92654156 Penyakit Sars

19
PENYAKIT SARS Oleh: Anton Bahagia, S.Ked 05700026 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2012

Transcript of 92654156 Penyakit Sars

Page 1: 92654156 Penyakit Sars

PENYAKIT SARS

Oleh:

Anton Bahagia, S.Ked 05700026

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2012

Page 2: 92654156 Penyakit Sars

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penyusun panjatkan puji syukur ke hadirat

Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugrahNya kepada

penyusun dalam menyusun makalah berjudul PENYAKIT SARS, guna memenuhi

tugas di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya.

Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan rasa terima-kasih yang

sebesar-besarnya kepada para pembimbing di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya atas diberikannya kesempatan kepada

penyusun untuk membuat makalah ini.

Meskipun penyusun berusaha untuk menyelesaikan tugas makalah ini dengan

sebaik-baiknya, serta mengingat keterbatasan kemampuan penyusun, maka dalam

menyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu penyusun

tidak menutup diri terhadap kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat serta dapat

menambah informasi tentang PENYAKIT SARS.

Surabaya, 17 Februari 2012

Penyusun

Page 3: 92654156 Penyakit Sars

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pada pertengahan Maret 2003, WHO menyatakan kewaspadaan global

terhadap penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Setelah kasus

SARS pertama pada bulan November 2002 di provinsi Guangdong, Cina,

penyakit ini dalam waktu singkat telah menyebar dari Cina daratan ke

Hongkong kemudian ke tempat lain di dunia dan menimbulkan kepanikan di

berbagai tempat. WHO melaporkan sampai bulan Juli 2003 telah terjadi 8442

kasus SARS di 30 negara dengan 812 kematian.1 WHO merekomendasikan

setiap orang yang menderita demam panas mendadak untuk menunda

perjalanannya sampai sehat kembali dari negara terjangkit (affected area),

seperti Kanada (Toronto), Singapura, Cina (Beijing, Guangdong, Hongkong,

Shaxi dan Taiwan) serta Vietnam (Hanoi).

WHO melaporkan bahwa 30% kasus SARS terjadi pada petugas

kesehatan. Penularan SARS terjadi karena kontak pada saat merawat

penderita. Disamping itu resiko penularan dapat terjadi pada penderita lain

yang sedang dirawat di rumah sakit, anggota keluarga serumah, orang yang

menjaga penderita maupun tamu penderita.2

Dalam upaya menanggulangi dan mencegah penyebaran SARS lebih

luas, kerja sama antar laboratorium antar negara dalam waktu yang relatif

singkat telah berhasil menyediakan sejumlah uji laboratorium untuk mengenali

virus baru yang berasal dari famili coronavirus. Setelah pembuktian Postulat

Koch pada monyet, secara resmi WHO mengumumkan bahwa penyebab

SARS adalah virus corona. Nama seperti Urbani-SARS associated

coronavirus, Franhfurt am Main index case (FFMic), coronavirus telah

diusulkan untuk virus corona penyebab SARS dan WHO secara resmi

menentukan virus SARS-CoV sebagai nama penyebab SARS.

I.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Sesuai dengan judul makalah ini “Penyakit SARS” maka masalahnya dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan “Penyakit SARS”?

2. Bagaimana manusia dapat tertular?

3. Bagaimana cara mengenali gejala penyakit SARS?

4. Apa yang harus dilakukan jika seseorang merasakan gejala penyakit

SARS?

5. Bagaimana cara pencegahan Penyakit SARS?

Page 4: 92654156 Penyakit Sars

BAB II

PENYAKIT SARS

II.1 ETIOLOGI

Saat ini penyebab penyakit SARS sudah dapat diketahui, yaitu berupa

infeksi virus yang tergolong dalam genus coronavirus (CoV). SARS-CoV

biasanya tidak stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini dapat

bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu

mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feces

(Chen & Rumende, 2006).3

Data yang telah dikumpulkan oleh WHO mengenai stabilitas virus

SARS terhadap faktor lingkungan dan desinfektan memperlihatkan bahwa

virus SARS stabil dalam feses dan urin pada suhu ruang selama 1 – 2 hari.

