwa penambahan bahan danproses saat pengolahan tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.3.e. Kadar Karbohidrat

Kandungan karbohidrat kue kacang dari tepung ubi jalar putih memilikiperbedaan nyata terhadap kue kacang yang berasal dari jenis tepung ubijalar yanglain.

KesimpulanDalam rangka pengembangan agribisnis masyarakat pedesaan melalui

pemberdayaan petani, pembuatan kue kering (nastar dan kacang) dari beberapajenis tepung ubijalar (ungu, kuning, dan putih) dapat menjadi alternatif inovasi.Sehingga produk-produk ini mempunyai daya saing baik nasional mapuninternasional.

Pemilihan yang tepat terhadap produk akhir akan sangat menentukankualitas dari kandungan proksimatnya. Semakin tepat, maka kandungan proksimatproduk akhir dapat mengalami peningkatan, seperti halnya pada produk kuekacang. Kandungan proteinnya meningkat sangat tinggi dibandingkan sebelumdiolah .

Daftar Pustaka

AOAC, 1990. Official Methods of Analysis of the Association of OfficialAnalytical Chemists. Vol I, Published by AOAC International, Arlington,USA.

Anonim, 2009. Tepung aneka umbi, sebuah solusi ketahanan pangan. Sinar Tani,edisi 6-12 Mei. No. 3302 Th. XXXIX.

Hasbullah, 2001. Cookies Ubi Jalar. TTG Agroindustri Kecil SumBar

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

115 ISBN: 978-979-17342-0-2

Anonim, 2010. Resep Nastar. http://resepmasakanindonesia.idcc.info/resep-nastar.htm. Diakses tanggal 30 Mei 2011.

Nur Aini, 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk-Produknya UntukPemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Makalah Pribadi FalsafahSains.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

116 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENGARUH KANDUNGAN KIMIA BUAH DAN TEKNIK PENGEMASANTERHADAP UMUR SIMPAN SALAK LOKAL

JAWA TENGAH*

Sri Hartati dan Nandariyah**[email protected]

Abstrak

Buah salak memiliki sifat mudah rusak, tidak tahan lama dalampenyimpanan karena strukturnya lunak, kadar air tinggi maka perlu dilakukanteknik pengemasan yang sesuai agar buah salak tidak cepat rusak. TujuanPenelitian adalah untuk mengetahui pengaruh macam bahan kemasan terhadapumur simpan buah salak Lokal Jawa Tengah.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fak.Pertanian UNS . Bahan yang digunakan adalah buah salak lokal (1)Banjarnegara, (2) Bejalen (Ambarawa) , (3) Kecandran (Salatiga), (4)) Saratan(Magelang), (5) Lawu (Tawangmangu). Alat pengemas berupa: Plastik PVC,jaring plastik, dan besek ( anyaman bambu). Analisis kimiawi buah meliputi:kadar asam, kadar tanin, karoten, kadar gula. Penelitian disusun dalamRancangan Acak Lengkap dengan perlakuan: Macam bahan kemasan berupaPlastik PVC, Jaring Plastik dan Besek dan ulangan sebanyak 6 kali. Jumlahbuah setiap kemasan perlakuan sebanyak 10 buah. Pengamatan dilakukanterhadap jumlah buah utuh. Data dianalisis varian dengan uji F dan uji BNTtaraf 95 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Salak Lokal Saratan mempunyaitebal daging buah tertinggi, kadar gula terendah, kadar asam terendah dankadar tanin terendah, sedang Salak Lokal Banjarnegara mempunyai kadar gulatertinggi, kadar asam tertinggi dan kadar Tanin tertinggi. Buah salak dapatdisimpan dengan menggunakan bahan kemasan Besek dan jaring mampubertahan sampai 18 hari, sedang dengan menggunakan bahan kemasan plastikPVC hanya mampu bertahan untuk disimpan 9 sampai 12 hari.

Kata kunci : salak lokal, kadar asam, kadar tanin, bahan kemasan

PendahuluanJawa Tengah memiliki aneka salak lokal dengan kekhasan bentuk dan

rasa buah. Beberapa salak lokal Jawa Tengah yang menonjol diantaranya adalahsalak lokal Banjarnegara, salak lokal Saratan, salak lokal Bejalen, salak lokalKecandran, dan salak lokal Lawu. Petani pada umumnya belum memilikipengetahuan pasca panen salak. Seperti buah-buahan lainnya buah salak memilikisifat mudah rusak, tidak tahan lama dalam penyimpanan karena strukturnya lunak,kadar air tinggi maka perlu dilakukan penanganan khusus meliputi saat panenyang tepat, pembersihan buah, sortasi, grading, pengemasan, pemberian labelstandar dan pemberian fasilitasi pemasaran.

Pada dasarnya kegiatan pasca panen buah salak harus dapat menjaminagar supaya buah salak tersebut sampai di tangan konsumen tetap memiliki mutuyang tinggi, baik tingkat keseragamannya maupun kandungan vitamin dan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

117 ISBN: 978-979-17342-0-2

mineralnya. Penanganan pasca panen sangat berpengaruh terhadap produksi salaksewaktu panen, pengumpulan dan pengangkutan (Anonim, 1992). Permasalahanlain adalah semua buah yang muncul dibiarkan tanpa ada perawatan ataupenjarangan. Hal ini berakibat buah yang terbentuk kecil dan kurang manis.Permasalahan pasca panen juga merupakan hal yang perlu diperhatikan karenapada umumnya petani belum memperhatikan penanganan pasca panen buah salak.Petani belum memiliki pengetahuan tentang pentingnya penanganan pasca panenantara lain meliputi: 1) Kebersihan: karena buah salak terletak dekat pangkalbatang biasanya terikut tanah yang dapat menjadi sumber penyakit. 2) Tidakmemperhatikan masalah grading 3) Saat panen yang tepat perlu diperhatikan.Salak harus dipanen menjelang masak optimum, tidak boleh dipanen pada waktumasih muda. 4) Masih terdapatnya sistem panen Ngijon menyebabkan panen buahtidak memilih waktu yang tepat tetapi semua buah dipanen sehingga buah yangdihasilkan tidak seragam umurnya. Belum dimilikinya pengetahuan petani akanpenanganan pasca panen mengakibatkan harga jual salak rendah sehingga petanisetempat tidak menggunakan hasil panen salak sebagai sumber penghasilan utamaoleh karena itu tanaman dibiarkan tanpa pemeliharaan yang memadai. Penelitianini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengemasan yang mudah diadopsi petaniuntuk mendapatkan hasil umur simpan buah salak terbaik;

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fak.Pertanian UNS mulai April sampai Agustus 2009. Bahan yang digunakan dalampenelitian ini : Buah salak lokal Jawa Tengah dari lima Kabupaten yaitu : (1)Desa Sumberejo Banjarnegara: Salak lokal Banjarnegara, (2) Desa BejalenKabupaten Ambarawa: Salak lokal Bejalen, (3) Desa Kecandran KabupatenSalatiga : Salak lokal Kecandran, (4)) Desa Saratan Magelang: Salak lokalSaratan, (5) Desa Nglebak Tawangmangu: Salak Lokal Lawu, (2). Alat pengemasberupa Plastik PVC, jaring plastik, besek (anyaman bambu). Penelitian disusundalam Rancangan Percobaan: Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuanmacam bahan kemasan: Plastik PVC, Jaring Plastik dan Besek Jumlah Ulangan:6 kali. Jumlah buah dalam satu kemasan 10 buah. Pengamatan dilakukan terhadapjumlah buah utuh setelah penyimpanan. Analisis kandungan kimia buah meliputikadar asam, kadar tanin, kadar karoten, dan kadar gula dan fisik meliputi beratdan tebal daging buah. Data Dianalisis varian dengan uji F dan uji BNT taraf 95%.

Hasil dan PembahasanKadar gula, kadar tanin , kadar asam dan total karoten

Buah salak mengandung berbagai zat-zat yang berkhasiat bagi kesehatanmanusia. Daging buah salak berkhasiat sebagai obat mencret. Zat-zat pada buahsalak diantaranya kalori, protein, karbohidrat, vitamin C, zat besi, kalsium, gula,

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

118 ISBN: 978-979-17342-0-2

vitamin B, air, dan sebagainya. Purata kadar gula, kadar tanin dan total karotendari masing-masing Salak lokal disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Purata kadar gula, kadar Tanin, kadar Asam dan Total KAROTEN

NO Salak Lokal KDR GULA0brix

Taninmg/100g

Kdr Asammgrek/100g

Total Karotenug/100g

Kdr air(%)

1. Banjarnegara 19,2667 252,1137 5,3276 2,9472 80,692. Bejalen 17,6400 246,7675 4,8883 2,2830 82,593. Kecandran 15,9400 359,5957 4,6414 4,0532 80,464. Saratan 12,3333 186,6535 3,2747 2,3832 82,005. Tawangmangu 12,3333 285,821 3,7807 1,9065 78,74

Perbedaan kadar gula buah salak juga diduga karena pengaruh faktorlingkungan yaitu intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari sangat berpengaruhterhadap proses fotosintesis yang mempengaruhi proses perombakan karbohidratdi dalam tanaman. Semakin tinggi intensitas cahaya matahari, proses fotosintesissemakin meningkat sehingga perombakan karbohidrat juga meningkat yangmempengaruhi kandungan kadar gula buah.

Rata-rata kadar gula tertinggi salak lokal Banjarnegara yaitu 19,27 0brixtetapi mempunyai kadar asam tertinggi pula yaitu 5,33 mgrek/100g dengan kadartanin 246,76 mg/100g.Sedang salak Tawangmangu dan salak Saratan mempunyaikadar gula terendah yaitu 12,33 mgrek/100g tetapi salak Saratan mempunyai taninpaling rendah yaitu 186,65 mg/100g. Dengan demikian salak Saratan mempunyairasa sepet sedikit dibanding salak lokal yang lain. Kadar gula Salak bejalen adalah17,64 0brix; dan menurut Nandariyah (2007) kadar gula rata-rata salak bejalenadalah 18,7 0brix. Kadar gula pada penelitian lebih kecil dari kadar gula padareferensi disebabkan oleh waktu panen yang masih dalam musim penghujan yangmenyebabkan buah salak dengan kadar gula rendah dibandingkan saat panen padamusim kemarau.Tingginya kadar asam dipengaruhi oleh kematangan buah. Kadarasam pada buah salak yang telah matang sempurna lebih rendah dari pada kadarasam pada buah salak yang masih muda. Kematangan salak pada saat panen rata-rata sama. Sehingga kematangan salak sama juga membuat semua perlakuan tidakberbeda nyata.

Berat buah dan tebal daging buah

Hasil Analisis ragam berat per buah masing- masing salak Lokal di 5lokasi di Jawa Tengah menunjukkan berbeda nyata terhadap perlakuanpenjarangan buah, selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2. Salak Kecandranmempunyai ukuran yang paling besar yaitu 77, 85 g berbeda nyata dengan salakLokal daerah lain. Sedang rata-rata berat buah salak bejalen adalah 61,65 g.Menurut Nandariyah (2007) berat buah rata-rata salak bejalen adalah 57,3 g.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

119 ISBN: 978-979-17342-0-2

Perbedaan berat buah ini karena dilakukannya penjarangan sedangkan olehNandariyah tanpa penjarangan buah.

Tabel 2. Hasil Uji Duncan taraf 5% salak lokal terhadap Berat per Buah

Salak Lokal Rerata Berat perBuah (g)

Banjarnegara 56,4708 aBejalen 61,6517 aKecandran 77,8446 bSaratan 58,1846 a

Tawangmangu 59,9808 aKeterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji

duncan 5%.

Bentuk buah bervariasi tergantung pada jenis salak, kedudukan atau posisibuah dalam tandan di pohon. Umumnya bentuk buah salak adalah bulat atausegitigabulat telur terbalik dengan garis tengah tebal daging buah 1,64 sampai2,17 cm. Tebal daging buah pada semua perlakuan menunjukkan tidak berbedanyata, kecuali salak lokal Saratan mempunyai daging buah yang paling tebal.Halini dikarenakan buah yang dilakukan penjarangan dengan yang tanpa penjarangantidak berbeda jauh.

Dalam pengamatan tebal daging buah yang diambil adalah lebar dagingbuah yang ditengah sedangkan pada satu buah mempunyai lebar yang berbedasehingga mempengaruhi berat buah tersebut. Buah yang tebal akan mempunyaiberat yang besar.

Tabel 3. Rerata tebal daging buah salak lokal Jawa Tengah

Salak lokal Rerata tebal daging buah(cm)

Banjarnegara 1,64 aBejalen 1,81 bKecandran 1,78 aSaratan 2,17 bTawangmangu 1,68 a

Produksi tanaman dipengaruhi oleh cahaya. Cahaya tidak hanyadiperlukan untuk pembentukan bunga, tetapi juga untuk pertumbuhan buah hinggadapat diperoleh buah masak (Darjanto dan Satifah, 1990). Secara fisiologis,cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadappertumbuhan tanaman. Pengaruhnya terhadap metabolisme secara langsungmelalui proses fotosintesis, secara tidak langsung melalui proses pertumbuhan danperkembangan tanaman. Proses perkembangan yang dikendalikan oleh cahayaditemui pada semua tahap pertumbuhan, dari penambahan tinggi tanaman sampaiinduksi bunga (Widiastuti et al., 2005).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

120 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pengaruh pengemasan terhadap umur simpan buah

Hasil analis ragam menunjukkan bahwa bahan bahan kemasan besek danjaring berbeda nyata dengan plastik PVC terhadap umur simpan sampai 27 haripenyimpanan (pengamatan ke 9),sedang Salak Lokal menunjukkan beda nyatamulai 6 hari sampai penyimpanan 21 hari (pengamatan ke 7). Adapun puratabahan kemasan dan jenis salak lokal Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Pengaruh Salak Lokal dan bahan kemasan terhadap umur simpan salakPerlakuan Pengamatan

I II III IV V VI VII VIII IXBjnegra 9,73 a 9,73 b 7,93 b 6,2 ab 5,47 a 4,47 ab 2,91 a 2,07a 1,6 abBejalen 9,93 a 9,2 ab 7,87 b 6,73 ab 4,87 a 3,87 a 2,87 ab 2,51 a 1,07a

Kcandran 9,67 a 9,13 ab 7,87b 6,33 ab 4,4 a 3,27 a 2,13 a 1,91 a 0,6aSaratan 9,,6 a 8,67 a 7,2 b 6,0 b 4,93 a 3,73 a 2,53 a 2,11a 1,0a

Twmangu 10 a 9,73 b 9,07 a 7,6 a 7,03 b 5,67 b 4,13 b 2,93 a 2,6bBesek 9,88 b 9,56 b 8,64b 6,92 b 5,92 b 4,52 b 3,15 ab 2,57ab 1,28aJaring 10 b 9,56 b 8,76 b 7,64 b 6,28 b 5,24 b 3,68 b 3,03 b 1,92aPlastik 9,48 a 8,76 a 6,56a 5,16 a 3,84 a 2,84 a 1,92 a 1,32 a 0,92 a

Hasil analisis menunjukkan pengamatan pertama (3 hari penyimpanan)sampai pengamatan kesepuluh (30 hari penyimpanan) bahan kemasan Besek danjaring menunjukkan perbedaan nyata dengan plastik PVC. Salak LokalTawangmangu menunjukkan perbedaan nyata umur simpan buah dibandingdengan Salak Lokal daerah lain kecuali pada pengamatan pertama dan kedelapantidak berbeda nyata.

Gambar 1. Purata jumlah buah sehat dalam bahan kemasan besek

Jumlah buah diatas 50% menunjukkan bahwa salak lokal Banjarnegara (V1)dengan bahan kemasan besek hanya mampu bertahan sampai 15 hari(pengamatanke 5), sedangkan pada salak lokal Bejalen (V2) dan Salak Lokal Saratn (V4)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

121 ISBN: 978-979-17342-0-2

sampai penyimpanan 15 hari ,jumlah buah masih 60 % sedang Salak lokalTawangmangu (V5) sampai 15 hari jumlah salak masih 70%.

Gambar 2. Purata jumlah buah sehat dengan bahan kemasan jaring

Dengan menggunakan kemasan jaring salak mampu bertahansampai 18 hari untuk Salak Lokal Banjarnegara (V1) , Salak LokalTawangmangu (V5),dengan jumlah buah salak 60%, sedang Salak lokalBejalen (V2) sampai 18 hari dengan jumlah salak 50%.

Gambar 3. Purata jumlah buah salak sehat dengan bahan kemasan plastik

Dengan menggunakan kemasan plastic, salak hanya mampu disimpan/bertahan sampai 12 hari untuk Salak Lokal Banjarnegara, Salak Lokal Bejalendan Salak Lokal Kecandran dengan jumlah buah salak 50% (5 buah), sedangkanSalak lokal Tawangmangu bisa bertahan sampai penyimpanan 15 hari denganjumlah buah salak 70 % (7 buah). Lokal Tawangmangu berbeda nyata terhadap

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

122 ISBN: 978-979-17342-0-2

umur simpan buah dengan Salak Lokal daerah lain kecuali pada pengamatanpertama dan kedelapan tidak berbeda nyata.

Gambar 4. Purata jumlah buah sehat dalam bahan kemasan besek

Dengan jumlah buah diatas 50% bahwa salak lokal Banjarnegara (V1)dengan bahan kemasan besek hanya mampu bertahan sampai 15 hari(pengamatanke 5), sedangkan pada salak lokal Bejalen (V2) dan Salak Lokal Saratn (V4)sampai penyimpanan 15 hari ,jumlah buah masih 60 % sedang Salak lokalTawangmangu (V5) sampai 15 hari jumlah salak masih 70%.

Gambar 5. Purata jumlah buah sehat dengan bahan kemasan jaring

Dengan menggunakan kemasan jaring salak mampu bertahan sampai 18hari untuk Salak Lokal Banjarnegara (V1) , Salak Lokal Tawangmangu

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

123 ISBN: 978-979-17342-0-2

(V5),dengan jumlah buah salak 60%, sedang Salak lokal Bejalen (V2) sampai 18hari dengan jumlah salak 50%.

Gambar 6. Purata jumlah buah salak sehat dengan bahan kemasan plastik

Penggunakan kemasan plastic, salak hanya mampu disimpan bertahansampai 12 hari untuk Salak Lokal Banjarnegara (V1) , Salak Lokal Bejalen (V2)dan Salak Lokal Kecandran (V3),dengan jumlah buah salak 50% , sedang Salaklokal Tawangmangu bisa bertahan sampai penyimpanan 15 hari dengan jumlahbuah salak 70 %.

Berdasarkan hasil penelitian Murtingsih et al (2002 ), Puslitbang-hortikultura teknik pengemasan dan penyimpanan untuk mempertahankankesegaran kualitas buah salak adalah buah salak dibersihkan dengan cara disikatsampai bersih kemudian dipilih yang baik, bebas dari penyakit dan seragambentuknya. Selanjutnya dicelupkan kedalam lilin 6% yang dicampur denganbenomil 500 ppm, setelah kering dimasukkan dalam kemasan kantong polietilen0,04 mm dengan 32 lobang kemudian dinjeksi dengan C02 2,5% dan 10% 02 laludimasukkan ke dalam karton atau besek, disimpan pada suhu 15ºC. Dengan caraini dapat mempertahankan kualitas buah salak selama 21 hari.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

a. Salak Lokal Saratan mempunyai tebal daging buah tertinggi, kadar gulaterendah, kadar asam terendah dan kadar tanin terendah, sedang Salak LokalBanjarnegara mempunyai kadar gula tertinggi, kadar asam tertinggi dan kadarTanin tertinggi.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

124 ISBN: 978-979-17342-0-2

b. Buah salak dapat disimpan dengan menggunakan bahan kemasan Besek danjaring mampu bertahan sampai 18 hari, sedang dengan menggunakan bahankemasan plastik PVC hanya mampu bertahan disimpan sampai 12 hari.

Saran

Perlu dilakukan analisis kandungan kimia buah setelah penyimpanan untukmengetahui perubahan kandungannya yang akan berpengaruh terhadap kualitasbuah salak setelah penyimpanan

Ucapan Terimakasih

Terimakasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Ditjen Dikti yang telahmemberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian ini sehingga penelitian inidapat diselesaikan.

Daftar Pustaka

Darjanto dan Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan TeknikPenyerbukan Silang Buatan. PT. Gramedia. Jakarta.

Murtingsih W, Dondy ASB dan Sjaifullah, 2002. Teknik Pengemasan danPenyimpanan untuk mempertahankan kesegaran kualitas buah salak.Puslitbang-hortikultura. No. : 29 / 15 Juli 2002

Nandariyah, et all. 2007. Keragaman Kultivar Salak (Sallaca zallaca). Agrosains6(2): 75-79.

Widiastuti, L., Tohari dan Sulistyaningsih E. 2005. Pengaruh Intensitas Cahayadan Kadar Dominsida Terhadap Pembungaan dan Kualitas TanamanKrisan Dalam Pot. Jurnal Agrosains 18(3): 315-326.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

125 ISBN: 978-979-17342-0-2

MAKALAH POSTER

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

126 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENERAPAN ILMU GIZI BERBASIS MAKANAN KHAS DAERAHPADA PENDIDIKAN FORMAL

Siti Supeni1

Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Slamet Riyadi Surakarta

Abstrak

Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah pada Pendidikan Formal,merupakan salah satu upaya untuk menyehatkan masyarakat dan memasyarakatkan makanansehat dan bergizi melalui proses pembelajaran, yang didasarkan pada makanan khas daerahmelalui pendidikan formal di tingkat dasar (TK dan SD), SMP, dan SMA, yaitu: (1) pengetahuantentang pentingnya gizi seimbang guna terciptanya keluarga sadar gizi (Kadarzi), (2)melestarikan kekayaan budaya Indonesia tentang makanan khas daerah yang bernilai gizi tinggi.Kekayaan Daerah di Indonesia: Makanan yang biasa dikonsumsi oleh nenek moyang kita, yangdisebut dengan ”makanan khas daerah”, yang terbuat dari singkong, jagung, sagu, dan kacang-kacangan, sekarang sudah mulai dibudidayakan lagi sebagai makanan khas yang mempunyaicitarasa dan bernilai gizi tinggi tanpa bahan pengawet dan kimia yang membahayakan bagiperkembangan otak dan tubuh pada anak-anak kita, sekarang sudah banyak diminati (“back tonature”).

Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Upaya pelayanan kesehatan,mencakup 4 hal: kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sangat diperlukanpemahaman tentang pengaturan makanan, agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman, menganggapmakanan yang sehat itu adalah yang berharga mahal, seperti beras yang enak, daging, ayam,sayuran dan buah-buahan import, memasyarakatkan kembali makanan khas daerah, sebagaiupaya untuk mengkonsumsi makanan sehat alami yang digali dari potensi masing-masing daerah.

Penyebab masalah Gizi dan Kesehatan: (1) Pemaham keluarga/masyarakat tentangmakanan yang sehat dan bergizi sangat terbatas, perlindungan terhadap konsumen dari produk-produk yang merugikan dan berbahaya, masih sangat rendah dan sering terabaikan,menjamurnya produk-produk makanan luar negeri yang beredar di Indonesia dan dinyatakanberbahaya untuk kesehatan, banyak penyakit yang terjadi sebagai akibat dari makanan yangdikonsumsi tidak memenuhi syarat, adanya keracunan makanan karena ketidaktahuanmasyarakat, angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi,

masalah Anemia pada wanita usia subur dan ibu hamil, banyaknya kasus-kasus giziburuk, dan gizi lebih,makanan perlu dimodifikasi, yang dikonsumsi memenuhi nilai gizi.

Solusi yang diterapkan: pada saat masih PAUD dan SD , anak sudah belajar tentangmencuci tangan, membiasakan makan sayur, ikan, tempe/tahu, makan beraneka ragam, anaksudah dapat menghindari makanan yang menggunakan penyedap buatan, pewarna, memilihmakanan yang sehat. Pada saat SMP, anak sudah paham tentang perubahan fisik yang dialaminyaterkait dengan kebutuhan gizi yang lebih banyak; seperti haid untuk wanita, peningkatan aktivitasuntuk pria. Yang perlu doterapkan: (1) Pentingnya Pendidikan Kesehatan Untuk Anak, (2) Rajinmembersihkan diri sendiri, dan lingkungannya, Pola makan sehat,dan bergizi, tidak jajansembarangan, Pola hidup yang sehat, tidur secara teratur, olahraga yang teratur, menjauhinarkoba, rokok, minuman keras, dsb.

Kesimpulan: (1) penerapan Ilmu Gizi berbasis makanan khas daerah pada pendidikanformal, dapat dilakukan dengan: mengajarkan anak didik tentang pendidikan kesehatan agarmereka memiliki kebiasaan hidup sehat. Mengenalkan dan mengkonsumsi makanan pokok khasdaerah sebagai makanan unggulan (khas) di daerahnya masing-masing, (2) melibatkan anakdalam membuat rencana/pilihan makanan sehat yang akan dilakukan bersama, misalnya mencobaresep makanan sehat bagi keluarga, mengenalkan anak pada berbagai jenis makanan sehat danbergizi, banyak mengkonsumsi sayur dan buah segar sejak dini, dan juga memberikan contoh

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

127 ISBN: 978-979-17342-0-2

pendidikan kesehatan, dengan cara menyediakan bahan-bahan segar, cara memasak danpenyajian makanan sehat bergizi yang menarik dalam suasana menyenangkan.

Mari kita ajarkan pendidikan kesehatan pada anak-anak kita dengan berbagai metodeagar menjadi anak yang sehat, dinamis, dan cerdas. Yang terpenting, orangtua harus bisamenjadi contoh positif bagi anak. Bila tak ingin punya anak”obesitas”, “lemot” (kurang cerdas),kurangilah kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak di rumah. Anak akan selalu menirukebiasaan dan tingkah laku orang-orang di sekitarnya”. Semoga.

Pendahuluan

Selama ini masih banyak pemaham di lingkungan masyarakat tentangkesehatan adalah ”sakit”. Ini tergambarkan pada kebiasaan yang terjadi sepertiingin sehat harus minum obat sementara orang tersebut tidak sakit. Masihrendahnya pelayanan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif kepadamasyarakat didik di sekolah-sekolah, yang didukung oleh upaya penangananmasalah kesehatan yang sebagian besar tertuju kepada orang sakit, mengakibatkanterwujudnya kegiatan yang hanya mau menyehatkan orang yang sakit saja, bukanmempertahankan orang sehat dengan makanan sehat dan bergizi lebih produktif.

Salah satu upaya untuk menyehatkan masyarakat dan memasyarakatkanmakanan sehat dan bergizi melalui proses pembelajaran, yang didasarkan padamakanan khas daerah melalui pendidikan formal di tingkat dasar (TK dan SD),SMP, dan SMA. Upaya ini mempunyai dua sisi mata pisau, yaitu: (1) memberikanpengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang gunaterciptanya keluarga sadar gizi (Kadarzi) dalam mencapai derajat kesehatanmasyarakat yang optimal, dan (2) melestarikan kekayaan budaya Indonesiatentang makanan khas daerah yang bernilai gizi tinggi.1. Kekayaan Daerah di Indonesia

Setiap daerah yang ada di Indonesia mempunyai berbagai kebiasaanseperti pada prosesi pernikahan, kelahiran, syukuran, panen raya, dll. Lebihmenarik lagi adalah kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan dengan bahan dasarberasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan secara lokal dengan proses pengolahansecara alami, kondisi seperti itu sering didefinisikan sebagai budaya. Banyakpublikasi tentang budaya daerah-daerah di Indonesia yang terkenal, dan ada yangterabadikan dengan ungkapan “adat bersendikan syara, syara bersendikanKitabullah” (bahwa adat diatur oleh masyarakat adat setempat).

Patut disayangkan, bahwa sampai saat ini tidak sedikit peninggalanbudaya, khususnya jenis makanan khas daerah yang sudah dilupakan, karenamakanan instan yang dikonsumsi dianggap lebih praktis. Namun masih banyakyang tersisa, diantaranya adalah makanan yang biasa dikonsumsi oleh nenekmoyang kita, yang disebut dengan ”makanan khas daerah”, yang terbuat darisingkong, jagung, sagu, dan kacang-kacangan, sekarang sudah mulaidibudidayakan lagi sebagai makanan khas yang mempunyai citarasa dan bernilaigizi tinggi tanpa bahan pengawet dan kimia lainnya yang membahayakan bagiperkembangan otak dan tubuh pada anak-anak kita, sekarang sudah banyakdiminati (back to nature). Di Jawa contohnya: (kue Puteri (utri), gathot, randha

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

128 ISBN: 978-979-17342-0-2

gulung, nagasari, thiwul, lentho,mentho, bothok, oblok-oblok, cenil, ampyang,rengginang, intip, serabi, bacem, jangan bening/loncom, dll yang sudahmemasyarakat.2. Gorontalo Daerah yang Terkenal dengan Makanan Khasnya

Makanan khas Gorontalo mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi, baikkarbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral (contoh pada binthe biluhuta,pilitode, ilahe, kua bugis, tiliaya, kue kerawang, dll). Apabila kita lihatkomposisi zat-zat gizi yang tinggi dan dihubungkan dengan aktivitas yangdilakukan, dapatlah diartikan bahwa orang Gorontalo adalah kelompok orangyang senang bekerja keras. Ini masih dapat ditemukan pada kebiasaan para petanidi Gorontalo yang berangkat ke sawah atau ladang setelah sholat subuh, kembaliuntuk sholat dzuhur dan kemudian dilanjutkan lagi, kembali ke rumah pada saatsebelum sholat maghrib. Kebiasaan kerja seperti ini yang dapat menyebabkanterjadinya keseimbangan aktivitas tubuh dengan jumlah energi yang dikonsumsisetiap hari.

