Sejarah Pemikiran Politik Islam

21
1 PERKEMBANGAN POLITIK DINASTI ‘ABBA< SIYAH (Perkambangan Praktek Politik dan Pemikirannya) Oleh: Muh. Zulkarnain Mubhar NIM: F0.4.6.10.013 Abstrak: Dari berbagai peristiwa yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah Saw, peristiwa pemilihan pemimpin kaum muslimin merupakan peristiwa yang mengandung berbagai polemik yang sangat tajam yang ditengarai dengan banyaknya pemikiran politik, dari seluruh rangkaian peristiwa tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perkembangan pemikiran politik dari Rasulullah Saw hingga masa dinasti umawwiyah secara dinamis, namun demikian berbagai konflik dan intrik-intrik politik tidak dapat dipungkiri keberadaannya, utamanya pasca terbunuhnya sang khalifah ke-3. Dynasty ‘Abba> siyah merupakan dynasty yang didirikan secara revoluasioner mulai dari Khurasan hingga Magrib. Dynasty ini berdiri diantara dua imperim besar yaitu dynasty Umawiyyah jilid II yang berdiri tegak di Andalusia dan Byzantium. Usaha para penguasa dinasy ‘Abba> siyah untuk mengahbisi seluruh keluarga Umawiyyah tidak pernah berhasil meskipun bekerjasama dengan Eropa, namun usaha untuk menundukkan sikap politik kaum Byzantium selalu berhasil, hanya saja pasca terbunuhnya al-Mutawakkil, para penguasa kemudian harus disibukkan dengan berbagai pemberontakan internal yang tidak dapat diselesaikan bahkan menghasilkan berdirinya dynasty Buwaih, Salju> k dan Fa> t} imiyyah di Mesir. Kata Kunci: ‘Abba> siyyah, Politik, Luar Negeri, Dalam Negeri. Pendahuluan Polemik pemikiran politik ditengah-tengah kaum muslimin telah tamapak pasca wafatnya Rasulullah Saw, dimana Islam secara politik dibawah binaan dan bimbingan sang Rasul Agung Muhammad bin Abdullah Saw berhasil menyatukan pemikiran politik manusia –utamanya kaum Arab yang senang dengan pertikaian dan perpecahan- dalam satu pemikiran dan satu Negara yang dikeandalikan secara internal oleh hukum-hukum syari’at, dan secara ekstral berfungsi untuk meyebarluaskan risalah al-Isla>miyyah. Sejarah mencatat bahwa persoalan yang menjadi polemik pemikiran politik pertama yang terjadi dikalangan kaum muslimin pasca waftanya Rasulullah Saw adalah polemik kekuasaan politik atau Ima> mah 1 . Polemik kekuasaan politik yang terjadi pada masa 1 Abdul Muin Salim. Fiqhi Siayasah; Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. (Jakart: RajaGrafindo Press, 2002), 1; Bandingkan: Muhammad bin Abd al-Kari> m bin Abu> Bakr Ahmad al-Shahrasta> ni> y. Al- Milal wa al-Nih}al. Vol. 1 (Mesir: Mus} t} afa> al-Ba> b al-H{ alibi> y wa Awala> duhu> , 1387 H), 24. Philip K Hitti.

Transcript of Sejarah Pemikiran Politik Islam

Page 1: Sejarah Pemikiran Politik Islam

1

PERKEMBANGAN POLITIK DINASTI ‘ABBA<SIYAH (Perkambangan Praktek Politik dan Pemikirannya)

Oleh: Muh. Zulkarnain Mubhar

NIM: F0.4.6.10.013

Abstrak: Dari berbagai peristiwa yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah Saw, peristiwa pemilihan pemimpin kaum muslimin merupakan peristiwa yang mengandung berbagai polemik yang sangat tajam yang ditengarai dengan banyaknya pemikiran politik, dari seluruh rangkaian peristiwa tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perkembangan pemikiran politik dari Rasulullah Saw hingga masa dinasti umawwiyah secara dinamis, namun demikian berbagai konflik dan intrik-intrik politik tidak dapat dipungkiri keberadaannya, utamanya pasca terbunuhnya sang khalifah ke-3. Dynasty ‘Abba>siyah merupakan dynasty yang didirikan secara revoluasioner mulai dari Khurasan hingga Magrib. Dynasty ini berdiri diantara dua imperim besar yaitu dynasty Umawiyyah jilid II yang berdiri tegak di Andalusia dan Byzantium. Usaha para penguasa dinasy ‘Abba>siyah untuk mengahbisi seluruh keluarga Umawiyyah tidak pernah berhasil meskipun bekerjasama dengan Eropa, namun usaha untuk menundukkan sikap politik kaum Byzantium selalu berhasil, hanya saja pasca terbunuhnya al-Mutawakkil, para penguasa kemudian harus disibukkan dengan berbagai pemberontakan internal yang tidak dapat diselesaikan bahkan menghasilkan berdirinya dynasty Buwaih, Salju>k dan Fa>t}imiyyah di Mesir. Kata Kunci: ‘Abba>siyyah, Politik, Luar Negeri, Dalam Negeri.

Pendahuluan

Polemik pemikiran politik ditengah-tengah kaum muslimin telah tamapak pasca

wafatnya Rasulullah Saw, dimana Islam secara politik dibawah binaan dan bimbingan

sang Rasul Agung Muhammad bin Abdullah Saw berhasil menyatukan pemikiran politik

manusia –utamanya kaum Arab yang senang dengan pertikaian dan perpecahan- dalam

satu pemikiran dan satu Negara yang dikeandalikan secara internal oleh hukum-hukum

syari’at, dan secara ekstral berfungsi untuk meyebarluaskan risalah al-Isla>miyyah.

Sejarah mencatat bahwa persoalan yang menjadi polemik pemikiran politik pertama

yang terjadi dikalangan kaum muslimin pasca waftanya Rasulullah Saw adalah polemik

kekuasaan politik atau Ima>mah1. Polemik kekuasaan politik yang terjadi pada masa

1 Abdul Muin Salim. Fiqhi Siayasah; Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. (Jakart: RajaGrafindo Press, 2002), 1; Bandingkan: Muhammad bin Abd al-Kari>m bin Abu> Bakr Ahmad al-Shahrasta>ni>y. Al-Milal wa al-Nih}al. Vol. 1 (Mesir: Mus}t}afa> al-Ba>b al-H{alibi>y wa Awala>duhu>, 1387 H), 24. Philip K Hitti.

Page 2: Sejarah Pemikiran Politik Islam

2

tersebut melibatkan dua kelompok besar kaum muslimin yaitu Muha>jiri>n dan Ans}a>r

yang berakhir dengan dinobatkan Abu> Bakar al-S}iddi>q (w. 23 H/634 M) sebagai

khalifah.2 Setelah peristiwa tersebut proses kepemimpinan terus berlanjut tanpa polemic

yang berarti hingga terbunuhnya ‘Uthma>n bin ‘Affa>n (w. 36H/656M) dan terpilihnya

‘Ali> bin Abi> T}a>lib (w. 41H/661M) sebagai khalifah berdasaran usulan Gubernur Mesir

Abdullah bin Saba yang kemudian digantikan oleh Qais pada masa pemerintahan ‘Ali>

bin Abi> T}a>lib.3

Pada masa kepemimpnan ‘Ali bin Abi> T{a>lib keadaan politik tidak menentu dan

semakin diperparah dengan pemberontakan beberapa kelompok kaum muslimin

diantaranya adalah pemberontakan T{alh}ah} bin ‘Ubaidillah dan Zubair bin ‘Awwam yang

tidak mengakui kepemimpinan ‘Ali karena ketidaksediaannya menjatuhkan hukuman

kepada para pembunuh ‘Uthma>n, namun dengan demikian untuk perara ini ‘Ali

mengusahakan jalan damai, tetapi mereka yang berepentingan tidak menyukai hal ini

sehingga peperangan pun tidak dapat dielakkan. Peperanagan ini melibatkan T{alh}ah,

