sejarah teks kelompok 5

12
UPACARA ADAT >> Upacara adat dimaksudkan untuk mencari hubungan dengan Tuhan, para Dewa ataupun makhlukhalus yang mendiami alam gaib. Selain untuk mendapatkan kemurahan hati para Dewa dan menghindarkan diri dari kemarahan para Dewa, seperti malapetaka dan bencana alam. Berikut adalah upacara adat yang dapat kami sajikan, Wadian Upacara Tiwah upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal Wara Pada abad ke-14 Lambung Mangkurat memerintah kerajaan Negara Dipa dengan wilayahnya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut sakai yaitu daerah sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil/Kapuas, Biaju Besar/Kahayan, Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang yang berada dibawah para Mantri Sakai, tidak termasuk wilayah Kotawaringin yang di masa itu merupakan kerajaan tersendiri. Selanjutnya Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar, penerus Negara Dipa. Pada abad ke- 16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristerikan Nyai Diang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju. Raja Maruhum memerintahkan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk puteri Dipati Ngganding dan Nyai Tapu puteri Mantri Kahayan. Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting. Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang yaitu Pangeran Ratu

Transcript of sejarah teks kelompok 5

Page 1: sejarah teks kelompok 5

UPACARA ADAT

>> Upacara adat dimaksudkan untuk mencari hubungan dengan Tuhan, para Dewa ataupun makhlukhalus yang mendiami alam gaib. Selain untuk mendapatkan kemurahan hati para Dewa dan menghindarkan diri dari kemarahan para Dewa, seperti malapetaka dan bencana alam.

Berikut adalah upacara adat yang dapat kami sajikan,

Wadian Upacara Tiwah upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal Wara  

Pada abad ke-14 Lambung Mangkurat memerintah kerajaan Negara Dipa dengan wilayahnya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut sakai yaitu daerah sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil/Kapuas, Biaju Besar/Kahayan, Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang yang berada dibawah para Mantri Sakai, tidak termasuk wilayah Kotawaringin yang di masa itu merupakan kerajaan tersendiri. Selanjutnya Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar, penerus Negara Dipa. Pada abad ke-16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristerikan Nyai Diang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju. Raja Maruhum memerintahkan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk puteri Dipati Ngganding dan Nyai Tapu puteri Mantri Kahayan. Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting. Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Sesuai traktat 13 Agustus 1787, Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimatan Timur, sebagian Kalimantan Barat, dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC, sedangkan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa (daerah Martapura sampai Tamiang Layang) menjadi daerah protektorat VOC-Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam al-Watsiqu Billah dari Banjar menegaskan kembali

Page 2: sejarah teks kelompok 5

penyerahan wilayah Kalimantan Tengah beserta daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

 

NGABEN

Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu Bali.Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana.Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar

Kebo-Keboan

Prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan saat kemarau panjang, dengan turunnya hujan ini berarti petani dapat segera bercocok tanam.Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan

Tabuik Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti

Page 3: sejarah teks kelompok 5

mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya

RAMBU SOLO

Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal

Menyepi  

Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya

Page 4: sejarah teks kelompok 5

merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.

 

Tradisi Saparan Bekakak

Penyembelihan boneka bekakak temanten (pengantin Jawa) wanita dalam Upacara adat Saparan Bekakak di DesaAmbarketawang, Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Desa Ambarketawang, memiliki tradisi khas berupa penyembelihan bekakak, sepasang boneka temanten (pengantin Jawa) muda yang terbuat dari tepung ketan. Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali dalam bulan Sapar dalam Kalender Jawa. Tradisi ini terkait dengan tokoh Ki Wirasuta, satu dari tiga bersaudara dengan Ki Wirajamba, dan Ki Wiradana yang merupakan abdi dalem Hamengkubuwana I yang sangat dikasihi.Ketika pembangunan Kraton Yogyakarta sedang berlangsung, para abdi dalem tinggal di pesanggrahan Ambarketawang kecuali Ki Wirasuta yang memilih tinggal di sebuah gua di Gunung Gamping. Pada bulan purnama, antara tanggal 10 dan 15, pada hari Jumat, terjadi musibah, Gunung Gamping longsor. Ki Wirasuta dan keluarganya tertimpa longsoran dan dinyatakan hilang karena jasadnya tidak ditemukan. Hilangnya Ki Wirasuta dan keluarganya di Gunung Gamping ini menimbulkan keyakinan pada masyarakat sekitar bahwa jiwa dan arwah Ki Wirasuta tetap ada di Gunung Gamping.Upacara Saparan semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengkubuwana I. Tapi kemudian berubah dan dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan bagi penduduk yang mengambil batu gamping agar terhindar dari bencana. Sebab pengambilan batu gamping cukup sulit dan berbahaya

>> Nilai dan Norma dalam Upacara

Proses terbentuknya sistem keagamaan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, berawal dari munculnya emosi keagamaan sehingga mempengaruhi manusia untuk melakukan aktifitas-aktifitas ritual. Dengan memiliki emosi keagamaan itu segala sesuatu yang tidak bnerarti memiliki nilai keramat.

praktik seperti itu bahkan masih berlangsung hingga kinik dalam kemasan beraneka ragam.

