SAK DM
-
Upload
dwisetiani -
Category
Documents
-
view
26 -
download
1
Transcript of SAK DM
1
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS
A. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.
(Askandar, 2001).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.
(Askandar, 2001).
B. Klasifikasi
Klasifikasi dari National Diabetes Data Group dalam Silvia A. Price (1995):
1. DM Tipe I / DMT I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
a. Awitan terjadi pada semua usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun)
b. Biasanya bertubuh kurus saat didiagnosis dan penurunan berat badan baru saja terjadi.
c. Penyebabnya mencakup faktor genetik maupun lingkungan.
2. DM Tipe II /DMT II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
a. Awitan terjadi di segala usia, biasanya diatas 30 tahun.
b. Biasanya bertubuh gemuk saat didiagnosis.
c. Penyebabnya mencakup faktor kegemukan, keturunan, dan lingkungan.
3. DM yang berkaitan dengan keadaan / sindroma lain
a. Disertai dengan keadaan yang dapat menyebabkan penyakit pankreatitis seperti obat-
obatan (glukokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen).
| Emergency_Nursing
2
b. Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin karena mungkin
memerlukan terapi dengan obat oral / insulin.
4. Diabetes Gestasional
a. Faktor resiko mencakup kegemukan, usia >30 tahun, riwayat diabetes pada keluarga,
pernah melahirkan bayi yang besar (> 4kg)
C. Etiologi
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Type 1 diabetes 10% in the US)
a. Faktor Genetik
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe (Human
Leukocyte Antigens) HLA. Herediter: identical twins 25% - 50%, sibling 6%, offspring
5% of inheriting the disease.
b. Faktor Imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta. Islet Cell Antibodies ( ICAs )muncul, meningkat dari bulan ke tahun lalu
merusak sel beta. Mengakibatkan perusakan pada 80%-90% sel beta. Contoh: coxsacie
virus (yang merupakan etiologi juga pada pancreatitis herediter)
2. Diabetes Mellitus 2 (Type 2 diabetes 90% - 95% in the US)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia.
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th, hal ini karena
sensitivity terhadap hormone insulin menurun karena proses penuaan dan kemunduran
organ.
| Emergency_Nursing
3
b. Obesity ( 85% of all people with type 2 DM ).
Pada pasien obesitas terjadi kenaikan kadar asam lemak bebas didalam plasma
sehingga meningkatkan sekresi VLDL oleh hati yang melibatkan keluaran triasil
gliserol dan kolesterol tambahan di dalam sirkulasi darah. Sehingga menghambat
terjadinya glikolisis dan meningkatkan kejadian glukoneogenesis, sehingga sensitivity
terhadap insulin menurun.
c. Riwayat keluarga.
Involving both heredity (in first or second generation) and environmental factors.
Identical twins ( 58% - 78% than in general people )
d. Habitual physical inactivity.
Gaya hidup yang kurang baik dapat meningkatkan kolesterol serum. Sirkulasi Islet Cell
Antibodies (ICA) terjadi pada diabetes tipe 2. Merusak hati dan otot sehingga
menurunkan sekresi insulin dan merusak sekresi insulin.
3. Diabetes Mellitus karena penyakit lain
a. Penyakit di pankreas akut dan kronis contoh: pancreatitis
b. Obat dan bahan kimia
a) Hubungan definitive: Sulfonamide, estrogen (kontasepsi oral), pentamidine,
azotiopirin 6-merkaptopurin, diuretic, tiazida, furosemide, tetrasiklin, asam
voalpoat, dideoksinosin (ddi)
b) Hubungan Mungkin (jika pemakaian jangka panjang): Asetaminofen, klortalidon,
asam etakrinat, prokainamid, eritromisin, L-asparaginase, metronidazole, obat anti
inflamasi non steroid, penghambat angiotensin converting enzyme (ACVE) ( 1% –
2% of all diagnosed cases of diabetes)
c. Penyakit autoimun yang merusak sel beta
4. Diabetes Mellitus Gestasional
a. Wanita dengan riwayat diabetes
b. obesity ( 2% - 5% of all pregnant women )
c. Riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg
d. Umur penderita makin tua
e. Riwayat kehamilan : Sering meninggal dalam rahim, Sering mengalami lahir mati,
Sering mengalami keguguran
| Emergency_Nursing
4
f. Awitan setelah kehamilan, biasanya terjadi pada trimester ke-2 / ke-3.
D. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM adalah poliuria, polidipsia, dan polifagia. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf. Keluhan lain yang dapat muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM yang sering ditemukan adalah :
a. Sering haus
b. Rasa lapar terus menerus
c. Sering buang air kecil terutama pada malam hari
d. Berat badan berkurang drastic
e. Kesemutan
f. Cepat merasa lelah dan mengantuk
g. Infeksi yang sering kambuh
h. Penglihatan kabur
i. Gatal-gatal terutama bagian luar kelamin
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Type 1 diabetes 10% in the US)
Gejala diabetes mellitus tipe 1 antara lain sering haus, poliuria, penurunan nafsu
makan dan berat badan, fatigue, mual, muntah. Keadaan ketoasidosis lebih rentan
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1. Penumpukan keton dalam darah
dapat berakibat munculnya nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi dan berlanjut
menjadi ketoasidosis berat yang mengakibatkan penurunan kesadaran yang berakhir
pada koma dan bahkan kematian (Milcohovich et al, 1999).
| Emergency_Nursing
5
Gejala klasik diabetes mellitus adalah lelah, sering kencing, haus dan lapar, dan
penurunan berat badan. Semua manisfestasi itu merupakan konsekuensi dari tanda
utama diabetes yaitu hiperglikemia. Hiperglikemia dalam kadar tertentu mengakibatkan
glukosuria karena kapasitas absorpsi renal terlewati, sehingga mengakibatkan poliuria
atau peningkatan frekuensi urinasi. Poliuria dan glukosuria mengakibatkan peningkatan
rasa haus dan lapar dan terjadi peningkatan produksi glukosa dari bahan non-
karbohidrat, sehingga terjadi mobilisasi dan katabolisme lemak dan protein, ditunjukkan
penurunan berat badan drastis dan kelelahan fisik. Mobilisasi lemak dan proses oksidasi
parsial hepatik menghasilkan keton body, karena melebihi kapasitas oksidasi lemak
dengan sempurna, mengakibatkan ketonemia dan ketonuria. Hal ini menyebabkan
eksresi masif kation, mengingat keton body adalah anion. Keadaan ketonemia tanpa
penanganan berlanjut menjadi ketoasidosis dan bisa berakibat koma dan bahkan
kematian.
2. Diabetes Mellitus 2 (Type 2 diabetes 90% - 95% in the US)Sedangkan gejala diabetes mellitus tipe 2 antara lain sering haus, poliuria,
peningkatan nafsu makan, fatigue, penglihatan kabur, penyembuhan luka lambat,
impotensi pada pria.
Gejala diabetes mellitus tipe 2 berkembang lebih lambat dan terdiagnosa lambat
sehingga keadaan hiperglikemia tidak teratasi dalam waktu yang lama dan
mengakibatkan terjadinya deposisi bahan yang mengandung glikogen,
mukopolisakarida, atau glikoprotein di antara sel, jaringan atau membran basalis
kapiler. Proses ini berkaitan dengan terjadinya angiopati dan neuropati. Pada keadaan
yang paling buruk terjadi penyakit jantung, infeksi gusi dan saluran kemih, penglihatan
kabur, mati rasa pada tungkai bawah, dan penyembuhan luka yang lambat (Milcohovich
et al, 1999).
3. Diabetes Mellitus karena penyakit lainKarena disebabkan oleh penyakit lain biasanya timbul gula darah yang tinggi jika
diperiksa, mual muntah, komplikasi diabete mellitus seperti neuropati. Kalau polifagi,
polidipsi,poliuri jarang muncul.
