Ruang Publik Rasa Pondok Indah Mall
-
Upload
bedry-nurhadi -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of Ruang Publik Rasa Pondok Indah Mall
RUANG PUBLIK RASAPONDOK INDAH MALL
Sebuah kota, terutama kota-kota besar tentunya memiliki penduduk yang tidak
sedikit. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan interaksi dan sosialisasi
terhadap sesamanya dan tentutnya mereka membutuhkan ruang unuk melakukan kegiatan-
kegiatan tersebut. Salah satu cara adalah dengan menyediakan ruang publik yang memadai di
setiap kota. Ketersediaan ruang publik yang layak tentunya merupakan salah satu ciri-ciri
kota yang baik karena mampu membantu masyarakat dan penduduknya untuk berkembang.
Ruang publik sendiri adalah, Suatu bentuk dari ruang fisik atau suatu set dari
hubungan-hubungan yang menempati ruang dan menegaskan suatu komunitas (Brodin,
2006). Berhubungan dengan bagian-bagian pada lingkungan alami dan binaan, publik dan
privat, internal dan eksternal, perkotaan dan pedesaan, di mana masyarakat umum
mendapatkan akses secara bebas (Carmona, 2008). Dari pengertian tersebut dapat kita
simpulkan bahwa Ruang publik dipandang tidak terbentuk dari aktivitas atau proses
komunikasi, tetapi berdasarkan adanya kases. Untuk itu diperlukan pemahaman menganai
tipologi ruang menurut fungsi dan bentuk ruang dan aksesibilitas perlu diteliti lebih lanjut.
Bentuk ruang dan aksessibilitas kemudian dapat mengembangkan atau menurunkan sifat
publik suatu ruang (Brodin, 2006).
Kota-kota besar di Indonesia akhir-akhir ini sudah mulai marak membuat berbagai
macam ruang publik untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota itu sendiri. Peranan
kebijakan walikotanya juga tentunya menjadi salah satu peranan dalam tercipanya ruang
publik itu sendiri. Jakarta contohnya yang membuat beberapa pembebasan lahan untuk
menjadikan taman publik, Surabaya yang sangat terkenal dengan berbagai taman yang
ikonik, atau Bandung yang memiliki berbagai taman tematik. Namun, sayangnya hal tersebut
masih dirasa kurang. Jakarta contohnya, jumlah ruang publik yang dimiliki tidak sebanding
dengan jumlah mal yang dimiliki sebanyak 170 buah dengan luas hampir setara sembilan kali
luas negara Vatikan. Ditambah dengan arus jumlah pengunjung setiap mal yang bisa
mencapai 100.000 pengjunjung tiap hari, belum lagi mal-mal besar semaca Pondok Indah
Mall atau Gandaria City yang bisa memiliki intensitas pengunjung yang lebih tinggi,
mencapai 200.000 pengunjung. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta yang
berkisar 9.8 juta jiwa, artinya seorang dapat pergi mengunjungi mal dua kali sehari, sehingga
pemanfaatan masyarakat terhadap ruang publik sendiri menjadi kurang. Bandingkan dengan
salah satu ruang publik terbaik di dunia, Hyde Park. Dimana menurut survey yang dilakukan
oleh CABE, 87% penduduk di wilayah perkotaan Inggris telah mengunjungi taman kota
mereka dalam satu tahun terakhir. London sendiri memiliki banyak taman sebagai ruang
publik. London terdiri atas ruang hijau dengan komposisi 23.9% taman private dan 38.3%
ruang hijau. Presentase ruang hijau terhadap penduduk adalah 1,24 hektar per 1.000 orang.
Bandingkan dengan Jakarta yang juga sebagai ibukota negara serta kota terpadat di dunia,
hanya memiliki ruang publik seluas kurang lebih hanya mencapai 10% dari luas wilayah atau
seluas kurang lebih 6.874,06 ha. Tentunya hal tersebut berdampak pada tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Beberapa taman di Jakarta sendiri sudah dinilai cukup baaik fasilitasnya
semacam Taman Menteng dan Taman Suropati yang paling sering digunakan masyarakat
Jakarta, atau daerah senayan yang cukup ramai dijadikan tempat interaksi masyarakat, walau
dalam beberapa hal seperti tingkat kebersihan serta jumlah pedagang yang terlalu banyak
menjadi catatan tersendiri. Selebihnya, tidak ada.
