SDM

36
27 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Organisasi Menurut Aditama (2003), Sumber Daya Organisasi adalah : (1) tenaga; (2) uang/ dana; (3) peralatan / sarana; (4) prosedur kerja. Seperti halnya manajemen perusahaan, dibidang kesehatan juga dikenal berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya yang dikelola. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia), keuangan (manajemen keuangan), logistik obat dan peralatan (manajemen logistik), pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan, dan sistem informasi manajemen dan sebagainya). Untuk masing-masing bidang tersebut juga dikembangkan manajemen yang spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokoknya. Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan rumah sakit merupakan upaya untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien, rasional (Muninjaya, 2004). 2.1.1 Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan Universitas Sumatera Utara

description

KIA SUVEILANS

Transcript of SDM

27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Organisasi

Menurut Aditama (2003), Sumber Daya Organisasi adalah : (1) tenaga; (2)

uang/ dana; (3) peralatan / sarana; (4) prosedur kerja.

Seperti halnya manajemen perusahaan, dibidang kesehatan juga dikenal

berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya

yang dikelola. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia),

keuangan (manajemen keuangan), logistik obat dan peralatan (manajemen logistik),

pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan, dan sistem informasi

manajemen dan sebagainya).

Untuk masing-masing bidang tersebut juga dikembangkan manajemen yang

spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokoknya. Penerapan manajemen

pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan rumah sakit merupakan upaya

untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing

unit pelayanan kesehatan tersebut yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi

secara efektif, efisien, rasional (Muninjaya, 2004).

2.1.1 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh

karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan

Universitas Sumatera Utara

28

efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan

manajemen sumber daya manusia (Hariandja, 2002).

SDM kesehatan menurut SKN 2004 adalah tatanan yang menghimpun

berbagai upaya perencanaan, pendidikan, dam pelatihan serta pendayagunaan tenaga

kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara itu, SDM kesehatan

menurut PP No. 32/1996 adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang

kesehatan, baik untuk jenis tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan

upaya kesehatan (Adisasmito, 2007).

Menurut Forsyth yang dikutip Soeroso (2003), kegiatan manajemen SDM

meliputi proses perencanaan, perekrutan dan seleksi, pengorganisasian tim,

pengembangan karyawan agar mampu dan tetap mampu bekerja secara efektif,

memotivasi karyawan agar mau bekerja serta membuat keputusan dalam rangka

mengendalikan kegiatan dan memperbaiki perencanaan bila diperlukan.

Tujuan manajemen SDM adalah untuk meningkatkan dukungan sumber

daya manusia dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi dalam rangka

mencapai tujuan. Secara lebih operasional (dalam arti yang dapat diamati/diukur)

untuk meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi tingkat absensi, mengurangi

tingkat perputaran kerja, atau meningkatkan loyalitas para pegawai pada organiasi.

Selanjutnya, apa yang dilakukan organisasi dalam upaya mencapai tujuan

tersebut dan mengapa itu harus dilakukan, berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas

Universitas Sumatera Utara

29

manajemen SDM secara umum dapat dikatagorikan sebagai berikut (Hariandja,

2002):

a. Persiapan dan pengadaan

b. Pengembangan dan penilaian

c. Pengkompensasian dan perlindungan, dan

d. Hubungan-hubungan kepegawaian.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang

kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan disebutkan bahwa dalam

memantapkan sistem manajemen SDM kesehatan perlu dilakukan peningkatan dan

pemantapan perencanaan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan dan

pemberdayaan profesi kesehatan (Adisasmito, 2007).

Sebagaimana penjelasan sebelumnya kinerja SDM dapat dipengaruhi oleh

kemampuan SDM dan Motivasi SDM. Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir

atau dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya.

Beberapa pegawai, meskipun termotivasi dengan baik sama sekali tidak mempunyai

kemampuan atau ketrampilan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan

ketrampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu.

Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality

yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan sebagaimana menurut Keith

Davis yang dikutip Mangkunegara (2005), Ability = Knowledge x Skill.

Universitas Sumatera Utara

30

2.1.1.1 Umur

Umur menurut Gipson (1994) berpengaruh terhadap kinerja individu dimana

pada usia 40-54 tahun individu memasuki tahap perawatan yang ditandai dengan

usaha stabilisasi dari hasil usaha masa lampaunya. Pada tahap ini individu

membutuhkan penghargaan, sebahagian individu merasa tidak nyaman secara

psikologi pada masa ini yang diakibatkan oleh pengalaman kritis dimasa karirnya

dimana indivisu tidak mencapai kepuasan dalam masa kerjanya, kesehatan yang

buruk dan perasaan khawatir akan masa kerjanya. Sehingga sebahagian individu

merasa tidak membutuhkan peningkatan kinerja sampai dengan masa penarikan.

2.1.1.2 Pengetahuan SDM

Pengetahuan menurut Soejitno (2001) adalah keadaan mengetahui,

mengenal fakta, kebenaran atau keadaan. Menurut Keraf dan Dua (2001), ilmu

pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang telah disusun secara

sistematis, metodologis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ilmu

pengetahuan berupaya untuk menjelaskan berbagai peristiwa di jagad raya ini secara

logis dan sistematis atau untuk menjelaskan sebab dan akibat dari peristiwa yang

terjadi.

