S2-2014-309661-chapter5

6
105 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan setelah dianalisis dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui suatu merek dapat dikatakan sebagai merek terkenal terlebih dahulu harus dicari kejelasan menyangkut kriteria merek terkenal. Kriteria merek terkenal dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain: a. Konvensi internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 6 bis Konvensi Paris yang memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing- masing. Sedangkan dalam Pasal 16 ayat (2) dan (3) TRIPs untuk menentukan merek terkenal, negara-negara anggota harus memperhatikan pengetahuan tentang merek tersebut dalam masyarakat atau sektor publik yang relevan yang diperoleh dari hasil promosi merek tersebut, dan perlindungan merek terkenal harus diperluas terhadap barang dan jasa yang tidak sejenis. Adapun rekomendasi bersama Majelis Konvensi Paris dan Sidang Umum WIPO tentang faktor-faktor yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan apakah suatu merek terkenal atau tidak, antara lain: 1) Tingkat pengetahuan dan pengakuan terhadap suatu merek dalam sektor yang relevan dalam masyarakat;

description

good news

Transcript of S2-2014-309661-chapter5

Page 1: S2-2014-309661-chapter5

105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi

objek kajian dalam penelitian ini dan setelah dianalisis dari bab-bab sebelumnya,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui suatu merek dapat dikatakan sebagai merek terkenal

terlebih dahulu harus dicari kejelasan menyangkut kriteria merek terkenal.

Kriteria merek terkenal dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain:

a. Konvensi internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 6 bis Konvensi

Paris yang memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk

menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing-

masing. Sedangkan dalam Pasal 16 ayat (2) dan (3) TRIPs untuk

menentukan merek terkenal, negara-negara anggota harus memperhatikan

pengetahuan tentang merek tersebut dalam masyarakat atau sektor publik

yang relevan yang diperoleh dari hasil promosi merek tersebut, dan

perlindungan merek terkenal harus diperluas terhadap barang dan jasa

yang tidak sejenis. Adapun rekomendasi bersama Majelis Konvensi Paris

dan Sidang Umum WIPO tentang faktor-faktor yang dapat digunakan

untuk mempertimbangkan apakah suatu merek terkenal atau tidak, antara

lain:

1) Tingkat pengetahuan dan pengakuan terhadap suatu merek dalam

sektor yang relevan dalam masyarakat;

Page 2: S2-2014-309661-chapter5

106

2) Jangka waktu, luas dan wilayah geografis dari penggunaan merek;

3) Jangka waktu, luas dan area geografis dari setiap promosi merek,

termasuk periklanan atau publisitas dan persentasi pada pekan raya

(fairs) atau pameran-pameran dari barang dan/atau jasa merek tersebut;

4) Jangka waktu dan wilayah geografis dari setiap pendaftaran merek,

sejauh mana merek tersebut mencerminkan pemakaian dan pengakuan

merek tersebut;

5) Dokumen mengenai penegakan hukum yang baik atas merek terutama

sejauh mana merek tersebut diakui sebagai merek terkenal oleh

instansi yang berwenang; dan

6) Nilai yang dihubungkan dengan merek.

b. Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek di Indonesia telah

memberikan kriteria untuk menentukan suatu merek barang atau jasa yang

termasuk dalam kategori merek terkenal dengan memperhatikan beberapa

hal, antara lain pengetahuan umum masyarakat tentang merek tersebut,

reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan

besar-besaran, dan investasi di beberapa negara disertai bukti pendaftaran

merek tersebut, serta apabila hal-hal tersebut dianggap belum cukup, maka

pengadilan niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri

(independen) untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan

mengenai terkenal atau tidaknya merek yang bersangkutan; dan

c. Dapat juga digunakan yurisprudensi sebagai sumber hukum bagi

pengadilan untuk memberikan kriteria merek terkenal ketika hukumnya

Page 3: S2-2014-309661-chapter5

107

tidak ada atau kurang jelas. Hal ini juga dapat ditambahkan dengan

pendapat-pendapat ahli hukum (doktrin) di bidang merek mengenai

keterkenalan merek yang dapat berpengaruh dalam putusan hakim

sehingga akan menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi.

2. Dilihat dari putusan-putusan tentang gugatan pembatalan pendaftaran merek

dalam kasus GIANNI VERSACE, So Klin, CESARE PACIOTTI, BONCAFE,

dan FERRAGAMO, terkait pembuktian mengenai merek terkenal melalui

pengadilan di Indonesia, dapat disimpulkan apabila merek dari pihak lain telah

terbukti mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

merek terkenal milik orang lain, maka pihak lain tersebut dapat dinyatakan

telah mendaftarkan mereknya dilandasi dengan itikad tidak baik. Itikad tidak

baik ini didorong keinginan membonceng ketenaran merek terkenal orang lain

yang telah memiliki reputasi untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam

waktu yang relatif cepat sehingga tidak patut diberi perlindungan hukum.

