Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

9
21 Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam Metode Uji Dalam Menanggulangi Pandemi COVID-19 ANDRI WARDIANA Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI Kompleks Cibinong Science Center Jl. Raya Jakarta Bogor KM 46, Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat 16911 Tel. 021 – 8754587/ Fax. 021 8754588 Email: [email protected] Pendahuluan Pada akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan munculnya wabah virus baru yang termasuk dalam kelompok virus Korona yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina. Dalam beberapa pekan virus ini telah menyebar ke berbagai belahan benua. Pada 20 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization) mengumumkan bahwa wabah yang disebabkan virus Korona jenis baru ini – yaitu corona virus disease 2019 (COVID-19) – menjadi pandemi global. Secara taksonomi, komite internasional untuk taksonomi virus, (ICTV, International Committee on Taxonomy of Viruses) menamai virus ini sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome-Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) (Lai et al., 2020). Virus Korona jenis baru ini termasuk kategori genus virus beta-Korona, seperti halnya virus SARS-CoV (2002) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS)-CoV (2012) yang merupakan virus dengan untai tunggal RNA positif. Sesuai dengan namanya (corona dalam bahasa latin berarti crown atau mahkota), bentuk virus ini tampak seperti mahkota apabila diamati dengan mikroskop elektron, dikarenakan adanya spike glikoprotein yang menempel pada selubung (envelope) permukaan virus (Gambar 1) (Cascella et al., 2020). Gambar 1. Struktur virus Korona (Udugama et al., 2020). BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Transcript of Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

Page 1: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

21

Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam Metode Uji Dalam Menanggulangi Pandemi COVID-19

ANDRI WARDIANA Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI Kompleks Cibinong Science Center Jl. Raya Jakarta Bogor KM 46, Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat 16911 Tel. 021 – 8754587/ Fax. 021 8754588 Email: [email protected]

Pendahuluan Pada akhir tahun 2019,

dunia dikejutkan dengan munculnya wabah virus baru yang termasuk dalam kelompok virus Korona yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina. Dalam beberapa pekan virus ini telah menyebar ke berbagai belahan benua. Pada 20 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization) mengumumkan bahwa wabah yang disebabkan virus Korona jenis baru ini –

yaitu corona virus disease 2019 (COVID-19) – menjadi pandemi global. Secara taksonomi, komite internasional untuk taksonomi virus, (ICTV, International Committee on Taxonomy of Viruses) menamai virus ini sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome-Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) (Lai et al., 2020).

Virus Korona jenis baru ini termasuk kategori genus virus beta-Korona, seperti halnya virus SARS-CoV (2002) dan Middle East

Respiratory Syndrome (MERS)-CoV (2012) yang merupakan virus dengan untai tunggal RNA positif. Sesuai dengan namanya (corona dalam bahasa latin berarti crown atau mahkota), bentuk virus ini tampak seperti mahkota apabila diamati dengan mikroskop elektron, dikarenakan adanya spike glikoprotein yang menempel pada selubung (envelope) permukaan virus (Gambar 1) (Cascella et al., 2020).

Gambar 1. Struktur virus Korona (Udugama et al., 2020).

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 2: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

22

Walaupun belum pernah dilaporkan menginfeksi manusia sebelumnya, namun secara genetik, virus corona jenis baru ini memiliki kesamaan (homologi) komposisi asam nukleat sebesar 96,2 % dengan virus Korona yang ada pada kelelawar (bat CoV-RaTG13) dan 79 % homologi dengan virus Korona SARS-CoV, serta memiliki target sel reseptor yang sama saat menginfeksi sel manusia yaitu angiotensin converting enzyme II (ACE2) (Zhou et al., 2020). Infeksi SARS-CoV-2 pada manusia dapat menghasilkan beragam efek klinis, mulai dari manifestasi klinis ringan tanpa gejala sama sekali; manifestasi klinis sedang seperti demam, batuk kering, merasa lelah, gangguan pencernaan dan turunnya kadar limfosit darah; sampai manifestasi klinis yang berat seperti komplikasi pernafasan, termasuk pneumonia, dan SARS, bahkan hingga menyebabkan kematian.

Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2 ini dapat menular antar manusia melalui percikan droplet. Jika nilai reproduksi dasar (R0) yang merupakan jumlah rataan orang yang tertular dari seorang yang terinfeksi dari SARS-CoV pada tahun 2002 adalah 3, berbagai model transmisi mengestimasi bahwa R0

untuk SARS-CoV-2 setidaknya sama besar dan bahkan dapat mencapai nilai 6,4, yang berarti satu orang yang terinfeksi bisa menularkan ke tiga hingga enam orang lain (Wu et al., 2020). Data per 17 Mei 2020 menyatakan bahwa penyakit pandemi global ini sudah menjangkiti 212 negara di seluruh dunia dengan total terinfeksi lebih dari 4,5 juta orang, dengan jumlah kematian mencapai 311 ribu jiwa (ECDC, 2020). Beberapa faktor yang menyebabkan cepatnya penyebaran SARS-CoV-2, diantaranya adalah (Cheng et al.,2020):

1. Kecepatan transmisi virus yang sangat tinggi

2. Penyebaran diprediksi terjadi terutama dari orang yang positif tanpa gejala atau pembawa virus dengan gejala minimal, yang menyebabkan ketidaksadaran akan adanya penularan virus.

3. Tidak adanya sistem imun tubuh sebagai pertahanan awal dikarenakan virus Korona jenis ini baru pertama kali menyerang manusia.

4. Sistem manajemen kesehatan masyarakat yang buruk atau terlambatnya penanganan pada saat awal pandemi.

Peran dari sistem deteksi yang tepat dalam penangan

pandemi global COVID-19

Tujuan utama dalam mengontrol wabah penyakit adalah menurunkan angka reproduksi dasar (R0). Variabel tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) durasi virus bereplikasi dan dapat menyebar (viral shedding), (2) kontak antara orang yang terinfeksi dengan orang yang rentan tertulari, dan (3) seberapa besar resiko penularan virus. Belum adanya vaksin ataupun obat untuk menangani virus ini, menyebabkan deteksi virus menjadi sangat penting dalam mengontrol pandemi ini. Hasil dari deteksi akan sangat berguna untuk menurunkan resiko penularan melalui pemutusan tali rantai penyebaran virus. Dengan diketahuinya status infeksi seseorang, maka dapat dilakukan berbagai upaya untuk meminimalisir kontak dengan orang yang sudah dinyatakan positif tersebut, terutama dengan kelompok orang yang rentan tertular. Salah satu upaya tersebut adalah adanya penanganan khusus untuk pasien yang terinfeksi dengan kondisi klinis yang berat, termasuk juga adanya sistem isolasi mandiri untuk pasien positif tanpa gejala (carrier). Deteksi SARS-CoV-2 telah dilakukan di berbagai negara. Dalam keadaan

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 3: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

23

pandemi global, peran deteksi sangat tergantung pada jenis sistem deteksi yang tersedia, sumber daya yang ada untuk analisis (termasuk tenaga analis yang terlatih dari mulai teknik pengambilan spesimen sampai pengolahan data hasil analisis), dan yang tidak kalah penting adalah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil deteksi. Proses deteksi tersebut memang memegang peranan yang sangat penting karena tindakan medis akan sangat bergantung pada hasil deteksi yang cepat dan tepat (Cheng et al., 2020).

Ragam uji tes virus corona

Gejala yang ditimbulkan dari infeksi SARS-CoV-2 ini tidak spesifik dan sangat beragam untuk tiap individu, sehingga untuk mendapatkan diagnosis yang akurat diperlukan metode deteksi lebih lanjut yang akurat. Secara umum, analisis asam nukleat dan Computed Tomography (CT) scan digunakan secara rutin sebagai uji tes virus corona. Akan tetapi, pendekatan molekuler untuk analisis asam nukleat mengunakan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan metode deteksi standar emas dengan hasil yang cepat dan reprodusibel, karena bisa mentargetkan dan mengidentifikasi patogen

secara spesifik. Pengembangan teknik molekuler ini tidak terlepas dari hasil identifikasi genomik dan proteomik dari SARS-CoV-2. Sampai dengan 18 Mei 2020, sudah sekitar 27.000 genom virus SARS-CoV-2 yang telah teridentifikasi – termasuk tiga isolat dari Indonesia – menggunakan teknologi sekuensing genom baik dengan teknologi Illumina maupun Oxford Nanopore yang hasilnya dapat diakses oleh umum (GISAID, 2020). Sekuens genom ini sangat penting dalam pembuatan primer untuk analisis PCR atau metode analisis asam nukleat yang lainnya.

