Rumusan Kebijakan Pengelolaan an Di Kalimantan Timur

download Rumusan Kebijakan Pengelolaan an Di Kalimantan Timur

of 32

Transcript of Rumusan Kebijakan Pengelolaan an Di Kalimantan Timur

RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERBATASAN DI KALIMANTAN TIMUR

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership) 2011

RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERBATASAN DI KALIMANTAN TIMUR

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership) 2011

RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERBATASAN DI KALIMANTAN TIMUR

Tim Pengkaji: Dr. Ir. Suyadi, MS, Universitas Mulawarman Dr. Fitriadi, SE. MS , Universitas Mulawarman Dr. Ir. Daroni, MS, BPKP2DT Achmad Zaini, SP. M.Si, Center for Community Empowerment and Economic (C-FORCE) Editor: Dr. (Cand) Agung Djojosoekarto Dr. (Cand) Rudiarto Sumarwono Cucu Suryaman, S.S, M.Si Rosalia Eveline

Edisi Pertama: Cetakan Pertama, Mei 2011

ISBN 978-979-26-9656-1

Diterbitkan oleh: Kemitraan bagi Pembaruan Tata PemerintahanJl. Wolter Monginsidi No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, INDONESIA Phone +62-21-7279-9566, Fax. +62-21-720-5260, +62-21-720-4916 http://www.kemitraan.or.id

ii

KATA PENGANTARKondisi Umum, Potensi serta Model Pengelolaan Daerah Perbatasan di KaltimKawasan perbatasan suatu negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah negara. Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antar negara, yaitu: (1) Penetapan garis batas baik di darat maupun laut, (2) Pengamanan kawasan perbatasan dan (3) Pengembangan kawasan perbatasan. Wilayah perbatasan di Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun, secara umum pembangunan wilayah perbatasan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga (Malaysia). Wilayah geografis yang terletak di sepanjang garis perbatasan negara Republik Indonesia meliputi Kabupaten Nunukan, Malinau, Kutai Barat, sedangkan negara Malaysia meliputi Negara Bagian Sabah dan Sarawak. Panjang garis perbatasan 1.038 km dan batas antar daerah sepanjang 3.882,86 km berdasarkan ketetapan hukum tentang batas-batas wilayah negara sebagaimana ditetapkan dan disepakati kedua belah pihak. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibanding dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial. Permasalahan mendasar pembangunan di wilayah perbatasan adalah isolasi wilayah, sehingga berdampak terhadap kegiatan pengembangan kawasan pada seluruh bidang pembangunan, termasuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian dalam arti luas. Permasalahan pembangunan di kawasan perbatasan sangat erat berkaitan dengan masalah kedaulatan bangsa dan negara, kesejahteraan rakyat, perlindungan kepentingan masyarakat perbatasan yang masih tertinggal dan kurang terurus, serta lingkungan hidup.

iii

SOBERING, Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Penguatan Pemerintah DaerahPenyusunan rekomendasi kebijakan ini adalah salah satu kegiatan dari Proyek Strengthening of Border and Impoverished Regions Integrity and Governance (SOBERING) sebuah proyek kerjasama antara Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan dengan Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat di daerah perbatasan agar lebih maju, lebih baik dan lebih damai melalui penguatan pemerintah daerah. Di Kalimantan Timur, Proyek SOBERING dilaksanakan di Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malilnau dan Kabupaten Nunukan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan bottom-up serta melibatkan partisipasi dari masyarakat, civil society, akademisi, aparatur pemerintah mulai dari tingkat: desa, kecamatan, kabupaten (yang terpilih) serta provinsi Kalimantan Timur. Setelah melakukan kajian, pengembangan model serta pelaksanaan seminar daerah di Samarinda, Tim Peneliti Daerah Kaltim menyusun sebuah rekomendasi komprehensif yang terdiri dari 11 aspek terkait dengan pengelolaan daerah perbatasan di Kaltim, yaitu: 1) Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), 2)Peningkatan Akses dan Keamanan, 3) Interkoneksi dan Operabilitas Lintas Institusi, 4) Penguatan Kapasitas SDM Perbatasan (Capacity Building), 5) Pola Pengelolaan Batas dan Perbatasan Darat, 6) Pola Pengelolaan Batas Maritim, 7) Lingkungan dan Sumber Daya Alam, 8) Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi, 9) Pembangunan Sosial Budaya dan Pariwisata, 10) Pemekaran Wilayah dan, 11) Pola Transmigrasi. Mengingat arti strategis dan kompleksitas permasalahan kawasan perbatasan di Kaltim, maka pengelolaan kawasan ini memerlukan kerja kolektif dan koordinasi yang intensif dari berbagai pemangku kepentingan, baik di level nasional maupun daerah. Untuk itu, peranan lembaga-lembaga pemerintah lainnya di luar Badan Daerah Pengelola Kawasan Perbatasan Kaltim, Universitas Mulawarman, perguruan tinggi lain, dunia usaha/swasta, dan masyarakat sipil perlu terus ditingkatkan. Pengelolaan kawasan ini bukan saja hanya melibatkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur namun juga harus melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten khususnya Pemda Kabupaten Kutai Barat, Malilnau dan Nunukan.

iv

Penelitian, penyusunan model pengelolaan serta rekomendasi kebijakan daerah perbatasan dilakukan oleh Tim Daerah yang terdiri dari: DR. Ir. Suyadi, MS, Universitas Mulawarman; DR. Fitriadi, SE. MS , Universitas Mulawarman; DR. Ir. Daroni, MS, BPKP2DT; dan Achmad Zaini, SP. M.Si, Center for Community Empowerment and Economic (C-FORCE). Penelitian diadakan selama bulan Agustus-September 2010 dan pada tanggal 30 Oktober 2010 telah diadakan seminar daerah yang dilaksanakan di kantor Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Samarinda, Kalimantan Timur. Adapun finalisasi Rumusan Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur ini dilakukan oleh Tim Kemitraan yang terdiri dari: DR. (Cand.) Agung Djojosoekarto, Rudiarto Sumarwono, Cucu Suryaman, dan Rosalia Eveline. Kepada mereka semuanya, kami mengucapkan banyak terima kasih atas seluruh kontribusi keahlian, pengalaman serta komitmen yang sangat tinggi sehingga terselesaikannya penelitian, penyusunan model serta rekomendasi kebijakan pengelolaan daerah perbatasan di Kalimantan Timur ini. Semoga ini semua bermanfaat bagi upaya kita menyejahterakan masyarakat Indonesia khususnya mereka yang tinggal, bekerja serta mengabdikan hidupnya bagi republik ini, di wilayah yang sangat sulit, di daerah perbatasan di Kalimantan Timur. Jakarta, Mei 2011