Nilai pH feses penderita lebih tinggi dari pH feses normal, dan virus yang

dikandungnya lebih stabil serta dapat bertahan sampai 4 hari. Virus SARS

pada pH 6 – 7 dapat bertahan sampai 3 jam, dan pada pH yang lebih tinggi

virus dapat bertahan lebih lama, 6 jam pada pH 8 dan 4 hari pada pH 9. Pada

suhu 4ºC dan -80ºC virus dapat bertahan sampai 21 hari. Pada suhu tersebut

konsentrasi virus dalam kultur sel hampir tidak menurun. Konsentrasi virus

menurun sampai satu log pada suhu ruang setelah dua hari. Oleh karena itu

virus SARS-CoV lebih stabil dibandingkan dengan virus corona manusia yang

telah dikenal. Virus SARS pada pemanasan 56ºC akan menurun cepat, yaitu

10 ribu infectious virus unit per 15 menit. Efektivitas virus dapat dihilangkan

dengan desinfektan seperti aseton 10%, formaldehid dan paraformaldehid,

kloroks 10%, etanol 75%, dan fenol 2% pada suhu ruang dapat menginaktifkan

virus dalam waktu 5 menit (WHO 2003, dalam Ibrahim dan Sudiro, 2003).4

SARS- CoV tersebut merupakan tipe baru dari coronavirus telah

diidentifikasi sebagai penyebab SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).

SARS coronavirus (SARS-CoV) secara resmi telah dideklarasikan oleh WHO

sebagai agen causative penyebab SARS. SARS-CoV mempunyai patogenesis

yang unik sebab mereka menyebabkan infeksi pernafasan pada bagian atas dan

bawah sekaligus serta dapat menyebabkan gastroenteritis (WHO, 2003).2

Coronavirus sendiri berasal dari bahasa Yunani kopẂv yang berarti

mahkota (corona). Mahkota virus tersusun dari komponen S glikoprotein, yang

dapat menempel pada sel inang dan nantinya dapat menyebabkan virus masuk

ke dalam sel inang (Jawetz et al.1996).5

Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus

besar, dan mempunyai selubung (envelope). Selubung virus ini dipenuhi

dengan tonjolan – tonjolan yang panjang berbentuk daun bunga (petal)

(Surjawidjaja, 2003).6 Partikel virus SARS mempunyai diameter 80 – 140 nm,

sama seperti virus corona yang lain, mempunyai komponen tonjolan atau

glikoprotein pada permukaan atau selubung virus. Pada virus SARS,

glikoprotein HE tidak ditemukan. Genom lengkap beberapa isolat virus SARS

telah berhasil disekuens (Ibrahim dan Sudiro 2003). Genom RNA coronavirus

ini mempunyai ukuran 27 – 32 kb dan merupakan genom yang terbesar di

antara semua virus yang ada. Genom virus ini beruntai tunggal (single-

Page 5: 92654156 Penyakit Sars

stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid helikal yang fleksibel dan

panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein yang

terbentuk dari penggembungan membran intraseluler (Drosten et al. 2003).

Adapun klasifikasi dari coronavirus menurut Surjawidjaja (2003)

adalah sebagai berikut :

Ordo : Nidovirales

Familia : Coronaviridae

Genus : Coronavirus

Gambar 1. Coronavirus(Surjawidjaja, 2003)

Ada 3 kelompok serologis coronavirus yang telah dikenali setiap

serogrup, virus diidentifikasi sesuai dengan pejamu alamiahnya, dengan cara

urutan (sekuens) nukleotidanya dan hubungannya masing-masing secara

serologis. Seperti halnya dengan kebanyakan virus-virus RNA, coronavirus

memiliki frekuensi mutasi yang sangat besar. Dengan melihat panjangnya

genom dan frekuensi kesalahan polymerase RNA dari virus-virus lain, genom

RNA coronavirus agaknya memiliki kumpulan titik mutasi pada setiap

replikasi RNA-nya (Drosten et al.2003).7

Page 6: 92654156 Penyakit Sars

Gambar 2. Model struktur coronavirus

(http://www.wpro.who.int/media_centre/sars_book/Schematic_drawing_of_SARS_coronavirus.htm)

