sejarah p11

25
Sistem Politik Orde Baru FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK TAHUN AJARAN 2012/2013

Transcript of sejarah p11

Page 1: sejarah p11

Sistem Politik Orde Baru

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: sejarah p11

Orde baru merupakan masa pemerintahan Soeharto yaitu berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Pada masa orde baru ini presiden Soeharto mengalami keruntuhan yaitu seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan legitimasi pemerintahan Orde Baru.

Permasalahan-permasalahan banyak terjadi pada masa orde baru ini seperti kolusi,korupsi,nepotisme, krisis ekonomi. Itu semua tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan presiden Soeharto. Maka pemerintahan selama 32 tahun yang dijalankan oleh Soeharto memberikan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dampak positifnya.

Masa pemerintahan yang begitu panjang menjadi arena membungkam demokrasi dan menenggelamkan partisipasi masyarakat luas dalam hampir semua sektor kehidupan, sampai untuk membangun gedung-gedung SD di seluruh Indonesia harus lewat Inpres (instruksi presiden). Maka dapat disaksikan menjelang akhir kekuasaan Orde Baru, ketika terjadi krisis moneter; ekonomi yang dibangun dengan stabilitas politik dan keamanan itu rontok seperti bangunan tanpa pondasi yang dilanda gempa bumi, rata dengan tanah!

Orde baru yang dijalankan oleh Presiden Soeharto yang berakhir dengan krisis moneter memberikan perubahan dalam pembangunan politik dan perekonomian.

BAB II

PEMBAHASAN

Page 3: sejarah p11

SISTEM POLITIK ORDE BARU

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan

Page 4: sejarah p11

untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi. Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

A.   System Otoritarianisme Orde Baru

Para ilmuwan politik, terutama yang mempunyai kepedulian terhadap stdi politik Indonesia memberikan julukan yang beragam dalam mendeskripsikan karakterristik politik dan pemerintahan orde baru.

Page 5: sejarah p11

Meskipun demikian terdapat benang merah yang menjembatani di antara berbagai perbedaan tersebut, yakni dominasi Negara atau birokrasi atas masyarakat.

Menurut Hikam, pengristalan sebuah Negara yang sangat kuat ini kompatibel dengan model pembangunan yang dikembangkan oleh orde baru, yakni model Negara kapitalis. Model ini mensyaratkan adanya Negara yang kuat yang mampu menjamin stabilitas politik dan keamanan yang berrkelanjutan. Stabilitas yang kuat ini diorientasikan untuk memberi rasa aman bagi invetasi dan implementasi kebijakan pembangunan yang diprakarsai oleh Negara. Oleh karena itu Negara orde baru secara intensif memelihara stabilitas politik melalui dua strategi pokok, yakni strategi diskursif dan bangunan institusional. Strategi diskursif yang telah dilaksanakan meliputi pemikiran-pemikiran mengenai diskontinuitas historis dan konstitusionalisme yang berfungsi tidak hanya sebagai landasan ideologis di mana pengembangan hegemoni kekuasaan dibangun, melainkan sebagai justifikasi untuk menghalalkan penindasan fisik, pelarangan, dan peggusuran orang-orang yang tidak sepaham. Sementara itu pada level institusional, pemikiran mengenai Negara yang kuat diimplementasikan melalui rancangan korporatis terhadap organisasi-organisasi social-politik dan kelompok-kelompok di masyarakat yang memiliki pengaruh besar dalam penggalangan politik seperti organisasi-organisasi buruh, kelompok-kelompok industry, kelompok-kelompok keagamaan, serta organisasi kepemudaan.

Dalam menganalisis politik orde baru beserta tatanan yang menopangnya, para ilmuwan politik telah menggunakan beberapa label, yang di antaranya dapat diidentifikasi sebagai berikut: “statequa-state” yang diberikan oleh Ben Anderson, “bureaucratic polity” oleh Karl D.Jackson, “bureaucratic pluralism” oleh Donald Emmerson, “bureaucratic authoritarianism” oleh Dwight King, dan “limited pluralism” oleh William Liddle.

