Refrat Saraf Otonom Simpatis Dan Parasimpatis

61
Referat SARAF OTONOM SIMPATIS DAN PARASIMPATIS Disusun oleh : Meigi Medika 04114705081 Cynthia Lina 04114708069 Triski Nataza Putra 04124705038 Friselina Nuransi Mandiangan 04124705112 Pembimbing: Dr. Endang Melati Maas, SpAn. KIC. KAP 1

Transcript of Refrat Saraf Otonom Simpatis Dan Parasimpatis

Referat

SARAF OTONOM

SIMPATIS DAN PARASIMPATIS

Disusun oleh :

Meigi Medika 04114705081

Cynthia Lina 04114708069

Triski Nataza Putra 04124705038

Friselina Nuransi Mandiangan 04124705112

Pembimbing:

Dr. Endang Melati Maas, SpAn. KIC. KAP

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI RUMAH

SAKIT MOHAMAD HUSEIN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

1

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah

dengan judul “Fisiologi Pernafasan” dengan baik.

Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Dr. Endang Melati, SpAn sebagai pembimbing yang telah

banyak membantu penulisan dan penyusunan laporan penelitian ini. Penyusun

juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak

terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat

mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa mendatang. Kami

berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman di FK Unsri dalam

memperdalam keilmuan di bidang anestesiologi dan reanimasi.

Palembang, Juni 2013

2

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah berjudul

SARAF OTONOM

SIMPATIS DAN PARASIMPATIS

Oleh :

Meigi Medika 04114705081

Cynthia Lina 04114708069

Triski Nataza Putra 04124705038

Friselina Nuransi Mandiangan 04124705112

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Anestesiologi dan

Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 10 Juni 2013 –

15 Juli 2013.

Palembang, Juni 2013

Pembimbing

Dr. Endang Melati Maas, SpAn. KIC. KAP

3

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem saraf dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem

saraf tepi. Sistem saraf pusat dibagi lagi menjadi otak dan medula spinalis.

Sedangkan sistem saraf tepi dibagi menjadi saraf somatik dan saraf otonom.1

Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf

otonom. Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi

gastrointestinal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan

banyak aktivitas lainnya. Sistem saraf otonom juga berperan pada sistem

penglihatan normal seperti cabang parasimpatis berperan pada fungsi

lakrimasi, dan ukuran pupil dikontrol oleh keseimbangan antara persarafan

simpatis untuk otot dilator iris dan parasimpatis untuk otot sfingter iris.2

Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak

di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian korteks serebri

khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang

lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik. Sistem

saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem

saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.3,5,6

Sebenarnya tidak ada penyamarataan yang dapat dipakai untuk

menjelaskan apakah rangsangan simpatis atau parasimpatis dapat

menyebabkan timbulnya eksitasi atau inhibisi pada suatu organ tertentu. Oleh

karena itu, untuk dapat mengerti fungsi simpatis dan parasimpatis, kita harus

mempelajari seluruh fungsi kedua sistem saraf ini pada masing-masing organ. 4

Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna

memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis

maupun parasimpatis. 4

BAB II

4

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Syaraf Otonom

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung

jawab terhadap homeostasis. Kecuali pada otot rangka, yang mendapat persarafan

dari sistem saraf somatomotorik , semua organ yang lain dipersarafi oleh sistem

saraf otonom. Ujung-ujung saraf berlokasi di otot polos (contohnya : pembuluh

darah, dinding usus, kandung kemih), otot jantung, dan kelenjar (contohnya :

kelenjar keringat, kelenjar ludah). Sistem saraf memiliki dua divisi utama, sistem

saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Seperti telah dijelaskan diatas,

beberapa target organ dipersarafi oleh kedua divisi dan organ yang lain dipersarafi

hanya oleh satu divisi.19

Anatomi sistem saraf simpatis

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal

(torak 1 sampai lumbal 2).3,5,6,7,9 Serabut-serabut saraf ini melalui rangkaian

paravertebral simpatetik yang berada disisi lateral korda spinalis yang selanjutnya

akan menuju jaringan dan organ-organ yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.

Tiap saraf dari sistem saraf simpatis terdiri dari satu neuron preganglion dan saraf

postganglion. Badan sel neuron preganglion berlokasi di intermediolateral dari

korda spinalis.9 Serabut saraf simpatis vertebra ini kemudian meninggalkan korda

spinalis melalui rami putih menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia dari

rangkaian paravertebral simpatik.4,9

Selanjutnya serat-serat ini dapat mengalami salah satu dari ketiga hal

berikut : (1) serat-serat dapat bersinaps dengan neuron postganglionik yang ada

didalam ganglion yang dimasukinya. (2) Serat-serat dapat berjalan ke atas atau

kebawah dalam rantai dan bersinaps pada salah satu ganglia lain dalam rantai

tersebut. Atau (3) serat itu dapat berjalan melalui rantai ke berbagai arah dan

selanjutnya melalui salah satu saraf simpatis memisahkan diri keluar dari rantai,

untuk akhirnya berakhir di salah satu ganglia paravertebral.1,4,9,10,11,12,13 Akson-

akson neuron preganglion kebanyakan bermielin, hantarannya lambat, tipe B.3,9,14

5

Pada rangkaian paravertebral simpatik, serabut-serabut preganglion dapat

bersinap badan sel dari neuron postganglion atau melalui cephalad atau caudal

untuk bersinap dengan neuron postganglion (kebanyakan serabut -serabut saraf

yang tidak bermielin,tipe C )3,.9,14 Di ganglia paravertebral yang lain, neuron-

neuron postganglion kemudian keluar dari ganglia paravertebra menuju ke

berbagai organ-organ perifer. Neuron postganglion kembali ke saraf spinal

melalui rami abu-abu, neuron ini selanjutnya akan mempengaruhi tonus otot

pembuluh darah, otot-otot piloerektor, dan kelenjar keringat.4,9

Ganglia prevertebra yang berlokasi di abdomen dan pelvis, terdiri dari

ganglia coeliaca, ganglia aoarticorenal, mesenterica superior dan inferior. Ganglia

terminal berlokasi dekat dengan organ yang disarafi contohnya vesica urinaria dan

rektum.4,6

Gambar 2. Alur perjalanan rami putih simpatetik 11

Berdasarkan letaknya, ganglia simpatetik digolongkan menjadi :5,6

6

1. Ganglia servikalis, terdiri dari 3 ganglia yaitu :

- ganglia servikalis superior

- ganglia servikalis media

- ganglia servikalis inferior

2. Ganglia thorakalis

3. Ganglia lumbalis

Gambar ganglia servikalis dan distribusinya.11

7

Gambar . Ganglion lumbalis11

Pembagian segmental saraf simpatis

Jaras simpatis yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis tak perlu

didistribusikan ke bagian tubuh yang sama seperti halnya saraf-saraf spinal

somatik dari segmen yang sama.9,11

Serabut-serabut saraf dari sistem saraf simpatis tidak menginnervasi

bagian-bagian tubuh sesuai dengan segmennya. Sebagai contoh, serabut yang

berasal dari torakal 1 biasanya melewati rangkaian paravertebral simpatik naik

kedaerah kepala, torakal 2 untuk leher, torakal 3 sampai torakal 6 untuk dada,

torakal 7 sampai torakal 11 ke abdomen dan torakal 12, lumbal 1 sampai lumbal 2

ke ekstremitas inferior. Pembagian ini hanya kurang lebih demikian dan sebagian

besar saling tumpang tindih.4,9,10,11,12

8

Distribusi serabut-serabut saraf dari sistem saraf simpatis ke masing-

masing organ ditentukan oleh posisi awal waktu dalam embrio. Disini jantung

menerima banyak serabut saraf simpatis dari rangkaian paravertebra simpatik dari

bagian leher karena jantung berada dileher pada waktu masa embrio. Organ

abdomen menerima innervasi dari sistem saraf simpatis dari segmen torakal yang

lebih rendah sesuai dengan asalnya.3,9

Gambar 3. Distribusi sistem saraf otonom dan organ yang dipersarafinya15

9

Gambar 4. Perbedaan alur sistem saraf serebrospinal dan sistem saraf

otonom11

Sifat- sifat khusus ujung saraf simpatis dalam medula adrenal 3,9

Serat saraf preganglionik simpatis berjalan tanpa mengadakan sinaps,

melalui jalan-jalan dari seluruh jalan dari kornu intermediolateral medula spinalis,

