roti tpp_2(themmy)

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti merupakan makanan yang berasal dari tepung terigu yang mengalami proses fermentasi dengan menggunakan ragi. Di dalam pembuatan roti mencakup dua bagian penting yaitu, proses pembuatan adonan hingga proses pembakaran. Proses pembuatan adonan ini merupakan tahapan awal dalam pembuatan roti. Proses ini umumnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu, proses pengadukan, proses pengembangan dan proses fermentasi. Proses pengadukan merupakan suatu tindakan pencampuran bahan yang akan digunakan dalam membuat suatu adonan tertentu sehingga mendapatkan adonan yang homogen. Tujuan pengadukan dalam pembuatan adonan roti ini adalah untung membentuk gluten sehingga adonan memiliki sifat elastis dan plastis. Proses pengembangan adalah sebuah peristiwa terjadinya penambahan jumlah volume adonan tersebut. Proses fermentasi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk menghasilkan produk sampingan yang dapat menghasilkan produk yang di kehendaki. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah para praktikan dapat mengetahui dan memepelajari cara-cara pembuatan roti berdasarkan pemilihan tepung terigu seperti terigu 1

Transcript of roti tpp_2(themmy)

Page 1: roti tpp_2(themmy)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Roti merupakan makanan yang berasal dari tepung terigu yang mengalami

proses fermentasi dengan menggunakan ragi. Di dalam pembuatan roti mencakup

dua bagian penting yaitu, proses pembuatan adonan hingga proses pembakaran.

Proses pembuatan adonan ini merupakan tahapan awal dalam pembuatan roti.

Proses ini umumnya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu, proses pengadukan, proses

pengembangan dan proses fermentasi.

Proses pengadukan merupakan suatu tindakan pencampuran bahan yang akan

digunakan dalam membuat suatu adonan tertentu sehingga mendapatkan adonan

yang homogen. Tujuan pengadukan dalam pembuatan adonan roti ini adalah

untung membentuk gluten sehingga adonan memiliki sifat elastis dan plastis.

Proses pengembangan adalah sebuah peristiwa terjadinya penambahan jumlah

volume adonan tersebut. Proses fermentasi merupakan sebuah kegiatan yang

dilakukan oleh mikroorganisme untuk menghasilkan produk sampingan yang

dapat menghasilkan produk yang di kehendaki.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah para praktikan dapat mengetahui dan

memepelajari cara-cara pembuatan roti berdasarkan pemilihan tepung terigu

seperti terigu dengan protein tinggi, protein sedang, protein rendah dan melakukan

pencampuran dengan menggunakan tepung beras ataupun dengan menggunakan

tapioka. Pemilihan ragi juga sangat penting dalam melakukan pembuatan roti.

1

Page 2: roti tpp_2(themmy)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi roti

Roti adalah makanan dengan bahan baku terigu, pengembang adonan, garam,

dan air. Roti juga merupakan makanan yang melalui proses pemanggangan. Pada

umumnya roti ditambahkan bahan lain seperti gula, lemak, dan flavoring. Roti

dapat dikelompokan berdasarkan jenis pengembangannya yaitu roti ragi dan quick

bread. Roti ragi menggunakan pengembang biologis berupa khamir, sedangkan

quick bread menggunakan pengembang kimiawi contohnya baking soda

(McWilliams, 1995).

2.2 Komposisi Roti

Komposisi dasar dari roti adalah tepung terigu, pengembang adonan, garam,

dan air. Selama empat komponen tersebut ada, roti dapat dibuat. Bahan-bahan lain

seperti fat, gula, milk, atau bahan tambahan pangan lainnya mungkin saja

ditambahkan untuk membuat roti lebih menarik untuk dipandang, ataupun

menambahkan cita rasa yang berbeda (Anonim1, 2006).

2.2.1 Tepung Terigu

Salah satu bahan baku pembuatan roti adalah tepung terigu atau sering disebut

“bakers flour”. Tepung terigu adalah struktur utama pada roti yang bisa

membentuk dough dan dapat menahan gas hasil fermentasi. Kualitas dari tepung

terigu akan menentukan aerasi, warna, dan tekstur dari roti (Macral et al., 1978).

Kadar protein dalam tepung terigu sangat mempengaruhi pembuatan roti.

Kadar protein yang tinggi sangat dibutuhkan pada pembuatan roti. Jenis dari

tepung terigu dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan persentase kadar proteinnya

yaitu hard wheat (12-14%), medium wheat (10-12%), dan soft wheat (8-10%).

Sifat dari tiap jenis protein berbeda.

Hard wheat mempunyai sifat yang tinggi akan daya serapnya terhadap air,

bersifat elastis, mudah dicampur, dan mudah untuk dilakukan penggilingan. Soft

wheat memiliki sifat berbalik dengan hard wheat seperti rendahnya daya serap

terhadap air, tidak elastis, lengket, dan sulit untuk digiling. Medium wheat

memiliki sifat antara hard wheat dan soft wheat (Anonim2, 2008).

2

Page 3: roti tpp_2(themmy)

Tepung terigu yang dicampur dengan air serta diberi tekanan, akan membentuk

adonan. Di dalam adonan terdapat gluten yang membuat adonan kalis. Gluten

adalah protein yang tidak larut dalam air sebanyak 80-90%. Gluten memiliki sifat

elastis yang berfungsi sebagai penahan gas dari hasil fermentasi. Gluten terdiri

dari dua komponen yaitu glutamin (35-42%) dan prolin (13-20%). Gluten dapat

dibagi menjadi dua jenis yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin dihubungkan oleh

ikatan-ikatan disulfida yang membuat glutenin yang tidak larut dalam air, berat

molekul dari glutenin berkisar antara 60 sampai dengan 140 kDa. Gliadin

mengandung ikatan disulfida dan mempunyai berat molekul antara 30 sampai

dengan 75kDa (Macral et al., 1978).