Analisi urutan (sekuens) nukleotida dari berbagai isolat coronavirus

menunjukkan suatu variabilitas sekuens yang dapat mempengaruhi replikasi

virus dan patogenesisnya. Ada anggapan bahwa penyakit SARS yang

disebabkan oleh coronavirus dan menyerang manusia merupakan keadaan di

mana coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami mutasi

dan berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok

hewan lainnya dan juga pada manusia (Poutanen et al.2003).8

II.2 EPIDEMIOLOGI

SARS diduga berasal dari Propinsi Guangdong di Cina daratan,

muncul dan menyerang manusia sekitar bulan November 2002. Pada bulan

Juli 2003 dilaporkan adanya penderita yang mengalami radang paru yang

atipikal dan sangat gawat serta tingkat penularannya tinggi. Dilaporkan juga

penyakit ini telah menjangkiti sekitar 305 orang dan menyebabkan 5

diantaranya tewas. WHO melaporkan bahwa 30% kasus SARS terjadi pada

petugas kesehatan, yang terjadi karena kontak pada saat merawat penderita. Di

samping itu resiko penularan dapat terjadi pada penderita lain yang sedang

dirawat di rumah sakit, anggota keluarga yang tinggal satu rumah, orang yang

menjadi penderita maupun tamu penderita (DepKes RI, 2003).

SARS terbawa keluar dari Guangdong ke Hongkong pada tanggal 21

February 2003 oleh seorang dokter yang telah merawat pasien dengan gejala

mirip flu di tempat kerjanya. Setelah saat itu infeksi semakin meluas ke

penjuru Cina dan Hongkong yang pada akhirnya meluas hingga ke Vietnam

dan Kanada. Penularan SARS pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan

Dunia (World Health Organization / WHO) mengeluarkan suatu peringatan ke

seluruh dunia adanya suatu penyakit yang disebutnya sebagai sindrom

Page 7: 92654156 Penyakit Sars

pernapasan akut parah (severe acute respiratory syndrome / SARS) (WHO,

2003). Penyakit ini digambarkan sebagai radang paru (pneumonia) yang

berkembang secara cepat, progesif dan seringkali bersifat fatal, dan diduga

berawal dari suatu propinsi di Cina Utara yaitu propinsi Guangdong. Pada saat

pengumuman WHO ini dikeluarkan, kasus-kasus SARS diketahui telah

menyerang beberapa negara seperti Cina, Hongkong, Vietnam, Siangapura dan

Kanada (Poutanen et al. 2003). Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi di 6

wilayah yaitu: Kanada, Cina Daratan (yang berasal dari Guangdong kemudian

menyebar ke beberapa kota besar, Taiwan dan Hongkong), Singapura dan

Vietnam. Setelah itu SARS diketahui menyebar ke lebih dari 20 tempat lain di

dunia mengikuti rute penerbangan (WHO, 2003).

Gambar 3. Jumlah Kasus Kematian akibat SARS di Seluruh Dunia

Sampai dengan tanggal 3 Mei 2003 telah ditemukan sebanyak 6.234

kasus (probable cases) dan 435 (6,97%) kematian di 30 negara. Sulit sekali

untuk menentukan dengan pasti, berapa jumlah kasus, berapa negara yang

terkena wabah SARS dan berapa angka kematian, oleh karena gambaran

penyakit ini setiap saat berubah dengan cepat (WHO, 2003). Kejadian SARS

selama periode November – 9 April 2003 terjadi di berbagai Negara yaitu

Australia, Belgia, Brazil, China, Hongkong, Taiwan, Perancis, Jerman, Italia,

Irlandia, Rumania, Spanyol, Switzerland, United Kingdom, Amerika Serikat,

Thailand, Singapore, Malaysia, Vietnam dan lain lain. Total penderita 2.671

dengan 103 kematian (CFR = 3,9%). WHO merekomendasikan setiap orang

yang menderita demam panas mendadak untuk menunda perjalanannya

sampai sehat kembali dari Negara terjangkit “affectiv area” seperti Kanada

(Toronto), Singapura, Cina (Beijing, Guangdong, Hongkong, Shaxi dan

Page 8: 92654156 Penyakit Sars

Taiwan) serta Vietnam (DepKes RI, 2003).