melalui rantai simpatis, kemudian melewati rantai splanknikus dan berakhir di

medula adrenal. Di medula adrenal, serat – serat saraf ini langsung berakhir pada

sel-sel neuron khusus yang mensekresikan epinefrin dan norepinefrin kedalam

aliran darah. Secara embriologi, sel-sel sekretorik ini berasal dari jaringan saraf

10

dan analog dengan neuron postganglionik, bahkan sel-sel ini masih mempunyai

serat-serat saraf yang rudimenter, dan serat –serat inilah yang mensekresikan

hormon-hormon. 3,9

Anatomi sistem saraf parasimpatis

Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat

melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan

ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat.3,6,9,10,11, Kira-kira 75% dari

seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X)

yang melalui daerah torakal dan abdominal, seperti diketahui nervus vagus

mempersarafi jantung, paru-paru, esophagus, lambung, usus kecil, hati, kandung

kemih, pankreas, dan bagian atas uterus. Serabut saraf parasimpatis nervus III

menuju mata, sedangkan kelenjar air mata, hidung, dan glandula submaksilla

menerima innervasi dari saraf kranial VII, dan glandula parotis menerima

innervasi dari saraf kranial IX.

Sistem saraf parasimpatis daerah sakral terdiri dari saraf sakral II dan III

serta kadang-kadang saraf sakral I dan IV. Serabut -serabut saraf ini mempersarafi

bagian distal kolon, rektum, kandung kemih, dan bagian bawah uterus, juga

mempersarafi genitalia eksterna yang dapat menimbulkan respon seksual.

Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis

menuju ganglia atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan.

Serabut postganglion saraf parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia

yang sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana neuron

postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian

paravertebra simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.3,11

11

Gambar 5. Perbedaan dasar anatomi dan respon simpatik dan

parasimpatik11

Fisiologi sistem saraf otonom

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu

dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin.1,3,4,6,9,16

Serabut postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai

neurotransmitter. Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal

dengan serabut adrenergik. Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis

mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut

kolinergik. Sebagai tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar

12

keringat dan beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai

neurotransmitter. Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskan

asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik.

Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik

postganglion simpatis maupun parasimpatis.

Gambar 6. Neurotransmiter simpatik dan parasimpatik 4

KONSEP TRANSMISI SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS

Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada ujung

postganglionik.3 Beberapa ujung saraf otonom postganglionik terutama saraf

parasimpatis memang mirip dengan taut neuromuskular skeletal, namun

ukurannya jauh lebih kecil. Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir semua

serat saraf simpatis hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor dari organ yang

dipersarafinya, pada beberapa contoh, serat-serat ini berakhir pada jaringna ikat

yang letaknya berdekatan dengan sel-sel yang dirangsangnya. Ditempat filamen

ini berjalan atau mendekati sel efektor, biasanya terdapat suatu bulatan yang

membesar yang disebut varikositas ; didalam varikositas ditemukan vesikel

transmitter asetilkolin atau norepinefrin. Didalam varikositas ini juga terdapat

13

banyak sekali mitokondria untuk mensuplai adenosin triphosphat yang dibutuhkan

untuk memberi energi pada sintesis asetilkolin atau norepinefrin3,4,10.

Bila ada penjalaran potensial aksi disepanjang serat terminal, maka proses

depolarisasi meningkatkan permeabilitas membran serat saraf terhadap ion

kalsium, sehingga mempermudah ion ini untuk berdifusi keujung saraf atau

varikositas saraf. Disini ion kalsium berinteraksi dengan vesikel sekretori yang

letaknya berdekatan dengan membran sehingga vesikel ini bersatu dengan

membran dan menggosongkan isinya keluar. Jadi, bahan transmitter akhirnya

disekresikan.3,4,10

Sintesis asetilkolin penghancurannya setelah disekresikan, dan lama

kerjanya.3,9 Asetilkolin disintesis di ujung terminal serat saraf kolinergik.

Sebagian besar sintesis ini terjadi di aksoplasma di luar vesikel. Selanjutnya,

asetilkolin diangkut ke bagian dalam vesikel, tempat bahan tersebut disimpan

dalam bentuk kepekatan tinggi sebelum akhirnya dilepaskan. Reaksi kimia dasar

dari sintesis ini adalah sebagai berikut :

Asetilkolon transferase

Asetil-KoA + Kolin Asetilkolin

Asetilkolin begitu disekresikan oleh ujung saraf kolinergik, maka akan

menetap dalam jaringan selama beberapa detik, kemudian sebagian besar dipecah

menjadi ion asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase yang berikatan dengan

kolagen dan glikosaminoglikans dalam jaringan ikat setempat. Jadi, rupa-rupanya

mekanisme ini mirip dengan mekanisme penghancuran asetilkolin yang terjadi

pada taut neuromuskular direrat saraf skeletal. Sebaliknya, kolin yang terbentuk

diangkut kembali ke ujung saraf terminal, tempat bahan ini dipakai kembali untuk

sintesis asetilkolin yang baru.3,9,10

Sintesis norepinefrin, pemindahannya dan lama kerjanya3,9,10

Sintesis norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf terminal dari serat

saraf adrenergik, namun disempurnakan di dalam vesikel. Tahap – tahap dasarnya

adalah sebagai berikut :

14

Hidroksilasi

1. Tirosin DOPA

Dekarboksilasi

2. DOPA Dopamin

3. Pengangkutan dopamin menuju vesikel

Hidroksilasi

4. Dopamin Norepinefrin

Pada medula adrenal, reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi untuk

mengalihkan sekitar 80 persen norepinefrin menjadi epinefrin, yakni sebagai

berikut :

Metilasi

5. Norepinefrin Epinefrin

Setelah norepinefrin disekresikan oleh ujung – ujung saraf terminal, maka

kemudian dipindahkan dari tempat sekresinya melalui tiga cara berikut :

1. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung saraf

adrenergik sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari norepinefrin yang

disekresikan.

2. Berdifusi keluar dari ujung saraf menuju cairan tubuh di sekelilingnya

dan kemudian masuk ke dalam darah, yakni seluruh sisa norepinefrin

yang ada.

