Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

23
CLINICAL APPRAISAL 1. Apakah studi ini dibahas secara jelas dan berfokus? Ya, studi ini membahas secara jelas mengenai evaluasi variasi kadar selenium dan vitamin E serum pada sekelompok pasien bergantung transfusi di Mesir yang mengidap SCD dan TM, terlebih lagi untuk menghubungkan kadar tersebut dengan status kelebiham besi atau keperluan transfusinya. 2. Apakah penelitian ini menggunakan metode yang valid? Ya, penelitian ini menggunakan metode yang valid. Penelitian ini merupakan studi observasional kasus kontrol dengan membagi 30 orang pasien talasemia mayor, 30 orang sickle cell disease, dan 30 orang sehat sebagai kontrol normal. Akan tetapi metode pemilihan sampel tidak terlalu dijelaskan dalam studi ini. Pasien dengan penyakit demam akut dalam 72 jam, vaso- occlusive crisis (VOC) akut dalam tiga bulan sebelumnya atau memiliki penyakit serius berulang dieksklusikan sebagai subyek. Studi ini juga telah disetujui oleh komite etik lokal sesuai dengan deklarasi Helsinki II, Finlandia. Lembar persetujuan didapatkan dari pasien atau orangtua/walinya setelah mereka diinformasikan mengenai studi yang akan dilakukan dan hasil yang diharapkannya. Analisis data penelitian pun menggunakan metode dan alat yang valid. Untuk analisis biokimia, hematologis dan imunologis peniliti dalam studi ini menggunakan chemistry auto analyzers pada Dimension EXL

description

Hasil translate jurnal

Transcript of Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

Page 1: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

CLINICAL APPRAISAL

1. Apakah studi ini dibahas secara jelas dan berfokus?

Ya, studi ini membahas secara jelas mengenai evaluasi variasi kadar selenium dan vitamin E serum pada sekelompok pasien bergantung transfusi di Mesir yang mengidap SCD dan TM, terlebih lagi untuk menghubungkan kadar tersebut dengan status kelebiham besi atau keperluan transfusinya.

2. Apakah penelitian ini menggunakan metode yang valid?

Ya, penelitian ini menggunakan metode yang valid. Penelitian ini merupakan studi observasional kasus kontrol dengan membagi 30 orang pasien talasemia mayor, 30 orang sickle cell disease, dan 30 orang sehat sebagai kontrol normal. Akan tetapi metode pemilihan sampel tidak terlalu dijelaskan dalam studi ini. Pasien dengan penyakit demam akut dalam 72 jam, vaso-occlusive crisis (VOC) akut dalam tiga bulan sebelumnya atau memiliki penyakit serius berulang dieksklusikan sebagai subyek. Studi ini juga telah disetujui oleh komite etik lokal sesuai dengan deklarasi Helsinki II, Finlandia. Lembar persetujuan didapatkan dari pasien atau orangtua/walinya setelah mereka diinformasikan mengenai studi yang akan dilakukan dan hasil yang diharapkannya.

Analisis data penelitian pun menggunakan metode dan alat yang valid. Untuk analisis biokimia, hematologis dan imunologis peniliti dalam studi ini menggunakan chemistry auto analyzers pada Dimension EXL (Siemens Healthcare, Jerman), AxSYM (Abbott Laboratories, Chicago, IL, Amerika Serikat), fully automated hematology analyzer dari Sysmex (Sysmex Asia Pacific, Jepang), teknik aglutinasi slide latex, kit ELISA vitamin E (Katalog No: E0922h, www.eiaab.com) dan Atomic Absorption Spectrometer pada Varian SpectrAA 220 (Labexchange, Jerman). Untuk analisis statistik, dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for the Social Science; SPSS Inc., Chicago, IL, Amerika Serikat) versi 15 untuk Microsoft Windows. Pengolahan data dijelaskan secara rinci dimana data numerik diekspresikan dalam mean ± standard deviation (SD); perbandingan ketiga kelompok dilakukan dengan menggunakan analisis uji one way ANOVA dengan uji Bonferroni’s post hoc. Student’s t-test digunakan untuk membandingkan antara kedua kelompok. Data kategorik diekspresikan sebagai angak (frekuensi) dan persentasi, dan perbandingan antar kelompok dengan menggunakan uji chi-square. Korelasi antara berbagai

Page 2: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

variabel dilakukan dengan menggunakan koefisiensi korelasi r Pearson. Nilai P kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara statistik.

3. Apakah hasil studi ini penting?

Hasil penelitia ini valid dengan hasil studi yang menunjukkan bahwa tingkat depleted antioxidant pada kelompok anak-anak Mesir yang diteliti dengan TM dan SCD relatif terhadap kontrol sehat (P <0,05). Korelasi positif yang signifikan ditemukan antara kadar vitamin E dan feritin (r=0,26; p=0,047) pada pasien SCD dan TM. Korelasi yang tidak signifikan ditemukan antara kadar selenium dan vitamin E serum. Selain itu, nilai antioksidan tersebut tidak berkorelasi dengan indeks hemolysis atau pada orang-orang dengan inflamasi pada pasien TM dan SCD yang ditransfusi secara kronik.