Gambar 4. Jumlah Kasus SARS di Indonesia

Di Indonesia sampai dengan 16 Juni 2003 jumlah orang yang berobat

karena khawatir dirinya menderita SARS atau diduga SARS sebanyak 112

orang. Setelah diperiksa, dari jumlah ini ada 103 orang dipastikan bukan

menderita SARS. Dari 9 orang tersebut diperoleh 7 kasus suspect SARS terdiri

dari 3 wanita dan 4 pria yang berusia antara 20 – 57 tahun dan 2 kasus

probable SARS. Sebanyak 5 orang kasus suspect diantaranya pernah

berkunjung ke Singapura dan 2 orang pernah berkunjung ke RRC. Mereka

berdomisili di Jakarta, Depok dan Tangerang. Sedangkan 2 kasus probable

SARS terdiri dari 2 pria masing – masing berusia 47 tahun (WNA) berdomisili

di Tangerang dan telah kembali ke Hongkong dan berusia 65 tahun (WNI)

berdomisili di Medan, keduanya baru kembali dari Singapura saat menderita

SARS. Sebanyak 6 kasus suspect SARS dirawat di RSPI Prof. Dr. Sulianti

Saroso Jakarta dan 1 kasus di RSUP Adam Malik Medan. Dari 2 kasus

probable SARS seorang dirawat di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso dan seorang

dirawat di RSUP Adam Malik Medan (DepKes RI 2003).

Sampel darah dan usapan tenggorok dari pasien suspect SARS dan

probable SARS, dikirim dan diperiksa di laboratorium CDC Atlanta dan

semuanya menunjukkan hasil negatif untuk virus Corona. Selain dilakukan uji

konfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium, dilakukan pula investigasi atau

pelacakan kontak terhadap kasus suspect dan probable SARS serta kasus yang

diduga SARS dan dilakukan manajemen kontak berupa penyuluhan dan

surveilans (DepKes RI, 2003).

II.3 TRANSMISI

Cara penularan SARS-CoV yang utama adalah melalui kontak dekat

Page 9: 92654156 Penyakit Sars

misalnya pada waktu merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita

atau kontak langsung dengan sekret/cairan tubuh (mata, hidung, mulut) dari

penderita suspect atau probable. Penyebaran utamanya diduga melalui

percikan (droplets) dan kemungkinan juga melalui pakaian dan alat alat yang

terkontaminasi atau secara faecal – oral (Ibrahim dan Sudiro, 2003). Selain

itu, berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit (nebulisasi, intubasi, suction,

dan ventilasi) dapat meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena kontak

secara tidak langsung melalui kontaminasi alat yang digunakan, baik droplet

maupun materi infeksius lain seperti partikel feses dan urin (Chen & Rumende

2006).

Pada penelitiannya, Ignatius et al. (2004) menemukan bahwa

penyebaran virus SARS ternyata bisa diperantarai oleh udara (airbone

transmission), hal inilah yang menyebabkan community outbreak pada SARS

di Hongkong dan Toronto (Kanada). Meskipun demikian, butuh kontak intens

agar virus itu bisa menyebar. Misalnya saja berada dalam satu ruangan

tertutup dalam waktu lama. Seorang ibu (penderita SARS) yang melahirkan

bayi tidak akan menularkan SARS kepada bayinya saat melahirkan (Dewi,

2011). Periode aman dari sekelompok masyarakat yang terjangkit SARS

adalah 14 hari setelah kasus terakhir dinyatakan sembuh (DepKes RI, 2003).

Sampai saat ini reservoar virus SARS belum diketahui dengan jelas.

Penelitian yang sering dilakukan di Provinsi Guangdong, Cina, menemukan

coronavirus yang sama ditemukan pada spesies binatang tertentu yang dijual

di pasar. Penyidikan terus dilakukan untuk mencari tahu apakah SARS yang

disebabkan oleh virus corona tersebut bersumber dari bintatang. Roeder

(2003) menyatakan bahwa tidak ada bukti asal virus corona dari hewan ternak

(sapi, babi, unggas, dll) dan tampaknya tidak mungkin berasal dari hewan

ternak, bahkan jika asal virus ini masih belum diketahui. Oleh karena tidak

adanya bukti bahwa virus SARS menginfeksi ternak, dengan demikian,

kehadirannya pada hewan dan produk makanan sangat jarang. Bahkan jika ada

virus akan sangat mungkin benar-benar mati oleh pemasakan dan pengolahan.

