SAK DM

34
1 STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS A. Definisi Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000). Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2001). B. Klasifikasi Klasifikasi dari National Diabetes Data Group dalam Silvia A. Price (1995): 1. DM Tipe I / DMT I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) Departement | Emergency_Nursing

Transcript of SAK DM

Page 1: SAK DM

1

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS

A. Definisi

Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,

dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala

klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,

gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan

metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).

Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau

nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.

(Askandar, 2001).

Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan

berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.

(Askandar, 2001).

B. Klasifikasi

Klasifikasi dari National Diabetes Data Group dalam Silvia A. Price (1995):

1. DM Tipe I / DMT I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)

a. Awitan terjadi pada semua usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun)

b. Biasanya bertubuh kurus saat didiagnosis dan penurunan berat badan baru saja terjadi.

c. Penyebabnya mencakup faktor genetik maupun lingkungan.

2. DM Tipe II /DMT II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)

a. Awitan terjadi di segala usia, biasanya diatas 30 tahun.

b. Biasanya bertubuh gemuk saat didiagnosis.

c. Penyebabnya mencakup faktor kegemukan, keturunan, dan lingkungan.

3. DM yang berkaitan dengan keadaan / sindroma lain

a. Disertai dengan keadaan yang dapat menyebabkan penyakit pankreatitis seperti obat-

obatan (glukokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen).

| Emergency_Nursing

Page 2: SAK DM

2

b. Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin karena mungkin

memerlukan terapi dengan obat oral / insulin.

4. Diabetes Gestasional

a. Faktor resiko mencakup kegemukan, usia >30 tahun, riwayat diabetes pada keluarga,

pernah melahirkan bayi yang besar (> 4kg)

C. Etiologi

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Type 1 diabetes 10% in the US)

a. Faktor Genetik

Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe (Human

Leukocyte Antigens) HLA. Herediter: identical twins 25% - 50%, sibling 6%, offspring

5% of inheriting the disease.

b. Faktor Imunologi

Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel

pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor Lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi

sel beta. Islet Cell Antibodies ( ICAs )muncul, meningkat dari bulan ke tahun lalu

merusak sel beta. Mengakibatkan perusakan pada 80%-90% sel beta. Contoh: coxsacie

virus (yang merupakan etiologi juga pada pancreatitis herediter)

2. Diabetes Mellitus 2 (Type 2 diabetes 90% - 95% in the US)

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan

dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia.

Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th, hal ini karena

sensitivity terhadap hormone insulin menurun karena proses penuaan dan kemunduran

organ.

| Emergency_Nursing

Page 3: SAK DM

3

b. Obesity ( 85% of all people with type 2 DM ).

Pada pasien obesitas terjadi kenaikan kadar asam lemak bebas didalam plasma

sehingga meningkatkan sekresi VLDL oleh hati yang melibatkan keluaran triasil

gliserol dan kolesterol tambahan di dalam sirkulasi darah. Sehingga menghambat

terjadinya glikolisis dan meningkatkan kejadian glukoneogenesis, sehingga sensitivity

terhadap insulin menurun.

c. Riwayat keluarga.

Involving both heredity (in first or second generation) and environmental factors.

Identical twins ( 58% - 78% than in general people )

d. Habitual physical inactivity.

Gaya hidup yang kurang baik dapat meningkatkan kolesterol serum. Sirkulasi Islet Cell

Antibodies (ICA) terjadi pada diabetes tipe 2. Merusak hati dan otot sehingga

menurunkan sekresi insulin dan merusak sekresi insulin.

3. Diabetes Mellitus karena penyakit lain

a. Penyakit di pankreas akut dan kronis contoh: pancreatitis

b. Obat dan bahan kimia

a) Hubungan definitive: Sulfonamide, estrogen (kontasepsi oral), pentamidine,

azotiopirin 6-merkaptopurin, diuretic, tiazida, furosemide, tetrasiklin, asam

voalpoat, dideoksinosin (ddi)

b) Hubungan Mungkin (jika pemakaian jangka panjang): Asetaminofen, klortalidon,

asam etakrinat, prokainamid, eritromisin, L-asparaginase, metronidazole, obat anti

inflamasi non steroid, penghambat angiotensin converting enzyme (ACVE) ( 1% –

2% of all diagnosed cases of diabetes)

c. Penyakit autoimun yang merusak sel beta

4. Diabetes Mellitus Gestasional

a. Wanita dengan riwayat diabetes

b. obesity ( 2% - 5% of all pregnant women )

c. Riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg

d. Umur penderita makin tua

e. Riwayat kehamilan : Sering meninggal dalam rahim, Sering mengalami lahir mati,

Sering mengalami keguguran

| Emergency_Nursing

Page 4: SAK DM

4

f. Awitan setelah kehamilan, biasanya terjadi pada trimester ke-2 / ke-3.