Karl D.Jackson menyebut orde baru sebagai masyarakat politk birokrasi, menggambarkan bagaimana arena politik sangat di dominasi oleh birokrasi Negara. Menurutnya dalam suatu masyarakat politik birokrasi sebagaimana dicirikan oleh birokrasi orde baru, keputusan-keputusan penting diformulasikan dalam birokrasi, korps militer, dan administasi sipil. Kelompok-kelompok di luar birokrasi, sebagai konsekuensi kuatnya organisasi birokrasi, seperti pemimpin kharismatik, partai politik, kelompok-

Page 6: sejarah p11

kelompok kepentigan, dan gerakan massa tidak mempunyai pengaruh dalam proses pengambilan keputusan di tingkat nasional. Dalam hal ini,kebijakan nasional dibuat dalam lingkaran kecil elit yang berpengaruh dan biasanya kebijakan tersebut ditujukan untuk merespon nilai-nilai dan kepentingan pemimpin militer dan birokrat tingkat tinggi.

Kuatnya dominasi Negara dan birokrasi dalam mengontrol kehidupan masyarakat membuat pembangunan politik pada masa orde baru tidak berjalan denagn baik. Sebagaimana dikemukakan oleh Jeffery Winters, dalam masa kekuasaannya, Soeharto melakukan permainan politk yang lihai, sambil terus-menerus mendepolitisasi dan memobilisasi masyarakat umum. Langkah-langkah ini menurutnya telah memberikan rassa aman kepada para investor dalam dan luar negeri sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi dapat terwujud di negeri ini. Ini berakibat padda tidak adanya pembangunan politik elementer. Soeharto dan sekutunya di ABRI melaksanakan politik penyingkiran secara pribadi, dan bukannya dengan cara membangun institusi-institusi politik yang kuat (yang terus dapat berfungsi, terlepas siapapun yang berkuasa).

Begitu kuatnya kekuasaan politik Soeharto yang ditopang oleh birokrasi dan militer membuat struktur politik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Politik dan pemerintahan yang didominasi oleh birokrasi dan militer yang pada perkembangan selanjutnya mempresentasi pada diri Soeharto. Ini telah memandulkan fungsi-fungsi struktur politik demokrasi hingga hanya sebagai pelayan atas keinginan-keinginan Soeharto dan kroni-kroninya.

Golkar telah berperan sebagai partai hegemonic, yang meskipun dirinya sendiri tidak mau disebut sebagai partai politik. Sebagai partai hegemonic, Golkar mempunyai keunikan, yakni bukan partai kader dan partai massa. Ini karena partai hegemonic tidak diciptakan dan dikembangkan oleh kelompok atau kelas tertentu dalam masyarakat sebagaimana partai massa dan kader, tetapi dibangun oleh pemerintah. Dalam praktinya, partai hegemonic ini mempunyai massa yang besar sebagaimana dalam partai massa, tetapi anehnya mempunyai anggota yang berasal dari kalangan elit sebagaimana biasa terjadi dalam partai kader. Namun berbeda dengan kedua partai ini ,partai hegemonic mempunyai faksi-faksi dalam dirinya, yang terdiri dari faksi militer dan birokrasi. Kedua faksi ini secara bersama berfungsi sebagai politburo yang mengontrol kebijakan-kebijakan partai. Dalam konteks Indonesia pembuatan keputusan

Page 7: sejarah p11

secara formal addalah ketua partai, tetapi dalam kenyataannya berada di tangan presiden.

Di sisi lain, ketiadaan pembangunan politik juga membuat politik pada masa orde baru minim partisipasi politik. Pada tingkat system, otoritarianisme politik yang dikontekstasikan orde baru telah membuat system politik tidak lagi responsive terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan ekonomi yang semestinya ditujukan untuk mendorong kemakmuran rakyat , dalam kenyataannya hanya dinikmati oleh segelintir elit politik dan ekonomi terutama yang berada dalam lingkaran keluarga cendana.

B.   Penopang Kekuasaan Orde Baru

Rezim orde baru di bawah Soeharto telah mampu mempertahankan kekuasaannya selama lebih dari tiga decade. Pada tahun 1993, di majalah CEO/International Strategis, Jeffrey Winters mengatakan bahwa setelah Kim II Sung dari Korea Utara, Soeharto adalah kepala Negara terlama di kawasan Asia saat itu, dan jika Soeharto berhasil mempertahankan kekuasaan hingga tahun 1996 maka ia akan menjadi kepala Negara kepulauan terbesar di dunia selama tiga decade.