Arifasno Napu, M.Kes; Ahli Gizi pada Dinas Kesehatan ProvinsiGorontalo; Banyak orang Gorontalo yang sudah berumur 60 tahun ke atasmengatakan bahwa orang tua mereka, bahkan kakek mereka, dapat mencapaiumur lebih tua dari mereka. Bukankah saat itu masih terbatas pelayanankesehatan?, bukankah mereka sering melakukan perilaku buruk seperti merokok?,bukankah mereka belum menggunakan zatzat kimiawi sebagai bahan penambahcitarasa dalam makanan?, bukankah mereka minum air yang diambil dari sumuratau sungai?, bukankah banyak minuman sadapan yang diminum seperti daripohon enau?, bukankah mereka belum tersentuh oleh pelayanan kesehatan?, dll.

Banyak riset yang mengatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang alamidan sehat serta seimbang dengan aktivitas sehari-hari akan mencegah terjadinyaberbagai penyakit baik infeksi maupun degeneratif. Faham kesehatan seperti inimasih terbatas diketahui oleh masyarakat yang kadang kala menyatakan bahwakesehatan hanya identik dengan sakit. Kesehatan hanya akan berarti ketika sedangsakit dan pada saat sakit orang hanya berfikir bagaimana mendapatkan obat ataudisuntik. Mengapa pada saat sehat orang tidak berfikir atau melakukan tindakanyang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannyasehingga lebih berproduktifitas? Pemahaman lainnya yang sering ditemukan dimasyarakat adalah bahwa kesehatan sebagai sebuah upaya pengobatan, sehinggatidak sedikit orang yang dalam keadaan sehat mau mengkonsumsi obat denganalasan supaya membuat badan lebih sehat. Bukankah telah banyak diketahuibahwa obat itu adalah racun bagi tubuh jika diminum tidak sesuai dengan indikasikesakitannya? Jika keadaan seperti ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinansuatu ketika terjadi penyakit degeneratif yang diderita secara serentak oleh umatmanusia karena tubuhnya dipenuhi oleh zat-zat kimia.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

129 ISBN: 978-979-17342-0-2

3. Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah

Upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sekarang ini dapatmencakup 4 (empat) hal yaitu kegiatan promotif, preventif, kuratif danrehabilitatif. Empat jenis pelayanan ini dilaksanakan untuk meningkatkan derajatkesehatan masyarakat. Dalam mencapai keadaan kesehatan yang diharapkan,upaya preventif lebih baik daripada upaya kuratif. Upaya preventif diantaranyamelalui pengaturan makanan dan berolahraga yang teratur serta menjagakesehatan lingkungan dalam bentuk perilaku hidup bersih dan sehat.

Saat ini sangat diperlukan pemahaman tentang pengaturan makanan, agartidak terjadi lagi kesalahpahaman yang turun temurun, yaitu menganggapmakanan yang sehat itu adalah yang berharga mahal atau berasal dari bahanmakanan yang mahal, seperti beras yang enak, daging, ayam, sayuran import,buah-buahan import, dll. Paham ini dapat dibenahi dengan memasyarakatkankembali makanan khas daerah pada masyarakat sebagai upaya untukmengkonsumsi makanan sehat alami.

Makanan khas daerah mempunyai cita rasa yang sangat enak sehingga,perlu dikembangkan sebagai bagian dari pelestarian budaya Indonesia. Sudahtentu hal ini harus terintegrasi dengan upaya lain yang terkait dengan keberadaanmakanan khas tersebut. Integrasi yang dimaksudkan adalah tentang ilmu yangberhubungan dengan analisis, pemanfaatannya dan proses-proses yang lainnyasehingga meyakinkan bahwa makanan khas daerah ini dapat mencegah terjadinyaberbagai penyakit. Ilmu tersebut adalah ilmu gizi dan ilmu kesehatan secaraumum. Sangatlah cocok dipadukan dengan ilmu gizi, sehingga dapat diistilahkandengan ”ilmu gizi berbasis makanan khas daerah”.

Untuk mengimplementasikan ”Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah”dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan formal secara berjenjang baikdi tingkat dasar (TK dan SD), SMP maupun SMA. Olehnya sangatlah dibutuhkansuatu kerja sama yang berkesinambungan antara institusi terkait dan didukungsepenuhnya oleh unsur pimpinan daerah, legislatif, maupun masyarakat itusendiri.

Penerapan ilmu gizi berbasis makanan khas daerah pada jenjangpendidikan formal dapat memutus mata rantai penyebab masalah gizi dankesehatan. Masalah-masalah tersebut diantaranya gizi kurang, gizi buruk, gizilebih dan masalah kesehatan yang bersifat degeneratif seperti penyakit jantung,diabetes mellitus, kanker, hipertensi, dll.Adapun masalah-masalah yang dimaksudkan diantaranya:1. Paham masyarakat tentang makanan yang baik dan bergizi sangat terbatas

yang berarti keluarga belum sadar gizi.2. Perlindungan terhadap konsumen dari produk-produk yang merugikan dan

berbahaya, masih sangat rendah dan sering terabaikan.3. Menjamurnya produk-produk makanan yang bermutu rendah dan bahkan

merugikan kesehatan.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

130 ISBN: 978-979-17342-0-2

4. Menjamurnya produk-produk luar negeri yang beredar di Indonesia dan telahdinyatakan berbahaya untuk kesehatan.

5. Banyak penyakit yang terjadi sebagai akibat dari makanan yang dikonsumsitidak memenuhi syarat.

6. Adanya keracunan makanan karena ketidaktahuan masyarakat.7. Angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi yang didasari oleh

permasalahan perdarahan sebagai dampak dari anemia.8. Masalah Anemia pada wanita usia subur dan ibu hamil yang menyebabkan

perdarahan sebagai pencetus terjadinya kematian.9. Banyaknya kasus-kasus gizi buruk dan gizi lebih.10. Adanya tradisi-tradisi dalam mengkonsumsi makanan yang perlu

dimodifikasi sehingga makanan yang dikonsumsi memenuhi nilai gizi.11. Masalah kekurangan yodium.12. Pelestarian dan pengembangan budaya sebagai sumber daya yang dimiliki,dll.

Solusi yang diterapkan sebagai ilustrasi dalam penerapannya:1. Pada saat masih PAUD anak sudah belajar tentang mencuci tangan,

membiasakan makan sayur, membiasakan makan ikan, makan tempe/tahu,makan beraneka ragam.

2. Pada saat SD anak sudah dapat menghindari makanan yang menggunakanpenyedap buatan, pewarna buatan, memilih makanan yang sehat.

3. Pada saat SMP, anak sudah paham tentang perubahan fisik yang dialaminyaterkait dengan kebutuhan gizi yang lebih banyak; seperti haid untuk wanita,peningkatan aktivitas untuk pria.

4. Pada saaat SMA, anak sudah lebih memahami tentang makanan yangdibutuhkan untuk ibu hamil, ibu menyusui, balita, untuk kebugaran, dll.

Bukankah hal ini sangat mendukung lebih dini tercapainya upayapencegahan daripada pengobatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkanderajat kesehatan masyarakat yang optimal? Bukankah hal ini dapat mencegahlebih dini terjadinya berbagai gangguan kesehatan yang diakibatkan olehmakanan? Bukankah hal ini dapat mendukung tercapainya status gizi masyarakatyang lebih baik? Bukankah hal ini dapat meningkatkan produktivitas masyarakatsehingga dapat bekerja dengan baik dan tidak sakit-sakitan?.Sesungguhnya penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah dapatberdampak langsung sekalipun dalam waktu jangka panjang untuk meningkatkankualitas (Indonesian Nutrition Network -- www.gizi.net ©2008) 4

Human Development Index (HDI) baik bidang kesehatan, pendidikanmaupun pendapatan. Khusus untuk bidang kesehatan dapat menurunkan kematianibu, kematian bayi, memperbaiki status gizi dan meningkatkan umur harapanhidup.

Atas dasar kajian-kajian seperti terurai di atas, pemerintah perlumemfasilitasi sebuah kerja sama antara Dinas Kesehatan dengan Dinas

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

131 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pendidikan, didukung oleh DPRD setempat, tentang penerapan “Ilmu GiziBerbasis Makanan Khas Daerah” pada pendidikan formal di tingkat dasar sampaisekolah menengah. Kerjasama ini mengatur berbagai hal diantaranya: persiapanmenyangkut tenaga, penyusunan kurikulum dan bahan ajar, penganggaran, sistempraktek, sistem pelatihan bagi tenaga pengajar, sistem monitoring dan evaluasi.

Kita merasa yakin melalui media dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah,tentang “Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah” dapatmenopang terciptanya keluarga sadar gizi (Kadarzi) untuk mencapai derajatkesehatan masyarakat melalui jenjang pendidikan yang optimal.4. Pentingnya Pendidikan Kesehatan Untuk Anak

Anak adalah pribadi yang unik. Ia bukanlah seorang dewasa yang bertubuhkecil. Namun ia adalah sosok pribadi yang berada dalam masa pertumbuhan, baiksecara fisik, mental dan intelektual. Sehat merupakan sebuah hasil yangmemerlukan proses atau usaha. Memahami arti pentingnya kesehatan diri harusdimulai sejak dini, agar hasil itu bisa dirasakan di kemudian hari. Pendidikankesehatan harus diajarkan sejak dini pada anak, karena anak sehat menjadicerminan keluarga yang juga sehat.

Dalam memberikan Pendidikan kesehatan pada anak, seringkali orang tuadan guru hanya membatasi pada kesehatan tubuh saja. Padahal, ini tidak hanyamembahas pada fisik tubuh, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan mental,perubahan sikap, perubahan kebiasaan dan perubahan cara pandang. Pencegahandan penyadaran harus menjadi prioritas utama. Kita sebaiknya mengatakan padaanak-anak tentang cara mencegah dan melindungi diri dari sakit. Kita perlumengajarkan hal-hal yang kecil dan sederhana yang dapat mereka lakukan sendiritentang kesehatan, khususnya dalam memilih makanan yang sehat dan bergizi.

Beberapa kebiasaan sehat berikut di bawah ini merupakan contohpendidikan kesehatan yang dapat kita ajarkan pada anak, yaitu:1. Rajin membersihkan diri sendiri dengan mandi dua kali sehari, sikat gigi,

rajin mencuci tangan dengan sabun sampai bersih, memotong kuku tangandan kaki serta membersihkannya, menggunakan pakaian yang bersih dan rapi.

2. Rajin membersihkan lingkungan membantu orang tua bersih-bersih rumah,tidak membuang sampah sembarangan, gemar membersihkan kamar tidurpribadi

3. Pola makan sehat, memakan makanan dan minuman yang bergizi, tidak jajansembarangan yang tidak terjamin kebersihannya/tidak higienis, membatasimakanan ringan atau snack dengan bahan pengawet dan zat pewarna yangtidak berstandart, tidak makan berlebihan agar tidak obesitas, membekalianak untuk membedakan makanan yang baik dan buruk untuk kesehatan.

4. Pola hidup yang sehat, tidur secara teratur dan cukup, olahraga yang teraturdan rutin, menjauhi narkoba, rokok, minuman keras, dsb.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

132 ISBN: 978-979-17342-0-2

KesimpulanPenerapan Ilmu Gizi berbasis makanan khas daerah pada pendidikan

formal, dapat dilakukan dengan melalui mengajarkan anak didik tentangpendidikan kesehatan agar mereka memiliki kebiasaan hidup sehat tak cukuphanya lewat nasehat. Yang terpenting, orangtua harus bisa menjadi contoh positifbagi anak. Jika tidak ingin anak anda merokok, tunjukkan pada mereka bahwaanda tidak mempunyai kebiasaan tersebut. Bila tak ingin punya anak obesitas,kurangilah kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak di rumah. Anak selalumeniru kebiasaan dan tingkah laku orang-orang di sekitarnya.

Melibatkan anak dalam membuat rencana/pilihan makanan sehat yangakan dilakukan bersama, misalnya acara bersepeda sekeluarga atau mencoba resepmakanan sehat bagi keluarga. Mengenalkan anak pada berbagai jenis makanansehat dan bergizi, banyak mengkonsumsi sayur dan buah segar sejak dini, danjuga memberikan contoh pendidikan kesehatan yang penting. Misalnya dengancara menyediakan bahan-bahan segar, cara memasak dan penyajian makanansehat bergizi yang menarik dalam suasana menyenangkan.

Anak-anak adalah generasi penerus kita yang akan menggantikankeberadaan kita. Anak yang sehat umumnya akan tumbuh berkembang menjadimanusia dewasa yang sehat. Orang yang sehat akan memiliki banyak peluangdalam kehidupan di dunia dibandingkan dengan orang yang sakit-sakitan. Untukitu, mari kita ajarkan pendidikan kesehatan pada anak-anak kita dengan berbagaimetode agar mereka dapat menjadi anak yang sehat, dinamis, dan cerdas.

Pentingnya Pendidikan Kesehatan Makanan dan Gizi Untuk Anak” Yang terpenting, orangtua harus bisa menjadi contoh positif bagi anak. Bila takingin punya anak”obesitas”, “lemot” (kurang cerdas), kurangilah kebiasaanmengonsumsi makanan berlemak di rumah. Anak akan selalu meniru kebiasaandan tingkah laku orang di sekitarnya”. Semoga.

Daftar Pustaka

Beach, Jeff Haris,Jr, 1990, Managing People at Work: Concepts and Cases inInterpersonal Behavior, John Willey& son, Inc, Canada

Hardjana, Andre, 2001, Tantangan Otonomi Pendidikan di Abad XXI, Atma nanJaya, Majalah Ilmiah Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Jakarta

Indonesian Nutrition Network -- www.gizi.net ©2008)Kerlinger, Fred. N, 1990, Asas-asas Penelitian Behavioral, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.Redja Mudyahardjo. (2001). Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi Awal Tentang

dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia,Jakarta, PT Raja Grafindo.

Wills, Elmer. At all.(1961). The Foundations of Modern Education, Toronto.London, Third Edition, Holt, Rinehart and Watson.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

133 ISBN: 978-979-17342-0-2

KARAKTERISTIK TEH HERBAL CELUP DENGAN FORMULASI TEHHITAM, JAHE, DAN ROSELLA

Aniek Wulandari1, Cucut Prakosa1, Dyah Isthi Puspitasari2

1.Staf Pengajar,2 Alumni FTPFakultas Teknologi Pertanian, Universitas Widya Dharma Klaten,

email: [email protected], email:[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi minuman teh herbalyang kaya gizi dan disukai oleh konsumen. Penelitian dibuat dengan RancanganAcak Lengkap dengan formulasi teh hitam, jahe dan rosella terdiri dariF1(50:40:10), F2(50:30:20), F3(50:25:25), F4(50:20:30), dan F5(50:10:40).Parameter pengamatan kimia terdiri dari kadar air, abu, vitamin C, uji fisikterhadap warna seduhan teh, serta uji organoleptik untuk menentukan kesukaankonsumen yang terdiri dari uji warna, rasa dan kesukaan seduhan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi teh hitam, jahe dan rosellaberpengaruh sangat nyata terhadap vitamin C, antioksidan, warna seduhan,warna, rasa dan kesukaan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dankadar abu teh herbal. Berdasarkan uji tersebut formulasi terbaik adalahF3(50:25:25) dengan karakteristik produk memiki kadar air 9,67%, kadar abu6,33%, vit C 20,09mg/100g, warna seduhan absorbansi 0,038, warna coklat kecoklat kemerahan, rasa sedikit sepat, pedas, masam dengan tingkat kesukaan 7,60.

Kata Kunci: teh celup, minuman herbal, mutu teh

Abstract

The objective of this research is to determine the formulation of herbal teathat is rich in nutrients and preferred by consumers. This research used completelyrandomized design with formulation of black tea: ginger: roselle and consists of F1(50:40:10), F2 (50:30:20), F3 (50:25:25), F4 (50:20:30) and F5 (50:10:40).Chemical parameters consist of moisture, ash, vitamin C whilst physical parameteris steeping tea color and organoleptic parameter consists color, taste and steepingto determine consumer preference.

The result show that the formulation has significant effect for vitamin C,steeping tea color , taste and preference and non significant for moisture contentand ash. Based on examination, the best formulation is F3 (50:25:25) that has9.67% moisture content, 6.33% ash, 20.09 mg/100g vitamin C, 0.038 absorbancesteeping color, brown-to-redish color, a little astringent, spicy and sour andpreference level 7.60

Keywords: tea bag, herbal drink, quality of tea

Pendahuluan

Teh (Camelia sinensis L. Kuntze) termasuk salah satu bahan penyegarterpopuler di dunia. Teh sebagai minuman penyegar diseduh menggunakan airpanas dari bahan pucuk daun atau tangkai daun yang sudah dikeringkan dari

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

134 ISBN: 978-979-17342-0-2

tanaman Camelilla sinensis. Istilah teh juga dipergunakan untuk beberapa jenisbuah, rempah, atau tanaman obat lain yang dikeringkan dan juga diseduh sebagaiminuman (Anonim, 2009). Konsumsi teh hitam di dunia mencapai 69%, teh hijau28% dan 3% teh jenis lainnya, sedangkan konsumsi di Indonesia hanya 330 gramper kapita per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara penghasil tehseperti Srilangka, Maroko, India, Irlandia dan Qatar (Anonim 2011).

Berdasarkan pengolahannya teh terbagi menjadi teh hitam, teh oolong danteh hijau. Teh hitam diperoleh dari pengolahan teh melalui proses fermentasi,sehingga warna seduhan teh lebih gelap dibandingkan teh hijau dan teh oolong(Setyamidjaja, 2009).

Kandungan kimia teh hitam yang bermanfaat bagi kesehatan di antaranyaadalah kelompok senyawa Flavan-3-ols seperti katekin, epikatekin,epikatekingalat, epigalokatekin, epigalokatekingalat, galokatekin, teaflavin,teavlavin-3 galat, tearubigin, dan kelompok senyawa flavanol seperti kaempferol,myricetin dan quersetin (Beecher et.al., 2005). Berdasarkan beberapa penelitiankomponen kimia teh hitam memiliki khasiat antioksidan untuk mencegahkerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas yang dapat menyebabkan berbagaipenyakit, mengurangi resiko serangan jantung dan stroke, memperlambatpertumbuhan sel kanker, membantu menunda proses penuaan kulit, memperbaikimetabolisme tubuh, menurunkan kolesterol, mencegah kerusakaan gigi, sertamenurunkan kadar glukosa (Maria, 2009)

Rimpang jahe dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai bumbu, bahanminuman dan obat-obatan. Sebagai minuman jahe dibuat dalam bentuk simplisia,bahan utama wedang jahe, sekoteng, minuman instan, sirup, dan bubuk jaheuntuk penyedap makanan. Berdasarkan komposisi kimia jahe segar memilikikomponen utama karbohidrat (10,1%), serat kasar (7,535), total abu (3,7%),protein (1,5%), Lemak (1%) dan berbagai mineral (Luthana, 2009).

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dimanfaatkan kelopak bunganya sebagai

bahan minuman, yang memiliki pigmen antosianin dan senyawa flavonoid

berperan sebagai antioksidan (Mardiah, dkk, 2009). Zat gizi kelopak rosella yang

lainnya adalah protein (1,2%), lemak (2,61%), karbohidrat (12,3%), serat (12%),

abu (6,9%), dan beberapa mineral dan vitamin (Yadong et.al., 2005).

Kemudahan penyanjian minuman akan sangat mempengaruhi ketertarikan

konsumen terhadap produk minuman. Penyajian minuman menggunakan

pengemas kantong celup berpori sehingga mudah diseduh dan partikel dari bahan

tidak terikut ke dalam minuman, karena kantong minuman celup mengandung

senyawa chlorine yang berfungsi sebagai bahan pengawet, maka proses

pencelupan bahan tidak lebih dari tiga menit (Anonim, 2009).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

135 ISBN: 978-979-17342-0-2

Bahan dan MetodaTempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan Laboratorium Teknologi Pertanian, UniversitasWidya Dharma Klaten, bulan Juni sampai Oktober 2010.Bahan

Bahan baku utama penelitian teh hitam jenis dust diperoleh dariPT.Pagilaran Yogyakarta, Rosella segar dari petani Jatinom Klaten, dan Jaheemprit di Pasar Gedhe Klaten.Metodologi

Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi minuman celup denganbahan teh hitam, jahe dan rosella kering yang disukai oleh konsumen danmemiliki komposisi gizi yang baik. Penelitian menggunakan Rancangan AcakLengkap (RAL) dengan perlakuan formulasi teh hitam, jahe dan rosellaF1(50:40:10), F2(50:30:20), F3(50:25:25), F4(50:20 :30), dan F5(50:10:40) dengan3 kali ulangan.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Teh Herbal Celup

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

136 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pembuatan Jahe KeringJahe jenis emprit disortasi, hasil sortasi selanjutnya dilakukan perendaman

untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang melekat. Setelah kering dilakukanpengelupasan kulit, dilanjutkan pengecilan ukuran dengan cara diserut. Jahe serutdikeringkan menggunakan cabinet dryer selama 6 jam suhu 55° C, dihasilkan jahekering.Membuat Rosella Kering

Kelopak bunga rosella segar disortasi dan dicuci bersih. Kelopakdipisahkan dari bijinya, selanjutnya kelopak ditiriskan, dikeringkan menggunakancabinet dryer selama 12,5 jam suhu 55°C (Purwanto, 2009). Kelopak bungakering dikecilkan ukuran menggunakan penggiling lolos 7 mesh.

Pembuatan Minuman CelupPembuatan minuman teh herbal celup dengan bahan teh, jahe dan rosella disajikanpada Gambar 1. Teh celup yang dihasilkan dianalisis kimia kadar air (metodatermogravimetri dalam Sudarmadji, dkk, 1996)), kadar abu (AOAC dalamSudarmadji, dkk, 1996), vitamin C (metode titrasi Jacobs dalam Sudarmadji, dkk,1996), analisa fisik pada seduhan minuman metode spektofotometer, serta ujiorganoleptik terhadap warna, rasa (scoring test), dan kesukaan secara keseluruhan(hedonic test).

Hasil dan PembahasanAnalisis Bahan BakuBahan baku kering sebagai bahan pembuatan minuman celup dianalisa kadar air,abu dan vitamin C. Analisis bahan dasar dimaksudkan untuk mengetahuikestabilan masing-masing bahan sebelum dicampur menjadi satu.

Tabel 1. Analisis Bahan Dasar Teh Hitam, Jahe Kering, dan Rosela Kering

Komposisi Kadar air (%) Kadar abu (%) Vitamin C(mg/100 g)

Teh hitamJahe keringRosela kering

9,59,79,1

5,97,97,00

24,573,527,77

Berdasarkan hasil analisis bahan dasar teh hitam, jahe dan rosella masihmemenuhi standar mutu SNI. Pada penelitian ini, dilakukan pengeringan jahe danrosella pada suhu 55°C. Menurut Purseglove (1981) dalam Supriyanto danSupriyadi (1992), suhu udara yang dianjurkan untuk pengeringan jahe yangdipasarkan sebagai rempah – rempah tidak lebih dari 57°C. Pengeringan inidilakukan selama 6 jam hingga didapatkan jahe kering yang memenuhi standarmutu jahe kering, yaitu kadar air maksimal 12% dan kadar abu maksimal 8%.Menurut Purwanto (2009), suhu terbaik untuk pengeringan rosela adalah 55°C.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

137 ISBN: 978-979-17342-0-2

Suhu ini digunakan untuk mengurangi kerusakan nutrisi terutama antosianin danvitamin C akibat pemanasan.

Kadar Air Teh Herbal Celup

Tabel 2. Rerata Kadar Air Teh Herbal Celup

FormulasiTeh hitam, jahe,rosella

(%)

UlanganTotal

Reratans

I II III

F1 (50 : 40 : 10)F2 (50 : 20 : 30)F3 (50 : 25 : 25)F4 (50 : 20 : 30)F5 (50 : 10 : 40)

10,010,010,09,59,0

10,09,510,010,09,0

10,010,09,09,09,0

30,029,529,028,527,0

10,009,839,679,509,00

Total 48,5 48,5 47,0 144,0Keterangan: ns = non significant

Kadar air berhubungan dengan umur simpan bahan makanan karena adanyaair mempengaruhi kemerosotan mutu bahan secara kimia (Deman, 1997).Menurut SNI 01-3753-1995, kadar air maksimal untuk teh hitam celup adalahsebesar 10%. Untuk mengetahui rerata kadar air tiap perlakuan dapat dilihat padaTabel 2.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam bahwa formulasi teh hitam, jahe,rosela tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air teh celup herbal. Hal inidisebabkan kadar air yang dimiliki tiap bahan dasar relatif sama. Kadar airtertinggi terdapat pada formulasi FI(50 :40:10) yaitu sebesar 10,00 %. Kadar airterendah terdapat pada formulasi F5(50:10:40) yaitu sebesar 9,00%. Kadar airpada formulasi dipengaruhi oleh sifat – sifat bahan. Kadar air menunjukkanpenurunan jika konsentrasi jahe kering menurun meski penurunan rerata yangterjadi hanya dalam jumlah yang relatif kecil. Hal ini disebabkan karenakonsentrasi jahe yang memiliki kadar air tertinggi dibanding bahan dasar lainnyamenurun. Menurut Deman (1997), kadar air bahan dasar dalam suatu makanancampuran berpengaruh pada kadar air makanan campuran. Bahan dasar dengankadar air yang kecil dapat meningkat kadar airnya saat dicampurkan dengan bahandasar yang lebih tinggi kadar airnya. Pada formulasi teh hitam, jahe, rosela kadarair jahe yang tertinggi dibanding bahan dasar lainnya menyebabkan bertambahnyakadar air formulasi teh hitam, jahe, rosela sehingga dengan menurunnya jahedalam formulasi maka menurun pula kadar airnya.

Kadar Abu Teh Herbal CelupAbu adalah zat organik sisa hasil pembakaran secara sempurna pada bahan

organik (Sudarmadji dkk, 1989). Menurut Deman (1997), mineral dalam makananbiasanya ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi (pembakaran). Pembakarandapat merusak senyawa organik dan meninggalkan mineral. Menurut SNI 01-

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

138 ISBN: 978-979-17342-0-2

3753-1995, kadar abu untuk teh hitam celup berkisar antara 4 – 8%. Untukmengetahui rerata kadar abu pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Formulasi teh hitam, jahe, dan rosela tidak berpengaruh nyata terhadapkadar abu teh celup herbal. Kadar abu tertinggi dimiliki oleh formulasi F1(50 : 40 :10) yaitu sebesar 6,67 %. Kadar abu terendah dimiliki oleh formulasi F5(50 : 10 :40) yaitu sebesar 6,00%.Tabel 3. Rerata Kadar Abu Teh Herbal Celup

Formulasiteh hitam : jahe : rosela (%)

Ulangan Total Rerata(%) nsI II III

F1 (50 : 40 : 10)F2 (50 : 20 : 30)F3 (50 : 25 : 25)F4 (50 : 20 : 30)F5 (50 : 10 : 40)

6,56,56,06,06,0

6,56,06,56,06,0

7,07,06,56,56,0

20,019,519,018,518,0

6,676,506,336,176,00

Total 31 31 33 95Keterangan: ns = non significant

Pada waktu pengabuan terjadi dekomposisi zat yang mengakibatkanpeningkatan garam mineral seperti kalium dan kalsium (Saati dan Sofiyah, 2006).Berdasar penelitian sebelumnya, mineral yang dominan pada teh hitam keringadalah kalium yaitu sebesar 479 mg (Soraya, 2007), mineral dominan pada jahekering adalah kalium sebesar 1342 mg (DepKes RI, 1979 dalam Luthana, 2009)dan mineral dominan pada rosela kering adalah kalsium 1263 mg (Anonim, 2008dalam Purwanto, 2009). Mineral pada formulasi dapat dipengaruhi oleh mineralpada bahan dasar. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kandunganmineral tertinggi pada bahan dasar adalah pada jahe kering sehingga denganmenurunnya konsentrasi jahe dalam formulasi, semakin menurun pula kandunganmineralnya.

Kadar Vitamin C Teh Herbal CelupVitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak di samping mudah larut

dalam air. Untuk mengetahui rata – rata pengaruh perlakuan terhadap kadarvitamin C dapat dilihat pada Tabel 4.