Pada akhirnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) bersama-sama dengan

Departemen Kesehatan Cina telah menemukan bukti yang kuat bahwa virus

SARS memiliki kaitan sangat kuat dengan musang, setelah melakukan

penelusuran ke pasar-pasar hewan dan restauran setempat yang menjual

makanan hasil laut dan berbagai satwa liar. Hasil surveilans di Cina

menunjukkan bahwa virus SARS berhasil diisolasi dari feses dan urin musang

yang dipelihara dan diperjual-belikan di pasar-pasar hewan (CDC, 2004).

Selain itu juga terdapat kemungkinan adanya virus pada kelelawar dan anjing.

Kelelawar merupakan inang yang ideal bagi virus, kemungkinan manusia

melakukan kontak dengan virusnya melalui kotoran kelelawar atau mereka

mengkonsumsi binatang yang makanan utamanya kelelawar. Lewat cara inilah

kemungkinan virus SARS di Asia melakukan lompatan kepada inang barunya,

yakni manusia (Dorsten, 2011).

II.4 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

SARS secara klinis lebih melibatkan saluran nafas bagian bawah

dibandingkan dengan saluran nafas di bagian atas. Pada saluran nafas bagian

bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena dibandingkan

trakea maupun bronkus. Menurut Chen & Rumende (2006), patogenesis SARS

terdiri dari 2 macam fase:

Page 10: 92654156 Penyakit Sars

1. Fase Pertama

Terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini melibatkan proses

akut yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif.

Fase ini dicirikan dengan adanya infiltrasi dari sel-sel inflamasi serta

oedema dan pembentukan membran hialin.

Membran hialin ini terbentuk dari endapan protein plasma serta debris

nucleus dan sitoplasma sel-sel epitel paru (pneumosit) yang rusak. Dengan

adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier antara sirkulasi darah dan

jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh

darah dapat masuk ke dalam ruang alveolus (efusi). Namun masih belum

dapat dibuktikan apakah kerusakan sel-sel paru tersebut diakibatkan

karena efek toksik dari virus tersebut secara langsung atau kerusakan

tersebut terjadi karena perantara sistem imun. Pada saat fase eksudatif ini

dapat diamati dan diidentifikasi RNA dan antigen virus yang terdapat pada

makrofag alveolar.

2. Fase Kedua

Fase ini dimulai tepat setelah fase pertama selesai (setelah 10 hari). Fase

ini ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD yang

terorganisir. Pada periode ini didapati metaplasia sel epitel skuamosa

bronchial, bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding lumen

alveolus. Pada fase ini juga tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan

perbesaran nucleus dan nucleoli yang eosinofilik. Selanjutnya juga

ditemukan adanya sel raksasa dengan banyak nucleus (multinucleated

giant cell) dalam rongga alveoli. Sel raksasa tersebut diduga merupakan

akibat langsung dari SARS-CoV, namun sumber lain mengatakan bahwa

hal tersebut bukan karena SARS-CoV namun disebabkan karena proses

inflamasi yang berat pada tahap DAD eksudatif

Page 11: 92654156 Penyakit Sars

BAB III

DIAGNOSIS

III.1 DEFINISI KASUS

Secara proposional ada 2 definisi kasus SARS, yaitu “suspect” dan “probable”

sesuai kriteria WHO.

1. Suspect SARS

a. Adalah seseorang yang menderita sakit dengan gejala:

- Demam tinggi ( > 38ºC), dengan

- Disertai batuk, sesak nafas/kesulitan bernafas

- Satu atau lebih keadaan berikut:

Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit mempunyai riwayat

kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosis sebagai

penderita SARS*)

Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit melakukan perjalanan ke

tempat terjangkit SARS**)

Penduduk dari daerah terjangkit.

Keterangan:

*) Kontak erat adalah orang yang merawat, tinggal serumah

atau berhubungan langsung dengan cairan saluran

pernafasan maupun atau jaringan tubuh seseorang penderita

SARS.

**) Tempat yang dilaporkan terjangkit SARS adalah sesuai

dengan ketetapan WHO sebagai negara terjangkit pada

tanggal 1 April: Kanada (Toronto), Singapura, Cina

(Guangdong, Hongkong, Shanxi, Taiwan) dan Vietnam

(Hanoi).

b. Adalah seseorang yang meninggal dunia sesudah tanggal 1 Nopember

2002 karena mengalami gagal nafas akut yang tidak diketahui

penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk mengetahui

penyebabnya. Pada 10 hari sebelum meninggal, orang tersebut

mengalami salah satu atau lebih kondisi dibawah ini, yaitu:

1. Kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa suspect atau

probable SARS.

