SARAF OTONOM

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi visceral tubuh disebut system saraf otonom. System ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, berkeringat, suhu tubuh, dan banyak aktivitas lainnya; ada beberapa yang hampir semua diatur oleh system saraf otonom, sedangkan yang lain sebagian saja. Mata adalah suatu contoh organ dengan berbagai fungsi SSO ( system saraf otonom), yang dikontrol oleh berbagai reseptor otonom. Efek perangsangan adrenergic pada mata menyebabkan midriasis dan kemampuan otot siliaris untuk melihat jauh sedangkan efek perangsangan kolinergic menyebabkan miosis serta kontraksi oto siliaris untuk meliht dekat. Dengan mengetahui mekanisme kerja saraf otonom ini pada mata maka dibuatlah obat-obat otonom sesuai dengan efek yang diinginkan. Misalnya pada pemberian atropine akan menyebabkan midriasis pupil, berbeda jika diberi pilokarpin akan menyebabkan miosis pupil. Salah satu penerapan penting dari pemakaian obat-obat otonom ini untuk pengobatan pasien glaucoma.

description

saraf otonom

Transcript of SARAF OTONOM

Page 1: SARAF OTONOM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi visceral tubuh disebut system saraf

otonom. System ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi

gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, berkeringat, suhu tubuh, dan banyak

aktivitas lainnya; ada beberapa yang hampir semua diatur oleh system saraf otonom,

sedangkan yang lain sebagian saja.

Mata adalah suatu contoh organ dengan berbagai fungsi SSO ( system saraf

otonom), yang dikontrol oleh berbagai reseptor otonom. Efek perangsangan adrenergic

pada mata menyebabkan midriasis dan kemampuan otot siliaris untuk melihat jauh

sedangkan efek perangsangan kolinergic menyebabkan miosis serta kontraksi oto siliaris

untuk meliht dekat.

Dengan mengetahui mekanisme kerja saraf otonom ini pada mata maka dibuatlah

obat-obat otonom sesuai dengan efek yang diinginkan. Misalnya pada pemberian atropine

akan menyebabkan midriasis pupil, berbeda jika diberi pilokarpin akan menyebabkan

miosis pupil. Salah satu penerapan penting dari pemakaian obat-obat otonom ini untuk

pengobatan pasien glaucoma.

Page 2: SARAF OTONOM

1.2 TUJUAN

1. mengetahui terjadinya miosis dan midriasis pada pupil serta reseptornya

2. mengetahui mekanisme kerja atropin di pupil

3. mengetahui mekanisme kerja phenylephrine pada pupil dan pembuluh darah di

konjungtiva bulbi

4. mengetahui mekanisme kerja pilokarpin di pupil

5. mengetahui mekanisme kerja physostigmin di pupil

6. mengetahui mekanisme kerja amphetamin di pupil

Page 3: SARAF OTONOM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Miosis dan midriasis

2.1.1 Miosis

Miosis adalah suatu keadaan dimana pupil mengalami konstriksi. Miosis dapat

disebabkan oleh obat tertentu dan bahan kimia, serta didapatkan pada keadaan patologis

(penyakit tertentu). Pupil yang mengalami miosis yang Ekstrim disebut "Pintpoints

Pupil". Sedangkan mata yang mengalami miosis disebut "Miotics".

Rangsangan cahaya masuk ke mata, rangsang tadi akan dirubah menjadi impuls

listrik oleh foto reseptor yang ada diretina, dan akan bawa oleh Nervus III ke otak

tepatnya di pretectal nucleus otak bagian tengah. Impuls listrik tadi melalui lateral

nucleus geniculate dan visual korteks utama. Lalu dibawa ke Nucleus Edinger-Westphal,

dimana impuls yang dibawa oleh syaraf viseromotor tadi akan mengalir disepanjang

Nervus Occulomotorius kanan dan kiri. Syaraf viseromotor akhirnya akan synaps di

syaraf ganglion ciliary. Dimana syaraf parasimpatis menginervasi otot konstiktor iris, dan

akhirnya menimbulkan Miosis.

