Russo-Japan Border Dispute

22
PENDAHULUAN Jepang dan Rusia adalah dua negara yang memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Asia-Pasifik. Rusia merupakan salah satu negara Barat pertama yang pernah melakukan kontak langsung depan Jepang. Hubungan diplomatik mereka berjalan dengan lancar hingga awal abad ke-20 di mana pecah peperang di Manchuria. Hubungan mereka pun mengalami penurunan drastis, ditambah lagi dengan pernyataan perang Rusia pada akhir Perang Dunia II. Kini, hubungan diplomatik kedua negara tersebut masih menghadapi banyak hambatan, salah satunya adalah sengketa perebutan kepemilikan Kepulauan Kuril bagian selatan. Kepulaun Kuril yang terdiri dari beberapa pulau besar dan puluhan pulau-pulau kecil sama-sama dianggap sebagai wilayah penting bagi Rusia maupun Jepang. Kasus sengketa Kepulauan Kuril seringkali dianggap sebagai hambatan terbesar hubungan diplomatik Jepang maupun Rusia. Persengketaan ini telah terjadi begitu lama, bahkan lebih dari lima puluh tahun. Banyak pihak menyayangkan ketidakmampuan Jepang dan Rusia untuk menyelesaikan sengketa Kepulauan Kuril. Hal ini pun cukup menimbulkan ketegangan antara pemerintah kedua negara. Yang paling dirugikan tentunya penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan Kepulauan Kuril. Melalui makalah ini, kami pertama-tama menguraikan inti permasalahan persengketaan Kepulauan Kuril. Kemudian, akan dijelaskan pula langkah-langkah diplomasi bilateral apa yang telah dilakukan kedua negara tersebut. Pertanyaan yang akan 1

Transcript of Russo-Japan Border Dispute

Page 1: Russo-Japan Border Dispute

PENDAHULUAN

Jepang dan Rusia adalah dua negara yang memiliki pengaruh yang kuat di wilayah

Asia-Pasifik. Rusia merupakan salah satu negara Barat pertama yang pernah melakukan

kontak langsung depan Jepang. Hubungan diplomatik mereka berjalan dengan lancar hingga

awal abad ke-20 di mana pecah peperang di Manchuria. Hubungan mereka pun mengalami

penurunan drastis, ditambah lagi dengan pernyataan perang Rusia pada akhir Perang Dunia

II. Kini, hubungan diplomatik kedua negara tersebut masih menghadapi banyak hambatan,

salah satunya adalah sengketa perebutan kepemilikan Kepulauan Kuril bagian selatan.

Kepulaun Kuril yang terdiri dari beberapa pulau besar dan puluhan pulau-pulau kecil

sama-sama dianggap sebagai wilayah penting bagi Rusia maupun Jepang. Kasus sengketa

Kepulauan Kuril seringkali dianggap sebagai hambatan terbesar hubungan diplomatik Jepang

maupun Rusia. Persengketaan ini telah terjadi begitu lama, bahkan lebih dari lima puluh

tahun. Banyak pihak menyayangkan ketidakmampuan Jepang dan Rusia untuk

menyelesaikan sengketa Kepulauan Kuril. Hal ini pun cukup menimbulkan ketegangan antara

pemerintah kedua negara. Yang paling dirugikan tentunya penduduk yang tinggal di wilayah

perbatasan Kepulauan Kuril.

Melalui makalah ini, kami pertama-tama menguraikan inti permasalahan

persengketaan Kepulauan Kuril. Kemudian, akan dijelaskan pula langkah-langkah diplomasi

bilateral apa yang telah dilakukan kedua negara tersebut. Pertanyaan yang akan kami jawab

dalam makalah ini adalah sejauh mana diplomasi bilateral dilakukan oleh Rusia maupun

Jepang untuk menyelesaikan sengketa Kepulauan Kuril.

1

Page 2: Russo-Japan Border Dispute

I

Sejarah Singkat Sengketa Kepulauan Kuril Antara Jepang dan Rusia

(http://www.menasborders.com/menasborders/border_focus/Kuril_Islands.aspx)

Kepulauan Kuril di wilayah Rusia, Oblast Sakhalin, membentuk kepulauan gunung

berapi yang membentang sekitar 1.300 km (810 mi) timur laut dari Hokkaido, Jepang, ke

Kamchatka, Rusia, memisahkan Laut Okhotsk dari Samudra Pasifik Utara. Orang Jepang

menyebutnya Chisima Rettou yang berarti Kepulauan Seribu. Kepulauan ini terdiri dari 56

pulau dan beberapa pulau karang lainnya. Luas lahan total sekitar 15.600 kilometer persegi