2. Riwayat berkunjung ke tempat/negara yang terkena wabah SARS.

3. Bertempat tinggal/pernah tinggal di tempat/negara yang terjangkit

wabah SARS.

2. Probable SARS

Adalah kasus suspect ditambah dengan gambaran foto toraks menunjukkan

tanda-tanda pnumonia atau respiratory distress syndrome atau seseorang

yang meninggal karena penyakit saluran pernafasan yang tidak jelas

penyebabnya, dan pada pemeriksaan otopsi ditemukan tanda patologis

berupa respiratory distress syndrome yang tidak jelas penyebabnya.

Page 12: 92654156 Penyakit Sars

III.2 LANGKAH DIAGNOSTIK

1. Gejala Klinis

Gejala klinis pada manusia adalah:

a. Gejala Prodromal

Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-7 hari, meskipun

demikian, beberapa laporan menunjukkan bahwa masa inkubasi ini

bisa lebih panjang sampai 10 hari (Surjawidjaja, 2003). Gejala

prodromal yang timbul dimulai dengan adanya gejala-gejala sistemik

yang non spesifik, seperti:

- Demam > 38ºC

- Myalgia

- Menggigil

- Rasa kaku di tubuh

- Batuk non produktif

- Nyeri kepala dan pusing

- Malaise

Gejala-gejala tersebut merupakan gejala tipikal yang sering timbul

pada penderita SARS, namun tidak semua gejala tersebut timbul

pada setiap pasien. Pada beberapa kasus, demam muncul dan

menghilang dengan sendirinya pada hari ke-4 hingga ke-7, namun

terkadang demam muncul kembali pada minggu ke-2 (Chen &

Rumende, 2006).

b. Manifestasi Umum

Meskipun SARS merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan

namun beberapa kasus ditemukan penderita dengan gejala multiorgan.

Manifestasi Pernafasan

Penyakit paru adalah gejala klinis utama dari penderita SARS, gejala-

gejala utama yang timbul antara lain:

- Batuk kering

- Sesak nafas

Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada infeksi saluran

pernafasan pada umumnya. Namun gejala sesak makin lama akan

semakin berat dan mulai membatasi aktifitas fisik pasien. Sebanyak

20-25% pasien mengalami progresi buruk ke arah acute respiratory

distress syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit tipe 2

yang memproduksi surfaktan

Gejala lain yang mungkin timbul adalah pneumotoraks dan

pneumomediastinum, yang diakibatkan karena udara yang terjebak

dalam rongga dada, hal ini dilaporkan 12% terjadi secara spontan dan

20% timbul setelah penggunaan ventilator di ICU (Chen & Rumende,

2006).

Page 13: 92654156 Penyakit Sars

Gbr. 5: Histologi paru-paru penderita SARS

Penyebab kematian tersering pada SARS adalah dikarenakan oleh

ARDS berat, kegagalan multiorgan, infeksi sekunder, septicemia, serta

komplikasi tromboembolitik.

Manifestasi Pencernaan

Gejala yang timbul pada sistem pencernaan diduga disebabkan karena

penularan SARS-CoV melalui oral. Gejala utamanya adalah diare.

Pada kasus ini didapati sebanyak 20% pasien SARS mengalami diare

pada kedatangan pertama dan 70% dari jumlah tersebut tetap

mengalami gejala ini selama masa perjalanan penyakitnya.

Diare yang ditimbulkan biasanya cair dengan volume yang banyak

tanpa disertai darah maupun lendir. Pada kasus berat biasanya dijumpai

ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi karena penurunan cairan

tubuh akibat diare (Chen & Rumende, 2006)

Pada beberapa kasus yang tidak disertai pneumonia, gejala diare ini

adalah satu-satunya yang tampak, namun pada beberapa kasus lain

dengan pneumonia, diare mulai tampak pada minggu ke-2 bersamaan

dengan timbulnya demam dan perburukan pada paru.