Dari batasan-batasan tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan meliputi

aspek atau objek yang sangat luas, dapat berubah dan berkembang sesuai dengan

kebutuhan, pengalaman serta tinggi rendahnya informasi tentang objek tersebut

dilingkungannya.

Universitas Sumatera Utara

31

2.1.1.3 Ketrampilan SDM

Dalam pengukuran kinerja, perlu diidentifikasikan berdasarkan

kompetensinya. Kompetensinya SDM adalah Kompetensi yang berhubungan dengan

pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang

berpengaruh langsung terhadap kinerjanya (Mangkunegara, 2005).

Organisasi memperkerjakan orang karena ketrampilan mereka, dan biasanya

ditempatkan pada pekerjaan berdasarkan ketrampilannya. Untuk mencapai kinerja

yang tinggi dibutuhkan jenis keterampilan dengan keahlian tehnis, selain

keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan serta keterampilan

interpersonal. Kombinasi tepat dari ketiganya merupakan hal penting, karena bila

hanya satu keterampilan yang menonjol dapat menurunkan kinerja (Robbins, 2002).

2.1.1.4 Motivasi SDM

Motivasi ialah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang

ada dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku (Gibson, 1997).

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap

positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan

sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan

motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain

hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan

kondisi kerja (Mangkunegara, 2005).

Universitas Sumatera Utara

32

Berdasarkan kompleksitas faktor motivasional, sejumlah pandangan atau

teori tentang motivasi ditemukan, diantaranya : (1) Drive reduction theory

mengatakan bahwa motivasi didorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer

(lapar, haus) dan kebutuhan sekunder (berprestasi). (2) Arousal theory mengatakan

bahwa setiap orang memiliki dorongan untuk melakukan kegiatan untuk memiliki

tantangan tertentu, yang mengakibatkan seseorang menjadi suka dan senang

melakukannya. (3) Incentive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh

rangsangan eksternal. (4) Cognitive theori mengatakan motivasi dipengaruhi oleh

intrinsic motivation, yaitu aktivitas untuk mencari kesenangan, bukan demi Reward,

dan extrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada reward nyata

(Hariandja, 2002).

2.1.2 Sumber Daya Uang/Dana

Sumber daya keuangan ini dapat memperlancar pelaksanaan suatu

kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi

kebijakan merupakan sumbangan besar pada gagalnya pelaksanaan kebijakan

(Widodo, 2005).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1116/MENKES/SK/VIII/2003, sumber biaya penyelenggaraan sistem surveilans

epidemiologi kesehatan terdiri dari sumber dana (APBN, APBD Propinsi, APBD

Kota, Bantul Luar Negeri, Bantuan Nasional dan Daerah, dan Swadaya masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

33

2.1.3 Sumber Daya Peralatan/Sarana

Selain data yang cukup pencapaian kinerja optimal harus didukung oleh

sarana yang memadai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003, untuk mendukung kegiatan surveilans

epidemiologi kesehatan di Puskesmas sarana yang diperlukan berupa : 1 paket

komputer, 1 alat komunikasi (telepon, faximile, dan telekomunikasi lainnya), 1 paket

kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program

aplikasi komputer, 1 paket formulir dan 1 unit kenderaan roda dua.

2.1.4 Sumber Daya Prosedur Kerja

Dalam usaha mencapai sasarannya Puskesmas harus memilih suatu struktur

organisasi yang efektif yang mudah beroperasi dan tidak banyak birokrasi. Penetapan

struktur ini dimaksud untuk bisa membagi tugas pekerjaan, memberikan wewenang,

melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban.

Setiap kegiatan program akan menghasilkan data. Data perlu dicatat,

dianalisis dan dibuat laporan. Data ini adalah data siap pakai karena sudah

dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik atau laporan secara negatif.

Jenis pencatatan kegiatan harian program puskesmas dapat dibagi

berdasarkan lokasi pencatatannya yaitu pencatatan di dalam dan di luar gedung

puskesmas. Pelaporan yang dibuat dari dalam gedung puskesmas adalah semua data

yang diperoleh dari pencatatan kegiatan harian program yang dilaksanakan di dalam

gedung puskesmas seperti data BP, Pol Gigi, Farmasi, Laboratorium, KIA, KB,

Universitas Sumatera Utara

34

Kesehatan Jiwa dan sebagainya. Data yang dibuat diluar gedung puskesmas adalah

data yang dibuat berdasarkan catatan harian kegiatan program yang dilaksanakan di

luar gedung puskesmas atau puskesmas pembantu, misalnya data kegiatan program

Yandu, UKS, PHN, PKM, Kesehatan Lingkungan dan P2M.

Pencatatan harian masing-masing program puskesmas dikompilasi menjadi

laporan terpadu puskesmas. Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas

(SP2TP). SP2TP dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setiap awal bulan.

Dinas Kesehatan / Kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan

umpan baliknya ke Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan

puskesmas harus dikirim kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan

evaluasi keberhasilan program.