Jakarta sendiri masih memiliki kekurangan dalam ketersediaan wilayah dan ruang
yang dapat digunakan masyarakat untuk dapat melakukan interaksi satu sama lain. Ambil
contoh Monumen Nasional yang memiliki luas sebesar 80 hektar namun hanya dikunjungi
oleh 1.441.346 pengunjung per tahun. Atau daerah kawasan fatahilah yang memiliki
pengunjung sekitar 428.397 pengunjung (Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
DKI Jakarta, 2012). Padahal The Intensity of Use (Jumlah orang yang terlibat dalam
aktivitas), adalah salah satu syarat untuk menentukan indeks ruang public yang baik
disamping The Intensity of Social Use (Jumlah orang yang dalam kelompok), People
Duration`s of Stay (Waktu yang dipergunakan dalam melaksanakan aktivitas), Temporary
Diversity of Use (Penggunaan ruang), Variety of Use (Jumlah tipe aktivitas yang terlibat),
Diversity if Users (Keberagaman karakteristik pengguna ruang-gender dan usia). Tentunya
untuk memiliki ruang publik yang baik tentunya harus dapat memenuhi semua hal tersebut.
Berdasarkan jumlah pengunjung tentu saja dapat disimpulkan bahwa penggunaan ruang
publik di Jakarta masih kurang dimanfaatkan oleh penduduknya. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa fakor semacam tingkat infrastruktur, akses, atau bahkan sarana yang kurang
membuat tingkat pengunjung berkurang. Bila dibandingkan dengan ruang publik di negara
lain seperti perpustakaan New York yang mencapai 3 juta pengunjung per tahun atau British
Museum yang mampu mencapai 6.7 juta pertahun.
Sejatinya banyak sekali poensi daerah di Jakarta yang dapat dijadikan ruang publik
yang memadai. Mulai dari ruang publik eksernal semacam taman. Hingga ruang publik
internal semacam perpustakaan dan museum. Luas taman Publik Jakarta baru sekitar 9,8
persen yang artinya jauh dari batas minimal tata ruang kota (UU No. 26/2007 tentang
Penataan Ruang) yaitu 20 persen untuk taman Publik dan 10 persen untuk taman Privat.
Padahal, Jakarta masih menyimpan potensi ruang terbuka hijau sebesar 23,58 persen yang
terdiri dari taman Publik 4,84 persen dan taman Privat 18,74 persen. Karena itu, Jakarta dan
sejumlah kota di Indonesia, tengah giat melapangkan taman nya. Daerah kampung bali dan
kebayoran memiliki beberapa empat yang baik, muara angke, velodrome, dll. Dan perlunya
beberapa fasilitas penunjang bagi para pengunjung seperti; seperti danau buatan, atraksi, dan
Gallery Seni. Pada momen-momen tertentu, ada festival yang diadakan di Hyde Park seperti
konser musik, pasar rakyat, atau festival desain. beberapa hiburan tersebut dilakukan untuk
menjaga kenyamanan dan akivitas pengunjung disamping fasilitas primer semacam toilet dan
pangan. Sementara potensi ruang publik internal sangat banyak dimiliki Jakarta. Sebut saja
museum, mulai dari monas, museum fatahilah, museum wayang hingga museum tekstil
dimiliki Jakarta, Apalagi didukung dengan keanekaragaman hayai, budaya, adat menjadikan
museum di Jakarta dapat menjadi salah satu ruang publik yang baik. Namun, hanya sedikit
penduduk yang memanfaatkan ketersediaan museum-museum ini, hanya ada di kisaran 20-60
ribu pengunjung pertahun tentunya sangat sedikit. Perlunya revitalisasi pada museum dan
perpustakaan seharusnya dapat menjadikan kota Jakarta menjadi kota yang banyak memiliki
ruang publik yang baik. Sebagai contoh, museum of modern art di New York tidak hanya
digunakan sebagai sarana edukasi, tetapi juga sarana diskusi, atau bahkan sekedar makan di
restauran di dalamnya. Potensi yang besar dalam pembuatan ruang publik tentu harus
dimanfaatkan.
Akan lebih baik bila ruang publik yang dibuat menjadi satu sistem yang terintegrasi
dan memiliki fasilitas yang saling memadai. Pertunjukan yang berkala pada ruang publik,
pawai, akses untuk tiap museum yang terintegrasi, perpustakaan negara yang mudah
mengakses arsip, staffdan pegawai yang ramah,pengadaan bus khusus ruang publik, dll..
tentu akan memudahkan pengunjungnya untuk menjadikan ruang publik sebagai sarana
relaksasi bagi mereka, sehingga akan tiba saatnya dimana penduduk akan lebih memilih
menghabiskan waktudi museum dibandingkan mal, atau sekedar meeting di taman daripada
restoran dalam pusat perbelanjaan. Sehingga kita akan melihat jumlah ruang publik di Jakarta
mencapai 100 tempat dan menjadikan ruang publik dengan rasa Pondok Indah Mall