3. Dalam jumlah yang sedikit, dihancurkan oleh enzim (salah satu enzim

tersebut adalah monoamin oksidase, yang dapat dijumpai dalam ujung

saraf itu sendiri, dan enzim katekol-O-metil transferase yang dapat

berdifusi ke seluruh jaringan).3,9,10

Biasanya norepinefrin disekresikan secara langsung ke dalam jaringan

yang tetap aktif hanya selama beberapa detik, hal ini memperlihatkan bahwa

proses pengambilan kembali norepinefrin dan difusinya keluar dari jaringan

berlangsung dengan cepat. Namun, norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan

ke dalam darah oleh medula adrenal masih tetap aktif sampai didifusikan ke suatu

jaringan, tempat keduanya dihancurkan oleh katekol-O-metil transferase,

15

peristiwa ini terutama terjadi di dalam hati. Oleh karena itu, bila di sekresikan ke

dalam darah baik norepinefrin dan epinefrin akan tetap sangat aktif selama 10

sampai 30 detik dan kemudian aktivitasnya menurun, menjadi sangat lemah dalam

waktu satu sampai beberapa menit.3,9,10

Sebelum transmitter asetilkolin atau norepinefrin disekresikan pada ujung

saraf otonom untuk dapat merangsang organ efektor, transmiter ini mula-mula

harus berikatan dulu dengan reseptor yang sangat spesifik pada sel-sel efektor.

Reseptor ini terdapat di bagian dalam membran sel, terikat sebagai kelompok

prostetik pada molekul protein yang menembus membran sel. Ketika transmitter

berikatan dengan reseptor, hal ini menyebabkan perubahan konformasional

( bentuk tertentu dari keseluruhan) pada struktur molekul protein. Kemudian

molekul protein yang berubah ini merangsang atau menghambat sel, paling sering

dengan : (1) menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel terhadap satu

atau lebih ion, atau (2) mengaktifkan atau justru mematikan aktivitas enzim yang

melekat pada ujung protein reseptor lain dimana reseptor ini menonjol ke bagian

dalam sel.3

Perangsangan atau penghambatan sel efektor oleh perubahan

permeabilitas membrannya.3,9

Karena protein reseptor merupakan bagian integral dari membran sel,

maka perubahan konformasional pada struktur protein reseptor dari banyak sel

organ akan membuka atau menutup saluran ion melalui sela-sela molekul itu

sendiri, dengan demikian merubah permeabilitas membran sel terhadap berbagai

ion. Sebagai contoh, saluran ion natrium dan atau kalsium seringkali menjadi

terbuka dan memungkinkan influks ion – ion tersebut dengan cepat untuk masuk

ke dalam sel yang biasanya akan mendepolarisasikan membran sel dan

merangsang sel. Pada saat lain, saluran kalium terbuka sehingga memungkinkan

ion kalium berdifusi keluar dari sel dan biasanya hal ini akan menghambat sel

akibat hilangnya ion kalium elektro positif yang membentuk hipernegatifisme di

dalam sel. Juga pada beberapa sel perubahan lingkungan ion intraseluler akan

menyebabkan kerja sel internal seperti efek langsung ion kalsium dalam

menimbulkan kontraksi otot polos.3,9

16

Kerja reseptor melalui perubahan enzim intraseluler.3,9

Cara lain agar reseptor dapat berfungsi adalah dengan mengaktifkan atau

mematikan aktivitas suatu enzim (atau zat kimia intraseluler lainnya) di dalam sel.

Enzim seringkali terlekat pada protein reseptor dimana reseptor menonjol ke

bagian dalam sel. Sebagai contoh, pengikatan epinefrin dengan reseptornya pada

bagian luar sel akan meningkatkan aktivitas enzim adenilatsiklase pada bagian

dalam sel, dan hal ini kemudian menyebabkan pembentukan adenosin monofosfat

siklik (cAMP). cAMP kemudian dapat mengawali salah satu kerja dari sekian

banyak aktivitas intraseluler yang berbeda-beda, efek pastinya bergantung pada

mesin kimiawi dari sel efektor. Oleh karena itu, mudahlah untuk mengerti

bagaimana substansi transmiter otonomik dapat menyebabkan inhibisi pada

beberapa organ atau eksitasi pada organ lain. Hal ini biasanya ditentukan oleh

sifat protein reseptor pada membran sel dan efek reseptor yang terikat pada

keadaan konformasionalnya. Pada setiap organ, efek yang dihasilkannya secara

keseluruhan cenderung berbeda dengan yang terdapat pada organ lain.3,9

INTERAKSI NEUROTRANSMITER DENGAN RESEPTOR3,9

Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor ( protein

makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi reseptor neurotransmitter ini akan

menyebabkan aktivasi atau inhibisi enzim-enzim efektor seperti adenilatsiklase

atau dapat merubah aliran ion-ion sodium dan potassium di membran sel melalui

protein ion chanel. Perubahan-perubahan ini akan merubah stimulus eksternal

menjadi signal intraseluler.3,9

RESEPTOR-RESEPTOR NOREPINEFRIN 3,4,7,9,10,

Efek farmakologi katekolamin merupakan konsep awal dari reseptor-

reseptor alfa dan beta adrenergik.9 Penelitian dengan memakai obat-obatan yang

meniru kerja norepinefrin pada organ efektor simpatis (disebut sebagai

simpatomimetik ) telah memperlihatkan bahwa terdapat dua jenis reseptor

adrenergik, reseptor-reseptor ini dibagi menjadi alfa 1 dan alfa 2. Selanjutnya

reseptor beta dibagi menjadi beta 1 dan beta 2.3,9 Norepinefrin dan epinefrin,

keduanya disekresikan kedalam darah oleh medula adrenal, mempunyai pengaruh

17

perangsangan yang berbeda pada reseptor alfa dan beta. Norepinefrin terutama

merangsang reseptor alfa namun kurang merangsang reseptor beta. Sebaliknya,

epinefrin merangsang kedua reseptor ini sama kuatnya. Oleh karena itu, pengaruh

epinefrin dan norepinefrin pada berbagai organ efektor ditentukan oleh jenis

reseptor yang terdapatdalam organ tersebut. Bila seluruh reseptor adalah reseptor

beta, maka epinefrin akan menjadi organ perangsang yang lebih efektif.3

Reseptor dopamin juga dibagi menjadi dopamin 1 dan dopamin 2.

Presinap alfa dan dopamin 2 merupakan negative feedback karena bila diaktivasi

akan menyebabkan pelepasan neurotransmitter. Reseptor-reseptor alfa 2 juga

terdapat di platelet yang berfungsi sebagai mediator pada agregasi platelet yang

dengan cara mempengaruhi konsentrasi enzim platelet adenilatsiklase. Pada

sistem saraf pusat, stimulasi postsinap alfa 2 dengan menggunakan obat seperti

klonidin atau dexmetomidine akan meningkatkan konduksi dan hiperpolarisasi

membran sehingga kebutuhan zat anestesi akan menurun. Sistem signal

transmembran terdiri dari 3 bagian, yaitu : (a) sisi pengenalan, (b) sisi efektor atau

katalitik, dan (c) tranducing atau coupling protein.9

Aktivasi dari reseptor-reseptor beta 1, beta 2, dan dopamin mengakibatkan

pembentukan cycle adenosine monophosphate (cAMP) sebagai messenger kedua.

Peningkatan konsentrasi cAMP intraseluler akan memicu terjadinya proses-proses

di intraseluler (cascading protein phosporilation reaction dan stimulasi pompa

sodium potassium) yang mempunyai efek metabolik dan farmakologi seperti beta

adrenergik. Berbeda dengan reseptor beta, kalau pada reseptor alfa 1 diaktivasi

akan menyebabkan fasilitasi ion kalsium bergerak kedalam sel dan menstimulasi

hidrolisis dan poliphospoinositides sedangkan aktivasi reseptor alfa 2 dan

dopamin 2 menghambat adenilat cyclase. Stimulasi atau inhibisi dari protein G

dibutuhkan sebagai perantara untuk menginhibisi adenylate cyclase atau

menstimulasi hidrolisis phospoinositide.9

RESEPTOR ASETILKOLIN 3,6,7,9,10

Reseptor-reseptor kolinergik dibagi menjadi nikotinik dan muskarinik.