Ada beberapa jenis laporan yang dibuat oleh puskesmas. Laporan harian

untuk melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit tertentu; laporan

mingguan untuk melaporkan kegiatan penanggulangan penyakit diare; laporan

bulanan ada empat jenis (LB1-LB4 ) untuk melaporkan kegiatan rutin program

(Muninjaya, 2004).

2.2 Kinerja

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan

selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah

ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya,

Universitas Sumatera Utara

35

kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-

Bantam english Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari

akar kata ”to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu : (1) melakukan,

menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau

melaksanakan kewajiban suatu niat nazar (to discharge of fulfill; as now); (3)

melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an

understaking); dan (4) melaksanakan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau

mesin (to do what is expected of a person machine) (Rivai. V, 2008).

Gambar 2.1 Dimensi Kerja Sumber : Rivai, 2008

Kemampuan

Motivasi Peluang

Kinerja

Universitas Sumatera Utara

36

Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi

(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya

tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi

yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai

pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. Sementara itu, individu atau

sekelompok orang sebagai pelaksana dapat menjalankan tugas, wewenang dan

tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan

teknologi) dan sumber daya lain seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh

organisasi (Widodo. J, 2005).

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi

berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh

keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model

Patner- Lawyer (Donnelly, Gibson and Ivancevich : (1994), kinerja individu pada

dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor ; (a) harapan mengenai imbalan; (b)

dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e)

imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan

kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (1)

kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai

kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk

mengerjakan serta mengetahui pekerjaan. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja

yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja individu dapat ditingkatkan

apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Rivai. V, 2008).

Universitas Sumatera Utara

37

Dengan demikian, kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh kinerja

sekelompok orang sebagai pelaku organisasi. Sebaliknya kinerja sekelompok orang

sebagai pelaku organisasi ditentukan oleh struktur, peralatan, dan keuangan yang

dimiliki oleh organisasi. Sekelompok orang akan mempunyai rasa tanggung jawab

dan dapat mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan sepak terjangnya

yang dipengaruhi oleh pengetahuan, kemampuan, kecakapan dan harapan-harapan

(Widodo. J, 2005).

Penilaian kinerja didasarkan pada pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan

perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan

analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk

masing-masing pekerjaan. Attribute menurut kamus Oxford adalah : ”kualitas yang

melekat kepada seseorang atau sesuatu”.

Dalam manajemen kinerja istilah atribut mengacu kepada apa yang perlu

diketahui dan dapat dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya

secara efektif. Karenanya atribut terdiri dari pengetahuan, keahlian dan kepiawaian.

Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan

kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh manajer. Manajemen

kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sinergis antara manajer,

individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi. Manajemen

kinerja didasarkan atas kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan,

keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan (Dharma S, 2005).

Universitas Sumatera Utara

38

Evaluasi kinerja (performance evaluation), yang dikenal juga dengan istilah

penilaian kinerja (performance appraisal), pada dasarnya merupakan proses yang

digunakan organisasi untuk mengevaluasi job performance. Jika dikerjakan dengan

benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi karyawan, supervisor,

departemen SDM, maupun perusahaan (Rivai. V, 2008).

2.2.1 Pengukuran Kinerja dan Penilaian Hasil Pengukuran

Hal – hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja (Rivai. V, 2008) :

a. Penetapan indikator kinerja, dengan memperhatikan :

1). Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu :

- Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil

- Terbatas pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas

- Terpusat pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan

- Terkait dengan sistem pertanggungjawaban memperlihatkan hasil

2). Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus :

- Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil

- Merupakan indikator di dalam wewenangnya (uncontrollable).

- Mempunyai dampak negatif yang rendah

- Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada

- Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif

Selain itu, penetapan indikator kinerja harus tetap mengacu pada visi, misi,

tujuan, sasaran yang telah ditetapkan seperti pada gambar 2.2

Universitas Sumatera Utara

39

Gambar 2.2 Pola Penetapan Indikator Kinerja Sumber : Rivai, 2008

b. Cara pengukuran kinerja:

Keberhasilan ataupun kegagalan manajemen dapat diukur dengan melakukan :

- Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan;

- Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan;

- Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun – tahun

sebelumnya;

- Perbandingan kinerja suatu organisasi dengan organisasi lain yang unggul

dibidangnya;

- Perbandingan capaian tahun berjalan dengan rencana dalam (dua, tiga, empat

atau lima tahun) tren pencapaian.

Visi

Misi

Tujuan

Sasaran

Strategi

Indikator kinerja

Hasil

Aktivitas

Sistem Informasi

Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara

40

c. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan

pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya (input)

yang berada dibawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan, sarana

prasarana, metode kerja dan hal-hal lainnya yang berkaitan. Tujuannya adalah

agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai

(kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau

kegagalan pihak manajemen.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Timple yang dikutip Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja

terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (diposisional) yaitu

faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang,

misalnya kinerja seseorang baik karena mempunyai kemampuan tinggi dan ia tipe

pekerja keras. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

seseorang yang berasal dari lingkungan seperti fasilitas kerja, iklim organisasi, dan

sikap, perilaku serta tindakan dari rekan kerja, bawahan atau pimpinan.