4. Apakah hasil penelititan ini dapat diaplikasikan pada pasien atau populasi?

Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di RSUD Abdul Moeloek mengingat kasus penyakit yang dijelaskan dalam studi ini juga cukup banyak di RSUD Abdul Moeloek. Akan tetapi mungkin terdapat beberapa perbedaan hasil pemeriksaan yang disebabkan berbedanya alat yang digunakan di RSUD Abdul Moeloek dan alat yang digunakan dalam studi ini. Selain itu, berbedanya lingkungan tempat dan ras yang ada di RSUD Abdul Moeloek dan studi ini mungkin akan mempengaruhi terhadap perbedaan hasil.

Page 3: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

Selenium dan Vitamin E sebagai antioksidan pada anemia hemolitik kronik: Apakah kurang? Sebuah studi kasus kontrol pada sekelompok anak-anak Mesir

Mona M. Hamdy, Dalia S. Mosallam, Alaa M. Jamal, Walaa A. Rabie

ABSTRAK

Peningkatan cedera oksidatif merupakan salah satu penanda baik pada sickle cell disease (SCD) maupun talasemia mayor. Penurunan kadar antioksidan ditemukan pada kedua penyakit tersebut. Studi kami dilakukan untuk mengevaluasi variasi kadar selenium dan vitamin E serum pada sekelompok pasien bergantung transfusi di Mesir yang mengidap SCD dan TM, terlebih lagi untuk menghubungkan kadar tersebut dengan status kelebiham besi atau keperluan transfusinya. Studi kasus kontrol ini dilakukan di Rumah Sakit Pediatrik Universitas Kairo untuk menilai kadar serum dari selenium dengan menggunakan atomic absorption spectrometer dan vitamin E mengggunakan kit ELISA yang tersedia di pasaran pada anak-anak yang bergantung transfusi, 30 orang dengan talasemia beta dan 30 orang dengan SCD dalam keadaan stabil yang berusia 6-18 tahun, lalu dibandingkan dengan 30 orang sebagai kontrol sehat dengan jenis kelamin dan usia yang sama. Hasil studi kami menunjukkan bahwa tingkat depleted antioxidant pada kelompok anak-anak Mesir yang diteliti dengan TM dan SCD relative terhadap kontrol sehat (P <0,05). Korelasi positif yang signifikan ditemukan antara kadar vitamin E dan feritin (r=0,26; p=0,047) pada pasien SCD dan TM. Korelasi yang tidak signifikan ditemukan antara kadar selenium dan vitamin E serum. Selain itu, nilai antioksidan tersebut tidak berkorelasi dengan indeks hemolysis atau pada orang-orang dengan inflamasi pada pasien TM dan SCD yang ditransfusi secara kronik.

Pendahuluan

Vitamin dan trace mineral mewakili kunci buffer terhadap cedera oksidatif [1]. Hemoglobinopati kronik dikarakteristikan sebagai cedera oksidan karena peningkatan konsumsi resting oxygen dan sirkulasi hemoglobin bebas prooksidatif [2]. Pada sickle cell disease (SCD), Hgb S tidak stabil dan menghasilkan radikal bebas yang mencederai enzim seluler dan membrane lemak, produksi reactive oxygen species dan hiperhemolisis telah dijadikan menjadi mekanisme dominan untuk konsumsi komponen tersebut [3]. Pasien dengan SCD menunjukkan kadar

Page 4: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

yang menurun pada zinc, selenium, dan glutathione serta vitamin A, C, riboflavin, D, dan E [4].

Biomarker stres oksidatif juga meningkat pada pasien SCD dan talasemia mayor yang ditranfusi secara kronik dan berkorelasi paling kuat dengan kadar non-transferrin bound iron (NTBI) [5]. Sebuah studi oleh Nur et al. [6] menunjukkan bahwa N-acetylcysteine sebagai antioksidan penting dengan efek pleiotropic pada pengobatan inflamasi pasien sickle cell tampaknya mengurangi ekspresi phosphatidylserine (PS) eritrosit, sebagai indikator langsung cedera membran eritrosit (oksidatif). Mengingat semua fakta tersebut di atas, penelitian ini dimulai untuk mengevaluasi peran kadar vitamin E dan selenium sebagai antioksidan pada pasien multitransfusi di Mesir dengan b-talasemia dan sickle cell anemia serta hubungannya dengan kelebihan besi, hemolytic rate, dan marker inflamasi.

