Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

25
Isu Gender dalam SDM di Bidang Komunikasi

description

a

Transcript of Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Page 1: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Isu Gender dalam SDM di Bidang Komunikasi

Page 2: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

(Sumber gambar: Godydo.com)

Page 3: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

Jurnalistik = profesi yang maskulin?

Sekitar 50 tahun yang lalu, jurnalistik merupakan profesi yang didominasi laki-laki. Jurnalis perempuan merupakan perkecualian dan kaum perempuan merasa kecil hati untuk memasuki profesi ini. (Equality and Quality: Setting Standards for Women in Journalism, International Federation Journalist, 2001)

Page 4: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Jumlah mahasiswi yang memilih jurusan jurnalistik di seluruh dunia menunjukkan trend kenaikan. Rata-rata presentasenya adalah 40 persen. Jumlah jurnalis perempuan di Asia Pasifik mencapai 12 persen dari total jurnalis, Eropa dan Amerika Serikat 40 persen dan Afrika 25 persen. (Equality and Quality: Setting Standards for Women in

Journalism, International Federation Journalist, 2001)

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

Page 5: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Meski terjadi trend peningkatan jumlah perempuan yang bekerja sebagai jurnalis, namun perempuan hal tersebut tidak berarti perempuan bisa menempati posisi yang berpengaruh di media tempat bekerja. Hanya 3-5% yang menempati posisi editor/redaktur, kepala departemen atau direktur.

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

Page 6: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Jurnalis Perempuan masih menghadapi berbagai hal berikut:

• Stereotypes

• Employment conditions

• Social and personal obstacles

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

Page 7: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Stereotip

Contoh: • Jurnalis olahraga laki-laki secara otomatis

mendapatkan kepercayaan dan respek yang layak karena asumsinya laki-laki paham olahraga tersebut. Di sisi lain, jurnalis olahraga perempuan harus terus membuktikan dirinya paham tentang apa yang dibicarakan. (Women in Sports Journalism: Equality in the Last Male Frontier, 2011)

Page 8: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Stereotip

A sideline reporter's qualifications are often overlooked for the one crucial aspect: attractiveness.  According to a local sports journalist, “An awful lot of players,

coaches, and media members consider female sideline reporters as nothing more than pretty faces.

[…] [T]heir contributions are often overlooked and passed off as coming about because of that very

quality”(Women in Sports Journalism: Equality in the Last Male Frontier, 2011)

Page 9: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi Ketenagakerjaan

Mencakup: Gaji yang tidak adil, kurangya akses untuk mendapatkan pelatihan, prosedur promosi jabatan yang tidak fair, minimnya kesempatan untuk menempati posisi pengambil keputusan, pembatasan usia, pemisahan kerja

Page 10: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi Ketenagakerjaan

Kondisi gaji (pendapatan kotor) jurnalis perempuan di berbagai negara:

* Belgia, menerima 25 persen lebih rendah dari jurnalis laki-laki

* Indonesia, menerima 22 persen lebih rendah dari jurnalis laki-laki

* Belanda, menerima 20 persen lebih rendah dari jurnalis laki-laki

(Gender Pay Gap in Journalism, Wage Indicator Global Report 2012)

Page 11: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi Ketenagakerjaan

1. Jurnalis perempuan di Uni Eropa dan bekas negara Uni Soviet merasa kurang puas dengna pekerjaan mereka

2. Dibandingkan dengan jurnalis laki-laki, jurnalis perempuan yang puas dengan gaji, kondisi kerja, dan juga rekan kerja lebih kecil.

(Gender Pay Gap in Journalism, Wage Indicator Global Report 2012)

Page 12: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Hambatan Personal dan Sosial

• Mencakup: konflik antara tuntutan keluarga dan karir, kurangnya fasilitas pendukung harian, kurangnya rasa kebanggaan diri

Page 13: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Hambatan Personal dan Sosial

Di Uni Emirates ARab, masih terjadi salah persepsi terhadap perempuan yang berprofesi jurnalis. Profesi tersebut dipandang negatif oleh orangtua, orang dekat, dan masyarakat umum. Perempuan dianggap tak layak berprofesi di industri media. Di UEA juga terjadi diskriminasi terhadap jurnalis perempuan terkait minimnya pelatihan untuk peningkatan kemampuan, tugas liputan luar negeri, kepercayaan untuk mengemban tanggungjawab, dan kemampuan peningkatan karir (Kirat, 2004)

Page 14: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Hambatan Personal dan Sosial

Di Thailand, hampir 35 persen dari jurnalis perempuan setidaknya sekali pernah diminta oleh keluarganya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut

Jurnalis perempuan di Thailand sering ditolak narasumber hanya karena faktor gender. Selain itu jurnalis perempuan di "Negeri Gajah Putih" juga sering disalahkan karena faktor gender.

