SDM
-
Upload
erik-juniartha -
Category
Documents
-
view
26 -
download
1
description
Transcript of SDM
27
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Daya Organisasi
Menurut Aditama (2003), Sumber Daya Organisasi adalah : (1) tenaga; (2)
uang/ dana; (3) peralatan / sarana; (4) prosedur kerja.
Seperti halnya manajemen perusahaan, dibidang kesehatan juga dikenal
berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya
yang dikelola. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia),
keuangan (manajemen keuangan), logistik obat dan peralatan (manajemen logistik),
pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan, dan sistem informasi
manajemen dan sebagainya).
Untuk masing-masing bidang tersebut juga dikembangkan manajemen yang
spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokoknya. Penerapan manajemen
pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan rumah sakit merupakan upaya
untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
unit pelayanan kesehatan tersebut yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi
secara efektif, efisien, rasional (Muninjaya, 2004).
2.1.1 Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh
karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan
Universitas Sumatera Utara
28
efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan
manajemen sumber daya manusia (Hariandja, 2002).
SDM kesehatan menurut SKN 2004 adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya perencanaan, pendidikan, dam pelatihan serta pendayagunaan tenaga
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara itu, SDM kesehatan
menurut PP No. 32/1996 adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang
kesehatan, baik untuk jenis tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan
upaya kesehatan (Adisasmito, 2007).
Menurut Forsyth yang dikutip Soeroso (2003), kegiatan manajemen SDM
meliputi proses perencanaan, perekrutan dan seleksi, pengorganisasian tim,
pengembangan karyawan agar mampu dan tetap mampu bekerja secara efektif,
memotivasi karyawan agar mau bekerja serta membuat keputusan dalam rangka
mengendalikan kegiatan dan memperbaiki perencanaan bila diperlukan.
Tujuan manajemen SDM adalah untuk meningkatkan dukungan sumber
daya manusia dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi dalam rangka
mencapai tujuan. Secara lebih operasional (dalam arti yang dapat diamati/diukur)
untuk meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi tingkat absensi, mengurangi
tingkat perputaran kerja, atau meningkatkan loyalitas para pegawai pada organiasi.
Selanjutnya, apa yang dilakukan organisasi dalam upaya mencapai tujuan
tersebut dan mengapa itu harus dilakukan, berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas
Universitas Sumatera Utara
29
manajemen SDM secara umum dapat dikatagorikan sebagai berikut (Hariandja,
2002):
a. Persiapan dan pengadaan
b. Pengembangan dan penilaian
c. Pengkompensasian dan perlindungan, dan
d. Hubungan-hubungan kepegawaian.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang
kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan disebutkan bahwa dalam
memantapkan sistem manajemen SDM kesehatan perlu dilakukan peningkatan dan
pemantapan perencanaan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan dan
pemberdayaan profesi kesehatan (Adisasmito, 2007).
Sebagaimana penjelasan sebelumnya kinerja SDM dapat dipengaruhi oleh
kemampuan SDM dan Motivasi SDM. Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir
atau dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya.
Beberapa pegawai, meskipun termotivasi dengan baik sama sekali tidak mempunyai
kemampuan atau ketrampilan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan
ketrampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu.
Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality
yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan sebagaimana menurut Keith
Davis yang dikutip Mangkunegara (2005), Ability = Knowledge x Skill.
Universitas Sumatera Utara
30
2.1.1.1 Umur
Umur menurut Gipson (1994) berpengaruh terhadap kinerja individu dimana
pada usia 40-54 tahun individu memasuki tahap perawatan yang ditandai dengan
usaha stabilisasi dari hasil usaha masa lampaunya. Pada tahap ini individu
membutuhkan penghargaan, sebahagian individu merasa tidak nyaman secara
psikologi pada masa ini yang diakibatkan oleh pengalaman kritis dimasa karirnya
dimana indivisu tidak mencapai kepuasan dalam masa kerjanya, kesehatan yang
buruk dan perasaan khawatir akan masa kerjanya. Sehingga sebahagian individu
merasa tidak membutuhkan peningkatan kinerja sampai dengan masa penarikan.
2.1.1.2 Pengetahuan SDM
Pengetahuan menurut Soejitno (2001) adalah keadaan mengetahui,
mengenal fakta, kebenaran atau keadaan. Menurut Keraf dan Dua (2001), ilmu
pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang telah disusun secara
sistematis, metodologis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ilmu
pengetahuan berupaya untuk menjelaskan berbagai peristiwa di jagad raya ini secara
logis dan sistematis atau untuk menjelaskan sebab dan akibat dari peristiwa yang
terjadi.
Dari batasan-batasan tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan meliputi
aspek atau objek yang sangat luas, dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
kebutuhan, pengalaman serta tinggi rendahnya informasi tentang objek tersebut
dilingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
31
2.1.1.3 Ketrampilan SDM
Dalam pengukuran kinerja, perlu diidentifikasikan berdasarkan
kompetensinya. Kompetensinya SDM adalah Kompetensi yang berhubungan dengan
pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang
berpengaruh langsung terhadap kinerjanya (Mangkunegara, 2005).