Menurut Simamora yang dikutip Mangkunegara (2005), kinerja

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor individual (kemampuan, latar belakang,

demografi), faktor psikologis (motivasi, persepsi, attitude, personality, pembelajaran)

dan faktor organisasi (sumber daya, job design, kepemimpinan, struktur)

(Mangkunegara, 2005).

Universitas Sumatera Utara

41

Menurut Widodo (2005), faktor yang mempengaruhi kinerja dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor individu (pelaku) dan organisasi.

Beberapa strategi atau perilaku pemimpin yang harus dilakukan dalam bingkai

meningkatkan kinerja individu dan organisasi antara lain adalah :

1. Menjaga dan mendorong motivasi anak buah

Strategi untuk menjaga dan mendorong motivasi menurut Sloman yang dikutip

Widodo (2005), antara lain sebagai berikut :

a. tentukan apa yang menjadi tujuan atau apa yang hendak dicapai dari

organisasi dan tentukan pula kriteria kinerjanya.

b. Pemimpin organisasi harus mampu menyediakan insentif (pendorong kerja)

baik berupa gaji, uang, penghargaan atau dalam bentuk lain agar karyawan

bersedia mencapai tujuan organisasi melalui aktifitas yang sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan.

c. Pemimpin harus memberikan umpan balik secara rutin agar para karyawan

dapat mengetahui bagaimana posisi dan peran yang dimainkan dalam

pelaksanaan tujuan organisasi.

d. Pemimpin harus menerapkan manajemen partisipatif, yakni para karyawan

diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu agar mereka dapat

melakukan pekerjaan dengan lebih baik.

e. Pemimpin harus menyelenggarakan komunikasi dua arah secara rutin dalam

setiap pertemuan dengan bawahan.

Universitas Sumatera Utara

42

2. Peningkatan kemapuan atau kualitas anak buah

a. Melalui pendidikan

b. Melalui pelatihan

c. Melalui pengalaman

2.3 Hubungan Kinerja dengan Sumber Daya Organisasi

Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor-faktor kinerja terdiri

dari faktor individu dengan faktor lingkungan kerja organisasi. Faktor lingkungan

kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja.

Faktor organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang

memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan

kerja yang harmonis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang memadai merupakan

pemicu (motivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.

Menurut Gibson (1989) variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap

perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel

sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang

terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa

dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi,

material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan

tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal,

pengetahuan, keterampilan, motivasi, karya dan prestasi. Pada prinsipnya SDM

Universitas Sumatera Utara

43

adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam

melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.

Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau

hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan

periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.

Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu

dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan

personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari

hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat

mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum

sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan

sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.

2.4 Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan secara sistematis dan terus menerus

terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi

terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan

tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien

melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi

epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Sedang sistem surveilans

epidemiologi adalah merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans

Universitas Sumatera Utara

44

epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan

laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara

program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah

kabupaten/kota, propinsi dan pusat.

Ada banyak definisi surveilans yang dijabarkan oleh para ahli, namun pada

dasarnya mareka setuju bahwa kata “surveilans” mengandung empat unsur yaitu :

koleksi, analisis, interpretasi dan diseminasi data. WHO mendefiniskan surveilans

sebagai suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan

mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya

dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi

suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, di dalam suatu sistem

surveilans, hal yang perlu digaris bawahi adalah:

- Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara

berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu

waktu.

- Kegiatan surveilans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data,

namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis,

interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut,

sampai kepada evaluasinya.

- Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans haruslah memiliki kualitas yang

baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan

kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien (Depkes RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara

45

Surveilans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan

memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi adanya

KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang

akan dilakukan, memperkirakan dampak program intervensi, mengevaluasi program

intervensi dan mempermudah perencanaan program pemberantasan (Depkes RI,

2003b).

Berdasarkan pemahaman terhadap surveilans, konsep dasarnya meliputi:

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan secara aktif maupun pasif.

Surveilans aktif dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi

unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain sedang surveilans pasif

dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari

laporan unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain (Depkes RI, 2003b).

2. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data

Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data dan

analisis data surveilans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu

pengolahan data sangat berkaitan dengan waktu penerimaan data.

3. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang tepat

Kunci keberhasilan surveilans adalah umpan balik dan diseminasi kepada

sumber-sumber data dan pengguna informasi tentang pentingnya proses pengumpulan

data. Bentuk umpat balik biasanya berupa ringkasan informasi dari analisis data serta

tindakan korektif kepada sumber laporan (Depkes RI, 2003b).

Universitas Sumatera Utara

46

2.4.1 Peran Puskesmas dalam Surveilans Epidemiologi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1116/MENKES/SK/VIII/2003 penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah

kewajiban bagi lembaga kesehatan masyarakat dan swasta, termasuk di dalamnya

Puskesmas.

Peran Puskesmas sebagai Unit Surveilans Epidemiologi Kesehatan adalah :

a. Pelaksana surveilans epidemiologi nasional diwilayah puskesmas

b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah kesehatan

c. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi dengan praktik dokter, bidan

swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.

d. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi antar puskesmas yang

berbatasan

e. Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB di wilayah puskesmas

f. Melaksanakan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan

spesifik lokal.

