RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005...

19
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sering disebut sebagai makhluk yang tidak pernah puas. Tidak pernah merasa puas tentu salah satunya dalam bentuk pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan tentunya sangat beragam, dari kebutuhan primer, sekunder, hingga kebutuhan tersier. Jenis kebutuhan tersier merupakan kebutuhan yang tidak wajib dipenuhi, dan biasanya dipenuhi setelah kebutuhan primer dan sekundernya telah dipenuhi. Meskipun bukan merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi, akan tetapi tidak sedikit orang yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersier untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Tentu hal ini merupakan prospek yang baik yang dimanfaatkan beberapa orang untuk menciptakan berbagai barang tersier dengan brand-nya sendiri yang dibangun sedemikian rupa sesuai dengan segmentasi pasar yang mereka tuju. Salah satu jenis barang tersier yang pekembangannya cukup pesat adalah dalam bidang industri fashion terutama pada produk fashion branded. (Shadily&Juneman dalam Arrahmah, 2018) mengartikan fashion sebagai cara atau mode, atau memiliki sama arti dengan style atau gaya. Gaya berpakaian dan pemilihan aksesoris memiliki peranan penting dalam membangun harga diri secara keseluruhan (Pelangi dalam Arrahmah, 2018). Perkembangan industri fashion bisa terbilang cukup pesat karena terdapat trend mode yang merupakan pengaruh budaya Eropa dan Asia. Akibat perkembangan dalam industri fashion, hingga sekarang ini membuat produk fashion tidak hanya kerap menjadi gaya hidup tersier saja, akan tetapi dianggap sama pentingnya seperti kebutuhan . Terlebih, gaya berpakaian dalam menggunakan luxury product tidak terjadi pada kalangan atas saja, namun kalangan menengah dan bawah juga melakukan hal yang sama. Menurut (Chaerunnisa, 2019) dalam website www.moneysmart.id yang dilansir pada tanggal Januari 7, 2019 mengemukakan bahwa brand fashion ternama yang sampai saat ini brand-nya masuk dalam kategori brand high class, yaitu terdapat Louis Vuitton, Hermes, dan Prada. Louis Vuitton merupakan brand fashion yang merupakan ikon fashion dunia yang membuat tidak sedikit selebriti papan atas dan orang terkenal didunia

Transcript of RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005...

Page 1: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sering disebut sebagai makhluk yang tidak pernah puas. Tidak pernah

merasa puas tentu salah satunya dalam bentuk pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan

tentunya sangat beragam, dari kebutuhan primer, sekunder, hingga kebutuhan tersier.

Jenis kebutuhan tersier merupakan kebutuhan yang tidak wajib dipenuhi, dan

biasanya dipenuhi setelah kebutuhan primer dan sekundernya telah dipenuhi.

Meskipun bukan merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi, akan tetapi tidak sedikit

orang yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersier untuk mendapatkan kepuasan

dan kesenangan. Tentu hal ini merupakan prospek yang baik yang dimanfaatkan

beberapa orang untuk menciptakan berbagai barang tersier dengan brand-nya sendiri

yang dibangun sedemikian rupa sesuai dengan segmentasi pasar yang mereka tuju.

Salah satu jenis barang tersier yang pekembangannya cukup pesat adalah

dalam bidang industri fashion terutama pada produk fashion branded.

(Shadily&Juneman dalam Arrahmah, 2018) mengartikan fashion sebagai cara atau

mode, atau memiliki sama arti dengan style atau gaya. Gaya berpakaian dan

pemilihan aksesoris memiliki peranan penting dalam membangun harga diri secara

keseluruhan (Pelangi dalam Arrahmah, 2018).

Perkembangan industri fashion bisa terbilang cukup pesat karena terdapat

trend mode yang merupakan pengaruh budaya Eropa dan Asia. Akibat perkembangan

dalam industri fashion, hingga sekarang ini membuat produk fashion tidak hanya

kerap menjadi gaya hidup tersier saja, akan tetapi dianggap sama pentingnya seperti

kebutuhan . Terlebih, gaya berpakaian dalam menggunakan luxury product tidak

terjadi pada kalangan atas saja, namun kalangan menengah dan bawah juga

melakukan hal yang sama.

