PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING...

110
i PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. D DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DI RUANG ANGGREK I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA DI SUSUN OLEH : NUR WAHYU UTAMI NIM. P11 044 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUDASA SURAKARTA 2014

Transcript of PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING...

Page 1: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

i

PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISE

TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA

ASUHAN KEPERAWATAN Ny. D DENGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DI RUANG ANGGREK I RSUD Dr.

MOEWARDI SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :

NUR WAHYU UTAMI

NIM. P11 044

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUDASA

SURAKARTA

2014

Page 2: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

i

PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISE

TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA

ASUHAN KEPERAWATAN Ny. D DENGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DIRUANG ANGGREK I RSUD Dr.

MOEWARDI SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Progam Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

NUR WAHYU UTAMI

NIM. P11 044

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUDASA

SURAKARTA

2014

Page 3: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

ii

SURAT PERYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Nur Wahyu Utami

NIM : P11 044

Program Studi : DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis : PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING

EXERCISE TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS

PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. D DENGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DIRUANG

ANGGREK 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan

atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapan dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta,

Yang Membuat Pernyataan

Nur Wahyu Utami

NIM. P11 044

Page 4: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

KaryaTulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Nur Wahyu Utami

NIM : P.11 044

Program Studi : DIII KEPERAWATAN

Judul :PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISE

TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA

ASUHAN KEPERAWATAN Ny. D DENGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DIRUANG

ANGGREK 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di :

Hari/Tanggal :

Pembimbing : Amalia Agustin, Skep., Ns., ( )

NIK.201289111

Page 5: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Nur wahyu Utami

NIM : P.11 044

Program Studi : DIII KEPERAWATAN

Judul :PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISE

TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA ASUHAN

KEPERAWATAN Ny. D DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DIRUANG ANGGREK 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan : Surakarta

Hari/Tanggal : Senin, 19 mei 2014

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Amalia Agustin, Skep., Ns. ( )

NIK.201289111

penguji I :Atiek Murharyati, Kep. Ns., M.Kep ( )

NIK. 200680021

Penguji II :Alfyana Nadya R, S,Kep.,Ns., M.Kep ( )

NIK. 201086057

Mengetahui,

Ketua Program Studi DIII Keperawatan

STIKES Kusuma Husada Surakarta

Atiek Murharyati, S.Kep,. Ns., M. Kep

NIK. 200680021

Page 6: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING

EXERCISE TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA ASUHAN

KEPERAWATAN Ny. D DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

DIRUANG ANGGREK 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat:

1. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII

Keperawatan sekaligus penguji I yang telah memberikan kesempatan untuk

dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.

2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi

DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba

ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.

3. Amalia Agustin, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini.

4. Alfyana Nadya R, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji II yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

Page 7: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

vi

5. perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempuranya

Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat.

7. Kedua orang tuaku yang tercinta, yang selalu menjadi inspirasi, motivasi dan

memberikan semangat lahir maupun batin untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa program studi DIII Keperawatan

STIKES Kusuma Husada dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

satu per satu, yang telah memberi kandukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Aamiin

Surakarta, Mei 2014

Penulis

Page 8: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME............................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... iv

KATA PENGANTAR.............................................................................. v

DAFTAR ISI......................... ................................................................... vii

DAFTAR TABEL..................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan............................................................................. 5

C. Manfaat Penulisan........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar PPOK...................................................................... 8

B. Asuhan Keperawatan...................................................................... 24

C. Sesak Nafas.................................................................................... 33

D. Pernapasan Diafragma.................................................................... 37

BAB III LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien .................................................................... 43

Page 9: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

viii

B. Pengkajian..................................................................................... 43

C. Masalah keperawatan................................................................... 52

D. Perencanaan keperawatan............................................................. 54

E. Implementasi................................................................................ 56

F. Evaluasi keperawatan.................................................................... 60

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian..................................................................................... 64

B. Diagnosa Keperawatan................................................................. 71

C. Intervensi Keperawatan................................................................ 75

D. Implementasi Keperawatan........................................................... 80

E. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................. 92

B. Saran....................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 10: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 2.1 ......................................................................... 14

2. Tabel 2.2 ......................................................................... 22

3. Tabel 2.3 ......................................................................... 34

4. Tabel 2.4 ......................................................................... 41

Page 11: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 3.1 Genogram ....................................................................... 45

Page 12: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 : Log Book

2. Lampiran 2 : Format Pendelegasian

3. Lampiran 3 : Lembar Konsultasi

4. Lampiran 4 : Asuhan Keperawatan

5. Lampiran 5: Standart Operasional Prosedur latihan pernafasan diafragmtic

6. Lampiran 6 : Daftar Riwayat Hidup

Page 13: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit paru obstruksi kronik/Cronik Obstructive Pulmonary Disease

(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utama. Bronkitis kronik,

emfisema paru, dan asma bronkial membentuk suatu kesatuan yang disebut

COPD. Penyakit diatas memiliki perbedaan yang mendasar yaitu: bronkitis

kronik di definisikan menurut gejala klinisnya, emfisema paru menurut

patologi anatominya, sedangkan asma menurut patologi klinisnya (Price dan

Wilson, 2006:783).

Menurut WHO (2007) dalam Suradi (2007:03) PPOK membunuh

seorang manusia setiap sepuluh detik. PPOK juga merupakan salah satu

penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati

tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernapasan. Laporan terbaru

sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia

meninggal akibat PPOK pada tahun 2005, diperkirakan pada tahun 2030,

PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia.

Dikatakan 80-90% kematian pada penderita PPOK berhubungan

dengan merokok. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan

Page 14: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

2

emfisema diakibatkan oleh rokok. Dilaporkan perokok mencapai angka 45%

lebih berisiko untuk terkena PPOK dibanding yang bukan perokok, tetapi

kemungkinan perokok pasif berisiko tinggi, terutama pada anak-anak dan

individu yang terpapar. Diperkirakan perokok pasif dapat meningkatkan

risiko PPOK pada orang dewasa sebanyak 10 - 43% (Brashers, 2007 : 85).

Menurut Regional COPD Working Group jumlah kasus PPOK di Asia

adalah tiga kali lipat jumlah kasus di negara-negara lain di dunia. Di negara-

negara yang sedang berkembang, perilaku merokok semakin bertambah

sekitar 3.4% setiap tahun. Menurut WHO, bagian Pasifik Barat, yang meliputi

Asia Timur dan Pasifik, adalah bagian yang tercatat dengan angka merokok

tertinggi. Sekitar 80,000 hingga 100,000 anak-anak di seluruh dunia merokok

setiap hari dan hampir sebagiannya adalah dari Asia. Data di dapatkan dari

induvidu berumur 30 tahun ke atas di 12 buah negara Asia (Ikawati,

2007:66).

Menurut Depkes RI (2004) dalam Suradi (2007:02), survei di lima

rumah sakit propinsi di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa

PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),

diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).

Penggunaan tembakau di Indonesia diperkirakan telah menyebabkan 70%

kematian akibat penyakit paru kronik dan emfisema. Dari data RSUD Dr.

Moewardi Surakarta di dapatkan pasien PPOK yang rawat inap berjumlah

608 dan presentasi yang paling banyak adalah pada usia 65 keatas yaitu

Page 15: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

3

dengan jumlah 404, sedang pasien dengan rawat jalan berjumlah 514 dan

yang paling banyak umur 65 keatas dengan jumlah 332.

Masalah yang sering muncul pada kasus PPOK antara lain batuk

produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Ketidakmampuan

beraktivitas pada pasien PPOK terjadi bukan hanya akibat dari adanya

kelainan obstruksi saluran nafas pada parunya saja akan tetapi juga akibat

pengaruh beberapa faktor. Salah satunya sesak nafas yang dialami oleh pasien

PPOK akan membatasi penurunan aktivitas (Tarwoto dan Watonah, 2010

:39).

Sesak nafas atau Dispnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering

memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat

berupa rasa tidak nyaman di dada yang serius (severe air hunger) sampai

yang fatal. Tanda dan gejala meliputi adanya gangguan fisiologis akut, seperti

serangan asma bronkial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard.

Gejala yang menyertai yaitu nyeri dada yang di sertai dengan sesak, batuk

yang disertai sesak, demam yang menggigil mendukung adanya suatu infeksi,

dan hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskuler. Gejala yang berasal

dari keadaan lingkungan adalah alergen seperti serbuk, debu, asap, bahan

kimia yang menimbulkan iritasi jalan nafas, dan obat-obat yang dimakan dan

yang diinjeksi dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan

rasa sesak. Rasa sesak itu sendiri dapat di kurangi salah satunya dengan

melakukan latihan pernapasan diafragma (Sudoyo, 2010:2189).

Page 16: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

4

Menurut Nursalam (2003) dalam jurnal Prihandiono (2010:4), teknik

relaksasi pernapasan diafragma adalah suatu proses pernapasan secara

konsentrasi merasakan udara masuk melalui hidung kedalam tubuh kemudian

keluarkan dari mulut yang dilakukan dengan posisi nyaman dan berbaring

dengan relaks dan menutup mata, serta melonggarkan pakaian disekitar leher

dan pinggang. Pernapasan diafragma ini memerlukan konsentrasi dan

keyakinan yang memusatkan perhatian hanya dengan pernapasan.

Menurut Windarti (2011:03), pemberian teknik diafragmatic breathing

exercise mampu meningkatan kualitas hidup penderita asma. Kualitas hidup

dalam penelitian ini dihubungkan dengan timbulnya gejala episodeik pada

pasien asma yang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-

batuk terutama malam atau dini hari. Diafragmatic breathing exercise

diberikan pada 7 responden selama 1 bulan dan hasilnya menunjukkan

terjadinya peningkatan hidup pada pasien asma.

Menurut Holloways, Ram (2004) dalam jurnal Windarti (2011:03),

latihan pernapasan diafragma bertujuan untuk melatih cara bernafas dengan

benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan serta meningkatkan

sirkulasi. Pada penderita PPOK latihan ini di tujukan untuk memperbaiki

fungsi pernapasan, juga bertujuan melatih penderita mengatur pernapasan jika

terasa serangan sesak nafas yang mendadak.

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan penulis di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta, penulis menemukan kasus Penyakit paru obstruktsi

kronik ( PPOK ) yang terjadi pada Ny. D dengan tanda dan gejala sesak

Page 17: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

5

nafas, batuk, sesak nafas saat posisi terlentang, ekspirasi memanjang, tampak

menggunakan alat bantu pernafasan.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menyusun

karya ilmiah yang berjudul “pemberian diafragmatic breathing exercise

terhadap penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny. D dengan

penyakit paru obstruksi kronik di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi

Surakarta”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan “pemberian diafragmatic breathing exercise terhadap

penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny. D dengan penyakit

paru obstruksi kronik di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi

Surakarta”.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. D dengan penyakit

paru obstruksi kronik (PPOK)

b. Penulisan mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. D

dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny. D

dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. D dengan

penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

Page 18: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

6

e. Penulis mampu melalukan evaluasi pada Ny. d dengan penyakit paru

obstruksi paru (PPOK)

f. Penulis mampu menganalisa hasil pengaruh pemberian diaframatic

breathing exercise terhadap penurunan sesak nafas pada asuhan

keperawatan Ny. D dengan penyakit paru obstruksi kronik di ruang

anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.”

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami

penyakit paru obstruksi kronik dan sebagai pertimbangan perawat dalam

mendiagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang

tepat kepada klien.

2. Bagi instansi pendidikan

Memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik

keperawatan dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang atau profesi

keperawatan.

3. Bagi pembaca

Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dalam

penanganan nyeri penyakit paru obstruksi kronik.

4. Bagi Penulis

Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam

Page 19: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

7

menambah pengetahuan dan memperoleh pengalaman khususnya dibidang

keperawatan Medikal Bedah.

Page 20: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar PPOK

1. Pengertian

Penyakit Paru Obstruksi kronik (COPD) merupakan suatu istilah

yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik,

emfisema paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang di sebut

COPD (Price dan wilson, 2005:784)

Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit di

karakterisir oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak

reversibel sepenuhnya, sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat

progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru

terhadap partikel atau gas yang berbahaya, dua gangguan yang terjadi

pada PPOK yaitu bronkitis kronis dan emfisema paru (Ikawati, 2007:65).

Penyakit paru obstruksi kronik merupakan kelompok kelainan

yang gambaran klinisnya berupa obstruksi aliran udara pernafasan,

kelainannya obstruksi yang utama adalah penyakit paru obstruksi kronik

(COPD; chronic obstructive pulmonary disease) yang meliputi emfisema

serta bronkitis kronis, penyakit asma dan bronkiektasis. Obstruksi aliran

udara pernafasan dapat berasal dari tempat mana pun dalam percabangan

Page 21: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

9

traktus respiratorius mulai dari bronkiolus hingga cabang brongkus yang

utama, semuanya ini menyebabkan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

(FEV1) yang menurun secara nyata, kapasitas vital paksa (FVC) yang

normal atau menurun, dan dengan demikian rasio FEV1 : FVC akan

berkurang. Keadaan ini merupakan tanda utama penyakit paru obstruksi

(Kendall, 2013:96).

2. Etiologi

Menurut Ikawati (2007:65), ada beberapa faktor resiko utama

berkembangnya penyakit ini, yang di bedakan menjadi faktor paparan

lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara

lain:

a. Merokok

Merokok merupakan penyebab utama terjadi PPOK, dengan risiko

30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok,

dan merupakan penyebab dari 85-90 % kasus dan kurang lebih 15-

20% akan mengalami kematian. Kematian akibat PPOK terkait

dengan rokok yang dihisap, namun tidak semua PPOK adalah

perokok, 10 % orang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK

contohnya perokok pasif.

b. Pekerjaan

Karena pekerjaan erat dengan unsur alergi dan hiperreaktivitas

brokus, dan umunya para pekerja di batu bara atau tambang emas,

Page 22: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

10

indrustri gelas dan keramik, mempunyai resiko yang lebih besar

karena paparn debu.

c. Polusi udara

Di sebabkan asap dapur, asap pabrik yang makin memperburuk

PPOK. Terutama yang tinggal di kota yang resikonya lebih tinggi.

Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host

a. Usia

Semakin tua semakin beriko terkena PPOK, pada pasien diagnosa

PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan menderita gangguan

genetikberupa defisiensi α1 antitripsin. defisiensi α1 antitripsin

merupakan senyawa protein atau polipeptida yang dapat diperoleh

dari darah atau cairan bronkus. Defisiensi α1 antitripsin yang

ditemukan pada keluarga yang menderita emfisema yang munculnya

terlalu dini dan pada kelompok keluarga ini ditemukan defisiensi

Alfa – 1 Antitripsin (AAT). Defisiensi AAT adalah suatu kelainan

yang diturunkan secara autosom resesif.

b. Jenis kelamin

Laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita, dikarenakan

laki-laki terkait dengan kebiasaan merokok. Dan menjadi perokok

aktif dan prevenlasi PPOK pada laki-laki 10-15% dan pada wanita 1-

5% dengan sex ratio 3-10:1.

Page 23: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

11

c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi

Adanya gangguan fungsi paru yang merupakan faktor resiko

terjadinya PPOK, misalnya defisiensi immunoglobulin a (Ig

A/hypogammaglobulin) atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti

TBC dan bronkiektasis. Individu yang mengalami penurunan fungsi

paru lebih besar sejalan dengan waktu dari pada yang fungsinya

normal.

d. Presdiposisi genetik, yaitu difisiensi a1 antritipsin (AAT)

Difisiensi AAT ini terutama dikaitkandengan emfisema, yang di

sebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di dalam paru-paru

secara progresif karena ketidakseimbangan jaringan antara enzim

proteolitik dan faktor protektif.

3. Tanda dan Gejala

a. Menurut Williams dan Wilkins, (2011:125), tanda dan Gejala pada

PPOK:

1) Batuk produktif

2) Dispnea saat beraktivitas

3) Sering mengalami traktus respiratorik

4) Hipoksemia intermiten atau terus-menerus

5) Studi fungsi pulmoner yang abnormal secara kasat mata

6) Bentuk tingkat atas: deformitas thoraks, ketidak mampuan yang

sangat parah, gagal respiratorik parah, dan kematian

Page 24: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

12

b. Menurut Ikawati (2007:67) Tanda dan gejala PPOK

1) Smoker’s cough (batuk khas perokok), biasanya hanya diawali

sepanjang pagi yang dingin, kemudian berkembang menjadi

sepanjang tahun.

2) Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna

kuning, hijau atau kekuningan bila terjadi infeksi.

