RISKESDAS 1

4
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan rongga mulut berperan penting dalam kehidupan seseorang. Adanya penyakit di dalam rongga mulut akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Salah satu jenis penyakit di dalam rongga mulut adalah penyakit periodontal. Penyakit periodontal dapat berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler (Ueno dan Kawaguchi, 2011). Menurut penelitian Inaba dan Amano (2010), bakteri penyebab penyakit periodontal dapat memasuki pembuluh darah dan berperan dalam pengerasan pembuluh arteri jantung. Penyumbatan arteri akan lebih cepat terjadi sehingga risiko penyakit jantung meningkat. Hal ini menunjukan bahwa penyakit di dalam rongga mulut sangat mempengaruhi kehidupan seseorang (Ueno dan Kawaguchi, 2011). Penyakit gigi dan mulut yang sering ditemukan di masyarakat dan memiliki prevalensi tinggi selain karies gigi adalah penyakit periodontal (Herijulianti dkk., 2001). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penduduk Indonesia yang mempunyai masalah gigi dan mulut termasuk penyakit periodontal yaitu 23,4% (Depkes RI, 2008). Prevalensi tersebut mengalami kenaikan yaitu menjadi 25,9% sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 (Depkes RI, 2013). Penyakit periodontal terjadi karena adanya peran plak sebagai faktor utama. Plak mengandung lebih dari 500 jenis mikroorganisme (Newman dkk., 2006). Bakteri-bakteri yang terkandung di dalam plak dan produk yang dihasilkannya

description

syok anafilaktik

Transcript of RISKESDAS 1

Page 1: RISKESDAS 1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan rongga mulut berperan penting dalam kehidupan seseorang.

Adanya penyakit di dalam rongga mulut akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari.

Salah satu jenis penyakit di dalam rongga mulut adalah penyakit periodontal.

Penyakit periodontal dapat berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler (Ueno

dan Kawaguchi, 2011). Menurut penelitian Inaba dan Amano (2010), bakteri

penyebab penyakit periodontal dapat memasuki pembuluh darah dan berperan

dalam pengerasan pembuluh arteri jantung. Penyumbatan arteri akan lebih cepat

terjadi sehingga risiko penyakit jantung meningkat. Hal ini menunjukan bahwa

penyakit di dalam rongga mulut sangat mempengaruhi kehidupan seseorang

(Ueno dan Kawaguchi, 2011).

Penyakit gigi dan mulut yang sering ditemukan di masyarakat dan memiliki

prevalensi tinggi selain karies gigi adalah penyakit periodontal (Herijulianti dkk.,

2001). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

penduduk Indonesia yang mempunyai masalah gigi dan mulut termasuk penyakit

periodontal yaitu 23,4% (Depkes RI, 2008). Prevalensi tersebut mengalami

kenaikan yaitu menjadi 25,9% sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2013 (Depkes RI, 2013).

Penyakit periodontal terjadi karena adanya peran plak sebagai faktor utama.

Plak mengandung lebih dari 500 jenis mikroorganisme (Newman dkk., 2006).

Bakteri-bakteri yang terkandung di dalam plak dan produk yang dihasilkannya

Page 2: RISKESDAS 1

menempel pada permukaan gigi (Vernino dkk., 2008). Bakteri ini dapat menyebar

ke dalam jaringan gusi, jaringan periodontal, dan permukaan tulang alveolar

sehingga akan terjadi periodontitis (Nield-Gehrig dan Wilmann, 2008; Vernino

dkk., 2008). Periodontitis merupakan inflamasi jaringan pendukung gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme yang secara progresif mendestruksi ligamen

periodontal dan tulang alveolar. Periodontitis adalah salah satu jenis penyakit

periodontal (Nield-Gehrig dan Wilmann, 2008). Bakteri Porphyromonas

gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Bacteriodes forsythus,

Prevotella intermedia, dan Treponema denticola dianggap sebagai periopatogen

yang menyebabkan penyakit periodontal (Axelsson, 2002). Porphyromonas

gingivalis adalah bakteri anaerob gram negatif penyebab periodontitis. Bakteri ini

menghasilkan faktor virulensi berupa protease yang dapat merusak

immunoglobulin, faktor komplemen, dan mendegradasi perlekatan epitel jaringan

periodontal sehingga menimbulkan poket periodontal. Periodontitis kronis dapat

terjadi akibat bertambahnya jumlah bakteri anaerob pada sulkus periodontal

(Newman dkk, 2006).