Menurut (Chaerunnisa, 2019) dalam website www.moneysmart.id yang

dilansir pada tanggal Januari 7, 2019 mengemukakan bahwa brand fashion ternama

yang sampai saat ini brand-nya masuk dalam kategori brand high class, yaitu terdapat

Louis Vuitton, Hermes, dan Prada.

Louis Vuitton merupakan brand fashion yang merupakan ikon fashion dunia

yang membuat tidak sedikit selebriti papan atas dan orang terkenal didunia

Page 2: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

menggunakan produknya. Brand yang berdiri sejak abad ke 18 ini menjual produknya

dari harga ratusan juta hingga milyaran rupiah. Meskipun telah berdiri sejak abad ke

18, akan tetapi brand Louis Vuitton sampai saat ini masih menduduki jajaran tas

mewah, dimana produk tersebut bukanlah termasuk barang yang dapat dibeli dengan

mudah.

Dalam memproduksi produknya, Louis Vuitton mengggunakan material

khusus dengan kualitas nomor satu dan untuk beberapa jenis material Louis Vuitton

terbilang langka dan sangat jarang dipakai dipasaran. Selain itu, Louis Vuitton

memproduksi produknya secara handmade yang untuk membuat satu produknya saja,

membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan menghabiskan waktu hingga berhari-

hari. Hal tersebut pun membuat produk Louis Vuitton menjadi barang yang ekslusif

yang hanya sedikit orang yang memilikinya.

Hermes adalah brand fashion yang masuk ke dalam jajaran brand fashion

ternama didunia. Berdiri dengan jaya sejak abad 19 hingga sekarang menunjukan

bahwa Hermes memiliki pondasi yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan

meskipun telah menghadapi zaman modern, dengan berbagai pesaing baru yang

terbilang cukup kuat seperti Gucci, Channel, dan berbagai pesaing lainnya. Pada saat

ini harga brand Hermes dijual dengan harga yang sangat tinggi dari ratusan juta

hingga mencapai milyaran rupiah. Hal tersebut disebabkan karena sejak awal

diciptakan brand Hermes ini ditujukan untuk para kaum bangsawan dan sosialita

Eropa.

Prada merupakan brand asal Italia yang muncul dari abad ke 19 yang berawal

dengan menjual produk perlengkapan binatang dengan segmentasi masyarakat biasa

atau bisa dikatakan sedang. Seiring perjalanannya waktu, brand ini pun beralih ke

arah fashion dengan harga yang tinggi. Prada mengubah produk yang dijual,

sekaligus dengan tingkat segmentasinya. Perubahan tersebut tentu merupakan

perubahan yang cukup signifikan yang dilakukan oleh Prada ini dan perubahan

tersebut disambut dengan baik oleh masyarakat sekitar sehingga terjadi peningkatan

omset yang melonjak di tahun 90-an, yang dapat dibilang sebagai masa jaya Prada

pada masa itu.

Page 3: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Berikut merupakan tingkat revenue ketiga brand tersebut, dari tahun 2011

hingga 2018.

Gambar 1.1 Tingkat Revenue Perusahaan Pada Prada, Hermes, dan Louis

Vuitton

Sumber: (www.LVMH.com , www.pradagroup.com , www.finance.hermes.com ,

2011-2018)

Dari data grafik di atas merupakan grafik tingkat revenue perusahaan Prada,

Hermes, dan Louis Vuitton. Pada perusahaan Prada terjadi kenaikan dan penurunan

pada tingkatan revenue-nya. Dapat dilihat dari tahun 2016 ke 2017 terjadi penurunan

sebesar 3.6% dan pada 2017 ke 2018, senilai 2.8%. Hal tersebut disebabkan usahanya

dalam penghindaran pajak yang menyebabkan perusahaan ini memiliki hutang

sebesar $850juta USD, hingga akhirnya menjual 25,5% sahamnya ke LVMH

(Fontana & Miranda, 2016). Pada perusahaan Hermes terjadi kenaikan yang cukup

signifikan sebesar 6,7% dan pada 2017 ke 2018, senilai 7,5%.

