Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

49
REFREAT ANATOMI SISTEM SARAF OTONOM PEMBIMBING : Dr. SOFIE MINAWATI Sp.S DISUSUN OLEH : NAMA : JULIAN PRATAMA 1

description

a

Transcript of Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Page 1: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

REFREAT

ANATOMI SISTEM SARAF OTONOM

PEMBIMBING :Dr. SOFIE MINAWATI Sp.S

DISUSUN OLEH :NAMA : JULIAN PRATAMA

NIM : 1102008127

Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Yarsi Bagian Ilmu Neurologi

Rumah Sakit Umum Dr. Slamet Garut2013

1

Page 2: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Yang

manakami dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “Anatomi

Sistem Saraf Otonom”. Referat ini kami susun untuk melengkapi tugas di

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD dr Slamet Garut.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sofie Minawati, Sp.S yang telah

membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam

menyusun referat ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format

referat ini. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan masukan dengan tangan

terbuka.

Akhir kata kami berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta

semua pihak yang ingin mengetahui tentang “Anatomi Sistem Saraf Otonom”.

Garut, Juli 2013

Penyusun

2

Page 3: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan 4

Bab II Sistem Saraf 5

Bab III Neurotransmiter Sistem Saraf Otonom 7

III.A. Anatomi Sistem Saraf Simpatis 8

III.B. Anatomi Sistem Saraf Parasimpatis 15

III.C. Konsep Transmisi Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis 17

III.D. Interaksi Neurotransmiter Dengan Reseptor 20

III.E. Efek Peransagan Simpatis Dan Parasimpatis Dengan Organ 24

Spesifik

III.F. Tonus Sistem Saraf Otonom 27

III.G. Reflek Otonom 28

Bab VI Ringkasan 32

Daftar Pustaka 34

BAB I

PENDAHULUAN

3

Page 4: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks,

sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. System saraf

mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan

lingkungan sekitarnya. System tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan

aktivitas system-system tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin

komunikasi antara berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi

sebagai unit yang harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran,

pikiran, ingatan, bahasa, sensasi, dan gerakan. Jadi, kemampuan untuk dapat

memahami, belajar, dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil

kerja integrasi dari system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan

tingkah laku individu. 1

Anggapan bahwa tidak sulit untuk mempelajari bangun (struktur) dan faal

Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah tidak berdasar sama sekali. Barangkali salah satu

alasan yang dapat diajukan untuk membantah anggapan tadi ialah, karena bila

dibandingkan dengan hal-hal tentang bagian tubuh lainnya, secara relatif belum

banyak tentang SSP yang sudah diketahui. Tetapi alasan yang lebih utama ialah,

karena perkembangan SSP manusia adalah yang paling sempurna bila dibandingkan

dengan makhluk-makhluk lainnya. 1,2

BAB II

SISTEM PERSARAFAN

4

Page 5: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih

dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan saraf kita dapat

menerima suatu rangsangan dari luar pengendalian pekerjaan otot. 1

1.1 Pembagian susunan saraf

Susunan Saraf pusat

1. Medula Spinalis

2. Otak

a. Otak besar

b. Otak kecil

c. Batang otak

Susunan saraf perifer

1. Susunan saraf somatic

2. Susunan saraf otonom

a. Susunan saraf simpatis

b. Susunan saraf parasimpatis

Susunan saraf somatic adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk

mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang. Susunan saraf otonom adalah susunan

saraf yang mempunyai peranan penting memengaruhi pekerjaan otot involunter (otot

polos) seperti jantung, hati, pancreas, jalan pencernaan, kelenjar dan lain-lain. 1,3,4

5

Page 6: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Pusat sel saraf (neuron) terdiri dari sebuah badan sel yang disebut perikarion, berisi

nucleus. Di dalam sitoplasma perikarion terdapat badan-badan yang disebut

substansia nissel. Dari perikarion keluar prosesus yang menghantarkan rangsangan

perikarion yang disebut dendrit, jumlahnya lebih banyak (lebih dari satu). Prosesus

yang menghantarkan rangsangan keluar dari perikarion disebut akson. Jumlah akson

biasanya hanya satu. 1,3

Simpai myelin yang berlekuk-lekuk disebut nodus ranvier di dalam saraf perifer.

Akson dan dendrit tergabung dalam berkas-berkas jaringan ikat disebut endoneurium.

Berkas ini tergabung menjadi berkas yang lebih besar disebut epineurium. Apabila

sebuah akson terputus maka bagian yang terputus hubungannya dengan korion akan

mengalami degenerasi, akson dan simpai mielinnya akan berdegenerasi. 1,3

Sel saraf menurut jenis rangsangannya meliputi sel saraf (sel ganglion) dan serabut

saraf (neurit) atau akson. Sel saraf (neuron) besarnya bermacam-macam dilihat dari

geriginya satu, dua, dan banyak. Gerigi yang banyak bercabang menghubungkan sel

itu dengan sesamanya, gerigi ini disebut dendrite. Alat penghubung disebut neuron.

Serabut saraf (neurit) atau akson adalah bagian utama serabut saraf, yang disebut

sumbu toraks, dan di bagian tengah disebut juga benang saraf. Sumbu saraf

mempunyai benang saraf terdiri dari zat lemak, dinamakan myelin. Sumbu toraks

yang tidak mempunyai selaput kehilangan keabu-abuan atau serabut saraf gaib (saraf

sulung) sekeliling serabut saraf ini ada selaput bening, disebut selaput Schwan. 1,3

6

Page 7: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

BAB III

NEUROTRANSMITTER DALAM FISIOLOGI SARAF

OTONOM

Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf

otonom. Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi gastro-

intestinal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan banyak aktivitas

lainnya. Ada sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan yang lainnya sebagian

saja. 1

Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi

viseral tubuh.2 Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak

di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus.3 Juga, bagian korteks serebri

khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih

rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan

sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.4,5,6,7 Sebenarnya tidak ada

penyamarataan yang dapat dipakai untuk menjelaskan apakah rangsangan simpatis

atau parasimpatis dapat menyebabkan timbulnya eksitasi atau inhibisi pada suatu

organ tertentu. Oleh karena itu, untuk dapat mengerti fungsi simpatis dan

parasimpatis, kita harus mempelajari seluruh fungsi kedua sistem saraf ini pada

masing-masing organ.3,4

Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna

memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun

parasimpatis.4

7

Page 8: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Gambar 1. Bagan pembagian sistem saraf manusia 8

III.A. Anatomi sistem saraf simpatis

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal (torak 1

sampai lumbal 2).3,5,6,7,9 Serabut-serabut saraf ini melalui rangkaian paravertebral

simpatetik yang berada disisi lateral korda spinalis yang selanjutnya akan menuju

jaringan dan organ-organ yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Tiap saraf dari

sistem saraf simpatis terdiri dari satu neuron preganglion dan saraf postganglion.

