SARS

23

Click here to load reader

Transcript of SARS

Page 1: SARS

PENUGASAN BLOK

SISTEM PERTAHANAN TUBUH DAN PENYAKIT INFEKSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Komponen Penilaian Blok

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME

(SARS)

Disusun oleh

Nama : Nuklear Adiwena (07711204)

Yudha Fauzan (10711003)

Tutor : dr. Sukron

Tutorial : 19

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2011

1

Page 2: SARS

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

I. Definisi

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi

saluran nafas yang disesbakan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis

yang sangat berat (Chen & Rumende, 2006). SARS adalah sindrom pernapasan

akut berat yang merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang

penyebabnya adalah Coronavirus (Poutanen et al.,2003).

Menurut literatur lain, SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah

sekumpulan gejala sakitpernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga

penyakit infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Corona Family

Paramyxovirus (Zhang et al.,2006). SARS (severe acute respiratory syndrome)

adalah suatu jenis kegagalan paru- paru dengan berbagai kelainan yang berbeda,

yang menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru)

(Svoboda. 2006).

II. Epidemiologi

Kasus pertama kali dilaporkan terjadi di sekitar bulan November 2002,

dari propinsi Guangdong, Cina. Yaitu dilaporkan adanya penderita penderita yang

mengalami radang paru yang atipikal dan sangat gawat serta tingkat penularannya

tinggi. Dilaporkan juga penyakit ini tealh menjangkiti sekitar 305 orang dan

menyebabkan 5 diantaranya tewas, dan 30 persen dari kasus tersebut dilaporkan

terjadi pada tenaga medis. SARS terbawa keluar dari Guangdong ke Hongkong

pada tanggal 21 februari 2003 oleh seorang dokter yang telah merawat pasien

dengan gejala mirip flu di tempat kerjanya. Setelah saat itu infeksi semakin

meluas ke penjuru Cina dan Hongkong yang pada akhirnya meluas hingga ke

Vietnam dan Canada (WHO, 2003)

Pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan Dunia (World Health

Organization/WHO) mengeluarkan suatu peringatan ke seluruh dunia adanya

suatu penyakit yang disebutnya sebagai sindrom penapasan akut parah (severe

acute respiratory syndrome/SARS) (WHO,2003). Penyakit ini digambarkan

1

Page 3: SARS

sebagai radang paru (pneumonia) yang berkembang secara sangat cepat, progresif

dan seringkali bersifat fatal, dan diduga berawal dari suatu propinsi di Cina Utara

yaitu propinsi Guangdong. Pada saat pengumuman WHO ini dikeluarkan, kasus-

kasus SARS diketahui telah menyerang beberapa negara seperti Cina, Hongkong,

Vietnam, Singapura dan Kanada (Poutanen et al.,2003).

Sampai dengan tanggal 3 Mei 2003 telah ditemukan sebanyak 6.234 kasus

(probable cases) dan 435 (6,97%) kematian di tigapuluh negara. Sulit sekali untuk

menentukan dengan pasti, berapa jumlah kasus, berapa negara yang terkena

wabah SARS dan berapa angka kematian, oleh karena gambaran penyakit ini

setiap saat berubah dengan cepat (WHO, 2003).

III. Etiologi

Saat ini penyebab penyakit SARS sudah dapat diketahui, yaitu berupa

infeksi virus yang tergolong dalam genus coronavirus (CoV). CoV SARS

biasanya tidak stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini dapat

bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan

viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feces (Chen & Rumende,

2006).

CoV SARS tersebut merupakan tipe baru dari coronavirus telah

diidentifikasi sebagai penyebab SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).

SARS coronavirus (SARS CoV) secara resmi telah dideklarasikan oleh WHO

sebagai agen causative penyebab SARS. SARS-CoV mempunyai patogenesis

yang unik sebab mereka menyebabkan infeksi pernafasan pada bagian atas dan

bawah sekaligus serta dapat menyebabkan gastroenteritis (WHO,2003)

Coronavirus sendiri berasal dari bahasa Yunani κορών yang berarti

mahkota (corona). Dilihat di bawah mikroskop elektron, mahkota terlihat seperti

tancapan paku-paku yang terbuat dari S glikoprotein. Struktur inilah yang terikat

pada sel inang dan nantinya dapat menyebabkan virus dapat masuk ke dalam sel

inang (Jawetz et al.,1996).

Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus yang

besar, dan mempunyai selubung (envelope). Selubung virus ini dipenuhi dengan

1

Page 4: SARS

tonjolan-tonjolan yang panjang berbentuk daun bunga (petal). Genom RNA

coronavirus ini mempunyai ukuran 27-32 kb dan merupakan genom yang terbesar

di antara semua virus yang ada. Genom virus ini beruntai tunggal (single-

stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid helikal yang fleksibel dan panjang.

Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein yang terbentuk dari

penggembungan membran intraseluler (Drosten et al.,2003).

Ada 3 kelompok serologis coronavirus yang telah dikenali dan untuk

setiap serogrup, virus diidentifikasi sesuai dengan pejamu alamiahnya, dengan

cara urutan (sekuens) nukleotidanya dan hubungannya masing-masing secara

serologis. Seperti halnya dengan kebanyakan virus-virus RNA, coronavirus

memiliki frekuensi mutasi yang sangat besar. Dengan melihat panjangnya genom

dan frekuensi kesalahan polymerase RNA dari virusvirus lain, genom RNA

coronavirus agaknya memiliki kumpulan titik mutasi pada setiap replikasi RNA-

nya (Drosten et al.,2003).

Analisis urutan (sekuens) nukleotida dari berbagai isolate coronavirus

menunjukkan suatu variabilitas sekuens yang dapat mempengaruhi replikasi virus

dan patogenesisnya. Ada anggapan bahwa penyakit SARS yang disebabkan oleh

coronavirus dan menyerang manusia merupakan keadaan di mana coronavirus

yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami mutasi dan berevolusi untuk

kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok hewan lainnya dan juga

pada manusia (Poutanen et al.,2003).

IV. Transmisi

Cara penularan CoV SARS yang utama adalah melalui kontak langsung

membran mukosa (mata, hidung, mulut) dengan droplet pasien yang terinfeksi.

Selain itu, berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit (nebulisasi, intubasi,

suction, dan ventilasi) dapat meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena

kontaminasi alat yang digunakan, baik droplet maupun materi infeksius lain

seperti partikel feses dan urin (Chen & Rumende, 2006).

Pada penelitiannya, Ignatius et al (2004) menemukan bahwa penyebaran

virus SARS ternyata bisa diperantarai oleh udara (airborne transmission), hal

1

Page 5: SARS

inilah yang menyebabkan community outbreak pada SARS di Hongkong dan

Toronto (USA).

V. Patogenesis dan Patofisiologi

SARS secara klinis lebih melibatkan saluran nafas baian bawah

dibandingkan dengan saluran nafas dibagian atas. Pada saluran nafas baian bawah,

sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena dibandingkan trakea

maupun bronkus. Menurut Chen dan Rumende (2006), patogenesis SARS terdiri

dari 2 macam fase :

1. Fase Pertama

Terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini melibatkan

proses akut yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang

eksudatif. Fase ini dicirikan dengan adanya infiltrasi dari sel-sel

inflamasi serta edema dan pembentukan membran hialin.

Membran hialin ini terbentuk dari endapan protein plasma serta

debris nucleus dan sitoplasma sel-sel epitel paru (pneumosit) yang

rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier antara

sirkulasi darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang

berasal dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam ruang alveolus

(efusi). Namun masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan sel-

sel paru tersebut diakibatkan karena efek toksik dari virus tersebut

secara langsung atau kerusakan tersebut terjadi karena perantara sistem

imun. Pada saat fase eksudatif ini dapat diamati dan diidentifikasi

RNA dan antigen virus yang terdapat pada makrofag alveolar.

2. Fase kedua

Fase ini dimulai tepat setelah fase pertama selesai (setelah 10 hari).

Fase ini ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD

yang terorganisir. Pada periode ini didapati metaplasia sel epitel

skuamosa bronchial, bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada

dinding lumen alveolus. Pada fase ini juga tampak dominasi pneumosit

1

Page 6: SARS

tipe 2 dengan perbesaran nucleus dan nucleoli yang eosinofilik.

Selanjutnya juga ditemukan adanya sel raksasa dengan banyak nucleus

(multinucleated giant cell) dalam rongga alveoli. Sel raksasa tersebut

diduga merupakan akibat langsung dari VoC SARS, namun sumber

lain mengatakan bahwa hal tersebut bukan karena COV SARS namun

disebabkna karena proses inflamasi yang berat pada tahap DAD

eksudatif.