Wicaksono Sarosa, Ph.D Direktur Eksekutif

v

Daftar IsiKATA PENGANTAR I. II. PENDAHULUAN DASAR PEMIKIRAN DAN PERTIMBANGAN (RATIONALE) REKOMENDASI iii 1

3 11 11 13 14 15 16 16 18 19 21 21 23 24

III. REKOMENDASI 3.1 Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) 3.2 Peningkatan Akses dan Keamanan 3.3 Interkoneksi dan Operabilitas Lintas Institusi 3.4 Penguatan Kapasitas SDM Perbatasan (Capacity Building) 3.5 Pola Pengelolaan Batas dan Perbatasan Darat 3.6 Pola Pengelolaan Batas Maritim 3.7 Lingkungan dan Sumber Daya Alam 3.8 Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi 3.9 Pembangunan Sosial Budaya dan Pariwisata 3.10 Pemekaran Wilayah 3.11 Pola Transmigrasi IV. PENUTUP

vi

RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERBATASAN DI KALIMANTAN TIMURI. PENDAHULUANPembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan bagian integral dari pembangunan kawasan perbatasan secara nasional. Oleh karena itu, pembangunan kawasan perbatasan di Kaltim harus sinkron dengan rencana pembangunan secara nasional. Namun sebaliknya, kebijakan pembangunan kawasan perbatasan secara nasional harus mengakomodir kebutuhan yang secara nyata dihadapi dalam pembangunan kawasan perbatasan di Kaltim. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 ditetapkan bahwa arah kebijakan pembangunan kawasan perbatasan nasional adalah mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Rumusan Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dalam pengembangan kawasan perbatasan meliputi: (1) Penyelesaian penetapan batas darat dan laut (wilayah kedaulatan/teritorial 12 mil) dan hak berdaulat/yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) landas kontinen; (2) Masyarakat yang produktif (pendidikan, kesehatan, keterampilan); (3) Pengembangan daerahdaerah perbatasan sebagai Pusat Kegiatan Stategis Nasional (PKSN); (4) Pertahanan darat dan laut yang kokoh; (5) Tetap menjaga kelestarian lingkungan; dan (6) Kelembagaan yang terpadu internal dan antarnegara. Kawasan perbatasan suatu negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah negara. Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antar negara, yaitu: (1) Penetapan garis batas baik di darat maupun laut; (2) Pengamanan kawasan perbatasan; dan (3) Pengembangan kawasan perbatasan. Wilayah perbatasan di Kaltim memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan

1

dan keamanan negara. Namun, secara umum pembangunan wilayah perbatasan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga (Malaysia). Wilayah geografis yang terletak di sepanjang garis perbatasan negara Republik Indonesia meliputi Kabupaten Nunukan, Malinau, Kutai Barat, sedangkan negara Malaysia meliputi Negara Bagian Sabah dan Sarawak. Panjang garis perbatasan + 1.038 km dan batas antar daerah sepanjang 3.882,86 km berdasarkan ketetapan hukum tentang batas-batas wilayah negara sebagaimana ditetapkan dan disepakati kedua belah pihak. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibanding dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial. Permasalahan mendasar pembangunan di wilayah perbatasan adalah isolasi wilayah, sehingga berdampak terhadap kegiatan pengembangan kawasan pada seluruh bidang pembangunan, termasuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian dalam arti luas. Permasalahan pembangunan di kawasan perbatasan sangat erat berkaitan dengan masalah kedaulatan bangsa dan negara, kesejahteraan rakyat, perlindungan kepentingan masyarakat perbatasan yang masih tertinggal dan kurang terurus, serta lingkungan hidup. Berdasarkan UU Nomor 43 tahun 2008, pengelolaan kawasan perbatasan merupakan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Guna memberikan analisis mendalam dan memberikan opsi-opsi yang terkait dengan permasalahan perbatasan di Indonesia, khususnya di Provinsi Kaltim, maka diperlukan sebuah dokumen rekomendasi kebijakan pengelolaan daerah perbatasan. Rekomendasi ini disusun berdasarkan kajian dan analisis terhadap hasil inventarisasi masalah perbatasan di Provinsi Kaltim, berbagai kebijakan yang ada berkenaan dengan pengelolaan perbatasan, serta dengan memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan analisis lingkungan strategis, baik regional, nasional, maupun global. Maksud dan tujuan penyusunan rekomendasi ini adalah dalam rangka memberikan masukan kepada pemerintah untuk melakukan arah kebijakan dan upaya-upaya pengelolaan kawasan perbatasan Indonesia khususnya Provinsi Kaltim ke depan.

2

II. DASAR PEMIKIRAN DAN PERTIMBANGAN (RATIONALE) REKOMENDASISelama berpuluh tahun kebelakang masalah perbatasan belum mendapat merhatian yang memadai dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial. Memang sejak tahun 1999-2004 mulai dicanangkan upaya meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di Kawasan Timur Indonesia, daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang kemudian diperbaiki dan dipertajam sasarannya dalam Program Pembangunan Nasional 2000-2004 melalui program pengembangan daerah perbatasan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain. Sasarannya adalah terwujudnya peningkatan kehidupan sosial-ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat, terkelolanya potensi wilayah, dan ketertiban serta keamanan kawasan perbatasan. Namun demikian sampai akhir tahun 2004 tidak tersusun suatu kebijakan nasional yang memuat arah kebijakan, dan strategi pengembangan kawasan perbatasan yang bersifat komprehensif integral, serta yang mengintegrasikan fungsi dan peran seluruh stakeholder perbatasan, baik di pusat maupun di daerah. Sehingga kawasan perbatasan tetap nampak terabaikan dan tertinggal. Arah pengembangan kawasan perbatasan kemudian dirumuskan dalam RPJPN 2005-2025 adalah meliputi (i) wilayah-wilayah perbatasan akan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward-looking menjadi outwardlooking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga; dan (ii) pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, dengan perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian (Armida S. Alisyahbana, 2010). Ironisnya atas arahan RPJPN tersebut terjadi euforia pembangunan kawasan perbatasan oleh berbagai sektor dan instansi Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan jangka menengah 2005-2009. Laporan Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri (2009) mencatat adanya