Secara umum, sekurang-kurangnya terapat empat sumber utama yang menjadi penopang kekuasaan orde baru:

1.     Represi politik

Sejak orde baru melakukan konsolidasi politik pada awal tahun 1970-an, tindakan kekerasan dan represif merupakan instrument utama yang dipakai oleh pemerintah untuk mencapai stabilitas politik. Organisasi militer yang ditempatkan hingga ke desa-desa dalam bentuk Bantara Pembina Desa (Banbinsa), sementara pada waktu bersamaan pemerintahan orde baru telah mendirikan banyak instrument guna melakukan represi terhadap warga negaranya. BAIS ( Badan Intelijen Strategis) yang terdiri dari unsure tentara, BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen) yang banyak diisi oleh orang-orang

Page 8: sejarah p11

sipil, Kopkamtib yang kemudian diubah menjadi Bakorstanas (Badan Koordinasi Strategi Nasional) telah menjadi lembaga-lembaga represif yang mengontrol masyarakat.

2.     Klientelisme ekonomi

Ini dilakukan seiring dengan melimpahnya sumber ekonomi yang berasal dari hasil ekspor minyak dan hasil alam lainnya. Dengan sumber inilah, Soeharto berhasil secara efektif membeli dukungan elit dan masyarakat luas.

3.     Wacana partikularistik

Dalam kaitan ini, orde baru telah mengembangkan banyak wacana partikularistik yang diorientasikan untuk memapankan orde baru, seperti wacana tentang demokrasi pancasila, tanggung jawab social warga Negara, hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya. Dengan demikian, jika politik represi dan klientlisme ekonomi adalah mekanisme control terhadap perilaku politik,maka politik wacana merupakan mekanisme control terhadap persepsi dan pola piker partisipan politik. Dalam konteks inilah, orde baru berhasil membangun legitimasinya dengan menyosialisasikan beberapa wacana baru seperti stabilitas politik, integrassi nasional,kegagalan demokrasi liberal, dan lain sebagainya.

4.     Korporatisme Negara

Korporatisme Negara dilakukan terhadap organisasi masyarakat yang diarahkan sebagai sumber mobilisasi massa. Korporatisme ini mewujud dalam bentuk penunggalan kelompok-kelompok profesi dan kepentingan yang ke bawah menempati posisi penting di hadapan anggotanya, tetapi sangat rentan terhadap intervensi Negara. Beberapa organisasi korporatis di antaranya adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kamar Dagang dan Industri (KADIN), dan lain sebagainya. Biasanya pemerintah menempatkan orang-orang kepercayaannya di lembaga-lembaga ini sehingga lembaga ini , bukannya memperjuangkan kepentingan anggotanya vis-à-vis Negara atau pemerintah,

Page 9: sejarah p11

tetapi malahan menjadi alat control terhadap anggotanya yang mempunyai peluang untuk melawan kebijakan rezim.

C.   Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru

·        Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun

1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari

AS$1.000

·        Sukses transmigrasi

·        Sukses KB

·        Sukses memerangi buta huruf

·        Sukses swasembada pangan

·        Pengangguran minimum

·        Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

·        Sukses Gerakan Wajib Belajar

·        Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

·        Sukses keamanan dalam negeri

·        Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia

Page 10: sejarah p11

·        Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk

dalam negeri

D.   Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

o   Semaraknya korupsi, kolusi, nepotismeo Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya

kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat

o Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

o Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya

o   Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)

o   Kritik dibungkam dan oposisi diharamkano    Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran

dan yang dibreideli o Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara

lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus) o Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke

pemerintahan presiden selanjutnya)

Page 11: sejarah p11

E.   Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali.

Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan.

Page 12: sejarah p11

Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.

F.    Peran dan Posisi Militer

Sejarah kekuasaan orde baru adalah sejarah neofasisme (militer) yaitu suatu pemerintahan yang dibangun dengan cara mengandalkan elitisme, irasionalisme, nasionalisme, dan korporatisme. Pembahasan system otoriter orde baru tidak dapat dilepaskan dari peran militer dalam menopang kekuasaannya melalui paradigma dwifungsi ABRI. Ada 3 peran penting yang dilakukan ABRI terutama dalam kaitannya dengan usaha-usaha menopang kekuasaan Soeharto, yaitu:

·        Militer menempati jabatan-jabatan politis seperti menteri, gubernur, bupati, anggota golkar, dan duduk mewakili dirinya di DPR.