3) Dipsnea (sesak nafas), ekspirasi menjadi fase yang sulit pada

saluran pernafasan.

c. Menurut Aziz dkk (2006 : 05):

a. Keluhan: sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang

produktif, faktor resiko, PPOK ringan tanpa keluhan dan

gejala.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi : Pernafasan Pursed Lips, takipnea,

dada emfisematous atau barrel chest, dengan tampilan fisik

pink puffer atau blue bloater, bunyi nafas vesikuler melemah,

eksirasi memanjang, ronki kering atau wheezing, bunyi

jantung jauh, menggunakan otot bantu nafas.

c. Diagnose pasti dengan uji spirometri

a) FEV1 /FVC < 70%

b) Uji bronkodilator

FEV1 pasca bronkodilator < 80% prediksi.

Page 25: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

13

4. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Menurut Ikawati, (2007 :71-72) Klasifikasi PPOK di bedakan menjadi

dua yaitu:

a. Berdasarkan tandanya, penyakit PPOKdapat diklasifikasikan

menjadi2 golongan, yaitu:

1) Tipe A yang didominasi oleh emfisema, disebut juga dengan

pink puffer.

2) Tipe B yang didominasi oleh bronkitis kronis di sebut blue

bloaters.

Karakteristik tipe emfisema atau pink puffer:

a) Pasien emfisema biasanya lebih tua dari pada bronkitis

kronis, keluhan utamanya dipsnea, termasuk dalam keadaan

istirahat, dengan batuk yang jarang.

b) Pasien bernafas cepat (takipnea).

c) Pasien akan terlihat lemah dan bibir mengatup dalam usaha

untuk mengkompensasi kurangnya elastisitas pengempisan

dan mengeluarkan sejumlah besar udara.

b. Karakteristik tipe bronkitis kronis atau blue bloaters:

1) Biasanya pasien obesitas, mempunyai riwayat batuk produktif,

adanya peningkatan dipsnea

2) Pasien yang mengalami blue bloaters cenderung menahan

karbon dioksida akibat penurunan respon pusat pernafasan

terhadap hipoksemia dan terjadi hiperkarbia

Page 26: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

14

3) Terdapat edema perifer akibat cor pulmonale

4) Diameter anteroposterior dada meningkat

5) Pada kronik hipoksemia terjadi sianosis pada bibir, mukosa

membran, dan ekstremitas.

c. Menurut GOLD, (2005) dalam Ikawati, (2007:73) tingkat keparahan

PPOK berdasarakan nilai FEV1, dan gejala

Tingkat Nilai FEV1, dan gejala

0 berisiko Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,

dan dipsnea. Ada faktor resiko lain (rokok, polusi), spirometri,

normal.

I ringan FEV1/FVC < 70% ? 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu, ada

gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini pasien

biasanya belum merasa parunya bermasalah.

II sedang FEV1/ FVC < 70% ; 50% , FEV1< 80%, gejala biasanya mulai

progresif/ memburuk\, dengan nafas pendek.

III berat FEV1 / FVC < 70%; 30% < FEV1< 50%. Terjadi eksaserbasi

berulang yang dimulai mempengaruhi hidup pasien. Pada tahap

ini pasien mulai sesak nafas atau serangan penyakit.

IV sangat

berat

FEV1 /FVC ,70% ; FEV1 , 30% atau < 50% plus kegagalan

respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika

FEV1> 30% tapi mengalami kegagagalan pernafasan atau gagal

jantung kanan.

Tabel 2.1 Tingkat keparahan

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Menurut Sudoyo (2010:2189), pemeriksaan Diagnostik pada PPOK

antara lain:

1) Tes fungsi paru

PEF < 100L/ menit atau FEV1 < 1 L mengindikasikan adanya

ekserbasi yang parah.

2) Pemeriksaan analisis gas darah

a) PaO2< 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2< 90% dengan atau

tanpa PaCO2< 6,7 kPa (50 mmHg), saat bernafas dalam udara

ruangan, mengindikasikan adanya gagal nafas.

Page 27: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

15

b) PaO2< 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2> 9,3 kPa (70 mmHg) dan

pH < 7,30, memberi kesan episode yang mengancam jiwa

perlu dilakukan monitor ketat serta penangan intensif.

3) Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakan diagnosis

hipertrofi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia.

4) Kultur dan sensitivitas kuman

Untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman

terhadap antibiotik yang dipakai, pemeriksaan ini juga

diperlukan jika adanya respon terhadap antibiotik yang di pakai

sebagai pengobatan pada pemulaan penyakit.

b. Menurut Murwani (2012: 25), pemeriksaan laboratorium antara lain :

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Leukosit

Hitung sel darah putih menunjukkan jumlah sel darah putih

per mikroliter darah. Peningkatan leukosit dapat ditemukan

pada berbagai kondisi, seperti: Penyakit infeksi bakteri,

perdarahan akut, disfungsi endotel, Leukimia, Terpapar

bahan beracun, gagal ginjal (nefritis), Penyakit inflamasi

kronis, reaksi stres, olahraga, panas, dingin, anestesi,

merokok sigaret.

Page 28: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

16

b) Eritrosit

Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui adanya

kelainan sel darah merah yang berfungsi sebagai alat

transport utama yang membawa oksigen. Umur eritrosit

normal rata-rata 110-120 hari. Setiap hari terjadi kerusakan

sel eritrosit sebesar 1% dari seluruh jumlah eritrosit yang ada

dan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit oleh sumsum

tulang. Bila tingkat kerusakan sel eritrosit lebih cepat (umur

eritrosit lebih pendek) dari kapasitas sumsum tulang untuk

memproduksi sel eritrosit (disebut proses hemolisis), maka

akan menimbulkan kondisi anemia.

c) Hemoglobin

Hb merupakan protein di dalam sel darah merah yang

berfungsi mengikat oksigen. Hb tinggi ditemukan pada

kondisi PPOK, gagal Jantung kongestif, perokok, pre-

eklamsia, sedangkan Hb rendah ditemukan pada kondisi

penyakit hati kronik, anemia, hipertyroid, kanker, lupus.

d) BBS atau LED

Merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah untuk

mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang.

Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini

diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung

khusus LED dalam posisi tegak lurus selama satu jam. Sel

Page 29: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

17

darah merah akan mengendap ke dasar tabung sementara

plasma darah akan mengambang di permukaan. Kecepatan

pengendapan sel darah merah inilah yang disebut LED.

e) Analisa darah arteri (PO2 dan saturasi oksigen)

Analisis gas darah merupakan pemeriksaan untuk mengukur

keasaman (pH), jumlah oksigen dan karbondioksida dalam

darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja

paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi

darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah.

Analisis gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, pH,

HCO3, dan saturasi O2.

2) Foto thoraks

1) Bayangan lobus

2) Corakan paru bertambah (bronkitis akut)

3) Defesiensi arterial corakan paru bertambah (emfisiema).

6. Patofisologi

a. Bronkitis Kronis

Secara normal sillia dan mukus di bronkus melindungi dari

inhalasi iritan, yaitu dengan menangkap dan mengeluarkan, iritasi

yang terjadi terus menerus seperti asap rokok atau polutan dapat

menyebabkan respon yang berlebihan. Asap rokok dapat

menghambat pembersihan mukosiliar (mucociliaryclearance).

Faktor yang menyebabkan gagalnya pembersihan mukosiliar adalah

Page 30: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

18

adanya poliferasi sel goblet dan pergantian epitel yang bersilia

dengan yang tidak bersilia. Iritasi asap rokok juga menyebabkan

inflamasi bronkiolus dan alveoli, akibatnya makrofag dan neutrofil

berinfiltrasi ke epitel dan memperkuat tingkat kerusakan epitel.

Bersama dengan adanya produksi mukus dapat terjadinya sumbatan

bronkiolus dan alveoli, banyaknya mukus yang kental dan lengket

serta menurunnya pembersihan mukosiliar dapat meningkatkan

resiko infeksi (Ikawati, 2007 : 65).

Inflamasi yang terjadi pada bronkitis kronis dengan

pengeluaran mukus dan penyempitan lumen bronkus juga di ikuti

fibrosis dan ketidakteraturan dari saluran pernafan yang kecil, yang

makin mempersempit saluran pernafasan. Bronkitis kronis

berkembang beberapa tahun, perubahan pada saluran nafas kecil

menyebabkan berkurangnya ventilasi (V), dimana perfusi (Q) tetap,

sehingga terjadi ketidakseimbangan V/Q dan hipoksemia, karena

adanya mukus dan kurangnya jumlah sillia dan gerakan sillia untuk

membersihkan mukus maka pasien dapat menderita infeksi yang

berulang. Bakteri yang dapat menyerang adalah streptococcus

pneumonia dan haemophilus influenza (Ikawati, 2007 : 65).

b. Emfisema

Emfisema melibatkan asinus yaitu bagian dari paru yang

bertanggung jawab untuk pertukaran gas, asinus terdiri dari:

bronkitis, duktus alveolus dan kantong alveolar. Emfisema yang

Page 31: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

19

paling berkaitan dengan PPOK adalah emfisema sentrilobulor,

Emfisema tipe ini secara selektif menyerang bagian bronkiolus.

Dinding-dingding mulai berlubang, membesar dan bergabung dan

akhirnya cenderung menjadi satu ruang, penyakit ini seringkali lebih

berat menyerang pada bagian atas paru-paru, emfisema sentrilobulor

lebih banyak ditemukan pada orang yang merokok (Ikawati,

2007:68).

Rusaknya daerah permukaan untuk pertukaran gas dalam

asinus berakibat pada hilangnya elastisitas pengempisan (recoil), hal

ini menyebabkan tertekannya jalan udara selama penghembusan

nafas yang berkontribusi secara signifikan pada jalur obstruksi yang

terlihat pada tes fungsi pulmunar. Hilangnya dinding alveolar

berakibat pada hilangnya jaringan kapiler yang penting untuk perfusi

yang cukup, akibatnya terjadi penurunan ventilasi dan perfusi

sehingga rasio V/Q dipertahankan dengan lebih baik dari pada

bronkitis kronik, oleh karena itu pada pasien emfisema lebih banyak

mengalami dipsnea (sesak nafas) dari pada pasien bronkitis (Ikawati,

2007 :69).

7. Komplikasi

Komplikasi dari PPOK menurut Somantri (2009:56), yaitu :

a. Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2< 55 mmHg

dengan nilai saturasi O2 < 85 %. Pada awalnya pasien akan

Page 32: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

20

mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi

pelupa, dan pada ada tahap lanjut timbul sianosis.

b. Asidosis Respiratori

Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2

(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue,

letargi, dizziness, dan takipnea.

c. Infeksi Saluran Pernafasan

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi

mucus, peningkatan rangsang otot polos bronchial, dan edema

mukosa. Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas

dan menimbulkan dipsnea.

d. Gagal Jantung

Terutama cor pulmona (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-

paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dipsnea berat.

Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,

namun beberapa psaien enfisema berat juga mengalami masalah ini.

e. Disritmia jantung

Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung

lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan farmakologi

Menurut Francis (2008:77), penatalaksaan farmakologi:

Page 33: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

21

1) Bronkodilator

Perburukan sesak nafas biasanya dapat ditangani dengan

penambahan bronkodilator kerja secara singkat biasa maupun

dengan meningkatkan frekuensi penggunaannya. Penggunaan

nebulezier untuk memberikan pengobatan inhalasi secara rutin

digunakn di rumah sakit, walaupun demikian jika pasien

mampun mempetahankan tehnik inhalasi yang baik dengan

menggunakan spacer bervolume besar, maka metode ini telah

terbukti sama efektifnya dengan terapi nebulisasi.

2) Antibiotik

Terapi antibiotik sering diresepkan pada eksaserbasi PPOK,

dengan pemilihan antibiotik bergantung kepada kebijakan lokal,

terapi secara umum berkisar pada penggunaan yang disukai

antara amoksisilin, klaritromisin, atau trimetopri, biasanya lama

terapi tujuh hari sudah mencukupi.

Menurut Murwani, (2012: 2) penalaksanaan farmakologi:

1) Indikasi oksigen

Pemberian oksigen dilakukan pada hipoksia akut atau menahun

yang tidak dapat diatasi dengan obat. Serangan jangka pendek

dengan ekserbasi akut, dan serangan akut pada asma

2) Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi

dengan gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas

kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan nafas

Page 34: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

22

kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di

ruang ICU atau di rumah.

Terapi antibiotika yang direkomendasikan untuk eksaserbasi akut

PPOK (Ikawati, 2007:80)

Karakteristik pasien Patogen penyebab yang mungkin Terapi yang

direkomendasikan

a. Eksaserbasi tanpa

komplikasi

b. < 4 kali eks-

aserbasi setahun

c. Tidak ada

penyakit penyerta

d. FEV1 > 50%

S. pneumoniae, H. Influenzae, H.

Parainfluenzae, dan M. Catarrhalis.

umumnya tidak resisten

Makrolid

(azitromisin,

klaritromisin),

selalosporin generasi

2 atau 3, doksisiklin.

a. Eksaserbasi

kompleks

b. Umur > 65 th

c. > 4 kali eks-

aserbasi pertahun

d. FEV1 < 50% tapi

> 35 %

Seperti di atas, di tambah H.

Influenza dan M. Catarrhalis

penghasil beta-laktamase

Amoksisilin/

klavulanat,

Fluorokuinolon

(levofloksasin,

gatiflokasin,

moksifloksasin)

Eksaserbasi

kompleks dengan

resiko P. Aeruginosa

Seperti di atas, di tambah P.

Aeruginosa

Fluorokuinolon

(levofloksasin,

gatiflokasin,

moksifloksasin),

Terapi I.V jika di

perlukan :

sefalosporin generasi

3 atau 4

Tabel 2.2 Terapi Antibiotika

b. Penatalaksanaan non farmakologi

Menurut Morton,dkk, (2011: 741) penatalaksaan non farmakologis

adalah

1) Aktivitas olahraga

Program aktivitas olahraga untuk PPOK dapat terdiri atas

sepeda ergometri, latihan treadmill, atau berjalan dengan diatur

Page 35: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

23

waktunya, dan frekuensinya dapat bekisar dari setiap hari

sampai setiap minggu.

2) Konseling nutrisi

Malnutrisi adalah umum pada pasien PPOK dan terjadi pada

lebih dari 50% pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden

malnutrisi bervariasi sesuai dengan derajat abnormalitas

pertukaran gas.

3) Penyuluhan

Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif

dalam mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat

kemajuan tingkat penyakit. Sesi konseling singkat untuk

mendorong perokok berhenti merokok menyebabkan angka

berhenti menjadi 5% sampai 10%.

Menurut Suwardiantono (2011), batuk efektif merupakan

salah satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru-paru

agar tetap bersih, disamping dengan memberikan tindakan nebulizer

dan postural drainage. Batuk efektif dapat di berikan pada pasien

dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak

dapat lancar.

Menurut Holloway, Ram, (2004) dalam jurnal Windarti

(2011:03), latihan pernafasan diafragma merupakan salah cara cara

mengurangi sesak nafas yang dilakukan untuk melatih cara bernafas

yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernafasan, dan

Page 36: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

24

meningkatkan sirkulasi yang terkontrol. Deep breathing exercise

merupakan salah latihan pernafasan yang di tujukkan kepada pasien

PPOK dengan cara tehnik bernafas secara perlahan dan dalam,

menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen

terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Priyanto,

2010:24).

Menurut Perry, Anne Grifin (2005:04), posisi semi fowler

adalah posisi yang bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan

ventilasi serta mempermudah eliminasi fekal dan berkemih, dalam

posisi ini tempat tidur ditinggikan 45-600

dan lutut pasien agak

diangkat agar tidak ada hambatan sirkulasi pada ekstermitas.

B. Asuhan keperawan

Menurut Morton dkk (2002:737), asuhan keperawatan yaitu pada pengkajian

yaitu

1. Panjanan terhadap faktor risiko, seperti merokok, dan panjanan

okupasional atau lingkungan.

2. Riwayat penyakit dahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis atau polip

hidung, infeksi pernafasan pada masa kanak-kanak, dan penyakit

pernafasan lain-nya.

3. Riwayat keluarga PPOK atau Penyakit Pernafasan kronis lain.

4. Pola perkembangan gejala, PPOK biasanya terjadi pada orang dewasa dan

sebagian besar pasien menyadari terjadinya peningkatan sesak nafas,

Page 37: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

25

peningkatan frekuensi pilek pada musim dingin, dan beberapa

keterbatasan sosial selama beberapa tahun sebelum mencari pertolongan

medis.

5. Riwayat eksaserbasi atau hospitalisasi sebelumnya untuk gangguan

pernafasan.

6. Komorbiditas seperti penyakit jantung dan penyakit reumatik yang juga

dapat mengakibatkan keterbatasan aktivitas.

7. Ketetapan terapi medis saat ini, seperti penyekat beta yang biasanya

diresepkan untuk penyakit jantung.

8. Dampak penyakit terhadap kehidupan pasien, termasuk keterbatasan

aktivitas, kehilangan pekerjaan dan konsekuensinya dalam ekonomi.