Pada perusahaan Louis Vuitton terjadi kenaikan tingkat revenue setiap

tahunnya. Dapat dilihat dari tahun 2016 ke 2017 terjadi kenaikan yang cukup

signifikan sebesar 21% dan pada 2017 ke 2018, senilai 19%. Diantara ketiga

perusahaan di atas, perusahaan Louis Vuitton menduduki peringkat tertinggi dalam

pencapaian tingkat revenue-nya berdasarkan grafik di atas dan menurut jurnalis

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Tingkat Revenue Perusahaan Prada,

Hermes, dan Louis Vuitton

prada hermes Louis Vuitton

Page 4: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Millward Brown pada penulisannya mengenai ranking the brands pada tahun 2019

menyatakan bahwa, perusahaan Louis Vuitton merupakan perusahaan fashion nomor

1 pada tingkatan Top 100 Valuabes Global Top pada 2019, yang dapat disimpulkan

bahwa perusahaan Louis Vuitton memiliki pondasi yang cukup kuat dalam diantara

perusahaan fashion lainnya (Brown, 2019).

Dapat dilihat dari grafik diatas, bahwa luxury fashion business adalah bisnis

yang sangat menguntungkan, namun harga yang ditawarkan termasuk harga yang

fantastis. Oleh karena itu, banyak produsen yang tergiur untuk memproduksi barang

yang serupa. Karena teknologi semakin maju, semakin mudah untuk memproduksi

counterfeit product dengan kualitas yang lebih baik dan tidak membutuhkan begitu

banyak biaya yang dikeluarkan untuk Research and Development (Phau et al; Eisend

and Schucher-Guler;Penz&Stottinger;Gentry et al dalam Bhatia, 2018a).

Dengan adanya counterfeit product ini justru akan ada beberapa pihak yang

dirugikan. Luxury fashion brand adalah yang paling pertama terpengaruh karena

mereka populer dikalangan konsumen tetapi karena harga yang mahal, sehingga

terdapat peluang untuk produsen counterfeit product untuk memproduksi dengan

mengeluarkan biaya yang lebih rendah dan menghasilkan uang dengan nama merek

yang sudah ternama (Bascap report dalam Bhatia, 2018b) .

(Chuchu, Chinomona, & Pamacheche, 2016) juga memaparkan

penduplikasian luxury products menjadi permasalahan bagi banyak industri, termasuk

produsen authentic product dan pembuat kebijakan dalam skala global. Counterfeit

product (produk palsu) merujuk pada barang yang memiliki merek dagang fitur yang

identik atau hanya sedikit berbeda dari merek dagang / fitur terdaftar perusahaan lain

sehingga melanggar hak pemilik merek dagang terdaftar.

Berbagai faktor tersebut tentu memicu pertumbuhan counterfeit product yang

akhirnya memberikan berbagai dampak bagi banyak pihak. Counterfeit product telah

menembus rantai pasokan dan menimbulkan ancaman bagi produsen produk asli.

Penjualan barang palsu membahayakan pemilik merek dengan mengurangi penjualan

dan gengsi, dan juga merusak ekonomi bangsa daengan menghindari penjualan dan

pajak (Raustiala & Springman;Trainer, US Immigration and Customs Enforcement

dalam Edwards & Carpenter, 2014a). (Chakraborty et al; Vida; Wilcox et al dalam

Edwards & Carpenter, 2014b) mengatakan bahwa konsumen ditipu dan keliru percaya

bahwa mereka membeli produk bermerek yang asli. Namun, dalam jumlah yang terus

bertambah, konsumen dengan sadar membeli barang palsu.

Page 5: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Laporan Pemalsuan Merek Global 2018 memperkirakan bahwa luxury brand

mengalami jumlah kerugian senilai 323 miliar dolar dikarenakan online

counterfeiting. Laporan ini menganalisis ukuran, mode, rute perdagangan, dan

masalah yang mendasari pemalsuan barang konsumen kelas atas, khususnya pakaian,

tekstil, sepatu, dan sebagainya. Menurut analisis laporan, kerugian yang dialami

luxury brand dikarenakan penjualan diskon counterfeit goods melalui internet senilai

30.3 miliar dolar (Time, 2018).