2.2.2 Air

Air adalah salah satu bahan baku dari pembuatan roti. Air dibutuhkan sebagai

campuran pembuatan adonan. Tepung terigu yang dicampur dengan air akan

membentuk gluten. Air dapat mempengaruhi sifat fisik dari adonan. Jumlah air

yang terlalu banyak dapat membuat produk menjadi keras (Macral et al., 1978).

Air dan tepung yang dicampur akan membuat protein-protein dalam tepung

tersebar pada posisi yang sejajar. Batas penambahan air pada pembuatan adonan

roti terlihat dari kalisnya adonan. Kalisnya adonan roti menandakan gluten sudah

membuat ikatan elastis maksimal. Jika penambahan air dan pencampuran terus

dilakukan, ikatan–ikatan yang sudah terbentuk akan putus dan akan merusak

adonan sehingga adonan menjadi lunak (Desrosier, 1988).

2.2.3 Pengembang adonan

Pengembang adonan yang pada umumnya digunakan pada pembuatan roti

adalah ragi. Bahan pengembang adonan umumnya membuat adonan terisi oleh

karbondioksida. Ragi roti mengandung khamir Saccharomyces cerevisiae yang

dapat melakukan fermentasi dan menghasilkan karbondioksida (Anonim, 2006).

Pengembang adonan yang menggunakan khamir dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu makanan khamir, suhu, dan jumlah air. Makanan khamir

pada adonan adalah gula yang terdapat pada gandum, biasanya penambahan gula

juga ditambahkan pada pembuatan adonan roti. Suhu optimal dari khamir berada

pada suhu 270C. Khamir akan menghasilkan gas CO2. Gas ini akan diperangkap

oleh jaringan gluten. Gluten yang bersifat elastis akan terus menahan produksi gas

3

Page 4: roti tpp_2(themmy)

tersebut. Jika gas tersebut tidak ditahan oleh jaringan yang sempurna, maka gas

akan terlepas dan tidak terjadi pengembangan (Potter & Hotchkiss, 1995).

Baking soda atau baking powder adalah salah satu contoh pengembang kimia.

Baking soda memberi efek melepas CO2 yang berfungsi sebangai pengembang.

Pengembang kimia tidak memerlukan bantuan panas untuk mengembangkan

adonan sehingga adonan dapat langsung dipanggang setelah dilakukan

pencampuran. Gas yang terbentuk dapat hilang jika adonan dibiarkan terlalu lama.

(Mizer et al., 2000).

2.2.4 Garam

Pada adonan yang memakai khamir, garam digunakan sebagai pengatur RH

adonan. Garam juga membuat adonan menjadi lebih kuat. Penambahan garam

dapat membantu pemerangkapan CO2 serta meningkatkan tekstur dari adonan.

Flavor dari roti juga dapat ditingkatkan dengan penambahan garam tersebut.

Penambahan garam yang berlebihan dapat menghambat kerja dari khamir dalam

melakukan fermentasi (Macral et al., 1978).

2.2.5 Fat atau lemak atau shortening

Lemak bukan merupakan bahan baku dari pembuatan roti. Penambahan lemak

bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan volume dan tekstur crumb dari

roti. Lemak juga dapat memperpendek rantai gluten sehingga adonan dapat

meningkat sebelum mengeras. Lemak khusus untuk pemanggangan disebut

shortening (Potter & Hotchkiss, 1995).

2.2.6 Gula

Bahan tambahan lain dalam pembuatan roti adalah gula. Gula mempunyai

fungsi untuk pemberi flavor pada roti selain itu, gula juga dapat menjadi sumber

makanan khamir untuk proses fermentasi. Warna coklat dari pemanggangan

adonan roti juga dihasilkan karena terjadinya proses pencoklatan dari gula (Mizer

et al., 2000).

2.2.7 Flavorings

Pemberian flavor hanya membuat flavor dari roti menjadi lebih menarik dan

memberi kontribusi pada hasil akhir pembuatan roti. Flavoring tidak

mempengaruhi proses pembuatan roti termasuk pemanggangan (Mizer et al.,

2000).

4

Page 5: roti tpp_2(themmy)

2.3 Tahapan dalam Proses Baking

Menurut Mizer et al. (2000), tahap-tahap dalam proses baking adalah

penimbangan, mixing, menggulung adonan, fermentasi, pemanggangan,

pendinginan, dan penyimpanan. Tahapan pertama adalah penimbangan, yaitu

proses melakukan penimbangan bahan-bahan dengan benar, terutama untuk

khamir dan garam yang memiliki peranan penting pada fermentasi dan

pengembangan adonan.

Tahap kedua yang dilakukan pada proses baking adalah mixing. Tahap ini lebih

kompleks dari tahap pertama, namun memiliki peranan penting. Fungsi dari

mixing adalah agar semua bahan dapat terdistribusi dengan baik agar

pengembangan adonan yang benar dan dihasilkannya produk yang seragam.

Selama pencampuran adonan berlangsung, bahan-bahan didistribusikan ke seluruh

adonan dengan adanya tamparan adonan ke mangkuk pencampur (Mizer et al.,

2000).