Zubair, dan ‘Aisyah yang kemudian dikenal dengan ma’rakah al-Jamal (perang unta)

disebabkan ‘Aisyah menunggangi unta.4 Kondisi politik pada masa ini semakin sangat

parah ketika terjadinya polemik pemikiran politik antara ‘Ali bin Abi> T{a>lib dengan

Mu’a>wiyah bin Abi> Sufya>n (w. 64H/680M) dimana Mu’a>wiyah sebagai ketua

perkumpulan keluarga ‘Umawiyyah membangkitkan kemarahan kaum muslimin dan

kekecewaan mereka kepada kepemimpinan khalifah ‘Ali> bin Abi> T{alib yang tidak

mampu menuntaskan dan menghukum para pembunuh khlaifah ‘Uthma>n dan bahkan

menuduhnya sebagai pembunuh khalifah tersebut, dimana pada akhirnya ‘Ali> pun

terbunuh dan Mu’awiyah pun naik tahta sebagai Khalifah yang menunjukkan awal

berdirinya dinasti Umawiyyah.5

Dari seluruh rangkaian peristiwa di atas menunjukkan bahwa telah terjadi

perkembangan pemikiran politik dari Rasulullah Saw hingga masa dinasti Umawwiyah History of The Arabs (London: The Macmillan Press Ltd, 1970), 139. Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Vol. 1 (Jakarta: UI Press, 1978), 92. 2 Muin Salim. Fiqhi Siyasah….., 1. Bandingkan : Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam, diterj. H.A. Bahauddin. Vol. 1 (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), 396-398. 3 Syed Mahmuddunnasir. Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Diterj. Adang Affandi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 165. 4 Ibid., 166-167. 5 Lebih lanjut lihat. Hitti, The History…, 180-184.

Page 3: Sejarah Pemikiran Politik Islam

3

secara dinamis, namun demikian berbagai konflik dan intrik-intrik politik tidak dapat

dipungkiri keberadaannya, utamanya pasca terbunuhnya sang khalifah ke-3 ‘Uthma>n bin

‘Affa>n –Rad}iya Alla>hu ‘anhu – dan kekhalifahan deserahkan kepada ‘Aly bin Abi> T{a>lib -

Rad}iyallahu ‘anhu – kemudian diambil alih oleh Mu’awiah yang kemudian

memproklammirkan Umayyad empire (dinasti bani> Umayyah) yang berhasil berkuasa

salama kurang lebih satu abad lamanya yakni antara tahun 40-120 H atau 661-737 M.

namun kekuasaan ini harus berkhir ditangan para keturunan al-‘Abba>s atau lebih dikenal

dengan ha>shimiyyi>n dengan jalan revolusi yang memandang bahwa para khalifah

Umawiyyah tidak berlaku adil pada semua golongan dengan mengutamakan kaum arab

sebagai pioneer utama dalam membangun kebudayaan (Arabisasi), ditambah lagi sikap

bermegah-megahan yang ditampilkan oleh dinasti menyebabkan tertindasnya kaum

mawa>ly dan seluruh elemen non-Arab yang ada dibawah kekuasaannya.

Revolusi Abbasiyah ini dipimpin oleh seseorang yang berdarah Persia dengan

nama Arabnya Abu> Muslim di Khurasan, dimana ia merekrut dan melatih kader-kader

revolusionernya dari kalangan Mawa>ly dengan doktrin Hashimiyyah.6 Setelah peristiwa

ini, pendirian dinasti Abbasiyah pun dimulai dengan mengakat abu> al-‘Abba>s al-S}affah}

sebagai khalifah pertamnya (132 -136 H / 750-754 M) dan Al-Mans}u>r putra al-S}affa>h}

sebagai pendiri kekhalifahan pertamanya dengan menjadikan kota Bagdad sebagai pusat

pemerintahannya yang memerintah selama 22 tahun yaitu antara tahun 136-158 H / 754-

775 M.

Perjalanan disnati ini cukup lama yaitu selama kurang lebih lima abad antara

tahun 132-656 H / 750-1258 M dimana para khalifahnya terus berganti secara turun

temurun, pemerintahan para khalifah ‘Abba>siyah ini berhasil mengangkat Islam berada

pada puncak peradaban dunia tingkat tinggi dengan seluruh elemen peradabannya,

seperti; tata pemerintahan yang teratur, peningkatan intelektual yang telah diwariskan

oleh Dinasti Umawiyyah, peningkatan kesejahteraan rakyat baik dari segi ekonomi,

social, politik maupun pendidikan.

Jika demikian, lalu bagaimana bentuk politik luar negeri yang dilakoni oleh

para khalifah Dynast Abbasiyah? Dan bagaimanakah perkembangan politik internal

6 Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad; Sejarah Dunia Versi Islam. Diterj. Yuliani Liputo (Jakarta: Zaman, 2010), 153.

Page 4: Sejarah Pemikiran Politik Islam

4

dynasty ini? Seluruh pertanyaan ini akan diuarai dalam makalah ini sesuai dengan

kemampuan penulisnya.

Politik Luar Negeri

Setelah tergulingnya kekuasaan dynasty Umawiyyah dan dibai’atnya Abu al-

‘Abba>s al-S{affa>h} pada tanggal 28 Dhulh{ijjah 132 H dirumah al-Wali>d bin Sa’ad al-Azdy.

Kemudian pada tahun 134 H al-S{affa>h} meninggalkan Kufa menuju Anba>r kemudian

menjadikannya sebagai ibu kota kekuasaannya dengan dama kota Hashimiyyah sebab

memandang bahwa Kufah telah terkontaminasi oleh kelompok ‘Alawiyyah.7 Secara

umum khlifah abu al-‘Abba>s al-S}affa>h} tidak memiliki sedikitpun andil dalam perluasan

wilayah dakwah, melainkan disibukkan dengan memburu para keturunan Mu’awiyah

yang pada waktu lari menuju Damaskus dan mendirikan dinastinya disana.

Mahmudunasir dalam salah satu catatannya menjelaskan bahwa setelah al-S{affa>h{ naik

tahta sebagai khalifah pertama dynasty ‘Abba>siyah kemudian mengelurkan kebijakan

yaitu pemusnahan seluruh anggota keluarga Umayyah, kebijakan ini dijalankan oleh

pamannya yang bernama Abdullah bin ‘Aly. Kondisi ini dimanfaatkan oleh orang-orang

Byzantium untuk menguasai wilayah-wilayah muslim dibagian utara.8

Setelah Abu al-‘Abba>s al-S{affa>h mangkat pada tahun 136 H/754 M kemudian

Abu> Ja’far al-Mansu>r naik tahta menggantikan saudaranya. Pasca duduknya al-Mans}u>r

pada tampuk kepemimpinan dynasty ‘Abba>siyah, kemudian melakukan perjalanan untuk

mencari lahan yang tepat untuk mendirikan pusat pemrintahan, maka pada tahun 141

H/759 M al-Mans}u>r menemukan sebuah wilayah yang terletak antara sungai Najlah dan

Efrat kedua sungai ini dapat mejadi benteng pertama dari kepungan musuh, al-Ya’qu>by

meriwayatkan bahwa ketika al-Mans}u>r berada di Bagdad pada tahun 144 H / 762 M dia

berkata: “Aku tidak menemukan suatu tempat yang layak untuk membangun sebuah

kota dari tempat ini, tempat yang terletak diantara dua sungai yaitu suangai Najlah dan

Efrat dan menghubungkan antara Bas}rah, Aballah, Persia dan yang mengitarinya, Mosul,

7 Ya’qu>by, Ta>ri>kh al-Ya’qu>by (Maktabah Sha>milah 2.8, Tth), 251,255. Bandingkan: ‘Aly Muh}ammad Muh}ammad al-S{alla>by, ‘As}r al-Daulatain: al-Umawiyyah wa al-‘Abba>siyyah wa Z{uhu>r Fikr al-Khawa>rij (Oman: Da>r al-Baya>riq, 1998), 88. 8 Syed Mahmuddunnasir. Islam; Konsepsi dan Sejarahnya, 212-213.