Pasien dan Metode

Studi kasus kontrol ini dilakukan di Department of the Chemical pathology; yang meliputi 60 pasien; 30 kasus dengan b-talasemia dan 30 kasus dengan sickle cell disease yang berobat di Klinik Hematologi Rumah Sakit Pediatrik Universitas Kairo. Seluruh pasien yang diajak secara rutin difollow-up selama masa studi ini (sejak bulan Desember 2012 hingga bulan Juni 2013). Pasien dengan penyakit demam akut dalam 72 jam, vaso-occlusive crisis (VOC) akut dalam tiga bulan sebelumnya atau memiliki penyakit serius berulang dieksklusikan. Tidak ada subyek yang menerima suplementasi antioksidan atau vitamin seperti vitamin E. Protokol studi ini telah disetujui oleh komite etik lokal sesuai dengan deklarasi Helsinki II, Finlandia. Lembar persetujuan didapatkan dari pasien atau orangtua/walinya setelah mereka diinformasikan mengenai studi yang akan dilakukan dan hasil yang diharapkannya. Selain itu, 30 orang subyek sehat dengan usia dan jenis kelamin yang sama juga diajak dan dijadikan sebagai kelompok kontrol, tidak ada dari anak-anak tersebut yang memiliki riwayat anemia maupun hasil pemeriksaan darah lengkap dan elektroforesis hemoglobin yang abnormal. Penelusuran riwayat secara mendetail dan pemeriksaan klinis dilakukan pada semua pasien dan kontrol. Seluruh pasien TM mendapat tranfusi sederhana 10–15 cc/kg setiap 3 atau 4 minggu. Tiga pasien dengan SCD mendapat transfusi dua kali per bulan, 6 pasien sekali perbulan dan sisanya mendapat transfusi setiap dua atau tiga tahun. Pada pasien sickle cell disease, transfusi darah tidak rutin tergantung pada terapi hydroxyurea (HU), kepatuhan dan penghentian pengobatan karena efek samping HU. Jumlah vaso-occlusive crisis (VOC) pada pasien sickle cell disease bervariasi; 20 kali per tahun pada 4 pasien, 12 kali per tahun pada 7 pasien, dua kali per tahun pada 6 pasien dan sekali per tahun pada 6 pasien, dua puluh empat diantaranya sedang dalam terapi hydroxyurea, dua puluh delapan

Page 5: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

pasien telah melakukan splenektomi. Sampeel darah dari pasien talasemia dan SCD dikumpulkan sesaat sebelum transfusi.

Metode samplingSeluruh pasien diinstruksikan untuk berpuasa paling tidak 12 jam, 10 ml darah vena diambil dari subyek dalam keadaan aseptic, 6 ml dari darah yang dikumpulkan dalam vacutainer biasa dan sisa 4 ml dari darah tersebut dimasukkan dalam vacutainer berisi antikoagulan EDTA. Serum dipisahkan melalui sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu ruangan.

Analisis biokimia, hematologis dan imunologisAnalisis dari semua parameter biokimia seperti ALT, AST, kolesterol total, Trigliserida (TG), LDL dan HDL dianalisis dengan chemistry auto analyzers pada Dimension EXL (Siemens Healthcare, Jerman). Feritin serum diukur menggunakan chemiluminescent immunoassay pada AxSYM (Abbott Laboratories, Chicago, IL, Amerika Serikat). Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan fully automated hematology analyzer dari Sysmex (Sysmex Asia Pacific, Jepang); CRP dilakukan dengan teknik aglutinasi slide latex.

Pengukuran kadar Vitamin E dan Selenium serumKadar vitamin E serum ditentukan dengan menggunakan kit ELISA vitamin E (Katalog No: E0922h, www.eiaab.com). Kadar selenium ditentukan dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometer pada Varian SpectrAA 220 (Labexchange, Jerman).

Analisis statistikSeluruh perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for the Social Science; SPSS Inc., Chicago, IL, Amerika Serikat) versi 15 untuk Microsoft Windows. Data numerik diekspresikan dalam mean ± standard deviation (SD); perbandingan ketiga kelompok dilakukan dengan menggunakan analisis uji one way ANOVA dengan uji Bonferroni’s post hoc. Student’s t-test digunakan untuk membandingkan antara kedua kelompok. Data kategorik diekspresikan sebagai angak (frekuensi) dan persentasi, dan perbandingan antar kelompok dengan menggunakan uji chi-square. Korelasi antara berbagai variabel dilakukan dengan menggunakan koefisiensi korelasi r Pearson. Nilai P kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil

Kelompok b-Talasemia berisi 17 orang (56,7%) laki-laki dan 13 orang (43,3%) perempuan sedangkan kelompok SCD berisi 14 orang (46.7%) laki-laki dan 16 orang (53.3%) perempuan (P > 0.05). Usia rata-rata kelompok b-talasemia adalah

Page 6: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

12,9 ± 3,2 tahun dan ini sebanding dengan kelompok SCD yaitu 11,8 ± 2,9 tahun (P > 0,05). Kelompok b-Thalassemia menunjukkan hasil yang secara statistik signifikan memiliki prevalensi positive consanguinity yang lebih tinggi (P = 0,01), splenektomi (P < 0,001), dan frekunesi transfusi darah/tahun (P = 0,014) dibandingkan dengan kelompok SCD, tabel 1 meringkas data demografis pasien kami. Untuk berat badan per umur, anak-anak yang berada pada persetil di bawah 5 mewakili 86,7% kelompok TM dan 33,3% pada kasus SCD (P < 0,05).