Formulasi teh hitam, jahe, dan rosela memberikan pengaruh sangat nyataterhadap kadar vitamin C teh celup. Kadar vitamin C tertinggi dimiliki olehformulasi F5 (50 : 10 : 40) yaitu sebesar 24,58 mg/100 g bahan. Kadar vitamin Cterendah dimiliki oleh formulasi F1 (50 : 40: 10) sebesar 17,69 mg/100 g bahan.Kadar vitamin C meningkat dengan semakin bertambahnya rosela dalamformulasi.

Kadar vitamin C dalam formulasi juga dipengaruhi sifat – sifat dari bahandasarnya. Berdasar analisa bahan dasar, kadar vitamin C pada teh hitam keringadalah 24,57 mg/100 g. Perbedaan kadar vitamin C pada teh hitam kering inidipengaruhi oleh kandungan vitamin C dari teh hitam segar. Kadar vitamin C jahe

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

139 ISBN: 978-979-17342-0-2

kering adalah sebesar 3,52 mg/100 g. Rosela kering mengandung vitamin Csebesar 7,77 mg/100 g. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehPurwanto (2009) yang menunjukkan kadar vitamin C pada rosela kering 7,77mg/100 g. Dari hasil analisis bahan dasar dapat diketahui bahwa jahe memilikikadar vitamin C yang kecil dan rosela memiliki kadar vitamin C yang lebih besar.Meningkatnya konsentrasi rosela dan menurunnya konsentrasi jahe menyebabkanmeningkatnya kadar vitamin C dalam formulasi. Selain itu, meningkatnyakonsentrasi rosela menyebabkan nilai keasaman meningkat dimana vitamin Clebih stabil pada kondisi asam (Winarno, 2002).

Tabel 4. Rerata Kadar Vitamin C Teh Herbal CelupFormulasi

teh hitam,jahe, rosella(%)

UlanganTotal

Rerata(mg/100g)**1 II III

F1 (50 : 10 : 40)F2 (50 : 20 : 30)F3 (50 : 25 : 25)F4 (50 : 20 : 30)F5 (50 : 40 : 10)

17,4218,2219,8923.2326,05

17,5118,3020,2424,0224,64

18,1317,7820,1522,7923,06

53,0654,3060,2870,0473,75

17,69 c18,10 c20,09 b23,35 a24,58 a

Total 104,81 104,71 101,91 311,43Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata; rerata yang diikuti huruf yang sama menandakan

bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 1%

Warna Seduhan Teh Herbal Celup

Tabel 4. Rerata Warna Seduhan dengan SpektrofotometerFormulasi

teh hitam : jahe : rosela(%)

UlanganTotal Rerata

(A)**I II III

F1 (50 : 40 : 10)F2 (50 : 20 : 30)F3 (50 : 25 : 25)F4 (50 : 20 : 30)F5 (50 : 10 : 40)

0,0480,0350,0350,0250,015

0,0490,0450,0400,0300,020

0,0550,0500,0400,0320,025

0,1520,1300,1150,0870,060

0,051 a0,043 ab0,038 bc0,029 cd0,020 d

Total 0,158 0,184 0,202 0,544Keterangan: ** = berbeda sangat nyata; rerata yang diikuti huruf yang sama menandakan bahwa

antar perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 1%

Warna merupakan salah satu parameter mutu yang bisa langsung dilihatterlebih dahulu sehingga dapat menentukan daya terima suatu produk. Warnasuatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer (Winarno,2002). Untuk mengetahui rerata warna seduhan tiap perlakuan dapat dilihat padaTabel 4.

Formulasi teh hitam, jahe, rosela berpengaruh sangat nyata terhadap warnaseduhan teh celup herbal. Tabel 4., menunjukkan bahwa kadar absorbansitertinggi dimiliki oleh formulasi F1 (50 : 40 : 10) sebesar 0,051 A dan kadar

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

140 ISBN: 978-979-17342-0-2

absorbansi terendah dimiliki oleh formulasi F5 (50 : 10 : 40) sebesar 0,020 A.Berdasar hasil analisis warna seduhan the herbal dapat diketahui bahwa nilaiabsorbansi semakin menurun jika konsentrasi rosela semakin meningkat. Hal inidisebabkan karena meningkatnya warna merah pada seduhan sehingga sinar yangdiserap semakin kecil dan nilai absorbansi semakin kecil.

Uji organoleptik Teh Herbal CelupSifat mutu pangan meliputi sifat yang langsung diamati, dianalisis, dan

diukur. Sifat – sifat mutu itu dapat digolongkan menjadi sifat kimia dan fisik yangobyektif serta sifat organoleptik yang subyektif. Pengujian organoleptik yangdilakukan dalam penelitian ini meliputi rasa, warna, dan kesukaan keseluruhanterhadap teh celup yang dihasilkan. Analisis warna, rasa dan kesukaan minumanteh herbal celup pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Organoleptik Teh Herbal CelupFormulasi

Teh hitam, jahe, rosella(%)

Warna Rasa KesukaanKeseluruhan

F1 (50:40:10) 6,20 a 2,05 e 4,80 cF2 (50:20:30) 5,20 b 3,35 d 6,25 bF3 (50:25:25) 4,30 c 5,00 c 7,60 aF4 (50:20:30) 3,55 d 7,50 b 4,90 cF5 (50:10:40) 3,00 e 9,00 a 3,60 d

Keterangan: rerata diikuti huruf yang sama menandakan antar perlakuan tidak berbeda nyata padataraf 1%. Skor warna 1-6, skor rasa 1-9, skor kesukaan keseluruhan 1-9.

Formulasi teh hitam, jahe, rosela berpengaruh sangat nyata terhadap ujiorganoleptik warna, rasa, dan kesukaan keseluruhan. Formulasi FI (50 : 40 : 10)memberikan warna antara coklat kemerahan sampai coklat agak kemerahan padaseduhan, F2 (50 : 30 : 20) memberikan warna antara coklat agak kemerahansampai coklat kemerahan pada seduhan, F3 (50 : 25 : 25) memberikan warnacoklat sampai coklat agak kemerahan pada seduhan, dan F4 (50 : 20 : 30)memberikan warna coklat muda sampai coklat pada seduhan. Formulasi F5 (50 :10 : 40) memberikan warna coklat muda sampai coklat pada seduhan. Dalamseduhan teh hitam, theaflavin memberikan warna merah kekuningan, sementaraitu thearubigin dan theanapthoquinone masing-masing memberi warna merahkecoklatan dan kuning pekat (Rohdiana, 2009). Warna kuning pada jahedisebabkan karena kandungan xanthin. Pigmen antosianin pada rosela membentukwarna ungu kemerahan menarik di kelopak bunga maupun teh hasil seduhannya(Mardiah dkk, 2009)

Nilai rasa tertinggi adalah teh celup dengan F5 (50 : 10 : 40) sebesar 9,00dengan rasa sepat, tidak pedas, sangat masam. Nilai rasa terendah adalah tehcelup herbal dengan F1 (50 : 40 : 10) sebesar 2,05 dengan rasa sepat, pedas, tidakmasam. Rasa sepat pada teh hitam disebabkan karena kandungan tannin yangmerupakan turunan asam galat yang dikenal sebagai katekin. Rasa pedas pada teh

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

141 ISBN: 978-979-17342-0-2

celup disebabkan karena kandungan oleoresin yang komponennya mengandunggingerol, shogaol, dan zingeron (Purseglove dkk.1981). Rasa masam pada roseladisebabkan karena kandungan asam sitrat dan asam malat (Mardiah dkk, 2009).Semakin kecil konsentrasi jahe dalam formulasi maka semakin kecil pula tingkatkepedasan teh celup dan semakin banyak konsentrasi rosela dalam formulasimaka semakin besar tingkat kemasaman teh.

Nilai kesukaan didasarkan atas perpaduan atau gabungan antara nilaiwarna dan rasa yang dipadukan secara keseluruhan. Formulasi yang paling disukaiadalah F3 (50 : 25 : 25) dengan nilai sebesar 7,60 yaitu antara suka sampai sukasekali. Sebaliknya nilai kesukaan terendah dimiliki oleh F5 (50 : 10 : 40) dengannilai 3,60 yaitu antara tidak suka sampai agak tidak suka. Dari analisa ujikesukaan dapat diketahui bahwa panelis cenderung menyukai teh celup dengan F3

(50 : 25 : 25) yang memiliki warna antara coklat sampai coklat agak kemerahan(nilai 4,30), dengan rasa sepat, pedas, masam (nilai 5,00).

KesimpulanHasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi teh hitam, jahe, dan

rosella berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C, warna seduhan dan ujiorganoleptik warna, rasa dan kesukaan keseluruhan tetapi tidak berpengaruh nyataterhadap kadar air dan kadar abu. Formulasi yang paling disukai konsumen padaformulasi teh hitam, jahe, dan rosella (50:25:25). Penelitian ini masih akandilanjutkan untuk identifikasi senyawa flavonoid.

Daftar Pustaka

Anonim.2009. Teh. http://id.wikipedia.org/tehAnonim.2011. Pertumbuhan Ekspor The Indonesia Jauh Dibawah Ekspor Teh

Dunia. http://www.bandungpress.comBeecher, G.R., Bhagwat,S., Haytowitz, D.B. 2005. Flavonoid Composition of

Tea: Comparison of Black and Geen Teas. Agriculture Research Servise,USDA, USA.

Deman.1997. Kimia Makanan. ITB, BandungLuthana, Y.K., 2009. Jahe dan Senyawa Antioksidannya.

http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/2009/26/TMardiah, Rahayu,A., Ashadi,R.W., dan Sawarni, 2009. Budidaya dan Pengolahan

Rosella, Si Merah Segudang Manfaat, Agromedia Pustaka, Jakarta.Maria, Aurelia, 2009. Pengaruh Pemberian Seduhan Teh Hitam (Camellia

sinensis L.) Dosis Bertingkat Terhadap Produksi NO Makrofag MencitBALB/c Yang Diinokulasi Salmonellla typhimunium, FakultasKedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.

Purwanto, Agus, 2009. Pengeringan Rosella (Hibiscus Sabdariffa) dengan CabinetDryer Pada Variasi Suhu Yang Berbeda. Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Widya Dharma Klaten.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

142 ISBN: 978-979-17342-0-2

Rohdiana, 2009. Teh Hitam dan Antioksidan. Puslit Teh dan Kina Gambung,Bandung.

Saati, E.A., dan Sofiyah, 2006. Teknik Pembuatan Minuman Pegagan (Centellaasiatica L.Urban) Celup sebagai Alternatif Pengganti Minuman Teh:kajian lama pelayuan. Prosiding Seminar Nasional PATPI, Yogyakarta 2-3Agustus 2006.

Setyamidjaja, D., 2000. Teh, Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen, Kanisius,Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan danPertanian. Liberty, Yogyakarta.

Supriyanto dan Supriyadi, 1992. Minyak Atsiri dan Rempah-rempah. Pusat AntarUniversitas-UGM, Yogyakarta

Yadong, Q., K.L.Chin, F.Malekian, M.Berchane and J.Gager, 2000. BiologicalCharacteristic, Nutrisional and Medicine Value of Rosella Hibiscussabdariffa. Sircular-Urban Foresry Natural Resources an Env. P.604.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

143 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DALAM USAHATANIJAGUNG DENGAN SISTEM TANAM ”MANTENAN’ DI KABUPATEN

SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Nur Hidayat dan Sri Budhi LestariBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan danefisiensi dalam usahatani jagung menggunakan sistem tanam ”mantenan’. Metodepenelitian yang digunakan adalah ”on farm research” dengan melibatkan petanijagung yang tergabung didalam kelompoktani ”Tani Jaya” dusun Taraman desaSinduharjo, kec Ngaglik, Kab. Sleman . Penelitian dilakukan pada musim tanambulan Juni – September 2010. Data yang diperoleh dianalisis menggunakananalisa pendapatan dan biaya usahatani yang dinilai berdasarkan kelayakanekonomi dengan mengunakan rumus MBCR(ratio keuntungan dan biayamarginal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatanijagung dengan sistem tanam ”mantenan” lebih tinggi bila dibandingkan denganusahatani jagung dengan sistem tanam biasa dengan peningkatan pendapatanbersih sebesar 31,53 %. Rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh dariusahatani jagung sebesar Rp 2.931.250/2500 m2 untuk sistem tanam “mantenan”dan Rp 2.228.500/2500 m2 untuk sistem tanam biasa. Dari hasil perhitunganmenunjukkan bahwa ratio keuntungan dan biaya marginal (MBCR) mempunyainilai 4,36 ini artinya bahwa setiap tambahan biaya produksi Rp 1.000,- akanmendapat keuntungan sebesar Rp 4,36,-. Dilihat dari nilai MBCR yang lebih besardari dua maka penerapan teknologi tanam ”mantenan” lebih efisien danmenguntungkan dibandingkan dengan sistem tanam biasa.

Kata Kunci : Peningkatan pendapatan, jagung, sistem tanam”mantenan”

INCREASING REVENUES WITH CORN FARMERS IN FARMING CROPPINGSYSTEM "MANTENAN 'IN THE SLEMAN DISTRICT YOGYAKARTA

SPECIAL REGION

Abstract

This study aims to analyze the level of revenue and efficiency in farmingmaize cropping system "mantenan '. The research method used was "on farmresearch" involving 5 people who joined in the corn farmer farmer group "TaniJaya" hamlet village Taraman Sinduharjo, Kec choosed, Kab. Sleman. The studywas conducted in the planting season in June-September 2010. Data were analyzedusing analysis of farm income and expenses are assessed based on the economicfeasibility of using the formula MBCR (ratio of benefits and marginal costs). Theresults showed that the net income of farming corn cropping system "mantenan"higher when compared with maize farming with normal planting system with theincrease in net income amounted to 31.53%. The average net income earned from

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

144 ISBN: 978-979-17342-0-2

farming corn amounted to Rp 2.931.250/2500/m2 for cropping systems"mantenan" and Rp 2.228.500/2500 m2 for normal planting system. From thecalculation results show that the ratio of benefits and marginal costs (MBCR) hasa value of 4.36 this means that any additional production costs Rp 1,000, - will geta profit of Rp 4.36, -. Viewed from MBCR value greater than two then theapplication of plant technology "mantenan" He was more efficient and profitablethan the normal planting system.

Keywords: Increasing revenue, corn cropping system "mantenan

Pendahuluan

Komoditas jagung merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karenadi beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelahberas. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri diIndonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industripakan ternak khususnya pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industripengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakinmeningkat pula (Syamsul Bakhri,2007).

Indonesia telah mampu berswasembada jagung, namun sampai saat inikebutuhan jagung masih terus meningkat baik untuk pangan maupun pakan.Kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional.Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya usahapeternakan, terutama unggas. Hal ini menuntut perlunya upaya swasembadajagung secara berkelanjutan (Susilo Astuti Handayani, 2011). Produksi jagungdapat ditingkatkan melalui peningkatan produktivitas dan perluasan tanaman.Peningkatan produktivitas jagung dapat dicapai dengan menanam benih varietasunggul jagung hibrida. Jagung hibrida adalah benih jagung dari hasil penyilangandua atau lebih tetua yang memiliki sifat unggul. Guna memperoleh produksi yangmaksimal, tidak cukup hanya penggunaan benih varietas unggul jagung hibridasaja, melainkan perlu memperhatikan jarak tanam, pemupukan sesuai kebutuhantanaman, dan pengelolaan irigasi yang baik.

Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakkan melaluidua program utama yakni: (1) Ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi(peningkatan produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selainmemanfaatkan lahan kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahansawah tadah hujan melalui pengaturan pola tanam. Usaha peningkatan produksijagung melalui program intensifikasi adalah dengan melakukan perbaikanteknologi dan manajemen pengelolaan. Usaha-usaha tersebut nyata meningkatkanproduktivitas jagung terutama dengan penerapan teknologi inovatif yang lebihberdaya saing (produktif, efisien dan berkualitas) telah dapat menghasilkan jagungsebesar 7 – 9 ton/ha seperti ditemukannya varietas ungul baru dengan tingkatproduktvitas tinggi dan metode manajemen pengelolaan tanaman dan sumberdayasecara terpadu (Syamsul Bakhri, 2007).

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

145 ISBN: 978-979-17342-0-2

Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung di Indonesia adalah, JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Utara,Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Khusus untuk daerah JawaTimur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karenakondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya. Beberapawilayah lain yang mulai dilirik perusahaan swasta untuk mengembangkan arealjagung tersebut adalah di Merauke Papua seluas 153 ribu ha dari 300 ribu hapotensi lahan yang ada. Selain itu di wilayah Sumatra Utara seluas 15.000 ha,Riau 7.000 ha, Kalimantan mencapai 22.000 ha di antaranya Kalimantan Tengahdan Kalimantan Barat, Sulawesi lebih dari 50.000 ha (http://agribisnis/investasi-budidaya-jagung-Hibrida.html, 4 Juni 2011).

Budidaya jagung dengan sistem tanam ”mantenan” adalah menanamjagung dengan mengatur jarak tanam ganda dengan tujuan menghasilkan produksiyang tinggi serta dapat memberikan kemudahan bagi petani dalam hal melakukanpenyiangan, pemupukan, pengendalian hama/penyakit dan cara melaksanakanpanenan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat pendapatan danefisiensi dalam usahatani jagung menggunakan sistem tanam ”mantenan’.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah ”on farm research” pada lahanseluas 5000 m2 dengan melibatkan petani jagung yang tergabung didalamkelompoktani ”Tani Jaya” dusun Taraman desa Sinduharjo, kec Ngaglik, kab.Sleman . Penelitian dilakukan pada musim tanam bulan Juni – September 2010.Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisa pendapatan dan biayausahatani yang dinilai berdasarkan kelayakan ekonomi dengan mengunakanrumus MBCR/Ratio keuntungan dan biaya marginal (Palaniapan, 1985).Yaitu :

P(B) – P(P)MBCR = ----------------------

TB(P)-TB(P)

Dimana : MBCR = Ratio keuntungan dan biaya marginal;P(B) = Penerimaan pada teknologi baru (sistem tanam”mantenan”)P(P) = Penerimaan pada teknologi petani(sistem tanam biasa)TB(B) = Total Biaya teknologi Baru (sistem tanam”mantenan”)TB(P) = Total Biaya teknologi petani (sistem tanam biasa)MBCR= 1 teknologi baru (sistem tanam”mantenan”) tidak memberikantambahan penerimaan dibanding teknologi petani (sistem tanam biasa ).MBCR ≥ 2 teknologi baru (sistem tanam”mantenan”) memberikan tambahanpenerimaan dan layak untuk dikembangkan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

146 ISBN: 978-979-17342-0-2

Hasil dan Pembahasan1. Sejarah Budidaya Jagung Sistem “Mantenan”

Pada mulanya petani di dusun Taraman terbiasa menanam jagung denganjarak tanam 20 cm x 70 cm dengan rata-rata produksinya 6 ton /ha. Hal ini dirasasudah cukup memuaskan waktu itu. Akan tetapi pada tahun 2007 secara tidaksengaja muncul teknologi baru bertanam jagung di dusun ini. Hal tersebutbermula dari kegagalan seorang anggota kelompok Tani Jaya dalam bertanamcabe. Untuk menghemat biaya dan tenaga, maka bekas pertanaman cabe tersebutlangsung ditugal dengan biji jagung. Setelah melihat pertumbuhan danperkembangannya yang cukup bagus, maka petani tersebut semakin rajin untukmerawat dan mempelajarinya. Alhasil panenan yang diraihnya melebihi yangbiasa dia peroleh dengan sistem sebelumnya. Cara tersebut diulanginya padamusim tanam jagung berikutnya yang juga diikuti oleh anggota kelompok tanilainnya. Bersama kelompok Tani Jaya, teknologi tersebut berangsur-angsurdisempurnakan. Hingga panen yang mereka peroleh mencapai 8 ton lebihperhektar. Mereka sepakat menamakan teknologi ini sebagai sistem tanam“mantenan”(berjejer dua). Keuntungan sistem tanam “mantenan” adalah jumlahrumpun lebih banyak, hemat tenaga kerja penyiangan dan pembumbunan mudahdan irit dalam pengairan, mudah dalam pengelolaan dan lebih tahan terhadappenyakit busuk pelepah (Anonimus, 2011)

Budidaya jagung sistem tanam “mantenan”Komponen budidaya jagung system tanam “mantenan” meliputi

pengolahan tanah, penyiapan benih, penanaman, pemupukan, penyiangan,pengendalian hama dan penyakit, pengairan dan panen.Pengolahan TanahLahan dibajak sedalam 15 sampai 20 cm, kemudian diratakan / digaruBenih dan Pupuk DasarDisiapkan benih jagung hibrida 20 kg setiap hektar, dan pupuk kandang yangsudah jadi sebanyak 1 ton setiap hektar untuk penutup lobang tanamLubang Tanam dan Cara TanamLubang tanam dibuat dengan menggunakan tugal, benih dimasukkan ke dalamlubang tanam, satu lubang satu benih, kemudian segera ditutup dengan pupukkandang yang sudah matang.Untuk mengetahui gambaran sistem penanaman jagung yang biasa diterapkanpetani pada umumnya dan sistem tanam “mantenan’ dapat dilihat pada gambar 1dan gambar 2.

Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau ataugunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsungtidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akandibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidaktumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benihserta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

147 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 1. Penanaman jagung sistem biasa dengan jarak tanam 20 cm x 70 cm

Gambar 2. Penanaman jagung sistem “mantenan” dengan jarak tanam 20 cm x40 cm x 80 cm

Pemupukan

Tabel 1. Jenis, dosis, waktu dan cara pemupukan pada budidaya tanamanjagung sistem tanam “mantenan”

Jenispupuk

Dosis(kg/ha)

Umur tanaman(hari) Cara pemupukan0 - 10 20 - 25 40 - 45 DDiibbeennaammkkaann ddeennggaann

jjaarraakk 55 -- 1100 ccmm ddaarriippaannggkkaall bbaattaanngg

Urea 400 150 150 100NPK

(phonska)200 100 100 -

Pupukkandang

1000 1000 - -

Penyiangan

Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan kedua ( umur 3minggu ) dan penyiangan ke dua sebelum pemupukan ketiga ( umur 6 minggu )sekaligus pembumbunan. Pembumbunan dilakukan bersamaan denganpenyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

148 ISBN: 978-979-17342-0-2

dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanyaaerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktupemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengancangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akanterbentuk guludan yang memanjang. Penyiangan jangan sampai menggangguperakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuatmencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama utama tanaman jagung pada umumnya adalah ulat yangmenyerang pada ujung tanaman, dan dapat dikendalikan dengan furadan 2butir per pupus.

Pengairan

Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bilatanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namunmenjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perludialirkan pada parit-parit di antar a bumbunan tanaman jagung. Pengairandilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada waktu pemupukan pertama sampaipemupukan ke tiga dan pada waktu tanaman berumur 60 HSTPanen

Panen dilakukan pada saat tanaman berumur kurang lebih 100 hari dansetelah dipanen, jagung segera dikeringkan untuk mencegah serangan jamur.

2. Analisis Usahatani Jagung dengan sistem tanam “mantenan” dan sistemtanam biasa

2.1. Penggunaan sarana produksi

Sarana produksi yang digunakan pada budidaya tanaman jagung baiksistem tanam ”mantenan” dan sistem tanam biasa meliputi benih, pupuk, pestisidadan herbisida. Tabel 2 memperlihatkan penggunaan sarana produksi padausahatani Jagung dengan sistem tanam ”mantenan” dan sistem tanam biasa.

2.2. Penggunaan tenaga kerja

Tenaga kerja yang digunakan pada usahatani jagung adalah tenaga kerjamanusia dan traktor. Traktor diperlukan pada saat pengolahan tanah sedang tenagakerja manusia digunakan pada saat penanaman, penyiangan, pemupukan danpanen/pasca panen. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani jagung dengansistem tanam ”mantenan” dan sistem tanam biasa disajikan pada Tabel 3.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

149 ISBN: 978-979-17342-0-2

2.3. Pendapatan bersih dan nilai MBCR.

Hasil rata-rata hasil tanaman jagung adalah 2100 kg/2500 m2 jagungpipilan kering untuk sistem tanam ”mantenan” dan 1740 kg/ 2500 m2 jagungpipilan kering untuk sistem tanam biasa. Harga jual jagung pipilan kering padasaat penelitian adalah Rp 2400,-/kg sehingga dapat dihitung penerimaan yangdiperoleh petani dengan sistem tanam ”mantenan” Rp 5.040.000,- / 2500 m2

sedang untuk petani dengan sistem tanam biasa Rp 4.176.000,-/ 2500 m2 . DariTabel 4 dapat dilihat bahwa nilai B/C ratio baik sistem sistem tanam ”mantenan”maupun sistem tanam biasa mempunyai nilai yang lebih besar dari satu

Tabel 2. Penggunaan sarana produksi pada usahatani jagung dengan sistem tanam”mantenan” dan sistem tanam biasa di dusun Taraman desa Sinduharjo,Kec Ngaglik, kab. Sleman MT Juni – September 2010.

No Uraian Sistem tanam”mantenan”(Rp)

( luas lahan 2500 m2).

Sistem tanambiasa (Rp)

( luas lahan 2500 m2).Jumlah(HOK)

Biaya(Rp)

Jumlah(HOK)

Biaya(Rp)

1.2.3.

Benih jagung (Bisi 2)Pupuk :-Urea-Phonska-Kompos

6,25

10050

1`000

218.750

160.000110.000200.000

7,5

7550

-

262.500

120.000110.000

-

Jumlah biaya saranaproduksi(Rp)

688.750 492.500

Sumber : Data primer

Tabel 3. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani jagung dengan sistem tanam”mantenan” dan sistem tanam biasa di dusun Taraman desa Sinduharjo,kec Ngaglik, kab. Sleman MT Juni – September 2010.

NoUraian Sistem tanam ”mantenan”(Rp)

( luas lahan 2500 m2).Sistem tanam

biasa (Rp)( luas lahan 2500 m2).

Jumlah(HOK)

Biaya(Rp)

Jumlah(HOK)

Biaya(Rp)

1.2.3.4.5.

Pengolahan tanah (traktor)PenanamanPemupukanPenyianganPanen dan pengol hasil

borongan88

10Sistim bawon

175.000160.000160.000200.000225.000

borongan77

15Sistimbawon

175.000140.000140.000300.000200.000

Jumlah biaya tenaga kerja(Rp) 920.000 955.000

Sumber : Data primer

Dengan nilai B/C ratio lebih besar dari satu berarti bahwapenerimaan/pendapatan yang diperoleh petani selalu lebih besar dari biaya yangdikeluarkan selama berlangsungnya proses produksi. Nilai B/C ratio ini

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

150 ISBN: 978-979-17342-0-2

menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh petani untuk setiap rupiahbiaya yang dikeluarkan selama berlangsungnya proses produksi. Ini berarti pulauntuk setiap rupiah yang diinvestasikan dalam kegiatan usahatani jagungdiperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 1.39 untuk sistem tanam ”mantenan”dan Rp 1,14,- untuk sistem tanam biasa. Makin besar nilai B/C ratio dari satumaka makin besar keuntungan yang diperloleh dan terjadi kadaan sebaliknya bilanilai B/C ratio makin kecil dari satu.Tabel 4. Penerimaan kotor, pendapatan bersih, dan nilai MBCR pada usahatani

jagung dengan sistem tanam ”mantenan” dan sistem tanam biasa didusun Taraman, desa Sinduharjo, kec Ngaglik, kab. Sleman MT Juni –September 2010

No Uraian Sistem tanam”mantenan”(Rp)

( luas lahan 2500 m2).

Sistem tanam biasa(Rp)( luas lahan 2500 m2).

1. Penerimaan kotor 5.040.000 4.176.0002. Biaya sarana produksi 688.750 492.500

3. Biaya tenaga kerja 920.000 955.000

4. Biaya sewa lahan 500.000 500.0005. Total Biaya Produksi 2.108.750 1.947.5006. Pendapatanh bersih(1 – 5) 2.931.250 2.228.5007. B/C 1,39 1,148. MBCR 4,36Sumber : Data primer

Dari hasil pengkajian menunjukkan bahwa pendapatan bersih yangdiperoleh dari usahatani jagung sebesar Rp 2.931.250/2500 m2 untuk sistemtanam “mantenan” dan Rp 2.228.500/2500 m2 untuk sistem tanam biasa(Tabel 4).Pendapatan bersih usahatani jagung dengan sistem tanam ”mantenan” lebih tinggibila dibandingkan dengan system tanam biasa atau meningkat 31,53 %. MenurutFlin (1982) dalam Saleh, dkk, 1993 bahwa teknologi baru akan mempunyaipeluang untuk diadopsi petani bila memberikan keuntungan sedikitnya 30 % lebihtinggi dari teknologi yang biasa diterapkan oleh petani. Dari hasil perhitunganmenunjukkan bahwa ratio keuntungan dan biaya marginal (MBCR) mempunyainilai 4,36 ini artinya bahwa setiap tambahan biaya produksi Rp 1.000,- akanmendapat keuntungan sebesar Rp 4,36,-. Dilihat dari nilai MBCR yang lebih besardari dua maka penerapan teknologi tanam ”mantenan” lebih efisien danmenguntungkan dibandingkan dengan sistem tanam biasa.

KesimpulanDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : Pendapatan bersih usahatani jagung dengan sistem tanam ”mantenan” lebih

tinggi bila dibandingkan dengan usahatani jagung dengan sistem tanam biasadengan peningkatan pendapatan bersih sebesar 31,53 %.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

151 ISBN: 978-979-17342-0-2

Rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh dari usahatani jagung sebesar Rp2.931.250/2500 m2 untuk sistem tanam “mantenan” dan Rp 2.228.500/2500m2 untuk sistem tanam biasa.

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa ratio keuntungan dan biayamarginal (MBCR) mempunyai nilai 4,36 ini artinya bahwa setiap tambahanbiaya produksi Rp 1.000,- akan mendapat keuntungan sebesar Rp 4,36,-.Dilihat dari nilai MBCR yang lebih besar dari dua maka penerapan teknologitanam ”mantenan” lebih efisien dan menguntungkan dibandingkan dengansistem tanam biasa.

Daftar Pustaka

Anonimusa, 2011. Peluang Investasi Agribisnis Jagung.http://www.bacaanonline.com/peluang- investasi-agribisnis- 4 Juni 2011

Anonimusb, 2011.Budidaya Tanaman Jagung dengan Sistem tanam “mantenan”.Kelompok tani “Tani Jaya” dusun Taraman desa Sinduharjo, kec Ngaglik,Kab. Sleman

Badan Litbang Pertanian, 2003 . Panduan Umum Pelaksanaan Litkaji danProgram 3-Si. Hasil Litkaji Edisi 2003. Departemen Pertanian. Jakarta

Palaniapan, S.P, 1985 Croping Sistem in the tropic, Principles andManagementWiley easter United and tamil nadu Agricultural UniversityCombatore, India.

Syamsul Bakhri, 2007. Budidaya Jagung dengan Konsep Pengelolaan TanamanTerpadu(PTT)

Susilo Astuti Handayani, 2011. Teknologi Produksi Jagung Hibrida.Pusbangluhtan. Sinar tani edisi 31 Mei 2011

http://agribisnis.pedagangkakionline.com/investasi-budidaya-jagung-hibrida.html,4 Juni 2011

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

152 ISBN: 978-979-17342-0-2

UJI ADAPTASI ALAT PENGOLAHAN PUREE MANGGADALAM MENUNJANG PENDAPATAN KELUARGA PETANI

Mahargono Kobarsih, Titiek F.D. dan Yeyen P.W.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta

Abstrak

Kabupaten Gunung Kidul, DIY merupakan sentra buah mangga lokal yangdiberi nama mangga Malam. Namun demikian buah mangga mudah rusaksehingga menjadi kendala dalam pemasaran. Untuk meningkatkan nilai tambahbuah mangga dan memperpanjang daya simpannya serta dapat dikonsumsi diluarmusim dilakukan pengolahan. Salah satunya dalam bentuk produk olahan puree.Penelitian ini bertujuan menguji alat pengolahan puree untuk home industripengolahan puree mangga yang dapat mencapai tingkat kemanisan > 10 Brixdengan kapasitas 500 kg buah mangga per jam dan rendemen puree 50% di DIYdengan menggunakan teknologi dari BB Mekanisasi Pertanian dan BBPascapanen untuk model agroindustri pengolahan pure mangga Malam spesifiklokasi. Pengujian dilakukan di laboratorium Pasca Panen dan Alsintan BPTPYogyakarta dan di Kelompok Wanita Tani di Kabupaten Gunung Kidul. Dari hasilpengujian mesin pulper dan pasteurisasi modifikasi BB. Mekanisasi Pertanian danBB. Pasca panen mempunyai kapasitas giling bubur buah 300,48 kg/jam atausetara dengan 552,04 kg daging buah mangga malam. Dengan Adanya penyaring,sikat pengaduk plastik dan pisau screw diharapkan mesin pulper ini dapatdigunakan untuk mengolah buah-buahan selain mangga. Unit pasteurisasi mampumenekan jumlah mikroorganisme pada suhu 90oC dalam waktu 3 menit menjadi5,52 x 104 CFU/gram.

Kata kunci : Mangga malam, pengolahan puree, pulper, pasteurisasi

Abstract

Gunung Kidul regency, DIY represent the local central of mango called aMango cv Malam. The mango produce in Gunung Kidul regency in the 2007 yearwas high enough, that is equal to 1.300.374 tons. However, mango fruit are easilydamaged so that a constraint in marketing. Processing can increase the addedvalue of mango, extend storability and can be consumed outside of the season. Oneof them in the form of refined are products puree. The objective of the resarch is totest the pulper for home industries puree mango which can achieve the level ofsweetness> 10 Brix with a capacity of 500 kg of fruit per hour and the yield ofmango puree 50% in DIY to agro-processing model mango cv malam puree sitespecific. experiments are carried out in laboratory scale and field in Gunung KidulRegency. Results of the testing pulper and pasteurization modification has amilling capacity of 300.48 kg / hr, equivalent to 552.04 kg of mango cv malam.With the presence of filters, brushes and a plastic stirrer blade screw pulpermachine is expected to be used to process fruits besides mangoes. Pasteurizationunit was able to suppress the number of microorganisms at 90oC in 3 minutes to be5.52 x 104 CFU / gram.

Keyword : Mango cv Malam, processing, pulper and pasteurization

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

153 ISBN: 978-979-17342-0-2

PendahuluanDaerah Istimewa Yogyakarta memiliki empat kabupaten dan satu

kotamandya. Salah satu kabupaten di DIY, yaitu Kabupaten Gunung Kidulmerupakan sentra buah mangga lokal yang diberi nama mangga malam. Produksimangga di Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar1.300.374 ton. Untuk tahun-tahun mendatang, ditargetkan produksi mangga diKabupaten Gunung Kidul mencapai kurang lebih 19.342.400 ton (Anonim, 2007).Mangga malam memiliki ukuran yang sangat beragam, berat buah berkisar antara250 - < 350 g (Grade C); 350 - < 450 g (Grade B) dan 450 – 550 g (Grade A).(Anonim, 2008).

Buah mangga dikenal sebagai komoditas hortikultura musiman dantergolong mudah rusak sehingga menjadi kendala pemasaran buah mangga. Untukmeningkatkan nilai tambah buah mangga dan memperpanjang daya simpannyaserta dapat dikonsumsi diluar musim, dapat dilakukan pengawetan menggunakanteknologi pengeringan, teknologi pemanasan atau teknologi pengolahan antaralain dalam bentuk produk olahan puree, dodol, keripik dan manisan manggakering (Setiyadjit et al, 2009).

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan pengolahan teknologi pascapanen yang dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan memberikan nilaitambah komoditas mangga. Salah satu teknologinya yaitu diolah menjadi pureebuah. Puree berupa bubur buah yang merupakan produk setengah jadi, dapatdiolah lagi menjadi produk olahan pangan lebih lanjut antara lain jus, jam, selai,squash, leather mangga, dodol atau es krim. Teknologi pengolahan pure manggatelah dihasilkan oleh BB Pengembangan Pasca Panen Hasil Pertanian, BadanLitbang Pertanian. Oleh karena itu, teknologi tersebut perlu dikaji untukpengembangan model agroindustri khususnya di DIY.

Usaha agro industri dan agribisnis puree buah dapat diarahkan kepada agroindustri rumah tangga ataupun agro industri skala menengah yang menyerapbahan baku yang lebih besar (Setyono, et al. 2002). Hal ini akan merangsanggairah petani dalam hal meningkatkan produksi pangan dan membuka peluangpasar. Agro industri di pedesaan akan mendorong pengembangan industripedesaan skala rumah tangga, sehingga dapat memberdayakan petani berwirausaha, meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat serta mendorongkesempatan kerja di pedesaan. Pengembangan agro industri perlu sentuhanteknologi pangan dan gizi sehingga akan menghasilkan bahan baku yang bermutubaik dan kontinyu dalam penyediaannya serta menghasilkan produk baru yangmemenuhi selera konsumen .

Kegiatan penelitian ini bertujuan menguji alat pengolahan puree untuk homeindustri pengolahan puree mangga yang dapat mencapai tingkat kemanisan > 10Brix dengan kapasitas 500 kg buah mangga per jam dan rendemen puree 50% diDIY dengan menggunakan teknologi dari BB Mekanisasi Pertanian dan BBPascapanen.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

154 ISBN: 978-979-17342-0-2

MetodologiLokasi pengkajian dilaksanakan di desa Watugajah, Kecamatan Gedangsari,

Kabupaten Gunung Kidul. Sedangkan pembuatan alat di pengrajin Wangdi.Pelaksanaan kegiatan awal tahap ini yaitu menyiapkan bahan-bahan dan peralatanpenelitian yang diperlukan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari –November 2010. Pengkajian penerapan model agroindustri ini dilaksanakan diKabupaten Gunung Kidul.

Pada tahap pertama, Kajian pengolahan puree mangga diawali denganoptimalisasi metode pengolahan di laboratorium Pasca Panen dan Pengolahan BPTPYogyakarta menggunakan teknologi pengolahan puree mangga yang digunakandalam kajian ini adalah teknologi yang telah direkomendasikan oleh BBPengembangan Pasca Panen Hasil Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Tahapselanjutnya dilakukan kajian model agribisnis di Kelompok Wanita Tani yangberada di Kabupaten Gunung Kidul yang diawali dengan identifikasi kebutuhanperalatan dan penataan peralatan. Selanjutnya untuk tahap kedua adalah pengujianperalatan yang ada di lokasi kajian. Kajian ini menggunakan buah mangga malamyang diperoleh dari Kecamatan Ngawen dan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul.Buah mangga malam yang digunakan dalam pengolahan puree mangga adalah buahdengan tingkat kematangan optimum. Data-data yang dikumpulkan berupa beratbuah mangga, kulit dan biji hasil pengupasan, daging buah, berat bubur buah, waktupengoperasian, jumlah bahan bakar serta dilakukan pengujian jumlah mikroba hasilpasteurisasi pada suhu 60o, 75o dan 90o C selama 1, 2 dan 3 menit.

Hasil dan Pembahasan

Pengolahan mangga menjadi puree diawali dengan proses sortasi buahuntuk memilih buah dengan kematangan seragam yaitu warna kulit buah kuningdengan tekstur buah lunak serta beraroma. Buah yang mengalami cacat ataumemar karena luka mekanis dan rusak secara mikrobiologis sebaiknya dibuang.Selanjutnya buah dicuci dengan air bersih dilanjutkan dengan pengupasan,pembuatan bubur, pengawetan, pengemasan dan produk siap dijual atau diolahlebih lanjut.

Dari proses pengolahan dilokasi diperoleh hasil rendemen daging buahsebesar 54,43%, kulit buah 23,52% dan biji 22,05%. Hasil ini berbeda pada skalalaboratorium dimana rendemen yang diperoleh yaitu daging buah 76 %, kulit buah10.% dan biji 14 %. Hal ini karena dalam skala laboratorium volume yangdikerjakan sedikit, sedang proses dilapangan dilakukan dalam volume yang besaryaitu lebih dari 100 kg buah mangga, namun demikian nilai tersebut bisadigunakan sebagai perkiraan hasil yang akan diperoleh apabila dikerjakan dalamskala komersial. Proses pembuatan bubur buah dengan pulper dilengkapi mesinbensin 5,5 PK, yang merupakan modifikasi dari peralatan sejenis buatan BalaiBesar Pengembangan Mekanisasi Pertanian dan Balai Besar Pasca Panen serta

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

155 ISBN: 978-979-17342-0-2

pengawetannya dengan pasteurisasi. Rendemen bubur buah dengan alat pulpersebesar 79,62%. Dari hasil pengamatan dan pengukuran diperoleh hasil konsumsibahan bakar mencapai 0,56 liter per jam dan mampu menghasilkan bubur buahsebanyak 300,48 kg per jam nya dari 552,04 kg daging buah mangga malam.

Pada proses pencacahan buah mangga dengan pulper ini masih terdapatserat-serat buah yang tidak terpotong sempurna, hal ini karena silinder pencacahnampaknya kurang mampu mencacah buah yang berserat. Sebagai pembandingdalam skala laboratorium menggunakan food ekstraktor, semua daging buahterlumat rata oleh pisau. Bubur buah hasil cacahan kemudian masuk ke drumpengaduk yang dilengkapi dengan saringan, pengaduk sikat plastik serta pisauscrew yang berfungsi mendorong bubur buah mangga ke arah corongpengeluaran. Untuk keamanan pangan, semua material yang bersentuhan denganbahan makanan dibuat dari besi stainless steel. Dengan adanya saringan danpengaduk sikat plastik maka bubur buah mangga yang menempel di saringan akantersapu bersih menuju corong pengeluaran.

Bubur buah mangga dari masin pulper kemudian dipasteurisasi pada suhu60oC, 75oC dan 90oC dalam waktu 1, 2 dan 3 menit. Selanjutnya dilakukan analisalaboratorium untuk menghitung jumlah mikroba (Erni et al. 2009).

Tabel 1. Jumlah mikroba dalam bubur buah mangga setelah perlakuan pasteurisasipada suhu 60oC, 75oC dan 90oC

Suhu Pemanasan(oC)

Waktu Pemanasan(menit)

Jumlah Mikroba(CFU/gram)

601 9,49 x 104

2 8,93 x 104

3 7,79 x 104

751 7,71 x 104

2 6,90 x 104

3 6,82 x 104

901 6,60 x 104

2 6,11 x 104

3 5,52 x 104

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan pasteurisasi, jumlahmikroorganisme akan semakin berkurang dengan semakin tingginya suhu, namungula dalam bubur buah mangga akan mengalami kristalisasi apabila dilakukanpemanasan dalam waktu lama (Ermi, et al., 2005). Untuk itu pemanasan dalampasteurisasi cukup dilakukan dalam waktu 3 menit. Dengan pemanasan pada suhu90oC selama 3 menit menunjukkan jumlah mikroorganisme yang paling rendahyaitu sebanyak 5,52 x 104 CFU/gram.Kesimpulan

Mesin pulper dan pasteurisasi hasil modifikasi Balai Besar PengembanganMekanisasi pertanian dan Balai Besar Pasca panen mempunyai kapasitas gilingbubur buah 300,48 kg/jam atau setara dengan 552,04 kg daging buah mangga

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

156 ISBN: 978-979-17342-0-2

malam. Dengan Adanya penyaring, sikat pengaduk plastik dan pisau screwdiharapkan mesin pulper ini dapat digunakan untuk mengolah buah-buahan selainmangga. Unit pasteurisasi mampu menekan jumlah mikroorganisme pada suhu90oC dalam waktu 3 menit menjadi 5,52 x 104 CFU/gram. Diharapkan denganadanya unit mesin pulper dan pasteurisasi kelompok wanita tani Desa Watugajah,Gedangsari, Gunungkidul mampu meningkatkan pendapatan dari pengolahanbuah mangga malam dan buah lokal lainnya.

Daftar Pustaka

Anonim, 2007. Laporan Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan. DinasPertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Anonim, 2008. Standar Operasional Prosedur (SOP) Mangga Malam KabupatenGunung Kidul. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan HortikulturaKabupaten Gunung Kidul.

Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat, 2009. Optimasi KecukupanPanas Pada Pasteurisasi Santan Dan Pengaruhnya Terhadap Mutu SantanYang Dihasilkan. Jurnal Pascapanen 6 (1) 2009: 34-42

Ermi Sukasih, Setiyadjit, dan Ratih Dewanti Hariyadi, 2005. Analisis KecukupanPanas Pada Proses Pasteurisasi Puree Mangga. Jurnal Pascapanen 2 (2)2005: 8-17

Setiyadjit, Widaningrum dan S. Prabawati, 2009. Agroindutri puree manggamengatasi panen berlimpah. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr275052.pdf

Setyono, A., Rachmawati, Kunda Dulas Maihero dan Ridwan Rachmat, 2002.Penanganan Produk Samping untuk Meningkatkan Nilai Tambah. LaporanAkhir Tahun Anggaran 2000. Balai Besar Alsintan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

157 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar 1. Tampak depan alat pasteurisasi dengan motor listrik dan pemanas gasLPG

Gambar 2. Alat pulper dengan mesin bensin 5,5 PK

Speed reducer40:1

motor listrik

Pintu pemasukanbahan

box kontrol suhudilengkapitermostat

saluran gas LPG

Kompos LPGotomatis

Kran pengeluaranbahan

Tabung denganwater jaket di

dalamnya As pengadukbahan

Hopper buah

Pencacahdaging buah

Hopper

Silinder pulperdengan

saringan dansikat

penghancurOutlet buburbuah

Belt penerus daya

Speed reducer

motor bensin

Outlet sari buah

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

158 ISBN: 978-979-17342-0-2

KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA SISTEM AGROINDUSTRIKELAPA SAWIT DENGAN PENERAPAN MODEL KLASTER

AGROINDUSTRI

Sutrisno BadriProgram Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klatene-mail: [email protected]

Abstrak

Pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan dengan pola PIRmerupakan pengembangan perkebunan dengan pola hubungan kemitraan. PIR mengaturpola hubungan kemitraan usaha antara perusahaan besar (inti) dengan perusahaan kecil(plasma) SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107/Kpts-II/1999.

Klaster industri merupakan salah satu alternatif pendekatan dalam memperkuatstruktur Agroindustri Kelapa Sawit sehingga mampu meningkatkan kontribusi riil sektoragroindustri terhadap pembangunan nasional. Salah satu komoditas sektor pertanian subsektor perkebunan yang memiliki potensi kuat untuk dikembangkan dan dijagasustainabilitasnya adalah komoditas kelapa sawit. Kelapa sawit di Indonesia merupakansalah satu komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang perlu di imbangidengan keunggulan kompetitif.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius pada pengelolaan danpenguatan kelembagaan sistem agroindustri kelapa sawit adalah: Bagaimanameningkatkan keunggulan kompetitif melalui model klaster industri ?.

Dengan adanya klaster industri diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,yaitu terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif.Keuntungan lainnya adalah pengurangan biaya transportasi dan transaksi (efisiensibiaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry dengan industri terkaitdalam hal distribusi, product development dan pemasaran (meningkatkan value addedchain).

Obyek penelitian dilakukan di kawasan Lintas Timur Kabupaten Ogan KomeringIlir (OKI) Sumatera Selatan pada tahun 2007-2009 pada pola kemitraan inti-plasma yangmerupakan sistem kelembagaan agroindustri kelapa sawit. Penelitian dilakukan denganmetode observasi mendalam (indept observe) dan survey melalui proses identifkasi faktor-faktor pendukung pengembangan klaster dan pemetaan kelembagaan terkait. Teknikpengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan interviu kepada stateholder sebagaipelaku klaster. Analisis data lebih ditekankan pada pendekatan analytic, pemetaan(mapping) pelaku klaster dan formulasikan model konseptual klaster industri kelapa sawit.

Key word: Sistem agroindustri kelapa sawit, Model kelembagaan, Model klasteragroindustri, Model rantai produksi

Pendahuluan

Sistem agroindustri kelapa sawit merupakan interaksi berbagai komponen(entity) kelembagaan yang saling terkait dan mendukung yang berada padakawasan tertentu yang meliputi pengelolaan faktor-faktor input produksi,produsen (perkebunan), pengolahan (manufaktur), distribusi & pemasaran,pembiayaan, serta institusi penunjang lainnya dalam pengelolaan komoditaskelapa sawit.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

159 ISBN: 978-979-17342-0-2

Karena keterbatasan sumber daya (scarsity), maka dalam perspektifekonomi dan industri sistem agroindustri kelapa sawit ini diharapkan mampumemberikan manfaat secara multiplier dan mampu meningkatkan keunggulankompetitif bila didorong melalui kontribusi riil yakni dengan model “KlasterAgroindustri”).

Dalam praktek pengelolaan perkebunan kelapa sawit sering dijumpaibeberapa permasalahan antara lain: (1) Pola PIR menimbulkan adanya duakekuatan yang saling bersaing yaitu antara petani plasma dan perusahaan inti,sehingga masing-masing menggunakan posisi tawarnya dalam menentukan hargajual beli TBS yang sering menimbulkan konflik, posisi tawar antara dua kekuatantersebut tidak seimbang karena adanya ketergantungan yang tinggi petani plasmakepada perusahaan inti untuk mengolah TBS yang dihasilkan petani plasma. (2)Perusahaan inti lebih mendahulukan mengolah TBS yang dihasilkan kebun milikperusahaan ini, dalam kondisi seperti ini petani plasma dirugikan karena TBS-nyaterpaksa menginap di kebun yang pada akhirnya menurunkan kualitas TBS yangberimplikasi terhadap harga TBS menjadi rendah. (3) Perusahaan inti pada saatmembeli TBS petani plasma tidak melakukan pembayaran tunai, akan tetapipembayaran dilakukan satu bulan kemudian karena menunggu penetapan hargadari pemerintah.(4) Rendemen TBS yang berasal dari petani plasma padaprakteknya belum transparan dilakukan oleh perusahaan inti, akibatnya petanihanya menerima laporan jumlah produksi CPO dari pabrik PPKS, hal ini terjadikarena sampai saat ini belum ada lembaga independen yang melakukanpengawasan khusus terhadap rendemen. (5) Ketidak setaraan pengetahuan daninformasi pasar antara perusahaan inti dengan petani plasma, sering terjadi padasaat pembelian TBS, perusahaan inti membeli TBS dari petani dengan harga lokal(rupiah), sedangkan perusahaan inti menjual CPO dengan harga $ (US Dollar), halini terjadi karena perusahaan inti mempunyai akses pasar ekspor, disatu sisi petanitidak pernah mengetahui harga CPO di pasar luar negeri, disparitas harga yangdemikian merugikan pihak petani plasma.

Bertolak dari permasalahan tersebut, maka kajian yang menfokuskan padasistem agroindustri kelapa sawit didasarkan pada peran stakeholder dalam upayaberpihak pada petani plasma untuk mencari solusi terhadap penguatankelembagaan inti-petani plasma.

Petani plasma merupakan bagian integral dalam pengembanganagroindustri kelapa sawit, posisi petani plasma dalam hubungan kemitraan sebagaiprodusen atau pemasok TBS kepada perusahaan inti, sedangkan perusahaan intisebagai pembeli (buyer) tunggal dengan kekuatan finansial yang cukup kuat,karena petani/produsen dalam kondisi yang lemah mengakibatkan posisi tawarmasih tetap rendah. Dari segi penguasaan informasi pasar dan tingkat kesetaraanpengetahuan sebagai partnership petani plasma masih sangat rendah maka posisitawar petani juga semakin lemah.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

160 ISBN: 978-979-17342-0-2

C hance

K ond is i Fakto r(Facto rs C ond is tions)

K ond is i P erm in taan(D em and Facto rs )

Industri Terka it danP endukung R ela ted and

S upporting Industries

S tra teg i P erusahaan,S truktu r dan P ersa ingan

(F irm S tra tegy,S tructu re , and R iva lry)

P em erin tah

Produk turunan CPO sebagai bahan baku industri pengolahan masih sangatterbatas, namun dari penyerapan tenaga kerja usaha perkebunan mampumenampung banyak tenaga kerja. Agroindustri kelapa sawit mampu memberikanmasukan berupa devisa bagi negara dan nilai tambah agrpindutri kelapa sawitcukup tinggi serta nilai tambah pertenaga kerja tinggi.Kerangka Pemikiran

Konsep klaster industri dari Michael E.Porter didasari dari hasilpenelitiannya di dalam membandingkan daya saing internasional di beberapanegara. Negara yang memiliki daerah dengan kandungan mineral yang melimpah,tanah yang subur, tenaga kerja yang murah dan iklim yang baik sebenarnyamemiliki keunggulan bersaing dibanding negara dengan daerah yang “berat”.Akan tetapi ditemui bahwa keunggulan karena keadaan daerah tidak mampubertahan lama. Keunggulan daya suatu negara/daerah dapat bertahan lama didalam ekonomi yang semakin mengglobal bukankah karena kandungan mineraldan tanahnya tetapi karena negara tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadappeningkatan kehlian dan keilmuan, pembentukan institusi, menjalin kerja sama,melakukan relasi bisnis dan memenuhi keinginan konsumen yang semakin banyakdan sulit untuk di penuhi (Porter, 1998).

Porter (1998) berargumentasi bahwa industri di suatu negara/ daerahunggul bukanlah dari kesesuaian sendiri tetapi merupakan kesuksesan kelompokdengan adanya keterkaitan antar perusahaan dan institusi yang mendukung.Sekelompok perusahaan dan institusi pada suatu industri di suatu daerahtersebutlah yang disebut dengan istilah klaster industri.

Gambar-1. Model Diamond Porter (Porter, 1990)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

161 ISBN: 978-979-17342-0-2

Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak hanyaperusahaan besar dan menengah, tetapi juga perusahaan kecil. Adanya klasterindustri akan menstimulasi terjadinya bisnis baru, lapangan kerja baru, parapengusaha baru yang mampu memutar pinjaman baru. Porter (1990)memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang di gambarkandalam model berlian seperti yang dilihat pada gambar-1.

Klaster industri pada dasarnya bukan konsep yang sama sekali baru,namun sejalan dengan perkembangan jaman, telaah konsep/teori dari pengalamanempiris berbagai pihak berkembang dari waktu ke waktu. Beragam definisi dankonsep tentang klaster industri dapat dijumpai berbagai literatur.

Munnic Jr.,et al.(1989) : Klaster Industri adalah konsentrasi geografis dariperusahaan dan industri yang saling berkompetisi, komplementer atau salingterkait yang melakukan bisnis satu dengan lainnya dan/atau memilki kebutuhanserupa akan kemampuan teknologi dan infrastuktur.

Michael Porter (200) : Klaster industri adalah kelompok perusahaan yangsaling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yangterkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.OECD (2000) : Klaster Industri adalah kumpulan /kelompok bisnis dan industriyang terkait melaui suatu rantai produk, ketergantungan atas keterampilan tenagakerja yang serupa atua penggunaan teknologi yang serupa atau salingkomplementer.Deperindag (2000) : Klaster Industri adalah kelompok industridengan core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membetukpartnership, baik dengan supporting industry maupun related industry. Dengandemikian Klaster Industri dapat didefinisikan “kelompok industri spesifik yangdihubungkan oleh jaringan mata rantai proses peningkatan nilai tambah, baikmelalui hubungan bisnis maupun melalui non bisnis”.

Pemodelan dan Pembahasan

Keterkaitan antara pelaku inti dan pelaku lainnya dalam klaster dapatdigambarkan dalam bentuk model kelembagaan. Berdasarkan model stakeholderyang diperlukan dari identifikasi pelaku dan keterimbangan satu sama lain dapatdielaborasi lebih lanjut fungsi dan peran masing-masing untuk memperkuatklaster. Secara umum dapat digambarkan suatu model stakeholder klasteragroindustri kelapa sawit yang ideal seperti pada gambar 2.

Dari Gambar-2 dapat dilihat interaksi dari masing-masing komponenKlaster Agroindustri Kelapa Sawit, dimana seluruh elemen pendukung sesuaiperan dan fungsinya memberikan dukungan pada pelaku inti. Interaksi bersifattimbal balik yang berarti kebutuhan datang dari kedua belah pihak, harmonisasiantar seluruh komponen klaster akan menentukan keberhasilan.

Klaster Agroindustri yang dilihat berdasarkan capaian kinerjapeningkatan nilai tambahan dan keunggulan kompetitif yang berkelenjautansecara jangka panjang. Oleh karena itu perlu diciptakan selalu komunikasi yang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

162 ISBN: 978-979-17342-0-2

efektif sehingga kebutuhan dari industri inti dapat ditangkap oleh industripendukung dan sebaliknya fasilitas yang telah dan dapat disediakan oleh elemenpendukung dapat diakses secara optimal oleh industri inti.

Mekanisme ini dapat terjadi jika ada media komunikasi, untuk itu dansalah satu alternatifnya adalah dengan adanya sebuah forum komunikasinonformal yang disepakati bersama oleh seluruh stakeholder dengan tujuan untukmeningkatan efektifitas fungsional masing-masing stakeholder klaster.Berdasarkan dari model kelembagaan agroindustri kelapa sawit, dengan mengacupada konsepnya Diamond Porter, dihasilkan model klaster agroindustri kelapasawit yang ditunjukkan pada gambar-3.