D. Tanda dan Gejala

Keluhan umum pasien DM adalah poliuria, polidipsia, dan polifagia. Sebaliknya

yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada

pembuluh darah dan saraf. Keluhan lain yang dapat muncul adalah adanya gangguan

penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati

perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM yang sering ditemukan adalah :

a. Sering haus

b. Rasa lapar terus menerus

c. Sering buang air kecil terutama pada malam hari

d. Berat badan berkurang drastic

e. Kesemutan

f. Cepat merasa lelah dan mengantuk

g. Infeksi yang sering kambuh

h. Penglihatan kabur

i. Gatal-gatal terutama bagian luar kelamin

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,

dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.

Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi

adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada

stadium lanjut

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Type 1 diabetes 10% in the US)

Gejala diabetes mellitus tipe 1 antara lain sering haus, poliuria, penurunan nafsu

makan dan berat badan, fatigue, mual, muntah. Keadaan ketoasidosis lebih rentan

terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1. Penumpukan keton dalam darah

dapat berakibat munculnya nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi dan berlanjut

menjadi ketoasidosis berat yang mengakibatkan penurunan kesadaran yang berakhir

pada koma dan bahkan kematian (Milcohovich et al, 1999).

| Emergency_Nursing

Page 5: SAK DM

5

Gejala klasik diabetes mellitus adalah lelah, sering kencing, haus dan lapar, dan

penurunan berat badan. Semua manisfestasi itu merupakan konsekuensi dari tanda

utama diabetes yaitu hiperglikemia. Hiperglikemia dalam kadar tertentu mengakibatkan

glukosuria karena kapasitas absorpsi renal terlewati, sehingga mengakibatkan poliuria

atau peningkatan frekuensi urinasi. Poliuria dan glukosuria mengakibatkan peningkatan

rasa haus dan lapar dan terjadi peningkatan produksi glukosa dari bahan non-

karbohidrat, sehingga terjadi mobilisasi dan katabolisme lemak dan protein, ditunjukkan

penurunan berat badan drastis dan kelelahan fisik. Mobilisasi lemak dan proses oksidasi

parsial hepatik menghasilkan keton body, karena melebihi kapasitas oksidasi lemak

dengan sempurna, mengakibatkan ketonemia dan ketonuria. Hal ini menyebabkan

eksresi masif kation, mengingat keton body adalah anion. Keadaan ketonemia tanpa

penanganan berlanjut menjadi ketoasidosis dan bisa berakibat koma dan bahkan

kematian.

2. Diabetes Mellitus 2 (Type 2 diabetes 90% - 95% in the US)Sedangkan gejala diabetes mellitus tipe 2 antara lain sering haus, poliuria,

peningkatan nafsu makan, fatigue, penglihatan kabur, penyembuhan luka lambat,

impotensi pada pria.

Gejala diabetes mellitus tipe 2 berkembang lebih lambat dan terdiagnosa lambat

sehingga keadaan hiperglikemia tidak teratasi dalam waktu yang lama dan

mengakibatkan terjadinya deposisi bahan yang mengandung glikogen,

mukopolisakarida, atau glikoprotein di antara sel, jaringan atau membran basalis

kapiler. Proses ini berkaitan dengan terjadinya angiopati dan neuropati. Pada keadaan

yang paling buruk terjadi penyakit jantung, infeksi gusi dan saluran kemih, penglihatan

kabur, mati rasa pada tungkai bawah, dan penyembuhan luka yang lambat (Milcohovich

et al, 1999).

3. Diabetes Mellitus karena penyakit lainKarena disebabkan oleh penyakit lain biasanya timbul gula darah yang tinggi jika

diperiksa, mual muntah, komplikasi diabete mellitus seperti neuropati. Kalau polifagi,

polidipsi,poliuri jarang muncul.

4. Diabetes Mellitus GestasionalGejala diabetes mellitus gestasional antara lain sering haus, poliuria, peningkatan

nafsu makan dan berat badan, fatigue, mual, muntah.

| Emergency_Nursing

Page 6: SAK DM

6

Pengaruh diabetes mellitus dalam kehamilan.

a. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM.