Page 5: Sejarah Pemikiran Politik Islam

5

Jazirah, Syam, Mesir, Maroko, Madraj (Madras), dan Khurasan,9 dari situ kemudian

pada tahun 145 H / 763 M al-Mans}u>r pun memulai pembangunan kota di Bagda>d dan

selesai pada tahun 149 H / 767 M dengan nama Madi>nah al-Sala>m (Negeri

Keselamatan).10 Dari kota inilah al-Mans}u>r dan para khalifah setelahnya memulai

peranan mereka sebagai pemimpin kaum muslimin dengan gelar khlifah. Gelar yang

tidak jauh berbeda dengan gelar yang digunakan oleh para pemimpin Umawiyyah, hanya

saja setiap khalifah dari kalangan Abbasiyah memiliki gelar tersendiri seperti; Al-

S{affa>h}, al-Mans}u>r (penolong), al-Mah}dy, al-Rashi>d (intelek), al-Ami>n (yang dipercaya),

al-Ma’mu>n (terpercaya) dan sebagainya.

Perluasan wilayah pada masa dynasty ‘Abba>siya mulai tampak pada masa

pemerintahan al-Mans}u>r sebagai pendiri peradaban imperium Islam terbesar dimana

pada masa pemerintahannya berhasil mengambil kembali wilayah-wilayah yang pernah

dicaplok oleh Kosatantinopel IV Raja Byzantium pada tahun 137 H / 755 M, kemudian

pada tahun berikutnya (138 H / 758 M) al-Mans}u>r mengambil alih kembali wilayah

tersebut dengan menggunakan dua kelompok tentara yaitu al-S{awa>if dan al-Shawat}y11

dan mendirikan kamp tentara disana. Akibatnya pada 155 H / 772 M Raja Byzantium

Kostantinopel IV mengajukan perdamaian dengan dynasty ‘Abbasiyah bahwa mereka

siap menyerahkan pajak dari negara mereka ke Bagdad setiap tahunnya.12 Dan diantara

wilayah-wilayah yang berhasil dikuasai oleh al-Mans}u>r pada masa pemerintahannya

adalah T{abrasta>n, Dailam, dan Kashmir, diamana kota-kota ini adalah kota-kota yang

telah merusak perjanjian yang telah mereka sepakati sebelumnya.13

Perluasan wilayah selanjutnya menuju ke selat India dimana pada masa

pemerintahan al-Mahdy (pada tahun 159 H / 776 M) memberangkatkan tentaranya

9 Ya’qu>by, Ta>ri>kh al-Ya’qu>by, 262. 10 ‘Aly Muh}ammad Muh}ammad al-S{alla>by, ‘As}r al-Daulatain: al-Umawiyyah wa al-‘Abba>siyyah wa Z{uhu>r Fikr al-Khawa>rij, 88-89. 11 Al-S}awa>if adalah kelompok tentara al-Mans}u>r yang bertugas menjaga perbatasan setiap musim panas, dan al-Shawa>ty adalah pasukan yang bertugas menjaga perbatasan setiap musim dingin. Lihat. H{asan Ah}mad Ma}mu>d dan Ah}mad Ibra>hi>m al-Shari>f, al-‘A<lam al-Isla>my fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy (Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Araby, Tth), 164. 12 ‘Aly Ibra>hi>m H{asan, al-Ta>ri>kh al-Isla>my al-‘A<m (Kairo: Matabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, Tth), 358. Bandingkan. H{asan Ibra>hi>m H{asan, Ta>ri<kh al-Isla>m: al-Siya>sy wa al-Di>ny wa al-Thaqa>fy wa al-Ijtima>’y (Beirut : Da>r al-Ji>l, 1996), 198. 13 Ah}man Ma’mu>r al-‘Asi>ry, Mu>jaz al-Ta>ri>kh al-Isla>my; Mundhu ‘Ahdi A<dam ‘Alaihi aal-Sala>m ila> ‘As}rina al-H{a>d}ir (Saudi Arabiyah: Matabah Malik Fahd al-Wat}aniyyah, 1996), 183.

Page 6: Sejarah Pemikiran Politik Islam

6

melalui laut dibawah pimpinan seorang panglima bernama ‘Abd al-Malik bin Shiha>b al-

Masma’y menuju India kemudian para tentara ini berhasil menaklukkan wilayah Barbad

dan mendudukinya dan menghancurkan seluruh patung-patung Budha yang ada di sana

pada tahun 160 H / 777 M.14

Antara tahun 162-163 H Tentara Romawi berusaha memasuki wilayah Bagdad

dengan menghancurkan tembok pertahanan yang terdapat di wilayah al-H{adtha pada

tahun 162 H / 779 M, kemudian menyerang dan memberangus perbatasan ‘Abbasiyah

yang terdapat Mar’ash dan berhasil mendudukinya pada tahun 163 H / 780 M. setelah

khalifah mengetahui hal ini kemudian pada tahun yang sama al-Mahdy mengutus

tentaranya dibawah pimpinan al-Hasan bin al-Qah}t}abah, hanya saja para tentara

Romawi telah kembali ke daerah mereka.15 Kemudian pada tahun 165 H / 782 M al-

Mahdy didampingi putranya Harun al-Rashi>d menyerang kota romawi, sesampainya di

kota Ablastan atau Ablastin yang terletak diwilayah Asia Kecil, al-Mahdy terpaksa

harus kembali ke Bagdad dan menyerahkan kepemipnan pasukan kepada Ha>ru>n al-

Rashi>d, pasukan yang dipimpinnya menuju perbatasan Asia Kecil dan berhasil

meruntuhkan benteng Buzantium yang ada di sana dan memasuki wilayah Basfu>r

(wilayah kekuasaan Byzantium). Kondisi ini memaksa Ratu Irene (yang padu waktu

memerintah atas nama putranya Kostantine VI) untuk melakukan perundingan, maka

kedua pihak bersepakat bahwa kerajaan Byzantium wajib menyerahkan pajak tahunan,

dan membiarkan para tentara ‘Abbasiyyah dan mempermudah kebuthan mereka dalam

perjalanan.16 Kemenangan pasukan al-Mahdy atas Byzantium dibawah pimpinan

putranya al-Rashi>d ini memudahkan jalannya dalam menguasai wilayah Asia Tengah

dimana para raja yang berada diwalayah tersebut tunduk dan patuh atas kepemimpinan

al-Mahdy.17

Perperangan melawan Byzantium tidak pernah berhenti disebabkan karena

setiap terjadi pergantian kepemimpinan pada kerajaan tersebut, setiap pemimpin

senantiasa melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati dengan para pemimpin

14 ‘Aly bin Abi al-Karam Ibnu al-Athi>r (w. 630 H), al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh. Vol. 5 (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1407 H / 1987 M), 235. 15 H{asan Ibra>hi>m, Ta>ri<kh al-Isla>m, 198. 16 Ahmad Mukhta>r al-‘Aba>dy, Fi> al-Ta>ri>kh al-‘Abba>sy wa al-Fat}imy (Beirut: Da>r al-Nahd}ah al-‘Arabiyyah), 71. Bandingkan. Ibra>hi>m al-Shari>f, al-‘A<lam al-Isla>my fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy, 165-166. 17 Ibra>hi>m al-Shari>f, Ibid., 166.

Page 7: Sejarah Pemikiran Politik Islam

7

‘Abbasaiyah dengan mereka, terhitung mulai sejak perdamaian anatara al-Mans}u>r

dengan Raja Kostantine IV dan V, kemudian dilanggar oleh raja Kostantine VI yang

pada waktu itu pemerintahan dijalankan oleh Ratu Irene (ibu Kostantine VI) dan pada

masa pemerintahan al-Mahdy kesepakatan perdamaian pun terjadi antara kedua pihak.

