sa file · Web view... daya perikanan di Jawa Tengah cukup besar untuk ... lahan...
Transcript of sa file · Web view... daya perikanan di Jawa Tengah cukup besar untuk ... lahan...
MENSUKSESKAN PROGRAM ”BALI NDESO MBANGUN DESO”MELALUI PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN
UNTUK MEWUJUDKAN MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG SEJAHTERA
Oleh :TONI KUSWOYO
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah
A. Latar Belakang
Konsep pembangunan kelautan dan perikanan Provinsi Jawa Tengah diarahkan
untuk mensukseskan program ”BALI NDESO MBANGUN DESO”, kemudian dituangkan
dalam visi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah yaitu : "Terwujudnya
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Sebagai Sumber Utama Penghidupan, Pendapatan dan
Kesejahteraan yang berkelanjutan", dan dijabarkan dalam 9 misi yaitu :
1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia serta mendorong dan meningkatkan
peran pelaku-pelaku ekonomi dalam memanfaatkan sumberdaya kelautan dan
perikanan (M1);
2. Meningkatkan dan menjaga daya dukung lahan dan kelestarian sumberdaya kelautan
dan perikanan (M2);
3. Mengembangkan alternatif pengusahaan sumberdaya kelautan dan perikanan (M3);
4. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif (M4);
5. Peningkatan produksi dan produktivitas kelautan dan perikanan (M5);
6. Peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan (M6);
7. Peningkatan dan penguatan jaringan serta daya tembus pemasaran produk serta jasa
kelautan (M7);
8. Peningkatan dan penguatan sistem informasi kelautan dan perikanan meliputi
distribusi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan serta potensi
pasar (M8); dan
9. Memberdayakan sosial ekonomi (M9).
Dalam konteks nasional, visi dan misi di atas juga sesuai dengan visi dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara
penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada 2015. Reorientasi
kebijakan pembangunan nasional yang bertumpu pada kekuatan sumberdaya alam yang
tersedia, merupakan konsepsi strategis dalam rangka memulihkan keterpurukan kondisi
perekonomian Indonesia akibat krisis berkepanjangan. Untuk itu pemerintah berupaya
mengalihkan arah pembangunan yang selama ini berorientasi pada sektor tertentu kepada
pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, utamanya
pengembangan kegiatan perikanan budidaya. Hal ini dapat dimaklumi karena potensi
sumber daya perikanan di Jawa Tengah cukup besar untuk dapat dikembangkan sebagai
usaha perikanan budidaya guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki potensi perikanan budidaya
yang besar dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari aspek sumber daya
alam potensi tersebut terdiri atas lahan budidaya di perairan tawar, payau dan laut seluas
293.000 Ha dan pantai sepanjang 828,8 Km, sedang dari aspek sumber daya manusia
potensi tersebut adalah masyarakat pembudidaya yang memiliki kemampuan untuk
mengembangkan perikanan budidaya.
Untuk air tawar potensi lahan yang dimiliki seluas 41.807 Ha, yang terdiri dari waduk
(22.999 Ha), sungai (15.059,9 Ha), rawa (3.673 Ha), dan danau (75,4 Ha). Dari 37 buah
waduk yang ada, terdapat waduk-waduk besar yang sangat potensial, yaitu Waduk
Gajahmungkur (Kab. Wonogiri), Waduk Wadaslintang (Kab. Wonosobo), Waduk Mrica (Kab.
Banjarnegara), dan Waduk Kedung Ombo (Kab. Sragen, Boyolali, dan Grobogan). Pada
waduk-waduk besar tersebut telah berkembang budidaya ikan di karamba jaring apung
dengan komoditas unggulan yang bervariasi.
Potensi air tawar yang sangat besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal,
bila ditinjau dari kondisi agroklimatnya sangat mendukung untuk dikembangtingkatkannya
budidaya ikan dalam karamba jaring apung. Namun demikian kontribusi produksi budidaya
ikan dalam karamba jaring apung terhadap total produksi budidaya ikan air tawar di Jawa
Tengah sudah cukup baik, berkisar antara 30 hingga 40 % per-tahun. Potensi air tawar
lainnya berupa sumber mata air yang banyak tersebar seperti di daerah Klaten, Boyolali,
Semarang, Wonosobo, dan sebagainya. Potensi sumber mata air sangat potensial untuk
pengembangan kawasan budidaya ikan dan kegiatan lain yang mendukung beserta sarana
prasarana lainnya atau lebih dikenal dengan KAWASAN MINAPOLITAN.