VI. Manifestasi Klinis

a. Gejala prodormal

Masa inkubasi penyakit SARS antara 1-14 haridengan rerata 4 hari.

Gejala prodormal yang timbul dimulai dengan adanya gejala-gejala

sistemik yang non spesifik, seperti :

- Demam > 380C

- Myalgia

- Menggigil

- Rasa kaku ditubuh

- Batuk non produktif

- Nyeri kepala dan pusing

- Malaise

Gejala-gejala tersebut merupaka gejala tipikal yang sering timbul pada

penderita SARS, namun tidak semua gejala tersebut timbul pada setipa

pasien pada beberapa kasus demam muncul dan menghilang dengan

sendirinya pada hari ke 4 hingga ke 7, tapi sama sekali tuidak menunjukka

adanya perbaikan pada pasien, dan terkadang demma muncul kembali

pada minggu ke 2(Chen & Rumende, 2006).

b. Manifestasi Umum

Meskipun SARS merupakan virus yang menyerang system pernafasan

namun beberapa kasus ditemukan penderita dengan gejala multiorgan.

Manifestasi Pernafasan

1

Page 7: SARS

Penyakit paru adalah gejala klinis utama dari penderita SARS,

gejala- gejala utama yang timbul antara lain :

- Batuk kering

- Sesak nafas

Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada Infeksi saluran

nafas pada umumnya, namun gejala tersebut mengalami perburuakan

pada awal minggu kedua. Dimana gejala sesak makin lama akan

semakin berat dan mulai membatasi aktifitas fisik pasien. Sebanyak

20-25% pasien mengalami progresi buruk kearah acute respiratory

distress syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit tipe 2

yang memproduksi surfaktan.

Gejala lain yang mungkin timbul adalah pneumotoraks dan

penumomedistinum, yang diakibatkan karena udara yang terjebak

dalam ringga dada, hal ini dilaporkan sebanyak 12% terjadi secara

spontan dan 20% timbul setelah pengunaan ventilator di ICU (Chen &

Rumende, 2006).

Penyebab kematian tersering pada SARS adalah dikarenakan oleh

ARDS berat, kegagalan multiorgan, infeksi sekunder, septicemia, serta

komplikasi tromboembolik.

Manifestasi Pencernaan

Gejala yang timbul pada system pencernaan diduga

disebabkan karena transmisi penularan VoC SARS melalui

oral. Gejala utamanya adalah diare. Pada kasus ini didapati

sebanyak 20% pasien SARS mengalami diare pada

kedatangan pertama dan 70% dari jumlah tersebut tetap

mengalami gejala ini selama masa perjalanan penyakitnya.

Diare yang ditimbulkan biasanya cair dengan volume yang

banyak tanpa disertai darah maupun lendir. Pada kasus berat

biasanya dijumpai ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi

karena penurunan cairan tubuh akibat diare (Chen &

Rumende, 2006).

1

Page 8: SARS

Pada beberapa kasus yang tidak disertai pneumonia, gejala

diare ini adalah satu-satunya gejala yang tampak, namun pada

beberapa kasus lain dengan pneumonia, diare mulai tampak

pada mingu kedua sakit bersamaan dengan timbulnya demam

dan perburukan pada paru.

Manifestasi Lain

Sebanyak 25% pasien SARS mengalami peningkatan

SGPT pada kedatangan pertama. Belum bisa dipastikan

penyebabk peningkatan enzim ini namun diduga

peningkatan enzim ini disebabkan karena respon tubuh

terhadapa infeksi CoV SARS pada tubuh manusia bukan

karena infeksi spesisfik CoV pada hepar.

Dari seri kasus di hongkong, sekitar 50% pasien

mengalami hipotensi selama masa perawatan di rumah

sakit. Hipotensi iniu menyebabkan rasa pusing pada pasien

SARS

Dari seri kasus di hongkong didapati sekitar 40% pasien

mengalami takikardi. Namun manifestasi kardiovaskuler

pada SARS ini pada umumnya tidak memerlukan terapi

spesifik.

Beberapa kasus dilaporkan gejala epilepsy dan disorientasi

pada pasien SARS namun deficit neurologi fokal tidak

pernah ditemukan. Meskipun demikian tetap harus

diwaspadai terhadapa kemungkinan manfestasi SARS

pada system saraf mengingat adanya laporan kasus yang

menunujukkan adanya status epileptikus pada pasien

dengan disertai penemuan CoV SARS pada CSS dengan

kadar yang cukup signifikan. Menurut Chen dan

Rumende(2006), CoV SARS ini juga dapat

mengakibatkan demyelinisasi pada saraf otak.