4. Diabetes Mellitus GestasionalGejala diabetes mellitus gestasional antara lain sering haus, poliuria, peningkatan
nafsu makan dan berat badan, fatigue, mual, muntah.
| Emergency_Nursing
6
Pengaruh diabetes mellitus dalam kehamilan.
a. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM.
Keadaan pre diabetes lebih jelas menimbulkan gejala pada kehamilan, persalinan
dan kala nifas.
Penyakit Diabetes (gula) makin berat.
Saat partus terjadi koma diabetikum perlu tenaga besar.
b. Pengaruh penyakit gula terrhadap kehamilan di antaranya adalah dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim : keguguran, persalinan premature,
kematian dalam rahim, lahir mati/bayi besar, hidramnion, pre eklamsia – eklamsia.
c. Pengaruh penyakit terhadap persalinan.
Gangguan kontraksi otot rahim partus lama/partus kasep
Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan lahir
mati.
Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
Post partum mudah terjadi infeksi.
Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan kematian.
d. Pengaruh penyakit gula terhadap kala nifas.
Mudah terjadi in feksi post partum.
Kesembuhan luka terlambat dan cendrung infeksi mudah menyebar.
e. Pengaruh penyakit terhadap janin (bayi) diantaranya
Abortus, premature, IUFD/> 36 minggu, lahir mati.
Bayi dengan: dismatur, cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa, potensial
mengidap penyakit gula.
| Emergency_Nursing
7
E. Patofisiologi
| Emergency_Nursing
8
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 100
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
G. Komplikasi
a. Akut / mendadak : hipoglikemia / kadar gula darah kurang dari normal terjadi jika
penggunaan insulin yang melebihi kebutuhan. Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penyandang diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat
diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup
lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal
ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
| Emergency_Nursing
9
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada
pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan
pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,gelisah, kesadaran
menurun sampai koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang
memadai. Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu dilakukan
pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon
diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat. Untuk penyandang diabetes yang
tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai
tindakan darurat,sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
b. Tekanan darah tinggi
Lesi-lesi pada tubulus ginjal menurunkan kemampuan ginjal dalam mengekresi natriun
dan air. Karenalesi menurunkan menurunkan GFR dan meningkatkan reasorbsi tubulus
mengakibatkan hipertensi.
c. Infeksi
Peningkatan glukosa dalam plasma darah mengakibatkan plasma amino acid meningkat
yang mengakibatkan fasilitas transmembran asam amino brkurang, asm amino sulit
masuk sel mengakibatkan sintesis protein menurun yang menakibatkan penurunan
proses (transkripi, translasi, replikasi dan ploriferasi) mengakibatkan pertumbuhan
jaringan terhambat mengakibatkan luka tidak terkontrol dan sukar sembuh
mengakibatkan infeksi.
d. Nefropati diabetic
Kalau glukosa darah naik hingga mencapai kadar yang relative tinggi, ginjal juga
melakukan suatu pengaturan. Glukosa disaring oleh glomerulus secara terus menerus,
tetapi kemudian akan dikembalikan seluruhnya ke dalam darah melalui system
reabsorpsi tubulus ginjal. Reasorbsi glukosa melawan gradient konsentrasinya terkait
pengadaan ATP di sel-sel tubulus. Kapasitas tubulus untuk mereasorbsi glukosa
terbatas pada laju sekitar 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa darah naik, filtrate
glomerulus dapat mengandung glukosa lebih banyak daripada jumlah yang bisa
| Emergency_Nursing
10
direasorbsi. Kelebihan ini akan dikeluarkan melalui urin sehingga menimbukan
glikosuria. Pada orang-orang normal glikosuria terjadi kwtika konsentrasi glukosa di
dalam darah vena melampai 9,5-10 mmol/L. Keadaan ini dinamakan ambang ginjal
(threshold) untuk glukosa.
Jika glomerulus bekerja seperti ini dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan
kerusakan nefron karena kerjanya yang terlalu tinggi menyaring glukosa, dalam jangka
waktu lama glomerulus sebagai alat filtrasi terus mengalami penurunan.