Penyebab Miosis.

Penyakit :

1. Horner syndrome.

2. Pancoast tumor.

3. Perdarahan pada Pons.

Obat :

1. Opiates (kodein, morfin, dan heroin).

2. Antipsikotik (haloperidol, thorazine)

3. Cholinergic agent yang digunakan pada pengobatan penyakit Alzheimer desease

dan nerve gasses.

4. Obat kemoterapi termasuk turunan Camptotecin.

Page 4: SARAF OTONOM

5. Carbachol dan Neostigmine.

6. Tazadone.

2.1.2 Midriasis

Midriasis adalah pembesaran pupil yang berlebihan (lebih dari 6mm)

disebabkan oleh penyakit ataupun obat-obatan. Midriatik adalah agen yang menyebabkan

dilatsi pupil. Walaupun pupil secara normal akan membesar dilingkungan yang gelap,

tetapi kemudian akan segera konstriksi apabila ada cahaya. Pupil yang midriasis akan

tetap membesar walaupun dilingkungan yang terang.

Ada dua tipe otot yang mengatur ukuran iris, yaitu otot sirkular dan otot radial.

Otot sirkular diinervasi oleh system saraf parasimpatik, sedangkan otot radial diinervasi

oleh system saraf simpatis. Rangsangan simpatis dari reseptor α1 adrenergik akan

menyebabkan kontraksi otot radial, yang kemudian akan menyebabkan dilatasi iris.

Sebaliknya, rangsangan parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot sirkular dan

menyebabkan konstriksi iris. Mekanisme midriasis tergantung dari agen yang digunakan.

Pada umumnya berhubungan dengan gangguan suplai saraf parasimpatis kadalam mata

atau adanya overaktivitas dari sistem saraf simpatis.

Atropin memblok reseptor muskarinik acetylcholin. Acetylcholin (ACh)

merupakan neurotransmiter sistem saraf parasimpatis dan memblok aktivitas parasimpatis

sehingga menyebabkan pupil tidak dapat konstriksi.

Kokain menghambat reuptake noradrenalin disuatu sinaps saraf. Ketika larutan

kokain masuk ke mata, noradrenalin tidak lagi diabsorbsi oleh neuron, dan levelnya akan

meningkat. Noradrenalin, neurotransmiter dari sistem saraf simpatis, menyebabkan

dilatasi pupil.

2.2 Atoprin

Efek agonis muskarinik pada mata adalah kontarksi otot polos sfinkter iris

(miosis) dan otot siliaris (akomodasi).

Page 5: SARAF OTONOM

Kerja reseptor muskarinik diaktifkan karena adanya satu atau lebih second

messenger untuk aktivasinya. Semua reseptor muskarinik memakai system G proteim

Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor α1) yang terdapat di permukaan sel

oleh agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan

perantara suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol

4,5-biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-

triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan

menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein

kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler

Dimana respon seluler pada organ mata akibat perangsangan kolinergik ini pada

Reseptor 1 diotot sfingter iris membuat kontraksi (miosis)

Reseptor 2 di otot siliaris mata membuat kontraksi untuk melihat dekat (kuat)

Atropin sebagai prototip antimuskarinik, dimana akan memblok asetilkolin

endogen maupun eksogen namun hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen.

Pada mata atropin ini menghambat M.constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa

mata sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia (paralysis mekanisme akomodasi)

Page 6: SARAF OTONOM

Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivasi kolinoseptor muscarinik. Aktivasi

ini secara efektif dihambat oleh atropine local dan obat antimuscarinik tersier serta

hasilnya adalah aktivasi dilator simpatis yang tidak berlawanan dengan midriasis.

Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muscarinik secara reversible

(tergantung pada jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat

diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini

menunjukkan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat. Hasil ikatan pada reseptor

muskarinik adalah untuk mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil

siklase yang diakibatkan asetilkolin atau agonis muskarinik lainnya

2.3 Phenylephrine

Nama Generic : phenylephrine (fen ill EFF rin)

Merek Dagang: Ah-Chew D, Lusonal, Nasop, Neo-Synephrine

Page 7: SARAF OTONOM

Systematic (IUPAC) name

3-(1-hydroxy-2-methylamino-ethyl)phenol

Identifiers

CAS number59-42-7

61-76-7 (hydrochloride)

ATC code C01 CA06 R01 AA04 , R01 AB01 , R01 BA03 , S01 FB01 , S01 GA05

PubChem 6041

DrugBank APRD00365

Chemical data

Formula C9H13NO2

Mol. weight 167.205 g/mol

Pharmacokinetic data

Bioavailability 38% through GI tract

Protein binding 95%

Metabolism Hepatic (monoamine oxidase)

Half life 2.1 to 3.4 hours

Excretion  ?

Therapeutic considerations

Pregnancy cat.B3(AU) C(US)

Legal statusOTC(US)

Routes Oral, intranasal, ophtalmic

Page 8: SARAF OTONOM

Phenylephrine atau neosynephrine adalah agonist reseptor adrenergik

merupakan suatu bahan midriatik efektif yang sering dipakai untuk mempermudah

pemeriksaan retina karena sebagai agen dilatasi pupil,dan jarang digunakan untuk

meningkatkan tekanan darah. Phenylephrine bekerja sebagai vasokontriksi pembuluh

darah (vena dan arteri), kontriksi pada pembuluh darah mata, sinus, hidung, dan bagian

dada akibatnya mengurangi aliran darah dari daerah ini sehingga kongesti dapat

berkurang. Konstriksi pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat.

Obat ini juga merupakan dekongestan untuk hyperemia alergi ringan dari membran-

membran konjungtiva. Simpatomimetika yang diberikan dalam bentuk obat tetes mata

juga bermanfaat untuk melokalisasi lesi pada sindroma horner (lihat kotak: suatu

penerapan farmakologi dasar pada masalah klinis).

Otot dilatator pupil yang radial dari iris mengandung reseptor ;pengaktifan obat

seperti phenylephrine menyebabkan midriasis. Stimulan dan juga mempunyai efek

penting dalam tekanan intraokuler. Bukti yang ada menunjukkan bahwa agonis

meningkatkan aliran keluar cairan bola mata (aquos humor), sementara antagonis

menurunkan produk cairan bola mata. Efek ini sangat penting dalam pengelolaan

glukoma, suatu penyebab utama kebutaan.

Adrenoreseptor memediasi kontraksi serat otot dilatator pupil yang menuju

radial diiris dan mengakibatkan mydriasis. Hal ini terjadi selama pengeluran simpatis dan

Page 9: SARAF OTONOM

pada saat penempatan obat agonis kedalam sakus konjungtiva. Adrenoseptor pada

epithelium silier memfasilitasi sekresi cairan humor. Penyakatan reseptor reseptor ini

(dengan obat penyakat ) mereduksi kerja sekreter dan mengurangi tekanan intraokuler

yang akan melengkapi terapi lain untuk glaucoma.

Oral phenylephrine dimetabolisme oleh monoamin oksidase, sebuah enzim yang

terdapat didalam saluran pencernaan dan hati. Karena itu, dibandingkan dengan

pseudoephedrine, phenylephrine memiliki bioavailability yang variabel dan kurang

sampai dengan 38 persen, dan karena itu kurang efektif sebagai nasal decongestant.

Karena phenylephrine adalah selektif alpha-adrenergic reseptor agonis, phenylephrine

tidak menyababkan pelepasan dari noradrenalin endogenous seperti pada

pseudoephedrine. Karena itu, phenylephrine sedikit sekali kemungkinan besar

menyebabkan efek samping seperti stimulasi SSP, insomnia, gelisah, lekas marah and

keresahan.Beberapa obat flu yang terkenal mengandung phenylephrine: Canada hot

lemon Neocitran, the United Kingdom's Lemsip, dan United States' Alka-Seltzer Cold

Effervescent formula, Sudafed PE Non-Drowsy Nasal Decongestant, dan DayQuil

kapsul. Sebagai nasal spray, phenylephrine tersedia dalam konsentrasi 1% dan 1/2%.

phenylephrine menahan beberapa reaksi efek kongesti , meskipun kurang dari kadar

oxymetazoline.