Berdasarkan organisasi dalam Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan

(OECD) dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa (EUIPO) yang dilihat oleh EL

PAÍS, menunjukkan bahwa Cina adalah sumber utama produk tiruan dan bajakan

yang dijual di seluruh dunia. Biaya tenaga kerja yang murah dan berlimpahnya

pekerja ilegal membuat Cina menjadi pilihan para produsen counterfeit product.

Sementara Hong Kong, Uni Emirat Arab, dan Singapura adalah titik distribusi.

Negara titik pendistribusian tersebut dikategorikan sebagai Negara yang memiliki

sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku kejahatan” yang

terorganisir dengan kuat. Para distributor counterfeit product tersebut menggunakan

layanan pos dan kurir untuk membawa barang counterfeit product mereka ke pasar,

62% produk dikirim dalam jangka waktu 2011 dan 2013 dikirim melalui pos.

(Salvatierra, 2017)

Hong Kong, Singapura dan Uni Emirat Arab diidentifikasi sebagai titik transit

di mana barang counterfeit product dikemas kembali dari wadah dan paket

tersebutpun dikirimkan melalui pos. OECD dan EUIPO telah memilih serangkaian

barang yang paling sering ditirukam, dibagi menjadi 10 kategori, mewakili 63% dari

total pasar produk tiruan yaitu makanan, farmasi, parfum dan kosmetik, barang-

barang kulit dan tas, pakaian dan tekstil, sepatu, perhiasan, barang elektronik dan

listrik, perangkat optik dan fotografi, dan mainan.

Berdasarkan penilaian terhadap kapasitas industri "negara-negara asal," Cina

muncul sebagai produsen utama sembilan dari 10 kategori barang tiruan, dengan India

memimpin dalam bidang farmasi, yang sebagian besar dikirim ke Afrika, sementara

negara berkembang dunia adalah tujuan untuk barang elektronik (Salvatierra, 2017).

Dengan membuat counterfeit product, tentu produsen tersebut mengambil jalan pintas

karena mereka tidak perlu melakukan berbagai marketing secara besar-besaran dan

produk tersebut sudah dikenal oleh berbagai kalangan dan produk tiruan tersebut akan

tetap laku dipasaran dengan cara produsen membanting harga produk.

Page 6: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Gambar 1.2 Produsen dan Distributor Penyaluran Counterfeit Product Di Dunia

Sumber: www.elpais.com (2017)

Sampai saat ini perdagangan barang tiruan masih belum dapat diatasi.

Menurut data dari Komisi Eropa, jumlah counterfeit product yang dicegat di

perbatasan negara-negara anggota Eropa meningkat setiap tahun. OECD

memperkirakan nilai counterfeit product yang diperdagangkan secara internasional

pada 2005 sebesar $ 200 miliar. Jumlah kategori produk (misalnya listrik, obat-

obatan, CD, dll.) yang palsu dapat ditemukan di pasar terus meningkat. Meski

demikian, masalah terbesar masih pada industri fashion dan barang-barang mewah.

Pemalsuan dipandang sebagai kejahatan abad ke-21 karena konsekuensi negatif yang

terkait dengan risiko produk, dukungan untuk organisasi teroris, kehilangan

pekerjaan, dan lain lain (Salvatierra, 2017).

Indonesia merupakan pasar yang diminati oleh banyak produsen counterfeit

product. (Ariyanti, 2015) memaparkan bahwa dengan penduduk sekitar 250 juta jiwa,

pasar Indonesia sangatlah menggiurkan bagi produsen barang-barang palsu asal Cina

dan Thailand. Permintaan yang selalu menjadi pendorong utama pasar, menyebabkan

sejumlah peneliti berpendapat bahwa permintaan konsumen akan counterfeit product

Page 7: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

adalah salah satu penyebab utama tentang keberadaan dan meningkatnya

pertumbuhan fenomena pemalsuan (Patiro & Sihombing, 2014).