·        Militer menghegemoni kekuatan-kekuatan sipil seperti dalam kasus pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan kassospol ABRI, Letjen Syarwan Hamid, yang mengumpulkan para guru besar dari seluruh Indonesia di Bogor pada Maret 1997.

·        Militer melakukan tindakan-tindakan represif terhadap rakyat.

G.  Krisis dan Keretakan System

Page 13: sejarah p11

Kejatuhan Soeharto tidak dapat dilepaskan dari krisis moneter yang melanda Indonesia pertengahan 1997. Yang awalnya melanda Thailand. Krisis tersebut segera menyebar dan menjalar ke Negara-negara lain seperti Korea Selatan, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Indonesia membutuhkan waktu dua tahun lebih lama dibandingkan dengan Negara lain di kawasan Asia yang mengalami krisis. Keterlambatan Indonesia keluar dari krisis karena krisis moneter menjadi penyulutbagi krisis yang lain sehingga krisis menjadi bersifat multidimensi. Krisis ekonomi telah bermetamorfosis menjadi krisis multidimensi yang akut.

Implikasi krisis ekonomi dan moneter serta kegagalan pemerintah dalam merespon dan mengatasi krisis tersebut membuat legitimasi pemerintahan Soeharto hancur berantakan. Bahkan lebih parah lagi rezim ini tidak lagi dipercaya oleh rakyat untuk dapat mengatasi persoalan-persoalan ekonomi, dan akibatnya krisis ekonomi berkembang menjadi krisis politik. Krisis ekonomi telah mendorong kehancuran kredibilitas pemerintah. Kehancuran kredibilitas pemerintah di mata masyarakat luas dan dunia internasional tersebut telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan yang dapat dilihat dari pernyataan pejabat representative Bank Dunia untuk Indonesia, Dennis de Tray, ketika pemerintah meminta pertolongan dari IMF. Menurutnya Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi tetapi mengalami krisis kepercayaan. Menurut Dawam Raharjo, krisis kepercayaan masyarakat masyarakat terhadap pemerintah dapat dilihat dari respon masyarakat yang sering kali berlawanan dengan tujuan dan arah berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Suatu kebijakan pemerintah yang menggiring ekspektasi masyarakat kea rah kanan justru menimbulkan reaksi masyarakat kea rah kiri, dan sebaliknya. Ini terutama disebabkan oleh persepsi masyarakat terhadap berbagai langkah pemerintah yang tidak jelas, baik menyangkut arah maupun tujuannya, ketidakkonsistenan pemerintah dan langkahnya teladan dari para pemimpin bangsa. Factor lainnya adalah semakin tidak meratanya distribusi pendapatan dan kekayaan sehingga mengakibatkan lunturnya solidaritas social.

Selama ini, legitimasi utama pemerintahan orde baru adalah pada pembangunan ekonomi. Di luar itu, keberhasilan ekonomi rezim ini tidak mempunyai basis legitimassi apapun. Pembangunan telah menjadi ideology rezim yang dipropagandakan ke seantero Indonesia. Pihak-pihak yang menentang disingkirkan dan dianggap subversive. Krisis moneter dan ekonomi telah menghancurkan sama sekali basis legitimasi ekonomi yang

Page 14: sejarah p11

dibanggakan rezim. Bahkan krisis ekonomi juga telah menyadarkan banyak pihak bahwa bangunan ekonomi yang katanya kokoh ternyata tidak mampu menahan gejolak ekonomi global. Sebaliknya, Indonesia menjadi Negara paling lama keluar dari krisis ekonomi jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga yang mengalami krisis yang sama.

Selanjutnya, akibat dari krisis moneter yang sangat parah adalah pilar-pilar ekonomi Indonesia mengalami keguncangan. Sector ekonomi modern, seperti industry,konstruksi dan keuangan telah hancur berantakan.dampak yang ditimbulkannya adalah jutaan kaum pekerja telah kehilangan lahan kehidupan mereka, sehingga menambah jumlah orang yang masuk ke dalam barisan pengangguran.