Keadaan pre diabetes lebih jelas menimbulkan gejala pada kehamilan, persalinan

dan kala nifas.

Penyakit Diabetes (gula) makin berat.

Saat partus terjadi koma diabetikum perlu tenaga besar.

b. Pengaruh penyakit gula terrhadap kehamilan di antaranya adalah dapat terjadi

gangguan pertumbuhan janin dalam rahim : keguguran, persalinan premature,

kematian dalam rahim, lahir mati/bayi besar, hidramnion, pre eklamsia – eklamsia.

c. Pengaruh penyakit terhadap persalinan.

Gangguan kontraksi otot rahim partus lama/partus kasep

Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.

Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan lahir

mati.

Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.

Post partum mudah terjadi infeksi.

Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan kematian.

d. Pengaruh penyakit gula terhadap kala nifas.

Mudah terjadi in feksi post partum.

Kesembuhan luka terlambat dan cendrung infeksi mudah menyebar.

e. Pengaruh penyakit terhadap janin (bayi) diantaranya

Abortus, premature, IUFD/> 36 minggu, lahir mati.

Bayi dengan: dismatur, cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa, potensial

mengidap penyakit gula.

| Emergency_Nursing

Page 7: SAK DM

7

E. Patofisiologi

| Emergency_Nursing

Page 8: SAK DM

8

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Glukosa darah sewaktu

b. Kadar glukosa darah puasa

c. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena

- Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena

- Darah kapiler

< 100

<80

<110

<90

100-200

80-200

110-120

90-110

>200

>200

>126

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75

gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Komplikasi

a. Akut / mendadak : hipoglikemia / kadar gula darah kurang dari normal terjadi jika

penggunaan insulin yang melebihi kebutuhan. Hipoglikemia ditandai dengan

menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada

penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.

paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat

sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat

diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup

lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal

ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,

| Emergency_Nursing

Page 9: SAK DM

9

mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada

pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan

pengawasan yang lebih lama.

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak

keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,gelisah, kesadaran

menurun sampai koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang

memadai. Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang

mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu dilakukan

pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon

diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat. Untuk penyandang diabetes yang

tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai

tindakan darurat,sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.

b. Tekanan darah tinggi

Lesi-lesi pada tubulus ginjal menurunkan kemampuan ginjal dalam mengekresi natriun

dan air. Karenalesi menurunkan menurunkan GFR dan meningkatkan reasorbsi tubulus

mengakibatkan hipertensi.

c. Infeksi

Peningkatan glukosa dalam plasma darah mengakibatkan plasma amino acid meningkat

yang mengakibatkan fasilitas transmembran asam amino brkurang, asm amino sulit

masuk sel mengakibatkan sintesis protein menurun yang menakibatkan penurunan

proses (transkripi, translasi, replikasi dan ploriferasi) mengakibatkan pertumbuhan

jaringan terhambat mengakibatkan luka tidak terkontrol dan sukar sembuh

mengakibatkan infeksi.

d. Nefropati diabetic

Kalau glukosa darah naik hingga mencapai kadar yang relative tinggi, ginjal juga

melakukan suatu pengaturan. Glukosa disaring oleh glomerulus secara terus menerus,

tetapi kemudian akan dikembalikan seluruhnya ke dalam darah melalui system

reabsorpsi tubulus ginjal. Reasorbsi glukosa melawan gradient konsentrasinya terkait

pengadaan ATP di sel-sel tubulus. Kapasitas tubulus untuk mereasorbsi glukosa

terbatas pada laju sekitar 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa darah naik, filtrate

glomerulus dapat mengandung glukosa lebih banyak daripada jumlah yang bisa

| Emergency_Nursing

Page 10: SAK DM

10

direasorbsi. Kelebihan ini akan dikeluarkan melalui urin sehingga menimbukan

glikosuria. Pada orang-orang normal glikosuria terjadi kwtika konsentrasi glukosa di

dalam darah vena melampai 9,5-10 mmol/L. Keadaan ini dinamakan ambang ginjal

(threshold) untuk glukosa.

Jika glomerulus bekerja seperti ini dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan

kerusakan nefron karena kerjanya yang terlalu tinggi menyaring glukosa, dalam jangka

waktu lama glomerulus sebagai alat filtrasi terus mengalami penurunan.

