saraf

12
TUGAS REVISI UJIAN SARAF Pembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S 1. Patofisiologi terjadinya stroke 2. Penatalaksanaan stroke di UGD Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat meliputi: 1. Evaluasi cepat dan diagnosis Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi: a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, gangguan visual, penuruanan kesadaran, serta factor resiko stroke. YUNITA PUJI LESTARI 20070310157 1

description

ujian

Transcript of saraf

Page 1: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

1. Patofisiologi terjadinya stroke

2. Penatalaksanaan stroke di UGD

Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat meliputi:

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik

harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita

saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,

kejang, gangguan visual, penuruanan kesadaran, serta factor resiko stroke.

b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.

Pemeriksaan kepala dan leher, misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang,

bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif.

Pemeriksaan thorax (jantung dan paru), abdomen, kulit, dan ekstremitas.

c. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Pemeriksaan neurologic terutama

pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningen, system motorik, sikap dan cara

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

1

Page 2: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

jalan, reflex, koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang

dianjurkan saat in adalah NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale)

d. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit

darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR,

aPTT, dan saturasi oksigen.

2. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.

Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat

diberikan obat-obat vasopressor.

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal

o Derajat kesadaran

o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

o Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama

stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang

mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30º.

Hindari penekanan vena jugulare

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

2

Page 3: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia

Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,

diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1

mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik

serebelar

e. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin

loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi

profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang

tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika

dan diatasi penyebabnya.

Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

g. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,

analisa urin, AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

3. Patofisiologi Parkinson

Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian

neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi

sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah

degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya

di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

3

Page 4: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum

akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di

dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen

interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1

dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek

seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra

pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan

terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai

lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1

yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA

(inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga

jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak

ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen

eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen

ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus

meningkat akibat inhibisi.

4. Penatalaksanaan epidural hematom dan Subdural hematom

a. Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC, nilai GCS dan pantau Vitas Sign

b. Head uo 30 0

c. O 2 lembab 4-6 liter/menit

d. IVFD Naci 0,9% (30-40cc/kgBB/hari)

e. Antibiotik

f. Analgetik

g. Antagonis H2 reseptor

h. K/P : Manitol, Anti Konvulsan

i. Pasang NGT, Kateter

j. Konsultasi ke dokter spesialis saraf untuk penatalaksanaan lanjut

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

4

Page 5: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

5. Herniasi Cerebri dan pembagiannya

Herniasi otak adalah kondisi di mana jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa

cara karena peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak). Kenaikan

tekanan menyebabkan otak diperluas, tetapi karena memiliki tempat untuk masuk ke

dalam tengkorak, maka otak menjadi rusak parah. Herniasi Otak merupakan pergeseran

dari otak normal melalui atau antar wilayah ke tempat lain karena efek massa.Biasanya

ini komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma, atau infeksi.

Pembagian :

Umumnya hernia otak terbagi 2 kategori besar yaitu :

Hernia supratentorial. Yang termasuk didalamnya adalah hernia

subfalcine/singulata, uncal dan transtentorial/sentral

Hernia infratentorial. Yang termasuk didalamnya adalah hernia asending dan

desending infratentorial.

1) Subfalcine 2) Central 3) Uncal 4) Tonsillar

6. Kelumpuhan N VII dan N XII sentral dan perifer

Kelumpuhan N VII perifer akan mengenai sisi yang sakit (ipsilateral), tidak bisa

mengerutkan dari, sedangkan kelumpuhan N VII sentral parase akan mengenai

sisi yang berlawanan dari lesi (kontralateral) serta masih bisa mengerutkan dahi

karena masih diinervasi dari sisi satunya.

Kelumpuhan N XII sentral akan menyebabkan afasia motoric, pelo, tremor

lidah, lidah deviasi kesisi yang sakit, bila lidah dijulurkan deviasi kesisi yang

berlawanan dari lesi. Sedangkan kelumpuhan N XII perifer lidah menjadi atrofi

dan terjadi fasikulasi

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

5

Page 6: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

7. Perbedaan nyeri kepala kluster, SOP dan sinusitis

Nyeri

KepalaSifat Nyeri Lokasi Nyeri Lama Nyeri Frekuensi Gejala Ikutan

KlasterMenjemukan,

tajam

Unilateral,

Orbital15-20 menit

Serangan

berkelompok

dengan remisi

lama

Lakrimasi ipsilateral,

wajah merah, hidung

tersumbat, horner

SOP Bervariasi

unilateral

(awal), Bilateral

(lanjut)

Bervariasi

progresif

Bervariasi,

semakin sering

Papiledema, defisit

neurologik, fokal,

gangguan mental

perilaku, kejang, dll

Sinus Tumpul / tajam Diatas sinus BervariasiSporadik atau

konstanRinore

8. Definisi migraine dan pembagiannya

Migraine adalah nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan nyeri yang

berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-

berat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan

fonofobia.

Pembagian migraine :

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) :

1. Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine)

Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15

tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam

Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :

Lokasi unilateral

Kualitas berenyut

Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.

Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.

Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul :

Mual atau muntah

Fotofobia atau fonofobia

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

6

Page 7: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

Minimal terdapat satu dari berikut :

Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada kelainan lain

Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah

disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya :

MRI atau CT Scan Kepala)

Diagnosis migren tanpa Aura :

Kriteria :

2 dari 4 karakteristik grup A

1 dari 2 karakteristik grup B

Grup A Grup B

1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit

2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia

3. Nyeri sedang atau berat dan dapat

menghambat/ mambatasi kegiatan

4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,

seperti membungkuk atau naik tangga

2. Migren dengan aura (classic migraine)

Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri kepala

dan fase postdormal.

Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut

Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis; vertigo,

tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield

kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan

kesadaran)

Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau lebih

gejala.

Nyeri kepala

Sama dengan migrain tanpa aura

Diagnosis migren dengan aura :

Kriteria :

3 dari 4 karakteristik

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

7

Page 8: saraf

TUGAS REVISI UJIAN SARAFPembimbing : dr. Setyaningsih Sp.S

1. Satu atau lebih simptom aura reversibel

2. Simptom aura berlangsung lebih dari 4 menit

3. Aura yang tidak berakhir lebih dari 60 menit

4. Nyeri kepala mengikuti dalam 60 menit setelah aura berakhir

3. Migren tipe lain

Migren with prolonged aura

Memenuhi kriteri migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih

dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.

Basilar migren (Menggantikan basilar artery migriane)

Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura

sevagai berikut : vertigo, tinitus, penurunan kesadaran, ataksia, gejala

visual pada hemifield kedua mata, disarteria, diplopia, parestesia

bilateral, paresis bilateral atau penurunan derajat kesadaran.

Migraine aura without headache ( menggantikan migraine equivalent

atau achepalic migraine)

Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi tanpa di sertai nyeri kepala

Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau

berhubungan dengan migren

Benign paroxysmal vertigo of childhood

Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang

timbul secara sporadis dalam waktu singkat .

Pemeriksaan neurologis normal

Pemeriksaan EEG normal

Migraine infraction (menggantikan complicated migraine)

Telah memenuhi kriteria migren dengan aura

Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan

tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau

pada pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah

yang sesuai.

Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang

memadai.

YUNITA PUJI LESTARI20070310157

8