3

26 Kementerian/Lembaga yang memiliki program pembangunan di perbatasan melalui 72 program di tingkat Satuan Kerja (Satker) Eselon I. Akibatnya pembangunan kawasan perbatasan pun tetap tidak mendapatkan kemajuan yang berarti, malah berbagai isu dan kasus dari perbatasan cenderung meninggi, seperti pergeseran patok batas, pelanggaran batas kedaulatan, kejahatan lintas batas, menurunnya nasionalisme masyarakat perbatasan, dan terjadinya berbagai kegiatan ilegal di perbatasan, sementara masyarakat di perbatasan tetap miskin dan tertinggal. Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, antara lain mengamanatkan bahwa: (1) untuk mengelola batas wilayah negara dan mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, Pemerintah dan pemerintah daerah membentuk badan pengelola nasional dan badan pengelola daerah; (2) pelaksanaan kewenangan badan pengelola diatur dengan Peraturan Pemerintah; (3) badan pengelola bertugas: (a) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, (b) menetapkan rencana kebutuhan anggaran, (c) mengoordinasikan pelaksanaan, dan (d) melaksanakan evaluasi dan pengawasan; serta (4) adanya hubungan kerja antara badan pengelola nasional dan badan pengelola di daerah yang bersifat koordinatif. Secara kelembagaan Gubernur Provinsi Kaltim dengan cepat merespon kepentingan pembangunan kawasan perbatasan dengan membentuk Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal (BPKP2DT) sejak tahun 2009. Sedangkan Pemerintah Pusat terhitung tanggal 28 Januari 2010 telah terbentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2010, dan kemudian ditindak lanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja BNPP. Permasalahannya adalah: (1) bagaimana BNPP bisa efektif berjalan, (2) bagaimana BNPP dapat menyiapkan konsep Arah kebijakan dan Strategi pengelolaan perbatasan dalam waktu yang mendesak, (3) mungkinkah ada pihak lain, diluar pemerintah yang dapat membantu dan mendorong agar BNPP segera efektif berjalan dan memiliki acuan awal arah kebijakan dan rencana strategis pembangunan perbatasan sesuai amanat UU Nomor 43 tahun 2008. Memasuki RPJMN 2010-2014 Pemerintah melakukan penajaman prioritas pembangunan, yaitu melalui 11 prioritas nasional Kabinet

4

Indonesia Bersatu II, yang salah satunya adalah menempatkan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik. Arah kebijakannya adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional. Fokus sasarannya adalah: (1) penyelesaian dan penetapan batas wilayah negara; (2) peningkatan upaya pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum; (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan; (4) peningkatan pelayanan sosial dasar; dan (5) penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi. Semua rencana tersebut masih bersifat makro, dimana masih terdapat sebanyak 60 program di 29 Kementerian/Lembaga sehingga menimbulkan permasalahan sebagai berikut: 1. Aspek batas wilayah negara banyak menimbulkan dampak negatif, berbagai insiden di perbatasan, dan pelanggaran wilayah kedaulatan. Masalah-masalah pelanggaran hukum dan sulitnya penegakan hukum di perbatasan menjadi sulit dikelola dan memerlukan kerjasama antar negara. Demikian pula dengan implementasi pospos perbatasan dan fasilitasi custom, imigration and quarantine (CIQ) menjadi tidak optimal dan terkendala, akibatnya terjadi berbagai kegiatan ilegal lintas batas seperti: a) TANJUNG DATU : Hasil pengukuran bersama tidak sesuai, perlu pengukuran ulang.

b) GUNUNG RAYA : Garis batas G. Raya I & II, hasil joint survei tidak dapat disepakati oleh kedua pihak. c) G. JAGOI/S. BUAN : Kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan konvensi 1928.

d) BATU AUM : Penerapan arah & jarak tidak diterima oleh kedua belah pihak. e) f) Titik D400 : Hasil survei RI Malaysia tahun 1987/1988 tidak menemukan watershed. P. SEBATIK : kedua tim survei menemukan tugu di sebelah barat P. Sebatik berada pada bagian selatan posisi yang seharusnya (4o 10 LU), RI dirugikan.

g) S. SINAPAD : Muara S. Sinapad berada di sebelah utara dari lintang 4o 20 LU, tidak sesuai dengan konvensi 1891 dan 1915.

5

h) S. SEMANTIPAL : Pihak Malaysia komplain letak muara S. Simantipal (minta pengukuran ulang). i) j) 2. TITIK C500 C600 : Pihak Malaysia komplain watershed dipotong sungai. B2700 B3100 : Hasil ukuran bersama menunjukkan penyimpangan, Malaysia dirugikan.

Aspek ekonomi: Secara umum terdapat disparitas kondisi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi serta pelayanan publik yang kurang seimbang, baik antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur (pada kondisi nasional), maupun antara Indonesia dengan negara tetangganya. Cara pandang dan perlakuan terhadap daerah perbatasan di masa lalu menempatkan daerah perbatasan sebagai buffer zone pertahanan dan secara ekonomi terkesan diperlakukan sebagai halaman belakang yang tertinggal. Hal ini tidak terlepas dari sistem politik negara dimasa lalu yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan dengan latar belakang daerah konflik. Akibatnya pembangunan ekonomi tersisihkan oleh pandangan potensi ancaman dari luar terhadap kedaulatan dan keamanan wilayah. Pandangan ini memposisikan kawasan perbatasan sebagai security belt, dan aktivitas ekonomi praktis tidak berkembang. Penataan ruang disusun belum pro-rakyat, pro-poor, dan pro-perbatasan beranda depan negara. Akibat dari pandangan seperti itu berimplikasi pada kondisi ekonomi di perbatasan seperti tercermin dewasa ini, yaitu seperti: (i) sangat kurangnya infrastruktur ekonomi di perbatasan, baik transportasi, komunikasi, informasi, maupun perbankan. Terjadinya kesenjangan pembangunan baik di dalam negeri maupun dengan negara tetangga; (ii) ketersediaan prasarana dan sarana berkenaan dengan wilayah dan fasilitas sosialekonomi masih sangat kurang memadai; (iii) angka kemiskinan yang tinggi dengan jumlah keluarga yang pra-sejahtera yang tinggi pula jadi fenomena umum masyarakat perbatasan, dan; (iv) terisolasinya masyarakat perbatasan akibat rendahnya aksesibilitas kawasan perbatasan menuju pusat pertumbuhan dan pasar, baik melalui jalur darat, laut, maupun udara. Pembangunan di kawasan perbatasan sangat erat berkaitan dengan masalah kedaulatan bangsa dan negara, kesejahteraan rakyat, perlindungan kepentingan masyarakat perbatasan yang masih tertinggal dan kurang terurus, serta lingkungan hidup. Berbagai isu tentang batas wilayah negara dan pengelolaan

3.

