saraf

40
PRESENTASI KASUS PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun oleh : Arby Shafara Sekundaputra 20090310177 Galih Cakhya Imawan 20090310189 Diajukan Kepada: Dr. Kurdi Sp.S BAGIAN NEUROLOGI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

description

paralisis periodik hipokalemi

Transcript of saraf

Page 1: saraf

PRESENTASI KASUS

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik

Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Arby Shafara Sekundaputra 20090310177

Galih Cakhya Imawan 20090310189

Diajukan Kepada:

Dr. Kurdi Sp.S

BAGIAN NEUROLOGI

RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

Page 2: saraf

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI

Telah dipresentasikan pada tanggal :

Oleh :

Arby Shafara Sekundaputra 20090310177

Galih Cakhya Imawan 20090310189

Disetujui oleh,

Dosen pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Neurologi

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

Dr. Kurdi Sp.S

Page 3: saraf

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr. Wb.

Allahamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PRESENTASI KASUS untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian Neurologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dengan judul:

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI

Penulisan PRESENTASI KASUS ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, maka dengan kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Kurdi Sp.S , selaku dosen pembimbing dan penguji

2. Segenap perawat bangsal Flamboyan dan Herbra RSUD wonosobo

3. Teman-teman dokter muda

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan PRESENTASI KASUS ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakannya.

Wasalamu’alaikum wr.wb.

Wonosobo, Oktober 2013

Page 4: saraf

DAFTAR ISIDAFTAR ISI 4

BAB I 5

PENDAHULUAN 5

A. IDENTITAS PASIEN 5

B. ANAMNESIS 5

A. PEMERIKSAAN FISIK 6

Diagnosa banding 9

BAB II 13

TINJAUAN PUSTAKA 13

A. Definisi 13

B. Klasifikasi 13

C. Paralisis periodik hipokalemik 14

D. Paralisis periodik hiperkalemik 16

E. Paralisis Periodik Normokalemik 17

F. Etiologi 17

G. Patofisiologi 18

H. Pemeriksaan penunjang 20

I. Penatalaksanaan 22

BAB III 25

PEMBAHASAN 25

BAB IV 26

KESIMPULAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

Page 5: saraf

BAB I

PENDAHULUAN

A. IDENTITAS PASIENNama Pasien : Nn. Sr

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Agama : islam

Alamat : Sukorejo

No. RM : 607459

Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2014

Tanggal keluar RS : 16 agustus 2014

B. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Lemah ke empat anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang Perempuan 20 tahun datang ke IGD dengan keluhan Lemah ke empat anggota gerak

sejak satu hari sebelum masuk RS, lemah dirasakan pasien ketika baru bangun tidur. Pasien

merasakan kelemahan pada ke empat anggota gerak secara bersamaan. Kelemahan dirasakan

sama antara tungkai dan lengan. Pasien hanya mampu menggerakkan tangan kanan dan kiri

serta telapak kaki kanan dan kiri. Rasa kesemutan dan mati rasa pada anggota tubuh tidak ada

BAB dan BAK baik

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami kelemahan sebelumnya

Riwayat demam, batuk pilek 2 minggu sebelumnya tidak ada

Riwayat penyakit ginjal dan gondok tidak ada

Pasien mengatakan 3 hari SMRS OS dirawat selama 1 minggu karena obstipasi dan gastritis

Riwayat Diare dan Obat pencahar disangkal,

1

Page 6: saraf

Riwayat penyakit keluarga :

Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini, lingkungan sekitar juga tidak ada

yang sakit serupa dengan penderita

Anamnesis sistem:

Sistem serebrospinal : Keadaan sadar, subfebris, dan tidak ada nyeri kepala

Sistem Cardiovaskuler : tidak ada nyeri dada

Sistem respiratorius : tidak ada sesak, batuk, maupun pilek

Sistem Gastrointestinal : tidak mual, muntah, nyeri perut, BAB normal

Sistem urogenital : BAK normal, nyeri saat BAK (-)

Sistem integumentum : tidak terdapat bentol-bentol kemerahan di badan, kaki, dan tangan tidak terasa gatal