Pada proses mixing, terjadi kenaikan suhu dari massa adonan. Kenaikan suhu

tersebut terjadi karena adanya panas yang berasal dari hidrasi tepung dan panas

yang dihasilkan dari gesekan selama pencampuran secara mekanis. Suhu adonan

perlu dipertahankan, sehingga panas tersebut perlu dihilangkan dengan

menggunakan es yang telah dihancurkan, air dari bahan yang didinginkan, serta

menggunakan pendingin pada mangkuk pencampur (Desrosier, 1988).

Pemanasan yang cukup akan mengakibatkan gluten dapat terkoagulasi dan

membentuk struktur semigrid. Gluten yang mengembang karena gas pada awal

pemanasan akan membentuk sebuah struktur yang rigid seperti pada bagian dalam

roti tawar (Potter dan Hotchkiss,1995).

Adonan yang dihasilkan setelah pencampuran mengakibatkan adonan dapat

ditarik ke dua arah dan dapat membentuk film, atau jika di bawah tekanan, adonan

ditarik ke segala arah dapat menimbulkan gas. Film yang terbentuk setelah

pencampuran dapat menjadi rusak (sobek dan melemah) karena adanya aksi

mekanis yang berlebihan (Potter dan Hotchkiss,1995).

Tahap ketiga dalam proses baking adalah menggulung adonan. Dalam proses

penggulungan adonan ada beberapa teknik yang perlu diperhatikan. Pertama,

adonan digulung hingga berbentuk persegi panjang dan memiliki ketebalan seperti

5

Page 6: roti tpp_2(themmy)

jari, lalu adonan digulung bertumpuk dengan rapat dengan menggunakan jari

sambil proses penggulungan dilakukan. Hal yang terakhir perlu diperhatikan

adalah setelah adonan digulung bertumpuk, ujung terakhir dari gulungan ke

adonan ditarik, kemudian dirapatkan (Mizer et al., 2000).

Tahapan selanjutnya adalah proses fermentasi. Fermentasi berlangsung pada

proses pencampuran hingga khamir mati ketika adonan mencapai suhu 60C

dalam oven. Sebelum khamir mati, khamir perlu melakukan reaksi kimia dengan

cara meletakkan adonan pada proofing box, yang merupakan kabinet khusus yang

telah diatur suhu dan kelembabannya. Dalam proofing box, adonan dibiarkan

fermentasi hingga mencapai dua kali lipat volume sebelumnya dan adonan tidak

membuka ketika ditekan. Suhu yang paling baik untuk fermentasi adalah 27oC

(Mizer et al., 2000).

Pemanggangan merupakan salah satu tahapan pada proses baking, yang

melibatkan proses panas dan berbagai reaksi. Ada 7 reaksi yang terjadi saat

pemanggangan yaitu, evolusi dan ekspansi gas-gas, koagulasi gluten dan

gelatinisasi pati, dehidrasi sebagian dari penguapan air, peningkatan cita rasa,

perubahan warna akibat adanya reaksi maillard antara susu, gluten, protein telur,

disertai dengan adanya reduksi gula dan reaksi perubahan warna lainnya,

pembentukan crust pada permukaan yang terdehidrasi, serta pencoklatan crust

dari adanya reaksi maillard dan karamelisasi gula. Reaksi-reaksi yang terjadi

dipengaruhi adanya transfer panas pada adonan (Potter & Hotchkiss, 1995).

Ketika adonan berada dalam oven, akan terjadi kontak dengan udara panas,

sehingga lapisan film akan terlihat pada permukaan adonan, dan akan terjadi

pengembangan adonan roti. Panas dapat mempengaruhi fisik dari adonan, karena

adanya panas terhadap gas yang terjebak dalam adonan akan meningkatkan

tekanan. Semakin banyaknya gas yang terjebak dalam film gluten yang elastis

menyebabkan sel gas akan semakin mengembang. Sel gas yang berukuran kecil

dan mengembang inilah yang dapat meningkatkan volume dari adonan (Desrosier,

1988).

Menurut Mizer et al. (1995) produk dari khamir, yaitu gas, dapat mengembang

dengan sangat cepat pada awal fermentasi. Berakhirnya proses fermentasi adalah

ketika suhu adonan terus naik, pati tergelatinisasi, dan protein terkoagulasi. Crust

6

Page 7: roti tpp_2(themmy)

akan mulai terbentuk dan berwarna kecoklatan. Proses pemanggangan akan

dinyatakan berakhir ketika crust berwarna coklat mengkilap (Mizer et al., 2000).

Panas yang tidak merata dapat menyebabkan terbentuknya crust sebelum bagian

dalam roti matang, sehingga bagian dalam roti akan menjadi soogy dan

menyebabkan pelepasan gas yang terlambat, sehingga crust menjadi rusak (Potter

& Hotchkiss, 1995).

Tahapan terakhir adalah proses pendinginan dan penyimpanan. Pendinginan

merupakan proses yang memungkinkan air yang berlebih dapat keluar. Roti yang

tidak dingin akan menyebabkan air terkumpul dan menyebabkan produk roti

menjadi basah. Penyimpanan memiliki tujuan untuk mencegah produk menjadi

rusak karena basi, terjadi kerusakan tekstur dan aroma. Kerusakan dapat terjadi

karena roti mengalami kehilangan air dan perubahan pada struktur pati.

2.4 Metode Pembuatan Roti

Dalam industri roti terdapat beberapa metode atau cara yang digunakan dalam

pembuatan roti. Beberapa metode tersebut adalah no time dough process, rolling

development, straight dough method, dan continuous mixing method (Anonim3,

2011).