6

kawasan perbatasan yang selama ini terjadi masih dianggap sebagai masalah defence-security dan law enforcement. Padahal di era damai dewasa ini permasalahan lebih menyangkut masalah prosperity, social-security dan kesetaraan terhadap akses perekonomian yang kurang perhatian. Cara pandang tersebut jelas harus diubah oleh pemerintah Indonesia agar ada acuan yang jelas dalam proses menyelesaikan penetapan batas-batas internasional dengan 10 negara, dan pengelolaan kawasan perbatasan hingga terwujudnya perbatasan sebagai beranda depan negara. 4. Sosial-budaya: Kualitas SDM yang relatif rendah membuat nilai keunggulan kompetitif masyarakat perbatasan khususnya di Provinsi Kaltim berakibat pada kendala dalam pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan. Pembangunan manusia di daerah perbatasan Kaltim tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rata-rata masih lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain dalam lingkup wilayah Provinsi Kaltim. Lebih lengkap tersaji dalam Tabel berikut.Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Daerah Perbatasan Kaltim Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 IPM Peringkat di Provinsi Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (%) Rata-rata lama sekolah (tahun) Pengeluaran per kapita riil (000Rp) Uraian Nunukan 73,38 7 71,30 93,41 7,45 637,56 Malinau 72,36 12 68,22 92,65 7,75 645,91 Kutai Barat 72,66 10 70,08 95,97 7,86 625,57 Rata-rata Kaltim 75,11 5 71,00 96,89 8,85 638,73

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010.

Kawasan perbatasan Kalimantan memiliki aksesibilitas yang lebih tinggi terhadap wilayah perbatasan Sabah maupun terhadap kota-kotanya. Sebaliknya aksesibilitas kawasan perbatasan Kaltim terhadap kota-kota di Kalimantan sangat rendah. Hal ini disebabkan kondisi infrastuktur dasar dan pelayanan publik baik di bidang pendidikan maupun kesehatan yang masih minim dan sebagian besar berada di ibukota kecamatan. Sementara kondisi wilayah antar kecamatan dan desa terpencar dan tersebar mempunyai

7

tingkat aksesbilitas yang sulit karena kondisi infrastruktur jalan yang tidak memadai, kalaupun ada membutuhkan biaya tinggi karena melalui sungai. Kondisi infrastuktur dasar dan pelayanan publik yang minim menyebabkan pula terjadinya kecenderungan perubahan orientasi kegiatan sosial ekonomi penduduk di wilayah Indonesia ke wilayah Malaysia. Demikian pula dalam hal kesehatan, masyarakat perbatasan Indonesia belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan karena jauhnya jarak pemukiman penduduk dengan fasilitas yang tersedia. Keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan masyarakat Indonesia, di sisi lain tersedia akses yang lebih mudah ke fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pasar di negara tetangga. Salah satu fakta aktual di lapangan adalah pelintas batas tradisional. Adanya kesamaan budaya, adat istiadat dan etnik menyebabkan terjadinya aktivitas pelintas batas tradisional secara ilegal dan sulit dicegah. Persamaan budaya dan adat istiadat masyarakat merupakan isu perbatasan antar negara yang telah lama teridentifikasi tetapi tetap masih selalu muncul dan belum dapat diatasi dengan baik oleh kedua negara. Elemen lainnya dari aspek sosial budaya adalah keberadaan tanah adat atau hak ulayat masyarakat. Di beberapa daerah perbatasan terdapat tanah-tanah adat/ulayat yang oleh tatanan hukum Indonesia diakui dan dihormati keberadaannya. Tanah ulayat tersebut sangat erat hubungannya dengan penghidupan sehari-hari masyarakat perbatasan, dan oleh karena tanah-tanah ulayat tersebut terdapat di kedua negara, maka pelintasan batas di luar pengetahuan administrator perbatasan menjadi tidak terkontrol. Mereka pun kurang terjangkau oleh administrasi kependudukan. Agar supaya kepentingan adat tersebut dapat terakomodasi secara legal menurut hukum masing-masing negara yang berbatasan, maka pengaturan khusus menjadi suatu keniscayaan. 5. Aspek pertahanan dan keamanan sangat erat hubungannya dengan status penyelesaian garis batas antar negara dan pembangunan di perbatasan. Isu yang sering muncul adalah pemindahan patok batas, kerusakan lingkungan, dan berbagai pelanggaran perbatasan, serta aktivitas ilegal lainnya. Hal lain mengenai isu tentang pertahanan di kawasan perbatasan Kaltim antara lain: (i) Adanya kegiatan penyelundupan barang dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI); (ii)

8

Rentannya persoalan yang berkait dengan nasionalisme penduduk karena kurangnya informasi yang masuk dari Indonesia; (iii) Rendahnya penegakan supremasi hukum, akibat sangat kurangnya tenaga penegak hukum (terutama polisi perbatasan), dan; (iv) Terbatasnya jumlah aparat serta prasarana dan sarana pendukung operasi lapangan dalam rangka pelaksanaan kegiatan pertahanan keamanan di perbatasan negara masih sangat kurang dan tidak sebanding dengan panjang garis batas yang harus diawasi. Terjadinya kegiatan-kegiatan ilegal dan pelanggaran hukum merupakan cerminan atas terbatasnya prasarana, sarana dan sumberdaya manusia di bidang pertahanan dan keamanan. Misalnya, kurangnya aparat Kepolisian dan TNI-AL beserta kapal patrolinya mengakibatkan lemahnya pengawasan di sepanjang garis perbatasan laut dan di pulau-pulau terluar. Selain itu, lemahnya penegakan hukum akibat adanya kolusi antara aparat dengan para pelanggar hukum menyebabkan semakin maraknya pelanggaran hukum. Di perbatasan darat sering terjadi berbagai pelanggaran hukum seperti: ilegal logging, trafficking in person, smuggling, dan berbagai tindakan trans-boundary crimes, serta kewarganegaraan ganda. Di perbatasan laut masih belum mampu mengawasi kejadian-kejadian: pembajakan dan perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia, pencurian ikan, dan pelanggaran wilayah kedaulatan oleh kapal/pesawat asing. Terdapat pula keterbatasan jumlah prasarana dan sarana lintas batas (PLB, PPLB, dan fasilitas CIQS) menyebabkan lemahnya pengawasan keamanan arus keluar-masuk orang dan barang yang berdampak kepada kerugian ekonomi dan dapat mengancam kedaulatan negara, yang disertai tumbuhnya berbagai kegiatan ilegal. 6. Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan: pemanfaatan SDA belum dikelola dengan baik, terencana dan berkelanjutan. Potensi SDA yang potensial dikelola di sepanjang kawasan perbatasan, antara lain: hutan, tambang, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan sumberdaya energi dan ekologi dan plasma-nuftah. Potensi lain adalah pelayanan jasa di perbatasan. Fakta di lapangan hingga kini masih banyak terjadi eksploitasi SDA yang sulit dikendalikan dan kurang memperhatikan keberlanjutan ekologi regional yang