Hal ini terjadi karena pengontrolan glukosa dan tekanan darah yang kurang baik.

Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga

akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

e. Katarak Lentis. Retinopati dan neuropati perifer

Baik fruktosa maupun sorbitol ditemukan dalam lensa mata, kedua senyawa ini

meingkat pada penderita diabetes. Lintasan sorbitol (poliol) yang tidak ditemukan di

hati bertanggungjawab atas pembentukan fruktosa dari glukosa dan aktivitasnya akan

meningkat bersamaan dengan kenaikan kadar glukosa dijaringan tubuh yang tidak peka

terhadap insulin yaitu lensa mata, saraf perifer dan glomerulus ginjal. Glukosa

mengalami reduksi oleh NADPH menjadi sorbitol yang dikatalisis oleh enzim aldolase

reduktase yang kemudian di ikuti oleh oksidasi sobitol menjadi fruktosaa dengan

adanya NAD+ serta enzim sorbitol dehidrogenase. Sorbitol tidak mudah berdifusi lewat

membrane sel sehingga mengakibatkan kerusakan osmotic. Secara bersamaan kadar

mioinositol menurun.

f. Gatal seluruh badan

aktivitas glukoneogenesis pada pengubahan protein menjadi karbohidrat (glukosa),

pada proses ini terjadi peningkatan BUN dalam darah yang yang menyebabkan nitrogen

dan ammonia tinggi dalam darah. Hal ini menyebabkan penumpukan urea (uremia)

yang merupakan sampah dalam tubuh, jika tidak dikeluarkan mengakibatkan gatal gatal

di seluruh badan. Biasanya pada penderita diabetes wanita terjadi pruritus Vulvae.

| Emergency_Nursing

Page 11: SAK DM

11

g. Neuropati perifer

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering

dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.

Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk

mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,

dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan

adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko

amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan

trisiklik atau gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer

harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

h. Penyakit koroner

Kolesterol adalah satu-satunya lipid yang terlibat dalam hubungan tersebut. Meskipun

demikian, parameter lainnya seperti konsentrasi triasigliserol serum, memperlihatkan

korelasi yang lebih kecil. Aterosklerosis ditandai dengan deposisi kolesterol dan ester

kolesteril dari lipoprotein yang mengandung apo B-100 pada jaringan ikat dinding

pembuluh arteri. Penyakit dengan peningkatan VLDL, IDL, sisa kilomikron atau LDL

(pada diabetes mellitus terjadi peningkatan LDL) di dalam darah secara berkepanjangan

menimbulkan pembentukan aterosklerosis. Jika ateroklerosis ini terjadi pada pembuluh

darah koroner menimbulkan jntung koroner, jika pembuluh darah otak menimbulkan

bendungan pppembuuuluh darah otak (stroke). Hal ini juga bisa timbul di pembuluh

darah tepi.

i. Ketoasidosis diabetik

Hal ini karena aktivitas glukoneogeneis dengan peningkatan glucagon yang

mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam darah lalu diproses dalam

ketogenesis yang menghasilkan keton dalam darah, jika terjadi penumpukan

menyebabkan keracunan karena asidosis metabolic sehingga dapat menyebabkan koma

diabetikum.

H. Penatalaksanaan

| Emergency_Nursing

Page 12: SAK DM

12

Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan

keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah

komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa.

Penatalaksanaan pada diabetes melitus yaitu :

1. Perencanaan makan

Menurut Tjokro Prawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia

(PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah makanan dengan

komposisi seimbang berupa :

Karbohidrat : 60-70 %

Protein : 10-15 %

Lemak : 20-25 %

Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makan yang

harus dihindari adalah gula. Menurut Tjokro Prawiro (1999), penentuan gizi penderita

dilakukan dengan menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi:

a. Kurus : berat badan relatif : <90%

b. Normal : berat badan relatif : 90-110%

c. Gemuk : berat badan relatif : >110 %

d. Obesitas : berat badan relatif : >120 %

Obesitas ringan 120 – 130 %

Obesitas sedang 130 – 140 %

Obesitas berat 140 – 200 %

Obesitas morbid > 200 %

Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang diperlukan

sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut :

a. Kurus : BB x 40-60 kalori / hari

b. Normal ; BB x 30 kalori / hari

c. Gemuk : BB x 20 kalori / hari

d. Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari

2. Latihan jasmani

| Emergency_Nursing

Page 13: SAK DM

13

Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam. Latihan

dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang, bersepeda dan mendayung.