Organisasi memperkerjakan orang karena ketrampilan mereka, dan biasanya
ditempatkan pada pekerjaan berdasarkan ketrampilannya. Untuk mencapai kinerja
yang tinggi dibutuhkan jenis keterampilan dengan keahlian tehnis, selain
keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan serta keterampilan
interpersonal. Kombinasi tepat dari ketiganya merupakan hal penting, karena bila
hanya satu keterampilan yang menonjol dapat menurunkan kinerja (Robbins, 2002).
2.1.1.4 Motivasi SDM
Motivasi ialah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang
ada dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku (Gibson, 1997).
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap
positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan
sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan
motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain
hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan
kondisi kerja (Mangkunegara, 2005).
Universitas Sumatera Utara
32
Berdasarkan kompleksitas faktor motivasional, sejumlah pandangan atau
teori tentang motivasi ditemukan, diantaranya : (1) Drive reduction theory
mengatakan bahwa motivasi didorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer
(lapar, haus) dan kebutuhan sekunder (berprestasi). (2) Arousal theory mengatakan
bahwa setiap orang memiliki dorongan untuk melakukan kegiatan untuk memiliki
tantangan tertentu, yang mengakibatkan seseorang menjadi suka dan senang
melakukannya. (3) Incentive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh
rangsangan eksternal. (4) Cognitive theori mengatakan motivasi dipengaruhi oleh
intrinsic motivation, yaitu aktivitas untuk mencari kesenangan, bukan demi Reward,
dan extrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada reward nyata
(Hariandja, 2002).
2.1.2 Sumber Daya Uang/Dana
Sumber daya keuangan ini dapat memperlancar pelaksanaan suatu
kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi
kebijakan merupakan sumbangan besar pada gagalnya pelaksanaan kebijakan
(Widodo, 2005).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003, sumber biaya penyelenggaraan sistem surveilans
epidemiologi kesehatan terdiri dari sumber dana (APBN, APBD Propinsi, APBD
Kota, Bantul Luar Negeri, Bantuan Nasional dan Daerah, dan Swadaya masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
33
2.1.3 Sumber Daya Peralatan/Sarana
Selain data yang cukup pencapaian kinerja optimal harus didukung oleh
sarana yang memadai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003, untuk mendukung kegiatan surveilans
epidemiologi kesehatan di Puskesmas sarana yang diperlukan berupa : 1 paket
komputer, 1 alat komunikasi (telepon, faximile, dan telekomunikasi lainnya), 1 paket
kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program
aplikasi komputer, 1 paket formulir dan 1 unit kenderaan roda dua.
2.1.4 Sumber Daya Prosedur Kerja
Dalam usaha mencapai sasarannya Puskesmas harus memilih suatu struktur
organisasi yang efektif yang mudah beroperasi dan tidak banyak birokrasi. Penetapan
struktur ini dimaksud untuk bisa membagi tugas pekerjaan, memberikan wewenang,
melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban.
Setiap kegiatan program akan menghasilkan data. Data perlu dicatat,
dianalisis dan dibuat laporan. Data ini adalah data siap pakai karena sudah
dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik atau laporan secara negatif.
Jenis pencatatan kegiatan harian program puskesmas dapat dibagi
berdasarkan lokasi pencatatannya yaitu pencatatan di dalam dan di luar gedung
puskesmas. Pelaporan yang dibuat dari dalam gedung puskesmas adalah semua data
yang diperoleh dari pencatatan kegiatan harian program yang dilaksanakan di dalam
gedung puskesmas seperti data BP, Pol Gigi, Farmasi, Laboratorium, KIA, KB,
Universitas Sumatera Utara
34
Kesehatan Jiwa dan sebagainya. Data yang dibuat diluar gedung puskesmas adalah
data yang dibuat berdasarkan catatan harian kegiatan program yang dilaksanakan di
luar gedung puskesmas atau puskesmas pembantu, misalnya data kegiatan program
Yandu, UKS, PHN, PKM, Kesehatan Lingkungan dan P2M.
Pencatatan harian masing-masing program puskesmas dikompilasi menjadi
laporan terpadu puskesmas. Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas
(SP2TP). SP2TP dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setiap awal bulan.
Dinas Kesehatan / Kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan
umpan baliknya ke Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan
puskesmas harus dikirim kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan
evaluasi keberhasilan program.
Ada beberapa jenis laporan yang dibuat oleh puskesmas. Laporan harian
untuk melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit tertentu; laporan
mingguan untuk melaporkan kegiatan penanggulangan penyakit diare; laporan
bulanan ada empat jenis (LB1-LB4 ) untuk melaporkan kegiatan rutin program
(Muninjaya, 2004).
