sejarah palang merah internasional dan indonesia

27
Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Palang Merah adalah suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan dengan sukarela berdasarkan prikemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan tanpa membedakan bangsa, agama dan politik. Dengan berakhirnya perang dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit, bencana kelaparan menjalar, melihat kenyataan itu perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan. Sejarah mencatat 151 tahun yang lalu atau pada tanggal 29 Oktober 1863, sebagai tanggal terbentuknya Palang Merah Internasional. Saat itu, 18 negara bertemu di Jenewa dan setuju membentuk apa yang kini dikenal sebagai International Red Cross. Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Palang Merah Indonesia tidak memihak golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya. 1.2. Rumusan masalah a.Bagaimana sejarah terbentuknya Palang Merah Internasional? b.Apa fungsi dari lambang Palang Merah? c.Bagaimana sejarah Palang Merah di Indonesia? d.Apa dasar hukum palang merah di Indonesia? e.Apa asas, tujuan, visi, dan misi Palang Merah Indonesia? f.Siapa saja keanggotaan Palang Merah Indonesia? g.Bagaimana sistem dan struktur organisasi Palang Merah Indonesia? h.Apa dasar hukum lambang Palang Merah Indonesia? 1.3. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : a.Untuk memenuhi tugas dalam mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatan b.Untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya Palang Merah Internasional Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 1

Transcript of sejarah palang merah internasional dan indonesia

Page 1: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar belakangPalang Merah adalah suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan dengan

sukarela berdasarkan prikemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan tanpa membedakan bangsa, agama dan politik.

Dengan berakhirnya perang dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit, bencana kelaparan menjalar, melihat kenyataan itu perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan.

Sejarah mencatat 151 tahun yang lalu atau pada tanggal 29 Oktober 1863, sebagai tanggal terbentuknya Palang Merah Internasional. Saat itu, 18 negara bertemu di Jenewa dan setuju membentuk apa yang kini dikenal sebagai International Red Cross.

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Palang Merah Indonesia tidak memihak golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.

1.2. Rumusan masalaha. Bagaimana sejarah terbentuknya Palang Merah Internasional?b. Apa fungsi dari lambang Palang Merah?c. Bagaimana sejarah Palang Merah di Indonesia?d. Apa dasar hukum palang merah di Indonesia?e. Apa asas, tujuan, visi, dan misi Palang Merah Indonesia?f. Siapa saja keanggotaan Palang Merah Indonesia?g. Bagaimana sistem dan struktur organisasi Palang Merah Indonesia?h. Apa dasar hukum lambang Palang Merah Indonesia?

1.3. TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

a. Untuk memenuhi tugas dalam mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatanb. Untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya Palang Merah Internasionalc. Untuk mengetahui apa fungsi dari lambang Palang Merahd. Untuk mengetahui bagaimana sejarah Palang Merah di Indonesiae. Untuk mengetahui dasar hukum palang merah di Indonesiaf. Untuk mengetahui asas, tujuan, visi, dan misi Palang Merah Indonesiag. Untu mengetahui keanggotaan Palang Merah Indonesiah. Untuk mengetahui bagaimana sistem dan struktur organisasi Palang Merah Indonesiai. Untu mengetahui dasar huku lambang Palang Merah Indonesia

1.4. Metode PenulisanPenulisan makalah ini diperoleh dengan study kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur

yang ada, untuk mendapatkan bahan dalam pembuatan makalah.

1.5. Sistematika PenulisanAdapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab yaitu:Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Ruang Lingkup Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 1

Page 2: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & IndonesiaBab II : Pembahasan yang dari rumusan masalah yang ada yaitu Sejarah Palang Merah

Internasional; Fungsi Lambang Palang Merah; Sejarah Palang Merah di Indonesia; Dasar Hukum Palang Merah Indonesia; Asas, Tujuan, Visi dan Misi Palang Merah Indonesia; Keanggotaan Palang Merah Indonesia; Sistem dan Struktur Organisasi Palang Merah Indonesia; dan Dasar Hukum Lambang Palang Merah Di Indonesia.

Bab III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 2

Page 3: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Sejarah Palangmerah InternasionalSejarah mencatat 151 tahun yang lalu atau pada tanggal 29 Oktober 1863, sebagai tanggal

terbentuknya Palang Merah Internasional. Saat itu, 18 negara bertemu di Jenewa dan setuju membentuk apa yang kini dikenal sebagai International Red Cross.

Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia melawan Austria pada tanggal 24 Juni tahun 1859 di Solferino (Italia Utara) dan berujung pada sekitar 40.000 prajurit bergeletakan tewas atau dalam kondisi terluka yang akhirnya peperangan itu dimenangkan oleh Perancis.

Ketika peperangan berlangsung, seorang Swiss bernama Henry Dunant (1828 – 1910) yang kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna keperluan bisnis menyaksikan terjadinya perang tersebut dimana banyak korban perang yang tidak mendapat pertolongan dan dibiarkan begitu saja karena unit kesehatan tentara masing-masing pihak yang bersengketa tidak sanggup lagi untuk menanggulangi para korban, membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh menghabiskan waktunya guna merawat orang yang terluka. Kata-kata bijaknya yang diungkapkan saat itu, ‘Siamo tutti fratelli’ (Kita semua saudara), membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya.

Pengalaman selama beberapa hari bergelut di medan perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1861 bejudul “Un Souvenir de Solferino” atau dalam bahasa Inggris “A Memory of Solferino” (Kenang-kenangan dari Solferino). Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:

- Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yang terluka pada waktu perang; dan

- Perlunya kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang- orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.

Pada saat peperangan terjadi saat itu, pelayanan medis kemiliteran memiliki tanda pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria menggunakan warna putih, Perancis menggunakan warna merah, sehingga tanda pengenal tersebut bukannya memberikan perlindungan tetapi juga merupakan target bagi tentara lawan yang tidak mengetahui apa artinya.

Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu segera membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant, termasuk Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Moynier pun mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863 di Jenewa. Ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga ditunjuklah empat orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka adalah :

1. Gustave Moynier2. dr. Louis Appia3. dr. Theodore Maunoir4. Jenderal Guillame-Hendri DufourAdapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut

ditunjuk menjadi sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama menjadi

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 3

Page 4: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & IndonesiaKomite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jenderal Guillame – Henri Dufour.

Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka, atas bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa. Konfrensi tersebut berlangsung selama 3 hari yaitu tanggal 26-29 Oktober 163 dan dihadiri oleh 36 orang: 18 delegasi resmi dari pemerintah nasional, 6 delegasi dari organisasi non-pemerintah lainnya, 7 delegasi asing non-resmi, dan 5 anggota Komite Internasional. Beberapa delegasi resmi di antaranya dari Baden, Bavaria, Perancis, Inggris, Hannover, Heseen-Darmstadt, Italia, Beierem, Norwegia, Belanda, Austria, Prusia, Rusia, Saxony, Swedia, Spanyol, Swiss, dan Hutenberg .

Adapun hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri dari sepuluh pasal, beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH atau ICRC (International Committeee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.

Pada akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant – untuk membentuk perhimpunan para sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian setelah berlangsungnya konferensi internasional di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia.

Di akhir pertemuan tersebut, pada 29 Oktober 1863, tercatat beberapa poin berikut:- Memantau kepatuhan para pihak yang bertikai kepada Konvensi Jenewa;- Mengorganisir perawatan terhadap korban luka di medan perang;- Mengawasi perlakuan terhadap tawanan perang (Prisoners of War – POW) dan melakukan

intervensi yang bersifat konfidensial dengan pihak berwenang yang melakukan penahanan;- Membantu pencarian orang hilang dalam konflik bersenjata (layanan pencarian);- Mengorganisir perlindungan dan perawatan penduduk sipil; - Bertindak sebagai perantara netral antara para pihak yang berperang;Kemudian, muncul pemikiran untuk mengadopsi lambang yang menawarkan status netral

kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin perlindungan mereka yang membantu korban perang. Kepentingan tersebut menuntut dipilihnya hanya satu lambang. Delegasi dari konferensi 1863 akhirnya memilih lambang Palang Merah diatas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss.

Selanjutnya dalam Konferensi Internasional di Jenewa tahun 1863 sepakat untuk mengadopsi lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan untuk tentara yang terluka yang nantinya menjadi Perhimpunan Nasional Palang Merah. Pada tahun 1864, lambang Palang Merah diatas dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.

Berdasarkan gagasan Henry Dunant untuk membentuk organisasi relawan, maka didirikanlah sebuah organisasi relawan di setiap negara yang memiliki mandat untuk membantu Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata pada waktu peperangan. Organisasi tersebut pada waktu sekarang disebut dengan “Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional” (National Societies) yang di masing-masing negara dikenal dengan nama Palang Merah (Nasional) atau Bulan Sabit Merah (Nasional), misalnya untuk Indonesia dikenal dengan nama “Palang Merah Indonesia”; di Malaysia disebut dengan “Bulan Sabit Merah Malaysia”.

Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor mengirimkan wakilnya. Sebagai bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan tersebut dinamakan “Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi tentara yang terluka di medan perang” (Geneva Convention for the

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 4

Page 5: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesiaamelioration of the condition of the wounded in armies in the field) dan disetujui pada tanggal 22 Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi prajurit yang terluka pada saat peperangan dan membuat negara-negara memberikan status netral pada prajurit yang terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.

Pada tahun 1876 muncul lambang Bulan Sabit Merah yang digunakan oleh Turki (dahulu Ottoman Empire) serta lambang Singa dan Matahari Merah yang digunakan oleh tentara Persia (saat ini Republik Islam Iran). Negara-negara lain kemudian juga menggunakan lambang sendiri, seperti Siam (saat ini Thailand) yang menggunakan lambang Nyala Api Merah (red flame); Israel menggunakan lambing Bintang David Merah (red shield of david); atau Afganistan yang menggunakan Red Arrchway (Mehrab-e-Ahmar); demikian pula tahun 1877 Jepang menggunakan strip merah di bawah matahari merah di atas dasar putih (red strip beneath a red sun on a white ground), lambang Swastika oleh Sri Lanka, atau Palem Merah (red palm) oleh Siria. Turki dan Persia, mengajukan reservasi pada Konvensi untuk tetap mengunakan bulan sabit merah dan singa dan matahari merah; sedangkan Siam dan Sri Lanka tidak menggunakan klausula reservasi dan memutuskan untuk menggunakan lambang palang merah. Didukung oleh Mesir dalam Konferensi Diplomatik, akhirnya lambang Bulan Sabit Merah serta Singa dan Matahari Merah kemudian secara resmi diadopsi dalam Konvensi Jenewa tahun 1929. Akan tetapi pada tanggal 4 September 1980, Republik Islam Iran memutuskan tidak lagi menggunakan lambang Singa dan Matahari Merah dan memilih lambang Bulan Sabit Merah (red crescent). Sejak itu, disepakati bahwa tidak diperbolehkan lagi untuk menggunakan lambang lainnya, kecuali sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Konvensi Jenewa.

Karena banyaknya negara yang membentuk Perhimpunan Nasional, maka pada tahun 1919 dibentuk “Liga Perhimpunan Palang Merah” (League of Red Cross Societies), yang bertugas mengkoordinir seluruh perhimpunan nasional dari semua negara.

Akhirnya, semakin banyak negara yang membentuk Perhimpunan Nasional dan tergabung ke dalam Liga Palang Merah (termasuk di Indonesia dibentuk Palang Merah Indonesia berdasarkan Keppres No. 25 tahun 1950 jo. Keppres No. 264 tahun 1963). Pada tahun 1991 Liga Palang Merah tersebut kemudian mengganti namanya menjadi Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societies / IFRC).

Adapun, gagasan Henry Dunant untuk membentuk perjanjian internasional telah tercapai dengan dihasilkannya Konvensi Jenewa tahun 1864 tersebut, yang telah mengalami dua kali penyempurnaan di tahun 1906 dan 1929, dan akhirnya kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan kepada korban perang, sebelum akhirnya kembali disempurnakan dengan Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 yang mengatur perlindungan para korban perang; di mana aturan mengenai penggunaan lambang juga terdapat di dalam masing-masing perjanjian internasional tersebut.