Manifestasi Lain

- Sebanyak 25% pasien SARS mengalami peningkatan SGPT pada

kedatangan pertama. Belum bisa dipastikan penyebab peningkatan

enzim ini namun diduga disebabkan karena respon tubuh terhadap

infeksi SARS-CoV pada tubuh manusia bukan karena infeksi

spesifik CoV pada hepar.

- Dari seri kasus di Hongkong, sekitar 50% pasien mengalami

hipotensi selama masa perawatan di rumah sakit. Hipotensi ini

menyebabkan rasa pusing pada pasien SARS.

- Dari seri kasus di Hongkong didapati sekitar 40% pasien

mengalami takikardi. Namun manifestasi kardiovaskuler pada

SARS ini pada umumnya tidak memerlukan terapi spesifik.

Page 14: 92654156 Penyakit Sars

- Beberapa kasus dilaporkan adanya gejala epilepsi dan disorientasi

pada pasien SARS, namun defisit neurologi fokal tidak pernah

ditemukan. Meskipun demikian tetap harus diwaspadai terhadap

kemungkinan manifestasi SARS pada sistem saraf mengingat

adanya laporan kasus yang menunjukkan adanya status epileptikus

pada pasien dengan disertai penemuan SARS-CoV pada CSS

dengan jumlah yang cukup signifikan. Menurut Chen & Rumende

(2006), SARS-CoV ini juga dapat mengakibatkan demielinisasi

pada saraf otak.

2. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Para peneliti yang tergabung dalam jejaring kerjasama laboratorium WHO

berusaha keras untuk mengembangkan tes-tes yang dapat digunakan untuk

diagnosis SARS. Pada saat ini, ada 3 tes yang umumnya digunakan di

laboratorium untuk mendeteksi SARS, yaitu:

a. Uji serologi, yaitu dengan enzym liked immunosorbent assay (ELISA)

dan immunofluorescence assay (IFA)

b. Uji molekuler, yaitu dengan teknik RT-PCR

c. Biakan jaringan (Ibrahim dan Sudiro, 2003; Surjawidjaja, 2003).

Page 15: 92654156 Penyakit Sars

BAB IV

TATALAKSANA MEDIK

Hal yang berperan dalam penanganan penderita SARS adalah status penderita.

Pada kasus pasien suspect dan probable tindakan yang dilakukan adalah:

a. Isolasi penderita di Rumah Sakit

b. Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk

menyingkirkan pneumonia yang atipikal

c. Pemeriksaan leukosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati,

ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired sera).

d. Pemberian antibiotikla selama perawatan untuk pengobatan pneumonia

akibat lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk pneumonia

atipikal.

e. Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat

ini hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa

steroid.

f. Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan

terjadinya aerolization seperti nebulizer dengan bronkodilator,

bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu sistem pernapasan.

Pengobatan dan vaksin penyakit ini belum ditemukan. Oleh karena itu

penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting adalah terapi

suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami dehidrasi

dan infeksi sekunder. Sedangkan penggunaan antibiotik spektrum luas

sendiri merupakan sebuah tindakan pencegahan (profilaksis) untuk

mencegah infeksi sekunder (Ksiazek, 2003).

Menurut DepKes RI (2004) pengobatan terhadap penyakit ini adalah

sebagai berikut:

1. Kasus Suspect SARS

a. Observasi 2 x 24 jam, perhatikan:

- Keadaan umum

- Kesadaran

- Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, suhu)

b. Terapi suportif

c. Antibiotik: Amoksilin atai amoksilin+anti B laktamase oral

ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin,

azitromisin)

2. Kasus Probable SARS

a. Ringan/Sedang

1. Terapi suportif

2. Antibiotik

Golongan beta laktam + anti beta laktamase (IV) ditambah

makrolid generasi baru secara oral, atau

Sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3 (IV), atau

Fluorokuinon respirasi (IV): moxifloksasin, levofloksasin,

gatifloksasin.

Page 16: 92654156 Penyakit Sars

b. Berat

1. Terapi suportif

2. Antibiotik

Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas:

i. Sefalosporin generasi ke-3 (IV) non pseudomonas

ditambah makrolid generasi baru, atau

ii. Fluorokuinon respirasi

Ada faktor resiko infeksi pseudomonas:

Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim,

sefoperazon, sefipim)/karbapenem (IV) ditambah

fluorokuinolon anti pseudomonas

(siprofloksasin)/aminoglikosida ditambah makrolid

generasi baru.