9

kaya akan plasma-nuftah. Di beberapa kawasan perbatasan terjadi upaya pemanfaatan SDA secara ilegal dan tak terkendali, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup. Sering dilaporkan terjadinya polusi asap lintas batas, banjir, longsor, tsunami, dan degradasi pulau. Hal ini cukup sulit diatasi karena keterbatasan pengawasan pemerintah dan belum tegaknya supremasi hukum secara lugas, tegas, dan adil. Terdapat pula keterbatasan jumlah prasarana dan sarana lintas batas (PLB, PPLB, dan fasilitas CIQS) menyebabkan lemahnya pengawasan keamanan arus keluar-masuk orang dan barang yang berdampak kepada kerugian ekonomi dan dapat mengancam kedaulatan negara., yang disertai tumbuhnya berbagai kegiatan ilegal. Mendesaknya percepatan dan penanganan terhadap isu ini dikarenakan: (a) berbagai isu perbatasan terus bergulir dengan penanganan yang sporadik dan insidentil, berbagai pertemuan bilateral tentang perbatasan harus terus berjalan yang menghasilkan berbagai komitmen untuk kerjasama perbatasan, tetapi terus berlanjut tanpa kejelasan arahan; (b) Pemerintah Provinsi Kaltim, telah memiliki BPKP2DT, hal ini akan menjadi bom waktu kesemerawutan birokrasi dalam penanganan masalah perbatasan; (c) bagaimana mungkin semua bisa bekerja tanpa acuan nasional, sementara BNPP sendiri masih mempersiapkan rencana induk dan grand desain pengelolaan perbatasan yang sampai saat ini masih belum selesai. Komitmen pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten relatif tinggi terhadap percepatan pembangunan daerah perbatasan. Disamping peran pemerintah, lembaga internasional yaitu World Wildlife Fund (WWF) dengan programnya Heart of Borneo (HoB) juga berperan melaksanakan program khususnya isu lingkungan di Taman Nasional Kayan Mentarang yang luasnya membentang antara Kabupaten Malinau dan Nunukan. Peran pihak swasta yang berinvestasi di daerah perbatasan sebagian besar bergerak di bidang pertambangan dan perkebunan khususnya kelapa sawit. 7. Kerjasama antar negara: Salah satu aspek strategis dalam pengelolaan perbatasan negara adalah kerjasama antar negara, baik di forum bilateral, sub-regional, regional dan multilateral, untuk

10

membuka berbagai peluang besar dalam pengembangan kawasan perbatasan. Forum-forum kerjasama seperti ASEAN, IndonesiaMalaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia-MalaysiaThailand Growth Triangle (IMT-GT), Australia-Indonesia Development Area (AIDA), dan Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East Asian Growth Area (BIMP-EAGA) bertujuan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi, yang tentunya dapat dikaitkan dengan pembangunan di provinsi-provinsi perbatasan serta pembangunan kawasan perbatasan Indonesia. Di tingkat bilateral, khususnya berkenaan dengan pengelolaan batas wilayah negara, terdapat forum-forum Joint Management Comittee (JMC), Joint Border Comittee (JBC), Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia (Sosek Malindo), dan forum-forum technical committee antar negara, baik dalam rangka pemeliharaan tugu-tugu dan garis batas, pemetaan sepanjang koridor perbatasan, pembangunan pos lintas batas (PLB) dan pos pemeriksaan lintas batas (PPLB), patroli perbatasan bersama, pasar perbatasan, penanganan kejahatan lintas batas, survei demarkasi bersama, dan survei hidrografi bersama. Kerjasama antar negara juga sangat penting dalam penangkalan terorisme dan penanggulangan pelanggaran hukum di perbatasan, seperti trans boundary illegal trading, illegal logging, illegal fishing, human trafficking, dan berbagai kegiatan penyelundupan lainnya. Hingga saat ini masih sering terjadi berbagai kejadian tersebut baik melalui perbatasan darat maupun laut menandakan belum optimalnya kerjasama antar negara ini.

III. REKOMENDASI3.1 Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) 1. Masih kurangnya fasilitas gedung pendidikan dan kesehatan khususnya tingkat SMP dan SMA, rumah sakit dan puskesmas di kawasan perbatasan Kaltim. Perlunya kebijakan untuk meningkatkan jumlah gedung-gedung sekolah dan kesehatan beserta jumlah guru dan tenaga medis, dan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan.

11

2.

Kapasitas guru dan tenaga medis yang ditempatkan di kawasan perbatasan Kaltim akan dapat ditingkatkan produktivitasnya dan lebih kerasan bertugas di perbatasan dengan cara memberikan tunjangan khusus yang memadai. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu meningkatkan pengetahuan dasar melalui muatan kurikulum pendidikan tentang geografi, sejarah dan budaya Indonesia mulai dari tingkatan sekolah dasar hingga sekolah menegah, yang silabusnya disusun sesuai dengan stratanya dengan melibatkan para ahli pendidikan, geografi, antropologi, sejarah, dan kebudayaan Indonesia. Khusus di perguruan tinggi diberikan materi wawasan nusantara dan dinamika perjuangannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu menyelenggarakan upgrading secara berkala bagi para petugas dan pengawas perbatasan tentang aspek makro dan mikro dalam pengelolaan perbatasan. Khusus untuk Kaltim termasuk persiapan-persiapan untuk pemekaran wialayah, sebagai upaya memperpendek rentang kendali pengelolaan wilayah perbatasan, sehingga pengawasan terhadap keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lebih terjamin. Pemerintah dan pemerintah daerah harus giat memfasilitasi pola pertukaran guru, dosen, dan mahasiswa antar provinsi perbatasan untuk memberikan wawasan kebangsaan Indonesia. Hal ini perlu untuk mengurangi ketimpangan barat dan timur Indonesia, serta untuk meningkatkan pengetahuan tentang ke-Indonesiaan (Knowledge on Indonesia) sebagai bagian dari upaya National Character Building. Khusus untuk mahasiswa muatan ini dapat diakomodasi dalam program/ kegiatan kuliah kerja nyata, dengan fokus pertukaran diantara mahasiswa di Papua, Maluku, Sulawesi, Nusatenggara, Kalimantan, Jawa dan Sumatera. Penyelenggaraan festival budaya masyarakat perbatasan secara berkala difasilitasi oleh Pemerintah dan melibatkan seluruh stakeholder perbatasan. Sebagai upaya meningkatkan semangat nasionalisme dan kebanggaan menjadi warganegara Republik Indonesia.