2.4.2 Indikator Surveilans Epidemiologi Puskesmas

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1116/MENKES/SK/VIII/2003 sumber daya penyelenggaraan surveilans epidemiologi

meliputi SDM, sarana dan pembiayaan.

Kinerja penyelengaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur

dengan indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut merupakan

Universitas Sumatera Utara

47

satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja

sistem surveilans yang belum memadai.

Indikator-indikator tesebut adalah sebagai berikut :

1. Masukan

A. Sumber Daya Manusia (SDM)

Dibutuhkan 1 tenaga Epidemiologi terampil

B. Sarana

1 paket komputer, 1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili, SSB), 1 paket

kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan

program aplikasi komputer, 1 paket formulir, 1 paket peralatan pelaksanaan

surveilans epidemiologi dan 1 roda dua

C. Pembiayaan

APBN, APBD, dll.

2. Proses

Proses penyelenggaraan sistem surveilans di tingkat kabupaten adalah :

f. Kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %.

g. Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %.

h. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih

setahun

i. Umpan balik sebesar 80 % atau lebih

3. Keluaran

Profil Surveilans Epidemiologi Kabupaten/Kota sebesar 1 kali setahun

Universitas Sumatera Utara

48

2.5 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah :

1. Menurunkan Kematian (Mortality) dan Kejadian Sakit (Morbility) di kalangan

ibu. Kegiatan program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama

kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui.

2. Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan

pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah

dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara

optimal.

Tujuan ini di tingkat Puskesmas harus dijabarkan lagi sesuai dengan masalah

kesehatan masyarakat dan faktor risiko yang berkembang di wilayahnya.

Yang menjadi sasaran program KIA adalah Ibu hamil, ibu menyusui, dan

anak-anak sampai dengan umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini sasaran

primer program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan.

Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan melalui dua cara : pendataan langsung,

perkiraan (estimasi) dan pendekatan tidak langsung. Pendataan langsung dilakukan

oleh staf Puskesmas, baik dengan metode survei maupun menggunakan kader sebagai

informasi.

Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Kegiatan integratif

adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan

pokok P2P) yang dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program

Universitas Sumatera Utara

49

P2P (ibu hamil dan anak-anak) juga menjadi sasaran program KIA (Muninjaya, A. A.

Gde, 2004).

a. Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC)

b. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi

dengan program gizi.

c. Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi

karena kekurangan protein dan kalori serta memperkenalkan jenis

makanan tambahan (vitamin dan garam yodium). Intgrasi program PKM

(konseling) dan Gizi.

d. Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur. Integrasi

program KB.

e. Merujuk ibu – ibu atau anak – anak yang memerlukan pengobatan.

Integrasi program pengobatan.

f. Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas.

Integrasi dengan program perawatan kesehatan masyarakat.

g. Mengadakan latihan untuk dukun bersalin dan kader kesehatan Posyandu.

2.5.1 Surveilans Epidemiologi KIA

Program Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka mencapai target MDGs

yang ditetapkan memerlukan data yang akurat dan dapat diakses tepat waktu untuk

menentukan kebijakan yang evidence based. Untuk mendapatkan kualitas data yang

baik dan berkelanjutan diperlukan suatu sistem surveilans yang baik, meliputi teknik

Universitas Sumatera Utara

50

pelaksanaan, struktur organisasi, sistem manajemen serta regulasi surveilans. Saat ini

program surveilans dalam KIA merupakan program yang dianggarkan dari

pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi. Hal ini menunjukkan maksud

pemerintah pusat untuk mendukung kegiatan KIA sesuai dengan kebijakan prioritas

kesehatan pusat.

Surveilans sendiri, khususnya dalam hal pelacakan kematian ibu dan anak,

sudah dilakukan oleh setiap Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke tingkat

Puskesmas. Kegiatan surveilans ini dilakukan oleh staf Dinas Kesehatan yang

mengelola KIA, dan belum bekerjasama dengan staf dinas kesehatan yang

mempunyai tugas surveilans. Wajar dalam pelaksanaannya masih ada kelemahan-

kelemahan, dari segi teknis pelaksanaan maupun sistemnya sendiri. Dipandang dari

sistem surveillans di daerah, dapat dinyatakan masih terdapat berbagai kelemahan

sistemik. Berbagai kelemahan sistem surveilans di daerah ini menjadi hambatan besar

dalam melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Dapat dikatakan ada kelemahan

supporting sistem untuk surveilans KIA di daerah.

Prosedur tetap (protap) pelaksanaan sistem surveilans – respons KIA ini

merupakan pedoman pelaksanaan 8 fungsi pokok surveilans untuk 12 penyakit

perioritas KIA yang ditetapkan oleh Depkes sebagai berikut (Depkes RI, 2007b): (1)

Perdarahan pasca persalinan; (2) Preeklampsia/Eklampsia; (3) Sepsis Puerperalis; (4)

Abortus spontan; (5) Partus macet; (6) BBLR; (7) Tetanus neonatorum; (8) Sepsis

neonatorum; (9) Asfiksia neonatorum; (10) Gizi buruk; (11) Pneumonia; (12) Diare

akut.