3. Kortikosteroid.

Hidrokortison (IV) 4 mg/KgBB tiap 8 jam

4. Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/KgBB IV tiap 8

jam.

Page 17: 92654156 Penyakit Sars

BAB V

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit berupa public awareness

melalui upaya advokasi dan sosialisasi, surveilans kasus berdasarkan informasi

masyarakat atau rumah sakit, penyiapan sarana dan prasarana rumah sakit,

peningkatan kemampuan pemeriksaan laboratorium, pengetahuan dan ketrampilan

petugas dan penelitian tentang SARS (DepKes RI, 2003).

Selain itu upaya pengendalian SARS menurut DepKes RI ditetapkan sebagai

berikut:

- Identifikasi dini kasus SARS, kontak dan kasus tambahan

- Menetapkan besarnya masalah

- Identifikasi daerah dan populasi berisiko tinggi

- Mencegah transmisi di masyarakat

- Melaksanakan prosedur pengamanan unit pelayanan (petugas dan

pengunjung)

- Penetapan prosedur pengamanan keluarga dan masyarakat

- Penyebaran informasi epidemiologi SARS

Sebagai penunjang dibuat juga pedoman tentang SARS, brosur, leaflet, serta

hotline service untuk pelaporan penyakit. Adapun mekanisme sistem pelaporan SARS

adalah sebagai berikut :

Sumber : DepKes RI (2003)

Page 18: 92654156 Penyakit Sars

BAB VI

PENUTUP

VI.1 KESIMPULAN

SARS merupakan emerging diseases yang sangat infeksius. Penyakit

ini disebabkan oleh virus corona (Coronavirus) yang menyebabkan infeksi

saluran nafas akut berat pada jaringan paru-paru dengan sekumpulan gejala

klinis yang sangat berat dan dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini

menular melalui kontak langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia,

manusia ke manusia. Pengobatan dan vaksin belum ditemukan sehingga

pencegahan dan pengendalian penyakit lebih diutamakan. Pengobatan pada

penderita merupakan terapi suportif untuk menghindari infeksi sekunder dan

dehidrasi.

VI.2 SARAN

Berdasarkan uraian bahasan Penyakit SARS, penyusun memberikan saran

sebagai berikut:

6. Sosialisasi bahaya penyakit SARS kepada masyarakat sangat diperlukan.

7. Peningkatan kemampuan laboratorium, sarana dan prasarana serta

pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menghadapi

penyakit SARS sangat penting untuk penanganan dan pencegahan.

Page 19: 92654156 Penyakit Sars

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). 2003. Cumulative Number of Reported

Probable Cases of SARS. http://www.who.int/csr/sars/country/2003_07_02/en.

(Diakses 18 Februari 2012).

2. World Health Organization (WHO). 2003. Severe Acute Respiratory Syndrome

(SARS). Weekly Epidemiological Record 2003; 78:81-3. (Diakses 18 Februari

2012).

3. Chen K, Rumende CM. 2006. SARS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI.

Jakarta.

4. Ibrahim F, Sudiro TM. 2003. Ulas Balik Coronavirus dan Sindroma Pernafasan

Akut Berat. J Mikrobiol Indonesia 8 (2): 35-38.

5. Jawetz, Melnich, Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.

6. Surjawidjaja JE. 2003. Sindrom Pernafasan Akut Parah (Severe Acute

Respiratory Syndrome/SARS): Suatu Epidemi Baru yang Sangat Virulen. J

Kedokter Trisakti 22 (2): 76-82.

7. Drosten C, Gunther S, Preiser W. 2003. Identification of a novel coronavirus in

patients with severe acute respiratory syndrome. N Engl J Med 2003; 348.

(Diakses 19 Februari 2012).

8. Poutanen SM, Low DE, Henry B. 2003. Identification of severe acute

respiratory syndrome in Canada. N Engl J Med 348. (Diakses 19 Februari 2012).

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI). 2003. PEDOMAN

PENANGGULANGAN SARS. http://www.docstoc.com/docs/12942946/Pedoman-

Penatalaksanaan-Kasus-SARS-DEPKES-RI. (Diakses 19 Februari 2012).