3.

4.

5.

6.

12

7.

Di masing-masing wilayah perbatasan mempunyai komoditi spesifik lokasi yang berbeda dan menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat dan pendapatan keluarga. Namun tingkat produktivitas komoditi tersebut masih relatif rendah, sehingga diperlukan penguatan kelembagaan dan pelatihanpelatihan yang sesuai dengan komoditi yang dikembangkan. Peningkatan intensitas pembinaan, pendidikan dan pelatihan perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas komoditi dan penanganan pasca panennya

3.2

Peningkatan Akses dan Keamanan 1. Pemerintah perlu membuka dan mengatur sistem akses pengetahuan dan fisik tentang batas wilayah negara dan kawasan perbatasan kepada masyarakat (stakeholder perbatasan). Ketika negara memiliki keterbatasan SDM, kemampuan teknis, dan keuangan, maka negara perlu membuka ruang bagi pemerintah daerah, masyarakat dan organisasi non-negara untuk terlibat dalam pengelolaan perbatasan. 2. Pemerintah perlu membuka peluang kepada masyarakat (stakeholder perbatasan), melalui pengaturan sistem keamanan perbatasan, baik berkenaan dengan sistem mikro maupun sistem makro tentang batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Khusus untuk Kaltim dapat diinisiasi dengan pembangunan perkebunan yang jenis komoditinya disesuaikan dengan kondisi ekologis wilayah, dalam upaya penguatan ekonomi masyarakat yang bermakna bagi pertahanan negara. Pemerintah harus segera membuka dan/atau meningkatkan akses antar pulau dan/atau antar daerah untuk tidak terjadinya keterisolasian wilayah/daerah, melalui penyediaan infrastruktur perhubungan serta prasarana dan sarananya. Khusus daerah Kaltim diperlukan pembangunan jalan darat untuk mengatasi isolasi daerah dan mempercepat pembangunan di segala bidang. Pengelolaan akses dan keamanan perbatasan di abad 21 perlu memperhatikan faktor human and geospatial inteligent

3.

4.

13

berteknologi tinggi, dengan mengikut sertakan peran swasta dan NGO, namun dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan resiko atau untung-ruginya, baik menurut perhitungan ekonomi maupun perhitungan keselamatan negara. 3.3 Interkoneksi dan Operabilitas Lintas Institusi 1. Pemerintah dan BNPP perlu menyelenggarakan review secara komprehensif mengenai keberadaan berbagai komisi perbatasan, hasil-hasil dan perkembangannya. Untuk kemudian segera disusun arah kebijakan nasional dan strategi besar (grand strategy) dalam rangka pengelolaan dan pembangunan perbatasan. 2. Dari aspek kebijakan manajemen ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menjamin operasionalnya berbagai kebijakan terkait pengelolaan perbatasan, yaitu: (i) memperkuat fungsi dan kewenangan BNPP agar dapat bertindak sebagai fasilitator pembangunan kawasan perbatasan dengan cara mengkoordinasikan sumber daya dan keahlian yang tersebar di berbagai instansi pemerintah dan swasta secara sinergis, serta melakukan pengawasan secara intensif; (ii) memberikan fungsi dan kewenangan kepada Badan Pengelola Perbatasan tingkat Provinsi untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dengan pemberian otoritas administratif, eksekusi rencana program di wilayahnya, dan akses terhadap sumbersumber keuangan; dan (iii) memberi ruang bagi organisasi non-pemerintah (swasta dan NGO) untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola isu-isu perbatasan. Revitalisasi BPKP2DT Provinsi Kaltim agar dapat berperan lebih besar dalam mempercepat pembangunan di wilayah perbatasan. Salah satu persoalan mendasar dalam penanganan perbatasan adalah persoalan kelembagaan pengelola perbatasan. Penanganan perbatasan yang selama ini dilakukan oleh suatu lembaga atau forum dirasakan belum mencapai hasilhasil yang optimal. Tugas pokok Badan tersebut hanya sebatas fungsi koordinasi program, sementara dana dan pelaksana program dilaksanakan masing-masing SKPD yang sering belum

3.

14

terintegrasi antar satu program SKPD satu dengan lainnya. Belum lagi persoalan ego sektoral yang sering mengemuka dan tidak mudah melakukan koordinasi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah melakukan revitalisasi kelembagaan badan pengelola perbatasan yang mempunyai fungsi: 4. Administrasisecarategastentangkedudukannya Kewenanganmengelolaanggaran Kewenanganpelaksanaanprogram

Pemerintah dapat memberikan dukungan kebijakan dalam hal pelaksanaan legal trading yang menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk meningkatkan posisi tawar perdagangan produk-produk masyarakat yang dibutuhkan oleh negara tetangga, dalam upaya penguatan ekonomi masyarakat di perbatasan yang terisolasi pusat-pusat ekonomi dalam negeri (sebagai contoh perdagangan beras adan dari Krayan ke Brunei Darussalam dan Malaysia). Interkoneksi antar pulau melalui penyediaan infrastruktur perhubungan, serta prasarana dan sarananya sangat penting dan mendesak untuk segera disediakan pemerintah guna mengurangi tingkat disparitas pembangunan antar daerah, serta membuka inovasi dan pengembangan peluang pergerakan arus barang dan jasa yang seimbang secara nasional.

5.

3.4

Penguatan Kapasitas SDM Perbatasan (Capacity Building) Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi harus menyusun indikator Capacity Building di Provinsi Kaltim terutama berkenaan dengan kualitas SDM, pengetahuan dan pemahaman tentang aspek mikro dan makro batas negara, serta peningkatan daya saing daerah perbatasan baik dalam ukuran nasional maupun regional. Peningkatan kapasitas SDM diperlukan mengingat adanya ketimpangan pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia secara intrinsik geografi, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.