Terkait temuan laboratorium, kelompok tlasemia menunjukkan kadar Hb, MCV, MCH, MCHC, trombosit, LDH yang lebih rendah dan kadar HCT, feritin dan AST yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kasus SCD (P < 0,05). Kami menggunakanbatas cut-off 1000 ng/ml untuk feritin serum untuk membedakan antara pasien yang terkelasi dengan adekuat dan pasien yang terkelasi dengan buruk, kami menemukan hanya 3,3% pasien TM yang terkelasi dengan adekuat melawan 26,7% pasien SCD patients dan membedakan secara signifikan dan perbedaannya signifikan (P = 0,01). Pada pasien SCD menunjukkan secara signifikan nilai surrogate untuk hemolysis dan inflamasi ketika dibandingkan dengan kelompok talasemia (P < 0,05). LDH hampir lima kali lebih besar dari nilai normalnya pada pasien SCD yang mengindikasikan bahwa transfusi tidak sepenuhnya efektif dalam menekan produksu sel darah merah endogen. C-reactive protein (CRP) juga hampir tiga kali lebih besar pada pasien SCD. Dua puluh tiga persen pasien talasemia memiliki lebih dari du kali lipat kadar transaminase dibanding kelompok SCD. Hasil yang perbedaannya tidak signifikan yang ditemukan pada kadar rata-rata trombosit, persentase neutrophil, perhitungan retikulosit (P > 0,05), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 3 mengilustrasikan perbandingan rata-rata kadar lipid profil pasien kami; total kolesterol, LDL-cholesterol, juga trigliserida (TG) secara signifikan menurun pada talasemuia dan sickle cell anemia dibandingkan dengan kontrol yang relevan (P < 0,05), yang merupakan hal yang aneh pada penyakit tersebut. Akan tetapi, perbedaan yang tidak signifikan ditemukan pada tingkat rata-rata (P > 0,05) antara kasus talasemia beta dan sickle cell anemia.

Rata-rata kadar selenium pada pasien TM dan SCD secara signifikan lebih rendah ketika diandingkan dengan kelompok kontrol (P < 0,05). Akan tetapi, rata-rata kadar selenium menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok talasemia dan SCD (P > 0,05). Hasil yang serupa juga terlihat pada rata-rata kadar vitamin E kelompok TM dan SCD yang secara signifikan lebih rendah ketika dibandingkan denga kelompok kontrol (P < 0,05). Tetapi, rata-rata kadar vitamin E menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok talasemia dan SCD (P > 0,05) seperti yang diringkas dalam tabel 4.

Page 7: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

Terdapat korelasi positif yang signifikan yang ditemukan antara kadar vitamin E dan feritin. Akan tetapi korelasi yang tidak signifikan ditemukan pada semua antioksidan dan variabel laboratorium lainnya, termasuk antioksidan lain antara kedua kelompok pasien yang diajak dalam penelitian ini seperti yang terungkap dalam tabel 5.

Diskusi

Studi kami didesain untuk meninjau kadar antioksidan (vitamin E dan selenium) dan profil lipid pada anak-anak tergantung transfusi di Mesir dengan b-talasemia dan sickle cell disease dan untuk mengkorelasikan kadar tersebut dengan status kelebihan besi atau kebutuhan transfusi.

Deplesis yang sangat signifikan (P < 0,001) pada vitamin E serum telah diobservasi dalam studi kami. Vitamin E memegang peranan penting dalam melindungi sel terhadap cedera oksidatif. Peran antioksidan Vitamin E disebabkan karena kemampuannya dalam pendinginan lipid peroksida yang sangat reaktif dengan mendonasikan hydrogen dan mencegah ekstraksi hydrogen dari asam lemak tak jenuh ganda. Hal ini membantu dalam merestriksi reaksi berantai self-perpetuated peroksidasi lipid [7]. Menurut pengetahuan penulis; studi tunggal yang dilakukan sebelumnya [8] dan diperiksan status oksidan-antioksidan pada 40 anak dengan SCD. Sebagian besar studi sebelumnya tentang stres oksidatif pada hemoglobinopati kronik diperiksa pada orang dewasa dan diperiksa satu kelompok penyakit [9–11]; studi lain [1] membandingkan marker stres oksidatif dan antioksidan (vitamin E) pada pasien SCD dan b-talasemia yang ditransfusi secara kronik. Hal ini membuat studi kami menjadi yang pertama kali untuk menggabungkan dua antioksidan pada kedua penyakit.

Hubungan antara defisiensi vitamin E dan kejadian VOC pada pasien SCD merupakan kontroversi. Beberapa studi melaporkan bahwa defisiensi vitamin E mungkin tidak konduktif untuk VOC dan merekomendasikan menggunakan antioksidan yang lebih spesifik seperti total antioxidant capacity (TAO) atau nitrit oksida [5,8]. Namun, korelasi terbalik antara kadar vitamin E dan frekuensi transfusi dilaporkan oleh Marwah et al. [5].

Diantara kasus SCD kami, vitamin E tidak berkorelasi dengan variabel yang diujikan manapun seperti frekuensi transfusi, frekuensi VOC, dan indeks hemolysis, selenium, kolestrol serum, HDL atau LDL.

Selenium memegang peranan penting dalam mencegah modifikasi oksidatif lipid, mengurangi inflamasi dan mencegah agregasi trombosit [12]. Suplementasi selenium pada pasien dengan penyakit kardiovaskular ditemukan dapat

Page 8: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

menurunkan kadar kolestrol plasma total dan low-density-lipoprotein (LDL) kolestrol plasma dan dosis setinggi 300 mcg/hari secara signifikan meningkatkan kadar HDL [13–15].