Efek mydriatic

Phenylephrine digunakan sebagai eye drop untuk dilatasi pupil untuk

memfasilitasi visualisasi dari retina. Phenylephrine sering dikombinasikan dengan

tropicamide. Glaucoma sudut sempit adalah kontraindikasi dari pemakaian

phenylephrine.

Efek samping

Efek samping dari phenylephrine adalah hipertensi. Pasien dengan kongesti dan

hipertensi secara khusus dipertimbangkan untuk menghindari pemakaian phenylephrine.

Page 10: SARAF OTONOM

2.4 Pilokarpin

Farmakologi

Pilokarpin termasuk dalam salah satu dari golongan 3 alkaloid yaitu muskarin yang

berasal dari jamur Amanita muscaria, pilokarpin yang berasal dari tanaman Pilocarpus

microphyllus, dan arekolin yang berasal dari Areca catechu (pinang). Pilokarpin bekerja

Systematic (IUPAC) name

(3S,4R)-3-ethyl-4- [(3-methylimidazol-4-yl) methyl]oxolan-2-one

Identifiers

CAS number92-13-7

54-71-7

ATC code N07 AX01 S01 EB01

PubChem 5910

DrugBank APRD00382

Chemical data

Formula C11H16N2O2

Mol. weight 208.257 g/mol

Pharmacokinetic data

Bioavailability  ?

Metabolism  ?

Half life 0.76 hours

Excretion  ?

Therapeutic considerations

Pregnancy cat.?

Legal status

Routes  ?

Page 11: SARAF OTONOM

pada efektor muskarinik yang juga memperlihatkan efek nikotinik. Efek nikotinik juga

terlihat setelah diadakan denervasi. Pilokarpin terutama menyebabkan rangsangan

terhadap kelenjar keringat, kelenjar air mata dan kelenjar ludah.

Mekanisme kerja pilokarpin di pupil

Efek pemberian pilokarpin pada mata (dengan diteteskan dalam konjungtiva)

menimbulkan kontraksi otot polos sfinkter iris (menyebabkan miosis) dan otot siliaris

(menimbulkan akomodasi). Sebagai hasilnya, iris tertarik menjauhi sudut kamar depan,

dan anyaman trabekular pada dasar otot siliaris terbuka. Kedua efek demikian

mempermudah pengaliran keluar cairan humor ke dalam kanan Schlemm, yang

mengosongkan kamar depan mata.

Adapun reseptor yang bekerja disini adakah G proteim

Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor α1) yang terdapat di permukaan sel oleh

agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan perantara

suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol 4,5-

biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-

triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan

Page 12: SARAF OTONOM

menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein

kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler

Dimana respon seluler pada organ mata akibat perangsangan kolinergik ini pada

Reseptor 1 diotot sfingter iris membuat kontraksi (miosis)

Reseptor 2 di otot siliaris mata membuat kontraksi untuk melihat dekat (kuat)

Pilokarpin di gunakan sebagai obat glaucoma. Glaukoma adalah penyebab utama

kebutaan pada populasi usia lanjut dan sangat menarik secara farmakologi karena bentuk

kronisnya masih dapat di obati dengn obat-obatan. Manifestasi pertama adalah

peningkatan tekanan intraocular tanpa gejala. Tanpa pengobatan, maka peningkatan

tekanan intraocular ini akan merusak retina dan saraf optik, dengan penyempitan lapang

pandang dan akhirnya buta. Tekanan intraocular mudah diukur sebagai bagian rutin

pemeriksaan oftalmologi.