Sistem muskuloskeletal : tidak ada udem, deformitas maupun fraktur

C. PEMERIKSAAN FISIKStatus Internus:

1. Keadaan Umum : Tampak lemas

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital Sign

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 70 x/menit, teratur, kuat angkat, isi tegangan cukup

c. Pernafasan : 20x / menit, tipe abdominothorakal

d. Suhu : 37,80 C

4. Pemeriksaan kepala

a. Bentuk kepala : Mesochepal

b. Rambut : Dominan Hitam, tipis, tidak mudah dicabut

5. Pemeriksaan mata

a. Konjungtiva : pada mata kanan dan kiri tidak nampak anemis

b. Sklera : mata kanan dan kiri tidak nampak ikterik

c. Pupil : isokor kanan dan kiri, reflek cahaya +/+

d. Palpebra : tidak nampak edema pada palpebra kanan dan kiri

6. Pemeriksaan hidung

a. Bentuk : dalam batas normal, tidak ada deformitas

b. Sekret : tidak terdapat sekeret hidung

2

Page 7: saraf

7. Pemeriksaan mulut

a. Bibir : bibir tipis, tidak nampak pucat

b. Lidah : lidah tidak kotor, tidak tremor

c. Faring : tidak hiperemis

8. Pemeriksaan telinga

a. Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas

b. Sekret : tidak ada

c. Fungsional : pendengaran baik

9. Pemeriksaan leher

a. JVP : tidak meningkat

b. Kelenjar tiroid : tidak membesar

c. Kelenjar Limfonodi : tidak membesar

d. Massa : tidak tampak massa

10. Pemeriksaan thoraks

a. Paru

1) Inspeksi : simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

2) Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

3) Perkusi : sonor semua lapang paru kanan dan kiri

4) Auskultasi : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)

b. Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

2) Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra

3) Perkusi : Batas jantung

a) Kanan atas : SIC II LPS dextra

b) Kanan bawah : SIC V LPS dextra

c) Kiri atas : SIC II LMC sinitra

d) Kiri bawah : SIC V LMC sinistra

4) Auskultasi : Suara jantung S1 & S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

11. Pemeriksaan Abdomen

a. Inspeksi :sikatrik (-), benjolan (-), venektasi (-), tanda radang (-), distensi

(-), darm contour (-), darm staefung (-)

b. Auskultasi : bunyi peristaltik (+) normal

c. Perkusi : timpani (+), pekak hepar (-)

d. Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan

3

Page 8: saraf

Status Neurologis

a. Meningal sign- Kaku kuduk : negatif- Brudzinski I : negatif- Brudzinski II : negatif- Kernig sign : negatif

b. Nervus cranialis - N I : Penciuman Baik- N II : Penglihatan Baik- N III, IV, VI : Bola mata dapat bergerak ke segala arah, pupil isoko, diameter

3mm/3mm, bentuk bulat, reflek cahaya +/+- N V : motorik dan sensorik dalam batas normal- N VII : sentral dan perifer tidak ada kelainan/ dalam batas normal- N VIII : Pendengaran dalam batas normal- N IX, X : Reflek muntah baik, arkus faring simetris, uvula ditengah- N XI : Kedudukan lidah di luar tidak ada deviasi

c. Fungsi luhur- Kognitif : dalam batas nomal- Kesadaran : Baik- Reflek glabella : negative- Reflek Menghisap : Negative- Reflek Memegang : Negative

d. Fungsi Vegetatif- BAB : normal (1x sehari konsistensi lembek, warna kuning)- BAK : (5x sehari, wana kuninh, jernih)

e. Reflek fisiologis : Bisep, trisep : normalf. Reflek patologis

- Babinski : negatif- Hoffman-Tromer : negative- Chaddoks : negative- Gordon : Negative- Schafffer : negative- Oppenheim : Negative

g. Tonus : ↓ ↓↓ ↓

h. Klonus : patela dan achiles negatifi. Trofi : eutrofij. Gerak : bebask. Kekuatan : 1 1

1 1

4

Page 9: saraf

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 16,1 13,2 – 17,3Leukosit 18,3 3800 – 10.000

Diff CountEosinofil 0,1 2 – 4Basofil 0,1 0 – 1Neutrofil 80,00 50 – 70Limfosit 16,4 25 – 40Monosit 3,5 2 – 8Hematokrit 44 40 – 52Eritrosit 5,7 4,4 – 5,9Trombosit 218 150 – 400MCV 77 80 – 100MCH 28 26 – 34MCHC 37 32 – 36

Kimia KlinikGula Darah Sewaktu 112 70 – 150

Ureum 37,5 < 50Creatinin 1,00 0.4 – 0.7

E. DIAGNOSA BANDING1. Gualline Bell Syndrom2. Paralisis periodik hipokalemi

F. Follow up13/08/2014 (hari I)

S/ kaki lemes, sakit pegel-pegel, belum bisa bergerak, nafsu makan berkurang, mual