Badan sel neuron preganglion berlokasi di intermediolateral dari korda spinalis.9

Serabut saraf simpatis vertebra ini kemudian meninggalkan korda spinalis melalui

rami putih menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia dari rangkaian paravertebral

simpatik.4,9 Selanjutnya serat-serat ini dapat mengalami salah satu dari ketiga hal

berikut : (1) serat-serat dapat bersinaps dengan neuron postganglionik yang ada

didalam ganglion yang dimasukinya. (2) Serat-serat dapat berjalan ke atas atau

kebawah dalam rantai dan bersinaps pada salah satu ganglia lain dalam rantai tersebut.

Atau (3) serat itu dapat berjalan melalui rantai ke berbagai arah dan selanjutnya

melalui salah satu saraf simpatis memisahkan diri keluar dari rantai, untuk akhirnya

berakhir di salah satu ganglia paravertebral.1,4,9,10,11,12,13 Akson-akson neuron

preganglion kebanyakan bermielin, hantarannya lambat, tipe B.3,9,14 Pada rangkaian

8

Page 9: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

paravertebral simpatik, serabut-serabut preganglion dapat bersinap badan sel dari

neuron postganglion atau melalui cephalad atau caudal untuk bersinap dengan

neuron postganglion (kebanyakan serabut -serabut saraf yang tidak bermielin,tipe

C )3,.9,14 Di ganglia paravertebral yang lain, neuron-neuron postganglion kemudian

keluar dari ganglia paravertebra menuju ke berbagai organ-organ perifer. Neuron

postganglion kembali ke saraf spinal melalui rami abu-abu, neuron ini selanjutnya

akan mempengaruhi tonus otot pembuluh darah, otot-otot piloerektor, dan kelenjar

keringat.4,9

Ganglia prevertebra yang berlokasi di abdomen dan pelvis, terdiri dari ganglia

coeliaca, ganglia aoarticorenal, mesenterica superior dan inferior. Ganglia terminal

berlokasi dekat dengan organ yang disarafi contohnya vesica urinaria dan rektum.4,6

Gambar 2. Alur perjalanan rami putih simpatetik 11

Berdasarkan letaknya, ganglia simpatetik digolongkan menjadi :5,6

1. Ganglia servikalis, terdiri dari 3 ganglia yaitu :

- ganglia servikalis superior

- ganglia servikalis media

9

Page 10: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

- ganglia servikalis inferior

2. Ganglia thorakalis

3. Ganglia lumbalis

Gambar ganglia servikalis dan distribusinya.11

10

Page 11: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Gambar . Ganglion lumbalis11

Pembagian segmental saraf simpatis

Jaras simpatis yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis tak perlu

didistribusikan ke bagian tubuh yang sama seperti halnya saraf-saraf spinal somatik

dari segmen yang sama.9,11

Serabut-serabut saraf dari sistem saraf simpatis tidak menginnervasi bagian-

bagian tubuh sesuai dengan segmennya. Sebagai contoh, serabut yang berasal dari

torakal 1 biasanya melewati rangkaian paravertebral simpatik naik kedaerah kepala,

torakal 2 untuk leher, torakal 3 sampai torakal 6 untuk dada, torakal 7 sampai torakal

11 ke abdomen dan torakal 12, lumbal 1 sampai lumbal 2 ke ekstremitas inferior.

Pembagian ini hanya kurang lebih demikian dan sebagian besar saling tumpang

tindih.4,9,10,11,12

11

Page 12: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Distribusi serabut-serabut saraf dari sistem saraf simpatis ke masing-masing

organ ditentukan oleh posisi awal waktu dalam embrio. Disini jantung menerima

banyak serabut saraf simpatis dari rangkaian paravertebra simpatik dari bagian leher

karena jantung berada dileher pada waktu masa embrio. Organ abdomen menerima

innervasi dari sistem saraf simpatis dari segmen torakal yang lebih rendah sesuai

dengan asalnya.3,9

Gambar 3. Distribusi sistem saraf otonom dan organ yang

dipersarafinya15

12

Page 13: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Gambar 4. Perbedaan alur sistem saraf serebrospinal dan sistem saraf

otonom11

Sifat- sifat khusus ujung saraf simpatis dalam medula adrenal 3,9

Serat saraf preganglionik simpatis berjalan tanpa mengadakan sinaps, melalui

jalan-jalan dari seluruh jalan dari kornu intermediolateral medula spinalis, melalui

rantai simpatis, kemudian melewati rantai splanknikus dan berakhir di medula

adrenal. Di medula adrenal, serat – serat saraf ini langsung berakhir pada sel-sel

neuron khusus yang mensekresikan epinefrin dan norepinefrin kedalam aliran darah.

Secara embriologi, sel-sel sekretorik ini berasal dari jaringan saraf dan analog dengan

13

Page 14: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

neuron postganglionik, bahkan sel-sel ini masih mempunyai serat-serat saraf yang

rudimenter, dan serat –serat inilah yang mensekresikan hormon-hormon.

III. B. Anatomi sistem saraf parasimpatis

Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui

saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga;

kadangkala saraf sakral pertama dan keempat.3,6,9,10,11, Kira-kira 75% dari seluruh

serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X) yang

melalui daerah torakal dan abdominal, seperti diketahui nervus vagus mempersarafi

jantung, paru-paru, esophagus, lambung, usus kecil, hati, kandung kemih, pankreas,

dan bagian atas uterus. Serabut saraf parasimpatis nervus III menuju mata, sedangkan

kelenjar air mata, hidung, dan glandula submaksilla menerima innervasi dari saraf

kranial VII, dan glandula parotis menerima innervasi dari saraf kranial IX.

Sistem saraf parasimpatis daerah sakral terdiri dari saraf sakral II dan III serta kadang-

kadang saraf sakral I dan IV. Serabut -serabut saraf ini mempersarafi bagian distal

kolon, rektum, kandung kemih, dan bagian bawah uterus, juga mempersarafi genitalia

eksterna yang dapat menimbulkan respon seksual.

Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis menuju

ganglia atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan. Serabut

postganglion saraf parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia yang

sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana neuron postganglion relatif

panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian paravertebra simpatis yang

berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.3,11

14

Page 15: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Gambar 5. Perbedaan dasar anatomi dan respon simpatik dan parasimpatik11

Fisiologi sistem saraf otonom

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari

kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin.1,3,4,6,9 Serabut

postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai

neurotransmitter. Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan

serabut adrenergik. Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan

asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Sebagai

tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan beberapa

pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter. Semua saraf

preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin sebagai

neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin

15

Page 16: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

yang dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis

maupun parasimpatis.

Gambar 6. Neurotransmiter simpatik dan parasimpatik 4

III.C. KONSEP TRANSMISI SISTEM SARAF SIMPATIS DAN

PARASIMPATIS

Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada ujung postganglionik.3

Beberapa ujung saraf otonom postganglionik terutama saraf parasimpatis

memang mirip dengan taut neuromuskular skeletal, namun ukurannya jauh lebih

kecil. Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir semua serat saraf simpatis hanya

bersinggungan dengan sel-sel efektor dari organ yang dipersarafinya, pada beberapa

contoh, serat-serat ini berakhir pada jaringna ikat yang letaknya berdekatan dengan

sel-sel yang dirangsangnya. Ditempat filamen ini berjalan atau mendekati sel efektor,

biasanya terdapat suatu bulatan yang membesar yang disebut varikositas ; didalam

varikositas ditemukan vesikel transmitter asetilkolin atau norepinefrin. Didalam

varikositas ini juga terdapat banyak sekali mitokondria untuk mensuplai adenosin

triphosphat yang dibutuhkan untuk memberi energi pada sintesis asetilkolin atau

norepinefrin3,4,10.

Bila ada penjalaran potensial aksi disepanjang serat terminal, maka proses

depolarisasi meningkatkan permeabilitas membran serat saraf terhadap ion kalsium,

sehingga mempermudah ion ini untuk berdifusi keujung saraf atau varikositas saraf.

16

Page 17: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Disini ion kalsium berinteraksi dengan vesikel sekretori yang letaknya berdekatan

dengan membran sehingga vesikel ini bersatu dengan membran dan menggosongkan

isinya keluar. Jadi, bahan transmitter akhirnya disekresikan.3,4,10

Sintesis asetilkolin penghancurannya setelah disekresikan, dan lama kerjanya.3,9

Asetilkolin disintesis di ujung terminal serat saraf kolinergik. Sebagian besar sintesis

ini terjadi di aksoplasma di luar vesikel. Selanjutnya, asetilkolin diangkut ke bagian

dalam vesikel, tempat bahan tersebut disimpan dalam bentuk kepekatan tinggi

sebelum akhirnya dilepaskan. Reaksi kimia dasar dari sintesis ini adalah sebagai

berikut :

Asetilkolon transferase

Asetil-KoA + Kolin Asetilkolin

Asetilkolin begitu disekresikan oleh ujung saraf kolinergik, maka akan

menetap dalam jaringan selama beberapa detik, kemudian sebagian besar dipecah

menjadi ion asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase yang berikatan dengan

kolagen dan glikosaminoglikans dalam jaringan ikat setempat. Jadi, rupa-rupanya

mekanisme ini mirip dengan mekanisme penghancuran asetilkolin yang terjadi pada

taut neuromuskular direrat saraf skeletal. Sebaliknya, kolin yang terbentuk diangkut

kembali ke ujung saraf terminal, tempat bahan ini dipakai kembali untuk sintesis

asetilkolin yang baru.3,9,10

Sintesis norepinefrin, pemindahannya dan lama kerjanya3,9,10

Sintesis norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf terminal dari serat saraf

adrenergik, namun disempurnakan di dalam vesikel. Tahap – tahap dasarnya adalah

sebagai berikut :

Hidroksilasi

1. Tirosin DOPA

Dekarboksilasi

2. DOPA Dopamin

3. Pengangkutan dopamin menuju vesikel

Hidroksilasi

4. Dopamin Norepinefrin

Pada medula adrenal, reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi untuk mengalihkan

sekitar 80 persen norepinefrin menjadi epinefrin, yakni sebagai berikut :

Metilasi

17

Page 18: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

5. Norepinefrin Epinefrin

Setelah norepinefrin disekresikan oleh ujung – ujung saraf terminal, maka

kemudian dipindahkan dari tempat sekresinya melalui tiga cara berikut :

1. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung saraf adrenergik

sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari norepinefrin yang disekresikan.

2. Berdifusi keluar dari ujung saraf menuju cairan tubuh di sekelilingnya dan

kemudian masuk ke dalam darah, yakni seluruh sisa norepinefrin yang ada.

3. Dalam jumlah yang sedikit, dihancurkan oleh enzim (salah satu enzim

tersebut adalah monoamin oksidase, yang dapat dijumpai dalam ujung

saraf itu sendiri, dan enzim katekol-O-metil transferase yang dapat

berdifusi ke seluruh jaringan).3,9,10

Biasanya norepinefrin disekresikan secara langsung ke dalam jaringan yang

tetap aktif hanya selama beberapa detik, hal ini memperlihatkan bahwa proses

pengambilan kembali norepinefrin dan difusinya keluar dari jaringan berlangsung

dengan cepat. Namun, norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan ke dalam darah

oleh medula adrenal masih tetap aktif sampai didifusikan ke suatu jaringan, tempat

keduanya dihancurkan oleh katekol-O-metil transferase, peristiwa ini terutama terjadi

di dalam hati. Oleh karena itu, bila di sekresikan ke dalam darah baik norepinefrin dan

epinefrin akan tetap sangat aktif selama 10 sampai 30 detik dan kemudian

aktivitasnya menurun, menjadi sangat lemah dalam waktu satu sampai beberapa

menit.3,9,10

Sebelum transmitter asetilkolin atau norepinefrin disekresikan pada ujung

saraf otonom untuk dapat merangsang organ efektor, transmiter ini mula-mula harus

berikatan dulu dengan reseptor yang sangat spesifik pada sel-sel efektor. Reseptor ini

terdapat di bagian dalam membran sel, terikat sebagai kelompok prostetik pada

molekul protein yang menembus membran sel. Ketika transmitter berikatan dengan

reseptor, hal ini menyebabkan perubahan konformasional ( bentuk tertentu dari

keseluruhan) pada struktur molekul protein. Kemudian molekul protein yang berubah

ini merangsang atau menghambat sel, paling sering dengan : (1) menyebabkan

perubahan permeabilitas membran sel terhadap satu atau lebih ion, atau (2)