(Perceptions of Male and Female Newspaper Journalists in Thailand, n.d.)

Page 15: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Hambatan Personal dan Sosial

Publik di Thailand (sampel 400 responden) memandang jurnalis perempuan sebagai: emosional, sensasional, terlalu sibuk dengan diri sendiri, egois, tidak kredibel untuk menulis berita, tidak cocok untuk menulis berita "hard news"

(Perceptions of Male and Female Newspaper Journalists in Thailand, n.d.)

Page 16: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Bagaimana dengan kondisi di INDONESIA?

Page 17: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi di Indonesia

Indikator untuk menilai kesejahteraan jurnalis perempuan di Indonesia (Jejak Jurnalis Perempuan, 2012):

a.Kondisi jam kerja, b.Kondisi jam istirahat, c.Fasilitas perlindungan kerja, d.Gaji rutin, e.Fasilitas asuransi, f.Fasilitas jamsostek, g.Tunjangan uang makan, h.Tunjangan uang transport, i.Kondisi cuti tahunan, j.kondisi cuti melahirkan, k.kondisi cuti haid, l.kesempatan laktasi, m.fasilitas penitipan anak, n.kesempatan sebagai pengambiul kebijakan, o.kesempatan mendapatkan pendidikan tambahan

Page 18: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi di Indonesia

Penelitian menunjukkan sebanyak 6,59% jurnalis perempuan mengalami diskriminasi dan 14,81% mengalami pelecehan ketika bertugas. Tak jarang narasumber mengajak berkencan jurnalis perempuan.

Page 19: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi di Indonesia

Persoalan lain yang masih dialami jurnalis perempuan adalah belum banyaknya jumlah jurnalis perempuan yang duduk sebagai pengambil kebijakan di media. Padahal untuk merubah sebuah kebijakan, lebih baik ada banyak jurnalis perempuan lagi yang menduduki posisi ini.

Page 20: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Harapan Jurnalis Perempuan di Indonesia

Berdasarkan Indeks Importance Performance Analysis urutan indikator-indikator yang harus dibenahi adalah:

Prioritas 1: cuti haid, kesempatan untuk menyusui, tempat penitipan anak dan pemberian waktu istirahat;

Prioritas 2: kondisi jam kerja, perlindungan kerja, asuransi, jamsostek, cuti melahirkan dan kesempatan menjadi pengambil kebijakan;

Priorotas 3: gaji rutin, tunjangan makan, tunjangan transportasi, cuti tahunan dan kesempatan mendapatkan pendidikan tambahan.

Page 21: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Kondisi di Indonesia

Dilihat perlokasi responden riset, Jakarta merupakan daerah tertinggi yang fasilitas bagi jurnalis perempuan paling banyak dipenuhi oleh medianya, disusul Medan, Jayapura, dan Pontianak di peringkat kedua. Di posisi selanjutnya tercatat Surabaya, sementara Makassar dan Yogyakarta fasillitas jurnalisnya tergolong paling sedikit dibandingkan daerah lain.

Page 22: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

“Yang dapat saya petik, mulai dari melatih kesabaran, memahami lebih mendalam

seputar perkeretaapian, hingga lebih memahami karakter dari masing-masing

stakeholder, baik internal maupun eksternal. Kuncinya, saya harus mampu

berkomunikasi dengan baik dengan seluruh stakeholder,” (EVA CHAIRUNISA, Manajer

Humas PT KAI Commuter Jabodetabek, dikutip dari Mix.co.id)

Page 23: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

“... feminist values such as caring, cooperation, intuition, commitment, sensitivity, respect,...are the norms of PR ” (Gruning, et.al. dalam Farihanto, 2012)

Page 24: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia kerja, PR mayoritas pria menduduki jabatan manajerial, sementara wanita masih berada dalam taraf teknisi. Inilah yang menghilangkan kesempatan bagi perempuan untuk lebih mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya, termasuk ketika dia harus menjadi “decision maker” pada sebuah jajaran manajerial. (Dwi Jayanti, 2011)

Page 25: Manajemen SDM - P8 - Isu Gender Dalam SDM

Isu Gender dalam SDM Komunikasi

Namun pada faktanya, peran perempuan yang menjadi PR tidak jarang hanya sekadar menjadi alat “pemikat” semata (Kurnia dan Putra, 2004). Banyak perusahaan yang menunjuk seorang perempuan menjadi PR, bukan karena kemampuan atau pendidikan yang dimiliki, tetapi semata karena pesona yang dimiliki perempuan tersebut. Citra organisasi akan jauh lebih baik dan menarik apabila seorang perempuan yang atraktif dan menarik menjadi merepresentasikan organisasinya (Farihanto, 2012)