O/ Ku : sedang

Kesadaran : CM

TD : 110/80mmHg

N :76x/menit

Rr : 20x/menit

T : 38,20C

Status Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 2mm/2mm Motorik : 422 224

111 111

Tonus: Hipotoni, trofi: eutrofi

5

Page 10: saraf

Sensorik dan otonom baikRF ↓/↓ RP -/-

A/ GBS

P/cek elektrolit Infusl RL 20tpmInj. Cefotaxime 3x1MPS 3x1OMZ 2x1Diazepan 5mg 1x1 Amitriptilin 10 1x1Ulsicral syr 3xC1Ondancetron 2x1

14/8/2014 (hari II)

S/ keluhan belum berkurang

O/ Ku : sedangKesadaran : CMTD: 110/70mmHgN:60x/menitrr: 20x/menitt : 36,80C

Status Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 3mm/3mm Motorik 422 224

111 111Hipotoni,eutrofiSensorik dan otonom baikRF ↓/↓ RP -/-

Elektrolit: hasil nilai rujukanNatrium 141 135-147Kalium <2 3,5-5,0Klorida 112 95-105

A/ GBSParalisis periodik ec hipokalemia

P/ infus RL 20tpm drip KCL 1 flash (25meq)/8 jam

6

Page 11: saraf

inj. Cefotaxime 3x1aspar K 3x1cek elektrolit tiap pagi

15/08/2014 (hari III)

S/ lemas berkurang, kaki sudah bisa digerakan

O/Ku : baikKesadaran : CMTD: 120/80mmHgN:74x/menitrr: 20x/menitt : 36,90C

Status Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 3mm/3mm Motorik 422 224

222 222eutoni,eutrofiSensorik dan otonom baikRF ↓/↓ RP -/-

Elektrolit: hasil nilai rujukanNatrium 145 135-147Kalium 1,9 3,5-5,0Klorida 114 95-105

A/ Paralisis periodik ec hipokalemia perbaikan

P/ infus RL 20tpm drip KCL 2 flash (50meq)/8 jaminj.cefotaxim 2x1lapibal 3x1ATP 3x1Ranitidin 3x1OMZ 2x1Ulsicral 3xC1cek elektrolit tiap pagi

16/08/2014 (hari IV)S/ lemas berkurang, tangan dan kaki bisa bergerak bebasO/ Ku : baik

7

Page 12: saraf

Kesadaran : CMTD: 120/80mmHgN:76x/menitrr: 24x/menitt : 36,60CStatus Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 3mm/3mm Motorik 444 444

444 444eutoni,eutrofiSensorik dan otonom baikRF N/N RP -/-Elektrolit: hasil nilai rujukanNatrium 145 135-147Kalium 3,6 3,5-5,0Klorida 114 95-105

A/ Paralisis periodik ec hipokalemia perbaikan

P/ aspar K 3x1 tabCefadroxil 2x1lapibal 3x1ATP 3x1Ranitidin 3x1OMZ 2x1Ulsicra 3xC1BLPL

8

Page 13: saraf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka dengan bermacam

etiologi, episodik, berlangsung sebentar, dan hiporefleks kelemahan otot rangka, dengan

atau tanpa myotonia tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pasien

mengalami serangan kelemahan otot dengan durasi dan keparahan yang bervariasi.

Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan

dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit

otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot

signifikan yang menetap sering berkembang. Pada awal perjalanan penyakit ini,

kelumpuhan periodik primer atau yang diturunkan (familial), kekuatan otot normal di

antara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan

mungkin progresif. Gangguan ini dapat diobati dan kelemahan progresif dapat dicegah

atau bahkan dapat sembuh 1,3

B. Klasifikasi Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penggolongan secara

konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik

sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat

mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan

klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai

channelopathies atau membranopathies 1.

Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa

penyebab. Pada paralisis periodik sekunder, bahkan antar-iktal tingkat kalium dalam

serum tidak normal. Riwayat penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-

blocker, diuretik, atau carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis

periodik sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis,

tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat ditemukan

kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini penggolongan paralisis periodik

secara konvensional 1.