Pada bulan Desember 2005, diadakan Konferensi Diplomatik yang menghasilkan suatu perjanjian internasional, yaitu Protokol Tambahan III (tahun 2005) pada Konvensi-konvensi Jenewa 1949 yang mengatur tentang penggunaan lambang baru di samping lambang palang merah dan bulan sabit merah, karena kedua lambang terakhir ini dianggap berkonotasi dengan suatu agama tertentu. Lambang yang baru tersebut dikenal dengan lambang Kristal Merah (“red crystal”). Kristal merupakan sebagai lambang dari kemurnian (purity) yang seringkali dihubungkan dengan air, yakni suatu unsur yang esensial bagi kehidupan manusia.

Lambang Palang Merah bukanlah sebuah simbol religius melainkan hanya sekedar kebalikan dari warna bendera Swiss. Kekeliruan pengertian disebabkan karena sebutan “palang” dan “salib” dalam bahasa Inggris memiliki penyebutan yang sama (cross).

Dengan demikian, di samping lambang palang merah, terdapat pula lambang bulan sabit merah dan kristal merah yang telah diakui dan disahkan di dalam perjanjian internasional. Ketiga lambang tersebut memiliki status internasional yang setara dan sederajat, sehingga ketentuan pokok

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 5

Page 6: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesiatentang tata-cara dan penggunaan lambang palang merah berlaku pula untuk lambang bulan sabit merah dan Kristal merah (sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 ayat(1) Protokol Tambahan III tahun 2005 yang berbunyi “This Protocol recognizes an additional emblem in addition to, and for the same purposes as, the distinctive emblem of the Geneva Conventions. The distinctive emblems shall enjoy the equal status”, serta dipergunakan oleh organisasi yang berhak menggunakannya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (International Red Cross and Red Crescent Movement).

2.2. Fungsi Lambang Palang MerahLambang palang merah memiliki dasar hukum di tingkat internasional, antara lain, seperti

dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-protokol Tambahannya tahun 1977 serta Regulation on the Use of the Red Cross or Red Crescent by the National Societies tahun 1991 (selanjutnya disebut Regulation).

Lambang palang merah dipergunakan sesuai dengan aturan di dalam Pasal 44 Konvensi Jenewa 1949 yang meliputi dua jenis penggunaan, yaitu dipergunakan sebagai ‘tanda perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan perang/konflik’ (protective use) dan ‘tanda pengenal yang berlaku di waktu damai’ (indicative use). Sedangkan Regulation on the Use of the Red Cross or Red Crescent by the National Societies Tahun 1991 mengatur secara lebih detail tentang tata-cara ke dua jenis penggunaan tersebut.

2.2.1. Penggunaan Lambang Sebagai Tanda Pelindung (Protective Use)Apabila Lambang digunakan sebagai tanda pelindung, Lambang tersebut harus

menimbulkan sebuah reaksi otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan padanya baik terhadap Palang Merah, Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin, ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang menandakan adanya perlindungan bagi:

- Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata- Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata- Unit dan transportasi medis Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai

perbantuan terhadap pelayanan medis angkatan bersenjata- Peralatan Medis

Penggunaan lambang sebagai tanda pelindung pada masa peperangan terutama ditujukan bagi anggota-anggota personil medis dari Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata yang sedang bertugas membantu tentara yang terluka dan sakit di medan peperangan, sehingga dalam melakukan tugas medis tersebut, mereka harus dihormati dan dilindungi. Di samping dinas kesehatan, anggota perhimpunan nasional maupun anggota organisasi kemanusiaan lainnya yang diijinkan oleh penguasa militer yang berwenang, dapat menggunakan lambang ini pada waktu peperangan guna menjalankan mandat kemanusiaannya.

Bagi para personil yang berhak menggunakannya sebagai tanda pelindung, lambang palang merah dipakai dalam bentuk ban lengan dan dipakai di sebelah kiri. Ban lengan ini sedemikian rupa harus terlihat dengan jelas (cukup besar) ketika ia menjalankan tugas kemanusiaan dan personil tersebut harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh Pemerintah mengenai statusnya. Ukuran lambang sebagai tanda pelindung harus besar. Sedangkan bagi kendaraan atau bangunan yang berhak menggunakan lambang, maka penempatan lambang harus diletakkan sedemikian rupa sehingga terlihat jelas dari jauh maupun dari udara, misalnya diletakkan di atap bangunan/kendaraan atau pada sisi-sisinya dengan ukuran yang besar.

Dengan demikian yang berhak menggunakan lambang dalam ukuran besar, yakni sebagai tanda pelindung ketika terjadi peperangan adalah :

a. Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 6

Page 7: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesiab. Perhimpunan Palang Merah yang telah diakui dan disahkan oleh pemerintahnya untuk

membantu Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata. Mereka yang boleh menggunakan lambang sebagai sarana pelindung hanyalah personil dan peralatan yang digunakan untuk membantu Dinas Kesehatan yang resmi, untuk tujuan yang sama seperti Dinas Kesehatan militer dan tunduk pada hukum dan peraturan militer.

c. Rumah sakit sipil yang telah diakui oleh Pemerintah dan diberi hak untuk memasang lambang sebagai sarana perlindungan.

d. Semua kesatuan medis sipil (Rumah Sakit, Pos P3K dan sebagainya) yang telah disahkan dan diakui oleh penguasa yang berwenang (berlaku bagi negara yang telah meratifikasi Protokol Tambahan I tahun 1977).

e. Perhimpunan penolong sukarela lainnya, yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku bagi Perhimpunan Nasional, yang boleh memakai lambang hanyalah personil dan perlengkapan yang digunakan pada Dinas Kesehatan militer, serta tunduk pada hukum dan peraturan militer.Sedangkan penggunaan lambang sebagai tanda pengenal pada waktu peperangan hanya

boleh digunakan oleh Perhimpunan Nasional; dalam hal ini guna menghindari adanya kebingungan dengan pemakaian lambang sebagai tanda pelindung pada waktu perang, maka lambang yang digunakan tidak boleh dipasang pada ban lengan atau di atap bangunan.