Pengukuran status selenium yang paling umum digunakan adalam konsentrasi selenium plasma dan serum [16]. Tetapi konsentrasi dalam darah mencerminkan intake selenium terakhir dan bukan intake jangka panjang. Hal ini dapat menjelaskan mengapa subyek normal memiliki kadar selenium yang rendah. Kadar rata-rata selenium pada kasus TM adalah 30,6 ± 23,6 lg/L dan pada kasus SCD adalah 29,8 ± 20,8 lg/L dan keduanya secara signifikan leih rendah ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol 109,9 ± 8,3 lg/L (p < 0,05). Tetapi, kadar selenium rata-rata menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok talasemia dan SCD (p > 0,05). Data kami sesuai denga studi sebelumnya [17–19]. Keadaan defisiensi selenium pada kelompok talasemia dan SCD ini dapat dijelaskan dengan keadaan stres oksidatif kronik dengan penurunan berbagai antioksidan [19]. Apakah suplementasi selenium berguna atau tidak pada kelompok pasien tersebut masih memerlukan studi lebih lanjut.

Pada penelitian ini, 30 pasien (50%) memiliki riwayat kekerabatan yang positif dan 27 pasien (45%) memiliki kondisi yang mirip pada keluarganya, hal ini dapat menjelaskan prevalensi talasemia beta sangat tinggi di daerah Mediterania [20] dan SCD sangat tinggi pada Afrika Tengah, Mediteraniais dan negara-negara timur [21].

Dua puluh delapan pasien (46,7%) telah melakukan splenektomi karena seringnya tranfusi. Diantara pasien SCD, frekuensi median yang memerlukan perawatan rumah sakit selama setahun terakhir adalah 5 (IQR 2–12) yang dapat dijelaskan sebagai komplikasi SCD [5]. Kelompok b-Thalassemia menunjukkan prevalensi lebih tinggi pada kekerabatan yang positif (p = 0,01) dan splenektomi dibandingkan dengan kelompok SCD (P < 0,001). Seluruh pasien b-talasemia bergantung transfusi dan menerima darah pada frekuensi berkisar dari 4 sampai 24 kali per tahun dengan rata-rata 13,8 ± 5,0 dan secara signifikan lebih tinggi ketika dibandingkan dengan kelompok SCD dimana hanya 21 yang bergantung transfusi dan menerima darah pada frekuensi berkisar dari 2 sampai 24 kali per tahun dengan rata-rata 9,8 ± 5,5 (P = 0,014). Penanganan talasemia mayor adalah transfusi darah untuk mempertahankan kadar hemoglobin [22]. Kelasi besi yang tepat merupakan komponen penting dari b-talasemia dan SCD yang dianggap menghambat cedera jaringan dari kelebihan besi dan meningkatkan harapan hidup [23].

Kelompok talasemia menunjukkan prevalensi anak-anak dengan berat badan per umur di bawah persentil 5 adalah 86,7%, 33,3% pada kasus SCD dan 0% pada

Page 9: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

kelompok kontrol. Untuk persentil tinggi badan per umur kelompok talasemia 80%, 46,7% pada kasus SCD dan 0% pada kelompok kontrol. Perbedaan tersebut signifikan (P < 0,05) dan sepakat dengan laporan sebelumnya tentang peningkatan prevalensi gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia dan SCD bergantung transfusi yang secara sekunder karena kelebihan besi yang berhubungan dengan endokrinopati [24,23].

Pasien anemia kronik mempertahankan peningkatan cardiac output untuk mempertahankan delivery oksigen [25]. Proses ini menyebabkan kondisi hiperkatabolik ringan, peningkatan pengeluaran energi saat beristirahat, dan stres oksidatif kronik [26,27].

Data kami menunjukkan bahwa seluruh pasien kami mengalami anemia kronik dan baik kelompok talasemia dan SCD menunjukkan indeks hemoglobin dan sel arah merah di bawah kadar fisiologis normal. Akan tetapi, pasien talasemia beta menunjukkan kadar rata-rata yang secara signifikan lebih rendah pada hemoglobin, MCV, MCH dan MCHC dan kadar AST yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan pasien SCD, yang mengindikasikan kondisi hemolitik yang lebih berat. Hal ini sesuai dengan studi kohort sebelumnya [28] pada sejumlah besar pasien b-talasemia mayor yang difollow-up pada senter yang sama dan dilaporkan rata-rata kadar hemoglobin sebelum transfusi serendah 5,7 ± 1,16 g/dl yang lebih rendah dibanding penelitian sejenis yang median baseline hemoglobin mencapai 10,0 g/dl [29]. Hal ini mungkin menjelaskan restrictive transfusion regimen yang diadopsi oleh senter kami dan benar-benar menggambarkan latar belakang finansial kami dengan ketersediaan darah dan juga kelasi besi yang terbatas. Akan tetapi, indeks hemolisis lain seperti penghitungan retikulosit dapat dibandingkan pada kedua kelompok. Di lain pihak; pasien SCD menunjukkan nilai surrogate yang lebih tinggi untuk hemolisis dan inflamasi ketika dibandingkan dengan kelompok talasemia (P < 0,05); LDH hampir lima kalo lebih besar daripada nilai normal pada pasien SCD yang mengindikasikan bahwa transfusi tidak sepenuhnya efektif dalam menekan produksi sel darah merah endogen dan rata-rata C-reactive protein (CRP) juga meningkat hampir tiga kali lipat pada pasien SCD yang konsisten dengan keadaan inflamasi kronik. Empat dari 30 pasien TM menunjukkan nilai yang abnormal pada aspartate dan alanine transaminase yang melebihi dua kali lipat dibanding kelompok SCD.