Secara harafiah MINA berarti IKAN dan POLITAN berarti KOTA, jadi MINAPOLITAN
berarti KOTA PERIKANAN. Ciri kawasan minapolitan adalah sebagian besar masyarakat
memperoleh pendapatan dari kegiatan minabisnis atau yang didominasi oleh kegiatan
perikanan (industri pengolahan, perdagangan). Jadi pada Kawasan Minapolitan sebagian
besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari kegiatan perikanan, seperti
pembenihan, pembudidayaan, pengolahan, perdagangan (pakan, benih, ikan konsumsi,
sarana prasarana perikanan, dll.), pariwisata, dll. Pelaksanaan program minapolitan secara
garis besar memiliki tiga tujuan, yaitu meningkatkan produksi serta kualitas perikanan,
meningkatkan pendapatan pembudidaya serta pengolah ikan, dan mengembangkan
kawasan ekonomi kelautan dan perikanan untuk menggerakkan ekonomi daerah.
Pengembangan Kawasan Minapolitan di Jawa Tengah dilakukan dengan prinsip
untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar.
Sedangkan, untuk mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dengan
membangun keunggulan kompetitif pada produk daerah, dan pengembangan usaha yang
efektif, efisien dan berdaya saing. Usaha yang dikembangkan antara lain usaha perbenihan,
pembesaran, pengolahan dan pembuatan pakan ikan.
Program minapolitan diyakini akan meningkatkan produksi perikanan sebesar 12,26
juta ton pada 2011 dan 22,39 juta ton pada 2014. Bahkan KKP menempatkan perikanan
budidaya sebagai primadona perikanan untuk mengntisipasi produksi perikanan laut yang
saat ini mulai menurun. Dengan memperhatikan potensi sumber daya yang ada dan peluang
pengembangan yang cukup besar serta pertimbangan pangsa pasar yang masih terbuka
luas, maka pengembangan Kawasan Minapolitan dengan konsep keterpaduan kegiatan
perikanan budidaya dari hulu hingga hilir, akan mampu meningkatkan produktivitasnya baik
secara kuantitatif maupun kualitatif melalui penerapan Cara Perbenihan dan Budidaya Ikan
Yang Baik (CPIB dan CBIB) serta dapat dipertanggungjawabkan, sehingga akan memberikan
dampak cukup signifikan bagi pengembangan masyarakat pembudidaya khususnya dan
masyarakat Jawa Tengah pada umumnya, yang sekaligus mampu menggerakkan triple track
Kabinet Bersatu yaitu : Pro-Growth, Pro-Job dan Pro-Poor.
B. Dasar Hukum
Dasar hukum pengembangan kawasan minapolitan adalah Kepmen Kelautan dan
Perikanan Nomor Kep.41/Men/2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan, Keputusan
Dirjend. Perikanan Budidaya Nomor Kep.45/dj-pb/2009 dan surat dari Dirjend. Perikanan
dan Budidaya Direktur Prasarana dan Sarana Budidaya tentang : pengembangan sentra
produksi perikanan yang bankable ditetapkan melalui kawasan minapolitan dan menyusun
masterplan kawasan terpilih mewujudkan rencana dalam kegiatan nyata di lapangan.
Tujuan utamanya adalah untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan
kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat hinterland yang dikembangkan tidak saja on farm tetapi juga off farm seperti
sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya
Pengembangan kawasan minapolitan memiliki sasaran untuk meningkatkan
produksi, produktivitas komoditas perikanan budidaya serta produk olahan hasil perikanan,
penguatan kelembagaan pembudidayaan ikan, pengembangan sistem minabisnis
(agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa), pengembangan lembaga
penyuluhan terpadu, iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi, peningkatan sarana sosial
seperti pendidikan dan kesehatan, peningkatan sarana seperti jaringan jalan, irigasi, pasar,
air bersih, listrik, pemanfaatan air limbah dan sampah.
Beberapa persyaratan untuk menjadi kawasan minapolitan antara lain : memiliki
lahan dan perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas perikanan, memiliki sarana
umum lainnya seperti transportasi, listrik, telekomunikasi, air bersih, dll, memiliki berbagai
sarana dan prasarana minabisnis, yaitu pasar, lembaga keuangan, kelompok budidaya, balai
benih ikan, penyuluhan dan bimbingan teknis, jaringan jalan dan irigasi. Batasan kawasan
minapolitan ditentukan hanya oleh economic of scale dan economic of scope.
Perencanaan pengembangan kawasan minapolitan dimulai dari sosialisasi program
kepada seluruh stakeholders, menetapkan kawasan melalui kelayakan yang cermat
(kelayakan ekonomis, teknis, sosial budidaya dan lingkungan hidup), inventarisasi dan
identifikasi wilayah terpilih (analisa tata ruang, potensi, sosial budaya dan kapasitas
sumberdaya manusia), serta menyusun rencana program.