9. Dukungan sosial dan keluarga.

10. Kemungkinan untuk mengurangi penyebab utama yaitu dengan berhenti

merokok.

Menurut Smeltzer, (2002: 595) asuhan keperawatan meliputi:

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir

juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar

pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan

riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit:

a) Berapa lama pasien mengalami kesulitan pernafasaan?

b) Kapan gejala muncul?

c) Batasan terhadap toleransi aktifitas?

Page 38: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

26

d) Makanan dan pola tidur?

e) Pengetahuan pasien tentang penyakit yang dialaminya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan:

a) Frekuensi nadi dan pernafasan?

b) Sianosis?

c) Penggunaan otot bantu pernafasan?

d) Pembesaran vena leher?

e) Edema perifer?

f) Warna, jumlah, dan konsistensi sputum/

g) Tingkat kegelisahan ?

2. Diagnosa keperawatan

Menurut Smeltzer (2002:595), diagnosa keperawatan berdasarkan pada

semua data pengkajian, dignosa keperawatan utama pasien dapat

mencakup yang berikut ini:

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak samaan

ventilasi-perfusi.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan ukus, batuk tidak

efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mukus,

bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.

Page 39: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

27

d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder

akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufinsiensif ventilasi dan

oksigen.

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan hipoksemia dan pola

pernafasan tidak efektif.

f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang

sosialisasi, anestesi, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidak

mampuan untuk bekerja

g. Defisit pengetahuan berhubungan denagn prosedur perawatan diri

yang akan dilakukan dirumah.

3. Intervensi keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak samaan

ventilasi-perfusi.

Intervensi keperawatan:

1) Kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai dengan yang

diharuskan.

Rasional: bronkodilator mendilatasi jalan nafas dan membantu

melawan edema mukosa bronkial dan spasme moskular karena

efek samping biasa terjadi pada tindakan ini, dosis obat

disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan

toleransi dan respon klinisnya.

a) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pernafasan

diagfragmatik dan batuk yang efektif.

Page 40: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

28

Rasional: teknik ini memperbaiki ventilasi dengan

membuka jendela nafas dan membersihkan jalan nafas dari

sputum, pertukaran gas diperbaiki.

b) Berikan oksigen sesuai dengan metode yang diharuskan.

Rasional: oksigen akan memperbaiki hipoksemia.

Diperlukan observasi yang cermat terhadap aliran atau

presentase yang diberikan dan efektifnya pada pasien jika

pasien mengalami retensi CO2 kronis maka hipoksia

dirangsang untuk bernafas, kelebihan oksigen dapat

menekan dorongan hipoksik dan dapat terjadi kematian.

Pasien umumnya membutuhkan laju aliran oksigen yang

rendah 1 sampai 2 L/menit. Gas darah arteri periodik dan

oksimetri nandi membantu untuk mengevaluasi

keadekuatan oksigenasi.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif.

Intervensi keperawatan:

1) Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan per hari kecuali terapat kor

pulmonal.

Rasional: hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan

memudahkan untuk pengeluaran. Cairan harus diberikan dengan

kewaspadaan jika terdapat gagal jantung sebelah kanan.

Page 41: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

29

2) Ajarkan dan berikan doronggan penggunaan teknik pernafasan

diafragmatik ( price dan wilson, 2006).

Rasional: teknik ini akan menyebakan kontraksi diafragma

menjadi desenden, menyebabkan tekanan pleural yang negatif

dan peningkatan dimensi vertikal paru, yang memberikan

kontribusi pada inflamasi paru-paru. Peningkatan dimensi

vertikal dan penurunan tekanan intrapulmonal (negatif dengan

pada tekanan atmosfer) hal ini menyebabkan udara masuk

kedalam paru-paru.

3) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,

aerosol, suhu yang ekstrim dan asap.

Rasional: iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan

meningkatkan pembentukan lendir, yang kemudian membantu.

4) Berikan antibiotik sesuai yang diharapkan.

Rasional: antibiotik mungkin diresepkan untuk mencegah atau

mengatasi infeksi.

c. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek,

lendir, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.

Intevensi keperawatan:

1) Ajarkan pasien pernafasan diagfragmatik dan pernafasan bibir

dirapatkan.

Rasional: membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi.

Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.

Page 42: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

30

2) Berikan dorongan untuk meyelingi aktivitas dengan periode

istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi,

bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada tingkat

toleransinya.

Rasional: memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan

pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.

3) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan

jika diharuskan.

Rasional: menguatkan dan mengkondisikan otot-otot

pernafasan.

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder

akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufiensif ventilasi dan

oksigenasi.

Intervensi keperawatan:

1) Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan pernafasan

diagframatik denga efektivitas (misalnya berjalan dan

membungkuk).

Rasional: akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan

untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea

selama aktivitas.

2) Berikan pasien dorongan untuk memulai mandi sendiri,

berpakaian sendiri, berjalan, dan minum. Bahas tentang tindakan

penghematan energi.

Page 43: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

31

Rasional: sejalan dengan teratasinya kondisi, pasien akan mampu

melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk

menghindari peningkatan ketergantungan.

3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan

Rasional: memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat

dalam perawatan dirinya, membantu membangun harga diri dan

menyampaikan untuk mengatasi dirumah.

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan akibat keletihan,

hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.

Intervensi keperaawatan:

1) Dukung pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur

dengan menggunakan treadmill dan exercycle berjalan atau

latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

Rasional: otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan

lebih banyak oksigenasi dan memberikan beban tambahan pada

paru-paru. Melalui latihan yang teratur berharap kelompok otot

ini menjadi lebih terkondisi dan pasien dapat melakukan lebih

banyak tanpa mengalami nafas pendek. Latihan yang berharap

memutus siklus yang mematikan ini.

f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang

sosialisai, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidak

mampuan untuk bekerja.

Intevensi keperawatan:

Page 44: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

32

1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan

semangat yang ditujukan pada pasien.

Rasional: suatu perasaan harapan akan memberikan pasien

sesuatu yang dapat dikerjakan, ketimbang sikap merasa kalah

dan tidak berdaya.

2) Dorong aktivitas samai tingkat toleransi gejala.

Rasional: aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi

tingkat dispnea sejalan dengan pasien lebih terkondisi.

3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi

bagi pasien.

Rasional: relaksasi mengurangi stres dan ansietas dan membantu

pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya.

g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan prosedur perawatan diri

yang akan dilakukan dirumah.

Intervensi keperawatan:

1) Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.

Rasional: pasien harus mengetahui bahwa ada metode dan

rencana dimana dia memainkan peran yang besar, pasien harus

mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan pasien tentang

kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting alam

perawatannya. Tindakan ini akan menyiapkan pasien untuk

hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas

hidup.

Page 45: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

33

2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan

informasi tentang sumber-sumber kelompol (misalnya smoke

enders dan American cancer society).

Rasional: asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada

paru dan menghasilkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran

udara terhambat dan kapasitas paru menurun.

C. Sesak Nafas

1. Pengertian

Breathing exercise atau dispnea adalah keluhan yang sering

memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat

berupa rasa tidak nyaman di dada yang serius (severe air hunger) sampai

yang fatal (Sudoyo, 2010:2189).

Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh pasien secara

patofisiologis dapat terjadi karena menurunnya oksigenasi jaringan,

meningkatknya kebutuhan oksigen, meningkatnya kerja pernafasan,

adanya rangsang pada system syaraf pusat dan adanya penyakit

neuromuscular (Muttaqin, 2006:40).

2. Tanda dan Gejalanya

Menurut Sudoyo (2007: 2189), tanda dan gejala sesak nafas adalah:

a. Keluhan awalnya

Adanyan gangguan fisiologis akut, seperti serangan asma bronkial,

emboli paru, pneumotoraks atau infarks miokard. Serangan

Page 46: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

34

berkepanjangan selama berjam-jam hingga berhari-hari lebih sering

akibat eksaserbasi penyakit paru kronik.

b. Gejala yang menyertai:

1) Nyeri dada yang disertai sesak.

2) Batuk yang disertai dengan sesak.

3) Demam dan menggigil mendukung adanya suatu infeksi.

4) Hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskuler.

c. Gejala dengan keadaan lingkungan atau obat tertentu:

1) Alergen seperti serbuk

2) Debu, asap dan bahan kimia yang menimbulkan iritasi jalan

nafas berakibat terjadinya bronkospasme pada pasien yang

sensitif.

3) Obat-obatan yang di minum atau di injeksi dapat menyebabkan

reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan sesak

Menurut Sudoyo (2007:2189), sesak nafas dapat disebabkan:

Penyakit saluran nafas:

a. Asma

b. Bronkitis kronis

c. Emfisema

d. Sumbtan laring

e. Tertelan benda asing

Penyakit parenkimal:

a. Pneumonia

b. Gagal jantung jantung kongestif

c. Adult respiratory distress

d. ARDS

e. PIE

Penyakit vaskular paru:

a. Emboli paru

b. Kor pulmonal

c. Hipertensi paru primer

d. Penyakit vena-oklusi paru

Penyakit pleura:

a. Pneumotoraks

b. Efusi pleura

c. Fribrosis

Penyakit dinding paru :

a. Trauma

b. Penyakitneurologik

Kelainan tulang

Tabel 2.3 Sebab sesak nafas

Page 47: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

35

3. Patofisologi

Dispnea atau sesak nafas bisa terjadi dari berbagai mekanisme

seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan

gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan

kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak nafas. Pada

orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu

penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran

pernafasan maka ruang mati akan meningkat (Prince dan wilson,

2006:736).

Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan nafas maka

pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan

dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami

penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan

terhadap compliance paru maka makin besar gradien tekanan transmural

yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan

paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa

bermacam salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan

ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama (Prince dan

wilson, 2006:736).

4. Pemeriksaan umum

Menurut Sudoyo (2007:2190), pemeriksaan umum pada sesak nafas

adalah:

Page 48: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

36

a. Tampilan umum

Pasien terlihat sesak nafas dan nafas pendek, dan terlihat gelisah.

b. Kontraksi otot bantu nafas

Otot bantu pernafasan dan otot interkostal akan berkontraksi pada

keadaan adanya obstruksi saluran nafas.

c. Tekanan vena jugularis harus di catat

Peninggian menandakan adanya peningkatan tekanan atrium kanan.

d. Palpasi

Fremitus taktil, dengan perintah untuk menyebutkan angka 77

berulang-ulang.

e. Perkusi

Hipersonor pada hiperinflasi paru seperti saat serangan asma akut,

emfisema dan juga pada pneumotoraks, sedangkan redup pada

perkusi menunjukkan konsolidasi paru atau efusi pleura.

f. Auskultasi

Ronkhi kasar dan nyaring terdengar adanya penyempitan saluran

nafas, sedangkan basah halusterdengar pada parenkim paru yang

berisi cairan.

5. Penatalaksanaan sesak nafas

Menurut Sudoyo (2007:2191), penatalaksanaan sesak nafas adalah:

a. Saluran nafas

Periksa orofaring untuk memastikan saluran tidak tersumbat karena

adanya edema atau benda asing.

Page 49: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

37

b. Oksigen

Oksigen harus diberikan kecuali apabila ada bukti bahwa CO2

memburuk karena tingginya oksigen yang di berikan.

c. Ventilasi mekanik

Pasien yang diintubasi untuk sementara dapat diberi oksigen melalui

ambubag sambil mempersiapkan suatu ventilator sebagai

kelanjutannya.

d. Latihan diafragma

Untuk mengurangi rasa sesak nafas, dengan latihan yang

memusatkan pada pernafasan perut.

D. Pernafasan diafragma

1. Pengertian

Menurut Nursalam (2003) dalam jurnal Prihandiono (2010),

Breathing exercise diafragmatic atau latihan pernafasan diafragma

adalah suatu proses pernafasan secara konsentrasi merasakan udara

masuk melalui hidung kedalam tubuh kemudian keluarkan dari mulut

yang dilakukan dengan posisi nyaman dan berbaring dengan relaks dan

menutup mata, serta melonggarkan pakaian disekitar leher dan pinggang.

Pernafasan diafragma ini memerlukan konsentrasi dan kenyakinan yang

memusatkan perhatian hanya dengan pernafasan.

Menurut, Holloway, Ram, (2004) dalam jurnal Windarti, (2011)

Latihan pernafasan diafragma dimaksudkan untuk melatih cara bernafas

Page 50: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

38

karena ketika terjadi sesak nafas pasien cenderung tegang yang membuat

pasien tidak dapat mengatur pernafasannya sehingga mengakibatkan

bertambah penyempitan pernafasan dibronkus. Melenturkan dan

memperkuat otot pernafasan bertujuan untuk mempertahan pasien asma

terkontrol dan melatih penderita untuk pernafasan diafragma jika terasa

serangan mendadak atau sewaktu.

2. PemberianTerapi

Windarti, (2011:03) dalam jurnal yang berjudul Pengaruh

diafragmatic breathing exercise terhadap peningkatan kualitas hidup

penderita asma, melakukan penelitian dengan pemberian diafragmatic

breathing exercise yang melibatkan responden yang berjumlah 7 orang,

sebelum dilakukan diafragmatic breathing exercise, kualitas hidup dari

ketujuh responden diukur diawal dan di akhir bulan dengan

menggunakanMini Asthma Quality of Life (MAQLQ). Dimana penurunan

kualitas hidup penderita asma dipengaruhi oleh adanya faktor

diantaranya gejala episodeik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada

terasa berat dan batuk-batuk terutama di malam hari atau dini hari.

Dalam penelitian ini hasil pre dan post test kualitas hidup dengan

MAQLQ dapat diketahui, dimana kualitas hidup semua responden

sebelum diberikan perlakuan diafragmatic breathing exercise

mempunyai kualitas hidup antara 41 samapi 69, sedangkan nilai kualitas

hidup setelah diberikan diafragmatic breathing exercise menunjukkan

peningkatan antara 71 samapi 84. Jadi dapat disimpulkan bahwa

Page 51: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

39

diafragmatic breathing exercisedapatmeningkatkankualitas hidupbagi

penderita asma.

Kuisoner penilaian Mini Asthma Quality of Life (MAQLQ) terdiri

dari 15 kriteria pertanyaan yang terdiri dari penilaian terdiri dari fisik,

psikologis, dan aktivitas. Dimana pertanyaan terdiri dari permasalahan

sesak nafas yang mungkin mucul saat beraktivitas, gangguan dari

lingkungan seperti dari debu, perasaan frustasi akibat penyakitnya,

gangguan karena adanya batuknya, ketakutan jika tidak memiliki obat,

merasa sesak nafas dan dada berat, sering menghindari asap rokok atau

di wilayah lingkungannya, kesulitan untuk tidur malam hari, prihatin

terhadap penyakitnya,sering merasakanmengi, merasa terganggu oleh

cuaca dan pencemaran udara di lingkungannya. Empat pertanyaan

selanjutnya terdiri dari pertanyaan keterbatasan aktivitas yang dirasakan

2 minggu terahkir seperti aktivitas berat, kegiatan yang biasa dilakukan,

kegiatan sosial, dan kegiatan kerja yang terkait.

Menurut Nursalam (2003) dalam jurnal Prihandiono (2010:04),

latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi sesak nafas dan

meningkatkan kualitas hidup, latihan ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Fase 1: inspirasi, menarik udara masuk ke dalam paru melalui

saluran hidung.

2. Fase 2: beri sedikit jeda sebelum mengeluarkan udara dari paru,

selama 3 detik berikutnya yang akan menimbulkan daya letting

elastisitas dinding paru melalui saluran masuknya udara tersebut

Page 52: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

40

3. Fase 3: ekspirasi, mengeluarkan udara dari paru melalui saluran

masuknya udara tersebut.

4. Fase 4: beri jeda kembali selama 2 detik setelah mengeluarkan udara

sebelum mulai menghirup nafas kembali.

5. Pernafasan diafragma dilakukan selama 5 atau 15 menit setiap kali,

satu atau dua sehari selama dua minggu

Page 53: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

41

MINI ASTHMA QUALITY OF LIFE QUESTIONNAIRE (MiniAQLQ)

No Setiap

saat

Sebagia

n besar

waktu

Pada

waktu

yang

khusus

Bebera

pa

waktu

Sedikit

waktu

Hampir

tidak

terjadi

Tidak

pernah

1

Merasa sesak

napas sebagai

akibat dari

penyakit asma?

ü

2

Merasa terganggu

oleh atau harus

menghindari debu

di lingkungan?

ü

3

Merasa frustrasi

akibat penyakit

asma?

4 Merasa terganggu

karena batuk? ü

5

Merasa takut

tidak memiliki

obat untuk

penyakit asma?

ü

6

Merasa sesak

nafas atau dada

berat?

ü

7

Merasa harus

menghindari asap

rokok di

lingkungan?

ü

8

Memiliki

kesulitan untuk

tidur malam yang

baik sebagai

akibat penyakit

asma?