Page 5: sejarah teks kelompok 5

DONGENG

Dongeng merupakan cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi dan biasanya untuk hiburan, melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) dan bahkan sindiran.

Dongeng ada dua macam : dongeng binatang atau fabel dan dongeng biasa.

DONGENG TELAGA BIDADARI

Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Awang Sukma mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun melihat aneka macam kehidupan di dalam hutan. Ia membangun sebuah rumah pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar. Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling daerah kekuasaannya dan sampailah ia di sebuah telaga yang jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yg rindang dengan buah-buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya. "Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang luar biasa," gumam Datu Awang Sukma.

Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma sedang meniup serulingnya, ia mendengar suara riuh rendah di telaga. Di sela-

Page 6: sejarah teks kelompok 5

sela tumpukan batu yang bercelah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah telaga. Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika melihat ada 7 orang gadis cantik sedang bermain air. "Mungkinkah mereka itu para bidadari?" pikir Awang Sukma. Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Salah satu selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma. "Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu," gumam Datu Awang Sukma.

Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang masing-masing. Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari persembunyiannya. "Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba," bujuk Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain maka tidak ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan Awang Sukma.

Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia. Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi di atas permukaan lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan ayam. "Apa kira-kira isinya ya?" pikir Putri Bungsu. Ketika bumbung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan berteriak gembira. "Ini selendangku!, seru Putri Bungsu. Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada suaminya. Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.

Akhirnya Putri Bungsu membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. "Kini saatnya aku harus kembali!," katanya dalam hati. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong bayinya. Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta maaf atas tindakan yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dielakkan. "Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu kepada Datu Awang Sukma."

Page 7: sejarah teks kelompok 5

Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong ke angkasa. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang menemuinya," ujar Putri Bungsu.

Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya dan seketika terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma menap sedih dan bersumpah untuk melarang anak keturunannya memelihara ayam hitam yang dia anggap membawa malapetaka.

Pesan moral : Jika kita menginginkan sesuatu sebaiknya dengan cara yang baik dan halal. Kita tidak boleh mencuri atau mengambil barang/harta milik orang lain karena suatu saat kita akan mendapatkan hukuman.

DONGENG GONBE DAN 100 ITIK

Di sebuah desa, tinggal seorang ayah dengan anak laki-lakinya yang bernama Gonbe. Mereka hidup dari berburu itik. Setiap berburu, ayah Gonbe hanya menembak satu ekor itik saja. Melihat hal tersebut Gonbe bertanya pada ayahnya," Kenapa kita hanya menembak satu ekor saja Yah?", "Karena kalau kita membunuh semua itik, nanti itik tersebut akan habis dan tidak bisa berkembang biak, selain itu kalau kita membunuh itik sembarangan kita bisa mendapat hukuman.

Beberapa bulan kemudian, ayah Gonbe jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak saat itu, Gonbe berburu itik sendirian dan menjualnya. Lama kelamaan, Gonbe bosan dengan pekerjaannya, ia mendapatkan sebuah ide. Keesokan hariya, Gonbe datang ke danau yang sudah menjadi es. Ia menebarkan makanan yang sangat banyak untuk itik-itik. Tak berapa lama, itik-itik mulai berdatangan dan memakan makanan yang tersebar. Karena kekenyangan, mereka tertidur di atas. Gonbe segera mengikat itik-itik menjadi satu. Ia mengikat 100 itik sekaligus. Ketika itik ke seratus akan di ikatnya, tiba-tiba itik-itik tersebut terbangun dan segera terbang. Gonbe yang takut kehilangan tangkapannya, segera memegang tali yang diikatkannya ke itik tersebut. Karena banyaknya itik yang diikat, Gonbe terangkat dan terbawa ke atas. Gonbe terus terbang terbawa melewati awan. Di awan tersebut Ayah dan anak halilintar sedang tidur dengan nyenyak. "Dugg!", kaki Gonbe tersandung badan ayah halilintar. Ayah halilintar terbangun sambil marah-marah, ia segera mengeluarkan halilintarnya yang kemudian menyambar tali-tali yang mengikat itik-itik itu.