(6.000 sq mi) dan total populasi sekitar 17.000 1. Penduduk awal di Kepulauan Kuril adalah

suku Ainu yang telah bermigrasi dari wilayah utara Asia. Sekarang tidak ada satu pun orang

dari suku Ainu yang tinggal di Kepulaun Kuril. Semua pulau-pulau berada di bawah

yurisdiksi Rusia, tetapi Jepang mengklaim dua pulau besar selatan sebagai bagian dari

wilayahnya, serta Shikotan dan pulau Habomai, yang telah menyebabkan sengketa

Kepulauan Kuril yang sedang berlangsung.2

Persengketaan Kepulauan Kuril atau Persengkataan Teritorial Utara adalah

persengketaan antara Jepang dan Rusia atas kedaulatan Kepulauan Kuril Selatan. Kedua

negara ini memperebutkan kedaulatan empat buah pulau paling selatan dari Kepulauan Kuril,

1 diambil dari <http://www.sakhalin.ru/Engl/Region/geography.htm>, diakses pada 10 Maret 20112 “Kuril Islands: Factfile,” Telegraph <http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/japan/8101395/Kuril-Islands-factfile.html>, diakses pada 10 Maret 2011

2

Page 3: Russo-Japan Border Dispute

yaitu Pulau Iturup, Shikotan, Habomai, dan Kunashir. Rusia (dulu Uni Soviet) menduduki

pulau-pulau yang disengketakan dalam Operasi Ofensif Strategis Manchuria pada akhir

Perang Dunia II. Pulau-pulau yang disengketakan sekarang berada di bawah administrasi

Rusia sebagai Distrik Kuril Selatan, Oblast Sakhalin, namun diklaim Jepang sebagai bagian

dari Jepang yang disebut Wilayah Utara atau Chishima Selatan di bawah administrasi

Subprefektur Nemuro, Prefektur Hokkaido.

Perjanjian Rusia-Jepang pertama yang berhubungan dengan status Sakhalin dan

Kepulauan Kuril adalah Shimoda Treaty atau Treaty of Commerce, Navigation and

Delimitation (1855) yang pertama kali menjalinkan hubungan resmi antara Rusia dan Jepang.

Pasal 2 Perjanjian Shimoda menyatakan "Selanjutnya batas antara kedua negara akan terletak

antara pulau Etorofu dan Uruppu. Seluruh Etorofu harus milik Jepang; dan Kepulauan Kuril,

yang terletak di sebelah utara dan termasuk Urup, akan menjadi milik Rusia.” Pulau

Kunashir, Shikotan dan Kepulauan Habomai, yang terletak di sebelah selatan Iturup, tidak

secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian dan dianggap sebagai pulau-pulau yang tidak

disengketakan.

Perang Rusia-Jepang tahun 1904-1905 yang memperebutkan Manchuria adalah

sebuah titik balik hubungan Rusia-Jepang. Perjanjian Portsmouth (1905), menyimpulkan

pada akhir perang ini, memberikan setengah selatan Pulau Sakhalin ke Jepang.3 Kepulauan

Kuril diambil alih sepenuhnya oleh Uni Soviet antara 28 Agustus hingga 5 September 1945,

setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus. Selanjutnya pada

tahun 1951, Perjanjian San Francisco antara Sekutu dan Jepang secara resmi ditandatangani

oleh 49 negara. Jepang dinyatakan tidak memegang kedaulatan untuk Pulau Kuril tapi juga

perjanjian itu tidak pihak mana yang memiliki Kepuluan Kuril. Pada akhirnya, Uni Soviet

tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Hingga sekarang, kedua belah pihak telah

berkali-kali mengadakan perjanjian dan pembicaraan mengenai masalah ini. Sengketa atas

kepemilikan Kepulauan Kuril dianggap sebagai halangan terbesar hubungan diplomatik

Rusia dan Jepang.

II

Kepemilikan Kepulauan Kuril Berdasarkan Sudut Pandang Jepang

3 M. Ito, “Russian-held Issels: So Near, So Far,” Japan Times, 18 Januari, 2011 <http://search.japantimes.co.jpcgi-bin/nn20110118i1.html>, diakses pada 10 Maret 2011

3

Page 4: Russo-Japan Border Dispute

Jepang menyebut wilayah Kepulaun Kuril (Pulau Iturup, Kunashir, Shikotan, dan

Habomai) sebagai Wilayah Utara (Northern Territories atau Hoppou Ryoudou dalam bahasa

Jepang). Keempat pulau tersebut pun menjadi bagian dari kepentingan ekonomi Jepang.