Berdasarkan gambar-3 (Model Klater Agroindustri Kelapa Sawit), dapatdiperhartikan bahwa terdapat beberapa kekuatan yang masih perlu ditingkatkandan kelemahan yang perlu dikurangi sebagai upaya penguatan agroindustri.Adapun kekuatan-kekuatan yang merupakan salah satu faktor kunci untukmengembangkan klaster agroindustri kelapa sawit adalah sebagai berikut ;

Pelaku IntiPerusahaan /IndustriYang mengolah Tbs

Dari hulu ke hilir- Keuntungan Usaha

- Kesejahteraan Karyawan- Keberlanjutan produksi

MasyarakatSekitar Klaster- Kebanggaan rasa

memiliki- Pengkuatan usaha- Kesejahteraan

Insttusii pendukung- Lembaga Keuangan- Lembaga Penelitian

dan pengembangan(keuangan financial,

manfaat social)

Industri pendukungSuplier bahan baku (Tbs)Suplier bahan pendukung

(Keuntungan usaha, kesejahteraanKaryawan/petani, keberlanjutan usaha

Pemerintah ;’- Pengadaan infra struktur- Peningkatan PAD- Peningkatan minat investor- Perluasan lapangan kerja

Gambar- 2. Model Kelembagaan Agroindustri Kelapa Sawit

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

163 ISBN: 978-979-17342-0-2

a) Potensi Pasar Potensi pasar dalam negeri masih terbuka Potensi pasar luar negeri cukup besar Peluang pemanfaatan produk turunan TBS masih banyak

b) Kondisi faktor utama dan pendukung Ketersediaan lahan untuk perluasan perkebunan Ketersediaan dan jaminan bibit secara kontinyu Ketersediaan sumber daya air Ketersediaan tenaga kerja lokal (buruh) Ketersediaan tenaga ahli dibidang perkebunan dan agroindustri Keberadaan lembaga litbang Tersedianya jaringan teknologi informasi dan komunikasi Tersedianya fasilitas pergudangan dan pelabuhan Dukungan lembaga pembiayaan Peran asosiasi perkebunan yang dalam pengembangan agroindustri

kelapa sawit.

Kelemahan-kelemahan yang merupakan hambatan dalam pengembanganklaster agroindustri kelapa sawit, diantaranya;- Penyediaan lahan untuk perluasan masih banyak masalah dilapangan- Industri pendukung yang belum berkembang, sehingga pabriik pengolahan

kelapa sawit masih terbatas.- Industri terkait yang belum berkembang, sehingga TBS masih dominan sebagai

bahan baku produksi CPO.- Kurangnya tenaga ahli (lokal) dibidang agroindustri kelapa sawit.- Kuantitas pasokan bibit dari sumber lokal masih terbatas.

Beberapa potensi, kekuatan dan kelemahan diatas harus diimbangi dengan

dukungan dari seluruh stakeholder klaster, sehingga potensi yang ada dapat

dimanfaatkan dengan adanya dukungan infra struktur baik ekonomi dan teknologi

yang memadai dari pemerintah maupun industri pendukung lainnya. Deskripsi

industri yang mengolah TBS sebagai contoh klaster Agroindustri kelapa sawit di

Sumatera Selatan.

Perkembangan produksi kelapa sawit di Sumatera Selatan bersifat sangat

dinamis, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan (2004)

terdapat 38 pabrik yang bergerak dibidang produksi CPO, yang tersebar di

Propinsi Sumatera Selatan masing-masing 5 pabrik di Kabupaten Muba, 5 pabrik

di Muara Enim, 3 pabrik di OKU (Ogan Komering Ulu), 8 pabrik di OKI (Ogan

Komering Ilir) dan 1 pabrik di ogan ilir, sehingga jika digambarkan rantai

produksi dari hulu ke hilir seperti gambar-4.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

164 ISBN: 978-979-17342-0-2

Klaster AgroindustriKelapa Sawit

Fungsi PemerintahFasilitasi infrstruktur, kebijakan danregulasi, berperan dalampembinaan, dukungan perizinan.

Fungsi Institusi Pendukung- Dukungan pembiayaan- Pelayanan Perbankan- Penyediaan sumber

pembiayaan dari non Bank

STRATEGI PERUSAHAN,STRUKTUR DAN PERSAINGAN

Mengembangkan StrategiPenguatan Lembaga Patnership

Meningkatkan StrukturLembaga Patnership

Memberikan bantuan teknik dalammenghadapi persaingan

KONDISI FAKTOR

Penyediaan sumberdaya fisiklahan yang mendukungJaminan ketersediaan bahanbaku secara kontinyuJaminan ketersediaan SD.Air yang cukupPenyediaan tenga kerja buruhPenyediaan tnaga ahliKeb. Lembaga Riset & Pengemb.Meny. srn transportasi yg layakMenyediakanFasilitaspergudang dan pelabuhan

KONDISI PERMINTAAN

Penyediaan PasarLuar Negeri

Penyediaan PasarDalam Negeri

KETERKAITAN INDUSTRIPENDUKUNG DAN INDUSTRI TERKAIT

Dukungan distribusi, teknologiproduksi, suporting input produksi

Fasilitas informasi tentangkepastian pasar

Peran asosiasi Perkebunan

yang nyata

Gambar-3 Model Klaster Agroindustri Kelapa Sawit

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

165 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar-4 Rantai Produksi Kelapa Sawit

Kondisi hubungan partnership antara pelaku dalam klaster industri

berbasis bahan baku kelapa sawit saat ini masih kuat dalam kelompok hulu ke

hilir, sehingga peningkatan kinerja klaster ke depan dapat diarahkan terciptanya

suatu interaksi yang positif antara seluruh pelaku klaster agroindustri kelapa sawit.

Interaksi antar pelaku dari petani perkebunan sampai pada industri hilir tertentu

dapat dilihat pada gambar-5.

Pelaku pendukung yang terdiri dari industri pendukung dan industri adalah

pemasok bibit (bahan baku) pupuk, mesin peralatan, obat-obatan, sedangkan

kelompok institusi pendukung diantaranya adalah pemerintah (Dinas perkebunan,

dinas Perindustrian dan Perdagangan, BPN), Lembaga Keuangan, institusi

Pendidikan Latihan (Balai-balai Riset), dan Institusi lain yang ikut berkonstribusi

terhadap keberlanjutan seuah sistem klaster agroindustri. Secara spesifik

hubungan kemitraan inti dengan plasma yang terjadi ditunjukan pada Gambar-6.

Agro

Indu

sri L

evel

I

Peta

ni P

erke

buna

n (P

lasm

a)

Agro

Indu

sri L

evel

II

Pem

asok

AGROINDUSTRI LEVEL III

- PerusahaanPerkebunan (Inti)Pabrik Pks (38 unit)

Pasar LuarNegeri

Pasar DalamNegeri

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

166 ISBN: 978-979-17342-0-2

Gambar-5 Interaksi antara pelaku industri kelapa sawit dalam satu kelompok

Gambar-6 Pola Kemitraan Inti-Plasma

Perusahaan PerkebunanKelapa Sawit (Inti)

Petani/PekebunPlasma

Petani/PekebunPlasma

Petani/PekebunPlasma

PabrikPKS

PabrikPKS

PabrikPKS (n)

38

Pemasok1

Pemasokn

Pemasok2

Perusahaan PerkebunanKelapa Sawit (Inti)

Pemerintah/

Fasilitator

Petani/Pekebun Plasma

LembagaPembiayaan

Perjanjian /Produksi TBS

Perjanjian Kerjasamadan jadwalpengembalian kredit

Kredit dankonversi

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

167 ISBN: 978-979-17342-0-2

Beberapa kewajiban perusahaan inti menjadi mitra kerja petani plasmaantara lain; pengadaan sarana produksi sepanjang diperlukan, membeli danmengolah TBS dari petani plasma, menetapkan harga pembelian TBS menurutrumus harga yang ditetapkan oleh pemerintah, membimbing petani secara terus,merawat kebun dan melaksanakan penanaman yang baik untuk mampumenghasilkan TBS yang bermutu tinggi, membantu lembaga pembiayaan (Bank)dalam kelancaran pengembalian kredit dari petani plasma.

Kondisi riil yang terjadi antara pelaku tidak selalu harmonis sesuai denganyang diharapkan. Temuan penelitian menunjukan bahwa dalam penerimaan TBSpetani /pekebun di pabrik pengolaham PKS sering trejadi penimbunan dan TBSmenginap di kebun cukup lama. Keadaan demikian mengakibatkan kualitas TBSmakin rendah, karena kualitas TBS merupkan fungsi waktu panen dan waktupengiriman, karenanya semakin lama TBS tersebut menginap dikebun makakualitas TBS makin menurun, dampaknya harga yang diterima petani jugasemakin rendah.

Disaming itu perusahaan inti juga mempunyai kebun kelapa sawit,sehingga apabila kapasitas distasiun loading ramp sudah penuh, maka perusahaaninti lebih mendahulukan mengolah TBS yang berasal dari kebun inti, implikasiTBS yang berasal petani mengalami penundaan (delay).

KesimpulanKlaster agoindustri diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu

terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif.Keuntungan lainnya adalah pengurangan biaya transportasi dan transaksi(efisiensi biaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry denganindustri terkait dalam hal distribusi, product development dan pemasaran.

Pengembangan model klaster agroindustri kelapa sawit mampumeningkatkan daya saing perkebunan, meningkatkan efisiensi. Hasil kajianmenunjukkan bahwa model klaster secara konseptuan dapat di-operasional dandi-implementasikan.

Daftar Pustaka

Adriant I, Samadhi A, TMA, 2005.”Perancangan Sistem Pendukung Keputusan UntukMemilih Suplier Capability, Price and Delivery Analysis Chart “ ProceedingSeminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI ITB.

Arman, 2001. Hubungan Pembinaan dan Pengelolaan Kebun dengan produktivitas danPendapatan Perkebunan Pola PIR Kelapa Sawit di Sumatera Selatan. Tesis padaProgram Pascasarjana Universitas Sriwijaya.

Baka La Rianda, 2000. Rekayasa Sistem Pengembangan Agroindustri Perkebunan Rakyatdengan Pendekatan Wilayah, Disertasi pada IPB-Bogor.

Basdabella Supri, 2001. Pengembangan Sistem Agroindustri Kelapa Sawit dengan PolaPerusahaan Agroindustri Rakyat, Disertasi pada IPB-Bogor.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

168 ISBN: 978-979-17342-0-2

Disperindag, 2004 Strategi Industri Nasional, Departemen Perindustrian danPerdagangan, Jakarta.

Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan, 2004 Laporan tahunan 2004Perkebunan.David, F.R, 1997, “ Strategic Management”, 6 Th Edition, Prentice-Hall, Inc., New

JerseyDilworth, J, B, 1992 “ Operation Management: Design, Planning and Control for

manufacturing and service”, Mc-Graw-Hill International Ed., Singapore.Eriyatno, Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen, IPB Press,

Bogor, 2003.Fauzi Y, Ir, Widyastuti , 2002. "Kelapa Sawit” Seri Agribisnis, Penebar Swadaya.

Jakarta.Geoege, Jr., C. S, 1972 , “ Management For Business and Industry”, Prentice-Hall, New

Delhi.Gumbira E, Hariszt I A, 2001. “Manajemen Agribisnis” Ghalia Indonesia.

Jakarta.Soekartawi, 1999. “Teori Ekonomi Produksi” PT Radja Grafindo Persada. JakartaSumardjo, Sulaksana Jaka, Darma Aris Wahyu, 2004. “Kemitraan Agribisnis” Teori dan

Praktik, Penebar Swadaya. BogorHasbi, 2001. Rekayasa Sistem Kemitraan Usaha Pola Mini Agroindustri Kelapa

Sawit. Disertasi pada IPB. BogorHansen, A,2003., Developing a Cluster Based Economic Development Program of A

Region, The Competetive Institute.Marimin, 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial, IPB Press,

Bogor.Nasution M, 2002. ”Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk

Agroindustri” IPB Pres. Bogor.Partiwi Gunani Sri, 2007. “Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Pada

Sistem Agroindustri Hasil Laut”, Disertasi, IPB Bogor.Prayogo, N D, 2005.”Model Optimasi Distribusi Multi Produk Dalam Supply Chain “

Proceeding Seminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI. ITB.Purnomo L B, 2005.”Model Konseptual Supply Chain Center Untuk Optimasi Jaringan

Kerjasama Sistem Produksi “ Proceeding Seminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI. ITB.

Porter, 1980. “M. Competitive Strategy : Techniques for Analyzing Industries andCompetitors”. With a New Introduction The Free Press.

Schoderbek, Schorclerbek & Kefalas, 1985.” Management Systems : ConceptualConsideration”, Business Publications, Inc., Piano, Texas.

Zahri I, 2003. “Pengaruh Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Terhadap pendapatan PetaniPlasma PIR Kelapa Sawit Pasca Konversi di Sumatera Selatan. Disertasi ProgramPascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

169 ISBN: 978-979-17342-0-2

TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN TERHADAP KOMBUCHAROSELLA (Hisbiscus sabdariffa Linn) PADA BEBERAPA VARIASI

PERLAKUAN PROSES PENYAJIAN

CONSUMER FAVORITE LEVEL TO KOMBUCHA ROSELLA(Hibiscus sabdariffa Lin) IN SEVERAL VARIATION

PRESENTATION PROCESS TREATMENT

Merkuria Karyantina1, Linda Kurniawati1, Nanik Suhartatik1, Akhmad Mustofa1

1Fakultas Terknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Abstract

Tendency increasing of degeneratif diseases like diabets militus,cardiovasculer, cancer, stroke, hypentency and another diseases, need a effortsdevelop of functional food/drink. Recently introduced a fermented tea calledkombucha. Kombucha used as theraphy agent for disgetion channel diseases,rheumatism, artheosclerosis, arthritis, disbacteria, constipation, impotency,overweight, cholesterol and cancer. Tea from rosella (Hibiscus sabdariffa Lin)calyx known as antioxidant drink and antihipertency.

pH kombucha rosella is low, so need existence presentation method and thatproduct acceptable by all consumer. For fulfill, one matter that can be done arewith thinning process and several treatment kinds other, like added sweetenerm(sugar) and days of fermentation.

Marginally, in sensory test show inclination number not regular. Thementioned caused selection of panelist is random so panelist don’t have experiencein sensory test. Irrregulary result caused by refraction during test sensory.

This research determined days of fermentation that estimated of benefit forhealth and cosumer like. Panelist like kombucha rosella with thinning excelsiorwith added sugar more and more, because kombucha rosella is not too sour, sweettaste and interesting color. Sensory test result, overall favorite level kombucharosella shows that panelist like kombucha rosella with thinning 1:3 with added 7,5g/100 ml sugar. In condition, kombucha rosella not too sour and sweet.

Keyword : kombucha rosella, thinning, sugar

Pendahuluan

Kecenderungan meningkatnya penyakit-penyakit degeneratif sepertidiabetes militus, kardiovaskuler, kanker, stroke, darah tinggi serta penyakitlainnya, memerlukan suatu upaya dikembangkannya makanan/minuman yangmenyehatkan. Sejak jaman nenek moyang kita, manusia selalu berusaha untuksehat dan panjang umur dengan berbagai cara, mulai dari ramuan tradisionalnyayang terkenal dengan nama jamu sampai berbagai jenis ramuan yang dikemasdengan cara modern.

Baru-baru ini telah diperkenalkan suatu produk fermentasi teh yangdisebut dengan kombucha atau Teh Kombu atau Teh Jamsi (Jamur Siberia) atauTeh Jamur Dipo (Suprapti, 2003). Menurut Dr. R. Sklenar MD, seorang ilmuwanberkebangsaan Jerman, kombucha telah digunakan sebagai agen terapi untuk

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

170 ISBN: 978-979-17342-0-2

penyakit saluran pencernaan, rematik, arteriosklerosis, arthritis, disbakteria,konstipasi, impotensi, kegemukan, batu ginjal, kolesterol, dan kanker (Sklenar,1964). Karena kemampuan penyembuhan dan efek menguntungkan bagikesehatan inilah maka kombucha menjadi sangat populer dan layak untuk dikajilebih lanjut.

Saat ini juga dikenal teh dari kelopak bunga rosella (Hisbiscus sabdariffa).Teh rosella dapat dibuat dengan menyeduh 2-3 kelopak bunga rosella keringdengan 200 mL air panas. Teh rosella juga berkhasiat sebagai minumanantioksidan dan sebagai antihipertensi. Menurut seorang peneliti bidang Ilmu danTeknologi Pangan dari IPB, Ir Didah Nurfarida MSi, kandungan antioksidan padateh kelopak merah adalah 1,7 mmmol/prolox, lebih tinggi dibanding kumis kucingyang antioksidannya teruji klinis meluruhkan batu ginjal (Vitriani, 2007).

Telah dilakukan penelitian sebelumnya tentang optimalisasi prosespembuatan kombucha dengan bahan dasar the dari kelopak bunga rosella. Darihasil penelitian dapat diketahui bahwa kombucha yang dihasilkan mempunyai pHyang sangat rendah, yaitu 2,9-3,1. Dengan pH serendah ini, tidak akan banyakkonsumen yang menyukainya apalagi abgi penderita penyakit maag. Untukmendapatkan fungsi secara maksimal dengan mempertimbangkan tingkatkeasaman kombucha ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentangtingkat penerimaan konsumen terhadap kombucha rosella dengan variasi beberapajenis perlakuan dan kondisi proses fermentasi.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah pH kombucharosella yang rendah menuntut adanya metode penyajian sehingga produk dapatditerima oleh semua kalangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satuhal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses pengenceran danbeberapa jenis perlakuan lain, seperti penambahan pemanis (jenis gula, kadargula, dan lama fermentasi.

Dengan adanya proses pengenceran dan penambahan pemanis setelahproses fermentasi dihentikan maka penerimaan konsumen terhadap kombucharosella dapat ditingkatkan. Untuk menentukan tingkat penerimaan konsumenterhadap produk perlu dilakukan uji kesukaan konsumen. Salah satu uji kesukaanyang sering dilakukan adalah dengan metode hedonic. Parameter yang perlu diujimeliputi rasa manis, rasa masam, warna, dan kesukaan secara keseluruhan.

Metode PenelitianPenelitian diawali dengan pembuatan kombucha rosella sesuai dengan

perlakuan. Adapun variasi perlakuan yang akan dilakukan dalam penelitian iniadalah:

Faktor 1. Faktor pengenceranA1 1 : 1 (1 bagian kombucha + 1 bagian air)A2 1 : 2 (1 bagian kombucha + 2 bagian air)A3 1 : 3 (1 bagian kombucha + 3 bagian air)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

171 ISBN: 978-979-17342-0-2

Faktor 2. Kadar Gula Tebu sebagai pemanisG1 2,5 g/100 mL kombucha rosellaG2 5 g/100 mL kombucha rosellaG3 7,5 g/100 mL kombucha rosella

Bahan PenelitianBahan penelitian yang dibutuhkan meliputi: starter “jamur” Kombu yang

diperoleh dari dr. Henry Naland, Sp.B (K) di Jakarta, rosella kering diperoleh daripasar tradisional setempat, gula pasir merk “Gulaku”, dan aquadest.

Bahan kimia untuk analisis.Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah wadah untuk

fermentasi, kain penutup wadah, kain, gelas takar, panci perebus, peralatan gelasuntuk analisis, autoklaf, thermometer, corong, spektrofotometer, kompor listrik,timbangan listrk, perlengkapan aseptis, dll.

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variance (anova), kemudiandilanjutkan dengan uji beda nyata yaitu DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengantaraf signifikansi 5 %.

Pembuatan Kombucha RosellaKombucha dibuat dengan cara merebus 40 g rosella dalam 1 liter aquadest hingga

mendidih. Setelah terekstrak, saring dengan kain saring dan ditambahkan 10% gula pasir.Ekstrak rosella manis tersebut kemudian dimasukkan dalam wadah yang digunakan untukfermentasi dan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah agak dingin (suhudi bawah 50oC), ditambahkan 10% starter dari volume total.

Parameter Penelitian- pH dengan pH meter (Apriyantono, 1989)- Total Asam sebagai asam asetat (Ranggana, 1997).- Aktivitas Antioksidan dengan Metode Gow – Chin Yen dan Hui – Yin

Chen (Yen dan Chen, 1995).- Uji Organoleptik dengan metode Hedonik tes

Hasil dan PembahasanHasil penelitan Suhartatik dkk (2008) menunjukkan bahwa kombucha

dari kelopak bunga rosella mampu menurunkan kolesterol darah (LDL) tikuspercobaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan dengan pemberiankombucha dan kontrol. Rasa asam pada kombucha masih cukup tinggi, sehinggamasyarakat sebagai konsumen kurang menyukainya.Aktivitas Antioksidan Kombucha Rosella selama Fermentasi

Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegahterjadinya proses oksidasi. Secara tidak langsung, konsumsi antioksidan dalamdiet akan mencegah munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti PJK,arteriosklerosis, diabetes, stroke, dll. Antioksidan yang bersifat alami lebih banyakdigemari karena tidak menimbulkan efek samping dan cenderung lebih amandaripada antioksidan buatan. Melimpahnya ketersediaan antioksidan alami di

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

172 ISBN: 978-979-17342-0-2

alam, mendorong untuk mengkaji lebih lanjut dan mengembangkannya gunamencari sumber antioksidan yang terbaik. Salah satu hal yang dapat dilakukanadalah dengan menggabungkan dua jenis proses atau bahan atau campuran antarakeduanya. Yaitu dengan cara memfermentasikan air seduhan kelopak bungarosella menjadi kombucha dengan memanfaatkan efek-efek positif yang dapatditimbulkan oleh mikrobia dalam fermentasi kombucha, yang biasa disebutdengan scoby (symbiotic colony of bacteria and yeast). Dengan metode inidiharapkan dapat diperoleh minuman fungsional yang berkhasiat ganda, yaknisebagai antioksidan dan sebagai antihiperkolesterol.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses fermentasi, selainterjadi pembentukan metabolit-metabolit (dalam hal ini yang diharapkan adalahterbentuknya asam organik) juga terjadi perubahan senyawa-senyawa yangmenguntungkan seperti senyawa yang bersifat sebagai antioksidan dalamfermentasi rosella menjadi kombucha rosella. Aktivitas antioksidan kombucharosella cenderung mengalami penurunan selama proses fermentasi. Adapun databesarnya aktivitas antioksidan selama fermentasi berturut-turut 31,344 % (hari ke0), 31,077 % (hari kee 2), 30,818 % (hari ke 3), 30,526 % (hari ke 5), 28,957 %(hari ke 7) dan 29,040 % (hari ke 10). Besarnya aktivitas antioksidan dinyatakansebagai prosentase jumlah radikal bebas yang mampu ditangkap oleh senyawaantioksidan. Semakin besar nilai yang tertera maka semakin besar pula aktivitasantioksidannya.

Kombucha rosella akan mengalami penurunan aktivitas antioksidanmeskipun sangat kecil. Penurunan terjadi setelah ekstrak kelopak bunga roselladifermentasi selama 3 hari. Menurut Suhartatik, dkk., (2006), proses fermentasilarutan teh manis menjadi kombucha akan menurunkan aktivitas antioksidan.Penurunan aktivitas antiokidan kombucha dari kelopak bunga rosella cenderunglebih sedikit daripada penurunan yang dialami oleh kombucha dari daun teh(Camellia sinensis). Walaupun terjadi penurunan aktivitas antioksidan, namunaktivitas antioksidan kombucha rosella masih tergolong tinggi apabiladibandingakan dengan kombucha dari daun teh.

Tingkat Keasaman (pH dan Total Asam) Kombucha Rosella selamaFermentasi

Selama fermentasi kombucha rosella, terjadi penurunan derajat keasaman(pH) dengan terbentuknya berbagai macam asam, seperti asam asetat, asamglukoronat, asam kondroitin sulfat dan lain-lain. Asam-asam terebut bermanfaatbagi kesehatan tubuh. Dalam penelitian ini dilakukan analisa total asam yangdianggap sebagai asam asetat sebagai perwakilan dari asam yang dihasilkan,walaupun data tersebut tidak dapat dikorelasikan langsung terhadap satu atau 2jenis asam organik yang dihasilkan.

Tabel 1. pH dan Total asam kombucha rosella selama fermentasi

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

173 ISBN: 978-979-17342-0-2

LamaFermentasi

pH Total asam

0 hari 2,385 0,008751 hari 2,370 0,007803 hari 2,310 0,008255 hari 2,330 0,009407 hari 2,345 0,0092010 hari 2,365 0,00850

pH kombucha rosella selama fermentasi mengalami penurunan. KisaranpH yang masih bisa diterima oleh lambung manusia kurang lebih 3,00(Naland,2004). pH kombucha cukup rendah, sehingga bisa berakibat kurang baikbila dikomsumsi secara langsung. Untuk menghindari hal tersebut, biasanyakomsumen melakukan pengenceran saat mengkonsumsi kombucha rosella,sehingga aman dikonsumsi.

Asam organik merupakan salah satu komponen yang dihasilkan selamafermentasi kombucha rosella. Hasil perhitungan total asam kombucha rosellamenunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan tertentu. Pada hari ke 1 totalasam cenderung turun, namun cenderung mengalam kenaikan sampai hari ke 7,dan setelah itu cenderung naik lagi. Hal tersebut diakibatkan pada saat awalfermentasi, kandungan asam asetat cenderung sedikit. Bakteri penghasil asamasetat belum terlalu banyak berperan. Hari ke 3 sampai hari ke 7, kandungan asamasetat cendernung meningkat, yang dimungkinkan bakteri penghasil asam asetatmemainkan peranannya selama fermentasi berlangsung. Dalam penelitian ini,dikarenakan kompleksnya kandungan asam organik dalam kombucha rosella sertamembutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit jika dilakukan perhitunganasam organik dalam kombucha rosella, maka perhitungan total asam diambilperwakilan dari asam organik yang dihasilkan yaitu asam asetat.

Uji Sensoris Panelis terhadap kombucha rosellaHasil penelitian pendahuluan yaitu perhitungan aktivitas antioksidan, pH

dan total asam selama fermentasi, maka kegiatan selanjutnya adalah uji sensoristerhadap kombucha terpilih. Adapun kombucha yang digunakan dalam ujisensoris ini diambil dari salah satu perlakuan lama fermentasi yaitu fermentasiselama 3 hari. Pertimbangan dipilihnya perlakuan tersebut adalah aktivitasantioksidannya masih cukup tinggi, pH rendah serta total asam rendah. Walaupunpada hari ke 0 dan ke 1, aktivitas antioksidannya lebih tinggi, namun disinyalirpada hari ke 0 dan 1, metabolit yang dihasilkan selama fermentasi belum optimal,yang ditunjukkan dengan pH dan Total asam masih cukup tinggi. Berikut adalahhasil analisis uji sensoris kombucha rosella

Secara garis besar, pada masing-masing hasil uji sensoris menunjukkanangka kecenderungan yang tidak teratur. Hal tersebut dikarenakan panelis yang

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

174 ISBN: 978-979-17342-0-2

dipilih tidak merupakan panelis yang terlatih. Ketidak teraturan hasil yangdiperoleh bisa disebabkan karena adanya bias selama dilakukannya uji sensoris

Tabel 2. Hasil Uji Sensoris Pembedaan Warna Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5g/100ml(G1)

5g/100ml(G2)

7,5g/100ml(G3)

Pengenceran 1:1 (P1) 4,000 c 3,800 c 1,900 a

Pengenceran 1:2 (P2) 2,900 b 3,800 c 1,900 a

Pengenceran 1:3 (P3) 1,900 a 2,700 ab 2,900 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada ujidengan taraf signifikansi 5%

Tabel 3 . Hasil Uji Sensoris Pembedaan Rasa Asam Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5g/100ml(G1)

5g/100ml(G2)

7,5g/100ml(G3)

Pengenceran 1:1 (P1) 4,700 d 3,200 bc 2,600 ab

Pengenceran 1:2 (P2) 3,100 abc 4,300 cd 2,600 ab

Pengenceran 1:3 (P3) 1,900 a 2,700 ab 2,700 ab

Keterangan:- Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

pada uji dengan taraf signifikansi 5%

Hasil analisis uji pembedaan warna kombucha rosella dengan penambahangula tebu menunjukkan beda nyata antar perlakuan. Semakin banyak penambahangula, panelis semakin tidak menyukai warna dari kombcha rosella yang cenderungtampak semakin keruh. Pengenceran dengan perbandingan 1:1 cenderung palingdisukai dengan penambahan gula 2,5 g/100 ml. Semakin banyak penambahanairnya, konsumen cenderung semakin suka warna kombucha rosella, karenacenderung semakin cerah dan menarik.

Tabel 4 . Hasil Uji Sensoris Pembedaan Rasa Manis Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5g/100ml(G1)

5 g/100ml(G2) 7,5g/100ml(G3)

Pengenceran 1:1 (P1) 1,500 a 2,700 ab 1,700 a

Pengenceran 1:2 (P2) 1,500 a 1,900 ab 2,400 ab

Pengenceran 1:3 (P3) 2,500 ab 2,100 ab 3,100 b

Keterangan:- Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji dengan

taraf signifikansi 5%

Hasil analisis uji pembedaan rasa asam menunjukkan bahwa menurutpanelis kombucha yang paling asam asam dengan pengenceran 1:1 sertapenambahan gula 2,5 g/100 ml. Semakin tinggi faktor pengenceran sertapenambahan gula, rasa asam pada kombucha semakin hilang. Kombucha dengan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

175 ISBN: 978-979-17342-0-2

rasa kurang asam menurut panelis adalah kombucha dengan pengenceran 1:3dengan penambahan gula 2,5 g/100 ml.