Ratu Irene secara continue membayar pajak tahunan sebagaimana kesepakatannya

dengan pemerintahan ‘Abbasiyah hingga kemudian ia wafat dan digantikan oleh

Nicephorus I. pada waktu yang sama pula pemerintahan dynasty ‘Abbasiyah berada

dibawah kepemimpinan Ha>ru>n al-Rashi>d menggantikan saudaranya Mu>sa> al-Ha>dy

(W.170 H / 786 M). Telah terjadi proses korespondensi politik antara Nicephorus I

dengan al-Rashi>d, dimana Nicephorus I menulis surat atas nama pemerintah Byzantium

yang isinya:

“Dari Nicephorus penguasa Romawy kepada Ha>ru>n penguasa bangsa Arab, sesungguhnya penguasa sebelumku telah menempatkanmu pada posisi yang terhormat dan memposisikan dirinya pada posisi tida berdaya, oleh karenanya dia menyerahkan kepadamu hartanya yang bukan merupakan bagian dari hakmu, tetapi itu semata disebabkan karena kelemahan dan kebodohan seorang wanita, jika kamu telah membaca surat ini, maka kembalikanlah seluruh harta yang telah diserahkan –oleh penguasa sebelumku- kepadaku dan penyerahannya harus dilakukan olehmu tanpa utusan, jika tidak maka pertemuan pedang antara kita pasti akan terwujud”

Setelah Ha>ru>n al-Rashi>d membaca surat tersebut, ia pun marah dan memanggil

sekretaris Negara untuk menulis surat sebagai balasan atas surat tersebut, adapun isi dari

surat balasan kepada Nicephorus I adalah:

“Denagan Nama Allah yang Maha pengasih lagi Penyayang, Dari Ha>ru>n al- Rashi>d pemimpin kaum beriman (Ami>r al-Mu’mini>n) kepada Nicephorus anjing Romawi, aku telah membaca suratmu dan jawaban tidak akan kamu dengar tetapi akan kamu saksikan sendiri, wassala>m.18

Setelah mengirim surat tersebut kepada kaisar Byzantium, kemudian al-Rashi>d

pun kelur memimpin sekitar 130.000 pasukan menuju kota Hirakl ibu kota Korah

Baisina, dan kota tersebut berhasil dilumpuhkan dan diduduki pada tahun 189 H / 806 M

dengan hancurnya pasukan dan seluruh benteng perbatasan Byzantium. Akhirnya

18 Muhammad al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah; Daulah al-‘Abba>siyyah (Mesir: Maktabah al-Tija>riyah al-Kubra>, 1970), 130. Bandingkan. Bozena Gajane Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my; Ta>ri>kh al-Daulah al-Isla>miyyah wa Tashri>’iha> (Beirut: Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, 1980), 235.

Page 8: Sejarah Pemikiran Politik Islam

8

Nicephorus I harus tunduk dan bersedia untuk kembali membayar pajak tahuna

sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya.19

Ibnu Khaldu>n mencatat bahwa setelah peristiwa itu Nicephorus I kembali

melanggar perjanjian yang mengundang turunnya al-Rashi>d bersama pasukannya

kembali memerangi Negara mereka pada masa musim dingin, Nicephorus I beranggapan

bahwa pasukan al-Rashi>d tidak akan memasuki wilayah mereka karena kondisi cuaca

yang sangat ekstri, namun anggapan ini salah, bahkan pasukan tersebut berhasil merebut

kembali wilayah Soan, kemudian mengirim pasukan di bawah pimpinan H{umaid Ma’yu>f

melewati sungai Syam menuju Mesir dan pasukan tersebut berhasil melumpuhkan

kekuatan Byzantim yang ada di wilayah Qubrus yang pada akhirnya pajak tahunan

Byzantium yang harus dibayarkan kepada penguasa ‘Abbasiyah semakin bertambah

dimana Uskup Qubrus wajib membayar 2000 Dinar, Nicephorus I harus membaayar

pajak atas dirinya sebesar 4 dinar, dan atas putranya 2 dinar setiap tahunnya. Pada

peperangan ini Ha>run al-Rashi>d dan pasukannya berhasil membawa pulang banyak

tawanan dan harta rampasan perang, diantara tawanan tersebut adalah seorang wanita

pelayan istana yang telah dilamar oleh putr Nicephorus I sehingga Nicephorus I terpaksa

memintanya kembali melalui utusannya agar perikahan diaantara keduanya dapat

berlangsung dengan baik. Dengan penuh kemuraahan hati al-Raashi>d pun

mendatangkannya dengan pakaian dan perhiasan dengan menggunakan kemah

miliknya.20

Secara umum dapat dinyatakan bahwa ‘Abbasiyah di hadapan Byzantium

selama berada dibawah kepemimpinan Ha>ru>n al-Rashi>d adalah sebuah Negara yang

berdaulat dengan kekuatan tentara dan persenjataan yang sangat lengkap dan terkuat di

dunia saat itu, dimana para tentara memiliki panglima-panglima perang yang jenius

dalam masalah taktik termasuk sang khalifah sendiri, para tentara dan panglimanya

adalah gabungan orang-orang Arab, Mawa>ly, dan Khurasa>n.21

19 al-‘Aba>dy, Fi> al-Ta>ri>kh al-‘Abba>sy wa al-Fat}imy, 92. 20 ‘Abd al-Rah}ma>n Ibnu Khaldu>n, Kita>b al-‘Ibar wa Di>wa>n al-Mubtada> wa al-Khabar yang dikenal dengan Ta>rikh Ibn Khaldu>n. Vol.3 (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), 276-277. Bandingkan. Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 235. 21 al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 133.

Page 9: Sejarah Pemikiran Politik Islam

9

Selian hubungan dengan kaum Byzantium yang merupakan hubungan

peperangan yang tidak terputus muali dari masa pemerintahan al-Mans}u>r hingga al-

Rashi>d, al-Rashi>d juga memiliki hubungan dengan Eropa dibawah kepemimpinan Raja

Prancis yang bernama Sharlman sebagaimana yang banyak dikisahkan oleh para

sejarawan barat.

Berdasarkan informasi Strzyzewska bahwa telah terjadi kerjasam antara

Sharlman dengan Ha>ru>n al-Rashi>d dengan dua tujuan, Pertama, Dapat memudahkan

jalan untuk memerangi dynasti Umawiyyah yang berdiri di Andalusia, tetapi hal ini

tidak menghasil sesuatu apapun disebabkan karena dynasty Umawiyyah memiliki

keuatan yang cukup besar, Kedua, secara politik bilateral Sharlman berhasil

mendapatkan beberapa faidah dari Bagda>d utamanya Faidah dalam masalh keilmuan,

sebab Eropa dan kaum kristiani pada saat itu tenggelam dalam dunia kegelapan ilmu

yang telah dipadamkan oleh kaum Bar-bar,22 sementara itu Bagdad dan kaum muslimin

berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu. Dari dua bentuk tujuan politis

tersebut dapat dilihat bahwa tujuan politis kedua memberikan suntikan yang sangat

besar bagi Eropa dalam mengembangkan peradabannya, dimana Sharlman berusaha

memperbaiki keadaan pemerintahannya dari segi hukum dan politik dengan mengikuti

cara-cara al-Rashi>d.

Peperangan dengan Byzantium tidak berhneti pada masa kekhalifahan al-

Rashi>d tetapi kemudian diteruskan oleh al-Ma’mu>n. peperangan ini dimulai pada tahun

215 H / 830 M hingga tahun 217 H / 833. Diantara benteng-benteng Byzantium dan

berhasil ditaklulkkan oleh al-Ma’mu>n adalah: Benteng Qurrah, sebnayak 30 benteng

yang terdapat disekitar Antakia, dan kota Tawabah yang kemudian didalmnya dibangun

kota baru dimana al-Ma’mu>n kemudian wafat.23

Pada masa pemerintahan al-Mu’tas}i>m raja Romawi Tyufil bin Mikhael sang

penguasa Byzantium enggan membayar pajak tahunan, akhirnya pada tahun 223 H / 839

M al-Mu’tas}i>m mengerahkan pasukan yang sangat besar yang belum pernah terjadi

sebelumnya. Ibnu Khaldu>n menguraikan bahwa pasukan yang dikerahkan oleh al-

Mu’tas}i>m untuk menduduki kota ‘Amwariyyah yaitu kota kelahiran Tyufil Mikhaek

22 Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 236. 23 al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 223-224.