Berdasarkan article yang pada website bisnis.com pada tanggal 25 Febuari

2015, mengatakan bahwa Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mencatat

presentase produk palsu yang beredar, yaitu: 3,8% obat-obatan, 8,5% makanan dan

minuman, 12,6% kosmetik, 33,5% software, 37,2% barang-barang kulit. 38,9%

pakaian dan 49,4% tinta printer dan pemalsuan produk menjadi penyebab kerugian

perekonomian dari segi penerimaan pendapatan negara seperti pajak sebesar Rp

424.856 juta pada tahun 2014.

(Debora dalam Arrahmah, 2018a) Lebih dari 20.000 akun Instagram menjual

barang palsu dan setidaknya 20% postingan pada media sosial di Instragram tentang

counterfeit branded product. Dalam (Hestianingsih dalam Arrahmah, 2018b)

membuat pengakuan bahwa penjualan tas branded palsu mencapai 100 unit dalam

sehari. Konsumsi counterfeit product tersebar luas dan menjadi bagian dari kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan laporan pemalsuan Brand Global 2019, sekitar 72% produk

Louis Vuitton yang terjual dipasar adalah palsu (Wet, 2019). Seperti yang dilansir

oleh (Banks, 2019) pada www.highsnobiety.com per tanggal 6 Juni 2019, menjelaskan

bahwa Louis Vuitton memiliki tingkat tertinggi dalam pemalsuan produk. Hal ini

dikarenakan Louis Vuitton adalah brand yang sangat terkenal dan penggunaan pada

bahan-bahan tertentu telah banyak membantu pemalsu. Diikuti dengan produk

Hermes, dan counterfeit product pada brand Prada naik cukup drastis.

Berikut merupakan data perbandingan hasil penjualan dari counterfeit product

yang ada di platform e-commerce tokopedia dan platform e-commerce yang khusus

menjual produk original yaitu JD id dengan produk sejenis.

Louis Vuitton

Page 8: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Gambar 1.3 Hasil Penjualan Tas LV Damier Lattice Palsu di Tokopedia

Sumber : www.tokopedia.com (2018)

Data di atas merupakan hasil penjualan tas counterfeit Louis Vuitton berjenis

Damier Lattice dijual dengan harga Rp 95.000 dari salah satu penjual di Tokopedia

dengan status aktif dalam penjualan produk nya. Dari data di atas dapat disimpulkan

bahwa produk ini telah dikunjungi sebanyak 243 ribu pengunjung, dan telah dibeli

sebanyak 3,6 ribu orang. Dalam data tersebut juga produk memiliki bintang 5 yang

menandakan bahwa produk cukup diminati dipasaran.

Page 9: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Gambar 1.4 Hasil Penjualan Tas LV Damier Lattice Asli di JD id

Sumber : www.jd.id (2018)

Data di atas merupakan hasil penjualan tas counterfeit Louis Vuitton berjenis

Darnier Lattice dijual dengan harga Rp 45,671,900 dari salah satu penjual di JD id

dengan status aktif dalam penjualan produk nya. Dari data di atas dapat disimpulkan

bahwa produk ini memiliki 0 respon pelanggan, yang menandakan bahwa produk

kurang diminati dipasaran.

Hermes

Page 10: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Gambar 1.5 Hasil Penjualan Tas Hermes Birkin Palsu di Tokopedia

Sumber : www.tokopedia.com (2017)

Data di atas merupakan hasil penjualan tas counterfeit Hermes berjenis Birkin

dijual dengan harga Rp 145,000 dari salah satu penjual di Tokopedia dengan status

aktif dalam penjualan produk nya. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa produk

ini telah dikunjungi sebanyak 40 ribu pengunjung, dan telah dibeli sebanyak 154

orang. Dalam data tersebut juga produk memiliki bintang 4.2 yang menandakan

bahwa produk cukup diminati dipasaran.

Page 11: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Gambar 1.6 Hasil Penjualan Tas Hermes Birkin Asli di JD id

Sumber : www.jd.id (2018)

Data di atas merupakan hasil penjualan tas counterfeit Hermes berjenis Birkin

dijual dengan harga Rp 243,000,000 dari salah satu penjual di JD id dengan status

aktif dalam penjualan produk nya. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa produk

ini memiliki 0 respon pelanggan, yang menandakan bahwa produk kurang diminati

dipasaran.