9

Merasa prihatin

karena menderita

asma?

ü

10 Pengalaman

mengi di dada? ü

11

Merasa terganggu

harus

menghindari pergi

keluar karena

cuaca atau

pencemaran

udara?

ü

Page 54: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

42

Selama 2 minggu terkahir, adakah keterbatasan aktivitas sebagai akibat

penyakit….

12

Aktivitas

berat(seperti

terburu-buru,

berolahraga,

berlari dan

olahraga)

ü

13 Kegiatan yang

biasa (seperti

berjalan,

pekerjaan rumah

tangga, berkebun,

belanja, naik

tangga)

ü

14 Kegiatan sosial

(seperti berbicara,

bermain dengan

hewan

peliharaan/anak-

anak,

mengunjungi

teman/kerabat)

ü

15 Kegiatan kerja

terkait (tugas yang

harus lakukan di

tempat kerja)

ü

Tabel 2.4 Mini AQLQ

Page 55: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

43

BAB III

LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang resume “Pengaruh Breathing

exercises for chronic obstruktive dengan latihan pernafasan diafragma pada

asuhan keperawatan Ny. D dengan penyakit paru obstruksi kronis di ruang

anggrek 1 RSUD Dr.Moewardi surakarta. Resume asuhan keperawatan pada Ny.

D meliputi identitas, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah

keperawatan, implentasi yang telah dilakukan dan evaluasi.Pengkajian dilakukan

pada tanggal 11 April 2014 jam 10.30 WIB, pada kasus ini dilakukan dengan

metode autoanamnase dan aloanamnase.

A. Identitas Pasien

Pengkajian didapatkan identitas pasien dengan nama pasien Ny. D

berumur 77 tahun, beragama islam, pasien tidak tamat sekolah dasar, Ny. D

sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di mojosongo, Ny. D datang ke

RSUD Dr.Moewardi pada tanggal 11 April 2014 dengan dengan diagnosa

medis penyakit paru obstruksi kronik dengan nomor rekam medis 01249843.

Identitas penanggung jawab bernama Ny.P berumur 56 tahun, bekerja sebagai

ibu rumah tangga, pendidikan terkahir Sekolah Menengah Pertama (SMP),

beralamat di Mojosongo, hubungan dengan Ny. D sebagai anak.

B. Pengkajian

Hasil pengkajian pada tanggal 11 April 2014 pasien mengeluhkan

sesak nafas. Riwayat kesehatan sekarang, pasien mengatakan sebelum masuk

Page 56: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

44

rumah sakit mengeluh sesak nafas yang memberat ±4 bulan sesak terus

menerus meningkat jika beraktivitas. Awalnya pasien mengira sesak biasa

dan memeriksakan ke mantri tetapi setelah satu minggu pasien tidak

mengalami perubahan, oleh keluarganya pasien dibawa ke rumah sakit Dr.

Moewardi Surakarta untuk mendapatkan perawatan, sampai di IGD pasien

mendapatkan terapi oksigen 3 liter, dari pemeriksaan didapatkan keadaan

umum lemah, tekanan darah 160/120 mmHg, nadi 92 kali per menit, respirasi

29 kali per menit, suhu tubuh 36,7˚C. Di rumah sakit pasien juga

mendapatkan obat aminophilin 240mg dan ceftriason 2gr, dengan infus NaCl

0,9% 20 tpm. Dari IGD pasien dipindah ke ruang anggrek 1 untuk

mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan ± 6 tahun yang lalu

merasakan sesak nafas, dan berobat ke rumah sakit. Namun pasien belum

pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, dan juga belum pernah operasi.

Pasien mengatakan bahwa tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun

obat-obatan tertentu, selain itu pasien mengatakan bahwa saat masih kecil

sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pasien tidak merokok, tetapi

pasien merupakan perokok pasif.

Riwayat kesehatan keluarga, dikeluarga pasien tidak memiliki

penyakit keturunan seperti diabetes militus, hipertensi, jantung. Riwayat

kesehatan lingkungan pasien, lingkungan rumah pasien dekat dengan

lingkungan industri atau pabrik, sehingga terdapat banyak polusi udara di

lingkungan tempat tinggal pasien.

Page 57: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

45

Genogram keluarga Ny. D

Gambar 3.1 gambar Ny. D

Keterangan

Pola pengkajian primer, Airway mulut pasien simetris, tidak ada luka,

ada sumbatan sekret, sesak nafas, dahak sulit dikeluarkan, batuk tidak efektif.

Breathing, respirasi 29 kali per menit, sesak saat posisi terlentang, ekspirasi

memanjang, pola nafas takipnea, pada pemeriksaan Inspeksi, bentuk dada

simetris, retraksi dada dalam, tampak penggunaan otot bantu pernafasan.

Palpasi fokal fremitus sama kanan dan kiri. Perkusi sonor, auskultasi

terdengar ronkhi di lobus 2 anterior sinestra. Circulation nadi 92 kali per

Ny. D

: Laki-laki

: perempuan

: Meninggal

: Pasien

: Ikatan pernikahan

: Keturunan

: Tinggal serumah

Page 58: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

46

menit, tekanan darah 160/120 mmHg, mukosa bibir kering. Disability

composmentis, GCS 15. Exposure suhu 36,8˚c, tidak ada jejas pada tubuhnya.

Hasil pengkajian menurut pola Gordon, pola persepsi dan

pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu

menjaga kesehatannya, akan tetapi ± 6 bulan pasien merasa sesak nafas saat

beraktivitas, mudah lelah dan lemas. Pasien sudah mencoba berobat ke mantri

di dekat rumahnya akan tetapi tidak membuahkan hasil kemudian oleh

keluarga pasien di bawa ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit Antropometri Berat badan

45 kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh (IMT) Berat badan

(kg)/Tinggi badan (m2), 45 kg/ (1,5

2m) hasilnya 20 (normal), Biochemical

tidak diketahui, Clinical Sign pasien mengatakan bahwa pasien sehat dan

tanpa ada gangguan, Dietary data pasien mengatakan makan makanan yang

disukai meliputi nasi, lauk, sayuran dan pasien makan 3 kali sehari, dengan

satu kali makan pasien menghabiskan 1 porsi makanan, dan meminum air

putih 6-7 gelas. Selama sakit antropometri didapatkan data berat badan 41 kg,

tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh didapatkan data 18,2 (tidak normal),

biochemical didapatkan data pada tanggal 11 April 2014 hematokrit 30%,

hemoglobin 10 g/dl, clinical sign didaptkan data mukosa bibir kering, turgor

kulit kering, konjungtiva anemis, dietary data pasien mengatakan makan 3

kali sehari dengan diit TKTP, nasi, sayur, dan buah pisang, porsi habis 3 atau

4 sendok makan dan air putih dan teh hangat 3 sampai 4 gelas.

Page 59: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

47

Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan buang air kecil 5

sampai 6 kali sehari dengan warna kencing jernih dan bau khas, sedangkan

buang air besar pasien satu kali sehari konsistensi lunak dan bau khas. Saat

buang air besar dan buang air kecil pasien tidak mengalami keluhan dan

gangguan apapun, sedangkan selama sakit pasien mengatakan buang air kecil

3 sampai 4 kali sehari dengan warna kencing jernih dan bau khas, sedangkan

buang air besar belim keluar. Saat buang air kecil pasien dibantu oleh

anaknya.

Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan dapat

beraktivitas secara normal dan mandiri, sedangkan selama sakit pasien

mengatakan bahwa hampir semua aktivitas seperti makan/minum, toiletting,

berpakaian, mobilisasi di tempat tidur dan juga berpindah harus dibantu oleh

orang lain (skor penilaian 2), sedangkan untuk ambulasi/ ROM, pasien dapat

melakukan secara mandiri (skor penilaian 0).

Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan dapat tidur

dengan nyenyak ±9 jam pada malam hari yaitu dari pukul 22.00-06.00WIB

dan tidur siang tidur siang ±2 jam bila memiliki waktu luang. Selama sakit

pasien mengatakan tidur kurang nyenyak karena mengalami sesak nafas.

Dalam satu hari pasien hanya tidur selama ±6 jam yaitu jam 22.00 WIB-

05.00WIB dan sering terbangun karena sesak nafas. Saat siang hari pasien

biasanya tidur ±2 jam setelah minum obat.

Page 60: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

48

Pola kognitif perseptual sebelum sakit, pasien dapat berbicara dengan

jelas dan masih bisa melihat, sedangkan selama sakit pasien masih dapat

berbicara, namun tidak jelas dan juga badannya terasa lemas.

Pola konsep diri, body image pasien mengatakan merasa senang dan

bangga atas apa yang ada pada tubuh pasien. Ideal diri, pasien mengatakan

berharap cepat sembuh dari sakitnya, dan berharap bisa sembuh seperti

dahulu. Identitas diri pasien mengatakan bahwa pasien merupakan seorang

ibu berusia 77 tahun. Peran diri pasien mengatakan melakukan perannya

sebagai ibu dari 4 orang anak dengan baik. Harga diri, pasien mengatakan

bahwa sangat percaya diri dengan apa yang dimiliki pasien saat ini.

Pola hubungan peran, pasien mengatakan bahwa hubungan antara

pasien dengan keluarganya terjalin harmonis. Pasien juga mengatakan bahwa

pasien dalam kehidupan bermasyarakat juga terjalin dengan baik dan tidak

memiliki masalah dengan masyarakat sekitar. Pola seksualitas reproduksi,

pasien seorang janda karena suaminya telah meninggal sekitar sepuluh tahun

yang lalu. Pola mekanisme koping pasien ingin cepat sembuh dan ingin cepat

pulang, apabila pasien memiliki permasalahan selalu mendiskusikan dengan

anak-anaknya. Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan bahwa pasien

beragama islam. Sebelum sakit pasien selalu melaksanakan shalat 5 waktu,

tetapi selama pasien sakit tidak dapat melaksanakan shalat.

Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaann umum pasien

lemah, dengan kesadaran composmentis (CM) GCS E=4, V=5, M=6. Tanda-

tanda vital tekanan darah 160/120 mmHg, Nadi 92 kali per menit, respirasi 29

Page 61: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

49

kali per menit, suhu 36,8oc. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih,

rambut hitam keputih-putihan. Pada pemeriksaan mata didapatkan data

palpebra tidak oedema, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, reflek cahaya

positif. Pada pemeriksaan hidung didapatkan data tidak ada polip, ada sedikit

sekret, terpasang nasal kanul O2 3 liter per menit, pada pemeriksaan mulut

didapatkan data mukosa bibir kering, tidak ada siaonis. Pada pemeriksaan

gigi didapatka bahwa tidak ada gigi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan

hasil telinga simetris kanan kiri, bersih, tidak menggunakan alat bantu

pendengaran. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran

kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.

Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi

bentuk dada simetris kanan-kiri, tampak penggunaan otot bantu pernafasan,

respirasi 29 kali per menit dengan ekspirasi memanjang, pola nafas takipnea,

saat dilakukan palpasi vokal fremitus kanan kiri sama. Saat dilakukan perkusi

sonor, saat dilakukan auskultasi terdengar ronkhi di lobus 2 anterior sinestra.

Pada pemeriksaan jantung inspeksi didapatkan hasil ictus kordis tidak

tampak, saat dilakukan palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba antara

ictus cordis 4 dan 5, saat dilakukan perkusi didapatkan hasil pekak. Saat

auskultasi didapatkan hasil terdengar suara Bj 1 dan Bj 2. Pada pemeriksaan

abdomen didapatkan hasil inspeksi perut datar, tidak ada bekas luka, saat

auskultasi didapatkan hasil bising usus 16 kali/ menit, saat perkusi didapatkan

hasil suara redup di kuadran 1, dan tympani pada kuadran 2, 3, 4. Saat palpasi

didapatkan hasil tidak ada nyeri tekan.

Page 62: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

50

Pada pemeriksaan genetalia didapatkan hasil tidak terpasang Dc,

rektum bersih dan tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ekstremitas atas

didapatkan hasil terpasang infus NaCl di tangan kiri, akral hangat, tidak ada

oedema. Ekstremitas bawah, di bagian kaki kiri terdapat luka bekas jatuh dari

kamarnya. Memiliki kekuatan otot 4 dapat bergerak dengan beban ringan.

Pemeriksaan data penunjang laboratorium yang dilakukan pada

tanggal 11 april 2014, yaitu hemoglobin 10 g/dl (11,6 – 16,1 g/dl), hematokrit

30 % (33 -45 %), leukosit 10,8 ribu/dl (4,5 – 11,0 ribu/dl), trombosit 27,8

ribu/ul (150 – 450 ribu/ul), eritrosit 4,68 juta/ul (4,10 – 5,10 juta/ul),

golongan darah B, gula darah sewaktu 110 mg/dl (60-140mg/dl), SGOT 3,4

u/l (0-35u/l), SGPT 26 u/l(0-45u/l), albumin 3.0 g/l (3,2-4,5 g/l), creatinin 0,6

mg/dl (0,6 – 1,2), ureum 30 mg/dl (<50 mg/dl), natrium darah 129 mg/dl (132

– 146 mg/dl), kalium darah 4,3 mmol ( 3,7 – 5,4 mmol), klorida darah 97

mmol (98 – 106 mmol). Data analisa gas darah pH 7,266 ( 7,310-7,420), BE -

2,4 mmol/l (-2+3 mmol/l), PCO2 40,6 mmHg (27,0-100,0 mmHg), PO2 128,5

mmHg (70,0-100,0), hematokrit 45 % (37-50 %), HCO3 20,3 mmol/l (21,0-

28,0 mmol/l), total CO2 20,5 mmol/l (19,0-24,0), O2 saturasi 98,7 % (94,0-

98,0 %), dapat kesimpulan yaitu asidosis metabolik terkompensasi sebagian.

Dari hasil rontgen terlihat cardiomegali dengan besar dan bentuk normal,

pulmo tak tampak hyperaerateid, sinus cospophrenitus kanan kiri,anterior

tajam, rentras ternal dan nechocoirdlac, spasme dalam batas normal,

hemidiaphragma kanan kiri mendatar, trakhea tulang baik, kesan Emfisema

lung.

Page 63: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

51

Selama diruang anggrek 1 pasien mendapatkan terapi injeksi

Aminophillin 360 mg, ceftriaxone 1gr, Dexamethasone 5mg, infus Nacl 0,9%

20 tetes per menit. Pasien mendapatkan obat oral aspilet 80 mg, captopril

1x1,25 mg, N. Asetil sistein 200 mg, vitamin B komplek 2mg.

Hasil penilaian Mini Asthma Quality of Life (MAQLQ) pada tanggal

11 april 2014 pukul 12.00 WIB, diantaranya pasien mengatakan merasa sesak

nafas setiap saat, pasien mengatakan pada waktu khusus atau tertentu merasa

terganggu dan harus menghindari debu dilingkungannya, pasien mengatakan

pada waktu khusus atau tertentu merasa frustasi akibat penyakitnya, pasien

mengatakan setiap saat merasa terganggu dengan batuknya, pasien

mengatakan pada waktu khusus atau tertentu merasa takut bila tidak memiliki

obat untuk penyakitnya, pasien mengatakan sering merasa sesak nafas dan

dada berat, pasien mengatakan pada waktu tertentu merasa harus menghindari

asap rokok lingkungannya, pasien mengatakan pada waktu tertentu memiliki

kesulitan untuk tidur malam, pasien mengatakan pada waktu tertentu pasien

merasa prihatin karena menderita penyakit asma, pasien mengatakan kadang-

kadang merasa mengi dada, pasien mengatakan kadang-kadang merasa

terganggu dan harus menghindari cuaca dan pencemaran udara yang ada

dilingkungan. Untuk empat kategori pertanyaan selanjutnya terdiri dari

pertanyaan keterbatasan aktivitas yang dirasakan 2 minggu terahkir seperti

pasien mengatakan kadang-kadang dalam aktivitas berat seperti berolahraga

atau berlari mengalami keterbatasan, pasien mengatakan pada waktu tertentu

dalam melakukan kegiatan seperti pekerjaan rumah tangga dan berkebun

Page 64: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

52

mengalami keterbatasan, pasien mengatakan dalam kegiatan sosialnya

terkadang mempunyai keterbatasan, pasien mengatakan dalam kegiatan kerja

terkait atau tugas kerja pada waktu tertentu memiliki keterbatasan.

C. Masalah Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 11 April 2014 pukul 11.30

WIB pada Ny. D ditemukan data fokus yaitu data subyektif, pasien

mengatakan sesak nafas dan batuk tidak efektif, sedangkan data objektifnya

di tandai dengan respirasi 29 kali per menit, tekanan darah 160/120 mmHg,

suhu 36,8o

c, nadi 92 kali per menit, bunyi tambahan ronkhi di lobus 2

anterior sinestra, pasien tampak batuk tidak efektif, pernafasan takipnea.

Maka penulis merumuskan prioritas masalah keperawatan yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam

jumlah yang berlebih.