Konsekuensi dari adanya unsur itikad tidak baik adalah gugatan pembatalan

mereknya dapat diajukan kapanpun tanpa batas waktu. Asas itikad baik ini

sangat ditekankan dalam perkara-perkara merek terkenal karena dijadikan

pedoman atas dasar pertimbangan dalam mengadili perkara-perkara merek

terkenal. Tetapi merek tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu apakah

merupakan merek terkenal atau tidak. Sedangkan, pertimbangan hukum

mengenai merek terkenal dalam kasus-kasus tersebut menggunakan acuan

atau pedoman dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek, Pasal 16

ayat (2) dan (3) TRIPs, dan yurisprudensi-yurisprudensi Mahkamah Agung RI

Page 4: S2-2014-309661-chapter5

108

terkait merek terkenal, karena hingga saat ini belum dibuat peraturan

pemerintah terkait merek terkenal sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal

6 ayat (2) UU Merek. Hal ini disebabkan karena hakim dilarang menolak

untuk mengadili suatu perkara dengan alasan hukumnya tidak ada atau kurang

jelas, sehingga hakim harus mencari dan menemukan hukum itu sendiri sesuai

dengan asas ius curia novit yang menyatakan hakim dianggap tahu hukum.

Maka dari itu, para hakim dapat menggunakan yurisprudensi-yurisprudensi

tersebut mengenai merek terkenal, walaupun sistem peradilan di Indonesia

tidak menganut asas precedent yang tidak mengharuskan hakim untuk

mengikuti putusan-putusan hakim sebelumnya untuk perkara yang sama atau

mirip. Selain ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat juga digunakan

rekomendasi bersama Majelis Konvensi Paris dengan Sidang Umum WIPO

untuk menentukan keterkenalan suatu merek dan pendapat-pendapat ahli

hukum (doktrin) tentang merek terkenal. Tetapi pada akhirnya, pengadilanlah

yang memutuskan apakah merek tersebut merupakan merek terkenal atau

tidak sehingga semuanya itu tergantung dari pengetahuan masing-masing

hakim untuk memberikan pertimbangan hukum mengenai merek terkenal di

dalam putusannya.

B. Saran

1. Pemerintah Indonesia diharapkan konsisten dengan kewajiban internasional

dalam hal perlindungan hukum terhadap merek terkenal sesuai asas dalam

hukum internasional yaitu asas pacta sunt servanda karena Indonesia telah

Page 5: S2-2014-309661-chapter5

109

meratifikasi Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs sehingga Indonesia sudah

harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian tersebut.

2. Direktorat Merek harus meningkatkan kemampuan dan kualitas sumber daya

manusianya khususnya pemeriksa merek dalam melakukan proses filterisasi

pada saat mengajukan pendaftaran merek agar lebih profesional di bidangnya

melalui program pelatihan, seminar dan pemanfaatan teknologi informasi

tentang merek terkenal, misalnya membuat daftar nama-nama merek yang

diklasifikasikan sebagai merek terkenal.

3. Direktorat Merek khususnya pemeriksa merek diharapkan lebih berhati-hati

dalam menerima pendaftaran merek dan menolak permintaan pendaftaran

merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan merek terkenal, sebagai upaya preventif yang bersifat pencegahan

sehingga dapat meminimalisasi terjadinya sengketa-sengketa pelanggaran

merek terkenal.

4. Pemerintah agar segera membuat suatu peraturan pemerintah tentang merek

terkenal sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 6 ayat (2) UU Merek.

Peraturan pemerintah ini ditujukan untuk menjamin adanya kepastian hukum

dan memudahkan aparat yang berwenang untuk memilah-milah mana yang

dapat dikatakan sebagai merek terkenal dan mana yang tidak. Kebutuhan akan

peraturan pemerintah ini bukan saja dapat menjadi bukti keseriusan

pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap merek terkenal

melainkan juga kemauan pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-

undang (konstitusi). Dengan peraturan pemerintah ini diharapkan akan

Page 6: S2-2014-309661-chapter5

110

menjadi pedoman bagi penegak hukum dalam menafsirkan dan

mengklasifikasikan merek terkenal.

5. Para hakim haruslah mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai merek

terkenal dengan cara memberikan pelatihan, seminar, diskusi, lokakarya dan

sebagainya agar tidak terjadi perbedaan penafsiran dan timbulnya

keseragaman persepsi terkait kriteria merek terkenal antara hakim yang satu

dengan hakim yang lainnya, karena dalam menentukan suatu merek dikatakan

sebagai merek terkenal atau tidak tergantung pada penilaian subjektif dari

masing-masing hakim yang mengadili perkara merek terkenal; dan dalam

memberikan pertimbangan hukum mengenai kriteria merek terkenal sangat

dipengaruhi oleh pengetahuan dari masing-masing hakim tersebut.