Ringkasnya, tidak dapat disangkal lagi bahwa krisis moneter yang berujung pada krisis multidimensi telah membuat kondisi kemiskinan menjadi semakin buruk. Penyakit pembangunan yang muncul sebagai akibat pembangunan yang berorientasi pertumbuhan yang dilaksanakan sejak akhir tahun 1960-an telah semakin merajalela dan bertambah parah seiring ketersediaan lapangan kerja, pendidikan untuk kaum miskin, akses layanan kesehatan, gizi balita, dan jaminan lingkungan yang semakin buruk, ataupun korupsi, kolusi, dan nepotisme yang bertambah luas, serta amburadulnya penegakan hokum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembangunan yang telah dilakukan oleh rezim orde baru selama lebih dari 3 dasawarsa telah gagal total dalam meraih tujuan masyarakat adil dan makmur, seperti yang selalu digembar-gemborkan oleh penguasa orde baru. Implikasi dari kegagalan ini adalah kehancuran basis legitimasi orde baru, yakni pembangunan ekonomi. Padahal, di luar pembangunan ekonomi, rezim soeharto tidak mempunyai basis legitimasi. Pembangunan politik demokrasi tidak dilakukan sama sekali. Kebebasan pers juga dikekang, dan kebebasannya sangat ditentukan oleh mood penguasa. Ikatan-ikatan social juga dihancurkan sebagai akibat politik pemecah-belahan yang dilakukan rezim orde baru.

Page 15: sejarah p11

BAB III

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Orde baru yang telah berlangsung selama 32 tahun oleh presiden Soeharto mengalami perkembangan dan penurunan dalam kinerja pemerintah terutama dalam perekonomian.

Di samping itu sistem kemiliteran (ABRI) memiliki peran penting dalam orde baru dalam menopang kekuasaan otoriter orde baru. Namun yang menjadi krisis dan keretakan sistem orde baru ialah krisis ekonomi dan moneter serta kegagalan pemerintah dalam merespon dan mengatasi krisis tersebut sehingga membuat legitimasi pemerintahan Soeharto hancur berantakan.

B.   SARAN

Melalui makalah sistem politik orde baru ini, kita dapat mengambil tindakan yang bijak dan lebih peduli terhadap setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah. Karena melalui orde baru kita dapat mengambil sebuah perubahan terutama dalam bidang perekonomian dimana pada masa orde baru sistem pemerintahannya berakhir dengan krisis moneter. Dengan berakhirnya krisis moneter tersebut berakhir pula sistem pemerintahan orde baru, maka sebuah perubahan itu perlu dilakukan secepat mungkin dalam mengambil setiap keputusan.

Page 16: sejarah p11

Beranda Tentang Kami Mengapa Surabaya ? Panduan Investasi Berita Statistik Contact Us

Stabilitas Politik & Keamanan

Salah satu faktor kelancaran pembangunan di suatu daerah adalah stabilitas politik dan keamanan. Di Surabaya, upaya menjaga keamanan kota dilakukan dengan menempatkan polisi pada 22 pos Polisi Sektoral (Polsek) yang setiap hari melakukan patroli dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Untuk ketertiban berlalu lintas ditempatkan 74 pos Polisi Lalu Lintas pada setiap traffic light di jalan-jalan utama atau jalan berkepadatan kendaraan yang tinggi.

Untuk menjaga dan memelihara keamanan di pusat-pusat perbelanjaan, industri, sekolah, bank, pemukiman penduduk dan sarana vital lainnya, terdapat satpam yang dilatih langsung oleh polisi. Bentuk partisipasi lain masyarakat dalam menjaga keamanan kota dilakukan dengan Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan) yang dilakukan secara partisipatif oleh warga atas lingkungan sekeliling tempat tinggalnya.

Keamanan kota Surabaya juga didukung oleh Pemadam Kebakaran (PMK). Dengan 391 personil, 256 kendaraan  mobil PMK serta 23 sumur untuk air pemadaman api, PMK selalu siap melayani selama 24 jam.

Pada 2 Juni 2010 lalu, Surabaya baru saja menggelar Pemilihan Kepala daerah. Hasil pemilihan umum ini menegaskan kepercayaan warga Surabaya pada kepimpinan Walikota Tri Rismaharini yang memenangkan 367.472 (40,9%) suara dari total 899.219 suara sah yang ada. Tri Rismaharini dan Bambang DH dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Periode 2010 – 1014 pada 28 September 2010.