2.2.2. Penggunaan Lambang Sebagai Tanda Pengenal (Indicative Use)Lambang selain dapat dipergunakan sebagai tanda pelindung, dapat juga dipergunakan

sebagai tanda pengenal. Tanda pengenal menunjukkan bahwa si pemakai tanda pengenal adalah orang-orang atau objek-objek yang ada kaitannya dengan gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional.

Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai Tanda Pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk itu, Gerakan secara organisasi dapat mengatur secara teknis penggunaan Tanda Pengenal, misalnya dalam seragam, bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal pun harus didasarkan pada undang- undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.

Anggota Perhimpunan Nasional diperpolehkan memakai lambang sebagai tanda pengenal ini pada waktu melaksanakan tugas, tetapi dengan ukuran yang kecil. Pada saat tidak sedang menjalankan tugas, mereka hanya boleh memakai emblem dalam ukuran yang sangat kecil, misalnya dalam bentuk badge, jepitan dasi, pin, dan sebagainya. Ketentuan ini juga berlaku bagi Palang Merah Remaja dengan mencantumkan kata Palang Merah Remaja atau singkatannya.

Selain mengatur tentang penggunaan lambang sebagaimana di atas, dalam Regulation juga diatur tentang penggunaan lambang untuk tujuan diseminasi (sosialisasi) dan kegiatan pengumpulan dana (fund-raising). Perhimpunan Nasional dapat memakai lambang sebagai tanda pengenal untuk mendukung kampanye atau kegiatannya agar diketahui oleh masyarakat umum; untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang Hukum Humaniter Internasional dan Prinsip-prinsip Fundamental Perhimpunan Nasional atau untuk mengumpulkan dana.

Apabila ditampilkan pada bahan cetakan (printed matter), objek atau bahan iklan lain untuk suatu kampanye; maka lambang harus disertai nama perhimpunan, teks atau gambar-gambar yang dipublikasikan, akan tetapi jangan sampai memberikan sugesti bahwa objek tersebut mendapatkan perlindungan dari Hukum Humaniter atau keanggotaan “Gerakan”, atau memberikan kesempatan penyalahgunaan di kemudian hari, sehingga objek tersebut harus dalam ukuran yang kecil, atau dari bahan yang mudah rusak atau cepat hancur. Perhimpunan Nasional yang bekerjasama dengan

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 7

Page 8: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesiaperusahaan dagang atau organisasi lain untuk melaksanakan kegiatannya, dapat menampakkan cap atau logo perusahaan, atau kalimat lainnya asalkan sesuai dengan syarat berikut ini :

a. Jangan menimbulkan anggapan bahwa ada kaitan antara kegiatan perusahaan atau kualitas produk dengan emblem atau Perhimpunan Nasional sendiri;

b. Perhimpunan Nasional tetap mengawasi jalannya kampanye, menentukan di mana cap atau logo atau kalimat dari perusahaan yang ditampilkan;

c. Perusahaan yang bersangkutan tidak boleh terlibat dengan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip Gerakan atau yang oleh masyarakat umum dianggap kontroversial;

d. Perhimpunan Nasional setiap saat berhak membatalkan kontrak tertulis dengan perusahaan yang bersangkutan bila kegiatan tersebut merongrong rasa hormat terhadap emblem;

e. Keuntungan materiil atau financial yang diperoleh Perhimpunan Nasional dari kampanye, harus bersifat substansial;

f. Kontrak tersebut harus disetujui oleh Pimpinan Pusat dari Perhimpunan Nasional.Di samping ketentuan di atas, Perhimpunan Nasional dapat menyetujui pemakaian lambang

untuk dijual di pasaran, asalkan objek tersebut menggambarkan individu atau objek yang memang benar-benar berhak menggunakan lambang. Namun ijin tersebut hanya atau terbatas untuk jangka waktu tertentu dan untuk objek tertentu saja.

Perhimpunan Nasional juga dapat memberi ijin untuk memakai lambang pada lembaga yang tidak mempunyai tujuan komersial dan tujuannya hanya untuk menyampaikan atau mempromosikan kegiatan Perhimpunan atau “Gerakan”. Adapun, pemakaian lambang atau kata-kata “palang merah” atau “palang Jenewa”, atau tanda atau sebutan apapun lainnya yang merupakan tiruan dari lambang yang banyak dilakukan oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, maupun perusahaan merupakan suatu pelanggaran hukum dan oleh karenanya harus dilarang, apapun maksud dari pemakaian itu dan tanpa mengindahkan tanggal penggunaannya.

Sedangkan penggunaan lambang sebagai tanda pelindung yang dipakai pada waktu damai, dapat dilakukan oleh unit-unit kesehatan Perhimpunan Nasional (termasuk Rumah Sakit, Pos P3K milik Perhimpunan Nasional, dan lain-lain) dan sarana transportasi (laut, udara dan darat) yang bertugas melakukan tujuan medis pada masa peperangan namun dapat memakai atau memajang lambang tersebut sebagai tanda pelindung pada masa damai dengan seijin Pemerintah.

Adapun, berbeda dengan ke dua lambang sebelumnya, penggunaan lambing Kristal Merah dapat memungkinkan negara-negara yang tidak ingin menggunakan lambang palang merah ataupun bulan sabit merah untuk bergabung ke dalam “Gerakan”; serta kemungkinan untuk menggunakan lambang palang merah dan bulan sabit merah secara bersama-sama. Lambang Kristal Merah sebagai tanda pengenal dapat ditampilkan bersama-sama dengan bulan sabit merah maupun palang merah atau kedua-duanya di dalam badan lambangnya, atau semata-mata hanya menggunakan lambang Kristal Merah saja, atau menggunakan simbol lainnya yang telah secara efektif digunakan dan telah dikomunikasikan dengan negara-negara penandatanganan lainannya. Adapun penggunaannya sebagai tanda pelindung, ditampilkan dalam ukuran yang besar, sebagaimana berlaku pula pada lambing palang merah dan bulan sabit merah.