Pulau Iturup dan Kunashir memiliki hutan yang mengandung endapan timah, seng, tembaga,

nikel, logam dan masih banyak lagi.4 Sehingga, pulau-pulau ini dapat menjadi suplai yang

cukup pentingbagi pulau Hokkaido. Tidak aneh apabila Jepang mempertahankan klaim

persengketaan terhadap kepulauan kuril ini. Kepulauan ini pun dikatakan sebagai salah satu

dari tiga kepulauan di dunia yang diberkati oleh sumber daya alam laut yang sangat

melimpah dan juga ikan-ikan yang bernilai harga sangat tinggi. Daeran ini juga diduga

mengandung cadangan titanium, nikel, tembaga, kromium, vanadium dan niobium. Meskipun

para nelayan kaya pasti sangat tertarik untuk memasuki kepulauan ini, karena begitu

banyaknya ikan-ikan laut bernilai tinggi.

Tidak hanya karena sumber daya alam yang melimpah, Wilayah Utara telah menjadi

nilai simbolik bagi Jepang. Peran dari keempat pulau-pulau tersebut adalah sebagai tempat

untuk mengingat kepedihan Jepang dari kekalahan pada Perang Dunia II. Beberapa hari

sebelum Jepang menyerah kalah kepada Sekutu, Uni Soviet menyatakan perang terhadap

Jepang dan mulai menginvasi keempat pulau tersebut. Jepang menggap bahwa Rusia

(sebelumnya Uni Soviet) telah melakukan ketidakadilan terhadap klaim Jepang pada empat

pulau tersebut.

Berdasarkan sejarah, Jepang percaya bahwa sejak awal Wilayah Utara masuk ke

dalam naungan Jepang. Wilayah tersebut pada awalnya dikuasai oleh klan Matsumae. Karena

lokasi wilayah kekuasaan mereka yang sangat berbatasan dengan Rusia, maka merekalah

orang Jepang pertama yang melakukan kontak dengan orang Rusia. Selanjutnya, batas

wilayah Jepang-Rusia ditegaskan dalam Shimoda Treaty pada tahun 1855 di mana Jepang

mendapat kedaulatan penuh atas Pulau Irutup, Kunashir, Shikotan dan Habomai. Setelah

pecah perang antara Rusia dan Jepang yang memperebutkan wilayah Manchuria pada tahun

1904, hubungan kedua negara tersebut memang memburuk. Keadaan ini diperparah setelah

Wilayah Utara diinvasi oleh tentara Uni Soveit pada tahun 1945.

4 B. Williams, Resolving the Russo-Japan Territorial Disputes: Hokkaido-Sakhalin Relations (Routledge, 2007), hal. 21.

4

Page 5: Russo-Japan Border Dispute

Di Jepang sendiri terdapat ‘Northern Territories Syndrome’ (‘Hoppou Ryoudou

Shoukougun’) yang telah dikembangkan kepada para penduduknya.5 Wilayah Utara telah

menjadi aspirasi Jepang dan menjadi tujuan nasional seluruh bangsanya. Sengketa Kepulauan

Kuril ini memiliki perjalanan panjang diatas kehidupan ekonomi, politik, dan kehidupan

sosial di masyarakat Hokkaido yanag terletak berdekatan dengan keempat pulau itu.

Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945, belasan ribu

penduduk Jepang masih berada di Wilayah Utara yang diambil alih kembali oleh Rusia.

Pengembalian penduduk Jepang tidak dilakukan secara langsung dan dipercaya telah terjadi

penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan oleh para tentara Uni Soviet kepada penduduk

Jepang. Hal ini menimbulkan rasa ketidakpercayaan Jepang terhadap Rusia.

Hingga kini, pemerintah dan masyarakat Jepang berpegang kepada Shimoda Treaty.

Pemerintah Jepang menganggap Shimoda Treaty sebagai kesepakatan sah atas batas-batas

wilayah Jepang-Rusia. Hal ini ditekankan pula oleh pemerintah Jepang melalui

kementeriannya. Ministry of Foreign Affair of Japan (MOFA) menyatakan sebuah dokumen

Rusia menyebutkan bahwa hingga jatuhnya kekaisaran Rusia, perbatasan Jepang-Rusia

mendasar kepada perjanjian tahun 1855 dan 1905 (setelah kemenangan Jepang dari Rusia

atas wilayah Manchuria) yang menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut adalah milik

Jepang.6

Pemerintah Jepang telah meminta warga Jepang untuk tidak masuk ke Wilayah Utara

tanpa menggunakan visa untuk mengunjungi sampai masalah teritorial terselesaikan. Selain

itu, Jepang tidak bisa membiarkan aktivitas di kepulauan, termasuk aktivitas ekonomi dengan

pihak ketiga yang dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran yurisdiksi Rusia, atau

mengizinkan kegiatan yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa Rusia telah memiliki

yurisdiksi di Wilayah Utara. Jepang mengambil langkah untuk memastikan bahwa hal ini

tidak terjadi.