Secara fisiologi masing-masing reseptor dibagi menjadi beberapa subtipe.

Reseptor nikotinik dibagi menjadi 2 yaitu reseptor N1 dan N2. N1 terdapat di

18

ganglia otonom sedangkan N2 terdapat di neuromuscular junction.

Hexamethonium memblok reseptor N1 sedangkan blokade ganglia otonom dalam

beberapa tingkatan walaupun efek pada reseptor N2 tetap predominan.9

Reseptor muskarinik dibagi menjadi M1 dan M2. Reseptor M1 terdapat di

ganglia otonom dan sistem saraf pusat sedangkan reseptor M2 ada di jantung dan

kelenjar ludah. Pirenzepin adalah salah satu contoh obat yang merupakan

antagonis selektif pada reseptor M1 sedangkan atropine merupakan antagonis

selektif pada reseptor M1 dan M2. Perbedaan antara reseptor nikotinik dan

muskarinik adalah pada jarak reseptor antara atom-atom dalam berinteraksi

dengan asetilkolin ataupun obat-obat.9

Seperti norepinefrin, reseptor-reseptor asetilkolin akan bergabung dengan

protein G dalam kerjanya. Impuls yang datang di akhir saraf kolinergik akan

meningkatkan permeabilitas membran saraf dan menyebabkan influk ion kalsium

sehingga terjadi sekresi asetilkolin kedalam celah sinaptik. Asetilkolin

menyebabkan perubahan-perubahan pada permeabilitas chanel ion protein

sehingga dapat melewati membrane sel . Sebagai contoh reseptor magnesium

menurunkan konduksi ion potassium dan mengakibatkan eksitasi sebaliknya

reseptor M2 meningkatkan konduksi ion potassium mengakibatkan hiperpolarisasi

membran sel yang berefek inhibisi.9

Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan

parasimpatis3,4,10

Dalam tabel 1 dicantumkan efek-efek yang terjadi pada organ viseral

tubuh akibat terangsangnya saraf simpatis atau parasimpatis. Dari tabel ini dapat

terlihat lagi bahwa perangsangan simpatis menimbulkan efek eksitasi pada

beberapa organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Demikian

pula, perangsangan parasimpatis akan mengeksitasi beberapa organ namun

menghambat organ lainnya. Kebanyakan organ diatur oleh salah satu dari kedua

sistem tersebut.

Tabel 1. EFEK OTONOMIK PADA BERBAGAI ORGAN TUBUH 3

Organ Efek Perangsangan Efek Perangsangan

19

Simpatis Parasimpatis

MataPupilOtot siliaris

dilatasirelaksasi ringan

konstriksi konstriksi

Kelenjar Nasal, Lakrimalis, Parotis, Submandibula, Lambung, Pankreatik

vasokonstriksi dan sekresi ringan

rangsangan banyak sekali sekresi

Kelenjar keringat banyak sekali keringat(kolinergik)

berkeringat pada telapak tangan atau tangan

Kelenjar apokrin tebal,sekresi yang berbau tidak adaPembuluh darah seringkali konstriksi seringkali memberi

sedikit efek/ tidak sama sekali

JantungOtot pengurangan kecepatan

peningkatan kekuatan kontraksi

peningkatan kecepatanpenurunan kekuatan kontraksi (khususnya atrium)

Pembuluh koroner dilatasi(α);konstriksi(β) dilatasiParuBronkusPembuluh darah

dilatasi konstriksi sedang

konstriksi dilatasi

Usus Lumen

Sfingter

peningkatan peristaltis dan tonuspeningkatan tonus

penurunan peristaltis dan tonus

relaksasiHati pelepasan glukosa sintesa glikogen ringanKandung empedu relaksasi kontraksiSaluran empeduGinjal berkurangnya pengeluaran

dan sekresi renintidak ada

Kandung kemihDetrusor Trigonum Penis

relaksasi ringankontraksiejakulasi

kontraksirelaksasiereksi

Arteriol sistemikViscera abdominal konstriksi tidak ada

20

Otot konstriksi (adrenergik) tidak adaKulit konstriksi tidak adaDarahKoagulasiGlukosaLipid

meningkatmeningkatmeningkat

tidak adatidak adatidak ada

Metabolisme basal meningkat sampai 100% tidak adaSekresi medula adrenal meningkat tidak adaAktivitas mental meningkat tidak adaOtot piloerektor kontraksi tidak adaOtot skeletal peningkatan

glikogenolisis, Peningkatan kekuatan

tidak ada

Sel-sel lemak lipolisis tidak ada

Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ

Spesifik4

Mata. Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu

dilatasi pupil dan pemusatan lensa. Perangsangan simpatis membuat serat-serat

meridional iris berkontraksi sehingga pupil menjadi dilatasi, sedangkan

perangsangan parasimpatis mengkontraksikan otot-otot sirkular iris sehingga

terjadi konstriksi pupil. Bila ada cahaya yang berlebihan masuk kedalam mata,

serat-serat parasimpatis yang mengatur pupil akan terangsang secara refleks,

dimana refleks ini akan mengurangi pembukaan pupil dan mengurangi jumlah

cahaya yang membentur retina. Sebaliknya selama periode eksitasi, saraf simpatis

akan terangsang dan karena itu, pada saat yang bersamaan akan menambah

pembukaan pupil. Pemusatan lensa hampir seluruhnya diatur oleh sistem saraf

parasimpatis. Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam keadaan rata oleh

tegangan intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan parasimpatis

membuat otot siliaris berkontraksi, sehingga melepaskan tegangan tadi dan

menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini membuat mata

memusatkan objeknya dekat tangan.4

21

Kelenjar-kelenjar tubuh. Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan

sebagian besar kelenjar gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf

parasimpatis sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan. Kelenjar-

kelenjar saluran pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah

yang terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan

lambung. Kelenjar usus halus dan usus besar terutama diatur oleh faktor-faktor

lokal yang terdapat di saluran usus sendiri dan oleh sitem saraf enterik usus serta

sedikit oleh saraf otonom. Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung

pada sel-sel kelenjar dalam pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim

dan mukus tambahan. Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah yang mensuplai kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi

kecepatan sekresinya. Bila saraf simpatis terangsang, maka kelenjar keringat

mensekresikan banyak sekali keringat, tetapi perangsangan pada saraf

parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-serat simpatis

yang menuju ke sebagian besar kelenjar keringat bersifat kolinergik (kecuali

beberapa serat adrenergik yang ke telapak tangan dan telapak kaki ) dimana hal ini

berbeda dengan hampir semua serat simpatis lainnya, yang bersifat adrenergik.