2.2.3. Penyalahgunaan LambangSetiap negara peserta Konvensi Jenewa memiliki kewajiban membuat peraturan

atau undang-undang untuk mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus mengesahkan suatu peraturan untuk melindungi Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Dengan demikian, pemakaian Lambang yang tidak diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum. Bentuk-bentuk penyalahgunaan Lambang yaitu:

Peniruan (Imitation):

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 8

Page 9: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & IndonesiaPenggunaan tanda-tanda yang dapat disalah artikan sebagai lambang Palang

Merah atau bulan sabit merah (misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan komersial. Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):

Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan sabit merah oleh kelompok atau perseorangan (perusahaan komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan lambang oleh orang yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya untuk dapat melewati batas negara dengan lebih mudah pada saat tidak sedang tugas). Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave misuse)

Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan sabit merah dalam masa perang untuk melindungi kombatan bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya ambulans atau helikopter ditandai dengan lambang untuk mengangkut kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah) dianggap sebagai kejahatan perang.

2.3. Sejarah Palang Merah di IndonesiaUpaya pendirian organisasi Palang Merah Indonesia sudah dimulai semenjak sebelum Perang

Dunia ke II oleh Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan, dimana sebelumnya telah ada organisasi palang merah di Indonesia yang bernama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI) yang didirikan oleh Belanda. Tetapi upaya – upaya ini masih ditentang oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.

Pada tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, atas instruksi Presiden Soekarno maka dibentuklah badan Palang Merah Indonesia oleh Panitia 5 (lima), yaitu :

Ketua : Dr. R. MochtarPenulis : Dr. Bahder DjohanAnggota : - Dr. Djoehana

- Dr. Marzuki- Dr. Sitanala

Sehingga pada tanggal 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang pertama yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya. Pasca pembentukan, PMI mulai merintis kegiatannya dengan memberi bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang.

Karena sejak dibentuk pada tahun 1945 hingga akhir tahun 1949 PMI ikut terjun dalam mempertahankan kemerdekaan RI sebagai alat perjuangan, yang karena tidak sempat melakukan penataan organisasi sebagaimana mestinya, pengesahan secara hukum baru dilakukan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 25 Tahun 1950 yang dikeluarkan tanggal 16 Januari 1950. Yang menetapkan :

"Mengesahkan Anggaran Dasar dari dan mengakui sebagai badan hukum Perhimpunan Palang Merah Indonesia, menunjuk Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai satu satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneve (1864,1906,1929,1949)………"Penegasan tersebut bukanlah sekedar untuk memberikan landasan hukum PMI sebagai

organisasi sosial tetapi juga mempunyai latar belakang pertimbangan dan tujuan yang bersifat Internasional sebagai hasil dari Perundingan Meja Bundar tanggal 27 Desember 1949.

Secara Internasional pada 15 Juni 1950, keberadaan PMI diakui oleh Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross) atau disingkat ICRC.

Setelah itu PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah pada 16 Oktober 1950.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 9

Page 10: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & IndonesiaPada 29 November 1963 pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 246

Tahun 1963 yang melengkapi Keppres No. 25 Tahun 1950. Melalui Keppres ini pemerintah Republik Indonesia mengesahkan :

“Tugas Pokok dan Kegiatan – Kegiatan Palang Merah Indonesia yang berazaskan Perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda – bedakan bangsa, golongan dan faham politik………”Berikut adalah nama-nama tokoh yang pernah menjabat Ketua PMI:

1. Ketua PMI I (1945-1946) : Drs. Mohammad Hatta2. Ketua PMI II (1946-1948) : Soetardjo Kartohadikoesoemo3. Ketua PMI III (1948-1952) : BPH. Bintoro4. Ketua PMI IV (1952-1954) : Prof. Dr. Bahder Djohan5. Ketua PMI V (1954-1966) : K.G.P.A.A. Paku alam VIII6. Ketua PMI VI (1966-1969) : Letnan Jenderal Basuki Rachmat7. Ketua PMI VII (1970-1982) : Prof. Dr. Satrio8. Ketua PMI VIII (1982-1986) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo9. Ketua PMI IX (1986-1994) : Dr. H. Ibnu Sutowo10. Ketua PMI X (1994-1999) : Dra. Siti Hardiyanti Rukmana11. Ketua PMI XI (1999- ) : Mar’ie Muhammad

2.4. Dasar Hukum Palang Merah IndonesiaKeberadaan Perhimpunan PMI dengan segala aktivitasnya di Indonesia, mendapat pengakuan

melalui:1. Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 tanggal 16 Januari 1950.

Menunjuk Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan Palang Merah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneve (1864,1906,1929,1949).

2. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 246 tanggal 29 November 1963.Melalui Keppres ini Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan “Tugas pokok dan

kegiatan-kegiatan Palang Merah Indonesia yang berasaskan perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik”.

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 023/ Birhub/1972.Berdasarkan peraturan ini, PMI dapat menyelenggarakan pertolongan pertama maupun

menyelenggarakan pendidikan pertolongan pertama serta dapat mendirikan pos pertolongan pertama.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1980.Peraturan ini memberikan tugas khusus kepada Perhimpunan PMI untuk

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD).5. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI disahkan pertama kali oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 Tahun 1950. Namun pada perkembangannya, AD/ART dapat disempurnakan oleh Musyawarah Nasional PMI.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, diantaranya mengatur tentang: nama, waktu, status, dan kedudukan, asas dan tujuan, prinsip dasar, lambang dan lagu, pelindung, keanggotaan, susunan organisasi, kepengurusan, perbendaharaan, maupun pembinaan.

2.4.1. Tugas pemerintah yang diserahkan kepada PMITugas pemerintah yang diserahkan kepada PMI adalah:

1) Tugas–tugas yang erat hubungannya dengan Konvensi Jenewa dan ketentuan-ketentuan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), sebagai lembaga yang menghimpun keanggotaan perhimpunan nasional

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 10

Page 11: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia2) Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah berupa pengadaan,

pengolahan dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.