III

Kepemilikan Pulau Kuril Berdasarkan Sudut Pandang Rusia

5 B. Williams, Resolving the Russo-Japan Territorial Disputes: Hokkaido-Sakhalin Relations (New York, 2007), hal. 23.6 The Kurile Islands Dispute <http://www1.american.edu/ted/ice/kurile.htm>, diakses pada 8 Maret 2011

5

Page 6: Russo-Japan Border Dispute

Rusia menganggap keberadaaan Pulau Iturup, Shikotan, Kunashir, dan Habomai

sebagai gerbang yang sangat penting bagi perekonomian Rusia. Sama halnya dengan Jepang,

Rusia menganggap bahwa Kepuluan Kuril memiliki kekayaan serta sumber daya alam yang

banyak dan bernilai jual tinggi. Melepas keempat pulau tersebut ke tangan Jepang berarti

kehilangan lahan perikanan yang begitu besar. Rusia juga termasuk negara Barat pertama

yang mengadakan kontak dengan Jepang. Penjelajah Rusia mencapai daerah pantai di

wilayah timur jauh dengan melalui hutan-hutan di Siberia pada tahun 1790-an. Dari sana,

mereka masuk ke Pulau Sakhalin, Kepulauan Kuril, kemudian Hokkaido. Pada tahun 1792 di

Hokkaido lalu pada tahun 1804 di Nagasaki, pedagang Rusia berusaha meyakinkan Shogun

Tokugawa untuk membuka hubungan perdagangan tetapi ditolak dengan halus. Hal ini

memicu rangkaian kekerasan. Tahun 1806-1807, tentara Rusia menyerang penduduk

Hokkaido, Sakhalin, dan Iturup.7

Meski demikian, pada tahun 1855, Rusia menandatangani Shimoda Treaty yang

berarti mengakui Jepang sebagai pemilik Pulau Iturup, Shikotan, Kunashir, dan Habomai.

Akan tetapi, muncul ketidaksetujuan dari beberapa pihak di Rusia karena mereka

menganggap bahwa Rusia-lah yang justru berhak memiliki keempat pulau tersebut.

Berdasarkan sejarah, para penjelajah Rusia adalah orang-orang yang paling pertama

menemukan Kepulauan Kuril. Kekalahan Rusia pada perang tahun 1904-1905 merupakan

titik awal memburuknya hubungan Rusia dengan Jepang. Ditambah lagi, pada tahun 1945

akhirnya Rusia (dulu Uni Soviet) berhasil menduduki keempat pulau tersebut selama Operasi

Strategi Penyerangan Manchuria. Selanjutnya, dalam tiga tahun ke depan, Rusia berhasil

mengusir penduduk Jepang di kepulaun tersebut melalui berbagai cara termasuk kekerasan.

Berbeda dengan Jepang yang berpatokan pada Shimoda Treaty, Rusia menganggap

batas negara mereka adalah sesuai dengan keadaan tahun 1945. Rusia beranggapan bahwa

Shimoda Treaty tidak berlaku setelah kekalahan Rusia atas Jepang pada tahun 1905. Dengan

diserangnya tentara Rusia oleh Jepang, maka hubungan bilateral kedua negara tersebut putus

sehingga berbagai perjanjian yang dibuat sebelumnya batal. Rusia juga menggunakan hasil

perjanjian Konferensi Yalta sebagai dasar hukum untuk mempertahankan keempat pulau itu.

Konferensi Yalta menyatakan bahwa kepulauan Kuril merupakan bagian dari Rusia, di mana

Jepang menolak konferensi tersebut.

Kepulauan Kuril sekarang seluruhnya berada di bawah pemerintahan Rusia. Jumlah

penduduk Rusia yang tinggal di sana mencapai 17.000 jiwa. Pada November 2010, Presiden

7 A. Gordon, A Modern History of Japan: From Tokugawa Times to the Present (New York, 2003), hal. 48. 6

Page 7: Russo-Japan Border Dispute

Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengunjungi Kepulauan Kuril. Medvedev adalah presiden

Rusia pertama yang menjejakkan kaki di kepulaun Kuril sejak Perang Dunia II. Beliau

pertama-tama mengunjungi Pulau Kunashir dan mengadakan dialog bersama para penduduk

setempat.8 Pemerintah Rusia juga berjanji untuk membangun infrastruktur yang lebih baik

serta meningkatkan kesejahteraan penduduk Kepulauan Kuril sebagai bentuk tanggung jawab

Rusia terhadap kepemilikan wilayah tersebut. Kunjungan ini mendapat kecaman dari

pemerintah dan masyarakat Jepang.