2.4.1 No Time Dough Process

Dalam metode no time dough process, semua bahan diaduk menjadi satu dan

difermentasi secara cepat. Adanya fermentasi yang cepat menyebabkan pada

metode ini dibutuhkan bahan tambahan (bahan aditif) yang dapat membantu atau

memperbaiki tekstur roti, seperti penguat dan pelembut adonan. Metode ini

biasanya digunakan pada industri roti skala kecil atau menengah (Anonim3, 2011).

2.4.2 Rolling Development

Rolling development atau sering dikenal dengan break roll method merupakan

metode yang berasal dari Australia tetapi banyak digunakan di Indonesia. Metode

ini digunakan pada industri skala kecil hingga menengah. Pada metode ini bahan

dicampur dengan mixer secukupnya, lalu akan dilanjutkan dengan mesin rolling

hingga adonan kalis. Hasil yang didapatkan dari metode ini adalah roti yang

memiliki tekstrur yang halus dengan pori-pori yang rapat. Seperti pada metode no

time dough process, metode ini juga membutuhkan bahan tambahan untuk

menyempurnakan proses pembuatan roti (Anonim3, 2011).

7

Page 8: roti tpp_2(themmy)

2.4.3 Straight Dough Method

Pada metode ini semua bahan diaduk menjadi satu lalu difermentasi. Waktu

fermentasi yang digunakan bervariasi antara 2-3 jam. Ketika fermentasi sudah

terjadi sekitar 80%, adonan akan dikempeskan, dibulatkan kembali, dan

fermentasi kembali dilanjutkan. Adonan akan dibentuk sesuai peruntukannya.

Hasil yang didapatkan pada metode ini adalah roti yang tidak sehalus dan seharum

roti yang dihasilkan pada metode biang (sponge and dough method) (Anonim3,

2011).

Menurut Desroiser (1988), metode ini memiliki keuntungan yaitu

meminimalisir kebutuhan energi, waktu fermentasi yang pendek, dan

menghasilkan flavor yang baik. Kekurangan dari metode ini adalah tidak

fleksibel, memerlukan waktu fermentasi yang tepat, dan ketika adonan sudah siap

harus segera dipanggang. Metode ini digunakan pada industri roti skala menengah

hingga besar (Anonim3, 2011).

2.4.4 Sponge and Dough Method

Metode pembuatan roti sponge and dough atau yang biasa dikenal dengan

metode biang ini terdiri atas dua kali pencampuran dan fermentasi. Pertama,

sebagian bahan akan dicampur hingga membentuk biang atau sponge, kemudian

akan dilakukan fermentasi sekitar 3-6 jam. Tahap selanjutnya adalah dilakukan

pencampuran biang dengan bahan lainnya hingga membentuk adonan atau dough.

Ketika adonan sudah kalis dengan sempurna, adonan akan difermentasi dengan

waktu yang lebih pendek, yaitu sekitar 20-30 menit. Roti yang dihasilkan dalam

proses ini memiliki tektur yang halus dan harum (Anonim3, 2011).

Keuntungan dari metode ini adalah adanya penghematan kebutuhan khamir,

ketika roti dipanggang memiliki volume yang lebih besar, tekstur yang baik,

fleksibel, serta memungkinkan jika sponge disimpan dalam waktu yang lebih

lama dengan kualitas yang tetap terjaga. Kekurangan dari metode ini adalah

membutuhkan energi dan biaya pengolahan yang lebih besar, serta mengalami

kehilangan pada tahap fermentasi dan penguapan lebih banyak (Desrosier, 1988).

Metode ini digunakan pada industri roti skala besar (Anonim3, 2011).

2.4.5 Continuous Mixing Method

8

Page 9: roti tpp_2(themmy)

Metode ini biasanya digunakan pada industri roti dengan skala besar

menggunakan biang cair atau liquid sponge. Biang cair akan difermentasi dalam

sebuah tangki stainless steel dengan suhu yang terkontrol selama beberapa jam.

Biang cair kemudian akan didinginkan hingga siap untuk digunakan. Selanjutnya,

dilakukan proses pencampuran adonan atau dough (Anonim3, 2011).

9

Page 10: roti tpp_2(themmy)

BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah timbangan, spatula,

saringan, mixer, stopwatch, scrapper, termometer, kain bersih, rolling pin, loyang,

proofing box, oven, pasir kuarsa, baskom, spiritus, pipet tetes, mikropipet, tip,

hemasitometer, mikroskop, tabung pengencer, cawan petri, timbangan, jangka

sorong, balon, erlenmeyer.

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah tepung terigu (high,

medium, low protein), tepung tapioka, tepung beras, air, ragi instan (fermipan dan

saf instant), garam, gula pasir, bread improver, skim milk powder, shortening,

PCA, PDB.

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Uji wet gluten

1. Sebanyak 25 gram tepung terigu ditimbang dan dimasukkan ke dalam

mangkuk plastik.

2. Ditambahkan sebanyak 15 ml akuades dan 1 gram garam kemudian

adonan dibentuk menjadi bulat padat menggunakan spatula.

3. Adonan tersebut direndam di dalam air selama 15-30 menit pada suhu

kamar.

4. Setelah itu, adonan diremas sambil dibilas pada air yang mengalir. (Proses

ini dilakukan supaya komponen pati dan komponen larut air lainnya dapat

terbuang).

5. Gluten yang sudah bebas dari komponen pati atau belum ditandai dengan

keluarnya warna air yang jatuh ke dalam gelas piala. Jika air yang keluar

berwarna keuh maka masih terdapat komponen pati di dalamnya,

sedangkan jika air yang kelur jernih maka gluten sudah terbebas dari

komponen pati dan komponen larut air lainnya.