15

3.5

Pola Pengelolaan Batas dan Perbatasan Darat 1. Pengelolaan batas darat hendaknya dilaksanakan dengan memperhatikan aspek makro dan aspek mikro dari batas negara yang memiliki fungsi sebagai garis berawal dan berakhirnya kedaulatan dan/atau yurisdiksi sebuah negara. Aspek makro terkait dengan penyelesaian delimitasi dan demarkasi batas negara serta administrasi dan pemeliharaan batas itu sendiri. Aspek mikro berkenaan dengan fasilitasi dan penyelenggaraan kegiatan pengawasan bea-cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan (custom, imigration, quarantine, and security/CIQS). Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pelaksanaan hal ini dengan memperhatikan pembagian kerja antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, baik dalam pelaksanaan aspek mikro maupun aspek makro dari batas negara tersebut. 2. Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dan BNPP harus segera memfasilitasi berjalannya berbagai JBC dan JTC dengan negara tetangga secara efektif dan efisien dalam memperjuangkan kepentingan nasional, dan untuk menuntaskan berbagai persoalan terkait dengan pengelolaan bersama aspek mikro dan aspek makro batas negara. Dalam hal pengelolaan perbatasan darat di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kaltim dimana kondisi pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik kependudukan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja, serta penyediaan energi yang relatif tertinggal dibandingkan dengan di Sarawak dan Sabah, maka pemerintah harus memprioritaskan dan memfokuskan pembangunan penataan ruang daerah perbatasan dengan orientasi pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi secara substansial dengan memanfaatkan SDA yang kaya di Kaltim. Namun demikian dengan tidak mengesampingkan aspek pertahanan-keamanan dan kesinambungan lingkungan hidup, maka model pengelolaan yang disarankan adalah berbasis administrasi kabupaten dengan pola khusus.

3.

3.6

Pola Pengelolaan Batas Maritim 1. Kawasan perbatasan laut dapat terbentuk dari cluster aktivitas ekonomi yang berbasiskan sumber daya laut dan pesisir.

16

Kawasan perbatasan laut ini dihuni masyarakat pesisir yang hidupnya bertumpu pada budidaya laut untuk dipasarkan atau diproses ditempat lain. Dalam kawasan perbatasan laut ini, desa-desa pantai perlu dilengkapi dengan fasilitas untuk pengawetan dan penyimpanan hasil dari usaha budidaya kelautan. Petani yang melakukan budidaya laut (rumput laut, mutiara, teripang, tambak udang/ikan, dan lainnya) umumnya juga merupakan nelayan, sehingga fasilitas nelayan untuk keperluan nelayan juga harus disediakan. Beberapa fasilitas pendukung di kawasan perbatasan laut atau pulau-pulau terluar adalah Kawasan Berikat, Kawasan Industri, Kawasan Pelabuhan Bebas, Kawasan Budidaya Laut, dan Kawasan Wisata Pantai. Pilihan pengelolaan kawasan perbatasan di Kaltim dengan menggunakan model terpadu, dengan pendekatan pembangunan wilayah sebagai model utama. Tetapi tetap mengakomodir peran pembangunan sektoral yang dikoordinasikan oleh BPKP2DT Provinsi Kaltim, agar tumpang tindih program dan akumulasi beberapa kegiatan di satu wilayah yang sama tidak akan terjadi. Sehingga, kegiatan pembangunan dapat berjalan secara efektif dan merata. 2. Di Provinsi Kaltim, khususnya di Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan daerah Tawao Malaysia: Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi perlu segera menyusun dan mengatur rencana penataan ruang wilayah Provinsi Kaltim serta Kabupaten-Kota yang ada didalamnya, yang berciri geografi kepulauan guna lebih mendukung kebijakan freetrade-zone. Dari aspek macro-border, Pemerintah perlu segera mengintensifkan pelaksanaan kebijakan border diplomacy untuk penyelesaian batas-batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura, baik melalui caracara perundingan (konvensional), maupun cara-cara inkonvensional (soft diplomacy) yang melibatkan peran-peran non-negara, private sectors, dan akademisi/saintis, disamping Pemerintah. Sementara menunggu terselesaikannya batasbatas maritim bersama, Pemerintah perlu meningkatkan kemampuan dan intensitas patroli perbatasan sesuai klaim unilateral, untuk itu diperlukan pembangunan sarana dan

3.

17

prasarana pengawasan wilayah laut, baik secara konvensional maupun secara inkonvensional dengan memanfaatkan teknologi tinggi. 4. Dari aspek micro-border, Pemerintah perlu juga membuka fasilitas CIQS di Provinsi Kaltim meliputi Kepulauan Nunukan dan Sebatik. Pemerintah perlu segera menyediakan infrastruktur, prasarana dan sarana perhubungan laut antar pulau guna berjalannya interkonektivitas antar pulau yang terjadwal terutama di wilayah Provinsi Kaltim meliputi kepulauan Nunukan dan Sebatik. Dari aspek kebijakan teknis, ada lima hal yang sangat mendesak untuk segera dilakukan pemerintah pusat, yaitu: (i) menyelesaikan penetapan batas wilayah negara dan yurisdiksinya; (ii) menetapkan rencana tata ruang wilayah/ kawasan perbatasan; (iii) menegaskan posisi garis batas hasil penetapan, baik secara fisik maupun koordinat, dan pemeliharaannya secara rutin, berkala, dan bersama; (iv) melakukan patroli /pengawasan perbatasan secara rutin, baik melalui cara-cara intelijen maupun represif, dan; (v) secara terkoordinasi, pemerintah meningkatkan peran aktif dan kehadiran investor di kawasan perbatasan, bila perlu dengan pemberian insentif tertentu bagi pengembangan infrastruktur.

5.

6.

3.7

Lingkungan dan Sumber Daya Alam 1. Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi perlu melakukan updating data SDA dan lingkungan hidup secara lebih akurat dan mutakhir, khususnya di provinsi-provinsi perbatasan, dengan menggunakan teknologi mutakhir. 2. Pemerintah perlu melakukan pengaturan khusus untuk pengembangan kawasan perbatasan di mana terdapat program pembangunan lingkungan hidup dalam konteks hubungan multilateral, seperti HoB di Kaltim.

18

3.

Di beberapa lepas pantai perbatasan, seperti di Kaltim, banyak terdapat SDA migas yang perlu penanganan khusus, baik pada fase eksplorasi maupun pada fase eksploitasi. Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang, agar bermakna secara internasional dan masyarakat lokal dapat memperoleh manfaatnya.

4.