Gambar 2. Contoh alur kerja uji sampel pasien untuk diagnosis COVID-19 dengan metode

RT-PCR (Udugama et al., 2020).

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 4: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

24

Uji asam nukleat dengan metode RT-PCR

Secara umum, alur kerja untuk uji tes virus Korona dari mulai pengambilan sampel pasien sampai dengan analisis adalah sebagai berikut (Gambar 2):

1. Pengambilan spesimen dengan melakukan uji usap (swab test) dari area saluran pernafasan untuk mendapatkan sampel virus:

Bagian atas (lebih dianjurkan): uji usap nasofaring, uji usap osofaring, atau sedot hidung (aspirasi nasal)

Bagian bawah (dianjurkan untuk pasien dengan gejala batuk berdahak): dahak, aspirasi trakea atau lebih dalam lagi dengan mengambil cairan Bronchoalveolar lavage (BAL) (Udugama et al., 2020).

2. Transportasi sampel. Spesimen yang diambil dari pasien biasanya ditambahkan viral transfer media (VTM). Spesimen virus dapat disimpan di suhu 4 °C untuk waktu yang singkat, dan di suhu -20 °C sampai dengan -80 °C untuk penyimpanan jangka panjang.

3. Pengujian sampel dengan metode RT-PCR.

Metode untuk pengujian asam nukleat ini secara umum terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu proses transkripsi balik (reverse transcription) dari RNA menjadi DNA komplemen (cDNA), yang dilanjutkan dengan tahap amplifikasi cDNA dengan metode PCR. Hal yang paling penting dalam metode ini adalah desain primer untuk amplifikasi dan optimasi metodenya. Secara umum, area dari genom SARS-CoV-2 yang menjadi target amplifikasi adalah gen protein E (Envelope), gen protein N (Nucleocapsid) dan gen RdRP (RNA-dependent RNA polymerase gene) yang terdapat pada area open reading frame ORF1ab (Udugama et al., 2020). Saat ini terdapat beberapa metode RT-PCR yang telah digunakan untuk uji SARS-CoV-2: a. Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat. Metode ini mentarget gen dalam sekuen N protein dan RdRP menggunakan campuran primer/probe N1 N2 and pasangan primer RP. Untuk kontrol

positif digunakan primer 2019-nCoV Positive Control (nCoVPC). Amplifikasi cDNA dilakukan menggunakan alat Applied Biosystems 7500 Fast Dx Real-Time PCR dan untuk analisis data menggunakan perangkat lunak SDS versi 1.4 (US FDA, 2020). b. Charité Germany. Metode ini memiliki tiga tahapan analisis yang meliputi (I) skrining menggunakan primer gen E untuk mendeteksi semua jenis SARS, (II) konfirmasi menggunakan primer gen RdRp dengan dua macam primer dan dua probes yang berbeda, dan (III) diskriminasi, yaitu mengunakan probe yang hanya bisa mendeteksi SARS-CoV-2 (Corman et al., 2020). c. Institut Pasteur, Paris. Metode ini menggunakan primer dan probe yang didesain untuk mentarget gen RdRp. Tahap konfirmasi dilakukan dengan primer E mengikuti protokol Charité, Jerman (WHO, 2020). d. Beberapa metode RT-PCR lain yang dipakai di berbagai dunia meliputi Chinese National Institute for

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 5: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

25

A B

Viral Disease Control and Prevention, University of Hong Kong, BGI Group (Beijing), Altona Diagnostics (Hamburg, Jerman), Agency for Science, Technology and Research (A*STAR) dan MiRXES (Singapura), dan TIB Molbiol (Berlin, Jerman) (Sheridan, 2020).