6. Gluten yang sudah terbebas dari pati ditekan hingga airnya keluar dan

adonan tersebut menjadi agak lengket.

10

Page 11: roti tpp_2(themmy)

7. Adonan yang agak lengket tersebut dibentuk menjadi bola dan ditimbang

sebagai wet gluten.

3.2.2 Pembuatan roti

1. Bahan yang kering ditimbang terlebih dahulu seperti tepung, ragi instan,

garam, gula pasir, bread improver, dan susu skim bubuk.

2. Bahan tersebut di dry mix secara manual kecuali ragi instan dengan mixer

yang menggunakan kecepatan rendah selama 30 detik.

3. Ragi instan tersebut dimasukkan ke dalam campuran bahan yang sudah

di dry mix tersebut kemudian bahan tersebut ditambahkan air es sesuai

dengan perlakuan dan pengadukan dilanjutkan selama 1 menit dengan

menggunakan mixer kecepatan sedang.

4. Setelah itu shortening dimasukkan dan diaduk sehingga adonan menjadi

kalis.

5. Adonan yang telah kalis tersebut dikeluarkan dan dibuat menjadi bentuk

bulat.

6. Suhu adonan tersebut diukur dengan menggunakan termometer.

7. Setelah itu adonan ditutup dengan kain lembab dan didiamkan selama 10

menit.

8. Adonan tersebut diambil sebanyak 250 gram, lalu dibulatkan kembali

dan didiamkan selama 15 menit.

9. Setelah itu adonan dibentuk dengan menggunakan rolling pin.

10. Adonan dibalikkan dan digulung kembali dan dimasukkan ke dalam

loyang.

11. Loyang yang telah berisi adonan dimasukkan ke dalam proofing box dan

dilakukan final proofing pada suhu 30-35°c dan RH 80-85%.

12. Final proofing dilakukan hingga adonan mencapai ketinggian 3 cm dari

atas loyang.

13. Setelah itu adonan tersebut dipanggang pada suhu 200°c selama 15-20

menit.

14. Setelah pemanggangan maka roti tersebut didinginkan dan dilakukan

pengamatan.

11

Page 12: roti tpp_2(themmy)

3.2.3 Perhitungan sel

3.2.3.1 Metode tidak langsung

1. Satu gram ragi ditimbang dan dimasukkan ke dalam 9 ml tabung

pengencer (tabung #1) dan campurkan dengan baik.

2. Setelah itu, dilakukan pengenceran 10-3, 10-4, 10-5.

3. Dilakukan pemupukan secara duplo pada tiap tingkat pengenceran yang

telah dilakukan.

4. Diinkubasi pada suhu 300C selama 48 jam dan dihitung jumlah koloni

yang tumbuh.

3.2.3.2 Metode langsung

1. Diambil sampel menggunakan pipet tetes pada tabung #1 dan diteteskan

pada bagian tengah hemasitometer secukupnya.

2. Digunakan mikroskop untuk menghitung jumlah sel yang ada.

3.2.4 Produksi gas

3.2.4.1 Dalam media cair

1. Ditimbang ragi sebanyak 5 gram dan ditambahkan ke dalam 100 ml PDB

yang telah mengandung 0,5,10 g/L larutan sukrosa di dalam erlenmeyer.

2. Mulut erlenmeyer tersebut ditutup dengan balon dan dibiarkan selama 1

jam pada suhu ruang.

3. Pada akhir waktu inkubasi, diamati bentuk balon yang terbentuk.

3.2.4.2 Dalam matriks produk pangan

1. Diambil adonan roti yang sisa pada pembuatan roti yang telah dibentuk

oval

2. Digunakan jangka sorong untuk mengukur tinggi, lebar dan panjang awal

adonan.

3. Adonan tersebut dibiarkan selama 1 jam dan ditutup dengan kain lembab.

4. Setelah 1 jam masa inkubasi, diukur kembali tinggi, panjang dan lebar

adonan tersebut.

Tabel 3.1 Perlakuan yang diberikan pada setiap kelompok

kelompok Jenis perlakuan

12

Page 13: roti tpp_2(themmy)

1 high protein, fermipan dan gula 5%2 Medium protein, fermipan dan gula 5%3 Low protein, fermipan dan gula 5%4 High protein (80%) + tepung beras (20%), fermipan dan gula 5%

5 High protein (80%) + tepung tapioka (20%), fermipan dan gula 5%

6 high protein, fermipan dan gula 0%

7 high protein, saf instant dan gula 5%

8 high protein, fermipan dan gula 10%

Table 3.2 Formulasi bahan dalam pembuatan roti

Bahan %Tepung 100Air 55-65Ragi instan 2

Garam 2

Gula pasir 5Bread improver 0,3

Skim milk powder 2Shortening 4

13

Page 14: roti tpp_2(themmy)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Roti

4.1 Pengaruh Jumlah dalam Terigu terhadap Parameter Pada proses pembuatan roti menggunakan terigu High Protein, Medium

Protein, dan Low Protein. Berdasarkan tabel 4.1 kelompok 1 yang menggunakan

terigu High Protein memiliki volume 1535 dan tinggi 10.1. Kelompok 2 yang

menggunakan terigu Medium protein memiliki tinggi 6.04 dan volume 1235.

Kelompok 3 yang menggunakan terigu Low Protein memiliki volume 1235 dan

tinggi 9.46. Berdasarkan data di atas, roti dengan bahan dasar tergu High Protein

memiliki volume yang lebih besar daripada roti yang terbuat dari terigu Medium

protein dan Low Protein. Tinggi dari roti yang terbuat dari terigu high protein

lebih tinggi daripada roti yang terbuat dari Medium protein dan Low protein. Hal

ini disebabkan karena terigu High Protein memiliki kadar gluten yang tinggi

sehingga gas yang dihasilkan dari fermentasi akan ditahan oleh gluten, akibatnya

roti dapat mengembang dengan sempurna.