Selanjutnya, kelenjar keringat terutama dirangsang oleh pusat-pusat di

hipotalamus yang biasanya dianggap sebagai pusat parasimpatis. Oleh karena itu,

berkeringat dapat dianggap sebagai fungsi parasimpatis, walaupun hal ini

dikendalikan oleh serat-serat saraf yang secara anatomis tersebar melalui sistem

saraf simpatis. 4

Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau

sebagi akibat dari perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi

terhadap perangsangan parasimpatis. Kelenjar apokrin, walaupun embriologisnya

berkaitan erat dengan kelenjar keringat, tetapi lebih banyak diatur oleh pusat

simpatis dalam sistem saraf pusat daripada oleh pusat parasimpatis.3

Sistem gastrointestinal. Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf

intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus intramural atau sistem saraf enterik

usus. Namun, baik perangsangan simpatis maupun parasimpatis dapat

mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, terutama oleh peningkatan atau

22

penurunan kerja spesifik dalam pleksus intramural. Pada umumnya, perangsangan

parasimpatis meningkatkan seluruh tingkat aktivitas saluran gastrointestinal,

yakni dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter, jadi

akan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan dengan

cepat. Pengaruh dorongan ini berkaitan dengan penambahan kecepatan sekresi

yang terjadi secara bersamaan pada sebagian besar kelenjar gastrointestinal,

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.3 Fungsi normal dari saluran

gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada perangsangan simpatis . Namun bila

ada perangsangan simpatis yang sangat kuat, maka akan timbul penghambatan

peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbul dorongan

yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan kadang-kadang juga

mengurangi sekresi.3

Jantung. Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan

seluruh aktivitas jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan

kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan parasimpatis terutama menimbulkan

efek yang berlawanan. Akibat atau pengaruh ini dapat diungkapkan dengan cara

lain, yakni perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan jantung sebagai

pompa yang diperlukan selama kerja berat, sedangkan perangsangan parasimpatis

menurunkan kemampuan pemompaan tetapi menimbulkan beberapa tingkatan

istirahat pada jantung di antara aktivitas kerja yang berat.3

Pembuluh darah sistemik. Sebagian besar pembuluh darah sistemik,

khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit anggota tubuh, akan

berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis. Perangsangan parasimpatis hampir

sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada daerah-daerah

tertentu malah memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di wajah.

Pada beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatis pada reseptor beta akan

menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada rangsangan simpatis yang biasa,

tetapi hal ini jarang terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang dapat

melumpuhkan reseptor alfa simpatis yang memberi pengaruh vasokonstriktor,

yang biasanya lebih merupakan efek reseptor beta.3

23

Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan

arteri. Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari

jantung dan tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah.

Perangsangan simpatis meningkatnya daya dorong oleh jantung dan tahanan

terhadap aliran darah, yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi sangat

meningkat. Sebaliknya, perangsangan parasimpatis menurunkan daya pompa

jantung tetapi sama sekali tidak mempengaruhi tahanan perifer. Efek yang umum

adalah terjadi sedikit penurunan tekanan. Ternyata perangsangan parasimpatis

vagal yang hampir selalu dapat menghentikan atau kadang-kadang menghentikan

seluruh jantung dan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian besar tekanan.3

Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh

lainnya. Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis,

maka kedua sistem ini dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang

belum dapat ditentukan secara rinci. Pada umumnya sebagian besar struktur

entodermal, seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus

dihambat oleh perangsangan simpatis namun dirangsang oleh perangsangan

parasimpatis. Perangsangan simpatis juga mempunyai pengaruh metabolik, yakni

menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan konsentrasi gula darah,

meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan otot, meningkatkan kekuatan

otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan aktivitas

mental. Akhirnya, perangsangan simpatis dan parasimpatis juga terlibat dalam

tindakan seksual antara pria dan wanita.3

TONUS SISTEM SARAF OTONOM3,4,9,10,16

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya

diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang

menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik

peningkatan maupun penurunan aktivitas. Sebagai contoh tonus sistem saraf

simpatis secara normal hanya menyebabkan konstriksi pembuluh darah sekitar

50% . Peningkatan atau penurunan aktivitas sistem saraf simpatis menyebabkan

perubahan-perubahan yang saling berhubungan dalam resistensi sistem vaskuler.

24

Bila tidak ada tonus simpatis, sistem saraf simpatis hanya menyebabkan

vasokonstriksi.3

Sekresi norepineprin dan epineprin oleh medula adrenal berfungsi

menstimulasi sistem saraf simpatis. Dalam keadaan istirahat secara normal rata-

rata sekresi norepineprin sekitar 0,05mikrog/kg/menit dan epineprin sekitar

0,2mikrogr/kg/menit. Rata-rata sekresi ini sudah cukup untuk mempertahankan

tekanan darah sisitemik dalam range yang normal meskipun seluruh sistem saraf

simpatis yang mempersarafi jantung tidak ada. 3,4

KEHILANGAN INNERVASI SECARA AKUT 3

Kehilangan sistem tonus saraf simpatis secara akut yang diakibatkan

karena regional anesthesia atau transeksi korda spinalis akan menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah secara maksimal (spinal shock). Dalam beberapa hari

tonus intrinsik dari otot pembuluh darah kecil meningkat sehingga terjadi

vasokonstriksi dan pembuluh darah kembali normal.3

KEHILANGAN INERVASI AKIBAT KEADAAN HIPERSENSITIF3

Keadaan ini terjadi karena adanya peningkatan ambang batas dari organ-

organ yang dipersarafinya terhadap norepineprin atau epineprin yang terjadi pada

minggu-minggu pertama atau setelah gangguan mendadak dari organ yang

dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Mekanisme dari kehilangan innervasi secara

akut akibat reaksi hipersensitif diakibatkan karena proliferasi dari resptor-reseptor

(up regulation) pada membran postsinaptik yang terjadi akibat norepineprin atau

asetilkolin tidak dilepaskan lagi pada sinap.3

REFLEKS OTONOM 3,10

Refleks otonom kardiovaskular. Ada beberapa refleks dalam sistem

kardiovaskular yang terutama membantu mengatur tekanan darah arteri dan

frekuensi denyut jantung. Salah satu refleks ini adalah refleks baroreseptor,

secara kasar reseptor regang yang disebut baroreseptor terletak didalam dinding

arteri besar, termasuk arteri karotis dan aorta.3,17 Bila reseptor ini teregang oleh

tekanan yang tinggi, sinyal akan dijalarkan ke batang otak tempat mereka

25

menghambat impuls simpatis ke jantung dan pembuluh darah, sehingga tekanan

arteri turun kembali ke nilai normal.3

Refleks otonom gastrointestinal. Bagian teratas dari traktus

gastrointestinal dan juga rektum terutama diatur oleh refleks otonom. Sebagai

contoh, bau yang menimbulkan selera makan atau adanya makanan dalam mulut

akan memicu timbulnya sinyal dari hidung dan mulut menuju nuklei vagus,

glosofaringeal, dan salivarius didalam batang otak. Nuklei ini kemudian

menjalarkan sinyal melalui saraf parasimpatis ke kelenjar sekretorik yang ada

didalam mulut dan lambung, sehingga menyebabkan sekresi getah pencernaan

bahkan sebelum makanan masuk kedalam mulut. Dan bila bahan fekal memenuhi

rektum di bagian ujung saluran pencernaan, maka impuls sensorik yang timbul

akibat peregangan rektum akan dikirimkan ke medula spinalis bagian sakral, dan

timbul sinyal refleks yang dijalarkan kembali melalui serat parasimpatis ke kolon

bagian distal, dimana sinyal ini menimbulkan kontraksi peristaltik kuat yang

menimbulkan defekasi.3

Refleks otonom lainnya Pengosongan kandung kemih caranya mirip

dengan pengosongan rektum, peregangan kandung kemih menyebabkan

timbulnya impuls ke medula spinalis, dan keadaan ini menyebabkan refleks

kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter urinaria, sehingga mempermudah

pengeluaran urin.3

Yang juga penting adalah refleks seksual yang dapat dipicu oleh

rangsangan psikis dari otak maupun dari organ seksual. Impuls yang berasal dari

sumber ini akan disatukan pada medula spinalis bagian sakral, dan pada pria,

mula-mula timbul ereksi terutama akibat fungsi parasimpatis, dan selanjutnya

ejakulasi yang merupakan fungsi simpatis.3

Refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan

sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada

ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral

lainnya.