18

Page 19: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

mengaktifkan atau justru mematikan aktivitas enzim yang melekat pada ujung protein

reseptor lain dimana reseptor ini menonjol ke bagian dalam sel.3

Perangsangan atau penghambatan sel efektor oleh perubahan permeabilitas

membrannya.3,9

Karena protein reseptor merupakan bagian integral dari membran sel, maka

perubahan konformasional pada struktur protein reseptor dari banyak sel organ akan

membuka atau menutup saluran ion melalui sela-sela molekul itu sendiri, dengan

demikian merubah permeabilitas membran sel terhadap berbagai ion. Sebagai contoh,

saluran ion natrium dan atau kalsium seringkali menjadi terbuka dan memungkinkan

influks ion – ion tersebut dengan cepat untuk masuk ke dalam sel yang biasanya akan

mendepolarisasikan membran sel dan merangsang sel. Pada saat lain, saluran kalium

terbuka sehingga memungkinkan ion kalium berdifusi keluar dari sel dan biasanya hal

ini akan menghambat sel akibat hilangnya ion kalium elektro positif yang membentuk

hipernegatifisme di dalam sel. Juga pada beberapa sel perubahan lingkungan ion

intraseluler akan menyebabkan kerja sel internal seperti efek langsung ion kalsium

dalam menimbulkan kontraksi otot polos.3,9

Kerja reseptor melalui perubahan enzim intraseluler.3,9

Cara lain agar reseptor dapat berfungsi adalah dengan mengaktifkan atau

mematikan aktivitas suatu enzim (atau zat kimia intraseluler lainnya) di dalam sel.

Enzim seringkali terlekat pada protein reseptor dimana reseptor menonjol ke bagian

dalam sel. Sebagai contoh, pengikatan epinefrin dengan reseptornya pada bagian luar

sel akan meningkatkan aktivitas enzim adenilatsiklase pada bagian dalam sel, dan hal

ini kemudian menyebabkan pembentukan adenosin monofosfat siklik (cAMP). cAMP

kemudian dapat mengawali salah satu kerja dari sekian banyak aktivitas intraseluler

yang berbeda-beda, efek pastinya bergantung pada mesin kimiawi dari sel efektor.

Oleh karena itu, mudahlah untuk mengerti bagaimana substansi transmiter otonomik

dapat menyebabkan inhibisi pada beberapa organ atau eksitasi pada organ lain. Hal ini

biasanya ditentukan oleh sifat protein reseptor pada membran sel dan efek reseptor

yang terikat pada keadaan konformasionalnya. Pada setiap organ, efek yang

dihasilkannya secara keseluruhan cenderung berbeda dengan yang terdapat pada

organ lain.3,9

III.D. INTERAKSI NEUROTRANSMITER DENGAN RESEPTOR3,9

19

Page 20: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor ( protein

makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi reseptor neurotransmitter ini akan

menyebabkan aktivasi atau inhibisi enzim-enzim efektor seperti adenilatsiklase atau

dapat merubah aliran ion-ion sodium dan potassium di membran sel melalui protein

ion chanel. Perubahan-perubahan ini akan merubah stimulus eksternal menjadi signal

intraseluler.3,9

1. RESEPTOR-RESEPTOR NOREPINEFRIN 3,4,7,9,10

Efek farmakologi katekolamin merupakan konsep awal dari reseptor-reseptor alfa dan

beta adrenergik.9 Penelitian dengan memakai obat-obatan yang meniru kerja

norepinefrin pada organ efektor simpatis (disebut sebagai simpatomimetik ) telah

memperlihatkan bahwa terdapat dua jenis reseptor adrenergik, reseptor-reseptor ini

dibagi menjadi alfa 1 dan alfa 2. Selanjutnya reseptor beta dibagi menjadi beta 1 dan

beta 2.3,9 Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan kedalam darah oleh

medula adrenal, mempunyai pengaruh perangsangan yang berbeda pada reseptor alfa

dan beta. Norepinefrin terutama merangsang reseptor alfa namun kurang merangsang

reseptor beta. Sebaliknya, epinefrin merangsang kedua reseptor ini sama kuatnya.

Oleh karena itu, pengaruh epinefrin dan norepinefrin pada berbagai organ efektor

ditentukan oleh jenis reseptor yang terdapatdalam organ tersebut. Bila seluruh

reseptor adalah reseptor beta, maka epinefrin akan menjadi organ perangsang yang

lebih efektif.3

Reseptor dopamin juga dibagi menjadi dopamin 1 dan dopamin 2. Presinap alfa dan

dopamin 2 merupakan negative feedback karena bila diaktivasi akan menyebabkan

pelepasan neurotransmitter. Reseptor-reseptor alfa 2 juga terdapat di platelet yang

berfungsi sebagai mediator pada agregasi platelet yang dengan cara mempengaruhi

konsentrasi enzim platelet adenilatsiklase. Pada sistem saraf pusat, stimulasi

postsinap alfa 2 dengan menggunakan obat seperti klonidin atau dexmetomidine akan

meningkatkan konduksi dan hiperpolarisasi membran sehingga kebutuhan zat anestesi

akan menurun. Sistem signal transmembran terdiri dari 3 bagian, yaitu : (a) sisi

pengenalan, (b) sisi efektor atau katalitik, dan (c) tranducing atau coupling protein.9

Aktivasi dari reseptor-reseptor beta 1, beta 2, dan dopamin mengakibatkan

pembentukan cycle adenosine monophosphate (cAMP) sebagai messenger kedua.

Peningkatan konsentrasi cAMP intraseluler akan memicu terjadinya proses-proses di

intraseluler (cascading protein phosporilation reaction dan stimulasi pompa sodium

20

Page 21: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

potassium) yang mempunyai efek metabolik dan farmakologi seperti beta adrenergik.