Universitas Sumatera Utara

51

2.5.2 Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak

Berbeda dengan pelayanan kesehatan bidang spesialisasi lain, pelayanan

maternal memiliki beberapa keistimewaan. Pengguna jasa pelayanan maternal,

sebagian besar adalah orang sehat. Selain itu sasaran pelayanan maternal bukan saja

ibu melainkan juga anak/ bayi yang dikandungnya. Atas dasar hal ini maka pelayanan

maternal harus optimal, baik teknis pelayanan obstetrik maupun program kesehatan

ibu dan anak beserta dengan evaluasinya. Dalam mengevaluasi program yang

dijalankan, keberadaan data yang berkualitas adalah sangat penting. Data yang

memuat berbagai pengukuran dalam kesehatan ibu dan anak ini lah yang merupakan

indikator kinerja pelayanan maternal (Depkes RI, 2007b).

2.5.3 Kematian Ibu, Bayi dan Balita sebagai Masalah dalam Kesehatan Ibu

dan Anak

Kehamilan, di satu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi

seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada

hal-hal yang tidak diharapkan turut menyertai kehamilan tersebut. Komplikasi

kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi

keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak

negara berkembang.

Kematian ibu didefinisikan sebagai kematian seorang wanita yang terjadi

pada masa kehamilan dan nifas atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya

kehamilan tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan, akibat setiap hal yang

Universitas Sumatera Utara

52

berhubungan dengan dan/atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaan-nya, tetapi

bukan oleh sebab kecelakaan. ICD-X membagi kematian maternal menjadi dua

kelompok yaitu kematian obstetrik langsung, yaitu kematian yang disebabkan oleh

komplikasi obstetrik pada saat kehamilan, persalinan dan nifas maupun akibat

tindakan-tindakan, kesalahan-kesalahan karena penanganan yang tidak tepat/benar

ataupun gabungan kejadian berbagai hal diatas. Kelompok kedua adalah kematian

obstetrik tidak langsung, yaitu kematian maternal yang terjadi karena penyakit yang

ada sebelumnya atau mulai terjadi pada saat kehamilan dan tidak disebabkan oleh

penyebab langsung tetapi diperberat oleh efek fisiologis dari kehamilan.

Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama

kelahirannya. Berdasarkan International Collaborative Effort (ICE), penyebab

kematian bayi dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia,

imaturitas,infeksi, sudden infant death syndrome (SIDS), kematian mendadak yang

tidak bisa dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian

balita adalah kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun

(Depkes RI, 2007b).

2.5.4 Mengukur Besarnya Kematian Ibu

Mengukur angka kematian, baik ibu maupun bayi, bukanlah suatu hal yag

mudah. Data angka kematian ibu dan bayi yang ada selama ini dianggap sebagai

”puncak dari gunung es”, dimana kasus yang tidak terdata jauh lebih banyak dari

pada angka yang dilaporkan. Menurut WHO, kematian ibu sulit untuk diukur karena

Universitas Sumatera Utara

53

alasan konseptual dan praktis. Kematian ibu sulit untuk diidentifikasi secara tepat

karena tidak seperti kasus kematian biasa, pada kasus kematian ibu, diperlukan juga

data usia reproduksi, keadaan kehamilan sesaat sebelum kematiannya serta penyebab

klinis kematiannya. Ketiga komponen ini sulit untuk didapatkan secara akurat apabila

pada suatu daerah tidak ada sistem pelaporan kematian yang baik. Pada dasarnya hal-

hal yang mendasari timbulnya kesalahan dalam sistem pelacakan kematian maternal

dapat meliputi kesalahan klasifikasi kematian, kesalahan analisa penyebab medis

kematian dan tidak terdapatnya sistem pencatatan/registrasi kependudukan yang baik.

Dalam mengukur besarnya kematian ibu pada suatu populasi, digunakan indikator-

indikator antara lain :

Maternal Mortality Ratio (di Indonesia disebut dengan Angka Kematian

Ibu), yaitu jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang

sama.

Ukuran ini mengindikasikan risiko kematian ibu diantara wanita yang sedang hamil

dan wanita yang baru saja hamil dan juga merefleksikan status kesehatan seorang

wanita, akses ke pelayanan kesehatan dasar dan kualitas pelayanan yang diterima

wanita tersebut.

N Kematian Maternal Ratio = -------------------------- x 100.000

N kelahiran hidup

Universitas Sumatera Utara

54

Maternal Mortality Rate, yaitu Jumlah kematian ibu per 100.000 wanita usia

15-49 per tahun. Ukuran ini merefleksikan baik risiko kematian ibu hamil dan ibu

yang baru saja hamil, maupun proporsi seluruh wanita yang menjadi hamil pada suatu

tahun tertentu.

Risiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Life Time Risk of Maternal Death)

merupakan probabilitas kematian Ibu yang dihadapi oleh rata-rata wanita sepanjang

usia reproduktifnya. Seperti maternal mortality rate, ukuran ini merefleksikan baik

risiko seorang wanita untuk meninggal karena sebab maternal, maupun risikonya

untuk menjadi hamil. Ukuran tersebut juga memperhitungkan akumulasi risiko dari

tiap kehamilan (Depkes RI, 2007b).