2.2 Kinerja
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya,
Universitas Sumatera Utara
35
kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-
Bantam english Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari
akar kata ”to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu : (1) melakukan,
menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau
melaksanakan kewajiban suatu niat nazar (to discharge of fulfill; as now); (3)
melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an
understaking); dan (4) melaksanakan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau
mesin (to do what is expected of a person machine) (Rivai. V, 2008).
Gambar 2.1 Dimensi Kerja Sumber : Rivai, 2008
Kemampuan
Motivasi Peluang
Kinerja
Universitas Sumatera Utara
36
Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi
(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya
tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi
yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai
pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. Sementara itu, individu atau
sekelompok orang sebagai pelaksana dapat menjalankan tugas, wewenang dan
tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan
teknologi) dan sumber daya lain seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh
organisasi (Widodo. J, 2005).
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi
berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh
keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model
Patner- Lawyer (Donnelly, Gibson and Ivancevich : (1994), kinerja individu pada
dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor ; (a) harapan mengenai imbalan; (b)
dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e)
imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan
kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (1)
kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai
kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk
mengerjakan serta mengetahui pekerjaan. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja
yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja individu dapat ditingkatkan
apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Rivai. V, 2008).
Universitas Sumatera Utara
37
Dengan demikian, kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh kinerja
sekelompok orang sebagai pelaku organisasi. Sebaliknya kinerja sekelompok orang
sebagai pelaku organisasi ditentukan oleh struktur, peralatan, dan keuangan yang
dimiliki oleh organisasi. Sekelompok orang akan mempunyai rasa tanggung jawab
dan dapat mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan sepak terjangnya
yang dipengaruhi oleh pengetahuan, kemampuan, kecakapan dan harapan-harapan
(Widodo. J, 2005).
Penilaian kinerja didasarkan pada pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan
perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan
analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk
masing-masing pekerjaan. Attribute menurut kamus Oxford adalah : ”kualitas yang
melekat kepada seseorang atau sesuatu”.
Dalam manajemen kinerja istilah atribut mengacu kepada apa yang perlu
diketahui dan dapat dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya
secara efektif. Karenanya atribut terdiri dari pengetahuan, keahlian dan kepiawaian.
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan
kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh manajer. Manajemen
kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sinergis antara manajer,
individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi. Manajemen
kinerja didasarkan atas kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan,
keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan (Dharma S, 2005).
Universitas Sumatera Utara
38
Evaluasi kinerja (performance evaluation), yang dikenal juga dengan istilah
penilaian kinerja (performance appraisal), pada dasarnya merupakan proses yang
digunakan organisasi untuk mengevaluasi job performance. Jika dikerjakan dengan
benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi karyawan, supervisor,
departemen SDM, maupun perusahaan (Rivai. V, 2008).
2.2.1 Pengukuran Kinerja dan Penilaian Hasil Pengukuran
Hal – hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja (Rivai. V, 2008) :
a. Penetapan indikator kinerja, dengan memperhatikan :
1). Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu :
- Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil
- Terbatas pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas
- Terpusat pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan
- Terkait dengan sistem pertanggungjawaban memperlihatkan hasil
2). Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus :
- Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil
- Merupakan indikator di dalam wewenangnya (uncontrollable).
- Mempunyai dampak negatif yang rendah
- Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada
- Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif
Selain itu, penetapan indikator kinerja harus tetap mengacu pada visi, misi,
tujuan, sasaran yang telah ditetapkan seperti pada gambar 2.2
Universitas Sumatera Utara
39
Gambar 2.2 Pola Penetapan Indikator Kinerja Sumber : Rivai, 2008
b. Cara pengukuran kinerja:
Keberhasilan ataupun kegagalan manajemen dapat diukur dengan melakukan :
- Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan;
- Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan;
- Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun – tahun
sebelumnya;
- Perbandingan kinerja suatu organisasi dengan organisasi lain yang unggul
dibidangnya;
- Perbandingan capaian tahun berjalan dengan rencana dalam (dua, tiga, empat
atau lima tahun) tren pencapaian.
Visi
Misi
Tujuan
Sasaran
Strategi
Indikator kinerja
Hasil
Aktivitas
Sistem Informasi
Pengumpulan Data
Universitas Sumatera Utara
40
c. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan
pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya (input)
yang berada dibawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan, sarana
prasarana, metode kerja dan hal-hal lainnya yang berkaitan. Tujuannya adalah
agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai
(kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau
kegagalan pihak manajemen.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Timple yang dikutip Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (diposisional) yaitu
faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang,
misalnya kinerja seseorang baik karena mempunyai kemampuan tinggi dan ia tipe
pekerja keras. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari lingkungan seperti fasilitas kerja, iklim organisasi, dan
sikap, perilaku serta tindakan dari rekan kerja, bawahan atau pimpinan.
Menurut Simamora yang dikutip Mangkunegara (2005), kinerja
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor individual (kemampuan, latar belakang,
demografi), faktor psikologis (motivasi, persepsi, attitude, personality, pembelajaran)
dan faktor organisasi (sumber daya, job design, kepemimpinan, struktur)
(Mangkunegara, 2005).