Sistem simpatis seringkali memberi respon terhadap pelepasan

impuls secara masal.3,6,10,11, Pada kebanyakan kasus, impuls yang dikeluarkan

26

oleh sistem saraf simpatis hampir merupakan suatu unit yang sempurna, fenomena

ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge). Peristiwa ini seringkali

timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh timbulnya rasa takut atau cemas atau bila

mengalami rasa nyeri yang berat. Akibat yang timbul merupakan reaksi yang

menyebar ke seluruh tubuh, disebut respons stres atau tanda bahaya (alarm). Pada

saat lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi,

terutama sebagai respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi

tidak melibatkan otak. Yang terpenting dari masalah ini adalah sebagai berikut :

pada proses pengaturan suhu, serat simpatis mengatur pengeluaran keringat dan

aliran darah pada kulit tanpa mempengaruhi organ-organ lainnya yang dipersarafi

oleh serat simpatis juga. Pada beberapa binatang, selama timbulnya aktivitas otot.

Serat vasodilator kolinergik spesifik pada otot skelet akan terangsang secara

tersendiri, terpisah dari sistem simpatis lainnya. Sebagian besar reflek lokal, yang

melibatkan serat afferen sensorik yang berjalan secara sentral di saraf simpatis

menuju ganglia simpatis dan medula spinalis, menyebabkan respons refleks yang

sangat terlokalisasi. Sebagai contoh pemanasan pada suatu daerah kulit setempat

menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya pengeluaran keringat setempat

sedangkan pendinginan menimbulkan akibat yang sebaliknya. Sebagian besar

refleks simpatis yang mengatur fungsi gastrointestinal mempunyai ciri tersendiri,

yang kadangkala bekerja melalui jaras saraf namun tidak memasuki medula

spinalis, hanya berjalan dari usus jalan ke ganglia simpatis, terutama di ganglia

prevertebral, dan kemudian kembali ke usus melalui saraf saraf simpatis guna

mengatur aktivitas motorik atau sekretorik.3

Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang

spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap

pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis

sepertinya jauh lebih spesifik. Contohnya, reflek parasimpatis kardiovaskular

biasanya bekerja pada jantung untuk meningkatkan atau menurunkan frekuensi

denyut jantung, demikian juga refleks parasimpatis lainnya menimbulkan sekresi

terutama pada kelenjar mulut, sedangkan pada keadaan lain, menimbulkan sekresi

27

terutama di kelenjar lambung. Akhirnya refleks pengososngan rektum yang tidak

begitu mempengaruhi bagian usus lainnya.3

Ternyata terdapat hubungan yang erat antara kelompok fungsi

parasimpatis ini, contohnya walaupun sekresi saliva dapat terjadi tanpa adanya

sekresi lambung, ternyata kedua peristiwa sekresi ini sering terjadi secara

bersamaan, dan seringkali juga dapat timbul bersamaan timbul dengan kelenjar

pankreas, juga refleks pengosongan rektum seringali dapat memicu timbulnya

refleks pengosongan kandung kemih dan rektum secara bersamaan. Sebaliknya

refleks pengosongan kandung kemih dapat memacu timbulnya pengosongan

rektum.3

Respons "tanda bahaya " atau respon "stress" dari sitem saraf

simpatis3

Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat

yang bersamaan – yakni yang disebut pelepasan impuls secara massal – maka

dengan berbagai cara keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk

melakukan aktivitas otot yang besar. Marilah kita meringkaskan kejadian ini :

1. Peningkatan tekanan arteri

2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan

penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastro intestinal dan

ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat

3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel diseluruh tubuh

4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah

5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot

6. Peningkatan kekuatan otot

7. Peningkatan aktivitas mental

8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah

Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas

fisik yang jauh lebih besar bila tidak ada efek diatas. Oleh karena stres fisik atau

mental biasanya akan menggiatkan sistem simpatis, maka seringkali keadaan

tersebut dianggap merupakan tujuan dari sistem simpatis untuk menyediakan

aktivitas tambahan tubuh pada saat stres, keadaan ini sering disebut respons stres

28

simpatis. Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan

emosi. Contohnya, pada keadaan marah (rage) yang terutama ditimbulkan oleh

perangsangan hipotalamus, sinyal-sinyalnya dijalarkan kebawah melalui formasio

retikularis otak dan masuk kedalam medula spinalis untuk menyebabkan

pelepasan impuls simpatis yang masif.3,18 Dan seluruh peristiwa simpatis seperti

yang disebutkan diatas timbul dengan segera. Keadaan ini disebut reaksi tanda

bahaya (alarm reaction) dari serat simpatis keadaan ini juga disebut reaksi

menghadapi atau menghindar ( fight or flight reaction) sebab seekor binatang

pada keadaan ini harus memutuskan dengan segera apakah akan tetap berdiri dan

berkelahi atau lari. Pada kedua peristiwa tersebut reaksi tanda bahaya dari serat

simpatis akan membuat binatang itu melakukan serangkaian aktivitas yang

besar.3,6,10

Pengaturan medula, pons, dan mesensefalon pada sistem saraf otonom3,10

Sebagian besar area dalam substansia retikuler dan traktus solitarius

medula, pons dan mesensefalon seperti halnya banyak nuklei khusus mengatur

berbagai fungsi otonom seperti tekanan arteri, frekuensi denyut jantung sekresi

kelenjar di traktus gastrointestinal, gerakan peristaltik gastrointestinal dan kuatnya

kontraksi kandung kemih. Perlu ditekankan disini bahwa faktor paling penting

yang dikendalikan oleh batang otak adalah tekanan arteri, frekuensi denyut

jantung dan frekuensi pernafasan. Tentu saja transeksi batang otak diatas tingkat

midpontin tetap tidak mengganggu pengaturan tekanan dasar dari arteri namun

mencegah pengaturan pusat saraf yang lebih tinggi terutama di hipotalamus

sebaliknya transeksi tepat dibawah medula akan menyebabkan tekanan arteri

turun sampai kurang dari setengah kali normal selama beberapa jam atau beberapa

hari sesudah transeksi.Yang sangat berkaitan dengan pusat pengaturan

kardiovaskular pada medula adalah pusat medula dan pontin untuk pengaturan

pernafasan.Walaupun hal ini tidak dianggap sebagai suatu fungsi otonom, tetapi

merupakan salah satu dari fungsi involunter tubuh.

Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi. 3,10,18Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat

mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak.

29

Contohnya perangsangan daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat

mengaktifkan pusat pengatur kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk

meningkatkan tekanan arteri sampai lebih dari dua kali normal. Demikian juga,

pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu tubuh, meningkatkan atau

menurunkan salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau menimbulkan

pengosongan kandung kemih. Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, pusat-

pusat otonom di batang otak bekerja sebagai stasiun pemancar untuk mengatur

aktivitas yang dimulai pada tingkat otak yang lebih tinggi.Sebagian besar respons

perilaku kita dijalarkan melalui hipotalamus, area retikularis batang otak, dan

sistem saraf otonom. Tentu saja area otak yang lebih tinggi dapat merngubah

sistem saraf otonom atau sebagian darinya dengan cukup kuat untuk menimbulkan

penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung, konstipasi, palpitasi

jantung bahkan serangan jantung.3

Pengaturan Sistem Syaraf Otonom Pada Jantung

Jantung merupakan organ muskular yang berongga, berukuran sebesar

kepalan tinju dan berlokasi di rongga dada, pada garis tengah tubuh dengan

sternum pada bagian depan dan vertebra thoracalis pada bagian belakang.