Hasil uji sensoris pembedaan rasa manis kombucha rosella menunjukkanbahwa semakin tinggi faktor pengenceran, panelis semakin merasakan rasakombucha yang semakin manis. Begitu pula dengan semakin banyak penambahangula, rasa manis semakin terasa. Tingkat kemanisan yang paling tinggi adalahpada kombucha dengan pengenceran 1:3 dan penambahan gula 7,5 %. Sedangkanrasa manis kurang terasa pada pengenceran 1:1 dan 1:2 dengan penambahan gula2,5 g/100 ml.

Tabel 5. Hasil Uji Sensoris Kesukaan Warna Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5 g/100ml (G1) 5 g/100ml (G2) 7,5 g/100ml (G3)

Pengenceran 1:1 (P1)4,100 c 4,100 c 2,300 a

Pengenceran 1:2 (P2) 3,400 bc 4,100 c 2,100 a

Pengenceran 1:3 (P3) 2,100 a 3,200 b 3,400 bc

Keterangan:- Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata padauji dengan taraf signifikansi 5%

Hasil uji sensoris kesukaan warna kombucha rosella menunjukkan bahwapanelis menyukai warna kombucha rosella dengan pengenceran 1:1 denganpenambahan gula 2,5 g/100 ml, pengenceraan 1:1 dan 1:2 dengan penambahangula 5 g/100 ml. Semakin banyak penambahan gula dengan semakin tinggi faktorpengenceran panelis cenderung kurang menyukai, karena warna kombuchacenderung lebih muda, kurang menunjukkan kekhasan warna kombucha rosellayang cenderung merah kecoklatan.

Tabel 6. Hasil Uji Sensoris Kesukaan Rasa Asam Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5 g/100ml(G1)

5 g/100ml(G2)

7,5 g/100ml(G3)

Pengenceran 1:1 (P1) 1,900 a 3,500 c 2,200 ab

Pengenceran 1:2 (P2) 2,500 abc 2,400 abc 2,500 abc

Pengenceran 1:3 (P3) 2,500 abc 3,100 abc 3,300 bc

Keterangan:- Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji dengan

taraf signifikansi 5%

Hasil analisis uji sensoris kesukaan rasa asam pada kombucha rosellamenunjukkan bahwa, panelis menyukai rasa asam kombucha dengan tingkatpengenceran 1:1 dan penambahan gula 5 g/100 ml. Pada kondisi tersebut,kombucha masih terasa asam tetapi agak sepat sehingga menyegarkan untukdinikmati. Semakin tinggi tingkat pengenceran dan penambahan gula, panelissemakin tidak merasakan rasa asam. Hal tersebut dimungkinkan karena panelisbelum terlatih dalam melakukan uji sensoris, sehingga hasil yang diperoleh darimasing-masing panelis kadang tdak stabil atau bias.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

176 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 7. Hasil Uji Sensoris Kesukaan Rasa Manis Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5g/100ml(G1)

5 g/100ml(G2) 7,5g/100ml(G3)

Pengenceran 1:1 (P1) 1,800 a 3,600 d 1,900 ab

Pengenceran 1:2 (P2) 2,100 abc 2,500 abcd 3,300 cd

Pengenceran 1:3 (P3) 3,200 cd 3,100 bcd 3,700 d

Keterangan:- Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata padauji dengan taraf signifikansi 5%

Hasil analisis uji sensoris kesukaan rasa manis pada kombucha rosellamenunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran serta penambahan kadarrgula, konsumen cenderung semakin menyukai rasa manis pada kombucha. Haltersebut disebabkan rasa asam pada kombucha tertutup oleh semakin tingginyafaktor pengenceran serta penambahan gula.

Tabel 8. Hasil Uji Sensoris Kesukaan Keseluruhan Kombucha Rosella

Faktor PengenceranKadar Gula Tebu

2,5 g/100ml(G1) 5 g/100ml(G2) 7,5 g/100ml(G3)

Pengenceran 1:1 (P1) 1,600 a 3,900 cd 2,700 abc

Pengenceran 1:2 (P2) 2,300 ab 2,800 abc 2,600 ab

Pengenceran 1:3 (P3) 2,700 abc 3,400 bcd 4,300 d

Keterangan:- Angka yang diikuti oleh notasi yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji dengan taraf signifikansi 5%

Hasil analisis uji sensoris tingkat kesukaan keseluruhan kombucha rosellamenunjukkan bahwa panelis secara keseluruhan menyukai kombucha roselladengan pengenceran 1:3 serta penambahan gula 7,5 g/ 100 ml. Pada kondisitersebut kombucha tidak terlalu asam dan terasa manis menyegarkan. Panelissecara keseluruhan cenderung tidak menyukai kombucha dengan pengenceran 1:1dengan penambahan gula 2,5 g/100 ml. Pada kondisi tersebut, kombucha terasaasam, sehingga kurang disukai konsumen.Kesimpulan1. Lama fermentasi kombucha rosela minimal 3 hari agar memperoleh manfaat

vagi kesehatan, dimana aktivitas antioksidan masih cukup tinggi.2. Panelis lebih menyukai warna kombucha rosela dengan pengenceran 1 : 1

dengan penamabahan gula 2,5 g/100 ml.3. Panelis lebih menyukai rasa asam kombucha rosela dengan tingkat

pengenceran 1 : 1 dan penambahan gula 5 g/100 ml, dimana rasa tidak terlaluasam, ada kombinasi rasa manis dan agak sepat.

4. Secara keseluruhan panelis menyukai kombucha rosela dengan pengenceran1 : 3 serta penambahan gula 7,5 g/100 ml, dimana rasa tidak terlalu asam dantidak terlalu manis.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

177 ISBN: 978-979-17342-0-2

Daftar PustakaChen, 2003. dalam: Maryani, H dan Kristiana, L. 2005. Khasiat dan Manfaat ROSELA.

PT AgroMedia Pustaka. JakartaHerrera.A.A., Flores.R.S., Chavez.S.M.A. 2004. Effectiveness and Tolerability A

Standardized Extract from Hibiscus sabdariffa in Patients With Mild toModerate Hipertension. Phytomedicine., 11(5): 357-82. July.http://www.ncbi.nlm.nih.gov

Kirdpon.S., Nakorn .S.N., Kirdpon. W. 1994. Changes in Urinary Chemical Compotitionin Healthy Volunteers after Consuming Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.).J.Med Assoc Thai, 77 (6): 314-21, June,

Maryani, H dan Kristiana, L. 2005. Khasiat dan Manfaat ROSELA. PT AgroMediaPustaka. Jakarta

Naland, H., 2004. Kombucha Teh Ajaib Pencegah & Penyembuh Aneka Penyakit.Jakarta: P.T. Agro Media Pustaka. 37 hal.

Odigie. 2003. dalam: Maryani, H dan Kristiana, L. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella.PT AgroMedia Pustaka. Jakarta

Ranggana, S., 1997. Manual Analysis and Vegetable Product. New Delhi: Mc. Graw HillPublishing. Co. Ltd.

Sklenar, R., M.D., 1964. Erfahrungssheilkundee. Zeitscriff fur die tagliche Praxis, XIII:3.Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi., 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. Jogjakarta: Liberty.Suprapti, L., 2003. Teh Jamsi dan Manisan Nata Berkhasiat Obat. Jogjakarta: Kanisius.

72 hal.Vitriani, V., 2007. Khasiat Kuntum Rosella dalamYen, G.O. and Y. Chen, 1995. Antioxidant Activity of Various Tea Ekstraks in Relation to

Their Antimutugenicity. J. Agric. Food Chem. 43 : 27 – 32.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

178 ISBN: 978-979-17342-0-2

PEMBUATAN SUSU KECIPIR DENGAN VARIASIBERAT WIJEN DAN LAMA PEREBUSAN

Linda Kurniawati1 dan Wirnaningsih2

1Fakultas Teknologi Pertanian, UNISRI Surakarta2Alumni FTP UNISRI Surakarta

Abstrak

Tuntutan diperolehnya produk susu dengan keamanan dan kandunganprotein yang menyerupai susu sapi menyebabkan dialihkannya perhatian padasumber protein nabati. Biji kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) dapat diolahmenjadi susu karena memiliki kandungan protein yang hampir setara dengankedelai. Dalam proses tersebut, selain bahan baku, juga perlu penambahanbahan lain agar hasilnya memenuhi selera konsumen. Biji wijen (Sesamunindicum L.) merupakan bahan pembantu yang dapat menghilangkan bau langupada susu kecipir, karena jika biji wijen disangrai, akan mengeluarkan minyakyang beraroma sangat harum dan gurih. Minyak wijen ini juga berperan sebagaipengikat aroma dan katalisator, sehingga bau langu dapat dihilangkan.Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak KelompokLengkap (RAKL) faktorial yang terdiri atas 2 faktor yaitu penambahan biji wijen(0 g, 75 g, 85 g dan 95 g) dan lama perebusan (20 menit, 25 menit dan 30 menit).Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam F pada jenjang 0,05. Jikaada beda nyata dilanjutkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) 5 % untukmengetahui beda nyata antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwasemakin tinggi penambahan berat wijen, maka kadar protein dan lemak semakinmeningkat. Pada perlakuan penambahan wijen 95 g dan lama perebusan 20menit, menghasilkan susu kecipir yang cukup disukai oleh panelis dengandidukung oleh faktor-faktor lain, yaitu kadar protein 2,846 %, kadar lemak 3,348%, warna coklat muda sekali dan aroma kecipir (langu) tidak terasa.

Kata kunci : Biji kecipir, Berat wijen, Lama perebusan, Kualitas.

THE MADE OF KECIPIR MILK WITH THE VARIATIONS OFSESAME WEIGHT AND BOILING DURATION

Abstract

The demand of dairy product secure and protein content similar tocow milk leads the attention turn to the plant protein source. The kecipir(Psophocarpus tetragonolobus) seed can be processed into milk because itscontains the protein level almost equall to soybean. In that processing otherwisemain material, also needs other materials in order to meet the consumers taste.Sesame (Sesamun indicum L.) seed is a supporting material to removeunpleasant odour from the kecipir milk, because is sesame seeds are roasted, itwill release aromatic and crisp oil. The sesame oil can also serve as an aromatic

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

179 ISBN: 978-979-17342-0-2

binder and catalyst so the unpleasant odour can be removed. This research usedfactorial completely random design with two factors : sesame seeds addition (og, 75 g, 85 g, and 95 g) and boiling duration (20 minutes, 25 minutes, and 30minutes). The data obtained, then analysed using F variance test at significancelevel of 5 %. If there was significant difference, it was then followed with DuncanMultiple Range Test (DMRT) 5 % to find out inter treatments significantdifference. The result of research shoes that the higher sesame weight added,made a higher protein and fat level too. The 95 g sesame addition and 20 minutesboiling duration treatment product gain panelist-preferred it is also supported byother factors such as protein 2.846 %, and fat levels 3.348 %, very light browncolour and unpleasant odour aroma is lost.

Key words : kecipir milk, sesame weight, boiling duration

PendahuluanTuntutan diperolehnya produk susu dengan keamanan dan kandungan protein

yang menyerupai susu sapi menyebabkan dialihkannya perhatian pada sumber proteinnabati. Saat ini, susu nabati yang banyak dikenal orang adalah susu yang berasal dari bijikedelai. Kedelai dipilih sebagai bahan baku susu karena dipandang memiliki kandungangizi yang tinggi, khususnya kandungan protein yang terdapat dalam susu kedelai tersebut.

Tetapi saat ini, negara kita mengalami masalah yang sangat signifikan mengenaikedelai.Banyak produsen-produsen yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku untukproduk mereka, harus gulung tikar karena naiknya harga kedelai di pasaran, begitu puladengan para produsen susu kedelai (Anonim 2007).

Untuk mengurangi ketergantungan susu nabati terhadap kedelai, maka perluadanya pengenalan biji-bijian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatansusu nabati. Salah satu biji-bijian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakupembuatan susu nabati adalah biji kecipir. Pada dasarnya semua biji-bijian dapat diprosesmenjadi susu, termasuk kecipir. Biji kecipir memiliki kandungan protein yang tinggi(29,8-37,4%) hampir setara dengan kedelai (35,1%) (Haryoto,1996 a).

Umumnya kacang-kacangan mengandung unsur yang merintangi kerja enzimtrypsin (asam lambung) untuk menguraikan protein menjadi asam amino di pencernaan.Unsur penghambat yang ada dalam kecipir setelah diproses menjadi susu akan melemah,sehingga tidak menghalangi kerja asam lambung. Maka zat-zat yang terkandung dalambiji kecipir lebih mudah dimanfaatkan oleh tubuh. Susu kecipir ini, masih kurang disukaimasyarakat Indonesia, karena aromanya yang kurang sedap (bahasa jawa: Langu). Olehkarena itu perlu dilakukan perlakuan dan penambahan bahan pembantu untukmeningkatkan rasa, aroma dan kualitas susu kecipir.

Menurut Haryoto (1996 a), biji wijen (Sesamun indicum) merupakan salah satubahan pembantu yang berfungsi untuk menghilangkan bau langu. Biji wijen dipilih,karena jika wijen disangrai, akan mengeluarkan minyak yang beraroma sangat harum dangurih. Minyak wijen ini juga berperan sebagai pengikat aroma dan katalisator, sehinggabau langu susu kecipir dapat dihilangkan. Biji wijen juga memiliki beberapa khasiat yaitumemperbanyak air susu ibu (lagtogoga) dan mencegah kanker dan penuaan. Khasiatwijen didapat dari kandungan zat-zat kimia yang diketahui lewat sejumlah penelitian.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

180 ISBN: 978-979-17342-0-2

Beberapa zat yang ada dalam wijen antara lain gliserida (asam oleat, lonoleat,palmitat, stearat, miristinat), protein, prantosa, vitamin A, B1, dan E. Minyak wijen jugakaya akan asam amino seperti arginin sebesar 12,5 mg, histidin 2,1 mg, leusin 8,9 mg danfenilalanin 6,2 mg. Kadar asam-asam amino tersebut lebih besar dibanding asam-asamamino serupa dalam kedelai dan biji kecipir. Kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalamwijen, dapat melengkapi asam amino yang terkandung dalam protein susu kecipir,sehingga dapat menyeimbangkan protein susu kecipir dengan susu hewani (Schuster,1992).

Dalam pembuatan susu kecipir, tahap perebusan perlu diperhatikan, karenamelalui tahap perebusan ini, dapat menghentikan aktivitas enzim penghambat bekerjanyaasam lambung dalam menguraikan protein menjadi asam amino. Oleh karena itu dapatmenaikkan jumlah protein yang terserap, sehingga bila dikonsumsi bisa lebih bermanfaatbagi tubuh. Penelitian tentang susu kecipir sebelumnya menunjukkan bahwa perebusanselama 60 menit menghasilkan susu yang paling sesuai (Anonim 2007). Penelitian inidilakukan untuk mengetahui kualitas susu kecipir dengan variasi penambahan berat wijendan lama perebusan.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta, selama 2bulan.

BahanBahan Utama :

a. Biji Kecipir Tua.b. Biji Wijen.

Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri atas 2 faktor. Faktor I adalah berat wijen (0 g,75 g, 85 g dan 95 g) dan lama perebusan (20 menit, 25 menit dan 30 menit). Data yangdiperoleh dilakukan analisis uji sidik ragam F pada jenjang nyata 0,05. Jika ada bedanyata dilanjutkan DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui beda nyataantar perlakuan pada tingkat signifikan 5%.

Proses Pembuatan Susu KecipirResep susu kecipir (Haryoto, 1996) yang dimodifikasi :1) Biji kecipir 1.000 gram2) Wijen 75 gram3) Soda kue 20 gram4) Gula Pasir 250 gram5) Garam 10 gram

Cara pembuatan susu kecipir terdiri dari 2 tahap yaitu :1. Penyangraian Wijen

a. Panaskan wajan di atas kompor

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

181 ISBN: 978-979-17342-0-2

b. Tuangkan wijen ke dalam wajan sesuai perlakuan (75 g, 85 g, dan 95g), sambildiaduk-aduk dengan irus agar tidak hangus. Penyangraian dilakukan selama 5menit, pada suhu 90o C.

c. Wijen diangkat dan dimasukkan ke dalam toples.2. Pembuatan Susu Kecipir

a. Siapkan biji kecipir yang tua sebanyak 1.200 g, lalu tuangkan biji kecipir kedalam air 2,5 liter, tunggu selama 20 menit. Biji yang mengapung di atas airberarti biji yang jelek dan harus dihilangkan.

b. Rendam biji kecipir yang telah disortir sebanyak 1.000 g ke dalam 3.000 mllarutan soda kue 0,5% (15 g soda kue dalam 3.000 ml air) selama 72 jam dansetiap 8 jam airnya diganti.

c. Selesai perendaman, biji kecipir dibilas dan airnya dibuang kemudian digantidengan air yang bersih sambil dicuci dan diremas-remas dengan tangan.

d. Kemudian biji kecipir direbus selama 60 menit.e. Lalu dilakukan pengupasan kulit ari biji kecipir.f. Biji kecipir digiling dengan memakai blender listrik, bersama air sebanyak 10

liter dan wijen dengan berat sesuai perlakuan (0 g 75 g, 85 g dan 95 g).g. Bubur kecipir hasil penggilingan direbus pada suhu 100o C , dengan lama

perebusan sesuai perlakuan (20 menit, 25 menit dan 30 menit).h. Bubur kecipir hasil rebusan disaring untuk diambil sarinya (bakal susu).i. Bakal susu dimasak pada suhu 90o C (tidak sampai mendidih), selama 10 menit,

sambil ditambah 250 g gula dan 10 g garam.j. Kemudian masukkan susu dalam keadaan panas ke dalam botol dengan bantuan

corong dan langsung ditutup.l. Susu dipasteurisasi dengan cara dipanaskan di dalam air mendidih pada suhu

100o C selama 15 menit, sehingga diperoleh susu kecipir yang steril.

Cara Pengumpulan Data1. Analisis Kadar Protein dengan Metode Lowry-Fallin (AOAC, 1992 dalam

Sudarmadji et al., 1984)2. Analisis Kadar Lemak dan Minyak dengan Soxhletasi (Sudarmadji et al., 1984)3. Uji Organoleptik meliputi warna, aroma, dan tingkat kesukaan keseluruhan dengan

Metode Scorring test (Utami, 1992)

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

182 ISBN: 978-979-17342-0-2

HASILHasil analisis susu kecipir tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar berat

wijen yang digunakan dapat meningkatkan kadar protein dan kadar lemak yang sesuaidengan standar mutu susu nabati.

Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Susu KecipirPerlakuan Kadar Protein (%) Kadar lemak (%)

Perebusan 20’-Wijen 0 g 0.055 a 1,380 aPerebusan 20’-Wijen 75 g 0,094 a 2,122 cPerebusan 20’-Wijen 85 g 0,354 b 2,729 ePerebusan 20’-Wijen 95 g 2,846 f 3,348 fPerebusan 25’-Wijen 0 g 0,071 a 1,618 bPerebusan 25’-Wijen 75 g 0,407 bc 2,372 cPerebusan 25’-Wijen 85 g 0,556 cd 2,891 ePerebusan 25’-Wijen 95 g 3,080 g 3,549 gPerebusan 30’-Wijen 0 g 0,085 a 1,787 bPerebusan 30’-Wijen 75 g 0,601 d 2,497 dPerebusan 30’-Wijen 85 g 1,733 e 3,261 fPerebusan 30’-Wijen 95 g 3,695 h 3,740 h

Keterangan : Purata yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata dengan ujiDMRT 5%

PEMBAHASAN

Kadar Protein Susu KecipirPada tabel 1 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan wijen, kadar

protein susu kecipir semakin meningkat. Hal ini terjadi karena biji wijen jugamengandung protein yaitu sebanyak 20,1 % (Handajani et al., 2006).

Demikian pula semakin lama perebusan, kadr protein yang dihasilkan jugasemakin meningkat. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada lama perebusan 30 menit, kadarprotein susu kecipir sangat tinggi. Menurut Winarno (1991) pemanasan menyebabkandinding sel yang sebagian adalah protein akan mengalami kerusakan, sehinggamengakibatkan protein yang ada di dalam sel akan terekstrak keluar. Oleh karena itusemakin lama perebusan akan semakin banyak protein yang keluar dari dalam biji kecipirsehingga protein yang terkandung dalam susu kecipir akan semakin meningkat.

Kadar Lemak Susu Kecipir.Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan berat wijen, maka

kadqar lemak susu kecipir semakin meningkat. Hal ini terjadi karena biji wijenmengandung 50,4 % lemak nabati (Handajani et al., 2006).

Demikian pula semakin lama perebusan kadar lemak yang dihasilkan semakinmeningkat. Hal ini disebabkan karena semakin lama perebusan bubur kecipir,menyebabkan lapisan sel biji kecipir yang sebagian besar adalah protein menjadi pecah,sehingga bubur kecipir akan semakin unak. Jika bubur kecipir yang dihasilkan semakinlunak, maka lemak yang terekstrak dari biji kecipir akan semakin banyak (Ketaren, 1986).Sudarmadji et al (1989) menyatakan bahwa semakin halus bahan-bahan baik dari

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

183 ISBN: 978-979-17342-0-2

tanaman maupun hewan yang akan diekstraksi lemak/minyaknya, maka hasil ekstraksilemaknya akan semakin banyak.

Uji OrganoleptikUji organoleptik susu kecipir dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan

dan kesukaan panelis terhadap susu kecipir dengan variasi lama perebusan dan beratwijen.

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Susu Kecipir

Perlakuan Warna Aroma KesukaanKeseluruhan

Perebusan 20’-Wijen 0 g 3,400 ef 5,000 e 1,400 aPerebusan 20’-Wijen 75 g 3,000 de 4,300 d 3,000 cdPerebusan 20’-Wijen 85 g 2,000 b 3,000 b 4,300 gPerebusan 20’-Wijen 95 g 1,000 a 2,700 b 3,300 dePerebusan 25’-Wijen 0 g 3,800 fg 5,000 e 2,000 bPerebusan 25’-Wijen 75 g 2,400 bc 3,600 c 3,600 efPerebusan 25’-Wijen 85 g 2,000 b 3,000 b 4,000 fgPerebusan 25’-Wijen 95 g 1,000 a 2,300 a 2,000 bPerebusan 30’-Wijen 0 g 4,000 g 4,600 d 2,000 bPerebusan 30’-Wijen 75 g 2,800 cd 3,600 c 4,000 fgPerebusan 30’-Wijen 85 g 1,000 a 2,700 b 3,000 cdPerebusan 30’-Wijen 95 g 1,000 a 2,300 a 2,600 c

Keterangan : Warna dengan purata semakin tinggi menunjukkan warna susu kecipir semakin coklat Aroma dengan purata semakin tinggi menunjukkan aroma kecipir semakin terasa Kesukaan keseluruhan dengan purata semakin tinggi menunjukkan susu kecipir semakin

disukai

Warna Susu KecipirTabel 2 menunjukkan bahwa semakin sedikit penambahan berat wijen, maka

warna susu kecipir semakin coklat. Hal ini terjadi karena warna coklat kecipir lebihmendominasi daripada warna wijen. Penambahan berat wijen 0 g, menghasilkan susukecipir yang berwarna coklat tua dan penambahan wijen 75 g menghasilkan susu kecipiryang berwarna coklat muda.

Aroma Susu KecipirTabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan berat wijen, maka

aroma kecipir (langu) semakin tidak terasa. Hal ini disebabkan karena biji wijenmerupakan bahan pembantu atau salah satu bumbu aromatic yang dapat menghilangkanbau langu pada susu kecipir, karena minyak wijen ini mempunyai sifat yang dapatmengikat aroma (Marliani, 2008). Selain itu, wijen juga mempunyai aroma yang sangatharum dan gurih sehingga dapat menetralisir aroma langu kecipir (Haryoto, 1996 a).

Kesukaan KeseluruhanTabel 2 menunjukkan bahwa nilai kesukaan paling tinggi diperoleh dari

perlakuan penambahan berat wijen 95 g dengan lama perebusan 20 menit. Hal ini didugakarena dengan perlakuan tersebut warna susu kecipir tidak terlalu coklat (jernih), aromakecipir (langu) kurang terasa dan tingkat kegurihannya tidak terlalu tinggi.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

184 ISBN: 978-979-17342-0-2

Kesimpulan1. Perlakuan penambahan wijen dapat mempengaruhi kualitas pada pembuatan susu

kecipir.2. Setelah penambahan wijen, susu kecipir cenderung mengalami peningkatan kualitas

dalam warna, aroma, kandungan gizi seperti protein dan lemak.3. Susu kecipir dengan lama perebusan dan penambahan wijen yang lebih tinggi akan

meningkatkan kadar protein dan kadar lemak pada produk susu, namun akanmenurunkan tingkat kesukaan pada susu kecipir, karena menimbulkan rasa kegurihanyang berlebihan (neg).

4. Susu kecipir dengan perebusan 20 menit dan penambahan wijen 95 g cukup disukai,sehingga direkomendasikan sebagai hasil yang terbaik. Susu kecipir tersebutmengandung protein 2,846 %, lemak 3,348 % dengan warna susu colkat muda, aromalecipir (langu) tidak terasa dan susu kecipir cukup disukai oleh panelis.

Daftar Pustaka

Anonim, 2007. Naiknya Harga Kedelai Meresahkan Produsen Tahu dan Tempe. SuaraMerdeka, Hal 59

AOAC, 1992. Official Methods Of Analysis Of The Assosiation Official Chemist.Washington D.C : Benyamin Franklin

Handajani, Sri., W.R. Erlyna dan Anantayu Suminah, 2006. Potensi Agribisnis KomoditiWijen. Surakarta : ANDI

Haryoto, 1996 a. Susu dan yogurt kecipir. Jogjakarta : KanisiusHaryoto, 1996 b. Tempe dan Kecap Kecipir. Jogjakarta : KanisiusKetaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas

Indonesia.Marliani, Lani, 2008. Wijen Raja Minyak dari Ethiophia.

http://www.sinarharapan.co.identifikasi/iptek/kesehatan/2004/0310/kes.2.htmlSchuster W.H, 1992. Olpflanzen in Europa. DL:G Verlag, Frankfurt-am-main. Kategori :

Rintisan Bertopik Makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/wijenSudarmadji, Slamet; Bambang Haryono., Suhardi, 1984. Analisis Bahan Makanan dan

Pertanian. Jogjakarta : LibertyUtami, 1992. Uji Indrawi : Evaluasi Sifat, Tekstur, Warna, Profit Sensoris. Jogjakarta :

PAU Pangan Gizi UGMWinarno, F.G., 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

185 ISBN: 978-979-17342-0-2

KELAYAKAN TEPUNG CAMPURAN JAGUNG UBI (JABI)SEBAGAI BAHAN PANGAN PENGGANTI BERAS

Agung Setya Wardana1 dan Akhmad Mustofa1

1Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Slamet Riyadi SurakartaEmail : [email protected]

ABSTRACT

Rice is the main food of almost Indonesian people. This situation makes theIndonesian community have a big depending on this commodity. The aim of thisresearch is to find a commodity which has the same nutritional quality with rice.This procedure is combining between corn flour and sweet potato flour.

This research is combining the corn flour and sweet potato flour due to havesimilar nutritional value with rice. We also analyze the acceptability grade of thissteamed flour with several panelists. These activities also count the price of the flours andcompared with the rice price.

Nutritional ingredient of mixed corn flour: sweet potato 70: 30 is the most similarwith rice’s. The panelists choose the color of mixed white corn flour and white sweetpotato flour as the best color. Aroma of white corn flour and violet sweet potato flour waschosen as the best aroma by our panelists. Mixed yellow corn flour and yellow sweetpotato flour taste was chosen as the best taste by the panelists. The best texture at thisresearch is yellow corn flour and white sweet potato flour mixed. The price of mixed flourof corn: sweet potato 70: 30 is Rp. 4.750,- / kg (its lower then rice price Rp. 5.000,- / kg)while this research activity happen.

Keyword: corn, sweet potato, rice, ingredient

PendahuluanSalah satu kebutuhan dasar manusia adalah pangan. Tercukupinya kebutuhan

pangan baik secara kuantitas maupun kualitas secara merata, aman, dan kontinyu menjadi

prioritas utama di dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Tetapi di sisi lain

bahan pangan pokok penduduk yang hanya bertumpu pada satu macam sumber

karbohidrat merupakan ancaman bagi ketahanan pangan. Oleh karena itu

penganekaragaman pangan merupakan suatu tuntutan mutlak untuk dikembangkan dan

merupakan pilar utama ketahanan pangan di Indonesia (Soenardi, 2002).