Universitas Sumatera Utara
41
Menurut Widodo (2005), faktor yang mempengaruhi kinerja dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor individu (pelaku) dan organisasi.
Beberapa strategi atau perilaku pemimpin yang harus dilakukan dalam bingkai
meningkatkan kinerja individu dan organisasi antara lain adalah :
1. Menjaga dan mendorong motivasi anak buah
Strategi untuk menjaga dan mendorong motivasi menurut Sloman yang dikutip
Widodo (2005), antara lain sebagai berikut :
a. tentukan apa yang menjadi tujuan atau apa yang hendak dicapai dari
organisasi dan tentukan pula kriteria kinerjanya.
b. Pemimpin organisasi harus mampu menyediakan insentif (pendorong kerja)
baik berupa gaji, uang, penghargaan atau dalam bentuk lain agar karyawan
bersedia mencapai tujuan organisasi melalui aktifitas yang sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
c. Pemimpin harus memberikan umpan balik secara rutin agar para karyawan
dapat mengetahui bagaimana posisi dan peran yang dimainkan dalam
pelaksanaan tujuan organisasi.
d. Pemimpin harus menerapkan manajemen partisipatif, yakni para karyawan
diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu agar mereka dapat
melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
e. Pemimpin harus menyelenggarakan komunikasi dua arah secara rutin dalam
setiap pertemuan dengan bawahan.
Universitas Sumatera Utara
42
2. Peningkatan kemapuan atau kualitas anak buah
a. Melalui pendidikan
b. Melalui pelatihan
c. Melalui pengalaman
2.3 Hubungan Kinerja dengan Sumber Daya Organisasi
Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor-faktor kinerja terdiri
dari faktor individu dengan faktor lingkungan kerja organisasi. Faktor lingkungan
kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja.
Faktor organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan
kerja yang harmonis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang memadai merupakan
pemicu (motivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.
Menurut Gibson (1989) variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap
perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel
sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang
terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa
dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi,
material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan
tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal,
pengetahuan, keterampilan, motivasi, karya dan prestasi. Pada prinsipnya SDM
Universitas Sumatera Utara
43
adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau
hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu
dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan
personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari
hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat
mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum
sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan
sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.
2.4 Surveilans Epidemiologi
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Sedang sistem surveilans
epidemiologi adalah merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans
Universitas Sumatera Utara
44
epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan
laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara
program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah
kabupaten/kota, propinsi dan pusat.
Ada banyak definisi surveilans yang dijabarkan oleh para ahli, namun pada
dasarnya mareka setuju bahwa kata “surveilans” mengandung empat unsur yaitu :
koleksi, analisis, interpretasi dan diseminasi data. WHO mendefiniskan surveilans
sebagai suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya
dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi
suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, di dalam suatu sistem
surveilans, hal yang perlu digaris bawahi adalah:
- Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu
waktu.
- Kegiatan surveilans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data,
namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis,
interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut,
sampai kepada evaluasinya.
- Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans haruslah memiliki kualitas yang
baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan
kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien (Depkes RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
45
Surveilans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan
memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi adanya
KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang
akan dilakukan, memperkirakan dampak program intervensi, mengevaluasi program
intervensi dan mempermudah perencanaan program pemberantasan (Depkes RI,
2003b).
Berdasarkan pemahaman terhadap surveilans, konsep dasarnya meliputi:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan secara aktif maupun pasif.
Surveilans aktif dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi
unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain sedang surveilans pasif
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari
laporan unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain (Depkes RI, 2003b).
2. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data
Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data dan
analisis data surveilans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu
pengolahan data sangat berkaitan dengan waktu penerimaan data.
3. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang tepat
Kunci keberhasilan surveilans adalah umpan balik dan diseminasi kepada
sumber-sumber data dan pengguna informasi tentang pentingnya proses pengumpulan
data. Bentuk umpat balik biasanya berupa ringkasan informasi dari analisis data serta
tindakan korektif kepada sumber laporan (Depkes RI, 2003b).
Universitas Sumatera Utara
46
2.4.1 Peran Puskesmas dalam Surveilans Epidemiologi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003 penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah
kewajiban bagi lembaga kesehatan masyarakat dan swasta, termasuk di dalamnya
Puskesmas.
Peran Puskesmas sebagai Unit Surveilans Epidemiologi Kesehatan adalah :
a. Pelaksana surveilans epidemiologi nasional diwilayah puskesmas
b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah kesehatan
c. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi dengan praktik dokter, bidan
swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.
d. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi antar puskesmas yang
berbatasan
e. Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB di wilayah puskesmas
f. Melaksanakan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan
spesifik lokal.
2.4.2 Indikator Surveilans Epidemiologi Puskesmas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003 sumber daya penyelenggaraan surveilans epidemiologi
meliputi SDM, sarana dan pembiayaan.
Kinerja penyelengaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur
dengan indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut merupakan
Universitas Sumatera Utara
47
satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja
sistem surveilans yang belum memadai.