Page 8: sejarah teks kelompok 5

Gonbe jatuh ke dalam laut! Ia jatuh tepat di atas kepala Naga laut yang berada di Kerajaannya. Naga laut menjadi marah dan mulai memutar-mutar ekornya, lalu memukulkannya ke Gonbe. Gonbe terbang lagi dari dalam laut. Akhirnya Gonbe jatuh ke tanah dengan kecepatan tinggi. Akhirnya Gonbe jatuh ke atap jerami rumah seorang pembuat payung. "Kamu tidak apa-apa?", Tanya si pembuat payung sambil menolong Gonbe. "Maaf atap anda jadi rusak. Berilah pekerjaan pada saya untuk mengganti kerugian anda". "Kebetulan, aku memang sedang kekurangan tenaga pembantu", kata pembuat payung.

Sejak itu Gonbe menjadi rajin membuat payung. Suatu hari, ketika sedang mengeringkan payung di halaman, datang angin yang sangat kencang. Karena takut payungnya terbang, Gonbe segera menangkap payung tersebut. Tetapi payung tersebut terus naik ke atas bersama Gonbe. Dengan tangan gemetaran Gonbe terus memegang payung sambil terus terbang dengan payungnya hingga melewati beberapa kota. Payung tersebut akhirnya robek karena tersangkut menara dan pohon-pohon. Gonbe pun jatuh. Untungnya ia jatuh tepat di sebuah danau. Gonbe merasa lega. Tidak berapa lama tiba-tiba kepala Gonbe di patuk oleh sekawanan hewan. "Lho ini kan itik-itik yang aku ikat dengan tali. Ternyata benar ya, kita tidak boleh serakah menangkap sekaligus banyak." Akhirnya Gonbe melepaskan tali-tali yang mengikat kaki-kaki itik tersebut dan membiarkan mereka terbang dengan bebas.

Pesan Moral : Kita tidak boleh menjadi orang yang tamak dan serakah serta kikir. Cerita di atas menggambarkan adanya hukuman bagi orang yang tamak serta melanggar ketentuan yang sudah ada.

LAGU DAERAH

>>Lagu Daerah

Lagu-lagu yang berkembang berdasar adat dan budaya masyarakat daerah setempat dan dikenal di daerah tersebut secara turun temurun.

>> Fungsi Lagu Daerah

agar masyarakat mengetahui lagu daerah setempat bahwa lagu-;agu itu tersususn sedemikian rupa dari masyarakat sebelum mereka dan agar dapat mengembangkan lagu daerah secara turun temurun.

Page 9: sejarah teks kelompok 5

>>Makna Lagu Daerah Di Masyarakat

menunjukan bahwa lagu daerah mempunyai kebudayaan yang tinggi di daerah setempat.

Lagu Daerah Banjarnegara

DAWET AYU

kakang-kakang pada plesir

maring ngendi.. Yayi

tuku Dhawet, Dhawete Banjarnegara

Seger anyes legi, ..

Apa iya…

Dhawet Ayu , Dhawete banjarnegara

Cik Cik Periok

Cik cik periook bilanga sumping dari jaweDatang nek krcibook bawa kepiting dua ekookCik cik periook bilanga sumping dari jaweDatang nek kecibook bawa kepiting dua ekookCak cak bur dalam bilanga picak iddung gigi rongakSape kitawa dolok dipancung raje tunggak hei

Kampuang Nan Jauh Di Mato

Kampuang nan jauh di matoGunuang Sansai Baku LiliangTakana Jo Kawan, Kawan Nan LamoSangkek Basu Liang Suliang

Panduduknya nan elok nanSuko Bagotong RoyongKok susah samo samo dirasoDen Takana Jo Kampuang

Takana Jo KampuangInduk Ayah Adik SadonyoRaso Mangimbau Ngimbau Den PulangDen Takana Jo Kampuang

Page 10: sejarah teks kelompok 5

Sinanggar Tullo

Sinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloTu di a ma lu lu anDa goreng goreng ba hen so ban sai tu di a ma lu lu anDa boru to bing ba hen do nganSinanggar tullo tullo a tullo

Sinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloSinanggar tullo tullo a tulloBidang bulung nirimbang

Da bidangan balung ni du lang sai pandokonni da i nangDa ikkondo mar bo ru tu langSinanggar tullo tullo a tullo

Ulah Ceurik

Cag di dieuCag samet dieuLalakon cinta nu urang

Tep anteupkeunTong diguar deuiCarita cinta nu pegat

Najan kagandrung sagulungNajan duriat sajagatKadeudeuh nu nyangreud pageuhAkhirna urang papisah pisah,

Rek ka sahaRek ka urang manaGeura milari gentosna

Cik ka kidulCik ka kalerKulon Wetan moal nyaram

Tos teu aya kakaitanAntara urang dua’an

Lain anjeun lain abdiUrang geus lain lainna

Reff.Ulah ceurikTong di ceungceurikanTarimakeun janten randaAbdi pasrah jadi dudaDa kieu geuning kudunaUrang teu bisa kumaha

Ulah ceurikTong di ceungceurikanWayahna urang papegatNajan hate masih beuratPileuleuyan-pileuleuyanHampura abdi hampura