1

Page 9: SARS

VII. Pemeriksaan fisik dan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik, didapati :

auskultasi didapati ronki basal di paru

Hipotensi ( sistolik <100 mmhg)

Petekie dan ekimosis, namun jarang.

Takikardi

Bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena kekurangan oksigen)

Pemeriksaan darah, didapati :

Limfopenia <1000/mm3

Neutrofilia

Trombositopenia )didapati pada 50% kasus SARS

Pemeriksaan Penunjang Lain

No Pemeriksaan Hasil yang ditemukan Klinis

1. Foto Thoraks Infiltrat di paru pneumonia

2. CT-Scan Thoraks Konsolidasi ruang udara

yang fokal maupunmulti

fokal

Bronchiolitis

Obliterans

organizing

pneumonia

(BOOP)

3. Enzim SGPT Meningkat Belum

diketahui

Pemeriksaan Spesifik

No Pemeriksaan Spesimen Waktu Pemeriksaan Keterangan

1. RT-PCR Dahak, feces,

darah perifer

Minggu kedua sakit Sensivitas tinggi

bia dilakukan pada

mingu kedua

1

Page 10: SARS

2. Deteksi

Antigen

Virus

serum 6-10 hari sakit Sensivitas buruk

bila dilakukan

diawal penyakit

3. Kultur Virus Dahak, darah,

feces, pada

media VeroE6

atau FRhK-4

Awal penyakit Sensivitas semakin

menurun seiring

dengan perjalanan

penyakit

4. Deteksi

Antibody

CoV SARS

(dengan

teknik ELISA

atau IFA)

Darah vena Awal minggu kedua GOLD

STANDART

5. Test DNA

sequencing

darah 8 jam setelah infeksi Sensivitas tinggi

VIII. Diagnosis

Menurut WHO(2003), kategori yang harus dipenuhi untuk kasus

suspek SARS adalah :

1. Demam tinggi dengan suhu >380C

2. Satu atau lebih keluahan pernafasan, termasuk batuk, sesak, dan

kesulitan bernafas disertai dengan satu atau lebih keluhan berikut :

- Kontak dekat dengan orang yang terdiagnosa suspek atau

probable SARS dalam 10 hari terakhir

- Riwayat perjalanan ke tempat/Negara yang terjangkit wabah

SARS dalam 10 hari terakhir

- Bertempat tinggal/pernah bertempat tingal ditempat/Negara

yang terjangkit wabah SARS.

Sedangkan definisi kasus probable SARS adalah kasus suspek

ditambah dengan gambaran foto thoraks yang menunjukkan tanda-

tanda pneumonia atau respiratory distress syndrome, atau seseoran

1

Page 11: SARS

yang meninggal karena penyakit saluran pernafasan yang tidak jelas

penyebabnya, dan pada pemeriksaan otopsi ditemukan tanda patologis

berupa respiratory distress syndromeyang juga tidak jelas

penyebabnya.

IX. Penatalaksanaan

Yang berperan dalam pentalaksanaan pada penderita SARS adalah status

penderita. Pada kasus pasien suspect dan probable cases tindakan yang dilakukan

adalah (WHO, 2003) :

a) Isolasi penderita di Rumah Sakit.

b) Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks

untuk menyingkirkan pneumonia yang atipikal.

c) Pemeriksaan hitung lekosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes

fungsi hati, ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum

pasangan (paired sera).

d) Saat dirawat berikan antibiotika untuk pengobatan pneumonia

akibat lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk

penumonia atipikal.

e) Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun

sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan

ribavirin dengan atau tanpa steroid.

f) Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat

menyebabkan terjadinya aerolization seperti nebuliser dengan

bronkodilator, bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu

sistem pernapasan.

Pada dasarnya, penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting adalah

terapi suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami dehidrasi dan infeksi

sekunder. Sedangkan penggunaan antibiotik spektrum luas sendiri merupakan sebuah

tindakan pencegahan (profilaksis) untuk mencegah infeksi sekunder (Ksiazek, 2003).