Indikator-indikator tesebut adalah sebagai berikut :
1. Masukan
A. Sumber Daya Manusia (SDM)
Dibutuhkan 1 tenaga Epidemiologi terampil
B. Sarana
1 paket komputer, 1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili, SSB), 1 paket
kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan
program aplikasi komputer, 1 paket formulir, 1 paket peralatan pelaksanaan
surveilans epidemiologi dan 1 roda dua
C. Pembiayaan
APBN, APBD, dll.
2. Proses
Proses penyelenggaraan sistem surveilans di tingkat kabupaten adalah :
f. Kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %.
g. Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %.
h. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih
setahun
i. Umpan balik sebesar 80 % atau lebih
3. Keluaran
Profil Surveilans Epidemiologi Kabupaten/Kota sebesar 1 kali setahun
Universitas Sumatera Utara
48
2.5 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah :
1. Menurunkan Kematian (Mortality) dan Kejadian Sakit (Morbility) di kalangan
ibu. Kegiatan program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama
kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui.
2. Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan
pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah
dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Tujuan ini di tingkat Puskesmas harus dijabarkan lagi sesuai dengan masalah
kesehatan masyarakat dan faktor risiko yang berkembang di wilayahnya.
Yang menjadi sasaran program KIA adalah Ibu hamil, ibu menyusui, dan
anak-anak sampai dengan umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini sasaran
primer program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan.
Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan melalui dua cara : pendataan langsung,
perkiraan (estimasi) dan pendekatan tidak langsung. Pendataan langsung dilakukan
oleh staf Puskesmas, baik dengan metode survei maupun menggunakan kader sebagai
informasi.
Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Kegiatan integratif
adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan
pokok P2P) yang dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program
Universitas Sumatera Utara
49
P2P (ibu hamil dan anak-anak) juga menjadi sasaran program KIA (Muninjaya, A. A.
Gde, 2004).
a. Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC)
b. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi
dengan program gizi.
c. Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi
karena kekurangan protein dan kalori serta memperkenalkan jenis
makanan tambahan (vitamin dan garam yodium). Intgrasi program PKM
(konseling) dan Gizi.
d. Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur. Integrasi
program KB.
e. Merujuk ibu – ibu atau anak – anak yang memerlukan pengobatan.
Integrasi program pengobatan.
f. Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas.
Integrasi dengan program perawatan kesehatan masyarakat.
g. Mengadakan latihan untuk dukun bersalin dan kader kesehatan Posyandu.
2.5.1 Surveilans Epidemiologi KIA
Program Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka mencapai target MDGs
yang ditetapkan memerlukan data yang akurat dan dapat diakses tepat waktu untuk
menentukan kebijakan yang evidence based. Untuk mendapatkan kualitas data yang
baik dan berkelanjutan diperlukan suatu sistem surveilans yang baik, meliputi teknik
Universitas Sumatera Utara
50
pelaksanaan, struktur organisasi, sistem manajemen serta regulasi surveilans. Saat ini
program surveilans dalam KIA merupakan program yang dianggarkan dari
pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi. Hal ini menunjukkan maksud
pemerintah pusat untuk mendukung kegiatan KIA sesuai dengan kebijakan prioritas
kesehatan pusat.
Surveilans sendiri, khususnya dalam hal pelacakan kematian ibu dan anak,
sudah dilakukan oleh setiap Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke tingkat
Puskesmas. Kegiatan surveilans ini dilakukan oleh staf Dinas Kesehatan yang
mengelola KIA, dan belum bekerjasama dengan staf dinas kesehatan yang
mempunyai tugas surveilans. Wajar dalam pelaksanaannya masih ada kelemahan-
kelemahan, dari segi teknis pelaksanaan maupun sistemnya sendiri. Dipandang dari
sistem surveillans di daerah, dapat dinyatakan masih terdapat berbagai kelemahan
sistemik. Berbagai kelemahan sistem surveilans di daerah ini menjadi hambatan besar
dalam melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Dapat dikatakan ada kelemahan
supporting sistem untuk surveilans KIA di daerah.
Prosedur tetap (protap) pelaksanaan sistem surveilans – respons KIA ini
merupakan pedoman pelaksanaan 8 fungsi pokok surveilans untuk 12 penyakit
perioritas KIA yang ditetapkan oleh Depkes sebagai berikut (Depkes RI, 2007b): (1)
Perdarahan pasca persalinan; (2) Preeklampsia/Eklampsia; (3) Sepsis Puerperalis; (4)
Abortus spontan; (5) Partus macet; (6) BBLR; (7) Tetanus neonatorum; (8) Sepsis
neonatorum; (9) Asfiksia neonatorum; (10) Gizi buruk; (11) Pneumonia; (12) Diare
akut.