1. Paralisis periodik primer atau familial:

9

Page 14: saraf

a) Paralisis periodik hipokalemik

b) Paralisis periodik hiperkalemik

c) Paralisis periodik normokalemik

Semua di atas diturunkan secara autosomal dominan

2. Paralisis periodik sekunder:

a) Paralisis periodik hipokalemik.

1) Tirotoksikosis

2) Thiazide atau loop-diuretic induced

3) Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium

4) Drug-induced: gentamicin, carbenicillin,amphotericin-B, turunan tetrasiklin,

vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone

5) Hiperaldosteron primer atau sekunder

6) Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida

7) Gastro-intestinal potassium loss

b) Paralisis periodik hiperkalemik:

1) Gagal ginjal kronis

2) Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut

3) Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing diuretics

(spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors.

4) Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome

5) Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu oleh

paparan suhu dingin

C. Paralisis periodik hipokalemik Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut

karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar paralisis periodik

hipokalemik merupakan paralisis periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis

periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan

penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat menyebabkan

paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD)

yang awitan pertama biasanya terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis yang

karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya

pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan.

Paralisis periodik hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit

10

Page 15: saraf

dasarnya. Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya

karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya.5

Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar

kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat

episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi

karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat

tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi,

menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi

kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium

ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra

selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi

hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus

untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan

kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal. 4

Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan

berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan

biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot

mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini

dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria

lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama

bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan

kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik periodik paralisis biasanya

terjadi karena kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan

terjadinya hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic

paralysis), hiperinsulin.4

Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan berdasarkan kadar

kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9–3,0 mmol/L) ] pada waktu

serangan, riwayat mengalami episode flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain

dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di

bahu dan panggul meliputi juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan

biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia,

refleks Babinsky positif, kekuatan otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk

kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua

keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk

11

Page 16: saraf

paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang progresifitasnya lambat

jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi. Episode paralitik

ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi

para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini

murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5–6

jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan.

Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka

pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance

yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik periodik

paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik

periodik paralisis tipe 2 4.

D. Paralisis periodik hiperkalemik Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul sebelum

umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada masa remaja dan hilang

pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor pencetus

terjadinya paralisis periodik hiperkalemik diantaranya 6,7.

1. Lapar

2. Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan

3. Asupan kalium yang berlebihan

4. Infeksi

5. Kehamilan

6. Anestesi

Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan merupakan

faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis periodik hipokalemia.

Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari

dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang bila

penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha,

punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum timbul kelemahan biasanya terdapat

rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan

napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat

serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek

yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat

kelemahan otot-otot proksimal 6,7.

12

Page 17: saraf

Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis

hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini 3

Paralisis periodik

Hiperkalemi hipokalemi

Onset Dekade pertama Dekade kedua

Pemicu Istirahat sehabis latihan, dingin, puasa, makanan kaya kalium

Istirahat sehabis latihan, kelebihan karbohidrat

Waktu serangan Kapanpun Pada saat bangun tidur pagi hari

Durasi serangan Beberapa menit sampai beberapa jam

Beberapa jam sampai beberapa hari

Keparahan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat

Gejala tambahan Miotonia atau paramiotonia -

Kalium serum Tinggi atau normal Rendah

pengobatam Acetazolamide, dichlorphenamide, thiazide, beta-agonist

Acetazolamide, dichlorphenamide, suplemen kalium, diuretik hemat kalium

E. Paralisis Periodik Normokalemik Jenis ini palingal jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan

lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia. Serangan dapat

ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl.

Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium 2.

F. Etiologi Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk

mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi otot

skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang

kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh

depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur

sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion.

Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan

pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan

gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek

pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan

13

Page 18: saraf

kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi.

Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari

periodik paralisis

G. Patofisiologi 1. Kalium

Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam

tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang

dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.

Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion

ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi.

Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan

aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio

kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini

akan mempengaruhi fungsi dari sel–sel yaitu tidak berfungsinya membran sel yang

tidak eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhan–keluhan dan gejala–

gejala sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium. Kadar kalium normal

intrasel adalah 135 –150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5–5,5mEq/L. Perbedaan

kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel.

Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektro negatif dan terdapat membran

potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt 8.

2. Paralisis periodik hipokalemik

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek

klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada

hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar

kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui

berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan

melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular

(perpindahan kalium dari serum ke intraselular). Gejala hipokalemi ini terutama

terjadi kelainan di otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan

dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.

Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat

terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga

dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk

14

Page 19: saraf

rhabdomiolisis dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi

suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu suatu keadaan hipokalemia

dapat mengganggu kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali

mengandung otot dan berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum.

Perubahan kerja jantung ini dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram

(EKG). Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum

dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T,

timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT

interval 1,6.

Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian

periodik paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal

dominan. Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena

mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan

calcium channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses

coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Fontaine et.al telah berhasil memetakan

mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom

1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari

otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3

ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya

Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50

% kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya

lebih rendah pada wanita dibanding pria. Pada wanita yang memiliki kelainan pada

Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak

menimbulkan gejala klinis 9,10.

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan

kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun

kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan

tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang

menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia

pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan

atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas

vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang

timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya

serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari

15

Page 20: saraf

tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat

melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini

dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa

hari dari kelumpuhan tersebut 3,8.

Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya

terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding

lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya

dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya

dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan

pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali

lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan

spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak

dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang

menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih

baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai

dari otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini,

dan bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan

terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan 1,8.

Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah

dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam, kadar

hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab

sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan

hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang

berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis

karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism 3.

H. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah 1,3

1) Laboratorium

a) Kadar kalium serum

Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.

Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis

periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer.

Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas

16

Page 21: saraf

normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar

kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis

periodik normokalemik.

Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu

keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada

konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat

terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun

hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari

otot, termasuk rhabdomiolisis dan mioglobinuria.

b) Fungsi ginjal

c) Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan

kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.

d) pH darah

e) Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa

menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel.

Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.

f) Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder

hipokalemia.

g) Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum

h) Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah

serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.

2) EKG

Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5

dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya

gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval 8.

3) EMG

Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks,

meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik

hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada

paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.

4) Biopsi otot

Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang tidak

spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola

17

Page 22: saraf

sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder,

vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.

I. Penatalaksanaan 1. Paralisis periodik hipokalemik

Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan pasien

dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita edukasi dan

berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian serangan melalui

menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari

kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi

intake karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).

Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat diberikan

untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan episodik dan

memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide merupakan obat jenis

tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap

ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang

tidak berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat

carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150

mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone atau triamterine

(keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari). Pemberian rutin kalium chlorida

(KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis

dapat mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan

HypoPP yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis

inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCL

dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam larutan

glukosa sebagai cairan pembawa. Kepustakaan lain KCL dapat diberikan dengan

dosis 50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol 1,5.

2. Paralisis periodik hiperkalemik

Penatalaksanaan dari paralisis periodik hiperkalemik diaantaranya 1:

a) Profilaksis : acetazolamide atau diuretik thiazide dapat digunakan untuk

mencegah serangan.

b) Pengobatan saat serangan: pada kasus yang sedang tidak membutuhkan terapi

obat-obatan yang mana hanya dengan minum minuman yang manis atau permen

gula dapat mengurangi serangan. Pada kasus yang memanjang atau serangan yang

18

Page 23: saraf

lanjut diuretik thiazide dan loop diuretik (furosemide, bumetanide) digunakan

dalam dosis yang cukup tinggi untuk menurunkan kadar kalium menjadi normal.

Jika kadar kalium darah sangat tinggi dapat diberikan secara intravena 20 ml

kalsium glukonas 20% atau drip normal saline atau secara intravena glukosa 10%

ditambah insulin. Jika gagal atau intoleransi terhadap diuretik, salbutamol dapat

diberikan secara intravena untuk mengatasi serangan.

3. Pengobatan paralisis periodik normokalemik

Pengobatan sama dengan paralisis periodik hiperkalemik, seperti 1:

a) Diet tinggi karbohidrat, seperti permen gula

b) Thiazide, seperti chlorthalidone 250-1000 mg/hari

c) Pemberian secara intravena normal saline dan kalsium glukonas

d) Pemberian secara intravena insulin dan glukosa

4. Pengobatan paralisis periodik sekunder

Prinsip utamanya adalah penyebeb utamanya harus diobati dahulu, obat-obatan yang

memperburuk kondisi dihentikan. Suplemen kalium harus diberikan pada paralisis

periodik hipokalemik. Loop diuretik, glukosa ditambah insulin secara intravena, atau

kalsium glukonas harus diberikan pada paralisis periodik hiperkalemik 1.