Berdasarkan tabel 4.1 Waktu Proofing adonan yang paling lama diantara

kelompok 1 sampai 3 adalah roti High Protein, sedangkan waktu proofing yang

paling singkat adalah roti Low Protein. Hal ini tidak sesuai dengan literatur,

14

Kelompok Tinggi Volume

Berat Waktu Proofing

Crust Crumb Rasa Aroma Tekstur

1 10.1 1535 325.8 140 ++ ++ Tida ada

Tidak ada

Empuk

2 6.04 1235 309.32 120 ++ + Tidak ada

Tidak ada

Agak keras

3 9.46 1235 275 100 ++ ++ Tidak ada

Tidak ada

Keras

4 3.94 1285 274.15 130 - + Tidak ada

Tidak ada

Keras

5 8.16 1075 281.32 83 + + Tidak ada

Tidak ada

Kenyal

6 4.5 860 302.23 206 ++ + Asin Tidak ada

Agak empuk dan kenyal

7 7.2 1080 240 103 + ++ Tidak ada

Tidak ada

Empuk

8 6.575 965 307.97 80 +++ - Manis Tidak ada

Empuk

Page 15: roti tpp_2(themmy)

menurut Desrosier (1988), Terigu yang memiliki kadar gluten tinggi

membutuhkan waktu pengembangan yang singkat.

Berdasarkan tabel 4.1 penampakan crust dari roti yang menggunakan terigu

high protein, medium protein, low protein adalah sama. Penampakan Crumb dari

roti menggambarkan keseragaman pori-pori dari roti. Pada roti yang

menggunakan terigu medium protein memiliki pori-pori yang lebih tidak seragam

daripada roti yang terbuat dari tepung medium protein dan low protein. Pada uji

organoleptik, roti yang terbuat dari terigu high protein, medium protein, dan low

protein memiliki rasa dan aroma yang sama yaitu tidak memiliki aroma ataupun

rasa. Semua roti memiliki rasa yang pas. Tekstur roti yang terbuat dari terigu high

protein sanagat empuk, sedangkan roti yang terbuat dari low protein keras.

4.2 Pengaruh Jenis Terigu

Pada percobaan pembuatan roti, kelompok 1 menggunakan 100% terigu high

protein, kelompok 4 menggunakan campuran 80% terigu high protein dan 20%

beras ketan, dan kelompok 5 menggunakan campuran 80% terigu high protein dan

20% tapioka. Berdasarkan hasil percobaan, roti kelompok 1 memiliki tinggi,

volume, dan berat yang paling besar dibanding dengan roti kelompok 4 dan 5.

Penampakan Crust dan Crumb roti kelompok 1 adalah yang palinga baik. Roti

kelompok 4 memiliki tinggi, volume, dan berat yang paling rendah, sedangkan

penampakan crust dan crumb kurang baik. Penampakan crust roti kelompok 4

sangat pucat.

Berdasarkan hasil uji organoleptik, semua roti memiliki rasa yang pas dan

tidak memiliki aroma. Tekstur roti kelompok 4 yang terbuat dari 80% terigu high

protein dan 20% beras ketan adalah keras, roti kelompok 5 yang terbuat dari 80%

terigu high protein dan 20% tapioka memiliki tekstur yang kenyal dan empuk. Hal

ini disebabkan karena tapioka merupakan pati murni, yang dapat meningkatkan

kekenyalan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa struktur pati

akan melebar karena adanya penambahan air dan pemanasan menyebabkan

tekstur meningkat (Brown, 2004). Waktu proofing roti kelompok 5 lebih cepat

daripada roti kelompok 1 dengan hasil tinggi yang hampir sama.

15

Page 16: roti tpp_2(themmy)

4.3 Pengaruh Jenis Ragi

Pada percobaan pembuatan roti, kelompok 1 menggunakan ragi A (fermifan),

sedangkan kelompok 7 menggunakan ragi B (Saf instant). Kedua kelompok

tersebut menggunakan terigu high protein. Berdasarkan hasil percobaan

didapatkan data bahwa roti kelompok satu memiliki timggi, volume, dan berat

yang lebih besar dripada roti kelompok 7. Hal ini disebakan karena waktu

proofing kelompok 1 lebih lama dibanding dengan kelompok 7 yaitu 140 menit.

Penampakan Crust dari roti yang terbuat dari Ragi B lebih pucat dibanding

dengan roti yang terbuat dari Ragi A. Rogi ragi A memiliki keseragaman pori-pori

yang lebih besar dibanding roti ragi B. Berdasarkan uji organoleptik, Roti yang

terbuat dari ragi A maupun Ragi B memiliki rasa, aroma, dan tekstur yang sama

yaitu tidak memiliki rasa, aroma, dan bertekstur empuk.

4.4 Pengaruh Jumlah Gula

Untuk percobaan mengenai pengaruh gula terhadap pembuatan roti, dapat

diamati perbedaannya pada kelompok 1, 6, dan 8. Kelompok 1 menggunakan gula

sebanyak 5%, kelompok 6 tanpa gula, dan kelompok 8 menggunakan gula

sebanyak 10%.

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa gula tidak mempunyai pengaruh yang besar

terhadap pembuatan roti. Pembuatan roti lebih dipengaruhi dari jenis tepung, jenis

ragi yang digunakan, garam, dan juga air. Gula hanya akan mempengaruhi

pembuatan roti dalam segi organoleptik.