Page 10: Sejarah Pemikiran Politik Islam

10

adalah pasukan yang belum pernah ada sebelumnya baik dari sisi kelengkapan

persenjataan, peralatan, jumlah diamana al-Mu’tas}i>m membagi pasukannya kepada lima

sisi; pada sisi depan adalah pasukan Ashna>n, pada bagian belakang adalah pasukan

Muh}ammad bin Ibra>hi>m bin Mus’ab, pada sisi kanan pasukan I<ta>kh, pada sisi kiri

pasukan Ja’far bin Di>na>r al-Khayya>t}, dan pada bagian tengah adalah pasukan ‘Aji>f bin

‘Anbasah.24 Formasi pasukan yang dibentuk oleh al-Mu’tas}i>m ini memasuki kota

‘Amwariyyah secara bertahap mulai dari pasukan garda depan, kemudian pasukan kiri,

kemudian pasukan kanan, kemudian pasukan tengah, kemudian pasukan belakang

dengan demikian kota tersebut terkepung dari berbagai sisi dan berhasil meruntuhkan

seluruh infra strutur yang ada didalamnya, hal ini dilakukan oleh al-Mu’tas}i>m karena

kemarahannya kepada Byzantium yang telah memporak-porandakan wilayah Meliti dan

Zabtar yang keduanya berada dibawah naungan penguasa al-‘Abba>siyah.25

Pertempuran antara kaum muslimin yang berada dibawah naungan Dynasty

‘Abba>siyah dengan Byzantium terus berlangsung hingga masa kepemimpinan al-

Mutawakkil. Dari seluruh rangkaian peperangan melawan Byzantium dari masa al-

Mans}u>r hingga al-Mutawakkil telah terjadi enam kali perdamaian, dimana perdamaian

keenam adalah perdamaian yang terjadi anatara al-Mutawakkil denga penguasa

Byzantium pada tahun 246 H / 352 M.26

Adapun para khalifah setelah al-Mutawakkil merekadisibukkan dengan kondisi

internal Negara yang kacau balau. Kondisi ini menyebabkan kehancuran diseluruh

wilayah kekuasaan ‘Abba>siyyah dimana rival utama mereka (Byzantium) memanfaatkan

ketidak stabilan politik dalam Negara kekuasaan ‘Abba>siyah untuk menduduki kembali

wilayah-wilayah mereka yang pernah diduduki oleh kekuasaan ‘Abba>siyah mulai dari

masa al-Mans}u>r hingga al-Mutawakkil. Meski demikian diantara para khalifah pasca al-

Mutawakkil masih tetap ada yang memiliki usaha untuk mempertahan wilayah-wilayah

tersebut seperti al-Musta’i>n, al-Mu’tamad, dan al-Muqtadir tetapi semuanya tidak

berhasil memaksa Byzantium untuk melakukan kesepakatan damai sebagaimana yang

telah dilakukan oleh pendahulu mereka, hal ini disebabkan karena melemahnya kekuatan

24 Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n, 323. 25 al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 223-224. Bandingkan. Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 259. 26 al-Khad}ary Bek, Ibid., 265.

Page 11: Sejarah Pemikiran Politik Islam

11

tentara ‘Abba>siyah dimana kaum ‘Ala>wiyyi>n yang merupakan kaum yang terbanyak dan

terkuat dalam kesatuan tentara ‘Abba>siyah telah mulai melakukan pemberontakan dan

termasuk pula diantaranya kaum Atra>k (orang-orang Turki) yang berakibat pada

munculnya berbagai kerajaan-kerajaan kecil diberbagai wilayah kekuasaan ‘Abba>siyah

yang terbesar diantaranya adalah Buwaih, Salju>k, dan Fa>thimyyah.

Adapun usaha para penguasa dynasty ‘Abba>siyah dalam melenyapkan

kekuasaan Umawiyyah yang berdiri di Andalusia tidak pernah berhasil hingga kemudian

lahir dynasty ‘Uthma>niyyah.

Perkembagan Politik Dalam Negeri Sebagaimana yang telah diuraiakan pada pembahasan terdahulu bahwa dynasty

‘Abba>siyah didirikan secara revolusioner dengan menggunakan jasa orang-orang

khurasan dalam hal ini Abu> Muslim al-Khurasa>ny yang telah berhasil mengumpulkan

para pendukungnya dari kaum mawa>ly yang merasa tertekan dan tersisihkan dari

keuasaan para penguasa dynasty Umawiyyah yang telah menjadikan kasta Arab sebagai

kasta tertinggi dalam daulahnya dan kaum pesia menjadi pembantu-pembantu orang-

orang Arab.

Dalam pandangan Ibnu Khaldu>n bahwa dynasty ‘Abba>siyah adalah dynasty

yang berhaluan syi’ah yang kelompoknya dikenal dengan al-Ki>sa>niyyah yang

berpendapat bahwa tampuk kepemimpinan berhak diberikan kepada Muh}ammad bin

‘Aly bin al-H{anafiyyah pasca wafatnya ‘Aly bin Abi> T{a>lib, kemudia kepada putranya

Abu> Hisha>m ‘Abd Alla>h bin Muh}ammad, kemudian kepada Muh}ammad bin ‘Aly bin

‘Abd Alla>h bin ‘Abba>s, kemudian kepada putranya Ibra>hi>m al-Ima>m Ibn Muh}ammad,

kemudian kepada saudaranya ‘Abd Alla>h bin al-H{arith Abu> al-‘Abba>s al-Saffa>h} dalam

bentuk wasiat. Selain kelompok al-Ki>sa>niyyah atau al-H{arma>qiyyah, Bany ‘Abba>s juga

memiliki pendukung lain ditanah Khurasan yang dikenal dengan kelompok al-

Ra>wandiyyah yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menduduki tampuk

kepemimpinan setelah Rasulullah – S{alla> Alla>h ‘Alaihi wa Sallam – adalah Al-‘Abba>s

karena beliau adalah hali waris utama dari Rasulullah – S{alla> Alla>h ‘Alaihi wa Sallam –

sebagaimana firman Allah Swt:

Page 12: Sejarah Pemikiran Politik Islam

12

... ....

…orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah…27

Hanya saja wasiat ini dihalangi oleh seluruh manusia hingga kemudian kepemimpinan

ini dikembalikan kepada keturunannya –yaitu Bany ‘Abba>s-. kelompok ini juga berlepas

dari kepemimpinan Abu> Bakar, Umar dan ‘Uthma>n –Rad}iya Alla>hu ‘Anhum-, dan

menganggap bahwa pembaiatan ‘Aly sebagai khlaifah yang boleh diangkat dengan

landasan bahwa al-‘Abbas pernah berkata: “Kemarilah, Aku akan membai’atmu –

sebagai khalifa – dan tidak seorang pun berseberangan denganmu. Landasan yang lain

adalah pernyataan Da>wu>d bin ‘Aly – paman Abu> al-‘Abba>s al-Saffa>h – pada saat

pembaiatan al-Saffa>h}: “Wahai para penduduk Kufah, tidak lah terdapat seorang

pemimpin –yang berhak kalian taati – setelah Rasulullah – S{alla> Alla>h ‘Alaihi wa

Sallam – kecuali ‘Aly bin Abi> T{a>lib dan yang berdiri ditengah-tengah kalian hari ini –

yaitu al-Saffa>h}-.28

Dari pandangan Ibnu Khaldu>n di atas dapat diketahui bahwa terdapat dua

kelompok yang menghendaki terjadinya perubahan system pemerintahan dengan

mengembalikan hak kepemimpinan kepada mereka yang lebih berhak secara wasiat,

kedua kelompok tersebut adalah al-Ki>sa>niyyah dan al-Ra>wandiyyah yang keduanya

adalah kelompok dalam syi’ah. Dari padangan tersebut dapat diungkapkan bahwa kedua

kelompok syi’ah tersebut berasal dari negeri Persia yang pernah menjadi pembantu-

pembantu kasta ‘Arab pada zaman dynasty Umawiyyah berkuasa. Selian itu dapat pula

di temukan bahwa beridirinya daulah atau dynasty ‘Abba>siyah berkat kegigihan kedua

kelompok tersebut dalam mengumpulkan seluruh mawa>ly untuk melakukan revolusi

besar-besaran terhadap pemerintahan dynasty Umawiyyah yang diawali dari Khurasan

dan Irak hingga ke Kufah yang pada akhirnya keluarga Bany Umawiyyah29 lari ke

27 QS. Al-Anfa>l (08) : 75. 28 Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n, 212. 29 Keluarga Bany Umayyah tersebut lari setelah terbunuhnya Marwa>n II, diantara mereka adalah sang putra mahkota ‘Abd al-Rah}ma>n bin Mu’a>wiyah dan Hisha>m bin ‘Abd al-Malik yang kemudian mendirikan Dinsty Umawiyyah Jilid II di Andalusia, akhirnya kepemimpinan dalam Islam terbagi dua; di Barat berdiri dynasty Umawiyyah dan di Timur berdiri dynasty ‘Abba>siyah. Lihat. Ibn Khaldu>n, Ibid., 208. Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 203-204.