Pada tanggal 11 April 2014 pukul 10.35 WIB hasil dari pengkajian

didapatkan data subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan bertambah sesak

nafas saat posisi terlentang sedangkan data objektif ditandai dengan respirasi

29 kali per menit ,ekspirasi memanjang, pola nafas takipnea, tampak

menggunakan otot bantu nafas, terdengar suara ronkhi di lobus 2 anterior

sinestra, vokal fremitus kanan kiri sama. Maka penulis merumuskan prioritas

masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi.

Pada tanggal 11 April 2014 pukul 11.40 WIB di dapatkan data

subjektif pasien mengatakan Sesak nafas dan menyebabkan tidak nafsu

Page 65: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

53

makan, bila makan rasanya cepat kenyang,berat badannya menurun,

sedangkan data objektif tampak lemah, konjungtiva anemis, turgor kulit jelek,

hanya makan 3-4 sendok, pasien hanya makan menu dari rumah sakit dengan

diit TKTP, berat badan sebelum sakit 45 kg sedang waktu sakit menjadi 41

kg, IMT 18,2 (kurang), hemoglobin 10 g/dl, hematokrit 30 %, albumin 3,0

g/dl. Maka penulis merumuskan diagnoasa keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan faktor biologis.

Pada tanggal 11 April 2014 pukul 11.50 WIB didapatkan hasil

pengkajian dengan data subjektif pasien mengatakan sesak nafas saat

beraktivitas, mudah lelah, dan badan terasa lemas data objektif tekanan darah

160/120 mmHg, nadi 92 kali per menit, respirasi 29 kali per menit, pasien

tampak lemah, pasien berbaring lemas, dari data aktivitas latihan didapatkan

data makan atau minum, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah

dibantu orang lain (nilai skore 2), toileting dibantu orang lain (nilai skore 2),

ambulasi/ROM mandiri (nilai skore 0). Maka penulis merumuskan masalah

keperawatan intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Berdasarkan prioritas masalah yang ada muncul masalah keperawatan

dengan diagnosaketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

mukus dalam jumlah yang berlebih,ketidakefektifan pola nafas berhubungan

dengan hiperventilasi, keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, intoleransi aktifitas

Page 66: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

54

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen.

D. Rencana Keperawatan

Berdasarkan rumusan masalah yang didapatkan, maka penulis

menyusun rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan

jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebih dengan tujuan

setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 2x24 jam bersihan jalan nafas

dapat efektif dengan kriteria hasil pasien dapat bernafas dengan mudah, jalan

nafas paten, respirasi 24 kali per menit, dahak dapat keluar.

Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji

vital sign dan pola nafas dengan rasional untuk mengetahui suara nafas

tambahan dan adanya suara tambahan, ajarkan batuk efektif dan nafas dalam

dengan rasional untuk mengeluarkan sekret dan mengurangi sesak nafas, beri

penjelasan pada pasien tentang manfaat sebelum dan sesudah di lakukan

batuk efektif dan nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa cemas

dan menambah ilmu pengetahuan, beri posisi semi fowler dengan rasional

untuk meningkatkan ekpansi paru dan mengurangi rasa sesak, kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian O2 dengan rasional untuk memberikan

kebutuhan oksigenasi pasien.

Rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan hiperventilasi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2x24 jam pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil tidak

ada penggunaan otot bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan tidak ada,

Page 67: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

55

pernafasan teratur dengan respirasi 18-24 kali per menit, dispnea tidak ada,

ortopnea tidak ada.

Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah

observasi vital sign, bunyi nafas dan letak sekret, ajarkan teknik latihan

pernafasan diafragma dengan rasional untuk mengurangi rasa sesak, beri

penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tehnik pernafasan diafragma

dengan rasional untuk menurunkan kecemasan, beri posisi semi fowler

dengan rasional untuk meningkatkan ekpansi paru dan mengurangi rasa

sesak, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2 dengan rasional untuk

memberikan kebutuhan oksigenasi pasien.

Rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh dengan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam kekurangan nutrisi dapat teratasi dengan

kriteria hasil adanya peningkatan berat badan yang sesuai dengan tujuan (1

kg), nafsu makan meningkat, mukosa lembab, asupan nutrisi adekuat.

Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji

pola makan dengan rasional untuk mengetahui pola makan/kebiasaan makan

pasien, anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan rasional

memungkinkan pasien mengkonsumsi kalori dan karbohidrat dan protein

yang adekuat, beri penjelasan tentang pentingnya mengkonsumsi makanan

yang kaya akan karbonhidrat, vitamin, mineral, dan protein yang adekuat

dengan rasional nutrisi berperan sebagai sumber yang membangun jaringan

yang mengatur proses metabolisme tubuh, kolaborasi dengan tim ahli gizi/

Page 68: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

56

nutrisi dalam pemberian diit TKTP dengan rasional menentukan metode diit

yang memenuhi asupan kalori dan nutrisi yang optimal.

Rencana keperawatan untuk diagnosa intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

dengan diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kertidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam aktivitas dapat ditoleransi

dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam batas normal, dapat beraktivitas

secara mandiri, dapat mentoleransi aktivitas, pasien tampak segar.

Intervensi atau rencana keperawatan yan akan dilakukan adalah

observasi vital sign dan kemampuan aktivitas pasien dengan rasional untuk

mengetahui tingkat kemampuan aktivitas dan untuk mengetahui kemampuan

yang dimiliki pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala

dengan rasional mencegah terjadinya kelemahan otot, anjurkan keluarkan

untuk memenuhi ADL pasien dengan rasional untuk memenuhi ADL pasien,

anjurkan pasien untuk bedrest dengan rasioanal ntuk menghemat energi.

E. Implementasi

Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 11

april 2014 jam 11.30 WIB mengobservasi keadaan umum dan vital sign

pasien dengan respon subyektif Ny.S mengatakan sesak, lemah. Respon

objektif Ny. D tampak lemah, terpasang O2 nasal kanul 3 liter, Tekanan darah

160/120 mmHg, respirasi 29 kali per menit, suhu 36 o C dan nadi 92 kali per

menit.

Page 69: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

57

Pada tanggal 11 april 2014 Jam 11.30 WIB implementasi selanjutnya

adalah mengobservasi/auskultasi bunyi paru dengan respon subjektif Ny. D

mengatakan sesak nafas, data objektif terdengar suara ronkhi di lobus 2

anterior . pada jam 11.37 WIB memberikan penjelasan kepada Ny. D sebelum

dan sesudah melakukan nafas dalam denganrespon subjektif Ny. D dan

keluarga bersedia diberi penjelasan dengan respon objektif Ny. D tampak

mendengarkan dan mencoba ntuk mempraktikkan penjelasan yang diberikan.

Pada jam 11.45 WIB mengajarkan tarik nafas dalam dan batuk efektif dengan

respon subjektif Ny. D mengatakan bersedia dengan respon objektif Ny. D

dahak tampak keluar dan pasien tampak rileks.

Pada tanggal 11 April 2014 jam 12.00 WIB implementasi selanjutnya

adalah mengobservasi pola makan Ny. D dengan respon subjektif Ny. D

mengatakan tidak nafsu makan, data objektif Ny. D hanya makan 3 sendok.

Pada jam 12.05 WIB menganjurkan Ny. D untuk makan sedikit tapi sering,

respon subjektif dari Ny. D mengatakan bahwa nafsu makan menurun, respon

objektif Ny. D tampak mengerti anjuran dari perawat. Pada jam 12.10 WIB

mengobservasi vital sign dan pola nafas dengan respon subjektif pasien

mengatakan sesak nafas dan respon objektif tekanan darah 140/90 mmHg,

respirasi 28 kali permeni, suhu tubuh 36,7oc, dan denyut nadi 87 kali per

menit, serta suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra. Pada jam 12.13 WIB

mengobservasi aktivitas pasien dengan respon subyektifnya pasien

mengatakan ADLnya dibantu oleh anaknya dan data obyektif pasien tampak

lemah di tempat tidur.

Page 70: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

58

Pada tanggal 11 April 2014 jam 12.20 WIB implementasi selajutnya

adalah mengajarkan latihan pernafasan diafragma dengan respon subjektif

Ny. D mengatakan bersedia dan respon objektif Ny. D terlihat rileks. Pada

jam 12.55WIB memberi O2 dengan nasal kanul O2 3 liter/menit, respon

subjektif Ny. D mengatakan sesak nafas dan respon objektif Ny. D nampak

rileks di tempat tidurnya. Pada pukul 13.10 WIB menganjurkan pasien untuk

bedtres ditempat tidur dengan respon subyektif pasien mengatakan badannya

masih lemah sedang data obyektifnya pasien tampak tiduran ditempat tidur.

Tindakan keperawatan hari kedua yang dilakukan pada tanggal 15

April 2014 jam 08.30 WIB mengobservasi vital sign/ mengauskultasi bunyi

paru dengan respon subjektif Ny. D mengatakan bahwa masih sesak nafas

dengan respon objektif tekanan darah Ny. D 130/90 mmHg, respirasi 28 kali

permenit, suhu tubuh 36,8o

C, denyut nadi 89 kali per menit, terpasang O2 3

liter/menit, dan terdengar suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra.

Pada tanggal 12 April 2014 jam 09.00 WIB implementasi selanjutnya

adalah memberi injeksi Aminophilin 360 mg dengan respon subjektif Ny. D

bersedia diinjeksi dan data objektif Ny. D obat masuk lewat intravena. Pada

jam 09.15 WIB mengajarkan tarik nafas dalam dan batuk efektif dengan

resespon subjektif Ny. D mengatakan bersedia, dan respon objektif Ny. D

tampak mengikuti, respirasi 28 kali per menit, sekret keluar. Pada jam 09.15

WIB mengajarkan latihan pernafasan diafragma dengan respon subjektif

pasien mengatakan sesak nafas dan respon objektif pasien tampak

mempraktekkan latihan pernafasan diafragma. Pada jam 09.20 WIB

Page 71: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

59

memposisikan semi fowler dengan subjektif Ny. D mengatakan bersedia dan

data objektif Ny. D terlihat rileks. Pada jam 10.00WIB mengisi humidifer

dengan air oksigen dan mengecek O2 apakah sudah benar atau belum dengan

respon subjektif Ny. D mengatan bersedia dan respon objektif humadifer

terisi air O2 3 liter/menit.

Pada tanggal 12 April 2014 jam 10.15WIB implementasi selanjutnya

mengajarkan kepada Ny. D makanan apa saja yang boleh dimakan (sesuai diit

TKTP) dengan respon subjektif Ny. D mengatakan bersedia dan respon

objektif Ny. D mengerti dan mendengarkan. Pada jam 10.17 WIB

mengajarkan Ny. D untuk makan sedikit tapi sering dengan respon subjektif

Ny .D mengatakan bersedia, respon objektif tampak rileks dan tampak makan

5 sendok. Pada jam 10.25 WIB mengobservasi vital sign dan auskultasi bunyi

paru dengan respon subjektif pasien mengatakan masih sesak nafas dan

respon objektif terdengar suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra, tekanan

darah 120/80 mmHg, suhu 36,1 o

C, respirasi 25 kali per menit, nadi 84 kali

per menit.

Pada pukul 10.30 WIB mengajarkan tarik nafas dalan dan batuk

efektif dengan respon subjektif Ny. D mengatakan masih sesak nafas dan

respon objektif Ny. D mengikuti, sekret keluar, respirasi 26 kali per menit.

pada jam 10.40 WIB memberikan posisi semi fowler dengan respon subjektif

Ny. D mengatakan bersedia, respon objektif Ny. D mengikuti arahan. Pada

jam 11.00 WIB mengobservasi aktivitas pasien dengan respon subjektif

Page 72: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

60

pasien mengatakan ADLnya masih di bantu oleh anaknya dan respon objektif

pasien tampak lemah di tempat tidur.

Pada tanggal 12 april 2014 pada jam 10.10 WIB menganjurkan pasien

untuk mengubah posisi secara berkala dengan respon subjektif pasien

mengatakan sesak posisi terlentang dan respon objektif pasien tampak miring

ke kanan. Pada pukul 11.30 WIB mengajarkan latihan pernafasan diafragma,

dengan respon subjektif Ny. D mengatakan bersedia dan respon objektif

tampak rileks, respirasi 25 kali per menit. Pada tanggal 12 April 2014 jam

12.00 WIB implementasi selanjutnya mengobservasi vital sign dan auskultasi

bunyi paru dengan respon subjektif Ny. D mengatakan bahwa sesak nafas

mulai berkurang dan respon objektif suara ronkhi di lobus 2 dianterior

sinestra, tekanan darah 120/80 mmHg, respirasi 26 kali per menit, suhu tubuh

36,1oc, denyut nadi 89 kali per menit. Pada jam 12.30 WIB menganjurkan

pasien untuk makan makanan dari rumah sakit yaitu diit tktp dengan respon

subjektif pasien mengatakan bersedia dan data objektif pasien tampak makan,

makan 1 porsi habis. Pada pukul 13.00 WIB memposisikan semi fowler

dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan respon objektif

pasien tampak rileks.

F. Evaluasi

Setelah dilakukan perencanaan keperawatan dan tindakan

keperawatan, evaluasi hasil dari masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebih pada hari jum’at tanggal

11 April 2014 jam 13.45 WIB adalah Subjektif: pasien mengatakan sesak

Page 73: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

61

nafas dan batuk tidak efektif. Ojektif: teterdapat suara ronkhi di lobus 2

anterior sinestra, terpasang O2 3 liter/menit, respirasi 29 kali per menit, sekret

sudah keluar. Analisa: masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas belum teratasi. Planing: mengobservasi TTV, ajarkan teknik nafas,

ajarkan batuk efektif, dan memposisikan semi fowler.

Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan hiperventilasi pada tanggal 11 April 2014 jam 14.45

WIB adalah subjektif: pasien mengatakan sesak nafas dan bertambah sesak

saat posisi terlentang. Ojektif: terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior

sinestra, terdapat penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi memanjang,

respirasi 29 kali per menit. Analisa: masalah kerawatan ketidakefektifan pola

nafas belum teratasi. Planing: observasi vital sign, ajarkan latihan pernafasan

diafragma, mengauskultasi bunyi paru.

Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis pada jam

13.15 WIB adalah subjektif: pasien mengatakan tidak nafsu makan, cepat

merasa kenyang, dan hanya makan 3 sendok. Objektif: pasien tampak lemah,

konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Analisa:masalah keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.

Planing: memberi penjelasan pentingnya mengonsumsi karbohidrat (TKTP),

menganjurkan makan sedikit tapi sering, dan menimbang berat badan.

Evaluasi hasil dari masalah keperawatan intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Page 74: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

62

pada jam 14.04 WIB adalah subjektif: pasien mengatakan badannya masih

lemah dan ADLnya di bantu anaknya. Objektif: pasien tampak lemas dan

berbaring ditempat tidur. Analisa: masalah keperawatan intolerandi aktivitas

belum teratasi. Planing: observasi vital sign, observasi kemampuan yang

dimiliki pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, anjurkan

keluarga untuk membantu dalam memenuhi ADL pasien.

Evaluasi hasil dari masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebih pada hari sabtu 12 April

2014 jam 13.48 WIB, subjektif: pasien mengatakan masih sesak nafas dan

batuk tidak efektif. Objektif: terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra,

sekret sudah keluar, respirasi 25 kali per menit. Analisa: masalah

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi. Planing:

maka intervensi dilanjutkan dengan mengobsrvasi vital sign, mengajarkan

taik nafas dalam, mengajarkan batuk efektif, memberi posisi semi fowler.

Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan hiperventilasi pada tanggal 12 April 2014 jam 14.15

WIB adalah subjektif: pasien mengatakan masih sesak nafas dan bertambah

sesak saat posisi terlentang. Ojektif: terdapar suara ronkhi di lobus 2 anterior

sinestra, respirasi 25 kali per menit, terdapat penggunaan alat bantu nafas, dan

ekspirasi memanjang. Analisa: masalah keperawatan ketidakefektifan pola

nafas belum teratasi. Planing: observasi vital sign, kaji bunyi paru, ajarkan

latihan pernafasan diafragma dan batuk efektif.

Page 75: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

63

Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis pada jam

13.15 WIB dengan subjektif: pasien mengatakan sudah mau makan, makan 5

sendok. Objektif: pasien tampak sedang makan 5 sendok, pasien terlihat

rileks. Analisa: masalah keperawatan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Planing: anjurkan untuk makan sedikit-

sedikit tapi sering, memberi penjelasan tentang pentingnya makan makanan

yang mengandung karbohidrat (TKTP) sesuai diit, dan menimbang berat

bada, mengobservasi kemampuan aktivitas pasien, observasi Tekanan darah,

nadi, respirasi, bantu pasien untuk mngubah posisi dan selanjutnya anjurkan

keluarga untuk membantu ADL pasien.