Akumulasi plak dapat dihambat dengan dua cara, yaitu secara mekanik dan

secara kimiawi. Pembersihan secara mekanik menggunakan metode konvensional

dengan cara menyikat gigi. Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menjangkau

bagian-bagian tertentu seperti jaringan periodontal, misalnya pada daerah sulkus

gingiva. Hal ini dapat diatasi dengan mengkombinasikan obat kumur dan larutan

irigasi yang mengandung bahan kimia (Newman dkk., 2006). Salah satu bahan

kimia yang sering digunakan dalam praktek kedokteran gigi sebagai antibakteri

Page 3: RISKESDAS 1

adalah klorheksidin glukonat (Dabrowska dkk., 2006). Bahan ini mempunyai

spektrum luas dan efektif terhadap bakteri gram positif, gram negatif, dan jamur.

Chlorhexidine gluconat dapat mengganggu metabolisme bakteri di dalam rongga

mulut (Marsh, 2010). Bahan ini memiliki beberapa efek samping negatif yaitu

menimbulkan rasa pahit, nyeri pada mukosa, pewarnaan pada gigi dan lidah, serta

deskuamasi gingiva (Van Zyl dan Van Heerden, 2010).

Berbeda dengan obat-obatan yang berasal dari bahan sintetis, pemanfaatan

tanaman herbal yang digunakan dengan tepat dapat meminimalkan efek samping

(Santoso, 1998). Saga adalah tanaman herbal asli Indonesia (Abu dkk., 2012).

Saga merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua daerah tropis dan

subtropis (Bobbarala dan Vadlapudi, 2009). Zaman dahulu saga telah digunakan

dalam pengobatan orang hindu, sama seperti pengobatan di negara Cina dan

budaya kuno lainnya (Solanki dan Zaveri, 2012). Tanaman ini digunakan dalam

pengobatan tradisional untuk mengobati luka gores, leukoderma, tetanus, jerawat,

bisul, dan abses (Bobbarala dan Vadlapudi, 2009). Menurut Taur dan Patil (2012),

secara tradisional daun saga digunakan untuk mengobati demam, stomatitis,

astma, dan bronkitis. Di beberapa wilayah pedalaman, masyarakat mengunyah

daun saga untuk mengobati ulser mulut (Solanki dan Zaveri, 2012). Daun saga

mempunyai rasa manis karena terdapat kandungan 10% glisirizin, triterpen

glikosida, pinitol, dan alkaloid seperti abrin, hipaporin, kolin, dan prekatorin

(Attal dkk., 2010). Menurut Depkes R.I. (2000), daun saga mengandung saponin

dan flavonoida. Kandungan flavonoida dan saponin yang terdapat di dalam

daunnya itulah yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan sebagai antibakteri.

Page 4: RISKESDAS 1

Bolou dkk. (2011) menyatakan bahwa ekstrak etanolik saga mempunyai

daya bunuh terhadap bakteri Salmonella typhi. Menurut Shourie dan Kalra (2013),

ekstrak etanolik saga memiliki aktivitas sebagai antimikroba terhadap Candida

albicans. Ekstrak etanolik saga juga memiliki aktivitas sebagai antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa

(Karamoko dkk., 2013). Data-data hasil penelitian diatas menunjukan bahwa

ekstrak etanolik saga mempunyai daya antibakteri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka dapat diajukan

permasalahan yaitu: Apakah terdapat pengaruh konsentrasi ekstrak etanolik daun

saga (Abrus precatorius L.) terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas

gingivalis?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian Karamoko dkk. (2013), menyatakan bahwa ekstrak etanolik biji

saga memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,

Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya adalah jenis bakteri yang digunakan yaitu Porphyromonas

gingivalis, dan bagian tanaman yang digunakan yaitu daun.