Dari ketiga kelompok di atas, kelompok 8 mempunyai persentase konsentrasi

gula yang paling besar, sehingga crust dari roti akan semakin kuat dan akan

memberikan pengaruh rasa manis pada roti tersebut. Persentase gula tidak akan

mempengaruhi aroma dan tekstur dari roti. Gula bukanlah bahan baku yang

penting dalam pembuatan roti. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis

terhadap roti dan berfungsi sebagai makanan tambahan untuk pertumbuhan ragi.

4.5 Perhitungan Secara Langsung dan Tidak Langsung

4.5.1 Metode Langsung

Pada percobaan metode langsung yang telah dilakukan, sampel yang

digunakan pada percobaan ini diambil pada pengenceran 10-3 dari ragi A yaitu

fermipan dan ragi B yaitu saf instant. Kemudian sampel ini masing-masing

16

Page 17: roti tpp_2(themmy)

diteteskan pada hemasitometer, lalu diamati di bawah mikroskop di 5 area yang

telah ditentukan, kemudian jumlah selnya dihitung, lalu dirata-rata.

Tabel 4.2 Tabel Percobaan Hasil Metode LangsungKelompok Ragi Jumlah Sel

8A 55000B 306250

Dari tabel 4.2 dapat dilihat jumlah sel yang ada pada ragi jenis A dan B

(perhitungan terlampir). Dapat dilihat bahwa dari perhitungan metode langsung,

jumlah sel pada ragi B lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel yang ada

pada ragi A. Hal ini menunjukan bahwa jumlah sel ragi pada ragi A lebih sedikit

jika dibandingkan dengan ragi B.

4.5.2 Metode Tidak Langsung

Pada percobaan metode tidak langsung, percobaan ini dilakukan dengan cara

pengenceran dan pemupukan pada media PCA. Kemudian dilanjutkan dengan

menginkubasi pada suhu 30ºC selama 48 jam, kemudian dilakukan penghitungan

koloni.

Tabel 4.3 Tabel Percobaan Hasil Metode Tidak Langsung

Kelompok RagiPengenceran

10-3 10-4 10-5

6 A Spread TBUD 612 (lebih dari 250)7 B TBUD TBUD TBUD

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah koloni dari ragi B lebih banyak jika

dibandingkan dengan jumlah ragi A. Dapat dilihat pada tingkat pengenceran 10-5

saja, jumlah koloni dari ragi B adalah TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung).

Sampai tingkat pengenceran 10-5 saja jumlah selnya masih belum dapat untuk

dihitung. Sedangkan untuk ragi A, walaupun tidak masuk dalam range

perhitungan (lebih dari 250 x 105) tetapi jumlah koloni pada ragi A masih dapat

dihitung.

Baik untuk metode langsung maupun metode tidak langsung, didapatkan hasil

bahwa jumlah sel pada ragi B jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan ragi A.

Ragi adalah suatu bahan yang penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan

suatu produk seperti contohnya roti. Dalam pembuatan roti harus benar-benar

diperhitungkan dan diperhatikan dalam pemilihan jenis raginya. Ragi adalah salah

satu faktor yang sangat penting, yang mempunyai perngaruh yang besar terhadap

pembuatan roti.

17

Page 18: roti tpp_2(themmy)

4.6 Produksi Gas

4.6.1 Dalam Media Cair

Untuk percobaan produksi gas di dalam media cair, dilakukan dengan cara

pencampuran ragi dan media PDB yang mengandung konsentrasi gula yang

berbeda-beda dalam erlenmeyer. Kemudian mulut erlenmeyer ditutup dengan

balon kemudian dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang.

Tabel 4.4 Tabel Hasil Produksi Gas dalam Media CairKelompok Ragi Konsentrasi Gula (%) Diameter (cm) Tinggi (cm)

1

A

0 7,80 12,602 5 7,30 12,803 10 8,70 13,024 15 9,71 15,645

B

0 7,60 13,506 5 8,30 13,907 10 9,36 14,468 15 9,50 14,40

Dapat dilihat, pada tabel 4.4 bahwa balon terbesar yang dihasilkan setelah

didiamkan selama 1 jam adalah pada kelompok 4 (dengan diameter 9,71 cm dan

tinggi 15,64 cm) dan yang menghasilkan balon terkecil adalah kelompok 2

(dengan diameter 7,30 cm dan tinggi 12,80 cm). Kelompok 4 menggunakan ragi

A dengan penambahan gula sebesar 15% sedangkan kelompok 2 menggunakan

ragi A dengan penambahan gula sebesar 5%. Dari hasil percobaan ini didapatkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi gula yang ada, maka balon yang dihasilkan

akan semakin besar juga. Ini kemungkinan disebabkan karena gula adalah sumber

makanan tambahan bagi ragi, sehingga semakin banyak gula yang ada maka

pertumbuhan ragi itu dapat semakin pesat. Ragi B yang lebih banyak jumlahnya

dari ragi A tidak menghasilkan balon yang cukup besar mungkin disebabkan

karena pada ragi B terlalu banyak jumlahnya sehingga tidak semua ragi dalam

ragi B mendapatkan makanan yang cukup.

4.6.2 Dalam Matriks Pangan

Dalam percobaan produksi gas dalam matriks pangan, dilakukan dengan cara

mengambil sebagian adonan kemudian ditutup dengan kain lembab, lalu sekitar 1

jam dilakukan pengukuran terhadap panjang, lebar dan tinggi dari adonan

tersebut. Penutupan dengan kain lembab dilakukan untuk mengkondisikan supaya

suasana lembab, anaerob, mengkondisikan agar suasana tidak terlalu panas

sehingga dapat melihat kerja dari ragi.