Evaluasi hasil dari masalah keperawatan intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

pada jam 13.45 WIB adalah subjektif: pasien mengatakan badannya masih

lemah dan ADLnya masih di bantu. Objektif: pasien tampak tiduran di

tempat tidur. Analisa: masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum

teratasi. Planing: observasi vital sign, observasi kemampuan yang dimiliki

pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, anjurkan keluarga

untuk membantu dalam memenuhi ADL pasien.

Page 76: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

64

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Ny. D

dengan PPOK di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pembahasan

pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara

teori dengan kasus. Terkait dengan hal tesebut pada bab ini penulis akan

melakukan pembahasan tentang pemberian diafragmatic breathing exercise

terhadap penurunan sesak nafas pada Asuhan keperawatan Ny. D dengan Penyakit

Paru Obstruksi Kronik (PPOK) di Bangsal Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi

dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data relevan yang kontinue

tentang respon manusia, kekuatan dan masalah pasien (Dermawan, 2012:45).

Dalam pengkajian terhadap Ny. D penulis menggunakan metode wawancara,

obsevasi serta catatan rekam medis. Pengkajian didapatkan data yang

bernama Ny. D dengan diagnosa medis penyakit paru Obstruksi kronik

(PPOK). Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit di karakterisir

oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya,

sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan

respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang

Page 77: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

65

berbahaya, dua gangguan yang terjadi pada PPOK yaitu bronkitis kronis dan

Emfisema paru (Ikawati, 2007:65).

Pengkajian Ny. D pada tanggal 11 April 2014 dengan keluhan utama

sesak nafas. Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh pasien secara

patofisiologis dapat terjadi karena menurunnya oksigenasi jaringan,

meningkatknya kebutuhan oksigen, meningkatnya kerja pernafasan, adanya

rangsang pada system syaraf pusat dan adanya penyakit neuromuscular

(Muttaqin, 2008:45). Sesak nafas pada pasien PPOK terjadi karena adanya

mekanisme kebutuhan ventilasi yang meningkat akibat peningkatan ruang

rugi fisiologi, hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan

pergerakan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan kelemahan

otot ekstremitas oleh karena efek sistemik, deconditioning dan nutrisi yang

buruk (Ardiyansyah, 2012:67).

Riwayat penyakit sekarang, Ny. D mengatakan sesak nafas yang

memberat ± 4 bulan, sesak terus menerus meningkat jika beraktivitas. Hal ini

sesuai dengan teori, dimana tanda dan gejala dari PPOK yaitu adanya sesak

nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif dan faktor resiko, namun

PPOK ringan biasanya tanpa keluhan dan gejala (Aziz dkk, 2006:05).

Riwayat dahulu pasien ± 6 tahun yang lalu pernah mengalami sesak nafas

seperti ini hanya berobat ke mantri dan belum pernah dirawat sebelumnya di

rumah sakit. Pasien Ny. D mengatakan merupakan perokok pasif. Penyebab

paling utama adanya perokok pasif adalah asap rokok, baik yang di hisap

maupun terhisap dari asap rokok orang lain, apabila ini terus menerus akan

Page 78: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

66

mengakibatkan semakin cepat menderita penyakit ini (Danusantosa,

2013:211).

Pola pengkajian primer airway: mulut pasien simestris, ada sumbatan

sekret, sesak nafas, dahak sulit di keluarkan dan batuk tidak efektif.

Berdasarkan teori produksi sekret pada pasien PPOK di hasilkan oleh

defisiensi alfa-anti-protease inhibitor yang terus menerus menghasilkan

sekret, sekret bronkus merupakan perbenihan yang ideal bagi berbagai jenis

kuman yang berhasil masuk dalam saluran nafas bawah, apabila terjadi

infeksi sekunder, maka dahak akan menjadi semakin pekat, kental dan

lengket (Danusantosa, 2013:212).

Pada breathing di dapatkan pernafasan 29 kali per menit, pasien

mengatakan sesak bertambah saat terlantang, inspirasi dalam dan ekspirasi

memanjang, inspeksi: tampak penggunaan alat bantu pernafasan, palpasi:

fokal fremitus sama anatara kanan dan kiri, perkusi: sonor, auskultasi:

terdengar suara ronkhi di lobus anterior sinestra. Hal ini sesuai teori pada

pemeriksaan fisik PPOK Pemeriksaan fisik meliputi: Pernafasan Pursed Lips,

takipnea, dada emfisematous atau barrel chest, dengan tampilan fisik pink

puffer atau blue bloater, bunyi nafas vesikuler melemah, eksirasi memanjang,

ronkhi kering atau wheezing, bunyi jantung jauh, menggunakan otot bantu

nafas (Aziz dkk, 2006 : 05).

Pola nutrisi dan metabolisme, antropometri didapatkan data berat

badan 41kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh didapatkan data 18,2

(kurang), biochemical didapatkan data pada tanggal 11 april 2014 Hematokrit

Page 79: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

67

30% normal, hemoglobin 10 g/dl turun, clinical sign didapatkan data mukosa

bibir kering, turgor kulit kering, konjungtiva anemis, dietary data pasien

mengatakan makan 3 kali sehari dengan diit TKTP, nasi, lauk dan buah, porsi

habis 3 atau 4 sendok makan karena rasanya cepat kenyang.

Pada pasien didapatkan data hemoglobin menurun atau dibawah

normal yaitu 10 g/dl normalnya 11,6-16,1 g/dl konjungtiva anemis, mukosa

bibir kering dan turgor kulit kering. Hemoglobin berfungsi sebagai

penyimpan dan pengangkut oksigen. Proses penghantaran oksigen ke organ

atau jaringan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor hemodinamik berupa

cardiac output serta distribusinya, kemampuan pengangkutan oksigen dalam

darah yaitu konsentrasi Hb dan oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi

oksigen antara darah arteri dan vena, oleh karena itu kapasitas penghantar

oksigen akan menurun jika kadar Hb < 7 g/dl dan akan memperburuk kondisi

sesak napas pada pasien (Paniselvan, 2011:39).

Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan dapat

beraktivitas secara normal dan mandiri, sedangkan selama sakit pasien

mengatakan dalam memenuhi aktivitasnya seperti makan/minum, berpakaian,

mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan toileting dengan dibantu orang lain

(score penilaian 2), pada ambulasi atau ROM dengan mandiri (score penilain

0). Pada kasus PPOK, pasien sering mengalami penurunan toleransi terhadap

olah raga pada periode yang pasti dalamsehari, hal ini tampak saat ketika

bangun tidur, karena sekresi bronkial dan edema menumpuk dalam paru-paru

selama penderita berbaring. Pada PPOK periode peningkatan kesulitan

Page 80: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

68

lainnya terjadi segera setelah makan, terutama saat makan dimalam hari.

Keletihan akibat aktivitas siang hari disertai dengan distensi abdomen yang

membatasi toleransi (Smeltzer, 2002:596). Hal ini sesuai dengan data pada

pasien Ny. D yang kebutuhan ADL nya perlu bantuan dan pasien mengeluh

sesak nafas.

Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien

lemah, dengan kesadaran composmentis (CM). Tanda-tanda vital tekanan

darah 160/1200 mmHg, Nadi 92 kali per menit, respirasi 29 kali menit, suhu

36,8o C, terlihat penggunaan otot bantu pernafasan. Data pasien menunjukkan

peningkatan respirasi yaitu 29 kali per menit, dimana nilai normal pernapasan

berkisar 16-24 kali per menit, terlihat otot bantu pernafasan, beberapa data

sesuai dengan teori PPOK, dimana dalam teori ditemukan adanya pernafasan

takipnea, dada emfisematous atau barrel chest, dengan tampilan fisik pink

puffer atau blue bloater, bunyi nafas vesikuler melemah, ekspirasi

memanjang, ronkhi kering atau wheezing, bunyi jantung jauh, menggunakan

otot bantu nafas (Aziz dkk, 2006 : 05).

Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi

bentuk dada simetris, saat dilakukan palpasi vokal fremitus kanan kiri sama,

saat dilakukan perkusi sonor, saat dilakukan auskultasi terdengar suara ronkhi

di lobus 2 anterior sinestra. Hal ini dalam teori didapatkan hasil inspeksi pada

pasien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi

penafasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternocleidomastoid)

(Muttaqin, 2006:158). Pada Ny. D bentuk dada simetris, dalam teori

Page 81: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

69

dikatakan pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat pasien mempunyai

bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa

otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernafasan abnormal yang

tidak efektif. Pada palpasi, ekpansi meningkat dan taktil fremitus biasanya

menurun. Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma mendatar atau menurun. Pada auskultasi sering

didapatkan adanya bunyi ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan

obstruksi pada bronkhiolus (Muttaqin, 2006:158).

Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan hasil sebelah kanan

terpasang infus NaCl, akral hangat, tidak ada edema, kekuatan otot penuh

(didapatkan nilai 5), capilery refil kurang dari 2 detik. Ekstremitas bawah

kekuatan otot 4, karena ada bekas luka habis jatuh dari kamar mandi.

Pemeriksaan data penunjang laboratorium yang dilakukan pada

tanggal 11 april 2014, yaitu Pada Ny. D pemeriksan yang dilakukan sesuai

dengan teori yaitu hemoglobin 10 g/dl terjadi penurunan dengan rentang

penurunan (11,6 – 16,1 g/dl), hematokrit 30 % normal (33 -45 %), leukosit

10,8 ribu/dl normal (4,5 – 11,0 ribu/dl), trombosit 27,8 ribu/ul penurunan

dengan rentang penurunan (150 – 450 ribu/ul), eritrosit 4,68 juta/ul normal

(4,10 – 5,10 juta/ul), golongan darah B, gula darah sewaktu 110 mg/dl normal

(60-140mg/dl), SGOT 3,4 u/l normal (0-35u/l), SGPT 26 u/l normal (0-45u/l),

albumin 3.0 g/l penurunan dengan rentang penurunan (3,2-4,5 g/l), creatinin

0,6 mg/dl normal (0,6 – 1,2), ureum 30 mg/dl normal (<50 mg/dl), natrium

darah 129 mg/dl normal (132 – 146 mg/dl), kalium darah 4,3 mmol normal (

Page 82: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

70

3,7 – 5,4 mmol), klorida darah 97 mmol normal (98 – 106 mmol). Data

analisa gas darah pH 7,266 penurunan dengan rentang penurunan ( 7,310-

7,420), BE -2,4 mmol/l normal (-2+3 mmol/l), PCO2 40,6 mmHg normal

(27,0-100,0 mmHg), PO2 128,5 mmHg terjadi kenaikan dengan rentang

(70,0-100,0), hematokrit 45 % normal (37-50 %), HCO3 20,3 mmol/l

penurunan dengan rentang penurunan (21,0-28,0 mmol/l), total CO2 20,5

mmol/l normal (19,0-24,0), O2 saturasi 98,7 % (94,0-98,0 %). Berdasarkan

hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui kadar hemoglobin Ny. D

mengalami penurunan. Dalam teori hemoglobin berfungsi sebagai penyimpan

dan pengangkut oksigen. Proses penghantaran oksigen ke organ atau jaringan

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor hemodinamik berupa cardiac output

serta distribusinya, kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah yaitu

konsentrasi Hb dan oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi oksigen antara

darah arteri dan vena, oleh karena itu kapasitas penghantar oksigen akan

menurun jika kadar Hb < 7 g/dl (Paniselvan, 2011:38).

Pasien pada tanggal 11 – 12 April 2014 mendapatkan terapi infus

NaCl 0,9% 12 tpm. Injeksi aminophilin 360 mg intravena. Aminophilin

merupakan golongan teofillin efilendiamin atau obat untuk saluran

pernafasan, terdiri dari furosemid 360 mg, yang diberikan pada pasien asma

bronkhial dan asma cardial dan kejang koroner pernafasan(ISO, 2011:492).

Obat oral N. Aseptil sistein 200mg golongan N. Acetyne 200 mg obat untuk

saluran pernafasan fungsinya untuk meredakan batuk dan menurukan demam

(ISO, 2011/2014). Ceftriaxone merupakan antimikroba golongan sefalosporin

Page 83: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

71

yang terdiri dari seftriakson 1 gr, diberikan pada pasien dengan infeksi yang

disebabkan oleh bakteri patogen pada saluran napas, sepsis, jaringan lunak,

intra abdominal, dan infeksi pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh

(ISO, 2011/2014 : 148). Aspilet 3 x 80 mg. Aspilet merupakan golongan

analgesik non narkotik yang terdiri dari asetosal 80 m, diberikan pada pasien

diberikan pada pasien dengan demam, sakit kepala, rasa nyeri pada otot dan

sendi, sakit gigi (ISO, 2011:04). Captopril 3 x 12,5 mg. Captopril merupakan

golongan antihipertensi yang terdiri dari kaptopril tab 12,5 mg. Captopril

diberikan pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang (ISO,

2011:316). Dexamethasone obat peroral 5 mg, golongan kartikus teroid

fungsinya anti alergi, anti inflamasi dengan gangguan dermatologik dan

pernafasan (ISO, 2011:289).

B. Diagnosa masalah

Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan data pengkajian

pasien Ny. D dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan berhubungan mukus dalam jumlah berlebihan,

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

faktor biologis, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Diagnosa pertama ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan mukus dalam jumlah berlebih. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

merupakan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari

Page 84: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

72

saluran pernafasan untuk mempertahankan kebesihanjalan nafas (NANDA,

2013: 450). Mukus dalam jumlah berlebih selain karena infeksi, keadaan

tertentu yang bersifat kongenital atau difisiensi alfa-anti-protease inhibitor

akan menyebabkan bronkus terus menerus menghasilkan sekret

yangberlebihan (Danusantoso, 2013:211).

Pada Ny. D penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data

subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan batu-batuk, respirasi 29 kali per

menit, ekspirasi memanjang, terdapat otot bantu pernafasan, vokal fremitus

kanan kiri sama, terdengar sonor, dari hasil auskultasi terdengar suara ronkhi

di lobus 2 anterior sinestra, data pada Ny. D sesuai dengan teori, dimana

batasan karakteristik bersihaan jalan nafas tidak efektif adalah dispnea,

penurunan suara nafas, orthopnea, sianosis, kelainan suara nafas (ronkhi,

wheezing), kesulitan berbicara, batuk tidak efektif atau tidak ada, mata

melebar, produksi sputum, gelisah, perubahan frekuensi dan irama nafas

(NANDA, 2013:450). Maka dari data diatas penulis mengambil diagnosa

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan mukus dalam

berlebih.

Diagnosa kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas berhubungan

dengan hiperventilasi. Ketidakefektifan pola nafas adalah adalah insiparasi

atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat (NANDA,

2013:303). Hiperventilasi merupakan peningkatan jumlah udara yang masuk

ke dalam paru-paru karena kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik

untuk pembuangan karbon dioksida. Hiperventilasi ditandai dengan

Page 85: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

73

peningkatan denyut nadi, nafas pendek, dada nyeri dan penurunan konsentrasi

CO2 ( Jamilah, 2013:141).

Pada Ny. D penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data

subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan bertambah sesak saat posisi

terlentang, data objektif, respirasi 29 kali per menit, tampak penggunaan otot

bantu pernafasanter, vokal fremitus kanan kiri sama, terdengar sonor, dari

hasil auskultasi terdengar suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra.

Berdasarkan (Jamilah, 2013:141), data pada Ny. D sesuai dengan batasan

karakteristik ketidakefektifan pola nafas perubahan kedalaman pernafasan,

dispnea, ortopnea, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas, penurunan

tekanan inspirasi, penurunan tekanan ekspirasi, takipnea. Maka dari data

diatas penulis mengambil diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan hiperventilasi.

Diagnosa ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolik (NANDA, 2013:309). Faktor biologis karena

pasien mengalami sesak nafas, batuk dan produksi sputum tak berarti, maka

semakin lama semakin berat dan kehabisan nafas sehingga tidak napsu makan

dan tubuhnya keliatan kurus tak berotot (Price dan Wilson, 2006:739).

Pada Ny. D penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data

subjektif antropometri didapatkan data berat badan sebelum sakit 45 kg dan

selama sakit 41 kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh didapatkan data

Page 86: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

74

18,2 (kurang), biochemical didapatkan data pada tanggal 11 april 2014

Hematokrit 30% normal, hemoglobin 10 g/dl turun, clinical sign didapatkan

data mukosa bibir kering, turgor kulit kering, konjungtiva anemis, dietary

data pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan diit TKTP, nasi, lauk dan

buah, porsi habis 3 atau 4 sendok makan karena rasanya cepat kenyang. data

pada Ny. D sesuai dengan batasan karakteristik ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan faktor biologis adalah berat badan

menurun, cepat kenyang setelah mencerna makanan, membran mukosa pusat

(NANDA, 2013:308). Maka dari data diatas penulis mengambil diagnosa

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan faktor biologis.