Tujuan latihan fisik bagi penderita DM :

a. Insulin dapat lebih efektif

b. Menambah reseptor insulin

c. Menekankenaikan berat badan

d. Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah

e. Meningkatkan aliran darah

3. Terapi Obat (jika diperlukan)

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara

adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.

Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini

menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh

pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi

meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan

cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika

diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.Obat ini

kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita

memerlukan 2-3 kali pemberian.

Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan

baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

b. Terapi Sulih Insulin

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga

harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui

suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-

oral (ditelan).

| Emergency_Nursing

Page 14: SAK DM

14

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat

ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju

penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,

paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu

nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda:

1) Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.

Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,

mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin

kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali

suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2) Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai

bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam

dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk

memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk

memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3) Insulin kerja lambat.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru

timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa

dibawa kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya

Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan

dosisnya

Aktivitas harian penderita

Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya

| Emergency_Nursing

Page 15: SAK DM

15

Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari

insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling

minimal.

Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin,

yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat

makan malam atau ketika hendak tidur malam.

Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat

dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja

cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap

harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada

makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi

sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak

sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa

membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi

aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus

meningkatkan dosisnya.

4. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, jenis atau

macamnya, komplikasi, penatalaksanaan pada penderita DM dan pemantauan kadar gula

darah

Pemantauan kadar gula darah penting karena membantu menentukan penanganan

medis yang tepat sehingga mengurangi resiko komplikasi yang berat, dan dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes.

Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara baik di

laboratorium, klinik bahkan dapat dilakukan pemantauan kadar gula mandiri yang dapat

dilakukan pasien dirumah dengan menggunakan alat yang bernama Glukometer

I. Pengkajian Keperawatan

a. Pengumpulan data

| Emergency_Nursing

Page 16: SAK DM

16

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan

status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan

kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,

pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnese

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan

diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,

adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang

telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya

dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit

jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat

maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga

menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya

defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita

sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit

penderita.

2. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

| Emergency_Nursing

Page 17: SAK DM

17

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan

dan tanda – tanda vital.

b. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga

kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integument

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,

kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada

kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

d. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah

terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,

perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

g. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h. Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,

lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek

lambat, kacau mental, disorientasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah

| Emergency_Nursing

Page 18: SAK DM

18

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl

dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan

dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna

pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

c. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

J. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia),

kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah), masukan dibatasi (mual, kacau mental).

2. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,

Penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada

sebelumnya, atau ISK.

3. Resiko Resiko kadar glukosa darah tidak stabil Berhubungan dengan Monitoring kadar

glukosa inadekuat

| Emergency_Nursing

Page 19: SAK DM

19

K. Rencana dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan

NOC NIC

1 Defisit volume cairan berhubungan dengan:- Kehilangan cairan

tubuh dalam jumlah banyak

- Kegagalan fungsi regulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, kelebihan volume cairan dapat berkurang atau teratasi.Kriteria hasil:No Kriteria Score 1 Temperature :

(36,5 – 37,5 °c)5

2 Perubahan status mental (-) 53 Nadi dalam batas normal :

60-100 mmHg5

4 RR: 12-20 x/mnt 55 Tekanan darah :

(100-140/60-90mmhg)5

6 Turgor kulit 57 Produksi urine 0,5-1

ml/Kg BB/jam5

8 Konsistensi urine normal (kuning jernih, tidak ada endapan)

5

9 CRT < 2s 510 Mukosa membrane dan

kulit kering (-)5

11 Hematokrit 35%-50% 512 Penurunan berat badan

secara signifikan (-)5

13 Rasa haus berlebihan (-) 514 Kelemahan (-) 5

Monitoring:1. Observasi status mental2. Monitor imput serta output urine dan catat

adanya perubahan jumlah, warna dan konsentrasi urine

3. Monitor turgor kulit, membrane mukosa dan perasaan haus klien.

4. Monitor adanya tanda dehidrasi5. Ukur tanda-tanda vital dan CVP6. Ukur CRT, kondisi dan suhu kulit7. Timbang berat badan sesuai indikasi8. Kaji status mentalMandiri:1. Memasang dan mempertahankan akses vena

perifer (infus)2. Berikan perawatan kulit pada bagian penonjolan

tulang.Pendidikan kesehatan:1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan.2. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake nutrisi

untuk meningkatkan kadar albumin darahKolaborasi:1. Berikan terapi cairan sesuai instruksi dokter2. Berikan transfuse darah sesuai hasil kolaborasi

dengan medis3. Berikan terapi farmakologi untuk meningkatkan

jumlah urine output4. Kolaborasi pemeriksaan kadar elektrolit, BUN,

creatinin dan kadar albumin.