2.5.5 Faktor –faktor yang Mempengaruhi dalam Kehamilan

Faktor risiko merupakan suatu kondisi ataupun perilaku yang ada pada

seseorang dimana kondisi/ perilaku tersebut dapat meningkatkan probabilitas individu

itu menderita suatu penyakit. Pada bidang maternal, dikenal juga faktor risiko yang

dapat mempersulit kehamilan maupun persalinan nantinya. Dalam meningkatkan

kualitas pelayanan maternal ini, penilaian faktor risiko yang ada dalam seorang ibu

hamil, merupakan suatu hal yang penting karena turut menentukan penanganannya,

baik dalam ANC, persalinan maupun pasca melahirkan.

Skrining faktor resiko pada ibu hamil, dilakukan untuk mengetahui seberapa

besar risiko ibu hamil tersebut untuk mengalami komplikasi kehamilan dan

persalinan. Tujuan akhirnya adalah, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan

Universitas Sumatera Utara

55

(komplikasi sampai pada kematian maternal) sehingga angka kematian ibu juga dapat

ditekan. Faktor risiko yang perlu dinilai pada seorang ibu hamil, antara lain (Depkes

RI, 2007b):

1. Faktor kesehatan ibu hamil itu sendiri, meliputi usia ibu, status antropometrik

(berat dan tinggi badan), lebar panggul, riwayat obstetrik, riwayat ANC, riwayat

penyakit sebelumnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan

lain-lain.

2. Faktor perilaku ibu yang dapat berpengaruh pada kehamilannya, misalnya

kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol ataupun bekerja berat selama

hamil

3. Faktor genetik, meliputi penyakit familial yang diderita mungkin dapat

berpengaruh pada ibu maupun anak dalam kandungannya

4. Faktor lain seperti kondisi tempat tinggal, perilaku orang di sekitarnya misalnya

suami seorang perokok berat), serta faktor stress emosional.

2.5.6 Pelaporan KIA Puskesmas

Setiap unit pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas berkewajiban

memberikan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menyangkut dengan

program KIA yang dilaksanakan. Adapun tugas petugas dalam pelaksanaan pelaporan

surveilans respons KIA pada tingkat Dinas kesehatan dan Puskesmas adalah :

Universitas Sumatera Utara

56

a. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

- Memberikan bimbingan dan pelatihan kepada petugas di Puskesmas dan

sarana kesehatan lainnya mengenai bagaimana cara untuk melaporkan

penyakit-penyakit prioritas KIA serta kondisi penyertanya.

- Melaporkan kasus-kasus KIA yang membutuhkan penanganan segera ke

Bupati dan lintas sektor terkait.

- Melaporkan ke provinsi jumlah kasus kematian ibu dan bayi, berdasarkan

penyebab dan faktor risiko (setiap bulan).

- Mengusahakan dan mempertahankan ketepatan waktu pelaporan dari

Puskesmas dan sarana-sarana kesehatan lainnya.

b. Puskesmas, RS, Sarana Kesehatan Kecamatan

- Puskesmas menyerahkan pelaporan PWS KIA beserta hasil lokakarya mini

bulanan ke Dinkes Kabupaten/Kota.

- Rumah sakit, rumah bersalin menyerahkan pelaporan ke Dinkes Kabupaten /

Kota.

- Klinik bersalin, dokter dan bidan praktek swasta menyerahkan pelaporan ke

Puskesmas wilayah kerja.

- Melaporkan informasi berbasis data untuk kasus yang membutuhkan

penanganan segera. Misalnya : pelaporan maksimal 1 x 24 jam untuk kasus

kematian ibu karena perdarahan.

Universitas Sumatera Utara

57

1x/mg rekap W2 elektronik SMS 1x/3 bln 1x/mg rekap W2 elektronik 1x/ bln P E

melaporkan

melacak/indep interview – AMP social

Keterangan : PE : Penyelidikan Epidemiologi

: Mengambil data yang dibutuhkan (Kematian ibu, kematian WUS, dll) untuk kemudian di pilah menjadi kematian maternal atau kematian non maternal.

: pengambilan data oleh petugas surveilan

Gambar 2.3 Desain dan Prosedur Pelacakan/Pelaporan Kasus kematian/KIA

Sumber: Depkes, 2007

Surveilans Tk. Prov

Surveilans Tk. Kab/Kota

Surveilans Puskesmas

UPK Pemerintah

UPK Swasta

Masyarakat Kelurahan/desa

Kesga Provinsi

Kesga Kabupaten

Bidan Koordinator Puskesmas

Bidan Desa

-AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI

-AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI

-AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI

Universitas Sumatera Utara

58

2.6 Pusat Kesehatan Masyarakat

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Unit Pelaksana Teknis

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya

kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Sesuai dengan yang tersebut di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN-

2004) bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan tingkat

pertama. Adapun fungsi puskesmas ada tiga yaitu : sebagai pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan; pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga

serta sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dalam melaksanakan

kegiatannya Puskesmas mengacu pada 4 azas penyelenggaraan yaitu wilayah kerja,

pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan (Depkes RI, 2006).