Sebelumnya, Rusia sempat menangkap nelayan Jepang yang tengah menangkap ikan

di wilayah sengketa Kepulauan Kuril pada tahun 2007 bahkan menembak sebuah kapal

Jepang beberapa bulan sebelumnya.9 Rusia menyatakan bahwa kapal-kapal tersebut telah

masuk ke wilayah Rusia. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan di parlemen Jepang.

Akan tetapi Rusia tetap tidak memedulikan respon Jepang dengan alasan bahwa seluruh

Kepuluan Kuril berada di bawah administrasi Rusia.

IV

Diplomasi Jepang-Rusia Mengenai Sengketa Kepulauan Kuril

8 “Russian President Visits Disputed Kuril Islands,” BBC, 1 November, 2010 <http://www.bbc.co.uk/news/ world-asia-pacific-11663241>, diakses pada 14 Maret 20119 “Russian ‘Detain Japanese Boat,” BBC, 22 Januari, 2007 < http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/6285747.stm>, diakses pada 15 Maret 2011

7

Page 8: Russo-Japan Border Dispute

Pihak Jepang maupun Rusia telah sama-sama mengusahakan berbagai negosiasi untuk

membahas masalah Kepulauan Kuril. Mereka lebih menggunakan jalur diplomasi bilateral.

Diplomasi bilateral merupakan diplomasi internasional yang paling populer dalam dunia

internasional. Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya, biasanya berupa

kunjungan kenegaraan dan misi kedutaan besar.

Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi

Kedutaan Besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup Kedutaan Besar

terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara. Pemutusan hubungan diplomatik

merupakan bagian dari masalah politik dan kekerasan.10 Dengan diplomasi bilateral

komunikasi di antara negara-negara yang berkonflik tetap perlu dipertahankan karena

kebutuhan untuk meminimalisir akibat dari menurunnya hubungan diplomatik, atau sebagai

jalur untuk memulihkan hubungan formal.

Diplomasi bilateral yang menekankan kepada negosiasi serta pembahasan

penyelesaian sengketa Kepulauan Kuril tersebut telah dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun

lalu bahkan sebelum masa Perang Dunia II hingga sekarang. Berikut ini adalah diplomasi

yang telah dilakukan Rusia-Jepang.

Penandatanganan Shimoda Treaty (tahun 1855)

Rusia dan Jepang pertama kali melakukan hubungan diplomatik pada tahun ini. Pada

tahun yang sama, kedua negara tersebut menandatangani Treaty of Commerce, Navigation

and Delimitation (Shimoda Treaty) yang berisi perjanjian mengenai batas-batas negara.

Artikel 2 pada treaty tersebut menyebutkan bahwa perbatasan Rusia-Jepang berada di antara

Pulau Iturup dan Urup. Seluruh wilayah Pulau Iturup berada di bawah wilayah Jepang,

sementara Kepulauan Kuril, termasuk di dalamnya Pulau Urup hingga ke bagian utara,

merupakan wilayah Rusia. Perjanjian tersebut ditandatangani setelah negosiasi yang berjalan

lancar dan damai. Namun, muncul ketidaksetujuan dalam penandatanganan perjanjian

tersebut di mana beberapa pihak dari Rusia menyatakan bahwa secara historis, Rusia masih

dapat mengklaim bahwa Pulau Iturup, Kunashir, Shikotan, dan Habomai adalah milik mereka

karena Rusia-lah yang pertama kali menemukan serta mengeksplorasi pulau-pulau tersebut

pada awal abad ke-17. Orang-orang Rusia mulai tinggal di Iturup pada abad ke-18 meski

sebagian wilayahnya masuk ke dalam kekuasaan Shogun Tokugawa.

10 S. Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta, 2008)8

Page 9: Russo-Japan Border Dispute

Perjanjian Saint Petersburg (tahun 1875)

Pada tahun ini, Jepang dan Rusia menandatangani Perjanjian Petersburg yang

berisikan bahwa Jepang akan menghentikan semua tuntutan akan Pulau Sakhalin, dengan

penukaran Rusia memberikan semua hak Kepulauan Kuril kepada Jepang.