Walaupun secara anatomi jantung manusia hanya ada satu, namun sisi kanan dan

sisi kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi

menjadi dua bagian, kanan dan kiri dengan empat ruang di dalamnya. Dua

ruangan di atas disebut dengan atrium dan dua ruangan di bawah disebut dengan

ventrikel. Pembuluh darah yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung

disebut dengan vena dan yang membawa darah dari jantung ke jaringan disebut

dengan arteri. 20

Jantung diinervasi oleh dua divisi dari sistem saraf otonom, yang dapat

mengubah kecepatan (dan juga kekuatan) kontraksi, walaupun rangsangan saraf

tidak dibutuhkan untuk memulai kontraksi. Saraf parasimpatis jantung, nervus

vagus, mempersarafi atrium terutama SA node dan AV node. Persarafan

parasimpatis untuk ventrikel hanya sedikit. Saraf simpatis jantung juga

30

mempersarafi atrium termasuk SA node dan AV node dan juga secara dominan

mempersarafi ventrikel. 20

Susunan Saraf Otonom Dan Irama Jantung

Sistem hantaran khusus mendapat pelayanan saraf otonom simpatis dan

parasimpatis. Simpul sinoatrial dipersarafi oleh saraf parasimpatis melalui saraf

vagus kanan, sedangkan saraf vagus kiri melayani simpul atrioventrikular. Kedua

saraf parasimpatis tersebut tidak memelihara otot-otot ventrikel, kecuali hanya

sedikit saja dan ini mungkin dapat diabaikan. Sedangkan saraf simpatis

memelihara semuanya, baik atrium, ventrikel, simpul sinus dan simpul

atrioventrikular. Kedua saraf otonom tersebut mengatur denyut jantung miogenik

sehingga mempengaruhi “cardiac performance” seperti otomatisitas,

konduktivitas, kontraktilitas, dan “rhythmicity” jantung. Simpul sinoatrial

merupakan pusat tertinggi pacu jantung, dan dari sinilah munculnya “inherent

rhythm” yang tidak pernah berhenti berdenyut, yang berjalan secara spontan dan

impulsnya dihantarkan melalui SCS ke seluruh bagian jantung lainnya dan

selanjutnya timbul irama jantung yang senada dengan irama simpul sinoatrial.

Rangsangan saraf parasimpatis pada simpul sinus, cenderung

memperlambat kecepatan pembentukan impuls pada pusat pacu jantung, hal ini

terjadi karena ujung-ujung saraf parasimpatis mengeluarkan asetilkolin, yang

pengaruhnya dapat menurunkan jumlah produksi impuls di simpul sinus dan

menurunkan kepekaan “atrio-ventricular junction” terhadap impuls atau rangsang

yang datang dari simpul sinus, sehingga terjadi kelambatan hantaran impuls ke

otot ventrikel. Berkurangnya produksi impuls pada simpul sinus disebabkan oleh

adanya penekanan pada “slope diastolic depolarization” dan cenderung

meningkatkan stabilitas potensial membran istirahat, sehingga menjauhi “firing-

levelnya”.

Rangsangan yang sangat kuat oleh parasimpatis akan menghentikan

perubahan ritmik aktivitas potensial aksi pada pacu jantung dan terjadilah “blok”

hantaran impuls ke “atrio-ventricular junction”. Bila keadaan ini terjadi, maka

ventrikel tidak akan berkontraksi. Tetapi dengan adanya pacu jantung pada SCS di

31

dalam ventrikel dan otot-otot jantung itu sendiri, maka terjadilah rangsangan pada

ventrikel yag menyebabkan ventrikel dapat berkontraksi di luar kontrol simpul

sinus. Dan ini merupakan salah satu mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan denyut jantung. Denyut ventrikel demikian disebut sebagai :

ekstrasistole ventrikel dan pada rekaman elektrokardiogram tampak gelombang

QRS tanpa didahului oleh gelombang P. Rangsangan simpatis pada simpul sinus

akan memberikan pengaruh yang berlawanan dengan rangsangan parasimpatis,

hal ini karena simpatis meningkatkan “slope diastolic depolarization” potensial

aksi pusat pacu jantung di dalam simpul sinus, sehingga “slope diastolic

depolarization” sangat mudah mencapai potensial ambang dan kemudian disusul

oleh “overshoot”, demikian seterusnya akan terjadi berulang-ulang, sehingga

tampak peningkatan produksi impuls. Di lain pihak karena rangsangan simpatis,

juga akan terjadi peningkatan permeabilitas membran semua jaringan Sistem

Hantaran Khusus dan termasuk otot-otot jantung terhadap kalium dan natrium,

sehingga hantaran impuls dipercepat dan kekuatan kontraksi otot jantung juga

meningkat.21

Kontrol Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular berada di bawah pengaruh saraf yang berasal dari

beberapa bagian otak, yang pada gilirannya menerima umpan balik dari reseptor

sensorik dalam pembuluh darah. Peningkatan output saraf dari batang otak ke

saraf simpatis menyebabkan penurunan diameter pembuluh darah (penyempitan

arteriol) dan meningkatkan stroke volume dan denyut jantung yang berperan

dalam meningkatkan tekanan darah. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan

peningkatan aktivitas baroreceptor, yang memberi sinyal batang otak untuk

mengurangi output saraf ke saraf simpatis.19

32

Baroreseptor

Tekanan Darah Batang Otak

Konstriksi vena dan penurunan pasokan darah dalam reservoir vena pada

umumnya bersamaan dengan peningkatan konstriksi arteriol, walaupun

perubahan-perubahan dalam besarnya muatan pembuluh darah tidak selalu paralel

dengan perubahan-perubahan resistensi pembuluh darah. Peningkatan aktivitas

saraf simpatis terhadap jantung dan pembuluh darah, secara umum berhubungan

dengan penurunan aktivitas serabut-serabut vagal jantung. Sebaliknya, penurunan

aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi. Penurunan tekanan darah dan

meningkatnya simpanan darah dalam reservoir vena. Umumnya akan diikuti

dengan penurunan denyut jantung, akan tetapi hal ini biasanya berhubungan

dengan rangsangan nervus vagus dari jantung. 19

Efek Rangsangan Parasimpatis Terhadap Jantung

Sistem saraf parasimpatis berpengaruh terhadap simpul SA untuk

menurunkan denyut jantung. Acethylcholine dilepaskan pada peningkatan

aktivitas parasimpatis yang meningkatkan permeabilitas simpul SA terhadap K+

dengan memperlambat penutupan saluran K+. Hasilnya, tingkat di mana potensial

aksi spontan dimulai berkurang melalui efek dua kali lipat :

1. Peningkatan permeabilitas K+ menjadikan membran simpul SA hiperpolar

karena lebih banyak ion kalium positif yang keluar dibandingkan keadaan

normal, membuat keadaan di dalam menjadi lebih negatif. Karena

potensial istirahat dimulai bahkan jauh dari ambang batas, diperlukan

waktu lebih lama untuk mencapai ambang batas.

2. Peningkatan permeabilitas K+ diinduksi oleh rangsang vagus dan

menentang reduksi otomatis dalam permeabilitas K+ yang bertanggung

33

Denyut Jantung

Stroke Volume

Diameter Pembuluh Darah

jawab untuk memulai depolarisasi membran secara bertahap ke ambang

batas. Efek yang berlawanan ini menurunkan tingkat depolarisasi spontan,

memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk melintas ambang batas.

Oleh karena itu, simpul SA mencapai ambang batas dan rangsangan terus

berkurang, menurunkan denyut jantung.

Pengaruh parasimpatis simpul AV menurunkan eksitabilitas simpul,

memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel bahkan lebih panjang dibandingkan

perlambatan simpul AV yang biasa. Efek ini disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas K+, yang membuat membran menjadi hiperpolar, sehingga

menghambat permulaan eksitasi simpul AV.