2.4.2. Prinsip bantuan PMIPrinsip bantuan PMI yaitu:

a) Memberikan bantuan kepada korban pertikaian bersenjata (berdasarkan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949) dan korban bencana alam yang dilaksanakan secara otonom sejalan dengan Prinsip Dasar Gerakan dan bekerjasama dengan pemerintahnya.

b) Bantuan PMI bersifat darurat dan langsung serta merupakan pendukung/pelengkap dari bantuan pemerintah.

2.5. Asas, Tujuan, Visi dan Misi Palang Merah IndonesiaPMI berasaskan Pancasila. Sedangkan tujuannya adalah membantu meringankan

penderitaan sesama manusia apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik.

Untuk menjadi Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik, Palang Merah Indonesia mempunyai visi dan misi yang dinyatakan dengan jelas, dengan kata lain, konsep yang jelas tentang apa yang ingin dilakukannya. Visi dan misi diharapkan dapat dimengerti dengan baik dan didukung secara luas oleh seluruh anggota di seluruh tingkatan. Visi dan misi harus berpedoman pada Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta beroperasi sesuai dengan Prinsip Dasar. VISI : “Terwujudnya PMI sebagai Organisasi Kemanusiaan yang profesional, tanggap dan dicintai

masyarakat”(Profesional berarti mempunyai kemampuan khusus dalam menjalankan kegiatan

kemanusiaan dan Tanggap berarti cepat mengetahui dan menyadari gejala/kondisi yang muncul) MISI : 1. Menguatkan dan mengembangkan Organisasi. 2. Meningkatkan dan mengembangkan Kualitas SDM (Pengurus, Staff, PMR dan Relawan). 3. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kepalangmerahan. 4. Mengembangkan Kegiatan Kepalangmerahan yang berbasis masyarakat. 5. Meningkatkan dan mengembangkan jejaring kerjasama. 6. Menyebarluaskan, mengadvokasi dan melaksanakan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan

Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta Hukum Perikemanusiaan Internasional.

7. Mengembangkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Kepalangmerahan.

2.6. Keanggotaan Palang Merah Indonesia (PMI)Menurut ketentuan AD/ART PMI, yang disebut anggota PMI adalah setiap Warga Negara

Indonesia yang bersedia menjadi anggota. Mereka terdiri atas:1. Anggota Remaja

a. Berusia 10-17 tahun atau mereka yang seusia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan belum menikah.

b. Hak dan kewajiban anggota remaja dilaksanakan melalui wadah Palang Merah Remaja (PMR).

c. Mendaftarkan diri kepada Unit PMR di wilayah domisili yang bersangkutan.d. Keabsahan sebagai anggota remaja dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang

bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota.

e. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota remaja ditentukan oleh Pengurus Pusat.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 11

Page 12: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia2. Anggota Biasa

a. Berusia 18 tahun atau telah menikah.b. Dapat bergabung dalam wadah kegiatan Korps Sukarela (KSR).c. Anggota biasa yang memiliki keahlian khusus yang dapat dimanfaatkan untuk

menunjang kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Sukarela (TSR).d. Mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang PMI di wilayah domisili yang

bersangkutan.e. Keabsahan sebagai anggota biasa dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang

bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota.

f. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Korps Sukarela ditentukan oleh pengurus pusat.

3. Anggota Luar Biasaa. Warga negara asing yang telah berusia 18 tahun atau telah menikah.b. Anggota luar biasa yang memiliki keahlian khusus yang dapat dimanfaatkan untuk

menunjang kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Suka Rela (TSR).c. Mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang PMI di wilayah domisili yang

bersangkutan.d. Keabsahan sebagai anggota luar biasa dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota

yang bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota.

e. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota luar biasa ditentukan oleh Pengurus Pusat

4. Anggota Kehormatana. Mereka yang dianggap telah berjasa memberikan sumbangan yang sangat berarti

terhadap kemajuan PMI.b. Diangkat dengan Surat Keputusan Pengurus Pusat berdasarkan usulan pengurus pusat,

daerah atau pengurus cabang.c. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota kehormatan ditentukan oleh

pengurus pusat.

2.7. Sistem dan Struktur Organisasi Palang Merah IndonesiaPalang Merah Indonesia (PMI), adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri,

yang didirikan dengan tujuan untuk membantu meringankan penderitaan sesama manusia akibat bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, tanpa membedakan latar belakang korban yang ditolong. Tujuannya semata - mata hanya untuk mengurangi penderitaan sesama manusia sesuai dengan kebutuhan dan mendahulukan keadaan yang lebih parah.

Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik mempunyai struktur, sistem dan prosedur yang memungkinkan untuk memenuhi visi dan misinya. Struktur, sistem dan prosedur Palang Merah Indonesia tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI.

Suatu perhimpunan Palang Merah Nasional, yang terikat dengan Prinsip – Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, maka PMI jelas merupakan lembaga yang independen serta berstatus sebagai Organisasi Masyarakat, namun dibentuk oleh Pemerintah serta mendapat tugas dari Pemerintah.

Tugas Pemerintah yang diserahkan kepada PMI adalah sebagai berikut :1) Tugas – tugas dalam bidang kepalangmerahan yang erat hubungannya dengan Konvensi

Jenewa dan ketentuan – ketentuan Liga Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (saat ini dikenal dengan nama Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional), sebagai Lembaga yang menghimpun keanggotaan Perhimpunan Palang Merah Nasional.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 12

Page 13: sejarah palang merah internasional dan indonesia

PMI PUSAT(TINGKAT NASIONAL)

PMI PROPINSI(TINGKAT PROPINSI)

PMI KAB/KOTA(TK. KOTAMADYA / KAB.)