Perjanjian San Fransisco (tahun 1951)

Perjanjian perdamaian antara Jepang dan Sekutu ditandatangi di San Fransisco pada

tahun 1951. Uni Soviet hadir dalam konferensi tersebut tapi tidak ikut menandatangani

perjanjian. Dalam Perjanjian San Fransisco, terdapat beberapa poin mengenai wilayah

Kepulauan Kuril atau yang Jepang sebut sebagai Teritori Utara (Northern Territory). Poin

pertama menekankan kepada keinginan Jepang untuk menyatukan seluruh Kepulauan Kuril

dan Pulau Sakhalin ke wilayah mereka. Kepulauan Kuril yang disebutkan Jepang tidak

termasuk Iturup, Kunashir, Shikotan, ataupun Habomai (yang sejak awal memang sudah

termasuk wilayah Jepang). Menurut MOFA, dalam Perjanjian San Fransisco, AS juga

menyatakan bahwa perjanjian tidak memasukkan Pulau Habomai, Shikotan, Kunashir,

maupun Iturup yang merupakan wilayah Jepang. Berarti keempat pulau tersebut memang

telah dinyatakan sebagai wilayah Jepang. Poin kedua adalah bahwa kepemilikan Uni Soviet

terhadap bagian selatan Pulau Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan Teritori Utara tidak bisa

mendapatkan pengakuan dari masyarakat internasional. Uni Soviet sempat mengajukan

amandemen draft perjanjian tapi ditolak oleh konferensi. Sehingga, Uni Soviet pun tidak

menandatangani perjanjian.

Deklarasi Bersama Jepang dan Uni Soviet (Oktober 1956)

Perdana Menteri Hatoyama Ichiro adalah Perdana Menteri Jepang pertama yang

mengunjungi Uni Soviet. Kedua negara menandatangani Deklarasi Bersama Jepang dan Uni

Soviet, deklarasi ini resmi mengakhiri keadaan perang dan memulihkan hubungan diplomatik

di antara mereka. Dalam ayat 9 dari deklarasi, kedua negara setuju untuk melanjutkan

negosiasi untuk menyimpulkan perjanjian perdamaian dan Uni Soviet setuju untuk

memberikan Jepang Habomai dan Shikotan. Penyerahan sebenarnya pulau-pulau ini terjadi

setelah kesimpulan didapat dari perjanjian perdamaian.

Kunjungan Perdana Menteri Tanaka ke Uni Soviet (Oktober 1973)

9

Page 10: Russo-Japan Border Dispute

Selama Perdana Menteri Kakuei Tanaka di Uni Soviet pada Oktober 1973, Sekretaris

Jenderal Leonid Brezhnev menegaskan secara verbal bahwa isu Northwest Territories telah

disertakan dalam isu-isu yang belum terselesaikan sisa Perang Dunia II. Namun, tak lama

setelah itu, meskipun pernyataan oleh Sekretaris Jenderal Brezhnev, Uni Soviet berpendapat

tidak ada masalah teritorial antara kedua negara. Uni Soviet terus mengambil hak ini sampai

Mikhail Gorbachev menempati posisi Sekretaris Jenderal.11

Kunjungan Presiden Gorbachev ke Jepang (April 1991)

Pada bulan April 1991 Presiden Mikhail Gorbachev menjadi pemimpin Soviet

pertama yang mengunjungi Jepang dan menandatangani pernyataan bersama Jepang dan Uni

Soviet dengan Perdana Menteri Toshiki Kaifu. Ini adalah pertama kalinya Uni Soviet

mengakui secara tertulis bahwa empat pulau Etorofu, Kunashiri, Shikotan dan Habomai

merupakan suatu masalah teritorial.12

Kunjungan Presiden Yeltsin ke Jepang (Oktober 1993)

Deklarasi Tokyo yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Morihiro Hosokawa dan

Presiden Boris Yeltsin jelas mendefinisikan masalah teritorial sebagai pertanyaan atribusi

dari pulau Etorofu, Kunashiri, Shikotan dan Habomai. Deklarasi jelas menyatakan bahwa

Jepang dan Rusia harus menyimpulkan perjanjian damai melalui penyelesaian masalah

atribusi dari empat pulau dan sepenuhnya membina hubungan bilateral yang baik. Tercantum

juga pedoman negosiasi yang jelas: Northern Territories masalah harus diselesaikan (i)

berdasarkan fakta-fakta sejarah dan hukum, (ii) berdasarkan dokumen-dokumen yang

disepakati kedua belah pihak, dan (iii) berdasarkan prinsip-prinsip hukum dan keadilan.13

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Krasnoyarsk (November 1997)

Di Krasnoyarsk, Perdana Menteri Ryutaro Hashimoto dan Presiden Yeltsin sepakat

"untuk melakukan upaya maksimal untuk menyimpulkan sebuah perjanjian perdamaian pada

tahun 2000 berdasarkan Deklarasi Tokyo" (Perjanjian Krasnoyarsk).