Tahap perencanaan dilaksanakan secara bertahap baik jangka panjang, menengah
dan pendek. Penetapan lokasi calon kawasan minapolitan berdasarkan pada : usulan
masyarakat, hasil studi kelayakan kebijakan pengembangan kawasan berdasarkan RUTR
pada RTRW, fasilitasi pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan dan
sharing pembiayaan program dibahas bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan
pemerintah daerah (kab/kota).
Indikator keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan dapat dilihat dari 2
aspek yaitu : dampak dan out put. Dampak yang dimaksud adalah pendapatan masyarakat
pembudidaya di kawasan minapolitan meningkat 5%, produktivitas perikanan meningkat
5%, investasi masyarakat meningkat 10 %, dan kegiatan ikutan tumbuh sumbur di sekitar
kawasan. Out put yang dimaksud adalah 80% kelompok pembudidaya ikan, koperasi dan
kelompok usaha mampu menyusun usaha berorientasi pasar dan lingkungan, tiap kelurahan
menyusun program rencana secara partisipatif dan disetujui bersama matrik program
jangka panjang, DED disetujui bersama untuk dilaksanakan (70% terlaksana di kawasan
minapolitan), tim penyuluh terbentuk,
serta 80% pembudidaya ikan yang maju menjadi tempat belajar bagi yang lainnya.
C. Implementasi Kawasan Minapolitan di Jawa Tengah
Contoh implementasi program Bali nDeso mBangun Deso yang sejalan dengan
Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan adalah ditetapkannya beberapa wilayah
seperti Kabupaten Banyumas, Kabupaten Semarang, Klaten, Boyolali, Tegal, Demak, Pati,
Cilacap, Purbalingga, Magelang, Brebes, Rembang, Kota Tegal dan Kota Pekalongan sebagai
kawasan minapolitan. Minapolitan merupakan suatu model pembangunan yang
menggunakan pendekatan kawasan dan pendekatan pengembangan wilayah berbasisi
keunggulan dengan pemanfaatan optimal sumberdaya alam yang ada. Pendekatan kawasan
budidaya dibangun melalui penerapan azas kebersamaan ekonomi antar kegiatan perikanan
budidaya dalam kelembagaan kelompok pembudidaya ikan, sehingga menghasilkan nilai
tambah melalui pemanfaatan efisiensi teknologi saran produksi, proses budidaya,
pengolahan dan pemasaran hasil dengan memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan hidup.
Pengembangan kawasan minapolitan merupakan pembangunan aquabis yang
terintegrasi dengan pembangunan wilayah, sehingga membutuhkan jangka waktu
pembangunan yang cukup panjang dan melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, demi
terwujudnya Pengembangan kawasan minapolitan sangat diperlukan sinergitas antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sebagai gambaran marilah kita telaah potensi ekonomi yang dapat diraih dari
pengembangan kawasan minapolitan dengan mengambil contoh 3 komoditas, yaitu Nila,
Lele dan Gurame.
a) Sasaran Produksi Budidaya Perikanan Ikut Menggerakan Ekonomi Jawa Tengah
Sasaran target produksi perikanan budidaya tahun 2011 sebanyak 387.535 ton
atau 387.535.000 kg. Dengan harga Rp10.000,0/kg, maka nilai produksinya sebesar Rp
3.875.350.000.000,- atau Rp 3.87 triliyun. Dampak terhadap lapangan pekerjaan
diharapkan akan memberikan peluang pekerjaan kepada > 200.000 orang. Dampak
terhadap konsumsi ikan diharapkan konsumsi ikan sebanyak > 29,93 kg/kapita.
Tabel 1. Target Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2014 (258%)
KOMODITAS 2010 2011 2012 2013 2014Udang Windu 5.327 5.758 6.343 7.327 8.664 Udang Vaname 4.042 4.824 6.048 6.687 8.040 Rumput Laut 84.053 128.694 200.146 312.767 492.814 Kerapu 7 10 11 14 20 Bandeng 58.693 70.107 80.568 94.679 108.740 Kakap - - - - -Nila 29.449 37.763 46.732 57.681 65.965 Patin 750 1.431 2.354 3.335 5.009 Mas 5.997 6.746 7.643 8.707 10.377 Gurame 7.567 9.040 10.780 12.830 15.315 Lele 43.926 70.362 95.526 125.333 166.938 Lainnya 46.200 52.800 66.100 74.000 75.000 JUMLAH 286.011 387.535 522.251 703.360 956.882
Satuan : ton
b) Sumbangan dari Pengembangan Minapolitan Ikan Nila
Pengembangan kawasan minapolitan ikan Nila saat ini difokuskan di Kabupaten
Klaten dengan komoditas unggulan Nila Merah. Wilayah yang di kembangkan adalah
Desa Ponggok, Nganjat, Jeblog, Jimus, dan Janti.