Universitas Sumatera Utara
51
2.5.2 Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak
Berbeda dengan pelayanan kesehatan bidang spesialisasi lain, pelayanan
maternal memiliki beberapa keistimewaan. Pengguna jasa pelayanan maternal,
sebagian besar adalah orang sehat. Selain itu sasaran pelayanan maternal bukan saja
ibu melainkan juga anak/ bayi yang dikandungnya. Atas dasar hal ini maka pelayanan
maternal harus optimal, baik teknis pelayanan obstetrik maupun program kesehatan
ibu dan anak beserta dengan evaluasinya. Dalam mengevaluasi program yang
dijalankan, keberadaan data yang berkualitas adalah sangat penting. Data yang
memuat berbagai pengukuran dalam kesehatan ibu dan anak ini lah yang merupakan
indikator kinerja pelayanan maternal (Depkes RI, 2007b).
2.5.3 Kematian Ibu, Bayi dan Balita sebagai Masalah dalam Kesehatan Ibu
dan Anak
Kehamilan, di satu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi
seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada
hal-hal yang tidak diharapkan turut menyertai kehamilan tersebut. Komplikasi
kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi
keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak
negara berkembang.
Kematian ibu didefinisikan sebagai kematian seorang wanita yang terjadi
pada masa kehamilan dan nifas atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya
kehamilan tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan, akibat setiap hal yang
Universitas Sumatera Utara
52
berhubungan dengan dan/atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaan-nya, tetapi
bukan oleh sebab kecelakaan. ICD-X membagi kematian maternal menjadi dua
kelompok yaitu kematian obstetrik langsung, yaitu kematian yang disebabkan oleh
komplikasi obstetrik pada saat kehamilan, persalinan dan nifas maupun akibat
tindakan-tindakan, kesalahan-kesalahan karena penanganan yang tidak tepat/benar
ataupun gabungan kejadian berbagai hal diatas. Kelompok kedua adalah kematian
obstetrik tidak langsung, yaitu kematian maternal yang terjadi karena penyakit yang
ada sebelumnya atau mulai terjadi pada saat kehamilan dan tidak disebabkan oleh
penyebab langsung tetapi diperberat oleh efek fisiologis dari kehamilan.
Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama
kelahirannya. Berdasarkan International Collaborative Effort (ICE), penyebab
kematian bayi dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia,
imaturitas,infeksi, sudden infant death syndrome (SIDS), kematian mendadak yang
tidak bisa dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian
balita adalah kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun
(Depkes RI, 2007b).
2.5.4 Mengukur Besarnya Kematian Ibu
Mengukur angka kematian, baik ibu maupun bayi, bukanlah suatu hal yag
mudah. Data angka kematian ibu dan bayi yang ada selama ini dianggap sebagai
”puncak dari gunung es”, dimana kasus yang tidak terdata jauh lebih banyak dari
pada angka yang dilaporkan. Menurut WHO, kematian ibu sulit untuk diukur karena
Universitas Sumatera Utara
53
alasan konseptual dan praktis. Kematian ibu sulit untuk diidentifikasi secara tepat
karena tidak seperti kasus kematian biasa, pada kasus kematian ibu, diperlukan juga
data usia reproduksi, keadaan kehamilan sesaat sebelum kematiannya serta penyebab
klinis kematiannya. Ketiga komponen ini sulit untuk didapatkan secara akurat apabila
pada suatu daerah tidak ada sistem pelaporan kematian yang baik. Pada dasarnya hal-
hal yang mendasari timbulnya kesalahan dalam sistem pelacakan kematian maternal
dapat meliputi kesalahan klasifikasi kematian, kesalahan analisa penyebab medis
kematian dan tidak terdapatnya sistem pencatatan/registrasi kependudukan yang baik.
Dalam mengukur besarnya kematian ibu pada suatu populasi, digunakan indikator-
indikator antara lain :
Maternal Mortality Ratio (di Indonesia disebut dengan Angka Kematian
Ibu), yaitu jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang
sama.
Ukuran ini mengindikasikan risiko kematian ibu diantara wanita yang sedang hamil
dan wanita yang baru saja hamil dan juga merefleksikan status kesehatan seorang
wanita, akses ke pelayanan kesehatan dasar dan kualitas pelayanan yang diterima
wanita tersebut.
N Kematian Maternal Ratio = -------------------------- x 100.000
N kelahiran hidup
Universitas Sumatera Utara
54
Maternal Mortality Rate, yaitu Jumlah kematian ibu per 100.000 wanita usia
15-49 per tahun. Ukuran ini merefleksikan baik risiko kematian ibu hamil dan ibu
yang baru saja hamil, maupun proporsi seluruh wanita yang menjadi hamil pada suatu
tahun tertentu.
Risiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Life Time Risk of Maternal Death)
merupakan probabilitas kematian Ibu yang dihadapi oleh rata-rata wanita sepanjang
usia reproduktifnya. Seperti maternal mortality rate, ukuran ini merefleksikan baik
risiko seorang wanita untuk meninggal karena sebab maternal, maupun risikonya
untuk menjadi hamil. Ukuran tersebut juga memperhitungkan akumulasi risiko dari
tiap kehamilan (Depkes RI, 2007b).