Sedangkan menurut pedoman penanggulangan dan pentalaksanaan SARS

Departemen Kesehatan RI (2004) mengemukakan :

1

Page 12: SARS

1) Penatalaksanaan Kasus Suspek SARS

a. Observasi 2 x 24 jam, perhatikan

- Keadaan umum

- Kesadaran

- Tanda Vital (Tekanan Darah, nadi, frekuensi nafas, suhu)

b. Terapi Suportif

c. Antibiotik : amoksilin atau amoksilin + anti B laktamase oral

ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin,

azitromisin)

2) Probable SARS

a. Ringan/Sedang

1) Terapi suportif

2) Antibiotik

- Golngan beta laktam + anti beta laktamase (IV) ditambah

makrolid generasi baru secara oral

Atau

- Sefalosporin generasi kedua atau ketiga (IV)

Atau

- Flourokuinon respirasi (IV) : moxifloksasin, levofloksasin,

gatifloksasin.

b. Berat

1) Terapi Suportif

2) Antibiotik

Tidak ada faktor resiko infeksi psudomonas :

- Sefalosporin generasi ke-3 (iv) non psudomonas

ditambah makrolid generasi baru.

Atau

- Flourokuinon respirasi

Ada faktor resiko infeksi pseudomonas

- Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim,

sefoperazon, sefipim)/karbapenem (iv) ditambah

1

Page 13: SARS

flourokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin)/

aminoglikosida ditambah makrolid generasi baru.

3) Kortikosteroid. Hidrokortison (iv) 4 mg/KgBB tiap 8 jam.

4) Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8mg/KgBB IV tiap 8 jam.

1

Page 14: SARS

Daftar Pustaka

Chen K, Rumende CM. 2006. SARS : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUII :

Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Penatalaksanaan dan Penanggulangan SARS.

Tersedia di URL : http://www.dokter.web.id/Pedoman Penanggulangan

Kasus SARS DEPKES 20RI.pdf

Drosten C, Gunther S, Preiser W, van der Werf S, Brodt H-R, Becker S, et al.

Identification of a novel coronavirus in patients with severe acute

respiratory syndrome. N Engl J Med 2003; 348. Available from URL:

http://www.nejm.org.Accessed April 30, 2003.

Ignatius T.S, Yu M.B, Yuguo Li, Tze Wai Wong, Wilson Tam, M.Phil., Andy T.

Chan, Joseph H.W. Lee, Ph.D, Dennis Y.C. Leung, Ph.D, and Tommy Ho.

2004. Evidence of Airborne Transmission of the Severe Acute Respiratory

Syndrome Virus. N Engl J Med ;350:1731-9

Jawetz, Melnich, Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.

Ksiazek TG, Erdman D, Goldsmith C, Zaki SR, Peret T, Emergy S, et al. 2003. A

novel coronavirus associated with severe acute respiratory syndrome. N

Engl J Med; 348. Tersedia di URL: http://www.nejm.org. Diakses pada 30

Maret 2011.

Poutanen SM, Low DE, Henry B, Finkelkstein S, Rose D, Green K, et al. 2003.

Identification of severe acute respiratory syndrome in Canada. N Engl J

Med 348. Terdapat pada URL: http:// www.nejm.org. Diakses 01 April

2011.

Svoboda T, Henry B, Shulman L, Kennedy E, Rea E, Wil Ng, Wallington T,

Yaffe B, Gournis E, Vicencio E, Basrur S, Richard H. Glazier. 2006. Public

Health Measures to Control the Spread of the Severe Acute Respiratory

Syndrome during the Outbreak in Toronto. N Engl J Med 350;23.

1

Page 15: SARS

World Health Organization. Severe acute respiratory syndrome (SARS). Wkly

Epidemiol Rec 2003; 78: 81-3.

World Health Organization. 2003. WHO issues global alert about cases of

atypical pneumonia: cases of severity respiratory ilness may spread to

hospital staff. Geneva: World Health Organization; Terdapat pada URL:

http://www.who.int/ mediacentre/release/2003/pr22/en/print.html. Diakses

pada tanggal 30 Maret 2011.

World Health Organization. 2003. Management of severe acute respiratory

syndrome (SARS). Geneva: World Health Organization. Tersedia di URL:

http://www.who.int/csr/sars/ management/en/print.html. Diakses 1 April

2011.

Zhang L, Zhang F, Yu W, He T, Yu J,Christopher EY, Ba Lei, Li Wenhui, Farzan

Michael, Chen Zhiwei, Yuen Kwok-Yung, Ho David. 2006. Antibody

Responses Against SARS Coronavirus Are Correlated With Disease

Outcome of Infected Individuals. Journal of Medical Virology 78:1–8

1