Ada dua tipe glaucoma yang dikenal: sudut terbuka dan sudut tertutup (atau sudut

sempit. Bentuk sudut terbuka berhubungan dengan kamar depan mata dangkal, yang

apabila iris berdilatasi dapat menutup jalan aliran keluar pada sudut antara kornea dan

badan siliaris. Karena tekanan intraocular merupakan fungsi keseimbangan antara cairan

yang masuk dengan aliran keluar dalam bola mata, maka strategi pengobatan glaucoma

sudut sempit menjadi dua klas: mengurangi sekresi cairan humor dan memperbanyak

aliran keluar cairan humor. Salah satu grup umum obat-obat yang digunakan pada

pengobatan glaucoma adalah grup kolinomimetik yaitu salah satunya adalah pilokarpin.

Adapun mekanisme kerja pilokarpin yaitu pada kontraksi otot siliaris, membuka anyaman

trabekular, meningkatkan aliran keluar.

Indikasi

Hanya pilokarpin HCl atau pirokarpin nitrat yang digunakan, yaitu sebagai obat tetes

mata untuk menimbulkan miosis dengan larutan 0,5-3%. Obat ini digunakan sebagai

diaforetik dan untuk menimbulkan salvias, diberikan peroral dengan dosis 7,5 mg.

Page 13: SARAF OTONOM

2.5 Physostigmin

2.6 Amfetamine

Amfetamin disintesis akhir tahun 1920-an dan diperkenalkan dalam praktek

kedokteran tahun 1936. Dekstroamfetamin merupakan anggota utama dari kelompok ini,

meskipun amfetamin lain dan pengganti amfetamin, seperti metamfetamin (Methedrine,

“speed”), fenmetrazine (Preludin), dan metilfenidat (Ritalin), diperkenalkan kemudian.

Jumlah obat-obat yang sama dengan efek amfetamin dengan efek psikoatif terus

berkembang. Yang pertama ialah 2,5-dimetoksi-4-metilamfetamin (DOM, ”STP”). Yang

lebih baru, metilen-dioksiamfetamin (MDA) dan metildioximetamfetamin (MDMA,

“ecstasy”) telah diperkenalkan. Obat terakhir yang mempunyai efek halusinogen

mendekati amfetamin. Obat-obatan tersebut memperlihatkan efek neurotoksik pada

sistem serotonergik pada otak hewan percobaan, dengan akibat yang belum pasti pasa

manusia.

Amfetamin sebagai fenilisopropilamin yang penting terutama karena

penggunaannya dan penyalahgunaannya sebagai pacu SSP. Farmakokinetiknya mirip

efedrin, tetapi amfetamin masuk lebih mudah ke dalam SSP dan menimbulkan efek pacu

SSP yang jauh lebih terhadap perasaan dan kesigapan serta penekanan nafsu makan. Aksi

perifernya diperantarai terutama malalui penglepasan katekolamin.

Intoksikasi, efek samping dan kontraindikasi:

Intoksikasi akut disebabkan oleh dosis berlebih dan merupakan kelanjutan dari

efek terapinya. Gejala sentral berupa kegelisahan, pusing kepala, tremor, refleks

hiperaktif, suka bicara, rasa tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang

euforia. Stimulasi sentral biasanya diikuti dengan kelelahan fisik dan depresi mental.

Gejala kardiovaskuler berupa nyeri kepala, rasa dingin, palpitasi, aritmia jantung,

serangan angina, hipertensi atau hipotensi kolaps kardiovaskuler. Pengeluaran keringat

yang berlebihan dan gejala saluran cerna juga timbul. Keracunan yang hebat berakhir

dengan konvulsi, koma dan kematian karena perdarahan otak.

Page 14: SARAF OTONOM

Penyalahgunaan obat ini untuk mengatasi rasa ngantuk dan untuk menambah

tenaga atau kewaspadaan harus dicegah. Amfetamin sebaiknya tidak diberikan pada

penderita anoreksia, insomnia, astenia, kepribadian yang psikopat atau yang labil.

Amfetamin sering menimbulkan adiksi. Toleransi terhadap efek anoreksigenik

hampir selalu timbul. Sensitivitas muncul kembali bila obat dihentikan.