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia2) Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah, berupa pengadaan,

pengolahan dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, susunan Organisasi Palang

Merah Indonesia adalah sebagai berikut :

PMI Kabupaten / Kota dapat membentuk PMI Kecamatan yang berada di tingkat kecamatan. Struktur organisasi KSR PMI terdiri dari Regu, Kelompok dan Unit :

a. Regu terdiri dari minimal 4 orang, maksimal 10 orang termasuk seorang Kepala Regub. Kelompok terdiri dari 2 s/d 4 Regu yang dipimpin oleh seorang Kepala Kelompok c. Unit terdiri dari minimal 2 Kelompokd. Pembagian tugas dalam regu tergantung sasaran operasionale. Regu, Kelompok dan Unit dapat terbentuk pada :

- Lingkungan Markas Kabupaten / Kota- Lingkungan Perguruan Tinggi / Lembaga Pendidikan- Lingkungan Satuan Kerja ( Kantor, Pabrik, dll )- Lingkungan Masyarakat Umum

KSR PMI bertanggung jawab dan memberikan laporan kegiatan secara periodik kepada Pengurus PMI Kabupaten/Kota setempat melalui staf yang bertanggung jawab di bidang pengembangan relawan. Staf yang bertanggung jawab di bidang pengembangan relawan PMI Kabupaten/Kota setempat secara fungsional membantu Pengurus PMI Kabupaten/Kota dalam membina Unit KSR PMI yang ada di wilayah kerjanya untuk tugas dan kewajiban sebagai berikut :

1. Membuat peraturan tata tertib keanggotaan berdasarkan ketentuan – ketentuan yang telah digariskan oleh Pengurus Pusat PMI maupun ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pengurus Kabupaten/Kota setempat.

2. Merencanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan bagi Unit, Kelompok, Regu dan anggota KSR.

3. Memimpin seluruh kegiatan pengembangan KSR4. Merekomendasikan anggota KSR untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. 5. Bertanggung jawab dan memberikan laporan kegiatan secara teratur kepada Pengurus PMI

Kabupaten/Kota

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 13

Page 14: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia

2.8. Dasar Hukum Lambang Palang Merah Di IndonesiaDalam hubungannya dengan ratifikasi Indonesia atas Konvensi-Konvensi Den Haag pada

tahun 1907 maka F Sugeng Sutanto menjelaskan bahwa pada saat itu Indonesia masih bernama Hindia Belanda yang merupakan jajahan Belanda sehingga ratifikasi ditetapkan oleh Kerajaan Belanda oleh Undang-Undang (wet) tanggal 1 Juli 1909 dan keputusan Raja Tanggal 22 Februari 1919 berlaku pula bagi Hindia Belanda.

Melalui Persetujuan Peralihan yang merupakan Lampiran Induk Perjanjian Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada saat penyerahan kekuasaan tanggal 27 Desember 1949, maka seluruh hak dan kewajiban beralih kepada Republik Indonesia Serikat. Maka hal mengenai konvensi Den Haag telah di ratifikasi oleh Pemerintah.

Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Bapak H. Muhammad Muas (Pengurus PMI Pusat) bahwa dasar hukum terhadap lambang Palang Merah Indonesia adalah :

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950Keputusan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 1950 yang isinya

menetapkan dan mengesahkan anggaran dasar dari dan mengakui sebagai badan hukum “Perhimpunan Palang Merah Indonesia” yakni dengan menunjuk Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan Palang Merah di Republik Indonesia Serikat menurut Konvensi Jenewa Tahun 1864, 1906, 1929 dan 1949.

b. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1950Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 1958 yang isinya memutuskan dan menetapkan

ikut sertanya Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Dengan demikian secara yuridis Indonesia terikat untuk melaksanakan semua kewajiban internasional yang tercantum dalam konvensi Jenewa 1949.

c. Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962Peraturan ini menetapkan tentang Peraturan tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan

Kata-kata Palang Merah. Pada pasal 1 Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 disebutkan bahwa tanda palang merah atas dasar putih, selanjutnya disebut “Tanda Palang Merah” dan kata-kata “Palang Merah” hanya boleh digunakan untuk menandakan atau untuk melindungi petugas-petugas, bangunan-bangunan, alat-alat, yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.

Pasal 2 Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 mengatur tentang siapa pihak-pihak yang berhak menggunakan tanda dan/atau kata-kata palang merah, yaitu :

1) Komite Palang Merah Internasional,2) Jawatan Kesehatan Angkatan Darat,3) Jawatan Kesehatan Angkatan Laut,4) Jawatan Kesehatan Angkatan Udara,5) Palang Merah Indonesia,6) Badan-badan/Perkumpulan-perkumpulan atau perseorangan yang melakukan usaha-

usaha pemberian pertolongan kepada orang-orang yang luka atau sakit, sepanjang pemberian pertolongan tersebut diberikan dengan cuma-cuma dan setelah mendapat persetujuan dari Palang Merah Indonesia. Pemakaian ini hanya meliputi pemberian tanda pada kendaraan-kendaraan yang digunakan sebagai ambulans dan sebagaipenujuk tempat-tempat pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P.P.P.K.).

Sedangkan dalam keadaan perang nyata, yang diperkenankan memakai/mempergunakan tanda palang merah dan kata-kata palang merah, yaitu:

1) Komite Palang Merah Internasional,2) Jawatan Kesehatan Angkatan Darat,3) Jawatan Kesehatan Angkatan Laut,4) Jawatan Kesehatan Angkatan Udara

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 14

Page 15: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia5) Palang Merah Indonesia, yang diperbantukan kepada Jawatan-jawatan Kesehatan

Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,6) Petugas-petugas penolong yang telah diakui secara resmi dan telah ditunjuk secara

resmi pula untuk membantu Jawatan-jawatan Kesehatan Angkatan Perang,7) Petugas-petugas kerohanian Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara,8) Dengan persetujuan khusus dari Pemerintah Republik Indonesia, tanda palang merah

dapat digunakan untuk menandakan bangunan-bangunan dan petugas-petugas rumah sakit umum, lingkungan-lingkungan rumah-rumah sakit dan tempat yang disediakan untuk orang-orang luka dan sakit, alat-alat pengangkutan yang digunakan oleh badan-badan penolong karam di laut, yang telah diakui dengan resmi, iring-iringan kendaraan sakit, kereta-kereta sakit, kapal-kapal atau pesawat udara, untuk pengangkutan rakyat sipil yang luka atau sakit, cacat atau lemah dan wanita-wanita hamil.