4. Sekuensing apabila diperlukan untuk konfirmasi hasil dari RT-PCR.

Deteksi dengan CT Scan Metode CT scan dapat

digunakan untuk mengatasi kesulitan terkait ketersediaan kit untuk RT-PCR, juga untuk hasil yang negatif palsu, atau untuk pasien positif tanpa gejala. Metode ini termasuk metode non-invasive, artinya tidak diperlukan pengambilan spesimen dari tubuh pasien yang biasanya menimbulkan ketidaknyaman seperti rasa sakit. Secara umum manisfestasi dari COVID-19 yang bisa diamati dengan metode CT scan ini yaitu

terekamnya ground glass opacity (paru-paru pasien terlihat putih atau buram) dan consolidation (area untuk udara di alveoli terisi oleh cairan patologi, sel atau jaringan) (Gambar 3). Akan tetapi, manifestasi klinis tersebut bisa sangat beragam untuk tiap pasien (Ye et al., 2020), sehingga tingkat spesifisitas dari CT scan ini sangat rendah (hanya sekitar 25%) dikarenakan bisa terjadi tumpang tindih dengan gejala pneumonia yang disebabkan oleh virus yang lain (Ai et al., 2020).

Gambar 3. Hasil dari pemeriksaan CT scan foto dada dari dua pasien dengan pneumonia yang diakibatkan oleh SARS-CoV-2. A) Adanya peningkatan intensitas opacity (terlihat seperti kabut atau buram) di bagian tengah dan bawah paru-paru. B) Adanya consolidation (terisi oleh cairan) pada bagian bawah paru-paru (Huang et al., 2020).

Penggunaan Uji Imunodiagnostik Untuk Tes Diagnostik Cepat (RDT)

Seiring terus berkembangnya pandemi

COVID-19 disertai kekurangan kapasitas pengujian, berbagai metode rapid diagnostic test (RDT) dan point of care testing (POCT) telah banyak dikembangkan. Jenis deteksi

ini didasarkan pada deteksi viral antigen yang terdapat pada spesimen di saluran pernafasan, seperti sputum atau apusan tenggorokan, dan juga deteksi terhadap respon antibodi akibat

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 6: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

26

infeksi SARS-CoV-2 yang terdapat dalam serum darah. Secara umum metode deteksi ini lebih ringkas dan membutuhkan waktu yang relatif cepat. Saat ini, untuk RDT dengan deteksi viral antigen masih dalam tahap pengembangan. Metode uji yang paling umum adalah menggunakan RDT dan POCT untuk deteksi respon antibodi terhadap infeksi SARS-CoV-2 (Cheng et al., 2020). Penggunaan metode deteksi seperti ini sangat diperlukan karena proses deteksi dapat dilakukan dimanapun tanpa harus mengirimkan sampel ke klinik atau laboratorium, sehingga bisa digunakan di

tempat yang terpencil atau jauh dari laboratorium uji. Salah satu contoh metode deteksi cepat tersebut adalah penggunaan strip membran yang mengandung antibodi dan terkonjugasi dengan nanopartikel emas (AuNp) yang dapat mendeteksi antibodi sebagai respon dari infeksi virus menggunakan sampel darah atau urin pasien. Metode deteksi ini sangat cepat, melalui pengamatan langsung dengan mata tanpa memerlukan tambahan alat lain. Namun uji respon antibodi ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah lambatnya respon antibodi

terhadap infeksi COVID-19, bahkan lebih lambat dari yang diperkirakan. Data tentang respon antibodi ini masih sangat terbatas. Beberapa penelitian melaporkan puncak terbentuknya antibodi IgM adalah setelah sembilan hari setelah infeksi dan antibodi IgG pada hari ke-11 setelah infeksi (Liu et al., 2020).

Artinya, respon antibodi

kemungkinan baru dapat

terdeteksi pada minggu

kedua paska infeksi atau

bahkan pada saat fase

penyembuhan dimana masa

untuk tindakan medis dan

pencegahan penularan telah

terlewati.