Page 13: Sejarah Pemikiran Politik Islam

13

Magrib kemudian ke Andalusia dan kemudian mendirikan kembali dynasty Umawiyyah

disana untuk menandingi dynasty ‘Abba>siha di Ku>fah.

Khalifah pertama dynasty ‘Abba>siyyah menghabiskan waktunya bersama

dengan para pembantunya dalam memburu dan membersihkan keturunan Uma>wiyyah

mulai dari kufah hingga Magrib (Maroko) sebagaimana yang banyak direkam secara

baik dalam karya-karya para sejarawan dunia termasuk sejarawan Barat (orinetalis),

kesibukan sang khalifah ini dimanfaat oleh raja Kostantine V melumpuhkan dan

menghancurkan benteng-benteng perbatasan yang dekat dari wilayah kekuasaannya

sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Khalifah pertama ‘Abba>siyah terdapat tiga orang

pembantunya yang memiliki kekuasaan setelah khalifah mereka adalah: Abu> Muslim

sang pemimpin revolusi ‘Abba>siyah menguasai seluruh wilayah Timur, Abu Ja’far al-

Mans}u>r (saudara al-Saffa>h}) menguasai wilayah Jazi>rah, Armenia, dan Irak, dan ‘Abd

Alla>h bin ‘Aly (paman al-Saffa>h}) menguasai Sha>m dan H{ims}.30 Ketiga penguasa ini

memiliki dendam antara satu dengan lainnya dimana al-Mans}u>r dendam terhadap Abu>

Muslim al-Khurasa>ny sebab seluruh pendapat dan perkataannya disengar dan

dilaksanakan oleh al-Saffa>h}, sementara ‘Abd Alla>h bin ‘Aly sangat menginginkan kursi

kekhalifahan setelah al-Saffah} dan menggeser posisi al-Mans}u>r sebagai putra mahkota.

Keinginan ‘Abd Allah bin ‘Aly untuk menjadi khalifah menggantikan al-Saffa>h}

di ketahui oleh al-Saffa>h sehingga ketika al-Saffa>h dalam masa sakitnya mengirim

pamannya tersebut menuju al-S}a>ifah tempat berkumpulnya para tentara ‘Abba>siyah dari

kalangan orang-orang Khurasa>n dan Sha>m. sesampainya ‘Abd Alla>h di sana ia tidak

mengetahui sesuatu apa pun yang terjadi atas al-Saffa>h} di al-Anba>r hingga sampai

kepadanya surat dari ‘I<sa> bin Mu>sa> tentang wafatnya al-Saffa>h} dan dibaiatnya al-

Mans}u>r sebagai khalifah selanjutnya.31 Perkara ini kemudian memunculkan

pemberontakan ‘Abd Alla>h bin ‘Aly atas kekhalifahan al-Mans}u>r, sehingga al-Mans}ur

memerintahkan Abu> Muslim untuk melumpuhkan pemberontakan tersebut hingga pada

akhirnya ‘Abd Alla>h bin ‘Aly dipenjarakan didalam sebuah rumah yang lantainya

terbuat tumpukan garam yang disekitarnya terdapat air yang mengalir, pada akhirnya

30 Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 203-204. 31 Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n. vol.3, 221.

Page 14: Sejarah Pemikiran Politik Islam

14

garam tersebut meleleh dan ‘Abd Alla>h pun tersunggur dan wafat. Pemberontkan ini

tidak hanya membunuh ‘Abd Allah tetapi juga merugikan dua saudaranya yaitu

Sulaima>n dan ‘I<sa> dimana Sulaima>n di lengserkan dari jabatannya sebagai Gubernur

Bas}rah, keduanya diberikan jaminan akan keselamatan ‘Abd Alla>h. ketika mereka

menjenguk ‘Abd Alla>h mereka tidak menemukan ditempat yang ditunjukkan oleh al-

Mans}u>r keduanya mengetahui bahwa jaminan itu telah dilanggar oleh khalifa, lalu

mereka menuju istana bertemu dengan al-Mans}u>r dan keduanya pun harus mendekam

didalam penjara.32

Dari keterangan di atas tidak dapat dipungkiri bahwa jasa Abu> Muslim al-

Khura>sa>ny terhadap keluarga ‘Abba>siyah sangat besar. Tetapi dalam dunia politik tidak

dapat diprediksi sebab terkadang kawan yang berjasa dapat menjadi lawan dan lawan

kadang menjadi kawan tanpa tanda jasa. Setelah Abu> Muslim menggulingkan dynasty

Umawiyyah atas nama Bany Ha>shimiyyah, mengangkat al-Saffa>h} sebagai Khlaifah,

menjadi orang terdekat al-Saffa>h} dalam segala bentuk kebijakan politiknya, dan

senantiasa setia terhadap al-Saffa>h}, serta berhasil melumpuhkan pemberontakan paman

Khalifah dan mengeksekusinya, kemudian harus terbunuh ditangan lima orang tentara

terkuuat al-Mans}u>r yang berketurunan Arab di dalam istana khalifah sesuai dengan

perintah sang khalifah. Akibat dari terbunuhnya Abu> Muslim al-Khura>sa>ny

memunculkan pemberontakan al-Rawandiyyah yang merupakan pengikut setia Abu>

Muslim dan memiliki andil yang sangat besar pula dalam menggulingkan dynasty

Umawiyyah dan membai’at al-Saffa>h} sebagai khalifah, pemberontakan ini berhasil

dilumpuhkan oleh pasukan Ma’an bin Za>idah al-Shaiba>ny yang pada waktu itu merasa

perlu untuk membela khalifah sekalipun dahulu dia adalah salah seorang pembesar pada

masa dynasti Umawiyyah berkuasa. Dari peristiwa tersebut Ma’an bin Za>idah pun

mendapatkan kedudukan sebagai gubernur dan panglima perang di Yaman dan

Sijista>n.33

Salin dari empat peristiwa tersebut terjadi pula peristiwa pemberontakan dari

keturunan al-H{asan bin ‘Aly yaitu Muh}ammad bin ‘Abd Alla>h, bin Al-H{asan bin al-

H{asan bin ‘Aly bin Abi> T{a>lib yang kemudian memproklamirkan diri sebagai Muh}ammad