2.5.5 Faktor –faktor yang Mempengaruhi dalam Kehamilan
Faktor risiko merupakan suatu kondisi ataupun perilaku yang ada pada
seseorang dimana kondisi/ perilaku tersebut dapat meningkatkan probabilitas individu
itu menderita suatu penyakit. Pada bidang maternal, dikenal juga faktor risiko yang
dapat mempersulit kehamilan maupun persalinan nantinya. Dalam meningkatkan
kualitas pelayanan maternal ini, penilaian faktor risiko yang ada dalam seorang ibu
hamil, merupakan suatu hal yang penting karena turut menentukan penanganannya,
baik dalam ANC, persalinan maupun pasca melahirkan.
Skrining faktor resiko pada ibu hamil, dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar risiko ibu hamil tersebut untuk mengalami komplikasi kehamilan dan
persalinan. Tujuan akhirnya adalah, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
Universitas Sumatera Utara
55
(komplikasi sampai pada kematian maternal) sehingga angka kematian ibu juga dapat
ditekan. Faktor risiko yang perlu dinilai pada seorang ibu hamil, antara lain (Depkes
RI, 2007b):
1. Faktor kesehatan ibu hamil itu sendiri, meliputi usia ibu, status antropometrik
(berat dan tinggi badan), lebar panggul, riwayat obstetrik, riwayat ANC, riwayat
penyakit sebelumnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan
lain-lain.
2. Faktor perilaku ibu yang dapat berpengaruh pada kehamilannya, misalnya
kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol ataupun bekerja berat selama
hamil
3. Faktor genetik, meliputi penyakit familial yang diderita mungkin dapat
berpengaruh pada ibu maupun anak dalam kandungannya
4. Faktor lain seperti kondisi tempat tinggal, perilaku orang di sekitarnya misalnya
suami seorang perokok berat), serta faktor stress emosional.
2.5.6 Pelaporan KIA Puskesmas
Setiap unit pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas berkewajiban
memberikan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menyangkut dengan
program KIA yang dilaksanakan. Adapun tugas petugas dalam pelaksanaan pelaporan
surveilans respons KIA pada tingkat Dinas kesehatan dan Puskesmas adalah :
Universitas Sumatera Utara
56
a. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
- Memberikan bimbingan dan pelatihan kepada petugas di Puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya mengenai bagaimana cara untuk melaporkan
penyakit-penyakit prioritas KIA serta kondisi penyertanya.
- Melaporkan kasus-kasus KIA yang membutuhkan penanganan segera ke
Bupati dan lintas sektor terkait.
- Melaporkan ke provinsi jumlah kasus kematian ibu dan bayi, berdasarkan
penyebab dan faktor risiko (setiap bulan).
- Mengusahakan dan mempertahankan ketepatan waktu pelaporan dari
Puskesmas dan sarana-sarana kesehatan lainnya.
b. Puskesmas, RS, Sarana Kesehatan Kecamatan
- Puskesmas menyerahkan pelaporan PWS KIA beserta hasil lokakarya mini
bulanan ke Dinkes Kabupaten/Kota.
- Rumah sakit, rumah bersalin menyerahkan pelaporan ke Dinkes Kabupaten /
Kota.
- Klinik bersalin, dokter dan bidan praktek swasta menyerahkan pelaporan ke
Puskesmas wilayah kerja.
- Melaporkan informasi berbasis data untuk kasus yang membutuhkan
penanganan segera. Misalnya : pelaporan maksimal 1 x 24 jam untuk kasus
kematian ibu karena perdarahan.
Universitas Sumatera Utara
57
1x/mg rekap W2 elektronik SMS 1x/3 bln 1x/mg rekap W2 elektronik 1x/ bln P E
melaporkan
melacak/indep interview – AMP social
Keterangan : PE : Penyelidikan Epidemiologi
: Mengambil data yang dibutuhkan (Kematian ibu, kematian WUS, dll) untuk kemudian di pilah menjadi kematian maternal atau kematian non maternal.
: pengambilan data oleh petugas surveilan
Gambar 2.3 Desain dan Prosedur Pelacakan/Pelaporan Kasus kematian/KIA
Sumber: Depkes, 2007
Surveilans Tk. Prov
Surveilans Tk. Kab/Kota
Surveilans Puskesmas
UPK Pemerintah
UPK Swasta
Masyarakat Kelurahan/desa
Kesga Provinsi
Kesga Kabupaten
Bidan Koordinator Puskesmas
Bidan Desa
-AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI
-AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI
-AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI
Universitas Sumatera Utara
58
2.6 Pusat Kesehatan Masyarakat
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya
kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Sesuai dengan yang tersebut di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN-
2004) bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Adapun fungsi puskesmas ada tiga yaitu : sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan; pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga
serta sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dalam melaksanakan
kegiatannya Puskesmas mengacu pada 4 azas penyelenggaraan yaitu wilayah kerja,
pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan (Depkes RI, 2006).