Gambar 4. Ilustrasi RDT SARS-CoV-2 dengan konjugasi antibodi gold nanopartikel. A) Diagram alat deteksi. B) Ilustrasi berbagai macam hasil dari deteksi. C= control; G: garis IgG; M: garis IgM (Li et al., 2020).

Pengembangan Metode Diagnostik Untuk Deteksi SARS-CoV-2

Beberapa pengujian diagnostik COVID-19 sedang dikembangkan, diantaranya pengujian asam nukleat

dengan metode loop mediated isothermal amplification (LAMP). Metode ini sangat efisien untuk amplifikasi DNA. Beberapa akademisi sedang mengembangkan metode

RT-LAMP untuk deteksi SARS-CoV-2. Metode ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, menggunakan DNA polymerase dan empat hingga enam primer berbeda

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 7: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

27

yang dapat mengikat genom target pada enam sekuens yang berbeda. Metode ini merupakan metode RDT dengan visualisasi langsung melalui perubahan kekeruhan, warna atau pendaran floresen pada sampel uji sehingga dapat mengurangi biaya deteksi untuk uji COVID-19 (Gambar 5). Akan tetapi, metode LAMP ini memiliki tantangan pada optimasi primer dan

kondisi reaksi (Shen et al., 2020). Penggabungan metode LAMP untuk amplifikasi RNA pada gen protein N dengan deteksi hasil amplifikasi menggunakan teknologi SHERLOCK (Specific High Sensitivity Enzymatic Reporter UnLOCKing) CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats) telah disetujui oleh FDA sebagai

metode deteksi SARS-CoV-2 dalam keadaan darurat. Sebagai POCT, alat deteksi yang dinamai STOP (SHERLOCK Testing in One Pot) Covid ini sangat simpel, tidak memerlukan ekstraksi sampel secara terpisah, dan dapat dilakukan pada suhu tunggal dan visualisasi yang mudah seperti pada strip untuk tes kehamilan (Gambar 6) (Joung et al., 2020).

Gambar 5. Ilustrasi dari uji RT-LAMP. A) Reaksi amplifikasi RT-LAMP. B). Deteksi dan visualisasi (Shen et al., 2020).

Kesimpulan Peran diagnostik dalam

pandemi COVID-19 ini sangat penting dalam mengontrol penyebaran virus. Kondisi klinis yang mendesak dan pentingnya kesehatan

masyarakat mengakibatkan adanya kesadaran untuk meningkatkan kapasitas pengujian SARS-CoV-2. Saat ini pengujian SARS-CoV-2 terfokus pada deteksi RNA virus. Namun tiap metode uji

memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga pemilihan metode deteksi yang tepat dan akurat sangat diperlukan untuk penanganan klinis yang tepat.

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 8: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

28

Gambar 6. Ilustrasi alur kerja deteksi SARS-CoV-2 menggunakan metode STOP Covid, yang

menggabungkan metode LAMP untuk amplifikasi RNA, dan deteksi menggunakan enzim SHERLOCK CRISPR (Joung et al., 2020).

Daftar Pustaka Ai T, Yang Z, Hou H, Zhan C,

Chen C, Lv W, Tao Q, Sun Z, dan Xia L. (2020): Correlation of Chest CT and RT-PCR Testing in Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) in China: A Report of 1014 Cases. Radiology.

Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, dan Di Napoli R. (2020): Features, Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/. Diakses 5 Mei 2020.

Cheng MP, Papenburg J, Desjardins M, Kanjilal S, Quach C, Libman M, Dittrich S, and Yansouni CP. (2020): Diagnostic Testing for Severe Acute Respiratory Syndrome–Related Coronavirus-2: A Narrative Review. Annals of Internal Medicine.

Corman VM, Landt O, Kaiser M, Molenkamp R, Meijer A, Chu DK, Bleicker T, Brununk S, Schneider J, Schmidt ML, Mulders DGJC, Haagmans

BL, van der Veer B, van den Brink S, Wijsman L, Goderski G, Romette JL, Ellis J, Zambon M, Peiris M, Goosens H, Reusken C, Koopmans MPG dan Drosten C. (2020): Detection of 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) by real-time RT-PCR. Eurosurveillance, 25(3), 2000045.