Secara organisasi kedudukan Puskesmas dalam sistem kesehatan

Kabupaten/Kota merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) yang

bertanggung jawab kepada Kadinkes Kabupaten / Kota dan secara operasional

kegiatannya dikoordinasikan oleh camat. Oleh karena sebagai UPTD, Puskesmas

secara teknis dan fungsional merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan

masyarakat tingkat pertama dan harus dibina oleh Dinkes Kabupaten / Kota. Untuk

pelaksana medik dasar tingkat pertama yang secara tehnis medis dapat mengadakan

koordinasi dan bekerja sama dengan RSUD Kabupaten/Kota (Muninjaya, 2004).

Universitas Sumatera Utara

59

Puskesmas mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan program

kegiatannya, untuk itu perlu didukung kemampuan manjemen yang baik. Manajemen

Puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang

meliputi perencanaan, penggerakan pelaksanaan serta pengendalian, pengawasan dan

penilaian.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya

Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib

merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia.

Upaya ini memberikan daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan

kesehatan melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta

merupakan kesepakatan global maupun nasional.

Yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah Promosi Kesehatan,

Kesehatan lingkungan, Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi

Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan.

Sedangkan Usaha Kesehatan Pengembangan adalah upaya kesehatan yang ditetapkan

berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat setempat serta

disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas (Depkes RI, 2006).

2.7 Landasan Teori

Megacu kepada definisi Public Health menurut Winslow, pengembangan

program kesehatan masyarakat disuatu wilayah terdiri dari tiga komponen pokok

yaitu kegiatan yang berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit (preventing

Universitas Sumatera Utara

60

desease) dan memperpanjang hidup (prolonging life) melalui usaha-usaha kesehatan

lingkungan, imunisasi, pendidikan kesehatan dan pengenalan penyakit secara dini

(surveilans, penimbangan balita, ANC dan sebagainya).

Surveilans epidemiologi KIA pada prinsipnya adalah salah satu program dari

organisasi kesehatan dalam hal ini organisasi puskesmas. Pelaksanaan surveilans

epidemiologi KIA tidak terlepas dari berbagai faktor baik bersumber dari dalam

organisasi maupun luar organisasi. Salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari

tersebut adalah sumber daya organisasi.

Menurut Aditama (2003) sumber daya organisasi adalah segala sesuatu yang

terdapat dalam organisasi untuk menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai

tujuan organisasi. Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam sumber daya

organisasi tersebut antara lain tenaga yang meliputi karakteristik tenaga atau sumber

daya manusia seperti kompetensi sumber daya manusia mencakup pengetahuan, dan

keterampilan, motivasi tenaga, sumber dana yang digunakan baik sumber dana

maupun jumlah dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program surveilans

epidemiologi KIA, sarana dan fasilitas pendukung pelaksanaan surveilans

epidemiologi KIA serta prosedur kerja sebagai uraian kegiatan dan tatalaksana dalam

pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA.

Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA dari

Puskesmas merupakan komponen yang mepunyai peranan penting dalam pencegahan

dan penanggulangan kesehatan ibu dan anak. Kinerja surveilans epidemiologi dalam

pelaporan KIA Puskesmas (organizational performance) memiliki keterkaitan yang

Universitas Sumatera Utara

61

sangat erat dengan kinerja pelaksana pelaporan KIA Puskesmas (induvidual

performance). Sementara itu, tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan baik,

sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan teknologi) dan sumber daya lain

seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh organisasi. Kinerja individu adalah

hasil kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar

kerja yang telah ditentukan.

Kinerja individu dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi dari seseorang.

Kemampuan dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, sedang motivasi

dipengaruhi oleh sikap pekerja terhadap situasi pekerjaannya. Dalam mencapai

kinerja surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA yang optimal tentu tidak

terlepas dari pengaruh sumber daya organisasi yang dimiliki oleh Puskesmas baik

dari pengetahuan, ketrampilan dan motivasi pelaksana pelaporan, dana, sarana

prasarana maupun prosedur kerja dalam kegiatan tersebut.

Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987), kinerja suatu

organisasi dipengaruhi oleh (1) faktor organisasi meliputi sumber daya,

kepemimpinan dan imbalan, serta desain pekerjaan, (2) faktor individu meliputi

kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) serta sosiodemografis dan faktor

psikologis meliputi persepsi, motivasi, sikap dan kepribadian. Hal ini jika dikaitkan

dengan pendapat Aditama (2003), maka unsur sumber daya organisasi mencakup

faktor individu, dan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

62

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep ini menggambarkan pengaruh dari variabel bebas sumber

daya organisasi Puskesmas berupa pengetahuan, ketrampilan dan motivasi pelaksana

pelaporan, dana, sarana dan prosedur kerja di Puskesmas terhadap variabel terikat

kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA dalam wilayah

Kabupaten Bireuen yang dapat dilihat pada skema berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

KINERJA PETUGAS SURVEILANS

EPIDEMIOLOGI KIA

- UMUR - PENDIDIKAN - MASA KERJA - PENGETAHUAN - KETRAMPILAN - MOTIVASI - DANA - SARANA - PROSEDUR KERJA

SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS

Universitas Sumatera Utara