Untuk menegakkan diagnosa yang keempat yaitu intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis

untuk melnjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang

harus atau yang ingin dilakukan (NANDA, 2013:280). Ketidakseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen menyebabkan intoleransi aktivitas karena

dengan pasien gagal jantung akan cepat merasa lelah hal ini terjadi akibat

curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan

suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil

metabolisme, perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan

kelemahan dan keletihan (Muttaqin, 2006:67).

Page 87: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

75

Pada Ny. D penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data

subjektif pasien mengatakan sesak nafas saat beraktivitas, mudah lelah dan

lemas sedangkan data objektif tekanan darah 160/120 mmHg, nadi 92 kali per

menit, respirasi 29 kali per menit, pasien tampak lemah, pasien berbaring

lemas, dari data aktivitas latihan didapatkan data makan atau minum,

berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan toileting dibantu orang

lain (nilai skore 2), ambulasi/ROM mandiri (nilai skore 0). Dari data yang

didapatkan sesuai dengan batasan karakteristik dari intoleransi aktivitas

menyatakan merasa lemah, merasakan letih, dispnea setelah beraktivitas,

ketidaknyamanan setelah beraktifitas, respon frekuensi jantung abnormal

terhadap aktivitas (NANDA, 2013:280).

C. Intervensi

Intervensi yang dilakukan penulis sesuai dengan NIC dan NOC,

kriteria hasil meliputi spesifik (jelas), measurable (dapat diukur), acceptance

(dapat diterima), rational (rasional), time (jelas waktunya).

Berdasarkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebih, penulis menyusun

rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperwatan

selama 2x24 jam bersihan jalan nafas efektif pola nafas menjadi efektif

dengan kriteria hasil tidak ada sesak, jalan nafas paten, dahak dapat keluar,

pernafasan teratur dengan respirasi 18-24 kali per menit. Hal ini sesuai

dengan teori dimana kriteria hasil yang ingin dicapai pada diagnosa

ketidakefektifan bersihan jalan napas antara lain mendemonstrasikan batuk

Page 88: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

76

efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea (mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah), menunjukkan jalan

nafas yang paten, mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat

menghambat jalan nafas (NANDA, 2013:297).

Berdasarkan NIC dan NOC intervensi yang dilakukan penulis dalam

mengatasi masalah Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan

adalah observasi tanda-tanda vital dan pola nafas dengan rasional untuk

mengetahui adanya suara nafas atau adanya bunyi tambahan (Smeltzer,

2002:607), intervensi selanjutnyaajarkan nafas dalam dan batuk efektif

dengan rasional untuk mengurangi sesak nafas dan mengencerkan dahak dan

mengeluarkan sekretyang ada di jalan nafas (Smeltzer, 2002:607). Intervensi

selanjutnya memberikan penjelasan kepada pasien tentang manfaat

melakukan nafas dalam dan batuk efektif dengan rasional untuk mengurangi

tingkat kecemasan dan menambah pengetahuan selain itu berguna bagi pasien

untuk mengatur pernapasan dan mengeluarkan dahak dengan batuk efektif

sehingga akan mengurangi sesak nafas (Smeltzer, 2002:607), intervensi

selanjutnya posisikan semi fowler dengan rasional pemberian posisi semi

fowler untuk membantu mengembangkan baru dan mengurangi tekanan dari

abdomen pada diafragma (Andriyani dkk, 2011). Intervensi selanjutnya

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dengan rasional untuk

memberikan kebutuhan oksigenasi pasien yang mengalami sesak nafas

(Smeltzer, 2002).

Page 89: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

77

Berdasarkan diagnosa keperawatan Pada Intervensi yang dilakukan

untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi, penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperwatan selama 2x24 jam pola nafas menjadi efektif

dengan kriteria hasil tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, bunyi nafas

tambahan tidak ada, pernafasan teratur dengan respirasi 18-24 kali per menit.

Hal ini sesuai dengan teori dimana kriteria hasil yang ingin dicapai pada

diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

adalah mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih, tidak ada

dispnea, menunjukkan jalan paten, tanda tanda vital dalam rentang (tekanan

darah, nadi, arteri).

Intervensi atau rencana keperawatan untuk diagnosa

ketidakseimbangan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yang akan

dilakukan adalah observasi pola nafas, irama dan usaha inspirasi, sesuai

dengan teori tindakan ini dilakukan untuk mengetahui respirasi, bunyi nafas

dan letak sekret pada pasien PPOK (Smeltzer, 2002:607).

Intervensi yang kedua yaitu ajarkan latihan pernafasan diafragma.

Dalam teori latihan ini dilakukan untuk memperbaiki fungsi alat pernafasan

dan melatih penderita mengatur pernafasan (holloway, ram, 2004). Windarti

(2013:03) dalam jurnal pengaruh diaframatic breathing exercise terhadap

peningkatan kualitas hidup penderita asma dengan cara melibatkan 7

responden dengan pre post test, penelitian ini di lakukan selama 1 bulan

dengan berfokus kepada kualitas hidup penderita asma dan hasil

Page 90: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

78

menunjukkan setelah diberikan diaframatic breathing exercise terjadi

peningkatan kualitas hidup dari sedang ke tinggi, dimana kualitas hidup

dihubungkan dengan gejala episodeik berulang berupa mengi, sesak nafas,

dan terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan dini hari. Pemberian

breathing exercise pada pasien PPOK juga mampu menurunkan kejaadian

sesak napas, dimana pemberian latihan dilakukan dengan cara

menggabungkan latihan pernafasan diafragma, menggerutkan bibir, dan

pernapasan yoga, hasil menunjukkan pernapasan dapat mengubah perekrutan

otot pernafasan yang akan mengurangi dispnea, mengurangi hiperinflasi,

meningkatkan pernafasan pada kinerja otot dan mengoptimalkan gerak

thoraco-abdominal (Holland, 2008:44).

Intervensi yang ketiga yaitu beri penjelasan kepada pasien tentang

manfaat melakukan latihan pernafasan diafragma dalam teori untuk

mengurangi rasa cemas dan menanambah pengetahuan (Wilkinson, 2006:55).

Intervensi keempat beri posisi semi fowler dalam teori pemberian posisi semi

fowler untuk membantu mengembangkan baru dan mengurangi tekanan dari

abdumen pada diafragma (Andriyani dkk, 2011:5).

Berdasarkan diagnosa keperawatan Pada Intervensi yang dilakukan

untuk diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan faktor biologis dengan tujuan kekurangan

nutrisi dapat teratasi, penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan

setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 2x24 jam kekurangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh dapat tertasi dengan kriteria hasil adanya

Page 91: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

79

peningkatan berat badan pasien (BB) mencapai 2-3 kg, nafsu makan

meningkat, mukosa lembab, asupan nutrisi adekuat Hal ini sesuai dengan

teori dimana kriteria hasil yang ingin dicapai pada diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan faktor

biologis adalah adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, berat

badan sesuai dengan tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan

nutrisi, tidak ada tanda-tanda mal nutrisi, hasil laboratorium menyatakan

albumin dan hemoglobin (Hb) dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda mal

nutrisi.

Intervensi kaji adanya pola makan. Dalam teori pengkajian di lakukan

untuk mengetahui kebiasaan makan dan jenis makanan (Wilkinson,

2006:321). Intervensi selanjutnya anjurkan makan sedikit tapi sering, dalam

teori tindakan ini memungkinkan pasien mengkomsunsi kalori dan

karbonhidrat dan protein yang adekuat (Wilkinson, 2006:322), kemudian beri

penjelasan tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang kaya protein,

vitamin, dan mineral dan karbonhidrat yang adekuaat, dalam teori nutrisi

berperan sebagai sumber membangun jaringan dan mengatur proses

metabolisme (Wilkinson, 2006:322). Kolaborasi dengan ahli nutrisi dalam

pemberian diit TKTP. Dalam teori menentukan TKTP dalam teori

peningkatan asupan protein dapat membantu perbaikan, berikan vitamin

sesuai indikasi, anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah yang

disukai oleh pasien jika tidak ada kontra indikasi, kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan diit yang tepat (Somantri, 2009:73).

Page 92: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

80

Berdasarkan tujuan dari dignosa intoleransi aktivitas berhubungaan

dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dilakukan

2x24 jam di harapkan aktivitas dapat ditoleransi kriteria hasil: tanda-tanda

vital dalam batas normal. Dalam teori bantu untuk memilih aktivitas

konsisten yang sesui dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial

(NANDA, 2013:280). pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri.

Dalam teori membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

di lakukan oleh pasien (NANDA, 2013:280) dapat mentoleransi aktivitas,

pasien tampak segar.

Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan

adalah observasi vital sign dan kemampuan aktivitas pasien dengan rasional

untuk mengetahui tingkat kemampuan dan aktivitas yang di miliki, bantu

pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan rasional untuk

mencegah terjadinya kelemahan otot, anjurkan keluarga untuk memenuhi

ADL, untuk memenuhi ADL pasien, anjurkan pasien untuk bedtrest dengan

rasional untuk menghemat energi (Smeltzer, 2002: 608).

D. Implementasi

Tindakan yang dilakukan pada Ny. D sesuai dengan intervensi yang

telah disusun pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan mukus dalam jumlah yang berlebih. Tindakan yang dilakukan

antara lain mengauskultasi bunyi paru, memberi penjelasan kepada pasien

sebelum dan sesudah melakukan nafas dalam dan batuk efektif dan

memposisikan posisi semi fowler. Dalam teori pemberian nafas dalam dan

Page 93: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

81

batuk efektif berguna untuk mengurangi sesak nafas dan mengencerkan dahak

serta mengeluarkan sekret yang ada di jalan nafas, sedangkan auskultasi

dilakukan untuk mengetahui adanya suara nafas atau adanya bunyi

tambahan. Dalam teori pemberian posisi semi fowler dilakukan untuk

membantu mengembangkan baru dan mengurangi tekanan dari abdumen pada

diafragma (Andriyani, ddk, 2011:05).

Tindakan yang dilakukan pada Ny. D untuk diagnosa kedua penulis

sesuaikan dengan rencana keperawatan dalam intervensi pada diagnosa

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Tindakan

pada hari pertama tanggal 11 april pada jam 11.30 wib penulis melakukan

observasi pola nafas, irama dan usaha respirasi, dari hasil implementasi yang

dilakukan didapatkan data respon subjektif pasien mengatakan lemah dan

sesak nafas, respon objektifnya pasien tampak lemah, terpasang O2, tekananan

darah 160/120 mmHg, respirasi 29 kali per menit, suhu 36,8 oC dan nadi 92

kali per menit. Dalam teori pemeriksaan pola nafas berfungsi untuk

mengetahui pola nafas dan letak adanya bunyi tambahan yang ada gangguan

(Smeltzer, 2002:607). Pada jam 11.30 wib di lakukan tindakan

mengauskultasi bunyi paru dengan hasil pemeriksaan respon subjektif pasien

mengatakan sesak nafas dan data objektifnya terdapat bunyi ronkhi di lobus 2

anterior sinistra, respirasi 29 kali. Dalam teori pemeriksaan auskultasi sering

di dapatkan bunyi nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan

obstruksi pada bronkhiolus (Muttaqin, 2006:66).

Page 94: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

82

Penulis melakukan implementasi selanjutnya pada jam 12.05 wib,

untuk mengatasi permasalahan nafas pada pasien, dengan mengajarkan

pelatihan diafragma, hasil pemberian latihan menunjukkan respon respon

subjektif pasien mengatakan sesak nafas bertambah sesak bila posisi

terlentang dan respon objektifnya pasien terlihat lebih rileks dan respirasi 29

kali per menit. Dalam teori tindakan menurut Nursalam (2003) dalam jurnal

Prihandiono (2010:05) mengajarkan latihan pernafasan diafragma merupakan

suatu proses pernafasan secara konsentrasi merasakan udara masuk melalui

hidung kedalam tubuh kemudian keluarkan dari mulut yang dilakukan dengan

posisi nyaman dan berbaring dengan rileks dan menutup mata, serta

melonggarkan pakaian disekitar leher dan pinggang. Pernafasan diafragma ini

memerlukan konsentrasi dan kenyakinan yang memusatkan perhatian hanya

dengan pernafasan.

Mengajarkan latihan pernafasan diaframa dalam teori latihan ini

berguna untuk memperbaiki pola nafas yang salah, dan cenderung

menggunakan pernafasan dada atas dan pengempisan perut saat inspirasi.

Ketika pasien di ajarkan teknik pernafasan diafragmatik sangat berguna

karena dapat meningkatkan sirkulasi dan pernafasan terkontrol. Windarti

(2013) dalam jurnal pengaruh diaframatic breathing exercise terhadap

peningkatan kualitas hidup penderita asma dengan cara melibatkan 7

responden dengan pre post test, penelitian ini di lakukan selama 1 bulan

dengan berfokus kepada kualitas hidup penderita asma dan hasil

menunjukkan peningkatan dari sedang ke tinggi. Penulis di sini melakukan

Page 95: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

83

latihan pernafasan diafragma terhadap Ny. D dengan cara pertama: inspirasi,

menarik udara masuk ke dalam baru melalui saluran hidung, kemudian fase 2:

beri sedikit jeda sebelum mengeluarkan udara dari paru, selama 3 detik

berikutnya yang akan menimbulkan daya leting elastisitas dinding paru

melalui saluran masuknya udara tersebut, kemudian fase 3: ekspirasi,

mengeluarkan udara dari paru tmelalui saluran masuknya udara tersebut,

kemudian fase 4: beri jeda kembali selam 2 detik setelah mengeluarkan udara

sebelum mulai menghirup nafas kembali, kemudian pernafasan diafragma

dilakukan selama 5 atau 15 menit setiap kali, satu atau dua sehari selam dua

minggu, langkah –langkah yang diambil penulis disesuaikan dengan jurnal

Prihadiono dkk (2010), dimana langkah pemberian latihan pernapasan

diafragma dilakukan seperti uraian diatas. Hasilnya pasien masih mengatakan

masih sesak nafas dengan respirasi 25 kali per menit, karena pengelolaan

penulis hanya 2 hari maka hasilnya belum maksimal.

Pada hari kedua tanggal 12 april 2014 implementasi pada jam

mengobservasi tanda vital dan mengauskutasi bunyi paru. Dengan data

respon subjektif pasien mengatakan masih sesak nafas dan respon objektif

terdengar bunyi ronkhi di lobus 2 anterior sinestra, tekanan darah 130/90

mmHg, respirasi 28 kali per menit, suhu 36,8 oC , nadi 89 kali per menit.

Dalam teori pemeriksaan pola nafas berfungsi untuk mengetahui pola nafas

dan letak adanya bunyi tambahan yang ada gangguan (Smeltzer, 2002:607),

sedang implementasi pada auskultasi dapatkan adanya bunyi nafas paru yang

berupa ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan (Muttaqin, 2006:66).

Page 96: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

84

Implementasi selanjutnya pada jam 09.00 wib memberi injeksi

aminophilin 360 mg dengan respon subjektif pasien bersedia di berikan

injeksi dan respon objektif obat sudah masuk melalui intra vena. Dalam teori

pemberian aminophilin sangat berguna karena unuk mengurangi rasa sesak

(ISO, 2011:492). Implementasi selanjutnya pada jam 09.15 mengajarkan

latihan pernafasan diafragma dengan respon subjektif pasien mengatakan

sesak nafas dan respon objektif pasien terlihat mempraktekkan latihan

pernafasan diafragma dengan respirasi 28 kali per menit. Tindakan

pernafasan diafragma yaitu pernafasan yang bertujuan untuk melatih cara

bernafas karena ketika terjadi sesak nafas pasien cenderung tegang yang

membuat pasien tidak dapat mengatur pernafasannya sehingga

mengakibatkan bertambah penyempitan pernafasan dibronkus, dan setelah di

lakukan latihan pernafasan pasien mengalami penurunan dari 29 ke 26 kali

per menit.

Implementasi selanjutnya pada jam 10.25 wib mengobservasi vital

sign dan mengauskultasi bunyi paru dengan respon subjektif pasien masih

merasa sesak nafas, respon objektif terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior

sinestra, tekanan darah 120/80 mmHg, respirasi 26 kali per menit, nadi 84

kali per menit, suhu 36, 1o

C. Dalam teori pemeriksaan pola nafas berfungsi

untuk mengetahui pola nafas dan letak adanya bunyi tambahan yang ada

gangguan (Smeltzer, 2002:607), sedang implementasi pada auskultasi

dapatkan adanya bunyi nafas paru yang berupa ronkhi dan wheezing sesuai

tingkat keparahan (Muttaqin, 2006:66). Implementasi selanjutnya pada hari

Page 97: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

85

yang sama pada jam 11.30 penulis kembali mengajarkan latihan pernafasan

diafragma dengan respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas mulai

berkurang, respon pasien tampak rileks, respirasi 25 kali per menit dan

setelah di lakukan latihan pernafasan, respirasi pasien mengalami penurunan

dari 26 ke 25 kali per menit.