| Emergency_Nursing

Page 20: SAK DM

20

No Diagnosa Keperawatan

NIC NOC

2 Resiko Infeksi berhubungan dengan faktor resiko prosedur invasive

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam risiko terkontrol dan klien bebas dari tanda dan gejala infeksi :kriteria hasil :No

Kriteria Score

1 Tidak terdapat rubor 52 Tidak terdapat kalor 53 Tidak terdapat dolor 54 Tidak terdapat tumor 55 Tidak terdapat fungsiolesa 5

Keterangan :1. Ekstrim2. Berat3. Sedang4. Ringan5. Tidak

Kontrol infeksi1. Bersihkan ruangan sebelum digunakan

tindakan pada pasien2. Ganti peralatan untuk tindakan pada pasien3. Batasi jumlah pengunjung4. Ajarkan pada pasien untuk melakuakn cuci

tangan dengan benar5. Instruksikan pada pengunjung untuk

melakukan cuci tangan sebelum ke pasien6. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci

tangan7. Bersihkan tangan sebelum dan setelah

melakukan tindakan pada pasien8. Gunakan universal precaution9. Gunakan sarung tangan sesuai standar

universal precaution10. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai

dengan kondisi pasien11. Ajarkan pada pasien dan keluarga untuk

mengenali tanda dan gejala infeksi serta melaporkan pada tenaga kesehatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

| Emergency_Nursing

Page 21: SAK DM

21

3 Resiko kadar glukosa darah tidak stabilBerhubungan dengan:- Kurangnya pengetahuan

tentang penatalaksanaan diabetes

- Monitoring kadar glukosa inadekuat

- Kurangnya penatalaksanaan diabetes

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ....x24 jam, kadar glukosa darah stabil.

No Kriteria Score 1 Kadar glukosa darah

sesaat: <200 mg/dl5

2 Kadar glukosa darah puasa: < 126 mg/dl

5

3 Kadar glukosa darah 2 jam post pandrial: < 200 mg/dl

5

4 Poliuria (-) 55 Polidipsi (-) 56 Poliphagi (-) 57 Ketonuria (-) 58 Tremor (-) 59 Keringat dingin (-) 510 Iritabilitas (-) 511 Takikardi (-) 512 Palpitasi (-) 513 Mual (-) 514 Pusing (-) 515 Sukar konsentrasi (-) 5

Keterangan :1. Ekstrim2. Berat3. Sedang4. Ringan5. Tidak

Monitoring:1. Monitor kadar gula darah2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia:

poliuria, polidipsi, poliphagi3. Monitor adanya keton pada urin4. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia:

tremor, keringat dingin, iritabilitas, takikardi, palpitasi, mual, pusing, sukar konsentrasi, kelemahan)

5. dentikfikasi faktor penyebab hiperglikemia atau hipoglikemia

Mandiri:1. Batasi aktivitas saat gula darah > 250

mg/dl, khususnya jika ada urin keton2. Lindungi pasien dari cedera karena

hiperglikemia/hipoglikemiaPendidikan kesehatan:

1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan

2. Ajarkan klien untuk cek kadar gula darah secara teratur

Kolaborasi:1. Pemberian insulin sesuai indikasi dokter2. Pemberian terapi cairan IV sesuai program3. Pemeriksaan kadar gula darah 4. Pemeriksaan urin keton5. Pemberian diet sesuai program ahli gizi

| Emergency_Nursing

Page 22: SAK DM

22

Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC

Joanne Mccloskey Docherman, Gloria M. Bulechek. Nursing Interventions Classification (NIC)

fourth edition. United States of America, Library of Congress Cataloging. 2000.

Marion Johnson, Merodean Maas. Nursing Outcomes classification (NOC) 2nd ed. United States

of America, A Harcourt Health Scences Company. 2000.

NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 2012-2014. .

United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Jakarta ; Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8

Vol 2. Jakarta: EGC.

| Emergency_Nursing