Page 12: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Prada

Gambar 1.7 Hasil Penjualan Tas Prada Safiano Palsu di Tokopedia

Sumber : www.tokopedia.com (2018)

Data di atas merupakan hasil penjualan tas counterfeit Hermes berjenis Birkin

dijual dengan harga Rp. 149.900 dari salah satu penjual di Tokopedia dengan status

aktif dalam penjualan produknya. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa produk

ini telah dibeli sebanyak 89 orang. Dalam data tersebut juga produk memiliki bintang

4 yang menandakan bahwa produk cukup diminati dipasaran.

.

Page 13: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Gambar 1.8 Hasil Penjualan Tas Prada Safiano Asli di JD id

Sumber : www.jd.id (2018)

Data di atas merupakan hasil penjualan tas counterfeit Prada berjenis safiano

dijual dengan harga Rp. 19,302,000 dari salah satu penjual di JD id dengan status

aktif dalam penjualan produknya. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa produk

ini memiliki 0 respon pelanggan, yang menandakan bahwa produk kurang diminati

dipasaran.

Dari ketiga perbandingan brand diatas terdapat berbagai masalah antar

variable yaitu dari segi value consciousness yaitu, masyarakat cenderung lebih tertarik

untuk mengunjungi dan membeli counterfeit product dibandingkan dengan produk

asli. Perbandingan ketertarikan pada counterfeit product dengan produk asli dapat

terbilang cukup besar. Hal ini dikarenakan oleh faktor harga. Jika dibandingkan

counterfeit product dengan produk asli, counterfeit product memiliki harga yang jauh

lebih murah dari pada produk asli, dengan gambar atau model barang yang dipajang

yang kurang lebih sama pada e-commerce tersebut.

Dari segi Past behavior masalah (Patiro & Sihombing, 2014) pada judul

Predicting Intention to Purchase Counterfeit Products : Extending the Theory of

Planned Behavior menyimpulkan bahwa sekali konsumen memakai atau membeli

Page 14: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

counterfeit products, preferensi konsumen pada barang asli akan menurun dan

memiliki keinginan untuk membeli counterfeit products.

Permasalahan yang ada di Attitude toward buying counterfeit product secara

(Patiro & Sihombing, 2014) pada judul penelitian Predicting Intention to Purchase

Counterfeit Products : Extending the Theory of Planned Behavior menyimpulkan

bahwa konsumen yang pernah membeli atau memakai counterfeit product cenderung

untuk membeli counterfeit product di kemudian hari dan mendukung pemalsuan.

Permasalah yang ada di Purchase Intention dalam counterfeit product dimana

masyakat yang sudah menginginkan counterfeit product, maka tidak ada alasan untuk

mereka untuk tidak membeli counterfeit product.

Counterfeit product datang dalam kualitas yang sangat baik, harga lebih

murah dan mudah didapat, sehingga orang-orang yang mampu membeli authentic

luxury products juga aktif mencarinya (Bascap report dalam Bahtia, 2018b). Riset

juga membuktikan bahwa jika counterfeit dan authentic memiliki atribut produk yang

sama dalam segi kualitas dan performa, maka konsumen akan lebih memilih

counterfeit, karena akan lebih menguntungkan dalam segi harga (Bhatia, 2018).

Dengan kualitas yang hampir mirip, harga dapat berbeda sekitar 10 persen (Dewanthi,

2018).

Konsumen lebih cenderung memilih counterfeit product daripada yang asli

jika ada keunggulan harga meskipun kualitasnya tidak sebaik produk asli . Selama

kualitas dari produk tersebut masih dapat digunakan dengan layak. (Bhatia, 2018;

Patiro & Sihombing, 2014) Hal tersebut dikarenakan tujuan utama dari penggunaan

produk branded yaitu untuk mendapatkan perhatian, sehingga konsumen tidak

mempermasalahkan akan kualitas asalkan mendapatkan perhatian yang sama

layaknya menggunakan produk branded. Tentu hal ini menjadi masalah produsen

produk asli, meskipun tidak mengalami penurunan pendapat secara langsung akibat

persebaran penjualan counterfeit product yang signifikan, akan tetapi produsen

produk asli tetap mendapat dampak dari segi perubahan image terhadap produk,

dimana konsumen cendering kurang berminat menggunakan produk asli yang

memiliki banyak produk tiruan (Patiro & Sihombing, 2014).