European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC). COVID-19 situation update worldwide. https://www.ecdc.europa.eu/en/geographical-distribution-2019-ncov-cases. Diakses 18 Mei 2020

FDA. CDC 2019-Novel Coronavirus (2019-nCoV) Real-Time RT-PCR Diagnostic Panel. https://www.fda.gov/media/134922/download. Diakses 5 Mei 2020.

GISAID. https://www.gisaid.org/. Diakses 18 Mei 2020

Huang WH, Teng LC, Yeh TK, Chen YJ, Lo WJ, Wu MJ, Chin CS, Tsan YT, Lin TC,

Chai JW, Lin CF, Tseng CH, Liu CW, Wu CM, Chen PY, Shi ZY, dan Liu PY. (2020):2019 novel coronavirus disease (COVID-19) in Taiwan: Reports of two cases from Wuhan, China, Journal of Microbiology, Immunology and Infection.

Joung J, Ladha A, Saito A, Segel M, Bruneau R, Huang MW, Kim N, Yu X, Li J, Walker BD, Greninger AL, Jerome KR, Gootenberg JS, Abudayyeh OO, dan Zhang F. (2020): Point-of-care testing for COVID-19 using SHERLOCK diagnostics. medRxiv.

Lai CC, Shih TP, Ko WC, Tang HJ, dan Hsueh PR. (2020): Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) and coronavirus disease-2019 (COVID-19): The epidemic and the challenges. International Journal of Antimicrobial Agents, 55(3), 105924.

Li Z, Yi Y, Luo X, Xiong N, Liu Y, Li S, Sun R, Wang Y, Hu B, Chen W, Zhang Y, Wang J,

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020

Page 9: Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam ...

29

Huang B, Lin Y, Yang J, Cai W, Wang X, Cheng J, Chen Z, Sun K, Pan W, Zhan Z, Chen L, dan Ye F. (2020): Development and clinical application of a rapid IgM-IgG combined antibody test for SARS-CoV-2 infection diagnosis. Journal of Medical Virology.

Liu L, Liu W, Wang S, dan Zheng S. (2020): A preliminary study on serological assay for severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) in 238 admitted hospital patients. medRxiv.

Shen M, Zhou Y, Ye J, Abdullah Al-maskri AA, Kang Y, Zeng S, dan Cai S. (2020): Recent advances and perspectives of nucleic acid detection for coronavirus. Journal of Pharmaceutical Analysis.

Sheridan, C. (2020): Coronavirus and the race to

distribute reliable diagnostics. Nature Biotechnology, 38(4).

Udugama B, Kadhiresan P, Kozlowski HN, Malekjahani A, Osborne M, Li VYC, Chen H, Mubareka S, Gubbay JB, dan Chan WCW. (2020): Diagnosing COVID-19: The Disease and Tools for Detection. ACS Nano.

World Health Organization (WHO). Protocol: Real-time RT-PCR assays for the detection of SARS-CoV-2 Institut Pasteur, Paris.https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/real-time-rt-pcr-assays-for-the-detection-of-sars-cov-2-institut-pasteur-paris.pdf?sfvrsn=3662fcb6_2. Diakses 5 Mei 2020.

Wu D, Wu T, Liu Q, dan Yang Z. (2020): The SARS-CoV-2 outbreak: What we know.

International Journal of Infectious Diseases, 94, 44-48.

Ye Z, Zhang Y, Wang Y, Huang Z, dan Song B. (2020): Chest CT manifestations of new coronavirus disease 2019 (COVID-19): a pictorial review. European Radiology.

Zhou P, Yang XL, Wang XG, Hu B, Zhang L, Zhang W, Si HR, Zhu Y, Li B, Huang CL, Chen HD, Chen J, Luo Y, Guo H, Jiang RD, Liu MQ, Chen Y, Shen XR, Wang X, Zheng XS, Zhao K, Chen QJ, Deng F, Liu LL, Yan B, Zhan FX, Wang YY, Xiao GF, dan Shi ZL. (2020): A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature, 579 (7798), 270-273.

BioTrends Vol.11 No.1 Tahun 2020