Page 15: SARAF OTONOM

BAB III

METODOLOGI

3.1 CARA KERJA

1. diteteskan pada mata :

a. atropin

b. phenileprin

c. pilokarpin

d. physostigmin

e. amphetamin

2. diamati masing-masing efek akibat pemberian obat tersebut, apakah terjadi miosis atau

midriasis serta apakah terjadi konstriksi pembuluh darah.

3.2 HASIL PENGAMATAN

OBAT MATA KIRI MATA KANAN PEMBULUH DARAH

atropin midriasis midriasis

phenileprin midriasis midriasis konstriksi

pilokarpin miosis miosis

physostigmin miosis miosis

amphetamin midriasis normal

3.3 PEMBAHASAN

Miosis adalah suatu keadaan dimana pupil mengalami konstriksi. Miosis dapat

disebabkan oleh obat tertentu dan bahan kimia, serta didapatkan pada keadaan patologis

(penyakit tertentu). Pupil yang mengalami miosis yang Ekstrim disebut "Pintpoints

Pupil". Sedangkan mata yang mengalami miosis disebut "Miotics".

Rangsangan cahaya masuk ke mata, rangsang tadi akan dirubah menjadi impuls

listrik oleh foto reseptor yang ada diretina, dan akan bawa oleh Nervus III ke otak

tepatnya di pretectal nucleus otak bagian tengah. Impuls listrik tadi melalui lateral

nucleus geniculate dan visual korteks utama. Lalu dibawa ke Nucleus Edinger-Westphal,

Page 16: SARAF OTONOM

dimana impuls yang dibawa oleh syaraf viseromotor tadi akan mengalir disepanjang

Nervus Occulomotorius kanan dan kiri. Syaraf viseromotor akhirnya akan synaps di

syaraf ganglion ciliary. Dimana syaraf parasimpatis menginervasi otot konstiktor iris, dan

akhirnya menimbulkan Miosis.

Midriasis adalah pembesaran pupil yang berlebihan (lebih dari 6mm) disebabkan

oleh penyakit ataupun obat-obatan. Midriatik adalah agen yang menyebabkan dilatsi

pupil. Walaupun pupil secara normal akan membesar dilingkungan yang gelap, tetapi

kemudian akan segera konstriksi apabila ada cahaya. Pupil yang midriasis akan tetap

membesar walaupun dilingkungan yang terang.

Ada dua tipe otot yang mengatur ukuran iris, yaitu otot sirkular dan otot radial.

Otot sirkular diinervasi oleh system saraf parasimpatik, sedangkan otot radial diinervasi

oleh system saraf simpatis. Rangsangan simpatis dari reseptor α1 adrenergik akan

menyebabkan kontraksi otot radial, yang kemudian akan menyebabkan dilatasi iris.

Sebaliknya, rangsangan parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot sirkular dan

menyebabkan konstriksi iris. Mekanisme midriasis tergantung dari agen yang digunakan.

Pada umumnya berhubungan dengan gangguan suplai saraf parasimpatis kadalam mata

atau adanya overaktivitas dari sistem saraf simpatis.

Mekanisme kerja atropin pada pupil

Efek agonis muskarinik pada mata adalah kontarksi otot polos sfinkter iris (miosis) dan

otot siliaris (akomodasi).

Kerja reseptor muskarinik diaktifkan karena adanya satu atau lebih second messenger

untuk aktivasinya. Semua reseptor muskarinik memakai system G protein.

Page 17: SARAF OTONOM

Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor α1) yang terdapat di permukaan sel

oleh agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan

perantara suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol

4,5-biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-

triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan

menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein

kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler

Dimana respon seluler pada organ mata akibat perangsangan kolinergik ini pada

Reseptor 1 diotot sfingter iris membuat kontraksi (miosis)

Reseptor 2 di otot siliaris mata membuat kontraksi untuk melihat dekat (kuat)

Atropin sebagai prototip antimuskarinik, dimana akan memblok asetilkolin endogen

maupun eksogen namun hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen.