Berdasarkan variabel yang disebutkan diatas, yaitu value consciousness, past

behavior dan attitude toward buying counterfeit yang mengacu kepada Theory of

Planned Behavior (TPB) dalam minat pada pembelian counterfeit products.

Bertambah banyaknya pengguna counterfeit products dapat menjadi acuan betapa

Page 15: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

minimnya bentuk apresiasi terhadap kekayaan intelektual. Oleh karena ini, menjadi

sebuah hal yang menjadi dasar masalah dalam penelitian ini.

Judul yang diambil dalam penelitian ini adalah “Faktor Value Consciousness

dan Past Behavior Terhadap Attitude Toward Counterfeit Product dan Dampaknya

Terhadap Purchase Intention Counterfeit Product Brand Tas Kelas Dunia.”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh antara value consciousness dengan attitude toward

buying counterfeit product?

2. Bagaimana pengaruh antara past behavior dengan attitude toward buying

counterfeit product?

3. Bagaimana pengaruh antara value consciousness dengan purchase

intention to buy counterfeit product?

4. Bagaimana pengaruh antara past behavior dengan purchase intention to

buy counterfeit product?

5. Bagaimana pengaruh attitude toward buying counterfeit product dengan

purchase intention to buy counterfeit product?

6. Bagaimana pengaruh value consciousness dengan purchase intention to

buy counterfeit product melalui attitude toward buying counterfeit

product?

7. Bagaimana pengaruh past behavior dengan purchase intention to buy

counterfeit product melalui attitude toward buying counterfeit product?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui signifikan pengaruh value consciousness dengan

attitude toward buying counterfeit product.

2. Untuk mengetahui signifikan pengaruh past behavior dengan attitude

toward buying counterfeit product.

3. Untuk mengetahui signifikan pengaruh value consciousness dengan

purchase intention to buy counterfeit product.

4. Untuk mengetahui signifikan pengaruh past behavior dengan purchase

intention to buy counterfeit product.

Page 16: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

5. Untuk mengetahui signifikan pengaruh attitude toward buying counterfeit

product dengan purchase intention to buy counterfeit product.

6. Untuk mengetahui signifikan pengaruh value consciousness dengan

purchase intention to buy counterfeit product melalui attitude toward

buying counterfeit product.

7. Untuk mengetahui signifikan pengaruh past behavior dengan purchase

intention to buy counterfeit product melalui attitude toward buying

counterfeit product.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis value

consciousness dan past behavior terhadap purchase intention to buy counterfeit

product.

Sampel Penelitian adalah mahasiswa atau mahasiswi yang pernah membeli

counterfeit product khususnya produk tas setidaknya 1 kali, yang berada di Tangerang

sebanyak 150 responden, dengan penyebaran kuesioner secara online.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Menjadi sarana pembelajaran bagi para mahasiswa dan mahasiswi dalam

proses pembelajaran dan pengembangan dalam bidang bisnis.

2. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menyadarkan para pembaca

dalam keputusan pembelian counterfeit product.

3. Menjadi sarana pembelajaran kepada para calon pengusaha dalam

membangun brand.

4. Menjadi sarana pembelajaran kepada para pengusaha dalam

mempertahankan brand.

1.6 State of The Art

Penelitian umumnya membutuhkan hasil penelitian sebelumnya sebagai suatu

referensi ataupun sebagai perbandingan pada proses penelitian. Dalam penelitian ini,

terdapat perbandingan dengan penelitian sebelumnya yang telah dirangkum dalam

bentuk table yang telah tercantum jurnal, hasil penelitian, metode penelitian dan

adaptasi.