Pasien SCD menunjukkan peningkatan secara signifikan pada penghitungan trombosit dibandingkan dengan kelompok talasemia yang dapat dijelaskan denga keadaan asplenia fungsional dan trombositosis sekunder pada pasien tersebut [30,31].

Page 10: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

Ketika kelasi yang tepat digunakan, diharapkan kadar feritin serum dapat dipertahankan dalam batas normal berapapun jumlah transfusinya. Hal ini mungkin berhubungan dengan penggunaan kelasi yang tidak tepat atau respon yang berbeda terhadap terapi kelasi pada pasien [23]. Akan tetapi maintenance kadar feritin serum yang seragam masih kurang pada populasi kami. Baik pada kedua kelompok terjadi peningkatan kadar feritin serum dimana kelompok talasemia memiliki nilai feritin antara 898 dan 12.128 ng/ml dan pasien SCD antara 560 sampai 6000 ng/ml. Keadaan kelebihan besi ini menunjukkan penurunan kepatuhan penggunaan kelasi pada populasi kami [28]. Dilaporkan bahwa angka kepatuhan 26,3% pada pasien yang mendapat deferoxamine dan 58.6% pada pasien yang mendapat kelasi oral, tetapi, bukan hanya disebabkan kepatuhan yang buruk tetapi juga karena ketersediaan kelasi tersebut. Walaupun demikian, kadar pada kelompok talasemia secara signifikan lebih tinggi ketika dibandingkan dengan pasien SCD dan tlah dikonfirmasi bahwa semakin tinggi frekuensi ketergantungan transfusi semakin tinggi juga absorpsi sekunder besi berlebih untuk meningkatkan angka ketidakefektifan eritropoiesis pada pasien talasemia [19]. Ketika kami menggunakan batas cut-off feritin serum di bawah 1000 ng/ml antara pasien yang terkelasi adekuat dengan pasien yang terkelasi buruk sesuai dengan panduan Thalassemia International Federation [32,33] kami menemukan hanya 3,3% dari pasien TM yang terkelasi adekuat dengan 26,7% pasien SCD dan hal ini berbeda secara signifikan (p = 0,01). Angkan diantara pasien TM ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Ragab et al. [28] dalam penelitian kohort TM mereka dimana hasilnya adalah 30%, tetapi mirip dengan Shah et al. [23] yang melaporkan angka prevalensi 6,3% diantara kelompok studinya.

Diantara kelompok talasemia; kadar feritin dan selenium serum tidak berkorelasi dengan variabel yang diujikan termasuk antioksidan lain. Hal ini sesuai dengan Claster et al. [19] yang meneliti kelompok pasien yang ditransfusi secara kronik sebanyak 43 pasien dengan SCD (17 orang laki-laki, 26 orang perempuan) dan 24 pasien dengan TM (13 laki-laki dan 11 perempuan). Mereka berusia antara 1,5 sampai 31,4 tahun dan ditemukan bahwa kadar vitamin E dan seleniumnya rendah dan menunjukkan sedikit hubungan dengan kelebihan besi, hemolisis, ataupun inflamasi. Miripnya, kelompok SCD menunjukkan tidak ada korelasi kadar feritin dan selenium serum dengan variabel uji termasuk antioksidan lainnya.

Banyak faktor seperti kelebihan besi, kerusakan hepar, dan gangguan hormonal yang mempengaruhi pola lipid diantara pasien dengan talasemia beta mayor. Beberapa penulis menyarankan bahwa peningkatan eritropoiesis dan peningkatan uptake LDL oleh makrofag dan histiosit dari reticuloendothelial system merupakan determinan utama rendahnya kadar kloesterol plasma pada talasemia beta mayor [34,35].

Page 11: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

Data kami menunjukkan bahwa kolesterol total dan LDL juga TG secara signifikan lebih rendah pada kelompok talasemia daripada kelompok kontrol (P < 0,001) dan sesuai dengan laporan sebelumnya [36,37]. Di lain pihak, Chrysohoou et al. [35] melaporkan kadar TG yang lebih tinggi pada pasien talasemia. Hal ini berbeda dengan hasil studi kami dan dapat dijelaskan dengan kelompok usia yang lebih muda pada studi kami. Miripnya, kelompok SCD secara signifikan memiliki kadar kolesterol total, LDL, dan TG daripada than kontrol (P < 0,001), yang aneh pada penyakit ini dan sesuai dengan VanderJagt et al. [38]. Tetapi, kadar kolesterol total, LDL, juga TG berada dalam batas normal dan berbanding dengan talasemia beta dan sickle cell anemia (P > 0,05). Sebagai tambahan, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kadar rata-rata HDL pada ketiga kelompok (P > 0,05).