11 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa. go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 201112 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa. go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 201113 Ibid

10

Page 11: Russo-Japan Border Dispute

KTT Kawana (April 1998) dan KTT Moskow (November 1998)

Pada bulan April 1998, Jepang membuat proposal untuk resolusi masalah teritorial,

“Kawana Proposal”. Sebagai tanggapan dari kunjungan Perdana Menteri Keizo Obuchi ke

Rusia pada bulan November 1998, Rusia membuat proposalnya, "Moscow Proposal." Setelah

gagal mencapai kesepakatan, kedua negara tidak dapat menyimpulkan suatu perjanjian

perdamaian pada akhir tahun 2000, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Krasnoyarsk.

KTT Irkutsk (Maret 2001)

Di Irkutsk, Perdana Menteri Yoshiro Mori dan Presiden Vladimir Putin

mendefinisikan Deklarasi Bersama Jepang-Soviet pada tahun 1956 sebagai titik awal dari

proses negosiasi untuk menyimpulkan perjanjian perdamaian dan mengkonfirmasi keabsahan

hukum secara tertulis untuk pertama kalinya sejak tahun 1960, ketika Uni Soviet secara

sepihak mengklaim untuk memodifikasi istilah Deklarasi Bersama Jepang-Soviet. Mereka

juga menegaskan kembali pengakuan bersama mereka itu, menurut Deklarasi Tokyo, sebuah

perjanjian perdamaian yang harus diselesaikan dengan memecahkan masalah atribusi dari

empat pulau (Irkutsk Statement).14

Kunjungan Perdana Menteri Koizumi ke Rusia (Januari 2003)

Perdana Menteri Junichiro Koizumi dan Presiden Putin mendukung Rencana Aksi

Jepang dan Rusia pada kesempatan kunjungan Perdana Menteri Koizumi ke Rusia pada bulan

Januari 2003. Rencana tersebut mengutip deklarasi bersama Jepang dan Uni Soviet pada

tahun 1956, Deklarasi Tokyo 1993 dan deklarasi Irkutsk pada tahun 2001 sebagai dasar bagi

perundingan perdamaian di masa depan.

Kunjungan Presiden Putin ke Jepang (November 2005)

Presiden Putin mengunjungi Jepang pada bulan November 2005 dan bertemu dengan

Perdana Menteri Koizumi. Untuk mengisi celah di posisi kedua belah pihak tentang masalah

teritorial, kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan upaya mereka untuk menemukan

14Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa.go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 2011

11

Page 12: Russo-Japan Border Dispute

solusi yang diterima kedua negara atas dasar perjanjian dan dokumen yang dibuat pada saat

ini.

Perkembangan sejak 2006

Dalam KTT APEC di Hanoi pada bulan November 2006, para pemimpin sepakat

bahwa Jepang dan Rusia harus membangun "sebuah kemitraan yang didasarkan pada

kepentingan strategis umum" dan melakukan negosiasi tentang masalah teritorial penuh

semangat dalam politik dan bekerja. Pembicaraan mengenai sengketa Jepang dan Russia juga

dibahas pada pertemuan KTT G8 di Heiligendamm di Jerman pada bulan Juni 2007 dan KTT

APEC di Sydney, Australia pada bulan September 2007, kedua pemimpin sepakat bahwa

mereka masing-masing akan memberikan instruksi untuk membuat kemajuan nyata dalam

proses negosiasi perjanjian damai, yang merupakan pilar penting bagi “Japan-Russia Action

Plan”, dan bahwa kedua belah pihak akan membuat usaha tambahan sekarang .15

Pada tahun 2010, Presiden Rusia Medvedev mengunjungi Kepulauan Kuril. Hal ini

memancing kemarahan Jepang, karena persengkataan wilayah ini belum mencapai hasil

kesepakatan. Mentri Luar Negeri Jepang Seiji Maehara menyesalkan kunjungan ini yang

dianggap dapat mencederai hubungan Jepang dan Rusia karena dianggap membawa muatan

politik dalam kunjungannya. Namun hal ini dibantah oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei

Lavrov, bahwa kunjungan ini hanya kunjungan biasa seorang presiden ke wilayah

negaranya.16

Pada awal 2011, serombongan menteri Rusia, termasuk salah satunya Menteri

Pertahanan Anthony Serdyukov mengadakan inspeksi fasilitas militer Rusia di Kepulauan

Kuril, padahal sebelumnya Jepang telah melakukan protes diplomatic berulang kali, namun

tetap diabaikan.

Selain negosiasi-negosiasi di atas, Rusia dan Jepang juga telah mengusahakan

berbagai macam kerjasama yang diperuntukkan bagi bagi penduduk yang tinggal di Pulau

Iturup, Shikotan, Habomai, dan Kunashir.