a) Paralisis periodik karena tirotoksikosis: pada kelainan ini terdapat hipokalemia,

pengobatan dengan memberikan kalium klorida dengan beta bloker dan

carbimazole (Neomercazole). Acetazolamide tidak efektif Pada kondisi

emergensi propanolol secara intravena dapat diberikan.

b) Paralisis periodik karena keracunan barium akut: diberikan larutan magnesium

sulfat 2,5 gm secara intravena bolus tunggal. Pada kasus yang masih awal, lavase

lambung dengan magnesium sulfat (2,5%) dapat dibeikan. Bantuan ventilator

dapat diberikan jika diperlukan. Hipokalemia diatasi dengan pemberian secara

intravena kalium klorida. Natrium sulfat dapat digunakan menggantikan

magnesium sulfat.

c) Paralisis periodik karena paramyotonia kongenital: biasanya terdapat

hiperkalemia dan paralisis dipicu oleh dingin. Karenanya itu, pasien harus di

tempatkan di tempat yang hangat. Pengobatan terdiri dari pemberian oral atau

secara intravena glukosa dan oral thiazide.

19

Page 24: saraf

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang perempuan 20 tahun datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki dan tangan

lemas satu hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis Keluhan dirasakan

mulai dari sore hari dan memburuk pada pagi hari hingga tidak bisa bergerak sama sekali.

Kelemahan dirasakan sama antara tungkai dan lengan. Pasien hanya mampu menggerakan

tangan kanan dan kiri serta telapak kaki kanan dan kiri. Riwayat infeksi dan demam

disangkal, tidak ada keluhan pada BAB dan BAK pada saat itu. Dari riwayat penyakit

dahulu didapatkan riwayat obstipasi selama 1 minggu dan dirawat di RS. Sebagai gejala

klinis dari periodik paralisis ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik

tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang

rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab

sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Dari anamnesis tidak ada anggota keluarga

yang lain yang menderita penyakit seperti ini.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan motorik keempat anggota gerak,tidak

ada gangguan sensoris dan otonom, didapatkan reflek fisiologis (+) menurun dan

pemeriksaan nervus kranialis dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium elektrolit

didapatkan nilai kalium 0 mmol/L. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ini

ditegakkan dignosis klinis tetraparese tipe LMN. Diagnosis topik yaitu otot rangka.

Diagnosis etiologi yaitu Periodik Paralisis Hipokalemia.

Terapi yang diberikan pada pasien berupa terapi umum dengan pemberian oksigen

3L/menit dan IVFD RL 12 jam/kolf. Terapi khusus yang diberikan adalah KCl drip 50 meq

dalam RL habis dalam 12 jam. Untuk terapi pada hari berikutnya disesuaikan dengan nilai

kalium darah, dan dikoreksi dengan kalium sesuai kebutuhan. Pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan adalah elektromiografi. Prognosis dari kasus ini adala dubia ad bonam.

20

Page 25: saraf

BAB IV

KESIMPULAN

Paralisis periodik merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan kelemahan

yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan mengalami kelemahan

progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan

sensoris.Gangguan ini secara konvensional dibagi menjadi paralisis periodik primer atau

diturunkan (familial), dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial

merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan

saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini

juga dikenal sebagai channelopathies atau membranopathies.

Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh

dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal

eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran

vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Paralisis periodik dapat diobati dan

kelemahan progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh.

21

Page 26: saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical

Medicine. 2002. Vol 3 No 4.

2. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J 2005;81;20-

32

3. Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. Chapter 4. 2007;77-105

4. Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005; 19-22

5. Souvriyanti, Elsye; Sudung OP.. Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak dengan

Asidosis Tubulus Renalis Distal. 2008. Vol 1. 53-59

6. Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, ed.1. Farmedia. Jakarta.2002

7. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic Paralysis

with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in Women.

InternalMedicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8 – 222

8. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion

Channels in Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2 part 2. Mayo

Foundation. United Kingdom. 2003; 225;2365-2377

9. Sternberg, D., Masionobe, T., Jurkat-Rott, K., et al., 2001, Hypokalaemic Periodic

Paralysis type 2 caused by mutasions at codon 672 in the muscle sodium channel

gene SCN4A. Barain. 124: 1091–9.

10. Sternberg, D., Tabt,i N., Haingue, B., Fontaine, B., 2004, Hypokalemic periodic

Paralysis,. Gene Reviews. Funded by NIH University of Washington, Seattle 19 May,

1–22.

22