Secara organisasi kedudukan Puskesmas dalam sistem kesehatan
Kabupaten/Kota merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) yang
bertanggung jawab kepada Kadinkes Kabupaten / Kota dan secara operasional
kegiatannya dikoordinasikan oleh camat. Oleh karena sebagai UPTD, Puskesmas
secara teknis dan fungsional merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat pertama dan harus dibina oleh Dinkes Kabupaten / Kota. Untuk
pelaksana medik dasar tingkat pertama yang secara tehnis medis dapat mengadakan
koordinasi dan bekerja sama dengan RSUD Kabupaten/Kota (Muninjaya, 2004).
Universitas Sumatera Utara
59
Puskesmas mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan program
kegiatannya, untuk itu perlu didukung kemampuan manjemen yang baik. Manajemen
Puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang
meliputi perencanaan, penggerakan pelaksanaan serta pengendalian, pengawasan dan
penilaian.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya
Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib
merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia.
Upaya ini memberikan daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan
kesehatan melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta
merupakan kesepakatan global maupun nasional.
Yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah Promosi Kesehatan,
Kesehatan lingkungan, Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi
Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan.
Sedangkan Usaha Kesehatan Pengembangan adalah upaya kesehatan yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat setempat serta
disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas (Depkes RI, 2006).
2.7 Landasan Teori
Megacu kepada definisi Public Health menurut Winslow, pengembangan
program kesehatan masyarakat disuatu wilayah terdiri dari tiga komponen pokok
yaitu kegiatan yang berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit (preventing
Universitas Sumatera Utara
60
desease) dan memperpanjang hidup (prolonging life) melalui usaha-usaha kesehatan
lingkungan, imunisasi, pendidikan kesehatan dan pengenalan penyakit secara dini
(surveilans, penimbangan balita, ANC dan sebagainya).
Surveilans epidemiologi KIA pada prinsipnya adalah salah satu program dari
organisasi kesehatan dalam hal ini organisasi puskesmas. Pelaksanaan surveilans
epidemiologi KIA tidak terlepas dari berbagai faktor baik bersumber dari dalam
organisasi maupun luar organisasi. Salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari
tersebut adalah sumber daya organisasi.
Menurut Aditama (2003) sumber daya organisasi adalah segala sesuatu yang
terdapat dalam organisasi untuk menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai
tujuan organisasi. Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam sumber daya
organisasi tersebut antara lain tenaga yang meliputi karakteristik tenaga atau sumber
daya manusia seperti kompetensi sumber daya manusia mencakup pengetahuan, dan
keterampilan, motivasi tenaga, sumber dana yang digunakan baik sumber dana
maupun jumlah dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program surveilans
epidemiologi KIA, sarana dan fasilitas pendukung pelaksanaan surveilans
epidemiologi KIA serta prosedur kerja sebagai uraian kegiatan dan tatalaksana dalam
pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA.
Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA dari
Puskesmas merupakan komponen yang mepunyai peranan penting dalam pencegahan
dan penanggulangan kesehatan ibu dan anak. Kinerja surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas (organizational performance) memiliki keterkaitan yang
Universitas Sumatera Utara
61
sangat erat dengan kinerja pelaksana pelaporan KIA Puskesmas (induvidual
performance). Sementara itu, tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan baik,
sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan teknologi) dan sumber daya lain
seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh organisasi. Kinerja individu adalah
hasil kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar
kerja yang telah ditentukan.
Kinerja individu dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi dari seseorang.
Kemampuan dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, sedang motivasi
dipengaruhi oleh sikap pekerja terhadap situasi pekerjaannya. Dalam mencapai
kinerja surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA yang optimal tentu tidak
terlepas dari pengaruh sumber daya organisasi yang dimiliki oleh Puskesmas baik
dari pengetahuan, ketrampilan dan motivasi pelaksana pelaporan, dana, sarana
prasarana maupun prosedur kerja dalam kegiatan tersebut.
Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987), kinerja suatu
organisasi dipengaruhi oleh (1) faktor organisasi meliputi sumber daya,
kepemimpinan dan imbalan, serta desain pekerjaan, (2) faktor individu meliputi
kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) serta sosiodemografis dan faktor
psikologis meliputi persepsi, motivasi, sikap dan kepribadian. Hal ini jika dikaitkan
dengan pendapat Aditama (2003), maka unsur sumber daya organisasi mencakup
faktor individu, dan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
62
2.8 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep ini menggambarkan pengaruh dari variabel bebas sumber
daya organisasi Puskesmas berupa pengetahuan, ketrampilan dan motivasi pelaksana
pelaporan, dana, sarana dan prosedur kerja di Puskesmas terhadap variabel terikat
kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA dalam wilayah
Kabupaten Bireuen yang dapat dilihat pada skema berikut :
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
KINERJA PETUGAS SURVEILANS
EPIDEMIOLOGI KIA
- UMUR - PENDIDIKAN - MASA KERJA - PENGETAHUAN - KETRAMPILAN - MOTIVASI - DANA - SARANA - PROSEDUR KERJA
SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS
Universitas Sumatera Utara