Hal ini terjadi karena pengontrolan glukosa dan tekanan darah yang kurang baik.
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga
akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
e. Katarak Lentis. Retinopati dan neuropati perifer
Baik fruktosa maupun sorbitol ditemukan dalam lensa mata, kedua senyawa ini
meingkat pada penderita diabetes. Lintasan sorbitol (poliol) yang tidak ditemukan di
hati bertanggungjawab atas pembentukan fruktosa dari glukosa dan aktivitasnya akan
meningkat bersamaan dengan kenaikan kadar glukosa dijaringan tubuh yang tidak peka
terhadap insulin yaitu lensa mata, saraf perifer dan glomerulus ginjal. Glukosa
mengalami reduksi oleh NADPH menjadi sorbitol yang dikatalisis oleh enzim aldolase
reduktase yang kemudian di ikuti oleh oksidasi sobitol menjadi fruktosaa dengan
adanya NAD+ serta enzim sorbitol dehidrogenase. Sorbitol tidak mudah berdifusi lewat
membrane sel sehingga mengakibatkan kerusakan osmotic. Secara bersamaan kadar
mioinositol menurun.
f. Gatal seluruh badan
aktivitas glukoneogenesis pada pengubahan protein menjadi karbohidrat (glukosa),
pada proses ini terjadi peningkatan BUN dalam darah yang yang menyebabkan nitrogen
dan ammonia tinggi dalam darah. Hal ini menyebabkan penumpukan urea (uremia)
yang merupakan sampah dalam tubuh, jika tidak dikeluarkan mengakibatkan gatal gatal
di seluruh badan. Biasanya pada penderita diabetes wanita terjadi pruritus Vulvae.
| Emergency_Nursing
11
g. Neuropati perifer
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan
adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko
amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan
trisiklik atau gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer
harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
h. Penyakit koroner
Kolesterol adalah satu-satunya lipid yang terlibat dalam hubungan tersebut. Meskipun
demikian, parameter lainnya seperti konsentrasi triasigliserol serum, memperlihatkan
korelasi yang lebih kecil. Aterosklerosis ditandai dengan deposisi kolesterol dan ester
kolesteril dari lipoprotein yang mengandung apo B-100 pada jaringan ikat dinding
pembuluh arteri. Penyakit dengan peningkatan VLDL, IDL, sisa kilomikron atau LDL
(pada diabetes mellitus terjadi peningkatan LDL) di dalam darah secara berkepanjangan
menimbulkan pembentukan aterosklerosis. Jika ateroklerosis ini terjadi pada pembuluh
darah koroner menimbulkan jntung koroner, jika pembuluh darah otak menimbulkan
bendungan pppembuuuluh darah otak (stroke). Hal ini juga bisa timbul di pembuluh
darah tepi.
i. Ketoasidosis diabetik
Hal ini karena aktivitas glukoneogeneis dengan peningkatan glucagon yang
mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam darah lalu diproses dalam
ketogenesis yang menghasilkan keton dalam darah, jika terjadi penumpukan
menyebabkan keracunan karena asidosis metabolic sehingga dapat menyebabkan koma
diabetikum.
H. Penatalaksanaan
| Emergency_Nursing
12
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah
komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa.
Penatalaksanaan pada diabetes melitus yaitu :
1. Perencanaan makan
Menurut Tjokro Prawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia
(PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi seimbang berupa :
Karbohidrat : 60-70 %
Protein : 10-15 %
Lemak : 20-25 %
Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makan yang
harus dihindari adalah gula. Menurut Tjokro Prawiro (1999), penentuan gizi penderita
dilakukan dengan menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi:
a. Kurus : berat badan relatif : <90%
b. Normal : berat badan relatif : 90-110%
c. Gemuk : berat badan relatif : >110 %
d. Obesitas : berat badan relatif : >120 %
Obesitas ringan 120 – 130 %
Obesitas sedang 130 – 140 %
Obesitas berat 140 – 200 %
Obesitas morbid > 200 %
Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang diperlukan
sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut :
a. Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
b. Normal ; BB x 30 kalori / hari
c. Gemuk : BB x 20 kalori / hari
d. Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari
2. Latihan jasmani
| Emergency_Nursing
13
Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam. Latihan
dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang, bersepeda dan mendayung.