32 Ibid. vol.3, 221-227. 33 al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 74-76.

Page 15: Sejarah Pemikiran Politik Islam

15

al-Mahdy dimana ayahnya di tempatkan sebagai gubernur Madinah dan saudaranya

Ibra>hi>m sebagai gubernut Bas}rah. Pemberontakan yang dilakukan oleh al-Mahdy ini

disebabkan karena henda mendirikan dynasty atas nama Ahl al-Bait, keinginaannya

tersebut tercium oleh al-Mans}u>r sehingga al-Mans}u>r menangkap dan memenjarakan

seluruh keturunan al-H{asan bin ‘Aly. Pada tahun 145 H / 351 M Muh}ammad al-Mahdy

berhasil menduduki kota madinah dan memproklamirkan kekhalifahan diri atas nama ahl

al-Bait. Peristiwa ini menyebabkan al-Mans}u>r mengirimkan surat kepada Muh}ammad

al-Mahdy dengan nyaminan bahwa apabila dia dan seluruh pendukungnya berbaiat dan

tunduk kepada pemerintahan al-Mans}u>r, maka seluruh keluarganya yang ditahan akan

dibebaskan. Muh}ammad dengan serta merta menjawab surat tersebut dengan berbagai

tuntutan dan permintaan, sesampainya surat balasan tersebut ditangan al-Mans}u>r, sang

khlaifah pun mengirim pasukan menuju Madinah dibawah pimpinan ‘I<sa> bin Mu>sa>

hingga akhirnya Muh}ammad pun tewas terbunuh ditangan ‘I<sa>. Berita terbunuhnya

Muh}ammad sampai kepada suadaranya Ibra>hi>m di Basrah dimana pada saat Muh}ammad

menduduki Madi>nah dia tidak dapat ikut membantu karena sakit yang dideritanya,

karena kesedihan dan dendam atas terbunuhnya Saudaranya Ibra>hi>m pun melakukan

pemberontakan hingga pada bulan Dhu> al-Qa’dah 145 H Ibra>hi>m pun terbunuh ditangan

‘I<sa> bin Mu>sa>.34

Dari peristiwa-peristiwa internal tersebut tidak menyurutkan proses

pembentukan Negara dan lembaga-lembaga kenegeraan secara profesional. Adapun

lembaga-lembaga yang dibentuk pada masa pemerintahan al-Mans}u>r dimana Bagda>d

sebagai ibu kotanya adalah: a) Wazi>r, b) H{a>jib, c) al-Ka>tib, d) S{a>h}ib al-Shurt}ah, dan e)

Al-Qa>d}y. kelima lembaga ini merupakan lembaga yang ada pada masa al-Mans}u>r yang

memiliki wewenang masing-masing. Dinatara istilah kelembagaan tersebut hanya istilah

wazi>r yang tidak dikenal pada masa dynasty Umawiyyah, sebab istilah ini adalah istilah

yang digunakan oleh penguasa Persia keluarga Sasania dimana orang yang pertama

diangkat sebagai wazi>r dalam dynasty ‘Abba>siyah adalah seorang tokoh propogandis

Kufah yang bernama Abu> Salma> al-Khalla>l yang merupakan keturunan para penguasa

Persia.35

34 Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 207-210. 35 Ibid., 211-212.

Page 16: Sejarah Pemikiran Politik Islam

16

Dari keterangan-keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa system

pemerintahan ‘Abba>siyah memilikii perbedaan yang sangat tajam dengan sitem

pemerintahan yang dilakukan oleh dynasty Umawiyyah dimana dynasty Umawiyyah

melakukan system Arabisasi sehingga seluruh wilayah kekuasaan politik berada

ditanngan kaum Arab sementara kaum non-Arab hanyalah sebagai pemmbantu-

pembantu mereka, sementara dynasty ‘Abbasiyah menjalankan system integritas social

diaman seluruh wilayah kekuasan politik dapat dijalankan oleh kasta Arab dan non-Arab

secara bersama-sama.

Perkembangan politik dynasty ‘Abbasiyah terus berlanjut dengan tetap

menjalanan system integrasi social. Tetapi pada masa dynasty ‘Abbasiya jilid pertama

pengaruh Persia cukup besar sehingga system pemerintahan pun bercorak Persia,

sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu bahwa istilah “Wazi>r” merupakan istilah

yang disematkan kepada Abu> Salma> al-Khalla>l, selain kepadanya terdapat satu keluarga

yang turut mendaptkan posisi yang sangat strategis mulai dari masa pemerintahan al-

Saffa>h} hingga berakhir pada masa pemerintahan al-Rashi>d, keluarga tersebut adalah

keluarga Barmak yang merupakan keurunan Maju>si dari wilayah Balkha Persia, dan

masuk Islam dengan haluan Syi’ah dan keturunan pertamanya yang mengambil bagian

dalam revolusi ‘Abbasiah adalah Kha>lid bin Barmak bahkan menjadi salah seorang

tokoh propogandis revolusi dan menjadi Wazi>r kedua menggantikan posisi Abu Salma>

al-Khalla>l pada masa al-Saffa>h}. Penghapusan keluarga Barmak dalam pemerintahan

dynasty ‘Abbasiyah oleh al-Rashi>d disebabkan karena mereka merasaa bahwa mereka

telah memiliki keuatan yang cukup, kemudian berusaha untuk mengumpulkan seluruh

anggota keluarga mereka dan memprovoasi mereka untuk keluar dari pemerintahan al-

Rashi>d dan mendirikan dynasty Barmakiyyah, akhirnya Kha>lid bin Yah}ya> al-Barmaky

terbunuh pada 197 H dan kemudian seluruh keluarganya di penjara dan seluruh hartanya

disita.36

Pada masa pemerintahan al-Ma’mu>n pengaruh Persia cukup besar diamana

hamper seluruh wilayah diduduki oleh para gubernur dan panglima yang berketurunan

Persia sehingga panglima perang dari kalam Arab tenggelam. Pada masa al-Ma’mu>n

36 al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 119-126. Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n. vol.3, 273-275. Strzyzewska, Ibid, 228-231.

Page 17: Sejarah Pemikiran Politik Islam

17

pula para tentara dan pengawal kerajaan lebih banyak dari kaum Turki. Strzyzewska

dalam catatannya menginformasikan bahwa bahwa para tentara sebelum masa al-

Ma’mu>n seluruhnya berketurunan Arab termasuk para panglimanya, ketika al-Ma’mu>n

menjadi khalifah para tentaranya mayoritas berasal dari Khurasa>n sehingga posisi orang

Arab semakin berkurang dan tidak terdapat seorang panglimapun yang berketurunan

Arab sebagaimana yang pernah ada pada masa pemerintahan al-Mans}u>r, al-Mahdy dan

al-Rashi>d. Pemerintahan al-Ma’mu>n lebih banyak bertumpu pada kekuatan non-Arab

sehingga unsure-unsur Turki masuk kedalam pemerintahannya.37

Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa awal masuknya unsur-unsur

Turki ke dalam dynasty ‘Abbasiah adalah pada periode kekhalifahan al-Ma’mu>n dimana

sebahagian besar –untuk tidak mengetakan seluruhnya- para tentara yang menjadi

penjaga perbatasan wilayah kekuasaan baik teritorial maupun politik dipenuhi oleh

unsure-unsur non-Arab yaitu Persia dan Turki.

Pemikiran politik pada maasa dynasty ‘Abba>siyah mulai terlihat pada masa

pemerintahan al-Mans}u>r dimana beliau mengumpulkan seluruh ulama dan penuntut ilmu

dari berbagai kalangan didalam istananya untuk menterjemahkan sebahagian kecil dari

karya-karya peninggalan para ilmuan terdahulu, kemudian didiskusikan, diantara karya

yang diterjemahkan pada masa ini adalah karya Aristoteles, dan Plato yang berbicara

tentang politik, adapun karya tentang politik yang paling pertama disusun oleh ulama

Islam pada ini adalah karay Ibn al-Muqaffa’. Proses penterjemahan dilakukan secara

besar-besaran pada masa pemerintahan al-Rashi>d disebabkan karena kecintaan al-Rashi>d

terhadap Ilmu dan mendirikan sebuah lembaga terjemah dan perpustakaan yang berisi

kerya-karya para ulama dari berbagai latarbelakang ilmu dan bahasa. Proses

penterjemahan semakin besar dan tampak pada masa pemerintahan al-Ma’mu>n bahkan

al-Ma’mu>n mendirikan sebuah lembaga penterjemahan yang menghimpun seluruh buku

dan para penterjemah dari bergai kalangan dan bahasa sekaligus menjadi lembaga

pendidikan yang disebut dengan “Bait al-H{ikmah”.38

37 Strzyzewska, Ibid, 205. 38 Jala>l H{asany Sala>mah, al-Tarjamah fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy (Nables: Ja>mi’ah al-Quds al-Maftu>h}ah, Tth), 4-7.