Kunjungan Non-Visa

15 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa.go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 201116 E. Patanistik, “Hubungan Rusia-Jepang Menegang,” Kompas, 10 November, 2010 <http://internasional.kompas.com/read/2010/11/01/13264777/Hubungan.Rusia-Jepang.Menegang>, diakses pada 12 Maret 2011

12

Page 13: Russo-Japan Border Dispute

Kedua negara telah mendirikan tiga frame untuk kunjungan warga Jepang di

Northwest Territories: (a) program pertukaran non-visa bagi keempat pulau: Dalam program

ini, hingga resolusi tercapai, warga Jepang dan Rusia di pulau boleh saling mengunjungi

tanpa paspor atau visa. Program ini bertujuan untuk mempromosikan rasa saling pengertian

dan membantu menyelesaikan masalah teritorial. (b) Kunjungan bebas: program ini dilihat

melalui perspektif kemanusiaan, kunjungan ke Northwest Territories oleh warga Jepang yang

mantan penduduk pulau dan keluarga mereka akan dibuat sesederhana mungkin. (c)

Kunjungan ke makam: program ini juga ditinjau dari perspektif kemanusiaan, warga Jepang

boleh mengunjungi makam di Northern Teritories dengan kartu identitas. Dengan

menggunakan kerangka kerja ini, ada banyak kunjungan bersama oleh warga Jepang dan

warga Rusia.17

Bantuan Kemanusiaan Bagi Warga

Pemerintah Jepang memperluas bantuan sesuai dengan apa yang dibutuhkan bagi

warga Rusia di pulau-pulau. Ini termasuk menerima pasien medis dan menyediakan bantuan

kemanusiaan sesuai dengan kebutuhan.

Kerjasama di Daerah Sekitarnya antara Jepang dan Rusia, Termasuk Wilayah Utara

Pada pertemuan puncak di Jepang dan Rusia pada bulan Juli dan November 2006,

sebuah langkah yang juga akan membantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan

untuk perdamaian dalam perundingan perjanjian. Berdasarkan perjanjian ini akhirnya pada

saat kunjungan Perdana Menteri Rusia Mikhail Fradkov ke Jepang ada bulan Februari 2007

telah disepakati bahwa kedua negara akan bekerja sama di bidang pencegahan bencana

seperti penanggulangan gempa bumi dan tsunami di zona perbshiatasan antara mereka,

termasuk wilayah utara.

KESIMPULAN

Kasus perebuatan empat pulau (Iturup, Shikotan, Kuashir, Habomai) yang merupakan

bagian dari Kepulauan Kuril telah menjadi kasus yang menahun antara Jepang dan Rusia.

Berulang kali diadakan perjanjian damai, namun belum berhasil menciptakan perdamaian

yang sesungguhnya antara Jepang dan Rusia. Jepang menganggap kepulauan Kuril

17 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa.go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 2011

13

Page 14: Russo-Japan Border Dispute

merupakan bagian wilayahnya, sedangkan Rusia beranggapan bahwa mereka yang pertama

kali menemukan Kepulauan Kuril tersebut. Kepulauan Kuril yang pernah masuk ke wilayah

Shogun Tokugawa dan Shimoda Treaty tahun 1855 juga menguatkan argumen Jepang atas

kepemilikan bagian dari kepulauan Kuril. Namun Rusia tidak tinggal diam, mereka terus

mengklaim bahwa mereka yang pertama kali menemukan kepulauan tersebut dan tentara

mereka telah berhasil menguasai kepulauan ini di akhir Perang Dunia II.

Kepulauan Kuril memang tidak terlalu mencolok dalam penampakannya. Seperti

kebanyakan sengketa wilayah, kepulauan Kuril memang memiliki sumber daya alam yang

cukup menjanjikan. Kuril memiliki sumber daya alam mineral dan ikan yang kaya, dan

kemungkinan cadangan minyak dan gas. Hal ini juga yang menarik perhatian kedua negara

yang bersengketa, karena mereka hendak mengekspolitasi kekayaan sumber daya Kuril

tersebut.

Praktek diplomasi bilateral yang dilakukan kedua negara, Jepang dan Rusia dalam

menyelesaikan kasus ini seringkali menguap begitu saja. Hal ini dikarenakan masing-masing

pihak bersikukuh dengan pendapatnya sendiri. Belum ada kesepahaman pemikiran dari

masing-masing pihak yang bertikai. Jelas ini mempersulit proses sepakat dalam berbagai

perjanjian yang dibuat.

Untuk dapat menyelesaikan persengketaan ini, tentunya kedua belah pihak harus

memiliki kesamaan pandangan. Konsep diplomasi yang juga menyanjung tinggi win-win

solution hanya dapat terlaksana bila masing-masing pihak rela mengorbankan

kepentingannya sendiri, dan bersedia membaurkan kepentingannya sehingga dapat tercipta

kata sepakat.

14