Page 17: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

FAKTOR VALUE CONSCIOUSNESS DAN PAST BEHAVIOR TERHADAP ATTITUDE TOWARD COUNTERFEIT PRODUCT DAN DAMPAKNYA TERHADAP PURCHASE INTENTION COUNTERFEIT PRODUCT BRAND TAS KELAS DUNIA

Tabel 1.1 State of Art

Jurnal Hasil Penelitian Metode Penelitian Adaptasi

International

Research Journal

of Businesss

Studies, Predicting

Intention to

Purchase

Counterfeit

Products:

Extending the

Theory of Planned

Behavior, Patiro &

Sihombing,Vol.7,

Year 2014

Hasil penelitian ini

menunjukkan

bahwa value

consciousness dan

past behavior

memiliki pengaruh

terhadap attitude

toward buying

counterfeit product

dan berdampak

positif terhadap

purchase intention

to buy counterfeit

product.

Kuantitatif Persamaan

penelitian tersebut

adalah mengenai

penelitian ini

menggunakan non-

probability

sampling yang

membatasi

kemampuan untuk

menggeneralisasi

temuan penelitian.

Kedua, penelitian

ini dikembangkan

dalam konteks

Indonesia.

Journal Of Indian

Business Research,

Examining

consumers’

attitude towards

purchase of

counterfeit fashion

products, Bhatia,

Vol.10, Year 2017

Hasil penelitian ini

mengindikasi

bahwa value

consciousness

memiliki pengaruh

yang positif

terhadap attitude

toward buying

counterfeit products

yang berdampak

Kuantitatif Persamaan pada

penelitian Bhatia

adalah sama-sama

meneliti faktor

faktor yang dapat

mempengaruhi

purchase intention

pada counterfeit

fashion product,

variabel yaitu

Page 18: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Jurnal Hasil Penelitian Metode Penelitian Adaptasi

positif terhadap

purchase intention

to buy counterfeit

product.

value

consciousness .

Information

Management and

Business Review, A

Study of Factors

Affecting

Consumer’s

Willingness to buy

Counterfeit

Products ,Jamil,

Muhamad &

Naeem, Vol 9,

Year 2017

Hasil penelitian

menunjukkan

bahwa past

experience

mempengaruhi

secara positif

terhadap purchase

intention to buy

counterfeit product

melalui attitude

toward buying

counterfeit product.

Kuantitatif Persamaan dalam

penelitian ini yaitu

sama-sama

meneliti variabel

value

consciousness dan

attitude toward

buying counterfeit

product. Penelitian

ini juga

menggunakan non-

probability

sampling.

Pacific Business

Review

International ,

Customers'

Attitude towards

Non-deceptive

Counterfeit Mobile

Phone in

Bangladesh: A

Study on Dhaka

City, Hafez, Vol 9,

Hasil penelitian ini

menunjukkan

bahwa low

price,prior

experience, positive

attitude, reference

group influence,

value

consciousness,

moral values and

ethics berpengaruh

secara signifikan

Kuantitatif Persamaan dalam

penelitian ini

adalah sama-sama

menggunakan non-

probability

sampling.

Page 19: RS1 2019 1 1130 2001625263 2001577005 Bab1library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/RS1_2019_1... · 2020. 3. 28. · sistem pemerintahan yang lemah dibandingkan dengan “pelaku

Jurnal Hasil Penelitian Metode Penelitian Adaptasi

Year 2017 terhadap purchase

intention toward

counterfeit mobile

phone. Kecuali easy

accessibility tidak

berpengaruh

terhadap purchase

intention toward

counterfeit mobile

phone

International

Conference on

Ethics of

Business,Economic

s, and Social

Science, Factors

that Influence the

Purchase of

Counterfeit

Products by

Students : A Case

of South Africa

,Chuchu,Chinomo

na,Pamacheche,Vo

l.3 Year 2016

Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa

adanya hubungan

antara price-quality

inference of

counterfeit dan

perceived-

behavioral control

berpengaruh secara

signifikan terhadap

purchase intention

of counterfeit

product melalui

attitude towards

economic benefits

of purchasing

counterfeit

products.

Kuantitatif Pada penelitian ini,

terdapat

persamaan pada

jurnal mengenai

variabel price-

quality yang

mempengaruhi

purchase intention

of purchase

product melalui

attitude toward

counterfeit

product,

Sumber : Peneliti (2019)