Keterbatasan Studi

Salah satu keterbatasan studi kami bahwa studi kami diuji untuk antioksidan individu seperti vitamin E dan selenium yang dapat kurang informative dibandingkan dengan uji lain seperti total antioxidant capacity yang menggambarkan reducing property pada antioksidan individual bukan protein atau komponen donasi electron dan nitrit oksida yang saat ini bertanggung jawab en vogue untuk cedera vaskular dan thrombosis dalam konteks hemolisis tetapi juga interakter penting dengan selenium dan vitamin E, karena terbatasnya biaya pekerjaan kami, kami tidak daoat mengevaluasi parameter tersebut dan korelasinya dengan indeks lain. Tetapi kami bertujuan untuk menyelesaikan pekerjaan ini dalam studi lain di masa mendatang. Faktor pembatas lain adalah rendahnya jumlah sampel yang dapat mempenngaruhi kesimpulan kami dan hal ini dikarenakan keterbatasan sumber keuangan perkerjaan kami yang tidak dibiayai agensi manapun.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kami, pasien dengan b-thalassemia dan SCD mengalami depleted antioxydant dan kemudian meningkatkan stres oksidatif relatif terhadap kontrol sehat. Hal ini merupakan indikasi bahwa pasien talassemia dan SCD dihasilkan dalam jumlah yang lebih besar akibat reactive oxygen species yang cenderung dihapus secara efektif dengan mekanisme endogen. Namun, kadar antioksidan ini tidak berkorelasi dengan indeks hemolisis atau inflamasi pada pasien transfusi kronis.

Studi ini tidak menerima bantuan keuangan dari instansi manapun di sektor publik, komersial, atau non-profit.

Page 12: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

Kontribusi Penulis

Seluruh penulis berkontribusi secara substansial terhadap isi intelektual dalam tulisan ini.Mona Hamdy, MD: Desain studi, merevisi isi intelektual dan penyetuju versi akhir yang dipublikasikan.Dalia Mosallam, MD: Desain studi, konsep, dan akuisisi data klinis dan hasil aplikasi klinis.Alaa Jamal, MSc: Akuisisi data, sampel dan hasil aplikasi klinis.Walaa Rabie, MD: Desain studi, pekerjaan laboratorium, interpretasi hasil dan analisis data, serta penulisan naskah.Seluruh penulis telah membaca dan menyetujui naskah akhir.

Referensi1. Walter PB, Fung EB, Killilea DW, Jiang Q, Hudes M, Madden J, et al.

Oxidative stress and inflammation in iron-overloaded patients with b-thalassaemia or sickle cell disease. Br J Haematol 2006;135(2):254–63.

2. Brewer CJ, Coates TD, Wood JC. Spleen R2 and R2 in ironoverloaded patients with sickle cell disease and thalassemia major. J Magn Reson Imag 2009;29:357–64.

3. Amer J, Ghoti H, Rachmilewitz E, Koren A, Levin C, Fibach E. Red blood cells, platelets and polymorph nuclear neutrophils of patients with sickle cell disease exhibit oxidative stress that can be ameliorated by antioxidants. Br J Haematol 2006;132:108–13.

4. Segal JB, Miller III ER, Brereton NH, Resar LM. Concentrations of B vitamins and homocysteine in children with sickle cell anemia. South Med J 2004;97:149–55.

5. Marwah SS, Blann AD, Rea C, Philips JD, Wright J, Bareford D. Reduced vitamin E antioxidant capacity in sickle cell diseases related to transfusion status but not to sickle crisis. Am J Hematol 2002;69:144–6.

6. Nur E, Brandjes DP, Teerlink T, Otten HM, Oude Elferink RP, Muskiet F, et al. CURAMA study group. N-acetylcysteine reduces oxidative stress in sickle cell patients. Ann Hematol 2012;91(7):1097–105.

7. Das N, Chowdhury TD, Chattopadhyay A, Datta. Attenuation of oxidation stress – induced changes in thalassemic erythrocytes by vitamin E. Pol J Pharmocol 2004;56:85–96.

8. El-Ghamrawy MK, Hanna WM, Abdel-Salam A, El-Sonbaty MM, Youness ER, Adel A. Oxidant-antioxidant status in Egyptian children with sickle cell anemia: a single center based study. J Pediatr 2014;90(3):286–92.

9. Halliwell B. Oxidative stress and cancer: have we moved forward? Biochem J 2007;401(1):1–11.

Page 13: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

10. Arinola OG, Olaniyisa SA, Akibinu MO. Evaluation of antioxidant levels and trace elements status in Nigerian sickle cell disease patients with plasmodium parasitae-mia. Pak J Nut 2008;7:766–9.

11. Foluke F, Kayode A, Johan A, Modupe K. Total anti-oxidant status in sickle cell disease patients in steady state. J Natl Med Assoc 2008;100:891–4.

12. Rayman MP. Selenium and human health. Lancet 2012;379: 1256–68.13. Hercberg S, Galan P, Preziosi P, Bertrais S, Mennen L, Malvy D, et al. The

SU.VI.MAX study: a randomized, placebocontrolled trial of the health effects of antioxidant vitamins and minerals. Arch Intern Med 2004;164(21):2335–42.

14. Hercberg S, Kesse-Guyot E, Druesne-Pecollo N, Touvier M, Favier A, Latino-Martel P, et al. Incidence of cancers, ischemic cardiovascular diseases and mortality during 5-year follow-up after stopping antioxidant vitamins and minerals supplements: a postintervention follow-up in the SU. VI. MAX Study. Int J Cancer 2010;127:1875–81.