Berbeda dengan reseptor beta, kalau pada reseptor alfa 1 diaktivasi akan

menyebabkan fasilitasi ion kalsium bergerak kedalam sel dan menstimulasi hidrolisis

dan poliphospoinositides sedangkan aktivasi reseptor alfa 2 dan dopamin 2

menghambat adenilat cyclase. Stimulasi atau inhibisi dari protein G dibutuhkan

sebagai perantara untuk menginhibisi adenylate cyclase atau menstimulasi hidrolisis

phospoinositide.9

2. RESEPTOR ASETILKOLIN 3,6,7,9,10

Reseptor-reseptor kolinergik dibagi menjadi nikotinik dan muskarinik. Secara

fisiologi masing-masing reseptor dibagi menjadi beberapa subtipe. Reseptor nikotinik

dibagi menjadi 2 yaitu reseptor N1 dan N2. N1 terdapat di ganglia otonom sedangkan

N2 terdapat di neuromuscular junction. Hexamethonium memblok reseptor N1

sedangkan blokade ganglia otonom dalam beberapa tingkatan walaupun efek pada

reseptor N2 tetap predominan.9

Reseptor muskarinik dibagi menjadi M1 dan M2. Reseptor M1 terdapat di

ganglia otonom dan sistem saraf pusat sedangkan reseptor M2 ada di jantung dan

kelenjar ludah. Pirenzepin adalah salah satu contoh obat yang merupakan antagonis

selektif pada reseptor M1 sedangkan atropine merupakan antagonis selektif pada

reseptor M1 dan M2. Perbedaan antara reseptor nikotinik dan muskarinik adalah pada

jarak reseptor antara atom-atom dalam berinteraksi dengan asetilkolin ataupun obat-

obat.9

Seperti norepinefrin, reseptor-reseptor asetilkolin akan bergabung dengan

protein G dalam kerjanya. Impuls yang datang di akhir saraf kolinergik akan

meningkatkan permeabilitas membran saraf dan menyebabkan influk ion kalsium

sehingga terjadi sekresi asetilkolin kedalam celah sinaptik. Asetilkolin menyebabkan

perubahan-perubahan pada permeabilitas chanel ion protein sehingga dapat melewati

membrane sel . Sebagai contoh reseptor magnesium menurunkan konduksi ion

potassium dan mengakibatkan eksitasi sebaliknya reseptor M2 meningkatkan

konduksi ion potassium mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel yang berefek

inhibisi.9

Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan parasimpatis3,4,10

21

Page 22: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Dalam tabel 1 dicantumkan efek-efek yang terjadi pada organ viseral tubuh

akibat terangsangnya saraf simpatis atau parasimpatis. Dari tabel ini dapat terlihat lagi

bahwa perangsangan simpatis menimbulkan efek eksitasi pada beberapa organ tetapi

menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Demikian pula, perangsangan

parasimpatis akan mengeksitasi beberapa organ namun menghambat organ lainnya.

Kebanyakan organ diatur oleh salah satu dari kedua sistem tersebut.

Tabel 1. EFEK OTONOMIK PADA BERBAGAI ORGAN TUBUH 3

Organ Efek Perangsangan Simpatis Efek Perangsangan Parasimpatis

Mata

Pupil dilatasi konstriksi

Otot siliaris relaksasi ringan konstriksi

Kelenjar vasokonstriksi dan sekresi ringan rangsangan banyak sekali sekresi

Nasal

Lakrimalis

Parotis

Submandibula

Lambung

Pankreatik

Kelenjar keringat banyak sekali keringat(kolinergik) berkeringat pada telapak tangan atau

tangan

Kelenjar apokrin tebal,sekresi yang berbau tidak ada

Pembuluh darah seringkali konstriksi seringkali memberi sedikit efek/ tidak

sama

sekali

Jantung

Otot pengurangan kecepatan peningkatan kecepatan

peningkatan kekuatan kontraksi penurunan kekuatan kontraksi

(khususnya atrium)

Pembuluh koroner dilatasi(α);konstriksi(β) dilatasi

Paru

Bronkus dilatasi konstriksi

Pembuluh darah konstriksi sedang ? dilatasi

Usus

Lumen peningkatan peristaltis dan tonus penurunan peristaltis dan tonus

Sfingter peningkatan tonus relaksasi

Hati pelepasan glukosa sintesa glikogen ringan

22

Page 23: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

Kandung empedu relaksasi kontraksi

Saluran empedu

Ginjal berkurangnya pengeluaran tidak ada

dan sekresi renin

Kandung kemih

Detrusor relaksasi ringan kontraksi

Trigonum kontraksi relaksasi

Penis ejakulasi ereksi

Arteriol sistemik

Viscera abdominal konstriksi tidak ada

Otot konstriksi (adrenergik) tidak ada

Kulit konstriksi tidak ada

Darah

Koagulasi meningkat tidak ada

Glukosa meningkat tidak ada

Lipid meningkat tidak ada

Metabolisme basal meningkat sampai 100% tidak ada

Sekresi medula adrenal meningkat tidak ada

Aktivitas mental meningkat tidak ada

Otot piloerektor kontraksi tidak ada

Otot skeletal peningkatan glikogenolisis tidak ada

Peningkatan kekuatan

Sel-sel lemak lipolisis tidak ada

III.E. Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik3

Mata. Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu

dilatasi pupil dan pemusatan lensa. Perangsangan simpatis membuat serat-serat

meridional iris berkontraksi sehingga pupil menjadi dilatasi, sedangkan perangsangan

parasimpatis mengkontraksikan otot-otot sirkular iris sehingga terjadi konstriksi pupil.

Bila ada cahaya yang berlebihan masuk kedalam mata, serat-serat parasimpatis yang

mengatur pupil akan terangsang secara refleks, dimana refleks ini akan mengurangi

pembukaan pupil dan mengurangi jumlah cahaya yang membentur retina. Sebaliknya

selama periode eksitasi, saraf simpatis akan terangsang dan karena itu, pada saat yang

bersamaan akan menambah pembukaan pupil. Pemusatan lensa hampir seluruhnya

23

Page 24: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam

keadaan rata oleh tegangan intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan

parasimpatis membuat otot siliaris berkontraksi, sehingga melepaskan tegangan tadi

dan menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini membuat mata

memusatkan objeknya dekat tangan.3

Kelenjar-kelenjar tubuh. Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian

besar kelenjar gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf parasimpatis

sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan. Kelenjar-kelenjar saluran

pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah yang terletak di

saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan lambung. Kelenjar usus

halus dan usus besar terutama diatur oleh faktor-faktor lokal yang terdapat di saluran

usus sendiri dan oleh sitem saraf enterik usus serta sedikit oleh saraf otonom.

Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel kelenjar dalam

pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim dan mukus tambahan.

Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang

mensuplai kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi kecepatan sekresinya. Bila

saraf simpatis terangsang, maka kelenjar keringat mensekresikan banyak sekali

keringat, tetapi perangsangan pada saraf parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh

apapun. Namun, serat-serat simpatis yang menuju ke sebagian besar kelenjar keringat

bersifat kolinergik (kecuali beberapa serat adrenergik yang ke telapak tangan dan

telapak kaki ) dimana hal ini berbeda dengan hampir semua serat simpatis lainnya,

yang bersifat adrenergik. Selanjutnya, kelenjar keringat terutama dirangsang oleh

pusat-pusat di hipotalamus yang biasanya dianggap sebagai pusat parasimpatis. Oleh

karena itu, berkeringat dapat dianggap sebagai fungsi parasimpatis, walaupun hal ini

dikendalikan oleh serat-serat saraf yang secara anatomis tersebar melalui sistem saraf

simpatis. 3

Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau sebagi akibat

dari perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi terhadap perangsangan

parasimpatis. Kelenjar apokrin, walaupun embriologisnya berkaitan erat dengan

kelenjar keringat, tetapi lebih banyak diatur oleh pusat simpatis dalam sistem saraf

pusat daripada oleh pusat parasimpatis.3

Sistem gastrointestinal. Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf

intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus intramural atau sistem saraf enterik

usus. Namun, baik perangsangan simpatis maupun parasimpatis dapat mempengaruhi

24

Page 25: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

aktivitas gastrointestinal, terutama oleh peningkatan atau penurunan kerja spesifik

dalam pleksus intramural. Pada umumnya, perangsangan parasimpatis meningkatkan

seluruh tingkat aktivitas saluran gastrointestinal, yakni dengan memicu terjadinya

gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter, jadi akan mempermudah pengeluaran isi

usus melalui saluran pencernaan dengan cepat. Pengaruh dorongan ini berkaitan

dengan penambahan kecepatan sekresi yang terjadi secara bersamaan pada sebagian

besar kelenjar gastrointestinal, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.3 Fungsi

normal dari saluran gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada perangsangan

simpatis . Namun bila ada perangsangan simpatis yang sangat kuat, maka akan timbul

penghambatan peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah

timbul dorongan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan kadang-kadang

juga mengurangi sekresi.3

Jantung. Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan seluruh

aktivitas jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan

kontraksi jantung. Perangsangan parasimpatis terutama menimbulkan efek yang

berlawanan. Akibat atau pengaruh ini dapat diungkapkan dengan cara lain, yakni

perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa yang

diperlukan selama kerja berat, sedangkan perangsangan parasimpatis menurunkan

kemampuan pemompaan tetapi menimbulkan beberapa tingkatan istirahat pada

jantung di antara aktivitas kerja yang berat.3

Pembuluh darah sistemik. Sebagian besar pembuluh darah sistemik,

khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit anggota tubuh, akan

berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis. Perangsangan parasimpatis hampir

sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada daerah-daerah

tertentu malah memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di wajah. Pada

beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatis pada reseptor beta akan menyebabkan

dilatasi pembuluh darah pada rangsangan simpatis yang biasa, tetapi hal ini jarang

terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang dapat melumpuhkan reseptor alfa

simpatis yang memberi pengaruh vasokonstriktor, yang biasanya lebih merupakan

efek reseptor beta.3

Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan arteri.

Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan

tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah. Perangsangan

simpatis meningkatnya daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah,

25

Page 26: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi sangat meningkat. Sebaliknya,

perangsangan parasimpatis menurunkan daya pompa jantung tetapi sama sekali tidak

mempengaruhi tahanan perifer. Efek yang umum adalah terjadi sedikit penurunan

tekanan. Ternyata perangsangan parasimpatis vagal yang hampir selalu dapat

menghentikan atau kadang-kadang menghentikan seluruh jantung dan menyebabkan

hilangnya seluruh atau sebagian besar tekanan.3

Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh

lainnya. Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis,

maka kedua sistem ini dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang belum

dapat ditentukan secara rinci. Pada umumnya sebagian besar struktur entodermal,

seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus dihambat oleh

perangsangan simpatis namun dirangsang oleh perangsangan parasimpatis.

Perangsangan simpatis juga mempunyai pengaruh metabolik, yakni menyebabkan

pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan konsentrasi gula darah, meningkatkan

proses glikogenolisis dalam hati ndan otot, meningkatkan kekuatan otot,

meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan aktivitas mental.

Akhirnya, perangsangan simpatis dan parasimpatis juga terlibat dalam tindakan

seksual antara pria dan wanita.3

III.F. TONUS SISTEM SARAF OTONOM3,4,9,10

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur oleh

tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan perubahan-

perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun

penurunan aktivitas. Sebagai contoh tonus sistem saraf simpatis secara normal hanya

menyebabkan konstriksi pembuluh darah sekitar 50% . Peningkatan atau penurunan

aktivitas sistem saraf simpatis menyebabkan perubahan-perubahan yang saling

berhubungan dalam resistensi sistem vaskuler. Bila tidak ada tonus simpatis, sistem

saraf simpatis hanya menyebabkan vasokonstriksi.3

Sekresi norepineprin dan epineprin oleh medula adrenal berfungsi

menstimulasi sistem saraf simpatis. Dalam keadaan istirahat secara normal rata-rata

sekresi norepineprin sekitar 0,05mikrog/kg/menit dan epineprin sekitar

0,2mikrogr/kg/menit. Rata-rata sekresi ini sudah cukup untuk mempertahankan

tekanan darah sisitemik dalam range yang normal meskipun seluruh sistem saraf

simpatis yang mempersarafi jantung tidak ada. 3,4

26

Page 27: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

KEHILANGAN INNERVASI SECARA AKUT 3

Kehilangan sistem tonus saraf simpatis secara akut yang diakibatkan karena

regional anesthesia atau transeksi korda spinalis akan menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah secara maksimal (spinal shock). Dalam beberapa hari tonus intrinsik

dari otot pembuluh darah kecil meningkat sehingga terjadi vasokonstriksi dan

pembuluh darah kembali normal.3

KEHILANGAN INERVASI AKIBAT KEADAAN HIPERSENSITIF3

Keadaan ini terjadi karena adanya peningkatan ambang batas dari organ-organ

yang dipersarafinya terhadap norepineprin atau epineprin yang terjadi pada minggu-

minggu pertama atau setelah gangguan mendadak dari organ yang dipersarafi oleh

sistem saraf otonom. Mekanisme dari kehilangan innervasi secara akut akibat reaksi

hipersensitif diakibatkan karena proliferasi dari resptor-reseptor (up regulation) pada

membran postsinaptik yang terjadi akibat norepineprin atau asetilkolin tidak

dilepaskan lagi pada sinap.3

III.G. REFLEKS OTONOM 3,10

Refleks otonom kardiovaskular. Ada beberapa refleks dalam sistem

kardiovaskular yang terutama membantu mengatur tekanan darah arteri dan frekuensi

denyut jantung. Salah satu refleks ini adalah refleks baroreseptor, secara kasar

reseptor regang yang disebut baroreseptor terletak didalam dinding arteri besar,

termasuk arteri karotis dan aorta.3 Bila reseptor ini teregang oleh tekanan yang tinggi,

sinyal akan dijalarkan ke batang otak tempat mereka menghambat impuls simpatis ke

jantung dan pembuluh darah, sehingga tekanan arteri turun kembali ke nilai normal.3