3.8

Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi 1. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan seni budaya berbasis pada konsep pengembangan kawasan unggulan dalam kearifan lokal yang mempunyai akses terdekat dengan pusat-pusat pertumbuhan di Sabah. 2. Peningkatan dan perluasan (ekstensifikasi) areal budidaya pertanian secara luas pada lahan-lahan potensial dengan kelerengan < 35% dengan memperhatikan prinsip-prinsip, kaidah-kaidah konservasi lahan dalam rangka menunjang pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian adalah sebagai berikut: a. Pusat pertumbuhan ekonomi (I) Sebatik berbasis pertanian rakyat, perkebunan dan perikanan kelautan.

b. Pusat pertumbuhan ekonomi (II) Nunukan berbasis perkebunan rakyat, industri, pelayanan pemerintahan dan perdagangan. c. Pusat pertumbuhan ekonomi (III)Simanggaris berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat, kehutanan dan pengolahan hasil.

d. Pusat pertumbuhan ekonomi (IV) Sebuku berbasis pertanian rakyat, peternakan dan kehutanan. e. Pusat pertumbuhan ekonomi (V) Mansalong berbasis pelayanan pemerintahan, perkebunan dan pertanian rakyat.

19

f.

Pusat pertumbuhan ekonomi (VI) Lumbis Labang berbasis pertanian hortikultura, ekowisata dan seni budaya. Pusat pertumbuhan ekonomi (VII) Long Bawan berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat dan ekowisata Pusat pertumbuhan ekonomi (VIII) Krayan Selatan berbasis Pertanian rakyat, perkebunan rakyat dan ekowisata. Pusat pertumbuhan ekonomi (IX) Long Berini, Long Tuan berbasis perkebunan rakyat dan ekowisata. Pusat pertumbuhan ekonomi (X) Long Pujungan dan sekitarnya berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat dan ekowisata. Pusat pertumbuhan ekonomi (XI) Long Nawang, Long Apung dan sekitarnya berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat dan ekowisata. Pusat pertumbuhan ekonomi (XIV) Mahak Baru dan sekitarnya berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat dan pemungutan hasil alam.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m. Pusat pertumbuhan ekonomi (XIII) Long Pahangai dan sekitarnya berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat dan pemungutan hasil alam (sarang burung, gaharu, tambang emas rakyat dan ekowisata) n. Pusat pertumbuhan ekonomi (XIV) Long Apari, Tiong Ohang dan sekitarnya berbasis pertanian rakyat, perkebunan rakyat pemungutan hasil alam seperti sarang burung, gaharu, tambang emas rakyat. 3. Membangun pusat-pusat industri di kecamatan perbatasan di daerah sebagai berikut: a. Pusat Industri Ekowisata di Lumbis, Tau Lumbis, Long Bawan, Krayan, Long Nawang, Long Apung, Long Pahangai dan Long Apari.

20

b. Pusat Industri Pembibitan Perikanan di Pulau Sebatik Nunukan. c. Pusat Industri Sawit di Simanggaris, Sebuku dan Mansalong.

d. Pusat Industri Kerajinan di Tau Lumbis-Labang, Long Bawan, Krayan ilir dan Long Apari. 3.9 Pembangunan Sosial Budaya dan Pariwisata Pengembangan lembaga adat dan sub bidang pariwisata perbatasan. Sub bidang pertama akan dipecahkan melalui solusi program Studi Lembaga Adat, sedangkan sub bidang kedua akan dipecahkan dengan program (Pesona Wisata Perbatasan). a. Studi Lembaga Adat adalah kegiatan penelitian yang ditujukan pada obyek lembaga adat setempat yang menggali secara luas tentang berbagai permasalahan yang menyangkut apa, siapa dan bagaimana lembaga itu muncul sebagai salah satu khazanah budaya dari kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah pebatasan

b. Pesona Wisata Perbatasan merupakan salah satu program pengembangan masyarakat yang dirancang khusus untuk mengembangkan industri pariwisata perbatasan. Program ini mengandalkan potensi sumber daya wisata perbatasan yang bercirikan alam dan lembaga tradisional. 3.10 Pemekaran Wilayah 1. Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi daerah saat ini adalah terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam rangka pertumbuhan kehidupan demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara masyarakat dan pemerintah daerah baru, maka masyarakat sipil akan memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajibannya secara lebih baik sebagai warga negara.

21

2.

Terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu: a. Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas/ terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.

b. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal. Dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali. c. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.

3.

Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.

22

4.

Perkembangan terakhir bahwa Provinsi Kaltim akan dimekarkan menjadi 2 (dua) provinsi, yaitu Provinsi Kaltim (provinsi induk) dan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Provinsi pemekaran ini dikabarkan tinggal menunggu surat ketetapan saja. Wilayah Provinsi Kaltara direncanakan meliputi Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tanah Tidung. Sedangkan kabar pemekaran di tingkat kabupaten, sudah ada upaya di Kabupaten Kutai Barat untuk dilakukan pemekaran menjadi 2 (dua) kabupaten yaitu Kutai Barat (Kabupaten induk) dengan Kabupaten Mahulu (Mahakam Ulu). Persyaratan untuk terwujudnya pemekaran sudah disampaikan dari tingkat kabupaten sampai tingkat nasional. Menurut para tokoh masyarakat yang menggagas pemekaran kabupaten Mahulu sudah disetujui di tingkat provinsi dan sedang dibahas di tingkat DPRD pusat. Kabupaten Malinau dan Nunukan juga mempunyai potensi untuk dilakukan pemekaran. Sedangkan di Kabupaten Nunukan telah ada wacana untuk menjadikan Kecamatan Sebatik menjadi setingkat Kotamadya.

5.

3.11 Pola Transmigrasi Melaksanakan program transmigrasi spontan atau lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi wilayah yang akan dikembangkan yakni di Simanggaris, Mansalong, Sebuku dan Long Apari.

23

IV. PENUTUPPengelolaan perbatasan sangat erat berkaitan dengan masalah kedaulatan bangsa dan negara, kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik kepada masyarakat perbatasan yang masih tertinggal dan kurang terurus, serta keberlanjutan lingkungan hidup yang sehat. Berbagai isu tentang batas wilayah negara dan pengelolaan kawasan perbatasan telah diinventarisasi dan diidentifikasi permasalahannya dalam rangka perumusan kebijakan nasional pengelolaan perbatasan negara yang bertujuan untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara. Masalah perbatasan adalah masalah lintas negara yang memerlukan kerjasama antar negara, oleh karena itu pemerintah perlu meninjau ulang (me-review) berbagai komisi (kerjasama) perbatasan bersama, baik secara substantif maupun fungsional, sesuai dengan perkembangan jaman dan kepentingan nasional yang dinamis.

24

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan

Jl. Wolter Monginsidi No. 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 INDONESIA Phone +62-21-7279-9566, Fax. +62-21-720-5260, +62-21-720-4916 http://www.kemitraan.or.idISBN 978-979-26-9656-1