Selama tahun 2010 di Surabaya tercatat ada beberapa kali demo. Misalnya pada 1 Mei 2010, untuk memperingati hari buruh internasional (may day), sebanyak 10.000 buruh memadati jalan kota Surabaya, mulai dari Gedung Negara Grahadi, Kantor Gubernur Jawa Timur dan Gedung DPRD Jatim. Para buruh tersebut bukan hanya berasal dari Surabaya saja tetapi juga Sidoarjo,

Page 17: sejarah p11

Gresik, Mojokerto dan Pasuruan. Di akhir tahun 2010 tepatnya pada 22 Desember, juga terjadi demo dengan jumlah massa ± 10.000 ribu orang. Mereka berasal dari seluruh perusahaan yang berada di Surabaya. Demonstrasi yang terpusat di Kantor Gubernur Jawa Timur tersebut dilakukan terkait kebijakan Gubernur Jatim yang menetapkan UMK Kota Surabaya lebih rendah dari kab. Gresik.

Meskipun terjadi beberapa kali demonstrasi, hal tersebut tidak sampai mengganggu stabilitas politik dan keamanan di Surabaya, sehingga para investor tidak perlu takut untuk tetap menanamkan modalnya di kota ini.

Salah satu faktor kelancaran pembangunan di suatu daerah adalah stabilitas politik dan keamanan. Di Surabaya, upaya menjaga keamanan kota dilakukan dengan menempatkan polisi pada 22 pos Polisi Sektoral (Polsek) yang setiap hari melakukan patroli dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Untuk ketertiban berlalu lintas ditempatkan 74 pos Polisi Lalu Lintas pada setiap traffic light di jalan-jalan utama atau jalan berkepadatan kendaraan yang tinggi.

Untuk menjaga dan memelihara keamanan di pusat-pusat perbelanjaan, industri, sekolah, bank, pemukiman penduduk dan sarana vital lainnya, terdapat satpam yang dilatih langsung oleh polisi. Bentuk partisipasi lain masyarakat dalam menjaga keamanan kota dilakukan dengan Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan) yang dilakukan secara partisipatif oleh warga atas lingkungan sekeliling tempat tinggalnya.

Keamanan kota Surabaya juga didukung oleh Pemadam Kebakaran (PMK). Dengan 391 personil, 256 kendaraan  mobil PMK serta 23 sumur untuk air pemadaman api, PMK selalu siap melayani selama 24 jam.

Pada 2 Juni 2010 lalu, Surabaya baru saja menggelar Pemilihan Kepala daerah. Hasil pemilihan umum ini menegaskan kepercayaan warga Surabaya pada kepimpinan Walikota Tri Rismaharini yang memenangkan 367.472 (40,9%) suara dari total 899.219 suara sah yang ada. Tri Rismaharini dan Bambang DH dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Periode 2010 – 1014 pada 28 September 2010.

Selama tahun 2010 di Surabaya tercatat ada beberapa kali demo. Misalnya pada 1 Mei 2010, untuk memperingati hari buruh internasional (may day), sebanyak 10.000 buruh memadati jalan kota Surabaya, mulai dari Gedung Negara Grahadi, Kantor Gubernur Jawa Timur dan Gedung DPRD Jatim. Para buruh tersebut bukan hanya berasal dari Surabaya saja tetapi juga Sidoarjo, Gresik, Mojokerto dan Pasuruan. Di akhir tahun 2010 tepatnya pada 22 Desember, juga terjadi demo dengan jumlah massa ± 10.000 ribu orang. Mereka berasal dari seluruh perusahaan yang berada di Surabaya. Demonstrasi yang terpusat di Kantor Gubernur Jawa Timur tersebut dilakukan terkait kebijakan Gubernur Jatim yang menetapkan UMK Kota Surabaya lebih rendah dari kab. Gresik.

Meskipun terjadi beberapa kali demonstrasi, hal tersebut tidak sampai mengganggu stabilitas politik dan keamanan di Surabaya, sehingga para investor tidak perlu takut untuk tetap menanamkan modalnya di kota ini.