Implementasi selanjutnya pada jam 13.00 wib memberikan posisi

semi fowler dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia di posisikan

semi fowler data objektif pasien tampak rileks. Dalam teori membantu

mengembangkan baru dan mengurangi tekanan dari abdumen pada diafragma

(Andriyani, 2011:05).

Tindakan yang dilakukan pada Ny. D penulis lakukan sesuai dengan

intervensi pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Tindakan dilakukan dalam 2 hari

pengelolaan, implementasi tersebut antara lain mengobservasi polamakan,

menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering, menganjurkan pasien

makanan apa yang boleh di makan sesuai dengan diit TKTP, menganjurkan

pasien untuk sedikit makan tapi sering, berikan vitamin sesuai indikasi,

anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah yang disukai oleh

pasien jika tidak ada kontra indikasi. Dalam teori mengatasi masalah nutrisi

dilakukan agar pasien mengkonsumsi kalori dan karbohidrat dan protein yang

adekuat dan mengetahui kebiasan pasien makan dan jenis makan (wilkinson,

2006:321). Nutrisi berperan sebagai sumber membangun jaringan untuk

mengatur proses metabolisme tubuh (Wilkinson, 2006:322)

Page 98: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

86

Tindakan yang dilakukan pada Ny. D penulis sesuaikan dengan

rencana keparawatan pada diagnosa intolerensi aktivitas berhubungan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Implementasi

dilakukan selama 2 hari pengelolaan, implementasi tersebut antara lain

mengkaji aktivitas pasien, mengajurkan pasien untuk mengubah posisi secara

berkala, anjurkan keluarga untuk memenuhi ADL, menganjurkan pasien

untuk bedrest di tempat tidur. Dalam teori mengatasi maslah aktivitas

dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan dan aktivitas yang di miliki

pasien dan untuk mengetahui tingkat kemampuan dan aktivitas yang di miliki

pasien, selain itu untuk mencegah terjadinya kelemahan otot, untuk

memenuhi ADL pasien perlu dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah

aktivitas pasien (Smeltzer, 2002:608).

E. Evaluasi

Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11

april untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan mukus dalam jumlah yang berlebih adalah pasien mengatakan sesak

nafas dan batuk tidak efektif, objektif terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior

sinestra, terpasang oksigen 3 liter per menit, untuk menindak lanjuti hal

tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan

observasi vital sign, ajarkan teknik nafas dalam, ajarkan batuk efektif,

memposisikan semi fowler. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan

penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan

nafas Ny. D, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dimana

Page 99: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

87

pemberian latihan pemberian diafragma di lakukan baru sekali dan pasien

belum terlalu mengerti apa yang di ajarkan oleh penulis.

Evaluasi pada tanggal 12 april 2014 untuk diagnosa ketidakefektifan

bersihan jalan nafas belum teratasi karena pasien mengatakan masih sesak

nafas dan batuk tidak efektif, objektif terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior

sinestra, sekret sudah keluar, respirasi 25 kali per menit, untuk menindak

lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi

dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu observasi vital sign,

ajarkan tarik nafas dalam, beri posisi semi fowler dan ajarkan batuk efektif.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya

mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ny. D, hal ini

disebabkan karena keterbatasan penulis yang hanya mengelola 2 hari.

Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11

April 2014 pada pukul 14.45 wib untuk diagnosa ketidaefektifan pola nafas

berhubungan dengan hiperventilasi adalah pasien mengatakan sesak nafas dan

bertambah sesak saat posisi terlentang, obyektif terdapat suara ronkhi di lobus

2 anterior sinestra, terdapat penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi

memanjang, respirasi 29 kali per menit, untuk menindak lanjuti hal tersebut,

telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan observasi ttv,

ajarkan latihan pernafasan diafragma, mengauskultasi bunyi paru. Tindakan

keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi

masalah ketidakefektifan pola nafas Ny. D, hal ini disebabkan karena

keterbatasan penulis dimana pemberian latihan pemberian diafragma di

Page 100: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

88

lakukan baru sekali dan pasien belum mengerti bagaimana melakukan latihan

pernafasan diafragma.

Evaluasi pada tanggal 12 april 2014 pada jam 14.15 wib untuk

diagnosa ketidakefektifan pola nafas belun teratasi karena pasien belum

mengerti tentang latihan pernafasan diafragma di dukung pasien mengatakan

sesak nafas dan bertambah sesak saat posisi terlentang dengan objektif

terdapat bunyi ronkhi di lobus 2 anterior sinestra, respirasi 25 kali per menit,

terdapat penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi memanjang. untuk

menindak lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan untuk melanjutkan

intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu observasi vital

sign, kaji bunyi paru, ajarkan latihan pernafasan diafragma. Tindakan

keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi

masalah ketidakefektifan pola nafas Ny. D, hal ini disebabkan karena

keterbatasan penulis dimana pemberian terapi hanya berlangsung selama 2

hari dan pasien belum terlalu mengerti tentang pernafasan diafragma, namun

penurunan respirasi belum sesuai dengan jurnal, dimana dalam jurnal

pemberian latihan diafragma akan menurunkan periode sesak napas dan

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan pengukuran selama 1 bulan.

Evaluasi pada tanggal 11 april 2014 untuk diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

faktor biologis adalah pasien mengatakan tidak nafsu makan, cepat merasa

kenyang dan hanya makan 3 sendok, objektifnya pasien tampak lemah,

konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, untuk menindak lanjuti hal

Page 101: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

89

tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan beri

penjelasan pentingnya mengkonsumsi karbonhidrat (TKTP), anjurkan makan

sedikit tapi sering, timbang berat badan. Tindakan keperawatan yang telah

dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hal ini disebabkan karena keterbatasan

penulis dimana pasien sesak nafas jadi untuk makan pasien tidak mau, hanya

mau minum kalau di paksa.

Evaluasi hari sabtu pada tanggal 12 april 2014 untuk diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, dengan subjektif pasien

mengatakan sudah sudah mau makan 5 sendok, untuk menindak lanjuti hal

tersebut telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan

pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu anjurkan untuk makan sedikit

tapi sering, beri penjelasan tentang pentingnya makan karbohidrat, timbang

berat badan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum

sepenuhnya mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh Ny. D hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis yang

hanya mengelola 2 hari.

Evaluasi pada tanggal 11 april untuk diagnosa keperawatan intoleransi

aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen adalah pasien mengatakan badannya masih lemah,

ADLnya di bantu oleh anaknya. Objektif pasien tampak lemah dan hanya

berbaring di tempat tidurnya, pasien tampak makan di suapi ananknya dan

buang air kecil di abntu olehanaknya, untuk menindak lanjuti hal tersebut,

Page 102: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

90

telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan observasi vital

sign, observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu untuk mengubah posisi

secara berkala dan anjurkan keluarga pasien untuk membantu dalam

ADLnya. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum

sepenuhnya mengatasi masalah intoleransi aktivitas pasien, hal ini disebabkan

karena keterbatasan penulis dimana pasien mengalami sesak nafas dan

bertambah sesak bila posisi terlentang.

Evaluasi pada tanggal 12 april 2014 untuk diagnosa intoleransi

aktivitas belum tertasi, dengan subjektif Pasien mengatakan masih lemah,

ADLnya masih di bantu, objektif pasien tampak tiduran di tempat tidur,

tekanan darah 120/80 mmHg, respirasi 25 kali per menit, suhu 36,2 oC, nadi

89 kali per menit, untuk menindak lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan

untuk melanjutkan intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan

yaitu observasi vital sign, observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu

pasien untuk mengubah posisi, anjurkan keluarga dalam ADL penderita.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya

mengatasi masalah intoleransi aktivitas Ny. D, hal ini disebabkan karena

keterbatasan penulis yang hanya mengelola 2 hari.

Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi

kepada pihak lain sehingga dapat memperluas pengetahuan tentang penyakit

penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan penatalaksanaannya. Walaupun

dalam penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan, tetapi

dengan kekurangan tersebut penulis mandapatkan masukan dari pihak lain

Page 103: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

91

sehingga penulis mampu melengkapinya dan menjadikannya lebih sempurna

serta dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis.

Page 104: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnose,

implementasi dan evaluasi tentang pemberian diafragmatik breathing exercise

terhadap penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny. D dengan Penyakit

paru Obstruksi Kronik di ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta secara

metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan

A. KESIMPULAN

Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian pada Ny. D diperoleh data pasien mengeluh sesak nafas saat

beraktivitas dan tampak penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar

suara ronkhi di lobus 2 interior sinestra, respirasi 29 kali per menit

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny. D adalah

Ketidaksefektifan bersihan jalan nafas berhubungan mucus dalam jumlah

berlebih, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktor bilogis, intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Page 105: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

93

3. Intervensi

Intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ny. D,

observasi vital sign dan pola nafas, ajarkan nafas dalam dan batuk efektif,

beri penjelasan pada pasien tentang manfaat melakukan nafas dalam dan

batuk efektif, beri posisi semi fowler, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian O2. Intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas

pada Ny. D yaitu observasi pola nafas, irama, dan usaha, ajarkan latihan

pernafasan diafragma, beri penjelasan kepada pasien tentnang manfaat

melakukan latihan pernafasan diafragma, beri posisi semi fowler.

Intervensi untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh pada Ny. D yaitu kaji pola makan, anjurkan pasien

untuk sedikit makan tapi sering, beri penjelasan kepada pasien tentang

pentingnya mengkonsumsi makananyang kaya protein, minera, vitamin,

karbonhidrat yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian

diit TKTP.

4. Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. D penulis lakukan sesuai

dengan di intervensi yang telah disusun sebelumnya.

5. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan selama dua hari sudah dilakukan secara

komprehensif dengan acuan Rencana Asuhan Keperawatan, serta telah

berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi

keadaan pasien dengan kriteria hasil belum tercapai, diagnosa

Page 106: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

94

ketidakefektifan bersihan berhubungan mukus dalam jumlah berlebih

pada Ny. D belun teratasi intervensi dilanjutkan dengan pendelegasian

kepada perawat ruangan dengan observasi vital sign, ajarkan teknik nafas

dalam, ajarkan batuk efektif dan posisikan semi fowler.

Pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi hasil evaluasi dengan kriteia hasil belum tercapai, maka

hambatan mobilitas fisik pada Ny. D belum teratasi intervensi dilanjutkan

dengan pendelegasian kepada perawat ruangan dengan Observasi vital

sign, ajarkan latihan diafragma, mengauskultasi bunyi paru.

Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan faktor biologis hasil evaluasi keadaan pasien

dengan kriteria hasil belum tercapai, sehingga ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi dan intervensi dilanjutkan

dengan pendelegasian kepada perawat ruangan dengan beri penjelasan

tentang pentingnya mengkonsumsi karbonhidrat (TKTP), anjurkan makan

sedikit tapi sering, timbang berat badan.

6. Analisa

Hasil pengaruh pemberian diaframatic breathing exercise terhadap

penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny. D dengan diagnosa

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yaitu

pasien mengatakan sesak nafas dan bertambah sesak saat posisi terlentang

dengan data objektif terdengar bunyi ronkhi di lobus 2 anterior sinestra,

tampak penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi memanjang dan

Page 107: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

95

respirasi 25 kali per menit. Sesuai dengan penelitian yang di lakukan

Windarti (2011) dengan pemberian diafragmatic breathing exercise

terhadap peningkatan kualitas hidup penderita asma mampu

meningkatkan kualitas hidup penderita asma. Kualitas hidup dalam

penelitian ini dihubungkan dengan timbulnya gejala episodeik pada

pasien asma yang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-

batuk terutama malam atau dini hari. Pada asuhan keperawatan Ny. D

dengan penyakit paru obstruksi kronik mengalami penurunansesak napas

setelah diberikan diafragmatic breathing exercise dimana respirasinya

menunjukkan penurunan dari 29 ke 25 kali per menit, namun hasil ini

belum maksimal, karena pasien masih tampak menggunakan alat bantu

pernafasan dan masih terdengar dari suara ronkhi di lobus 2 interior

sinestra

B. SARAN

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai

berikut :

1. Bagi rumah sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal dan

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dalam

pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa

Page 108: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

96

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam

melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.

3. Bagi pembaca

Diharapkan pembaca menjadi lebih mengerti tentang penyakit paru

obstruksi kronik.

4. Bagi penulis selanjutnya

Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu lebih

efektif, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien

secara optimal.

Page 109: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

97

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, dkk .2011. Keefektifian Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan

Sesak Nafas Pasien Asma Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Dr.

Moewardi

Surakarta.Jurnal.http://www.jurnal.stikesaisyiyah.ac.id/index.php/gaster/articl

e/view/29/26.Diakses tanggal 8 April 2014.

Ardiyansyah, Muhamad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Cetakan Pertama.

DIVA Press (Anggota IKAPI). Jogjakarta

Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik : Perhimpunan Dokter Spesialis Dalam

Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Branshers, Valentina. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan

Manajemen.EGC : Jakarta

Danusantoso, Halim. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Edisi 2. EGC: Jakarta

Dermawan, Deden .2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja.

Gosyen Publising. Yogyakata.

Francis, caia. 2008. Perawatan respiratori. Erlangga: Jakarta.

Holland, dkk. 2012. Breathing exercises for chronic obstructive pulmonary disease

(Review). Jurnal.

onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.../pd..Diakses pada tanggal 27

maret 2014

Ikawati, zullies. 2007. Farnakologi Penyakit Sistem Pernafasan. Pustaka Adipura.

Yogyakarta

ISO. 2010. Iso_Informasi Spesialis Obat Indonesia, Penerbit ikatan Apoteker Indonesia :

Jakarta.

Jamilah, andi siti. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia, Binarupa Aksara

Publisher :Jakarta

Kendall. 2013. Sinopsis Organ System Pulmonologi, Karisma Pubishing Group : Jakarta

Morton, dkk. 2011. Critical CarevNursing: A Holistic Approach Keperawatan Kritis.

Volume 1. EGC: Jakarta.

Murwani, Arita. 2012. Perawatan Pasien Penyakit dalam, Gosyen Publishing:

Yogyakarta

Muttaqin, arif. 2006. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pernafasan,

SalembaMedika : Jakarta.

NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC. Media

Hardi : Yogyakarta.

Page 110: PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING EXERCISEdigilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/17/01-gdl-nurwahyuut... · nim. p11 044 program studi diii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan

98

Paniselvam, Paramasundari. 2011. Hubungan derajat Gagal Jantung kronis Dengan

Derajat anemia Di Rumah Sakit Umum Pusat haji Adam Malik Medan. Karya

Tulis Ilmiah.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31664/8/Cover.pdf. Diakses

tanggal 26 Maret 2014.

Perry, AnneGriffin. 2005. Buku Saku Keterampilan & Prosedur Dasar. EGC : Jakarta

Pranowo.2010. Efektivitas Batuk Efektif Dalam PengeluaranSputum untuk Penemuan

BTA pada Pasien TB paru Di ruang rawat inap rumah sakit mardi Rahayu

Kudus.Karya Tulis Ilmiah. http://eprints.undip.ac.id/10476/1/artikel.pdf.

Diakses pada tanggal 28 maret 2014

Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit, EGC: Jakarta

Prihandiono, Aryani, Yuli. 2010. Pengaruh tehnik relaksasi pernafasan diafragma

terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di instalasi

rawat jalan jantung rsud dr. Harjono ponorogo.Jurnal Keperawatan.

apps.um-surabaya.ac.id/jurnal/download.php?id=158.Diakses tanggal 25

maret 2014

Priyanto. 2010. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Pengaruh Fungsi Ventilasi

Oksigenasi Paru Pada Klien Post Ventilasi

Mekanik.Tesis.http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20284827-

T520PRIYANTO.pdf. Diakses tanggal 3 April 2014

Smeltzer. 2002. Keperawatan medikal Bedah Brunner dan Suddart. Volume 1. EGC.

Jakarta

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan, Salemba Medika : Jakarta

Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing : Jakarta

Suradi. 2007. Pengaruh rokok pada penyakit paru obstruksi konik. Jurnal keperawatan.

si.uns.ac.id/profil/.../pengukuhan_suradi.pdf. Diakses 5 april 2014

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Salemba

Medika: Jakarta

Wilkinson. 2006. Buku saku diagnosa keperawatan. EGC : Jakarta

Williams dan Wilkins. 2011. Nursing The Series For Clinical Exellence: Memahami

Berbagai Macam Penyakit, Indeks: Jakarta

Windarti, rini. 2011. Pengaruh diafragmatic breathing exercise terhadap peningkatan

kualitas hidup penderita asma. Karya Tulis Ilmiah.

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3340/3.%20RIN

I%20WIDIARTI.pdf?sequence=1.Diakses tanggal 6 April 2014