Umbi ini pun bisa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan makanan yang bisa

membantu perbaikan gizi masyarakat. Sebab selain nilai kandungan karbohidratnya yang

cukup tinggi (123 kalori per 100 gram), juga kandungan vitamin A yang cukup tinggi

terutama pada ubi jalar merah yaitu 7.700 SI, di samping juga mengandung vitamin C,

dan mineral–mineral utama seperti kalsium (kapur), dan besi (Ferrum). Dan karena nilai

vitamin A yang cukup tinggi, umbi ini bisa dianjurkan dan dimanfaatkan untuk

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

186 ISBN: 978-979-17342-0-2

menanggulangi penyakit kebutaan akibat kekurangan vitamin A (Lingga, 1990). Selain

itu ubi jalar juga dapat meredakan disentri, kencing manis, dan dapat memperlancar ASI

untuk ibu yang sedang menyusui (Hembing, 2004).

Komposisi makronuterien (protein, lemak, dan karbohidrat) dari masing-masing

komoditi diatas terlihat bahwa beras, jagung, dan ubi memiliki nutrisi gizi yang hampir

sama. Jagung memiliki protein dan lemak yang lebih tinggi dari beras sedangkan ubi

memiliki kandungan protein dan lemak yang relatif rendah meskipun sebenarnya ubi

belum dapat dibandingkan dengan komoditi lain (beras dan jagung) karena kadar airnya

yang masing relatif tinggi. Dengan mengkombinasikan jagung dan ubi diharapkan akan

diperoleh komoditi yang memiliki nutrisi gizi sama dengan beras.

Tujuan Penelitian ini adalah membandingkan kandungan nutrisi gizi beras dan

tepung jagung-ubi (jabi), mengetahui penerimaan konsumen terhadap tepung jagung-ubi

(jabi) sebagai difersifikasi dari beras, dan membandingkan harga beras dengan jagung

dan ubi. Manfaat penelitian antara lain mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia

terhadap beras, menunjukkan bahwa tepung jagung, tepung ubi, dan campuran tepung

jagung dan ubi (JABI) memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan beras,

meningkatkan nilai ekonomis komoditi jagung dan ubi jalar, memicu daerah-daerah yang

merupakan penghasil jagung dan ubi untuk mendorong komoditi tersebut sebagai potensi

daerah yang dapat diandalkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah

tersebut .

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan

Faktor yang mempengaruhi kandungan nutrisi gizi adalah perbandingan antara

jagung dengan ubi dan varietas ubi. Faktor perbandingan (jagung : ubi) dibuat 5 variasi

yaitu (70 : 30), (60 : 40), (50 : 50), (40 : 60), (30 : 70). Faktor varietas ubi dibuat 3 variasi

yaitu: ubi putih, ubi kuning, dan ubi ungu. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah

Rancangan Blok Teracak Lengkap (RBTL) faktorial. Sehingga diperoleh 15 kombinasi

perlakuan sebagai berikut :

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

187 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 1. Daftar Blok Rancangan PercobaanPerlakuan Blok I (ubi putih) Blok II (ubi kuning) Blok III (ubi ungu)

Jagung

UbiJagun

g

UbiJagun

g

Ubi

Perbandingan I 7030

7030

7030

Perbandingan II 6040

6040

6040

PerbandinganIII

5050

5050

5050

Perbandingan IV 4060

4060

4060

Perbandingan V 3070

3070

3070

Setiap perlakuan diulang dua kali. Data akan dianalisis dengan analisis variansi, jikadiketahui berbeda nyata maka analisis dilanjutkan dengan Least Significant Difference(LSD)Bahan Penelitian

1. Bahan Utama:

a. Jagung kuning: varietas hibrida C-1

b. Ubi jalar: Varietas Prambanan (putih), dengan umur ubi jalar rata-rata 7 hari

setelah panen.

2. Bahan Tambahan: Air

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : pengering kabinet

(pengeringan tipe rak ini berfungsi untuk menurunkan kadar air bahan makanan dengan

suhu sesuai dengan keinginan kita). Panci pengukus (panci pengukus digunakan untuk

mengukus bahan sebelum diproses lebih lanjut). Pisau (pisau digunakan untuk

memotong dan mengupas bahan sebelum diproses lebih lanjut). Timbangan (timbangan

digunakan untuk mengukur berat bahan sesuai dengan kamposisi yang diinginkan).

Kompor (kompor berfungsi sebagai alat pemanas bahan). Ayakan (60 mesh) (ayakan

digunakan untuk mendapatkan ukuran partikel bubuk sesuai dengan keinginan). Alat

penggiling (alat penggiling digunakan untuk menghancurkan bahan-bahan baku yang

akan diproses lebih lanjut Penghancuran ini ditujukan untuk memperoleh sari bahan baku

sehingga produk olahan mempunyai kelebihan siap saji dan cepat diserap oleh tubuh).

Loyang (loyang berfungsi untuk sebagai penampung sari makanan yang telah dihaluskan

dan telah dicampurkan dengan bahan tambahan lain untuk selanjutnya dimasukkan ke

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

188 ISBN: 978-979-17342-0-2

a ir

0 ,0 0 0 0

2 ,0 0 0 0

4 ,0 0 0 0

6 ,0 0 0 0

8 ,0 0 0 0

1 0 ,0 0 0 0

1 2 ,0 0 0 0

1 4 ,0 0 0 0

1 6 ,0 0 0 0

1 8 ,0 0 0 0

B e ras

T . Jg . P

u t ih

T . Ub i K

un ing

T . JA B I K

- P (7

0 :30 )

T . JA B I K

- P (5

0 :50 )

T . JA B I K

- P (3

0 :70 )

T . JA B I K

- K (6

0 :40 )

T . JA B I K

- K (4

0 :60 )

T . JA B I K

- U (7

0 :30 )

T . JA B I K

- U (5

0 :50 )

T . JA B I K

- U (3

0 :70 )

T . JA B I P

- P (6

0 :40 )

T . JA B I P

- P (4

0 :60 )

T . JA B I P

- K (7

0 :30 )

T . JA B I P

- K (5

0 :50 )

T . JA B I P

- K (3

0 :70 )

T . JA B I P

- U (6

0 :40 )

T . JA B I P

- U (4

0 :60 )

S a m p e l

Ka

da

r A

ir

a ir

Gambar 1. Grafik Kadar Air Masing-masing Perlakuan

dalam pengering). Baskom (baskom digunakan untuk menampung bahan baik sebelum,

sesudah proses maupun selama proses pembuatan produk).

Hasil dan Pembahasan

Kandungan Gizi

Kandungan gizi yang menentukan suatu komoditi dapat dipilih menjadi makanan

pokok adalah makronutrien. Makronutiean yang terkandung didalam beras, jagung, dan

ubi adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Berikut adalah hasil analisa maronutrien-

makronutrien tersebut.

Kadar air

Gambar 1

menunjukkan bahwa kadar air beras dan tepung jagung, tepung ubi, dan campuran tepung

(JABI) relatif tidak berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh titik-titik yang berada di daerah

kadar air antara 12 % - 16 %. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa tepung jagung

kuning dan tepung jagung putih memiliki kadar air yang berbeda nyata. Sementara tepung

ubi putih dan tepung ubi kuning memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata. Tepung ubi

ungu memiliki kadar air yang berbeda dengan kedua jenis tepung ubi lainnya.

Variasi perbandingan campuran relatif tidak berpengaruh terhadap kadar air

karena hasil analisis variansi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata walaupun ada

satu perlakuan yaitu perbandingan jagung:ubi 30:70 memiliki kadar air yang relatif

berbeda dengan yang lain. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh perbedaan kadar air dari

tepung jagung. Sehingga dapat disimpulkan yang mempengaruhi perbedaan kadar air

pada campuran tepung (JABI) adalah tepung jagungnya sementara tepung ubi relatif tidak

berpengaruh.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

189 ISBN: 978-979-17342-0-2

K a rb o h id ra t

0 ,0 0 0 0

1 0 ,0 0 0 0

2 0 ,0 0 0 0

3 0 ,0 0 0 0

4 0 ,0 0 0 0

5 0 ,0 0 0 0

6 0 ,0 0 0 0

7 0 ,0 0 0 0

8 0 ,0 0 0 0

9 0 ,0 0 0 0

B e ras

T . Jg . P

u t ih

T . Ub i K

u n ing

T . JA B I K

- P (7

0 :30 )

T . JA B I K

- P (5

0 :50 )

T . JA B I K

- P (3

0 :70 )

T . JA B I K

- K (6

0 :40 )

T . JA B I K

- K (4

0 :60 )

T . JA B I K

- U

(70 :3

0 )

T . JA B I K

- U

(50 :5

0 )

T . JA B I K

- U

(30 :7

0 )

T . JA B I P

- P (6

0 :40 )

T . JA B I P

- P (4

0 :60 )

T . JA B I P

- K (7

0 :30 )

T . JA B I P

- K (5

0 :50 )

T . JA B I P

- K (3

0 :70 )

T . JA B I P

- U

(60 :4

0 )

T . JA B I P

- U

(40 :6

0 )

S a m p e l

Ka

da

r K

arb

oh

idra

t

K a rb o h id ra t

Gambar 2. Grafik Kadar Karbohidrat Masing-masing Perlakuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tepung jagung, tepung ubi, dan tepung

campuran JABI memiliki kadar air yang hampirsama dengan beras. Kesamaan ini dapat

mengakibatkan hasil pengolahan keduanya juga tidak berbeda. Sehingga makanan apa

saja yang dapat diolah dengan bahan dasar beras kemungkinan besar juga dapat diolah

dengan bahan dasar tepung jagung, ubi, dan tepung campuran JABI. Seberapa mirip

kualitas hasil olahannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Harapan peneliti tepung

jagung, tepung ubi, dan tepung campuran dapat dijadikan makanan pokok alternatif selain

nasi dari beras.

Kadar karbohidrat

Karbohidrat merupakan alasan suatu bahan makanan dijadikan makanan pokok.

Umumnya makanan pokok merupakan sumber karbohidrat bagi tubu manusia. Hasil

penelitian ini menunjukkan kadar karbohirat tepung jagung kuning dan tepung jagung

putih tidak berbeda nyata. Sementara tepung ubi kuning , tepung ubi putih, dan tepung

ubi ungu berbeda nyata. Hal ini mengakibatkan hasil campuran tepung (JABI) kadar

karbohidratnya berbeda nyata. Meskipun demikian kadar karbohidrat tepung-tepung yang

diteliti berada dalam daerah yang sama dengan beras yaitu pada kisaran 60 % – 80 %.

Artinya tepung-tepung yang diteliti ini dapat menggantikan peran beras sebagai sumber

karbohidrat atau makanan pokok.

u

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

190 ISBN: 978-979-17342-0-2

p r o t e i n

T . J A B I P - U ( 7 0 : 3 0 )T . J A B I P - K ( 7 0 : 3 0 )T . J A B I P - P ( 7 0 : 3 0 )T . J g . K u n i n g

B e r a s

0 , 0 0 0 0

2 , 0 0 0 0

4 , 0 0 0 0

6 , 0 0 0 0

8 , 0 0 0 0

1 0 , 0 0 0 0

1 2 , 0 0 0 0

Be r a

s

T. J

g . Pu t ih

T. U

b i Ku n i n

g

T. J

AB

I K -

P (

7 0 : 30 )

T. J

AB

I K -

P (

5 0 : 50 )

T. J

AB

I K -

P (

3 0 : 70 )

T. J

AB

I K -

K (

6 0 : 40 )

T. J

AB

I K -

K (

4 0 : 60 )

T. J

AB

I K -

U (

7 0 : 30 )

T. J

AB

I K -

U (

5 0 : 50 )

T. J

AB

I K -

U (

3 0 : 70 )

T. J

AB

I P -

P (

6 0 : 40 )

T. J

AB

I P -

P (

4 0 : 60 )

T. J

AB

I P -

K (

7 0 : 30 )

T. J

AB

I P -

K (

5 0 : 50 )

T. J

AB

I P -

K (

3 0 : 70 )

T. J

AB

I P -

U (

6 0 : 40 )

T. J

AB

I P -

U (

4 0 : 60 )

S a m p e l

Ka

da

r P

rote

in

p r o t e i n

L e m a k

T . U b i U n g uT . U b i K u n i n g

B e r a sT . U b i P u t i h

0 , 0 0 0 0

0 , 5 0 0 0

1 , 0 0 0 0

1 , 5 0 0 0

2 , 0 0 0 0

2 , 5 0 0 0

3 , 0 0 0 0

3 , 5 0 0 0

4 , 0 0 0 0

4 , 5 0 0 0

Be

r as

T.

J g.

Pu

t i h

T.

Ub

i Ku

ni n

g

T.

J AB

I K

- P

(7

0: 3

0)

T.

J AB

I K

- P

(5

0: 5

0)

T.

J AB

I K

- P

(3

0: 7

0)

T.

J AB

I K

- K

(6

0: 4

0)

T.

J AB

I K

- K

(4

0: 6

0)

T.

J AB

I K

- U

(7

0: 3

0)

T.

J AB

I K

- U

(5

0: 5

0)

T.

J AB

I K

- U

(3

0: 7

0)

T.

J AB

I P

- P

(6

0: 4

0)

T.

J AB

I P

- P

(4

0: 6

0)

T.

J AB

I P

- K

(7

0: 3

0)

T.

J AB

I P

- K

(5

0: 5

0)

T.

J AB

I P

- K

(3

0: 7

0)

T.

J AB

I P

- U

(6

0: 4

0)

T.

J AB

I P

- U

(4

0: 6

0)

S a m p e l

Ka

da

r L

em

ak

L e m a k

Kadar Protein

Gambar 3. Grafik Kadar Protein Masing-masing Perlakuan

Kadar protein masing-masing perlakuan dapat dilihat pada gambar 3. Gambar ini

menunjukkan grafik kadar protein beras, tepung jagung kuning, tepung campuran (JABI)

dengan perbandingan jagung:ubi 70:30 memiliki kadar protein yang hampir sama. Kadar

protein sampel-sampel tersebut berkisar antara 6% - 8%. Hal ini menunjukkan bahwa dari

segi kadar protein tepung campuran (JABI) dengan perbandingan jagung:ubi 70:30 tidak

berbeda dengan kadar protein beras. Oleh sebab itu untuk dapat menyerupai komponen

gizi beras tepung jagung dan tepung ubi dicampur dengan perbandingan jagung:ubi

70:30. Sebab dari hasil analisis kadar air, kadar karbohidrat semua sampel berada dalam

kisaran yang hampir sama.

Kadar Lemak

Gambar 4. Grafik Kadar Lemak Masing-masing Sampel

Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar lemak beras dengan kadar lemak tepung

ubi berada dalam kisaran antara 0% - 0,5%. Akan tetapi setelah dicampur dengan tepung

jagung kadar lemaknya meningkat tajam karena tepung jagung memiliki kadar lemak

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

191 ISBN: 978-979-17342-0-2

yang relatif sangat tinggi dibanding sampel yang lain. Kadar lemak ini sangat erat

kaitannya dengan citarasa yang khas dari tepung jagung dan tepung campuran (JABI).

Citarasa, rasa, dan aroma ini yang menyebabkan tepung ini setelah dikukus dinilai

berbeda oleh para panelis. Banyak yang tidak suka dengan sensasi ini tetapi ada pula yang

suka. Pertanyaannya apakah jika tepung campuran (JABI) kukus ini di beri bumbu

selayaknya nasi (misal bumbu nasi goreng) akan diterima oleh konsumen

Hasil Uji Kesukaan

Uji kesukaan dilakukan dengan mengolah tepung-tepung yang diteliti dengan

cara dikukus kemudian dinilai oleh panelis tentang kesukaannya. Uji kesukaan dilakukan

dengan parameter warna. Aroma, rasa. Dan teksture. Tabel 2 menyajikan hasil uji

kesukaan terhadap warna tepung jagung kukus dan tepung ubi kukus ditambah nasi

sebagai pembanding.

Tabel 2. Tabel Hasil Uji kesukaan warna tepung jagung kukus, tepung ubi kukus, dannasi

nasiJagung Kukus Ubi kukus

T. Jg.Kuning

T. Jg.Putih

T. UbiPutih

T. UbiKuning

T. UbiUngu

sangat tidak suka 25% 13%agak suka 25% 25% 25% 63%suka 25% 38% 50% 25% 38%sangat suka 13% 13% 25% 50%sangat suka sekali 88% 38% 13% 13%

Hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa 88% panelis menyatakan sangat suka sekali

dengan warna nasi. Sementara 50% panelis sangat suka terhadap warna tepung ubi ungu

kukus. Hal ini menunjukkan adanya potensi ubi ungu untuk menjadi makanan yang

sangat disukai oleh konsumen

Sementara hasil campuran tepung jagung putih dengan tepung ubi kukus yang

dikukus dapat dilihat pada pada tabel 3. Setelah dicampur tentu kualitas tepung akan

berbeda. Kualitas bisa saja turun tetapi bisa juga naik. Warna merupakan paremeter awal

yang mempengaruhi konsumen untuk menentukan akan mengkonsumsi makanannya.

Dari hasil penelitian ini ternyata panelis lebih menyukai warna-warna yang terang atau

muda. Terbukti dengan lebih disukainya jagung dan ubi putih.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

192 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 3. Hasil Uji Kesukaan Warna Campuran Tepung Jagung Putih dan Tepung UbiPutih dengan variasi perbandingan berat

T. Jg. Putih - T. Ubi. Putih kukusT. JABI P - P

(70:30)T. JABI P - P

(60:40)T. JABI P - P

(50:50)T. JABI P - P

(40:60)T. JABI P - P

(30:70)sangat tidak suka 8% 10% 13% 15% 18%agak suka 25% 25% 25% 25% 25%suka 41% 43% 44% 45% 46%sangat suka 18% 15% 13% 10% 8%sangat suka sekali 9% 8% 6% 5% 4%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran tepung (JABI) dengan perbandingan

berat tepung jagung:tepung ubi 30:70 terdapat 46% panelis menyatakan suka terhadap

warna tepung JABI kukus. Hal ini menunjukkan warna ubi lebih dominan mempengaruhi

kesukaan panelis terhadap sampel.

Aroma merupakan parameter yang mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap

suatu makanan. Hasil penelitian kesukaan panelis terhadap aroma tepung-tepung sampel

yang dikukus dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Kesukaan Aroma Tepung Jagung, Tepung Ubi, dan Nasi sebagaipembanding

nasiJagung Kukus Ubi kukus

T. Jg.Kuning T. Jg. Putih

T. UbiPutih

T. UbiKuning

T. UbiUngu

sangat tidak suka 25% 0% 25% 0%agak suka 38% 13% 50% 50% 13%suka 25% 63% 25% 13% 50%sangat suka 50% 13% 25% 13% 38%sangat suka sekali 50% 13% 13%

Terlihat bahwa 50% panelis menyatakan sangat suka sekali terhadap nasi dan 50%

lainnya sangat suka. Sementara 63% panelis menyatakan suka terhadap aroma Tepung

Jagung Putih Kukus. Hal ini merupakan bukti bahwa sampel ini memiliki potensi untuk

dapat dijadikan pengganti beras karena aromanya relatif disukai.

Aroma tepung ubi kukus juga disukai 50% panelis sehingga terlihat pada campuran

tepung jagung putih dan tepung ubi ungu memiliki tingkat kesukaan yang relatif tinggi

yaitu 59% panelis menyatakan suka dengan perbandingan tepung jagung:tepung ubi ungu

70:30. Tabel 5 menampilkan hasil uji kesukaan aroma tepung JABI kukus.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

193 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 5. Hasil Uji Kesukaan Aroma Tepung Sampuran (JABI) Jagung Putih:Ubi UnguT. Jg. Putih - T. Ubi. Ungu Kukus

T. JABI P - U(70:30)

T. JABI P - U(60:40)

T. JABI P - U(50:50)

T. JABI P - U(40:60)

T. JABI P - U(30:70)

sangat tidak suka 0% 0% 0% 0% 0%agak suka 13% 13% 13% 13% 13%Suka 59% 58% 56% 55% 54%sangat suka 20% 23% 25% 28% 30%sangat suka sekali 9% 8% 6% 5% 4%

Rasa merupana parameter yang palin penting. Hasil uji kesukaan rasa tepung

jagung kukus, tepung ubi kukus dan nasi tersaji pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Kesukaan Rasa Tepung jagung kukus, tepung ubi kukus, dan nasi

nasiJagung Kukus Ubi kukus

T. Jg.Kuning

T. Jg.Putih

T. UbiPutih

T. UbiKuning T. Ubi Ungu

sangat tidak suka 13% 50%agak suka 38% 50% 13% 38% 38%suka 13% 38% 13% 63% 50%sangat suka 75% 13%sangat suka sekali 88% 13%

Nasi merupakan makanan dengan rasa yang terbaik karena 88% panelis menyatakan

sangat suka sekali dengan rasa nasi. Tepung ubi putih di tempat kedua dengan 75%

panelis menyatakan sangat suka dengan rasanya.

Setelah dicampur ternyata campuran Tepung jagung kuning:tepung ubi kuning

30:70 55% panelis menyatakan suka. Hasil uji kesukaan rasa tepung campuran (JABI)

dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Kesukaan Rasa Tepung Campuran (JABI)T. Jg. Kuning - T. Ubi. Kuning

T. JABI K - K(70:30)

T. JABI K - K(60:40)

T. JABI K - K(50:50)

T. JABI K - K(40:60)

T. JABI K - K(30:70)

sangat tidak suka 9% 8% 6% 5% 4%agak suka 38% 38% 38% 38% 38%suka 45% 48% 50% 53% 55%sangat suka 0% 0% 0% 0% 0%sangat suka sekali 9% 8% 6% 5% 4%

Tabel 8 menunjukkan hasil uji kesukaan tekstur tepung jagung kukus, tepung ubi

kukus, dan nasi.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

194 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 8. Hasil Uji Kesukaan Tekstur Tepung Jagung Kukus, Tepung Ubi Kukus, danNasi

nasiJagung Kukus Ubi kukus

T. Jg.Kuning

T. Jg.Putih

T. UbiPutih

T. UbiKuning

T. UbiUngu

sangat tidak suka 25% 13%agak suka 38% 50% 13% 13%Suka 13% 13% 25% 38% 38% 50%sangat suka 25% 25% 13% 50% 50% 50%sangat suka sekali 63%

Jumlah panelis yang menyatakan sangat suka sekali dengan nasi adalah 63% dan 50%

panelis menyatakan sangat suka pada semua tepung ubi kukus yang disajikan.

Hasil uji kesukaan Tekstur tepung campuran (JABI) dapat dilihat pada tabel 9.

terlihat bahwa perbandingan tepung jagung:tepung ubi 30:70 dinilai sangat suka oleh

43% panelis. Ini berarti tekstru tepung lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah tepung

ubinya.

Tabel 9. Hasil Uji Kesukaan Tekstur Tepung Campuran (JABI)T. Jg. Kuning - T. Ubi. Putih kukus

T. JABI K - P(70:30)

T. JABI K - P(60:40)

T. JABI K - P(50:50)

T. JABI K - P(40:60)

T. JABI K - P(30:70)

sangat tidak suka 18% 15% 13% 10% 8%agak suka 30% 28% 25% 23% 20%Suka 20% 23% 25% 28% 30%sangat suka 33% 35% 38% 40% 43%sangat suka sekali 0% 0% 0% 0% 0%

Perbandingan Harga

Tabel 10 adalah tabel hasil penghitungan harga tepung campuran JABI

berasarkan harga bahan dasarnya yaitu tepung jagung dan tepung ubi. Hasil

perhitungannya lebih murah dibanding dengan beras. Jika sebelum dikonsumsi

perlakuannya juga sama dengan pengolahan beras menjadi nasi dengan dikukus maka

terbukti bahwa tepung campuran memang lebih murah dibanding beras.

Tabel 10. Hasil perhitungan harga tepung campuran JABIHarga dan

Pengolahan(Rp)

Bahan dan Perlakuan

Beras JABI(70:30)

JABI(60:40)

JABI(50:50)

JABI(40:60)

JABI(30:70)

1. Mentah per Kg 5.000 Rp.3.750 Rp.2.700 Rp.3.225 Rp.3.015 Rp.2.7772. Setelah Jadi Tepung Rp.4.750 Rp.3.700 Rp.4.225 Rp.4.015 Rp.3.677

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

195 ISBN: 978-979-17342-0-2

Setelah penelitian ini diharapkan masyarakat tidak ragu untuk mengkonsumsi jagung, ubi,

atau campuran keduanya untuk menggantikan nasi dari beras sebagai makanan pokok

atau sumber karbohidrat.

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Kandungan nutrisi gizi tepung campuran tepung jagung:tepung ubi 70:30 yang paling

mirip beras

2. Panelis menyukai warna tepung campuran jagung putih dan ubi putih, aroma

campuran jagung putih dan ubi ungu, rasa campuran jagung kuning dan ubi kuning,

tekstur jagung kuning dan ubi putih.

3. Harga tepung campuran tepung jagung:tepung ubi 70:30 adalah Rp. 4.750,- / kg

(lebih murah dari beras Rp. 5.000,- / kg) saat penelitian ini dilakukan

Saran bagi kelanjutan penelitian ini adalah

1. Bisa dilanjutkan penelitiannya untuk pembuatan produk tertentu

2. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai komponen yang mempengaruhi warna pada

jagung dan ubi putih, aroma pada jagung putih dan ubi ungu, rasa pada jagung dan

ubi kuning serta tekstur pada jagung kuning dan ubi putih

3. Perlu dirancang produksi tepung skala industri

Daftar Pustaka

Anonim, 1981. Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Depkes RI. Jakarta: BharataKarya Aksara.

Apraidji, W.H., 2006. Khasiat Ubi Jalar. http://www.pitoyo.comHambali, Erliza, 2006. Membuat Aneka Olahan Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya.Hartoyo, Totok, 2004. Olahan dari Ubi Jalar. Surabaya: Trubus Agrisarana.Hembing, 2004. Ubi Jalar Untuk Disentri, Kencing Manis, Lancar ASI.

http://www.republika.co.idHendroatmojo, Koes Hartojo. 1990. Uji Beberapa Varietas Ubi Jalar. Malang: Balai

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Hutapea, J. dan Mazar, A.Z., 2007. Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas

Menuju Kemandirian Indonesia. http://www.nakertrans.go.idLingga, Pinus, 1990. Bertanam Ubi-ubian. Jakarta: Penebar SwadayaRukmana, Rahmat. 1997. Ubi Jalar: Budidaya dan Pascapanen. Jogjakarta: KanisiusSarwono, B., 2005. Cara Budidaya Yang Tepat, Efisien, dan Ekonomis Ubi Jalar.

Jakarta: Penebar Swadaya.Soenardi, Tuti, 2002. Makanan Alternatif Untuk Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta :

Kompas

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

196 ISBN: 978-979-17342-0-2

Sudarmaji, Slamet, Bambang Haryono dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisis UntukBahan Makanan dan Pertanian. Jogyakarta: Liberty.

Suprapto, 1995. Bertanam Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya.Utomo, 2001. Teknologi Pengolahan Nasi Instant Jagung Dengan Bahan Tepung

Komposit. http://www.kompas.com.Warisno, 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Jogjakarta: KanisiusWidayati, Etik, 2007. 20 Jenis Penganan Dari Ubi Jalar. Surabaya: Tiara Aksa.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

197 ISBN: 978-979-17342-0-2

KAJIAN MUTU TEPUNG MOKAL YANG DIBUAT DENGAN

BERBAGAI METODA PROSES

Sri Budi WahjuningsihJurusan Teknologi Hasil Pertanian-Fak. Tek. Pertanian, Univ. Semarang

[email protected]

Abstrak

Tepung Mocal (modified cassava flour) adalah tepung ubi kayu yang dibuatdengan cara fermentasi untuk memperbaiki sifat-sifat produk olahannya. Tepung mocaldapat dibuat dengan berbagai metoda dimana karakteristik mutu tepungnya belumteridentifikasi secara rinci dibandingkan dengan tepung kasava. Penelitian ini terdiri daritahap pembuatan tepung kasava dan mocal dengan berbagai metoda proses. Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik mutu tepung mocal dengan berbagaimetoda proses pembuatan dan tepung kasava sehingga akan didapatkan jenis tepungmocal yang mempunyai karakteristik mutu terbaik. Rancangan percobaan yangdigunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor, yaitu metoda pembuatantepung, berupa tepung kasava (T0), tepung mocal metoda kering dengan pemarutan (T1),tepung mocal metoda kering dengan pemotongan (T2), tepung mocal metoda basah (T3)dan tepung mocal metoda enzimatis (T4). Berdasarka penelitian dapat disimpulkan bahwatepung mocal terbaik adalah yang dibuat dengan metoda basah (T3) dengan karakteristiksebagai berikut: rendemen 28,35%; kadar air 11,09%; kadar abu 1,16%; derajad asam2,9; kadar karbohidrat 85,05%; kadar pati 70,07%; derajat putih 96,58; dan daya serapair 1,7 mL/g.