15. Stranges S, Marshall JR, Trevisan M, Natarajan R, Donahue RP, Combs GF, et al. Effects of selenium supplementation on cardiovascular disease incidence and mortality: secondary analyses in a randomized clinical trial. Am J Epidemiol 2006;163(8):694–9.

16. Sunde RA. Selenium. In: Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, Tucker KL, Ziegler TR, editors. Modern nutrition in health and disease. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. p. 225–37.

17. Nasr MR, Ali S, Shaker M, Elgabry E. Antioxidant micronutrients in children with thalassaemia in Egypt. Eastern Mediterr Health J 2002;8(4–5):490–5.

18. Bartfay WJ, Bartfay E. Selenium and glutathione peroxidase with beta-thalassemia major. Nurs Res 2001;50(3):178–83.

19. Claster S, Wood JC, Noetzli L, Carson SM, Hofstra TC, Khanna R, et al. Nutritional deficiencies in iron overloaded patients with hemoglobinopathies. Am J Hematol 2009;84:344–8.

20. Aydinok Y. Thalassemia. Hematology 2012;17(s1):s28–31.21. Kate SL. Health problems of tribal population groups from state of

Maharashtra. Ind J Med Sci 2001;5(2):99–108.22. Hazirolan T, Eldem G, Unal S, Akpinar B, Gu¨ mru¨ k F, Alibek S, et al.

Dual-echo TFE MRI for the assessment of myocardial iron overload in beta-thalassemia major patients. Diagn Interv Radiol 2010;16(1):59–62.

23. Shah N, Mishra A, Chauhan D, Vora C. Study on effectiveness of transfusion program in thalassemia major patients receiving multiple blood transfusions at a transfusion centre in Western India. Asian J Transfus Sci 2010;4:94–8.

24. Fung EB, Harmatz PR, Lee PD, Milet M, Bellevue R, Jeng MR, et al. Increased prevalence of iron-overload associated endocrinopathy in thalassaemia versus sickle-cell disease. Br J Haematol 2006;135(4):574–82.

Page 14: Selenium Dan Vitamin E Sebagai Antioksidan Pada Anemia Hemolitik Kronik

25. Wood JC, Tyszka JM, Carson S, Nelson MD, Coates TD. Myocardial iron loading in transfusion-dependent thalassemia and sickle-cell disease. Blood 2004;103(5):1934–6.

26. Harmatz P, Heyman MB, Cunningham J, Lee PDK, Styles L, Quirolo K, et al. Effects of red blood cell transfusion on resting energy expenditure in adolescents with sickle cell anemia. J Ped Gastroenterol Nutr 1999;29:127–31.

27. Barden EM, Zemel BS, Kawchak DA, Goran MI, OheneFrempong K, et al. Total and resting energy expenditure in children with sickle cell disease. J Pediatr 2000;136:73–9.

28. Ragab LA, Hamdy MM, Shaheen IA, Yassin RN. Blood transfusion among thalassemia patients: a single Egyptian center experience. Asian J Transfus Sci 2013;7:33–6.

29. Cario H, Stahnke K, Kohne E. Beta-thalassemia in Germany. Results of cooperative beta-thalassemia study. Klin Padiatr 1999;211:431–7.

30. Khan PN, Nair RJ, Olivares J, Tingle LE, Li Z. Postsplenectomy reactive thrombocytosis. Proc (Bayl Univ Med Cent) 2009;22(1):9–12.

31. Dame C, Sutor AH. Primary and secondary thrombocytosis in childhood. Br J Haematol 2009;129(2):165–77.

32. Gattermann N. Guidelines on iron chelation therapy in patients with myelodysplastic syndromes and transfusion iron overload. Leuk Res 2007;S3:S10–5.

33. Thalassemia International Federation. Guidelines for the clinical management of thalassemia. <http://www.thalassaemia.org.cy/ Publications.htm>; 2011.

34. Maioli M, Vigna G, Tonolo G, Brizzi P, Ciccarese M, Donega` P, et al. Plasma lipoprotein composition, apolipoprotein(a) concentration and isoforms in beta-thalassemia. Atherosclerosis 1997;131(1):127–33.

35. Chrysohoou C, Panagiotakos DB, Pitsavos C, Kosma K, Barbetseas J, Karagiorga M, et al. Distribution of serum lipids and lipoproteins in patients with beta thalassaemia major; an epidemiological study in young adults from Greece. Lipids Health Dis 2004;3:3.

36. Amendola G, Danise P, Todisco N, D’Urzo G, Di Palma A, Di Concilio R. Lipid profile in beta-thalassemia intermedia patients: correlation with erythroid bone marrow activity. Int J Lab Hematol 2007;29(3):172–6.

37. Haghpanaha S, Davania M, Samadia B, Ashrafia A, Karimi M. Serum lipid profiles in patients with beta-thalassemia major and intermedia in southern Iran. JRMS 2010;15(3):150–4.

38. VanderJagt DJ, Shores J, Okorodudu A, Okolo SN, Glew RH. Hypocholesterolemia in Nigerian children with sickle cell disease. J Trop Pediatr 2002;48(3):156–61.