Tujuan latihan fisik bagi penderita DM :
a. Insulin dapat lebih efektif
b. Menambah reseptor insulin
c. Menekankenaikan berat badan
d. Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah
e. Meningkatkan aliran darah
3. Terapi Obat (jika diperlukan)
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.
Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini
menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi
meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan
cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika
diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.Obat ini
kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita
memerlukan 2-3 kali pemberian.
Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan
baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
b. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga
harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-
oral (ditelan).
| Emergency_Nursing
14
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat
ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju
penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,
paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu
nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda:
1) Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,
mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin
kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali
suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2) Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai
bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam
dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk
memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk
memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3) Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru
timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa
dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan
dosisnya
Aktivitas harian penderita
Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
| Emergency_Nursing
15
Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari
insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling
minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin,
yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat
makan malam atau ketika hendak tidur malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat
dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja
cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap
harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada
makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi
sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak
sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa
membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi
aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus
meningkatkan dosisnya.
4. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda gejala, jenis atau
macamnya, komplikasi, penatalaksanaan pada penderita DM dan pemantauan kadar gula
darah
Pemantauan kadar gula darah penting karena membantu menentukan penanganan
medis yang tepat sehingga mengurangi resiko komplikasi yang berat, dan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara baik di
laboratorium, klinik bahkan dapat dilakukan pemantauan kadar gula mandiri yang dapat
dilakukan pasien dirumah dengan menggunakan alat yang bernama Glukometer
I. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data
| Emergency_Nursing
16
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
| Emergency_Nursing
17
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
| Emergency_Nursing
18
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
J. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
kehilangan gastric berlebihan (diare, muntah), masukan dibatasi (mual, kacau mental).
2. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
Penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada
sebelumnya, atau ISK.
3. Resiko Resiko kadar glukosa darah tidak stabil Berhubungan dengan Monitoring kadar
glukosa inadekuat
| Emergency_Nursing
19
K. Rencana dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 Defisit volume cairan berhubungan dengan:- Kehilangan cairan
tubuh dalam jumlah banyak
- Kegagalan fungsi regulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, kelebihan volume cairan dapat berkurang atau teratasi.Kriteria hasil:No Kriteria Score 1 Temperature :
(36,5 – 37,5 °c)5
2 Perubahan status mental (-) 53 Nadi dalam batas normal :
60-100 mmHg5
4 RR: 12-20 x/mnt 55 Tekanan darah :
(100-140/60-90mmhg)5
6 Turgor kulit 57 Produksi urine 0,5-1
ml/Kg BB/jam5
8 Konsistensi urine normal (kuning jernih, tidak ada endapan)
5
9 CRT < 2s 510 Mukosa membrane dan
kulit kering (-)5
11 Hematokrit 35%-50% 512 Penurunan berat badan
secara signifikan (-)5
13 Rasa haus berlebihan (-) 514 Kelemahan (-) 5
Monitoring:1. Observasi status mental2. Monitor imput serta output urine dan catat
adanya perubahan jumlah, warna dan konsentrasi urine
3. Monitor turgor kulit, membrane mukosa dan perasaan haus klien.
4. Monitor adanya tanda dehidrasi5. Ukur tanda-tanda vital dan CVP6. Ukur CRT, kondisi dan suhu kulit7. Timbang berat badan sesuai indikasi8. Kaji status mentalMandiri:1. Memasang dan mempertahankan akses vena
perifer (infus)2. Berikan perawatan kulit pada bagian penonjolan
tulang.Pendidikan kesehatan:1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan.2. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake nutrisi
untuk meningkatkan kadar albumin darahKolaborasi:1. Berikan terapi cairan sesuai instruksi dokter2. Berikan transfuse darah sesuai hasil kolaborasi
dengan medis3. Berikan terapi farmakologi untuk meningkatkan
jumlah urine output4. Kolaborasi pemeriksaan kadar elektrolit, BUN,
creatinin dan kadar albumin.