Efek Sistem Saraf Otonom Terhadap Jantung dan Struktur yang Mempengaruhi Jantung

Area yang dipengaruhi

Efek dari rangsangan parasimpatis

Efek dari rangsangan simpatis

Simpul SA Menurunkan tingkat depolarisasi ambang batas, memperlambat denyut jantung

Meningkatkan tingkat depolarisasi ambang batas, mempercepat denyut jantung

Simpul AV Menurunan eksitabilitas, meningkatkan perlambatan simpul AV

Meningkatkan eksitabilitas, menurunkan perlambatan simpul AV

Jalur konduksi ventrikular

Tidak ada efek Meningkatkan eksitabilitas, mempercepat konduksi melalui berkas His dan sel-sel Purkinje

Otot Atrium Menurunkan kontraktilitas, memperlemah kontraksi

Meningkatkan kontraktilitas, memperkuat kontraksi

Otot Ventrikel Tidak ada efek Meningkatkan kontraktilitas, memperkuat kontraksi

Medulla adrenalis (Kel. Endokrin)

Tidak ada efek Merangsang pengeluaran epinephrin, hormon yang meningkatkan aksi sistem saraf simpatis terhadap jantung

Vena Tidak ada efek Meningkatkan aliran balik vena, sehingga

34

meningkatkan kekuatan kontraksi jantung melalui mekanisme Frank-Starling

Stimulasi parasimpatis pada sel-sel kontraktil atrium mempersingkat

potensial aksi, efek ini diyakini disebabkan oleh lambatnya arus masuk yang

dibawa oleh Ca2+ yang menyebabkan fase plateu berkurang sebagai hasilnya

kontraksi atrium diperlemah. Sistem parasympatis mempunyai sedikit efek pada

kontraksi vetrikel, karena sedikitnya inervasi pada ventrikel.

Efek Rangsangan Simpatis Pada Jantung. 

Sebaliknya, sistem saraf simpatik, yang mengontrol kerja jantung dalam

situasi darurat atau saat olahraga, ketika ada kebutuhan untuk aliran darah yang

lebih besar, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pacu

jantung. Efek utama dari rangsangan simpatis pada simpul SA adalah untuk

meningkatkan laju depolarisasi, sehingga ambang dapat dicapai lebih cepat.

Norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf simpatis menurunkan permeabilitas K+

dengan mengakselerasi inaktivasi saluran K+. Dengan lebih sedikit ion potasium

positif yang keluar, bagian dalam sel menjadi kurang negatif, menciptakan efek

depolarisasi. Hal ini melayang lebih cepat dengan ambang di bawah pengaruh

simpatis memungkinkan frekuensi potensial aksi yang lebih besar dan denyut

jantung yang lebih cepat. 

Stimulasi simpatis dari simpul AV mengurangi keterlambatan simpul AV

dengan meningkatkan kecepatan konduksi, mungkin dengan meningkatkan aliran

masuk Ca2+ yang lambat. Demikian pula, stimulasi simpatis mempercepat

penyebaran potensial aksi sepanjang jalur konduksi khusus. 

Dalam sel kontraktil atrium dan ventrikel, yang keduanya memiliki banyak

ujung saraf simpatis, stimulasi simpatis meningkatkan kekuatan kontraktil

sehingga denyut jantung lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah. Efek

ini disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas Ca2+ yang mempercepat

perlambatan Ca2+ yang masuk dan mengintensifkan partisipasi Ca2+ dalam proses

sambungan eksitasi-kontraksi. 

35

Efek keseluruhan dari rangsangan simpatis pada jantung, karena itu,

adalah untuk meningkatkan efektivitas jantung sebagai pompa dengan

meningkatkan denyut jantung, mengurangi perlambatan antara kontraksi atrium

dan ventrikel, mengurangi waktu konduksi melintasi jantung, dan meningkatkan

kekuatan kontraksi.

BAB III

RINGKASAN

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis

dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Anatomi dan

fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-

obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.

36

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal.

Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui

saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga;

kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut

saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X)

Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis

menuju ganglia atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan.

Serabut postganglion saraf parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia

yang sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana neuron

postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian

paravertebra simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu

dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin. Neuron-

neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik.

Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai

neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Semua saraf preganglion

simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter

karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang

dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis

maupun parasimpatis.

Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan parasimpatis,

perangsangan simpatis dan parasimpatis menimbulkan efek eksitasi pada beberapa

organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Kebanyakan organ

diatur oleh salah satu dari kedua sistem tersebut.

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya

diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang

menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik

peningkatan maupun penurunan aktivitas.

Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi

refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual,

refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi

37

kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal,

berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.

Sistem simpatis seringkali memberikan respon terhadap pelepasan impuls

secara massal ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge). Pada saat

lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi,

terutama sebagai respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi

tidak melibatkan otak.

Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang

spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap

pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis

sepertinya jauh lebih spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Organization of The Nervous System available on URL:http://users.

rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/P/PNS.html

2. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 1997 edisi 9, hal 957-970.

3. Collins VJ. Physiologic and Pharmacologic Bases of Anesthesia, Autonomic

Nervous System.1996 .Vol :.281-301.

38

4. Definition Autonomic Nervous System available on URL:

http://www.medterms. com/script/main/art.asp?articlekey=2403

5. Autonomic nervous system, available on URL : http://www.merck.

com/mmpe/sec16/ch208/ch208a.html

6. Autonomic Nervous System. 2006 Available on URL:http://www.frca

.co.uk/article.aspx?articleid=100506

7. Autonomic Nervpous System Available on URL: htttp://www.

yesselman.com/e3elwes.htm

8. Stoelting RK. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice.

Autonomic Nervous System. 2005.vol : 643-653.

9. Martini FH. Fundamental of Anatomy & Pysiology. 7 th edition. The

Autonomic Nervous System and Higher-Order Functions.2006, vol :517-548

10. Ellis H, Feldman S, Griffiths WH.Anatomy for Anaesthetists.Eight edition.

11. Blackwell publishing .The Autonomic Nervous System .vol : 222-240

available on : http://www.blackwellpublishing.com

12. The Autonomic Nervous System, available on URL:

http://nariratih.wordpress.com/2008/03/19/the-autonomic-nervous-system/

13. Autonomic Nervous System.available on URL:http://science.swu.edu/

~wsinnamon/A&Pautonomic.htm

14. Autonomic nervous system available on URL:http://findarticles.com/p/

articles/mi_g2699/is_0000/ai_2699000032

15. Autonomic Nervous System Available on URL: http://www://users.rcn.com/

biolopages/P/PNS.htm;

16. Autonomic Nervous System. available on URL: http://www. Microneuro

anatomy .com/autonomicns.htm

17. Hypothalamus and Autonomic Nervous System.2006. available on URL:

http:// 209. 85.175.104/search?q =cache :A8IAE- -1AmsJ:www.psas-

support.com/files/ hypothalamus%2520and%2520the%2520Autonomic

%2520Nervous

%2520System.pdf+autonomic+nervous+system&hl=id&ct=clnk&cd=289&gl

=id

39

18. Autonomic nervous system available on URL: http://www.daviddarling

.info/encyclopedia/A/autonomic_nervous _system.html

19. Barret, Kim E; Boitano, Scott; Barman, Susan M; Brooks, Hedden L;

Ganong’s, Review of Medical Physiology; Chap. 33 : 555-557, Twenty-Third

Edition, Mc Graw Hill Medical Co.

20. Sherwood, Lauralee, Human Physiology, 304, 326-328, Fifth Edition,

Thomson, United States.

21. Masud, Ibnu, Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler, 35-38, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta 1989.

40