Pada Pasal 3 Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 diatur mengenai larangan memakai/menggunakan tanda palang merah dan/atau kata-kata palang merah atau kata-kata lain yang merupakan tiruan dari padanya atau yang memungkinkan kekeliruan dengannya oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, badan-badan, perusahaan-perusahaan atau apa pun juga namanya, selain dari pada mereka yang diperkenankan sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 2 tersebut diatas.

Perihal sanksi atas pelanggaran peraturan ini diatur dalam Pasal 5 Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 yang menyebutkan barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan yang tersebut dalam Pasal 3 Peraturan ini, dihukum dengan hukuman sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 139) tentang Keadaan Bahaya, ialah hukuman kurungan selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya dua puluh ribu rupiah.

Aturan mengenai sanksi juga diatur dalam Pasal 6 Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 yaitu terhadap barang-barang yang digunakan dalam atau diperoleh dari tindak pidana yang tersebut dalam Pasal 5 berhubungan dengan Pasal 3 Peraturan ini, dapat dikenakan ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 47 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 139) tentang Keadaan Bahaya.

Sanksi lainnya diatur dalam Pasal 7 Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 yang menyebutkan tindak pidana yang tersebut dalam Pasal 5 berhubungan dengan Pasal 3 Peraturan ini, sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 139) tentang Keadaan Bahaya adalah termasuk pelanggaran.

d. Keputusan Presiden Repulik Indonesia Nomor 246 Tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia.

Disebutkan pada Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Repulik Indonesia Nomor 246 Tahun 1963 bahwa Perhimpunan Palang Merah Indonesia selanjutnya disebut PMI, adalah suatu organisasi nasional, yang berdiri alas azas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membedabedakan bangsa, golongan dan paham politik. Sedangkan untuk tugas-tugas pokok PMI disebut dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Repulik Indonesia Nomor 246 Tahun 1963 adalah :

1) PMI bertindak atas nama Pemerintah Republik Indonesia tentang pelaksanaan hubungan luar negeri dalam lapangan kepalangmerahan untuk memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Konvensi Jenewa terhadap dunia luar.

2) PMI mempersiapkan diri untuk dapat melaksanakan tugas-tugas baik di dalam negeri maupun diluar negeri dengan tujuan tugas-tugas bantuan pertama pada tiap-tiap bencana alam yang terjadi baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan tujuan

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 15

Page 16: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesiauntuk mencari ketangkasanketangkasan dalam melaksanakan tugas-tugas pada waktu ada perang disampingnya tujuan pokok dari PMI dalam lapangan perikemanusiaan.

e. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia, yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional (Munas) ke-XVII PMI di Jakarta pada tanggal 28-30 Nopember 1999;

f. Undang-undang No. 15 tahun 2001 Pasal 6 ayat (3) huruf (b);Pada Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan

bahwa setiap permohonan merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) apabila merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

g. Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Lambang Palang Merah (belumdisahkan).

Indonesia belum memiliki Undang-Undang Lambang yang secara penuh melindungi lambang Palang Merah. Pada masa damai pelanggaran ringan yang berdampak kerugian ekonomi dan moril bagi PMI sering terjadi. Banyak individu/Perusahaan yang melakukan usaha dengan meniru lambang PMI. Selain itu ada lembaga yang melakukan aktifitas sosialnya menggunakan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia Bulan Sabit Merah Indonesia dan melakukan gerakan kepalangmerahan tetapi tidak ditindak hukum padahal tindakannya telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 tentang PMI satu-satunya gerakan yang melaksanakan kepalang merahan di Indonesia.

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang lambang Palang Merah sejak tahun 2005 telah diusulkan, tetapi saat tulisan ini dibuat, RUU tersebut belum disyahkan. Perhimpunan Nasional bersama dengan Pemerintah dalam hal ini harus memutuskan harus memutuskan ketentuan-ketentuan tentang penggunaan lambang baik di saat perang maupun di saat damai. Menurut Arlina Permana Sari menyatakan pedoman untuk menyusun peraturan tersebut untuk penggunaan protektif perlu dicantumkan antara lain:

1) Penunjukan peraturan-peraturan nasional yang berhubungan dengan subyek tersebut.2) Keterangan tentang tentang pejabat mana yang mempunyai wewenang untuk

mensahkan penggunaan lambang3) Daftar dari langkah-langkah yang harus diambil pada saat pecahnya konflik untuk

mencegah kekeliruan antara penggunaan protektif dan indikatif.4) Syarat-syarat yang mengatur penggunaan lambang oleh orang-orang dan obyek dari

perhimpunan nasional.

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 16

Page 17: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanPalang Merah adalah suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan dengan

sukarela berdasarkan prikemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan tanpa membedakan bangsa, agama dan politik.

Lambang Palang Merah diatas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss. Lambang balang merah memiliki 2 fungsi yaitu sebagai tanda pengenal dan sebagai tanda pelindung.

Di Indonesia, upaya pendirian organisasi Palang Merah sudah dimulai semenjak sebelum Perang Dunia ke II oleh Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan, dimana sebelumnya telah ada organisasi palang merah di Indonesia yang bernama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI) yang didirikan oleh Belanda. Tetapi upaya – upaya ini masih ditentang oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Sehingga pada tanggal 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang pertama yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.

3.2. Saran1) Tingkatkan kepedulian terhadap sesama2) Saling tolong menolong karena kita semua bersaudara dan merupakan makhluk sosial yang

saling membutuhkan3) Jangan pilih kasih dalam membantu orang, buang jauh-jauh ego sendiri dan bersikap adil

dalam memberikan pelayanan kesehatan

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 17

Page 18: sejarah palang merah internasional dan indonesia

Konsep Dasar Keperawatan – Sejarah Palang Merah Internasional & Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

http://m.liputan6.com/global/read/2125835/29-11-1863-sejarah-terbentuknya-palang-merah-internasionalhttp://ksr-pmijember.blogspot.in/2011/04/materi-sejarah-palang-merah.html

Akademi Keperawatan Pelni Angkatan XXI - Kelompok VII(IA) 18