Kata kunci : Tepung mocal, ubi kayu, mutu

Pendahuluan

Untuk memenuhi ketersediaan pangan yang cukup dan merata di seluruh

wilayah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, sudah saatnya beralih

ke keanekaragaman pangan bersumber pada tanaman pangan local, diantaranya umbi-

umbian. Indonesia memiliki potensi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat

sekaligus bahan baku tepung lokal yang tidak kalah dengan terigu, yaitu ganyong,

gembili, ubi jalar, garut, ubi kayu (singkong) dan lain sebagainya. Kelebihan ubi kayu

(Manihot utilissima Crantz) dibandingkan dengan jenis umbi-umbian lain karena

teknologi budidayanya sederhana, dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah dan

relatif tidak banyak membutuhkan pemeliharaan, tahan terhadap penyakit dan

ketersediaannya ada di seluruh wilayah. Sampai saat ini pemanfaatan ubi kayu di

Indonesia masih sangat terbatas.Menurut data Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa

Tengah (2008), bahwa konsumsi energi beberapa kelompok pangan belum mencapai

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

198 ISBN: 978-979-17342-0-2

standar, termasuk konsumsi umbi-umbian baru mencapai 48,8%. Pemanfaatan ubi

kayu sebagian besar diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati (tapioka), tepung

ubi kayu, gaplek dan chips. Produk olahan yang lain adalah tape, getuk, tiwul dan

lain-lain. Padahal kandungan pati ubi kayu yang tinggi merupakan potensi besar

untuk dikembangkan menjadi produk yang lebih bernilai ekonomi tinggi.

Salah satu usaha diversifikasi dalam pengolahan ubi kayu yang saat ini sedang

dikembangkan adalah mocal atau tepung ubi kayu yang dibuat dengan cara fermentasi.

Pengolahan dalam bentuk tepung memberikan banyak manfaat diantaranya dapat

diperkaya dengan vitamin dan mineral, mudah menyimpannya, awet, fleksibel dalam

pengolahannya, penyajiannya dapat disesuaikan dengan selera masyarakat, dan dari

segi kuliner dapat ditingkatkan variasi cara mengolah untuk menghasilkan aneka

ragam makanan sesuai selera modern. Dengan proses fermentasi, tepung yang

dihasilkan diharapkan memiliki karakter yang berbeda dari tapioka dan tepung kasava

dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan

melarut serta berbau netral (tidak berbau apek khas ketela pohon). Teknologi proses

tepung ubi kayu fermentasi pertama kali diperkenalkan di Afrika Barat, terutama di

Nigeria, digunakan sebagai makanan pokok dan dikenal dengan nama tepung gari.

Pembuatan mocal dengan penambahan enzim selulitik sudah pernah dilakukan tetapi

ada kendala aplikasinya di tingkat petani karena kesulitan untuk mendapatkan

enzimnya. Beberapa metoda proses lain untuk menghasilkan tepung ubi kayu

fermentasi yaitu dengan cara kering dan basah tanpa penambahan enzim, sehingga

proses fermentasi berlangsung secara alami. Tepung mocal dari berbagai metoda

proses tersebut belum diidentifikasi secara lengkap karakteristiknya baik secara fisik

maupun kimia, demikian pula jika dibandingkan dengan tepung kasava.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat mocal dengan berbagai metoda proses

dan melihat karakteristiknya dibandingkan pula dengan tepung kasava.

Metode PenelitianBahan

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung kasava dan mocal

adalah ubi kayu varietas Adira IV yang didapat dari petani di Kecamatan

Tembalang Semarang Jawa Tengah. Sedangkan bahan-bahan untuk analisis

kimia dan fisik diperoleh dari Laboratorium Kimia/Biokomia Pangan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

199 ISBN: 978-979-17342-0-2

Universitas Semarang dan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung kasava dan mocal

adalah pemarut, pisau/perajang, tong fermentasi, karung goni, grinder, ayakan

80 mesh, kabinet drier dan alat-alat untuk analisis.

Tahap Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan tepung kasava dan tepung

mocal (dengan beberapa metode proses); dilanjutkan dengan analisis fisik dan

kimia.

1. Pembuatan Tepung Kasava

Ubi kayu dikupas, dikerok lendirnya, dicuci bersih, selanjutnya dipotong-

potong setebal 0,5 cm (dibuat chips). Setelah itu dikeringkan dalam

kabinet drier pada suhu 50oC selama kurang lebih 12 jam. Setelah kering

ditepungkan dengan hammer mill sampai ukuran 80 mesh.

2. Pembuatan Tepung Mocal Metoda Kering dengan PemarutanUbi kayu dikupas, dikerok lendirnya, kemudian dicuci bersih, selanjutnya

diparut dengan mesin pemarut. Hasil parutan ubi kayu tersebut dikemas di

dalam karung-karung goni, selanjutnya dipres dan dibiarkan selama 3 hari,

sambil dilakukan penekanan. Setelah itu dilakukan penghancuran terhadap pulp

untuk memisahkan serat-serat yang kasar. Pulp yang telah dipisahkan dari serat-

seratnya yang kasar selanjutnya dikeringkan dalam kabinet drier pada suhu

50C selama kurang lebih 12 jam. Setelah kering kemudian ditepungkan dengan

alat penepung sampai ukuran 80 mesh (Wahjuningsih, 1990).

3. Pembuatan Tepung Mocal Metoda Kering dengan Pemotongan

Ubi kayu dikupas, dikerok lendirnya, kemudian dicuci bersih dan dipotong-

potong setebal 0,5 cm. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tong termentasi

selama 3 hari. Setelah itu dikeringkan dalam kabinet drier pada suhu 50C

selama kurang lebih 12 jam. Setelah kering kemudian ditepungkan dengan alat

penepung sampai ukuran 80 mesh

4.Pembuatan Tepung Mocal dengan Metoda Basah

Ubi kayu dikupas, kemudian dikerok lendirnya, dicuci bersih dan dipotong-

potong setebal 0,5 cm. Selanjutnya direndam di dalam air selama 3 hari, dimana

setiap hari air perendam diganti dengan air yang bersih. Setelah itu dikeringkan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

200 ISBN: 978-979-17342-0-2

dalam kabinet drier pada suhu 50C selama kurang lebih 12 jam. Setelah kering

kemudian ditepungkan dengan alat penepung sampai ukuran 80 mesh.

5. Pembuatan Tepung Mocal Menggunakan Enzim Selulitik

Ubi kayu dikupas, kemudian dicuci bersih dan dipotong-potong setebal 0,5 cm.

Selanjutnya direndam dalam air, kemudian ditambahkan enzim selulitik. dan

dibiarkan selama 1 hari. Setelah itu dilakukan pengeringan menggunakan

kabinet drier selama 12 jam. Setelah kering kemudian ditepungkan dengan alat

penepung sampai ukuran 80 mesh.

6. Analisis Terhadap Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Dilakukan perhitungan rendemen, analisis fisik dan kimia. Analisis fisik

meliputi derajat asam, derajat putih, dan daya serap air (Sathe dan Salunka,

1981 dalam Fardiaz dkk, 1992). Analisis kimia meliputi kadar air dengan

metoda pemanasan (AOAC, 1995), kadar abu dengan metoda pembakaran

(Sudarmadji dkk, 1997), kadar karbohidrat dengan cara tidak langsung

(Winarno, 1997), kadar pati.

Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) satu faktor, yaitu metoda pembuatan tepung, berupa tepung kasava

(T0), tepung mocal metoda kering dengan pemarutan (T1), tepung mocal

metoda kering dengan pemotongan (T2), tepung mocal metoda basah (T3) dan

tepung mocal metoda enzimatis (T4).

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis ragam (anova) dan beda rerata perlakuan

menggunakan uji Dunnet pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Hasil Dan PembahasanBahan Baku (Ubi Kayu)

Pada tahap awal dilakukan analisis kimia ubi kayu varietas Adira IV terlebih

dahulu. Jenis analisis yang dilakukan terhadap ubi kayu segar meliputi kadar air, kadar

HCN, total asam dan kadar pati. Hasil analisis kimia ubi kayu dapat di lihat pada

Tabel 1.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

201 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Ubi Kayu Segar

Analisis Kimia Jumlah

Kadar Air 61,96 %

Kadar HCN 70 ppm

Derajat Asam 1,40o SH

Kadar Pati 23,58 %

Ubi kayu lebih baik dipanen pada saat kadar air mencapai 50-65 persen. Di atas

kadar air tersebut kurang menguntungkan, karena umbi yang didapat banyak

mengandung air dan kadar patinya rendah. Pemanenan dibawah kadar air 50 persen

menghasilkan umbi yang keras karena umbi menjadi berkayu sehingga banyak

mengandung serat (Wahjuningsih, 1990). Kadar air ubi kayu yang digunakan dalam

penelitian ini masih dalam batasan kadar air yang telah disebutkan diatas. Waktu yang

baik untuk memungut hasil ubi kayu sukar ditentukan dengan pasti. Pada umumnya,

ubi kayu varietas Adira IV mempunyai umur panen 10,5-11,5 bulan. Varietas ini

merupakan varietas ubi kayu semi pahit karena kandungan HCN sekitar 70 ppm.

Karakteristik Tepung Mocal

1. Rendemen

Rendemen tepung kasava dan tepung mocal ditunjukkan pada Tabel 2.

Rendemen tepung mocal dengan berbagai perlakuan tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata (p>0,05) pada masing-masing perlakuan. Berbagai metode

proses pembuatan tepung mocal yang digunakan pada penelitian ini pada setiap

tahapan yang melibatkan pemecahan pati, diendapkan patinya kemudian

ditambahakan pada proses pengeringan, sehingga tidak berpengaruh terhadap

rendemen yang dihasilkan.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

202 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 2. Rerata Rendemen Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Rendemen (%)

T1 → T0 30,07 → 27,56

T2 → T0 29,37 → 27,56

T3 → T0 28,35 → 27,56

T4 → T0 28,58 → 27,56

Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocalmetoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

2. Derajat Asam

Pada Tabel 3 terlihat bahwa derajat asam tertinggi tepung hasil penelitian yaitu

perlakuan T1 sejumlah 9,70oSH dan derajat asam terendah pada perlakuan T3

sejumlah 2,90oSH. Tinggi rendahnya derajat asam ini dipengaruhi oleh adanya proses

fermentasi, dimana dihasilkan sejumlah asam-asam organik (asam laktat, oksalat dan

suksinat)

Tabel 3. Rerata Derajat Asam Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Derajat Asam (oSH)

T1 → T0 9,70 → 3.44***

T2 → T0 7,80 → 3.44***

T3 → T0 2,90 → 3.44

T4 → T0 9,50 → 3.44***Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan; T2

= tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocal metodabasah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Hasil analisis ragam diketahui bahwa cara pembuatan tepung ubi kayu

modifikasi (mocal) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat asam. Hasil Uji

Beda Rerata Dunnett menunjukkan masing-masing perlakuan terdapat perbedaan

yang nyata (p<0,05) terhadap perlakuan T0, kecuali perlakuan T3.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

203 ISBN: 978-979-17342-0-2

Derajat asam adalah kepekatan tertentu yang diperlukan untuk menetralisir

larutan asam. Menurut Kusumanto (2009), mikrobia yang tumbuh selama fermentasi

akan menghasilkan enzim – enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan

selanjutnya mengubahnya menjadi asam – asam organik terutama asam laktat. Nilai

derajat asam tertinggi adalah perlakuan T1. Adanya pemarutan pada perlakuan T1

akan menyebabkan dinding sel ubi kayu mudah dipecah oleh enzim – enzim

pektinolitik dan selulolitik sehingga terjadi liberasi granula pati dan akan lebih

banyak asam laktat yang dihasilkan dari hidrolisa pati menjadi asam laktat.

Sedangkan nilai derajad asam terendah adalah perlakuan T3. Fermentasi selama tiga

hari menyebabkan perubahan jenis mikrobia yang terlibat dalam proses fermentasi

yang berpengaruh pada derajat keasaman. Colard dan Levi (1959) di dalam Ngaba

dan Lee (1979) menyatakan bahwa fermentasi ubi kayu merupakan suatu proses dua

tahap yang melibatkan Corynebacterium sp.yang menguraikan pati menjadi asam-

asam pada 48 jam pertama selama fermentasi. Organisme ini selanjutnya digantikan

oleh Geotrichum candida pada hari ketiga atau keempat selama fermentasi yang

kemudian akan menghasilkan keadaan eksotermik dan anaerobic, serta timbul aroma

khas karena terbentuknya ester-ester dan aldehid. Hal tersebut menyebabkan nilai

derajat asamnya menjadi turun. Tepung kasava (T0) mempunyai derajat keasaaman

rendah pula. Hal itu dikarenakan tidak ada proses fermentasi didalam pembuatan

tepung sehingga kadar asam ubi kayu menjadi rendah.

Derajat asam akan berpengaruh terhadap kekentalan gel pada saat tepung

mocal diolah menjadi adonan. Menurut Haryadi (1995), pemasakan pada keadaan

asam cenderung merendahkan suhu gelatinisasi dan mempercepat tata cara

pemasakan keseluruhannya. Pada pH yang asam, hidrolisis ikatan-ikatan gluko-sidik

dapat terjadi dengan akibat menurunkan kekentalan gel. Pemecahan oleh pengaruh

asam pada granula pati karena pelepasan hidrolitik molekul-molekul amilosa dan

amilopektin, biasanya menghasilkan pasta dengan kekentalan rendah selama

pemasakan, kemudian selanjutnya diikuti dengan pengurangan kekentalan dengan

cepat. Keadaan seperti itu juga menimbulkan masalah keawetan sifat fisik gelnya,

yaitu karena gel tersebut kurang tahan terhadap hidrolisis yang menurunkan

kekentalan gel akhirnya dan juga mendorong pengelompokan melalui ikatan hidrogen

yang mengakibatkan retrogradasi, selanjutnya akan terjadi sineresis. Namun pengaruh

asam terhadap perilaku pati selama gelatinisasi menjadi berkurang karena keberadaan

gula pada konsentrasi tinggi.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

204 ISBN: 978-979-17342-0-2

3. Derajat Putih

Pada Tabel 4 terlihat bahwa derajat putih tertinggi dalam penelitian yaitu

perlakuan T3 sejumlah 96,58 % dan derajat putih terendah pada perlakuan T4

sejumlah 78,40 %.

Tabel 4. Rerata Derajat Putih Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Derajat Putih (%)

T1 → T0 83,75 → 88.63***

T2 → T0 82,50 → 88.63***T3 → T0 96,58 → 88.63***

T4 → T0 78,40 → 88.63***Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocalmetoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Hasil analisis ragam diketahui bahwa cara pembuatan tepung mocal

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat putih. Hasil uji Beda Rerata Dunnett

menunjukkan masing-masing perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05)

terhadap perlakuan T0.

Nilai derajat putih paling rendah adalah perlakuan T4 dan paling tinggi adalah

perlakuan T3. Adanya perendaman pada saat fermentasi memberikan pengaruh yang

besar terhadap derajat putih tepung mocal yang dihasilkan. Fermentasi pada

perlakuan T3 menggunakan cara basah, artinya pada saat fermentasi berlangsung

dilakukan perendaman dalam air. Peredaman akan mencegah bahan mengalami

pencoklatan (browning). Selain itu, cara pengeringan yang berbeda juga berpengaruh

terhadap derajat putih.

Pada umumnya, untuk pembuatan produk tepung diperlukan ubi kayu yang

tidak banyak mengandung protein, karena tepung yang mengandung protein lebih

dari 2 % warnanya menjadi kurang putih dan lekas berbau ”apek” serta tidak dapat

disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama (Buletin Kebun Raya, 1979). Dari

uraian tersebut, kandungan protein bahan sangat berpengaruh terhadap derajat putih

tepung mocal. Berdasarkan pengamatan pada parameter protein, jelas terlihat bahwa

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

205 ISBN: 978-979-17342-0-2

nilai tertinggi adalah perlakuan T4 dan nilai terendah adalah perlakuan T3. Hal ini

berbanding terbalik dengan nilai derajat putih yang mana nilai tertinggi adalah

perlakuan T3 dan nilai terendah adalah perlakuan T4. Semakin tinggi kandungan

protein pada ubi kayu maka semakin rendah nilai derajat putih pada tepung mocal

yang dihasilkan.

4. Daya Serap Air

Daya serap air tepung atau daya absorbsi air tepung menunjukkan kapasitas

hidrasi. Pada Tabel 5 terlihat bahwa daya serap air tertinggi dalam diperoleh pada

perlakuan T3 sejumlah 1,7 g/g dan daya serap air terendah terendah pada perlakuan T2

dan T4 sejumlah 1,49 g/g Hasil analisis ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa cara

pembuatan tepung mocal berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya serap air. Hasil

uji Beda Rerata Dunnett menunjukkan masing-masing perlakuan terdapat perbedaan

yang nyata (p<0,05) terhadap perlakuan T0.

Tabel 5. Rerata Daya Serap Air Tepung Mocal

Perlakuan Daya Serap Air (ml/g)T1 → T0 1,62 → 1,66***T2 → T0 1,49 → 1,66***T3 → T0 1,70 → 1,66***T4 → T0 1,49 → 1,66***

Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocalmetoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Protein merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap daya serap air.

Hal yang paling berpengaruh terhadap interaksi protein-air adalah grup amino polar

yang yang terdapat pada protein. Perlakuan T1, T2 dan T4 mempunyai daya serap air

lebih rendah daripada T0 karena kandungan grup amino polarnya lebih sedikit.

Sedangkan perlakuan T3 grup amino polarnya lebih besar daripada T0. Apabila

dibandingkan, tepung mocal maupun tepung kasava mempunyai daya serap air lebih

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

206 ISBN: 978-979-17342-0-2

rendah daripada daya serap air tepung terigu. Menurut Hidayat dkk. (2007) daya serap

tepung terigu adalah 2,2 g/g. Rendahnya daya serap air tepung mocal dan kasava

menunjukkan rendahnya kandungan grup amino polar yang terdapat pada protein,

seperti karbonil, hidroksil, amino, karbonol dan sulfhidril (Fardiaz dkk, 1992). .

5. Kadar Air

Tujuan analisis kadar air tepung mocal adalah untuk mengetahui kandungan

air dalam produk akhir, karena hal tersebut berhubungan dengan daya tahan produk

terhadap serangan mikroorganisme (Winarno, 1988). Bila kadar air bebas dikurangi

maka pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan. Pada Tabel 6 terlihat bahwa

kadar air tertinggi tepung hasil penelitian yaitu pada perlakuan T4 sejumlah 13,46%

dan kadar air terendah pada perlakuan T1 sejumlah 8,46%.

Tabel 6 Rerata Kadar Air Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Kadar Air (%)

T1 → T0 8,46 → 10,38***

T2 → T0 10,11 → 10,38

T3 → T0 11,09 → 10,38

T4 → T0 13,46 → 10,38***Keterangan:1.→ artinya dibandingkan2.Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3.T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocalmetoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Hasil analisis ragam diketahui bahwa cara pembuatan tepung ubi kayu

modifikasi (mocal) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air. Hasil Uji Beda

Rerata Dunnett menunjukkan perlakuan T1 dan T4 terdapat perbedaan yang nyata

(p<0,05) terhadap perlakuan T0.

Perbedaan ini dipengaruhi adanya proses fermentasi. Perlakuan T1

mempunyai kadar air paling rendah karena pada saat proses fermentasi dilakukan

pengepresan sehingga mengurangi kadar air bahan. Perlakuan T3 mempunyai kadar

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

207 ISBN: 978-979-17342-0-2

air yang relatif tinggi, karena fermentasi dilakukan secara basah sehingga kandungan

air dalam ubi kayu relatif masih tinggi. Perlakuan T2 dan T0 kadar airnya hampir

sama, perlakuan T2 tidak melibatkan air didalam proses fermentasi karena fermentasi

yang dilakukan adalah fermentasi kering sedangkan perlakuan T0 tidak dilakukan

proses fermentasi.

6. Kadar Abu

Pada Tabel 7 terlihat bahwa kadar abu tertinggi tepung hasil penelitian

yaitu perlakuan T2 sejumlah 1,76 % dan kadar abu terendah pada perlakuan T4

sejumlah 0,96 %. Hasil analisis ragam diketahui bahwa cara pembuatan tepung

mocal tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar abu.

Tabel 7. Rerata Kadar Abu Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Kadar Abu (%)T1 → T0 1,51 → 1,61T2 → T0 1,76 → 1,61T3 → T0 1,16 → 1,61T4 → T0 0,96 → 1,61

Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocalmetoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Kadar abu atau mineral merupakan komponen yang tidak mudah menguap,

tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik atau bahan alam

(Wahjuningsih, 1990). Berbagai macam cara pembuatan tepung mocal ternyata tidak

memberikan pengaruh terhadap kadar abu. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah kondisi lingkungan tempat hidup ubi kayu serta proses pembuatan

tepung itu sendiri. Perbedaan kandungan mineral pada varietas ubi kayu dapat

disebabkan karena perbedaan penambahan pupuk serta kondisi tanah tempat

tumbuhnya ubi kayu (Wargiono, 1979). Ubi kayu yang merupakan bahan pembuat

tepung mocal ini berasal dari daerah yang sama dengan kondisi tanah, iklim,

pemupukan dan perawatan yang relatif sama. Selain itu, tidak adanya penambahan

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

208 ISBN: 978-979-17342-0-2

bahan – bahan lain didalam proses pembuatan tepung juga berpengaruh terhadap

kadar abu. Penambahan bahan lain dapat memperbanyak abu yang nantinya akan

memberikan pengaruh terhadap hasil akhir bahan.

7. Kadar Karbohidrat

Pada Tabel 8 terlihat bahwa kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada

perlakuan T1 sejumlah 87,17 % dan kadar karbohidrat terendah pada perlakuan T4

sejumlah 82,91 %. Hasil analisis ragam diketahui bahwa cara pembuatan tepung ubi

kayu modifikasi (mocal) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar karbohidrat.

Hasil uji Beda Rerata Dunnett menunjukkan perlakuan T1 terdapat perbedaan yang

nyata (p<0,05) terhadap perlakuan T0.

Tabel 8. Rerata Kadar Karbohidrat Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Kadar Karbohidrat (%)T1 → T0 87.17 → 84.88***T2 → T0 85.06 → 84.88T3 → T0 85.05 → 84.88T4 → T0 82.91 → 84.88

Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocalmetoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Perlakuan T1 berbeda karena adanya pengaruh pemarutan sehingga partikel

bahan menjadi kecil. Akibatnya karbohidrat kompleks dapat diuraikan oleh

mikroorganisme menjadi karbohidrat rantai pendek, sehingga kadar karbohidrat lebih

besar dibanding perlakuan lain.

8. Kadar Pati

Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa berbagai perlakuan pada

pembuatan tepung mocal berpengaruh nyata(P<0,05) terhadap kadar pati yang

dihasilkan. Setelah dilanjutkan dengan uji beda rerata Dunnet diperoleh hasil masing-

masing perlakuan berbeda nyata (p<0,05) seperti tertera pada Tabel 8Terlihat bahwa

kadar pati tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 72,74%, sedangkan kadar

pati terendah diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 64,85%.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

209 ISBN: 978-979-17342-0-2

Menurut Colon (1983), pati secara alamiah merupakan butiran-butiran kecil

yang sering disebut granula. Proses pemarutan pada perlakuan T1 akan membebaskan

granula pati dari jaringan pengikatnya, sehingga jumlah pati yang dihasilkan lebih

banyak. Perlakuan T3 dengan penambahan air juga dapat membebaskan granula pati,

sebab pati mengandung gugus hidroksil yang membuat molekul-molekul pati akan

menyerap air dan memutuskan ikatan-ikatan struktur helix dari molekul tersebut,

sehingga pati dalam jaringan akan keluar (Harper, 1981). Fermentasi dengan cara

kering tidak banyak membebaskan granula pati dalam jaringan, sebab ukuran bahan

yang masih besar dan tidak adanya air yang mampu mengikat gugus hidroksil

membuat pati masih tertahan di dalam bahan. Sedangkan penambahan enzim dapat

mempercepat proses fermentasi, sehingga kadar pati yang dihasilkan tidak terlalu

banyak sebab pati dalam jaringan belum keluar secara maksimal.

Tabel 9. Rerata Total Kadar Pati Tepung Kasava dan Tepung Mocal

Perlakuan Kadar Pati (%)

T1 → T0 72,74 → 65,38***T2 → T0 66,31 → 65,38***T3 → T0 70,07 → 65,38***T4 → T0 64,85 → 65,38***

Keterangan:1. → artinya dibandingkan2. Rerata dengan superskrip *** berarti terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05)

3. T0 = tepung kasava; T1= tepung mocal metoda kering dengan pemarutan;

T2 = tepung mocal metoda kering dengan pemotongan; T3 = tepung mocal

metoda basah dan T4 = tepung mocal metoda enzimatis

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa tepung mocal terbaik adalah

yang dibuat dengan metoda basah dengan karakteristik sebagai berikut: rendemen

28,35%, derajad asam 2,9oSH, derajat putih 96,58%, daya serap air 1,7 g/g, , kadar air

11,09%, kadar abu 1,16%, kadar karbohidrat 85,05%, kadar pati 70,07%.

Ucapan Terima kasih

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

210 ISBN: 978-979-17342-0-2

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan

Provinsi Jawa Tengah yang telah membiayai penelitian ini melalui Kegiatan Fasilitasi

Pelaksanaan Riset Unggulan Daerah Tahun 2009.

Daftar Pustaka

AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official AnalyticalChemist. Washington DC, 27 p.

Biro Pusat Statistik. 2000. Statistik Industri dan Perdagangan. Badan PusatStatisti, Jakarta

Buschmann, H., K. Reilly, M. X. Rodriguez, J. Tohme dan J. R. Beeching.2000. Hydrogen Peroxide and Flavan-3-ols in Storage Roots of Cassava(Manihot esculenta Crantz) during Postharvest Deterioration. J. Agric.Food Chem., 48 (11), 5522 -5529

Ernie, A.B. 1989. Teknologi Pengolahan Singkong. Makalah pada SeminarNasional Peningkatan Nilai Tambah Singkong, 10 Oktober 1989.Universitas Pajajaran, Bandung.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk PenelitianPertanian. Edisi Kedua. UI-Press, Jakarta (Diterjemahkan oleh E.Syamsuddin dan J.S. Baharsjah).

Hanafiah. K.A. 2003. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga.PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Haryadi. 2001. Teknologi Tepung. Prosiding Seminar Ketahanan Pangan,Yogyakarta, 6 Maret 2001. Kerjasama Fakultas Teknologi PertanianUniversitas Gajah Mada dengan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.Bogasari Flour Mills.

Hayashi, A., P. Veiga-Santos. C. Ditchfield dan C. C. Tadini. 2006.Investigation of Antioxidant Activity of Cassava Starch BiobasedMaterials Proceedings of the 2nd CIGR Section VI InternationalSymposium on FUTURE OF FOOD ENGINEERING, 26-28 April 2006,Warsaw, Poland.

Nassar, N., C.S. Vizzotto, C.A. Schwartz dan O.R. Pires Júnior. 2007. Cassavadiversity in Brazil: the case of carotenoid-rich landraces Genetics andMolecular Research 6 (1): 116-121

Subagyo.2006. Ubi Kayu Substitusi Berbagai Tepung-tepungan. Food Review I(3), Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analissa Untuk BahanMakanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta.

Wahjuningsih, S. B. 1990. Pengaruh Lama Fermentasi dan Cara Pengeringanterhadap Mutu Gari yang Dihasilkan. Skripsi Fakultas TeknologiPertanian IPB Bogor.

Winarno, 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

211 ISBN: 978-979-17342-0-2

KERJASAMA SPONSOR

1. BANK JATENG – SURAKARTA

2. BPR SURYA MAS – SURAKARTA

3. PT. TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk

4. ANDHY HARTONO OFFSET – SURAKARTA

5. CARREFOUR – SOLO BARU

6. PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA

7. HARIAN SOLO POS

8. KUSUMA SAHID PRINCE HOTEL – SURAKARTA

9. PERUSAHAAN ROTI GANEP’S – SURAKARTA

10. PT. NIRAMAS UTAMA NIAGA – JAKARTA

11. PT. KALBE FARMA – JAKARTA

12. ROTI MILANO – SURAKARTA

13. CV. BIANGLALA –KARTASURA

14. CV. GITA - SURAKARTA

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

212 ISBN: 978-979-17342-0-2

UCAPAN TERIMA KASIH

Fakultas Teknologi Pertanian UNISRIPusat Studi Pangan & Kesehatan

Masyarakat UNISRIPerkumpulan Masyarakat Surakarta

BPR Surya MasSurakarta

BANK JATENGSurakarta

Carrefour – Solo Baru

KARYA GRAFIKAAndhy Hartono Offset – Surakarta

PT NIRAMAS UTAMA NIAGAJakarta PT TIGA PILAR SEJAHTERA Tbk

Surakarta

Harian SoloposKUSUMA SAHID PRINCE HOTEL

Surakarta

PT KALBE FARMAJakarta ROTI GANEP’S

Surakarta

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

213 ISBN: 978-979-17342-0-2

ROTI MILANOSurakarta CV. GITA

Surakarta

CV. BIANGLALAKartasura