Tabel 2. Potensi Ekonomi dari Pengadaan Benih dan Induk Ikan Nila Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2014 (258%)
Tahun Target Produksi (ton) Keb. Benih (ekor) Keb. Induk (paket)2010 29.449 110.434.000 6142011 37.763 141.612.000 7872012 46.732 175.245.000 974
2013 57.681 216.304.000 1.2022014 65.965 247.369.000 1.375
1 paket induk = ♀ 300 ekor dan ♂ 100 ekor
Prospek ekonomi ikan Nila tahun 2011 dalam rangka Peningkatan Produksi
Nasional 353% dan Mendukung Program “Bali nDeso mBangun Deso” :
Target Produksi Nila Jawa Tengah Tahun 2011 = 37.763 ton
Asumsi Nila konsumsi = 3 ekor/kg, maka dibutuhkan 141.612.000 ekor benih (SR
80%).
Kalau harga benih ukuran 3-5 cm = Rp 40, maka potensi perdagangan benih = Rp
5.664.480.000
Untuk produksi 37.763 ton dan harga per kilo ikan konsumsi = Rp 15.000, maka
potensi perdagangannya = Rp 566.445.000.000
Kalau rasio pakan 1 : 1,5 maka kebutuhan pakan = 56.644,5 ton, dengan harga pakan
= Rp 7.000/kg maka potensi ekonomi pakan = Rp 1.982.557.500.000
c) Sumbangan dari Pengembangan Minapolitan Ikan Gurame
Pengembangan kawasan minapolitan ikan Gurame saat ini difokuskan di
Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Cilacap dan Banjarnegara.
Tabel 3. Proyeksi Kebutuhan Benih dan Induk Ikan Gurame Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2014 (258%)
Tahun Target Produksi (ton) Keb. Benih (ekor) Keb. Induk (paket)2010 7.567 9.458.750 1.0512011 9.040 11.300.000 1.2562012 10.780 13.475.000 1.4972013 12.830 16.037.500 1.7822014 15.315 19.143.750 2.127
1 paket induk = ♀ 10 ekor dan ♂ 5 ekor
Prospek ekonomi ikan Gurame tahun 2011 dalam rangka Peningkatan Produksi
Nasional 353% dan Mendukung Program “Bali nDeso mBangun Deso” :
Target Produksi Gurame Jawa Tengah Tahun 2011 = 9.040 ton
Asumsi Gurame konsumsi = 1 kg/ekor, maka jumlah Gurame = 9.040.000 ekor dan
jumlah benih yang dibutuhkan = 11.300.000 ekor benih (SR 80%).
Kalau harga benih Rp 1000/ekor maka, maka potensi perdagangan benih = Rp
11.300.000.000
Kalau harga Gurame konsumsi = Rp 24.000/kg, maka peluang perdagangannya= Rp
216.960.000.000
Kalau rasio pakan 1 : 1 maka kebutuhan pakan = 9.040 ton, dengan harga pakan = Rp
7.000/kg maka potensi ekonomi pakan = Rp 63.280.000.000
d) Sumbangan dari Pengembangan Minapolitan Ikan Lele
Pengembangan kawasan minapolitan ikan Lele saat ini difokuskan di Kabupaten
Boyolali, Demak, Kendal dan Semarang.
Tabel 4. Proyeksi Kebutuhan Benih dan Induk Ikan Lele Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2014 (258%)
Tahun Target Produksi (ton) Keb. Benih (ekor) Keb. Induk (paket)2010 43.926 549.075.000 4912011 70.362 879.525.000 7862012 95.526 1.194.075.000 1.0662013 125.333 1.566.663.000 1.3992014 166.938 2.086.725.000 1.863
1 paket = ♀ 10 ekor dan ♂ 5 ekor
Prospek ekonomi ikan Lele tahun 2011 dalam rangka Peningkatan Produksi
Nasional 353% dan Mendukung Program “Bali nDeso mBangun Deso” :
Target Produksi Lele Jawa Tengah Tahun 2011 = 70.362 ton
Asumsi Lele konsumsi = 10 ekor/kg, dibutuhkan 844.344.000 ekor benih (SR 80%).
Kalau harga benih 7 cm = Rp 120/ekor, maka potensi perdagangan benih = Rp
101.321.280.000
Kalau harga ikan lele konsumsi = Rp 12.000, maka potensi perdagangan lele
konsumsi sebesar = Rp 844.344.000.000
Kalau rasio pakan 1 : 1 maka kebutuhan pakan = 70.362 ton, dengan harga pakan Rp
7.000/kg, maka potensi perdagangan pakan ikan diperkirakan sebesar = Rp
492.534.000.000
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas sangat nampak bahwa pengembangan kawasan
minapolitan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan yang
bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.