18

Page 19: roti tpp_2(themmy)

Tabel 4.5 Tabel Hasil Produksi Gas dalam Matriks PanganKelompok Ragi Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)

1 AAwal 7,10 5,65 3,09Akhir 10,15 8,44 3,64

2 AAwal 4,85 5,33 3,90Akhir 8,15 7,805 3,41

3 AAwal 6,19 6,51 4,42Akhir 8,29 8,91 5,01

4 AAwal 6,35 6,04 4,64Akhir 10,57 9,86 2,73

5 BAwal 7,15 6,45 3,78Akhir 10,11 9,78 3,44

6 BAwal 5,43 5,36 3,04Akhir 6,57 6,50 5,08

7 BAwal 6,50 7,27 4,00Akhir 8,74 9,70 4,20

8 BAwal 5,445 5,86 2,215Akhir 7,89 8,55 2,01

Pada percobaan produksi gas dalam matriks pangan yang telah dilakukan dan

dapat dilihat pada tabel 4.5. Untuk kelompok 2, 4, 5, dan 8, terjadi peningkatan

untuk panjang dan lebar sedangkan untuk tinggi terjadi penurunan. Hal ini

berbeda dengan kelompok 1, 3, dan 6 dimana semua hasil akhir dari produksi gas

terhadap matriks pangan mengalami kenaikan atau peningkatan dalam panjang,

lebar dan tinggi, tetapi ada juga perbedaan yang dapat dilihat pada kelompok 7

bahwa hasil akhirnya baik untuk panjang, lebar, maupun tinggi mengalami

penurunan. Hasil percobaan akhir yang berbeda-beda mungkin disebabkan oleh

penutupan kain lembab yang kurang tepat atau kelembaban yang berbeda dari

setiap kelompok sehingga pertumbuhan ragi yang berfungsi untuk

mengembangkan adonan tidak bisa maksimal.

4.7 Wet Gluten test

Dalam melakukan wet gluten test, dilakukan dengan cara mencampur 25 gram

tepung ditambahkan dengan 15 ml akuades dan 1 gram garam. Adonan tersebut

dibentuk menjadi bulat padat kemudian direndam dalam air, kemudian dibilas

dengan air mengalir hingga air yang keluar tersebut berwarna bening. Warna

bening yang keluar itu menandakan bahwa gluten sudah bebas dari pati dan

komponen larut air lainnya sehingga benar-benar didapatkan gluten yang sudah

bebas dari pati. Berikut ini adalah tabel hasil penimbangan wet gluten.

19

Page 20: roti tpp_2(themmy)

Tabel 4.6 Tabel Wet GlutenKelompok Jenis Protein Ragi Berat wet gluten (gram)

1 High Protein A 8,882 Medium Protein A 6,263 Low Protein A 4,724 High protein 80% dan Tepung beras 20% A 7,905 High protein 80% dan Tapioka 20% B 7,13

Dapat dilihat dari tabel 4.6 bahwa kandungan gluten pada tepung terigu high

protein paling besar jumlahnya, dibandingkan dengan jumlah gluten pada tepung

terigu jenis medium protein maupun low protein. Semakin rendah kandungan

protein dalam tepung terigu, maka gluten yang dihasilkan akan semakin sedikit.

Penambahan tepung beras dan tapioka ke dalam high protein juga akan

mempengaruhi gluten yang ada. Dalam pembuatan roti, gluten sangat

mempengaruhi produksi roti yang akan dihasilkan. Semakin tinggi glutennya

maka kualitas roti yang dihasilkan juga akan semakin baik. Tepung terigu high

protein adalah tepung terigu yang paling baik digunakan dalam pembuatan roti.

20

Page 21: roti tpp_2(themmy)

BAB V

KESIMPULAN

Terigu high protein dapat menyebabkan roti menjadi empuk dan memiliki

tinggi volume serta berat yang lebih besar daripada roti yang terbuat dari terigu

medium protein dan low protein. Penambahan tapioka menyebabkan roti memiliki

tekstur yang lebih kenyal dibanding dengan roti yang tidak mengalami

penambahan tapioka, sedangkan beras ketan menyebabkan roti memiliki tekstur

yang lebih keras dan penamapakan crust yang lebih pucat.

Perbedaan jenis ragi yang digunakan tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan

tekstur dari roti. Tinggi, volume, dan berat yang dihasilkan juga tidak berbeda

jauh. Gula bukanlah bahan baku utama dalam pembuatan roti. Pembuatan roti

lebih dipengaruhi dari jenis tepung, jenis ragi yang digunakan, garam, dan juga

air.

Dalam perhitungan jumlah sel ragi secara langsung dan perhitungan jumlah

koloni ragi secara tidak langsung, dapat disimpulkan bahwa ragi B mempunyai

jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ragi A. Semakin tinggi

konsentrasi gula, maka akan semakin besar pula produksi gas yang akan

dihasilkan oleh ragi.

Produksi gas dalam matriks pangan dipengaruhi oleh penutupan kain lembab

kepada adonan yang mempengaruhi ragi untuk dapat bekerja secara optimal

dalam mengembangkan adonan. Kandungan gluten pada tepung terigu high

protein paling besar jumlahnya jika dibandingkan dengan yang lainnya (tepung

terigu medium protein dan low protein). Semakin tinggi kandungan protein dalam

tepung terigu, maka akan semakin besar juga gluten yang dihasilkan.

21