Pada mata atropin ini menghambat M.constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata

sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia (paralysis mekanisme akomodasi)

Page 18: SARAF OTONOM

Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivasi kolinoseptor muscarinik. Aktivasi ini

secara efektif dihambat oleh atropine local dan obat antimuscarinik tersier serta hasilnya

adalah aktivasi dilator simpatis yang tidak berlawanan dengan midriasis.

Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muscarinik secara reversible

(tergantung pada jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat

diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini

menunjukkan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat. Hasil ikatan pada reseptor

muskarinik adalah untuk mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil

siklase yang diakibatkan asetilkolin atau agonis muskarinik lanilla.

Mekanisme kerja Phenylephrine pada dilatasi pupil dan vasokontriksi pembuluh

darah mata.

Phenylephrine atau neosynephrine adalah agonist reseptor adrenergik

merupakan suatu bahan midriatik efektif yang sering dipakai untuk mempermudah

pemeriksaan retina karena sebagai agen dilatasi pupil,dan jarang digunakan untuk

meningkatkan tekanan darah. Phenylephrine bekerja sebagai vasokontriksi pembuluh

darah (vena dan arteri), kontriksi pada pembuluh darah mata, sinus, hidung, dan bagian

dada akibatnya mengurangi aliran darah dari daerah ini sehingga kongesti dapat

berkurang. Konstriksi pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat.

Obat ini juga merupakan dekongestan untuk hyperemia alergi ringan dari membran-

membran konjungtiva. Simpatomimetika yang diberikan dalam bentuk obat tetes mata

juga bermanfaat untuk melokalisasi lesi pada sindroma horner (lihat kotak: suatu

penerapan farmakologi dasar pada masalah klinis).

Otot dilatator pupil yang radial dari iris mengandung reseptor ;pengaktifan obat

seperti phenylephrine menyebabkan midriasis. Stimulan dan juga mempunyai efek

penting dalam tekanan intraokuler. Bukti yang ada menunjukkan bahwa agonis

meningkatkan aliran keluar cairan bola mata (aquos humor), sementara antagonis

menurunkan produk cairan bola mata. Efek ini sangat penting dalam pengelolaan

glukoma, suatu penyebab utama kebutaan.

Page 19: SARAF OTONOM

Adrenoreseptor memediasi kontraksi serat otot dilatator pupil yang menuju

radial diiris dan mengakibatkan mydriasis. Hal ini terjadi selama pengeluran simpatis dan

pada saat penempatan obat agonis kedalam sakus konjungtiva. Adrenoseptor pada

epithelium silier memfasilitasi sekresi cairan humor. Penyakatan reseptor reseptor ini

(dengan obat penyakat ) mereduksi kerja sekreter dan mengurangi tekanan intraokuler

yang akan melengkapi terapi lain untuk glaucoma.

Mekanisme kerja pilokarpin dipupil.

Mekanisme kerja pilokarpin di pupil

Efek pemberian pilokarpin pada mata (dengan diteteskan dalam konjungtiva)

menimbulkan kontraksi otot polos sfinkter iris (menyebabkan miosis) dan otot siliaris

(menimbulkan akomodasi). Sebagai hasilnya, iris tertarik menjauhi sudut kamar depan,

dan anyaman trabekular pada dasar otot siliaris terbuka. Kedua efek demikian

mempermudah pengaliran keluar cairan humor ke dalam kanan Schlemm, yang

mengosongkan kamar depan mata.

Adapun reseptor yang bekerja disini adakah G proteim

Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor α1) yang terdapat di permukaan sel oleh

agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan perantara

suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol 4,5-

Page 20: SARAF OTONOM

biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-

triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan

menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein

kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler

Dimana respon seluler pada organ mata akibat perangsangan kolinergik ini pada

Reseptor 1 diotot sfingter iris membuat kontraksi (miosis)

Reseptor 2 di otot siliaris mata membuat kontraksi untuk melihat dekat (kuat)