Refleks otonom gastrointestinal. Bagian teratas dari traktus gastrointestinal

dan juga rektum terutama diatur oleh refleks otonom. Sebagai contoh, bau yang

menimbulkan selera makan atau adanya makanan dalam mulut akan memicu

timbulnya sinyal dari hidung dan mulut menuju nuklei vagus, glosofaringeal, dan

salivarius didalam batang otak. Nuklei ini kemudian menjalarkan sinyal melalui saraf

parasimpatis ke kelenjar sekretorik yang ada didalam mulut dan lambung, sehingga

menyebabkan sekresi getah pencernaan bahkan sebelum makanan masuk kedalam

mulut. Dan bila bahan fekal memenuhi rektum di bagian ujung saluran pencernaan,

maka impuls sensorik yang timbul akibat peregangan rektum akan dikirimkan ke

27

Page 28: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

medula spinalis bagian sakral, dan timbul sinyal refleks yang dijalarkan kembali

melalui serat parasimpatis ke kolon bagian distal, dimana sinyal ini menimbulkan

kontraksi peristaltik kuat yang menimbulkan defekasi.3

Refleks otonom lainnya Pengosongan kandung kemih caranya mirip dengan

pengosongan rektum, peregangan kandung kemih menyebabkan timbulnya impuls ke

medula spinalis, dan keadaan ini menyebabkan refleks kontraksi kandung kemih dan

relaksasi sfingter urinaria, sehingga mempermudah pengeluaran urin.3

Yang juga penting adalah refleks seksual yang dapat dipicu oleh rangsangan psikis

dari otak maupun dari organ seksual. Impuls yang berasal dari sumber ini akan

disatukan pada medula spinalis bagian sakral, dan pada pria, mula-mula timbul ereksi

terutama akibat fungsi parasimpatis, dan selanjutnya ejakulasi yang merupakan fungsi

simpatis.3

Refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar

pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat,

konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.

Sistem simpatis seringkali memberi respon terhadap pelepasan impuls secara

masal.3,6,10,11, Pada kebanyakan kasus, impuls yang dikeluarkan oleh sistem saraf

simpatis hampir merupakan suatu unit yang sempurna, fenomena ini disebut

pelepasan impuls masal (mass discharge). Peristiwa ini seringkali timbul bila

hipotalamus diaktivasi oleh timbulnya rasa takut atau cemas atau bila mengalami rasa

nyeri yang berat. Akibat yang timbul merupakan reaksi yang menyebar ke seluruh

tubuh, disebut respons stres atau tanda bahaya (alarm). Pada saat lainnya, aktivasi

simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi, terutama sebagai respons

terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi tidak melibatkan otak. Yang

terpenting dari masalah ini adalah sebagai berikut : pada proses pengaturan suhu, serat

simpatis mengatur pengeluaran keringat dan aliran darah pada kulit tanpa

mempengaruhi organ-organ lainnya yang dipersarafi oleh serat simpatis juga. Pada

beberapa binatang, selama timbulnya aktivitas otot. Serat vasodilator kolinergik

spesifik pada otot skelet akan terangsang secara tersendiri, terpisah dari sistem

simpatis lainnya. Sebagian besar reflek lokal, yang melibatkan serat afferen sensorik

yang berjalan secara sentral di saraf simpatis menuju ganglia simpatis dan medula

spinalis, menyebabkan respons refleks yang sangat terlokalisasi. Sebagai contoh

pemanasan pada suatu daerah kulit setempat menyebabkan vasodilatasi dan

28

Page 29: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

meningkatnya pengeluaran keringat setempat sedangkan pendinginan menimbulkan

akibat yang sebaliknya. Sebagian besar refleks simpatis yang mengatur fungsi

gastrointestinal mempunyai ciri tersendiri, yang kadangkala bekerja melalui jaras

saraf namun tidak memasuki medula spinalis, hanya berjalan dari usus jalan ke

ganglia simpatis, terutama di ganglia prevertebral, dan kemudian kembali ke usus

melalui saraf saraf simpatis guna mengatur aktivitas motorik atau sekretorik.3

Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik,

berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan impuls

secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya jauh lebih

spesifik. Contohnya, reflek parasimpatis kardiovaskular biasanya bekerja pada

jantung untuk meningkatkan atau menurunkan frekuensi denyut jantung, demikian

juga refleks parasimpatis lainnya menimbulkan sekresi terutama pada kelenjar mulut,

sedangkan pada keadaan lain, menimbulkan sekresi terutama di kelenjar lambung.

Akhirnya refleks pengososngan rektum yang tidak begitu mempengaruhi bagian usus

lainnya.3

Ternyata terdapat hubungan yang erat antara kelompok fungsi parasimpatis

ini, contohnya walaupun sekresi saliva dapat terjadi tanpa adanya sekresi lambung,

ternyata kedua peristiwa sekresi ini sering terjadi secara bersamaan, dan seringkali

juga dapat timbul bersamaan timbul dengan kelenjar pankreas, juga refleks

pengosongan rektum seringali dapat memicu timbulnya refleks pengosongan kandung

kemih dan rektum secara bersamaan. Sebaliknya refleks pengosongan kandung kemih

dapat memacu timbulnya pengosongan rektum.3

Respons "tanda bahaya " atau respon "stress" dari sitem saraf simpatis3

Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang

bersamaan – yakni yang disebut pelepasan impuls secara massal – maka dengan

berbagai cara keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan

aktivitas otot yang besar. Marilah kita meringkaskan kejadian ini :

1. Peningkatan tekanan arteri

2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan

penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastro intestinal dan

ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat

3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel diseluruh tubuh

4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah

5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot

29

Page 30: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

6. Peningkatan kekuatan otot

7. Peningkatan aktivitas mental

8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah

Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik

yang jauh lebih besar bila tidak ada efek diatas. Oleh karena stres fisik atau mental

biasanya akan menggiatkan sistem simpatis, maka seringkali keadaan tersebut

dianggap merupakan tujuan dari sistem simpatis untuk menyediakan aktivitas

tambahan tubuh pada saat stres, keadaan ini sering disebut respons stres simpatis.

Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan emosi.

Contohnya, pada keadaan marah (rage) yang terutama ditimbulkan oleh perangsangan

hipotalamus, sinyal-sinyalnya dijalarkan kebawah melalui formasio retikularis otak

dan masuk kedalam medula spinalis untuk menyebabkan pelepasan impuls simpatis

yang masif.3,18 Dan seluruh peristiwa simpatis seperti yang disebutkan diatas timbul

dengan segera. Keadaan ini disebut reaksi tanda bahaya (alarm reaction) dari serat

simpatis keadaan ini juga disebut reaksi menghadapi atau menghindar ( fight or flight

reaction) sebab seekor binatang pada keadaan ini harus memutuskan dengan segera

apakah akan tetap berdiri dan berkelahi atau lari. Pada kedua peristiwa tersebut reaksi

tanda bahaya dari serat simpatis akan membuat binatang itu melakukan serangkaian

aktivitas yang besar.3,6,10

Pengaturan medula, pons, dan mesensefalon pada sistem saraf otonom3,10

Sebagian besar area dalam substansia retikuler dan traktus solitarius medula,

pons dan mesensefalon seperti halnya banyak nuklei khusus mengatur berbagai fungsi

otonom seperti tekanan arteri, frekuensi denyut jantung sekresi kelenjar di traktus

gastrointestinal, gerakan peristaltik gastrointestinal dan kuatnya kontraksi kandung

kemih. Perlu ditekankan disini bahwa faktor paling penting yang dikendalikan oleh

batang otak adalah tekanan arteri, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan.

Tentu saja transeksi batang otak diatas tingkat midpontin tetap tidak mengganggu

pengaturan tekanan dasar dari arteri namun mencegah pengaturan pusat saraf yang

lebih tinggi terutama di hipotalamus sebaliknya transeksi tepat dibawah medula akan

menyebabkan tekanan arteri turun sampai kurang dari setengah kali normal selama

beberapa jam atau beberapa hari sesudah transeksi.Yang sangat berkaitan dengan

pusat pengaturan kardiovaskular pada medula adalah pusat medula dan pontin untuk

30

Page 31: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

pengaturan pernafasan.Walaupun hal ini tidak dianggap sebagai suatu fungsi otonom,

tetapi merupakan salah satu dari fungsi involunter tubuh.

Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi. 3,10,18Sinyal-

sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat mempengaruhi

aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak. Contohnya perangsangan

daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat mengaktifkan pusat pengatur

kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk meningkatkan tekanan arteri sampai

lebih dari dua kali normal. Demikian juga, pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat

mengatur suhu tubuh, meningkatkan atau menurunkan salivasi dan aktivitas

gastrointestinal, atau menimbulkan pengosongan kandung kemih. Oleh karena itu,

pada beberapa keadaan, pusat-pusat otonom di batang otak bekerja sebagai stasiun

pemancar untuk mengatur aktivitas yang dimulai pada tingkat otak yang lebih

tinggi.Sebagian besar respons perilaku kita dijalarkan melalui hipotalamus, area

retikularis batang otak, dan sistem saraf otonom. Tentu saja area otak yang lebih

tinggi dapat merngubah sistem saraf otonom atau sebagian darinya dengan cukup kuat

untuk menimbulkan penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung,

konstipasi, palpitasi jantung bahkan serangan jantung.3

BAB IV. RINGKASAN

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan

sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.

Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna

memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun

parasimpatis.

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf

dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf

kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf

sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis

didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X)

Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis menuju

ganglia atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan. Serabut

postganglion saraf parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia yang

sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana neuron postganglion relatif

31

Page 32: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian paravertebra simpatis yang

berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari

kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin. Neuron- neuron yang

mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik. Serabut

postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai

neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Semua saraf preganglion

simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya

dikenal sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari

serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun parasimpatis.

Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan parasimpatis,

perangsangan simpatis dan parasimpatis menimbulkan efek eksitasi pada beberapa

organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Kebanyakan organ diatur

oleh salah satu dari kedua sistem tersebut.

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur oleh

tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan perubahan-

perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun

penurunan aktivitas.

Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi refleks otonom

kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual, refleks otonom

lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas,

pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat, konsentrasi

glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.

Sistem simpatis seringkali memberikan respon terhadap pelepasan impuls secara

massal ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge). Pada saat lainnya,

aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi, terutama sebagai

respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi tidak melibatkan

otak.

Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik,

berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan impuls

secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya jauh lebih

spesifik.

32

Page 33: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 1997 edisi 9, hal 957-970.

2. Organization of The Nervous System available on URL:http://users.

rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/P/PNS.html

3. Autonomic Nervous System available on

URL :http://enwikipedia.org/wiki/Autonomic_nervous_system

4. Collins VJ. Physiologic and Pharmacologic Bases of Anesthesia, Autonomic

Nervous System.1996 .Vol :.281-301.

5. Definition Autonomic Nervous System available on URL: http://www.medterms.

com/script/main/art.asp?articlekey=2403

6. Autonomic nervous system, available on URL : http://www.merck.

com/mmpe/sec16/ch208/ch208a.html

7. Autonomic Nervous System. 2006 Available on URL:http://www.frca

.co.uk/article.aspx?articleid=100506

8. Autonomic Nervpous System Available on URL: htttp://www.

yesselman.com/e3elwes.htm

9. Stoelting RK. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. Autonomic

Nervous System. 2005.vol : 643-653.

10. Martini FH. Fundamental of Anatomy & Pysiology. 7th edition. The Autonomic

Nervous System and Higher-Order Functions.2006, vol :517-548

11. Ellis H, Feldman S, Griffiths WH.Anatomy for Anaesthetists.Eight edition.

Blackwell publishing .The Autonomic Nervous System .vol : 222-240 available

on : http://www.blackwellpublishing.com

12. The Autonomic Nervous System, available on URL: http://nariratih.wordpress.

com/2008/03/19/the-autonomic-nervous-system/

13.Autonomic Nervous System.available on URL:http://science.swu.edu/

~wsinnamon/A&Pautonomic.htm

14. Autonomic nervous system available on URL:http://findarticles.com/p/

articles/mi_g2699/is_0000/ai_2699000032

15.Autonomic Nervous System Available on URL: http://www://users.rcn.com/

biolopages/P/PNS.htm;

33

Page 34: Sistem Saraf Otonom Dr Sofie

34