Page 18: Sejarah Pemikiran Politik Islam

18

Dalam pandangan Jhon L. Esposito bahwa “Bait al-H{ikmah” atau “Da>r al-

H{ikmah” milik khalifah al-Ma’mu>n ini adalah merupakan upaya “lintas-iman” dimana

pusat penterjemahan ini dipimpin oleh Hunain Ibn Ish}a>q seorang Kristen Nestorian,

sumbangan-sumbangan utama diberikan kepada banyak bidang: Sastra dan filsafat, al-

jabar dan geometri, ilmu pengetahuan dan kesehatan, seni dan arsitektur. Raksasa-

raksasa intelektual papan atas mendominasi zaman ini39 seperti: Abu H{ani>fah, Ma>lik, al-

Sha>fi’y, Ahmad bin H{anbal (dari Ulama Fiqhi), Ibn Shiha>b al-Zuhry (dari kalangan ahli

H{adi>th), al-Kindy, al-Fara>by, Ibnu Si>na>, al-Khawarizmy, Ibn Muqaffa’ dan banyak lagi

lainnya yang merupakan produk-produk emas zaman ini. Jadi Islam pada zaman ini tidak

hanya menantang dunia sejara politik praktis tetapi juga menantang dunia secara

cultural dan keilmuan, dimana dia adala “Renaisans” dari priode klasik Islam pada saat

Kristen Eropa berada pada dunia kegelapan tanpa ilmu.

Penutup

Dari seluruh uraian tentang perkembangan politik dynasty ‘Abbasiyah baik luar

maupun dalam negeri, baik dari segi praktik maupun pemikiran dapat disederhanakan

bahawa secara politik luar negeri dynasty ‘Abbasiyah memiliki rival abdi dalam hal ini

kaum Byzantium Romawi yang senantiasa berusaha mengambil wilayah-wilayah

kekuasan dynasty ‘Abbasiah, dan terus melanggar perjanjian mulai dari masa

pemerintahan Kostantin V hingga berakhirnya masa pemerintahan dynasty ‘Abba>siyah

sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara dynasy ‘Abba>siyah dengan Byzantium

adalah hubungan peperangan abadi hingga munculnya dynasty ‘Uthma>niyyah. Meski

demikian hubungan antara penguasa ‘Abba>siyah dengan Eropa adalah hubungan dagang

dan pertukaran hadiah untuk mengamankan posisi dari Andalusia yang dikuasai oleh

dynasty Umawiyyah jilid II.

Adapun secara internal politik lebih banyak menghabiskan tenaga dalam

menghadapi kaum pemberontak yang berusaha untuk keluar dari pemerintahan yang sah,

dan secara pemikiran proses diskusi tentang pemerintahan ideal senantiasa terjadi antar

khalifah dan para pembantunya didalam istana seperti antara al-Saffa>h} dengan abu>

39 Jhon L. Esposito, Islam The Stight Path. Diterj. Arif Maftuhin (Jakarta: Dian Rakyat dan Paramadina, 2010), 73-74.

Page 19: Sejarah Pemikiran Politik Islam

19

Muslim al-Khurasa>ny, Abu> Salma> al-Khalla>l, dan Kha>lid al-Barmaky. Demikian pula

antara al-Mans}u>r dengan keluarga Barmak. Perkembangan pemikiran politik selanjutnya

tampak pada masa terjadinya proses penterjemahan karya-karya intelektual masa lalu

dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab, yang secara rutin didiskusikan oleh para

ulama bersama dengan para khalifah dynasty ‘Abba>siyah.

Akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan politik dynasty ‘Abba>siyah

tidak terlepas dari berbagai konflik berdarah baik kepentingan politik maupun mazhab-

mazhab keagamaan yang secara bersamaan tumbuh pada zaman ini, seperti munculnya

khawa>rij, Shi>’ah, dijadikannya Mu’tazilah sebagai faham keagamaan Negara dan pada

akhirnya melahirkan dynasty Buwaih sebagai dynasty yang berhaluan Shi>’ah dimana

Khalifah ‘Abbasiyah hany sebagai boneka, kemudian melahirkan dynasty Saljuk yang

berhaluan Sunni, dan Fat}imiyyah di Mesir yang berhaluan Shi’ah Isma>’iliyyah. Wa

Alla>hu A’lam bi al-S}awa>b.

Page 20: Sejarah Pemikiran Politik Islam

20

Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Kari>m

Ansary, Tamim, Dari Puncak Bagdad; Sejarah Dunia Versi Islam. Diterj. Yuliani Liputo. Jakarta: Zaman, 2010.

al-‘Aba>dy, Ahmad Mukhta>r. Fi> al-Ta>ri>kh al-‘Abba>sy wa al-Fat}imy. Beirut: Da>r al-Nahd}ah al-‘Arabiyyah, Tth.

al-‘Asi>ry, Ah}man Ma’mu>r. Mu>jaz al-Ta>ri>kh al-Isla>my; Mundhu ‘Ahdi A<dam ‘Alaihi aal-Sala>m ila> ‘As}rina al-H{a>d}ir. Saudi Arabiyah: Matabah Malik Fahd al-Wat}aniyyah, 1996.

Bek, Muhammad al-Khad}ary. Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah; Daulah al-‘Abba>siyyah. Mesir: Maktabah al-Tija>riyah al-Kubra>, 1970.

H{asan, ‘Aly Ibra>hi>m. al-Ta>ri>kh al-Isla>my al-‘A<m. Kairo: Matabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, Tth.

H{asan, H{asan Ibra>hi>m. Ta>ri<kh al-Isla>m: al-Siya>sy wa al-Di>ny wa al-Thaqa>fy wa al-Ijtima>’y. vol. 2. Beirut : Da>r al-Ji>l, 1996.

--------------------. Sejarah dan Kebudayaan Islam, diterj. H.A. Bahauddin. Vol. 1. Jakarta: Kalam Mulia, 2001.

Ibnu al-Athi>r, ‘Aly bin Abi al-Karam (w. 630 H), al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh. Vol. 5. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1407 H / 1987 M.

Ibnu Khaldu>n, ‘Abd al-Rah}ma>n. Kita>b al-‘Ibar wa Di>wa>n al-Mubtada> wa al-Khabar yang dikenal dengan Ta>rikh Ibn Khaldu>n. Vol.3. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992.

K. Hitti, Philip. History of The Arabs. London: The Macmillan Press Ltd, 1970.

L. Esposito, Jhon. Islam The Stight Path. Diterj. Arif Maftuhin. Jakarta: Dian Rakyat dan Paramadina, 2010.

Mahmuddunnasir, Syed. Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Diterj. Adang Affandi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Vol. 1. Jakarta: UI Press, 1978.

Sala>mah, Jala>l H{asany. al-Tarjamah fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy. Nables: Ja>mi’ah al-Quds al-Maftu>h}ah, Tth.

Page 21: Sejarah Pemikiran Politik Islam

21

Salim, Abdul Muin. Fiqhi Siayasah; Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. Jakart: RajaGrafindo Press, 2002.

Strzyzewska, Bozena Gajane. Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my; Ta>ri>kh al-Daulah al-Isla>miyyah wa Tashri>’iha>. Beirut: Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, 1980.

al-S{alla>by, ‘Aly Muh}ammad Muh}ammad. ‘As}r al-Daulatain: al-Umawiyyah wa al-‘Abba>siyyah wa Z{uhu>r Fikr al-Khawa>rij. Oman: Da>r al-Baya>riq, 1998.

al-Shahrasta>ni>y, Muhammad bin Abd al-Kari>m bin Abu> Bakr Ahmad. Al-Milal wa al-Nih}al. Vol. 1. Mesir: Mus}t}afa> al-Ba>b al-H{alibi>y wa Awala>duhu>, 1387 H.

al-Shari>f, H{asan Ah}mad Ma}mu>d dan Ah}mad Ibra>hi>m. al-‘A<lam al-Isla>my fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy. Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Araby, Tth.

Ya’qu>by. Ta>ri>kh al-Ya’qu>by. Maktabah Sha>milah 2.8, Tth