| Emergency_Nursing
20
No Diagnosa Keperawatan
NIC NOC
2 Resiko Infeksi berhubungan dengan faktor resiko prosedur invasive
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam risiko terkontrol dan klien bebas dari tanda dan gejala infeksi :kriteria hasil :No
Kriteria Score
1 Tidak terdapat rubor 52 Tidak terdapat kalor 53 Tidak terdapat dolor 54 Tidak terdapat tumor 55 Tidak terdapat fungsiolesa 5
Keterangan :1. Ekstrim2. Berat3. Sedang4. Ringan5. Tidak
Kontrol infeksi1. Bersihkan ruangan sebelum digunakan
tindakan pada pasien2. Ganti peralatan untuk tindakan pada pasien3. Batasi jumlah pengunjung4. Ajarkan pada pasien untuk melakuakn cuci
tangan dengan benar5. Instruksikan pada pengunjung untuk
melakukan cuci tangan sebelum ke pasien6. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
tangan7. Bersihkan tangan sebelum dan setelah
melakukan tindakan pada pasien8. Gunakan universal precaution9. Gunakan sarung tangan sesuai standar
universal precaution10. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
dengan kondisi pasien11. Ajarkan pada pasien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala infeksi serta melaporkan pada tenaga kesehatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
| Emergency_Nursing
21
3 Resiko kadar glukosa darah tidak stabilBerhubungan dengan:- Kurangnya pengetahuan
tentang penatalaksanaan diabetes
- Monitoring kadar glukosa inadekuat
- Kurangnya penatalaksanaan diabetes
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ....x24 jam, kadar glukosa darah stabil.
No Kriteria Score 1 Kadar glukosa darah
sesaat: <200 mg/dl5
2 Kadar glukosa darah puasa: < 126 mg/dl
5
3 Kadar glukosa darah 2 jam post pandrial: < 200 mg/dl
5
4 Poliuria (-) 55 Polidipsi (-) 56 Poliphagi (-) 57 Ketonuria (-) 58 Tremor (-) 59 Keringat dingin (-) 510 Iritabilitas (-) 511 Takikardi (-) 512 Palpitasi (-) 513 Mual (-) 514 Pusing (-) 515 Sukar konsentrasi (-) 5
Keterangan :1. Ekstrim2. Berat3. Sedang4. Ringan5. Tidak
Monitoring:1. Monitor kadar gula darah2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia:
poliuria, polidipsi, poliphagi3. Monitor adanya keton pada urin4. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia:
tremor, keringat dingin, iritabilitas, takikardi, palpitasi, mual, pusing, sukar konsentrasi, kelemahan)
5. dentikfikasi faktor penyebab hiperglikemia atau hipoglikemia
Mandiri:1. Batasi aktivitas saat gula darah > 250
mg/dl, khususnya jika ada urin keton2. Lindungi pasien dari cedera karena
hiperglikemia/hipoglikemiaPendidikan kesehatan:
1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan
2. Ajarkan klien untuk cek kadar gula darah secara teratur
Kolaborasi:1. Pemberian insulin sesuai indikasi dokter2. Pemberian terapi cairan IV sesuai program3. Pemeriksaan kadar gula darah 4. Pemeriksaan urin keton5. Pemberian diet sesuai program ahli gizi
| Emergency_Nursing
22
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
Joanne Mccloskey Docherman, Gloria M. Bulechek. Nursing Interventions Classification (NIC)
fourth edition. United States of America, Library of Congress Cataloging. 2000.
Marion Johnson, Merodean Maas. Nursing Outcomes classification (NOC) 2nd ed. United States
of America, A Harcourt Health Scences Company. 2000.
NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 2012-2014. .
United States of America, Blackwell Publishing. 2012.
Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Jakarta ; Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. Jakarta: EGC.
| Emergency_Nursing