RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA … · Judul Skripsi Nama ... Fakultas Ekonomi dan...
Transcript of RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA … · Judul Skripsi Nama ... Fakultas Ekonomi dan...
RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
LISDA ELSERA BR GINTING
H34066073
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
RINGKASAN
LISDA ELSERA BR GINTING. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).
Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dewasa ini kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur tiram putih, dimana sebagai tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat karena jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi dan dapat menjadi bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Cempaka Baru merupakan salah satu usaha yang membudidayakan tanaman jamur tiram putih.
Permasalahan yang dihadapi Cempaka Baru adalah bahwa usaha ini mengalami risiko produksi, hal ini dapat dilihat dari produksi atau produktivitas yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog, sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog. Kondisi tersebut disebabkan karena tanaman jamur tiram putih rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu keterampilan tenaga kerja yang dimiliki masih belum memadai, ditambah lagi dengan tingkat kegagalan tegnologi pengukusan yang dimiliki yaitu sebesar lima persen. Risiko produksi tersebut akan berakibat terhadap kegagalan produksi yang akan menurunkan pendapatan usaha. Untuk itu, maka dapat dianalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi Cempaka Baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis risiko produksi dari kegiatan budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru dan hubungannya dengan return yang diharapkan, dan (2) menganalisis alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi di usaha Cempaka Baru.
Penelitian dilaksanakan pada usaha Cempaka Baru di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 hingga Januari 2009. Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak usaha, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi serta literatur lainnya yang sudah diterbitkan. Data-data tersebut berupa informasi seputar usaha Cempaka Baru dengan kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan, meliputi luas lahan, biaya, jumlah produksi, proses produksi serta data lainnya yang mendukung penelitian.
Dilakukan analisis penilaian terhadap risiko produksi berdasarkan ukuran yang menggunakan pendekatan Expected Return. Risiko produksi diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan Variance, Standard Deviation, dan
Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi.
Indikasi adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi/variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami Cempaka Baru. Risiko produksi tersebut mengakibatkan kerugian yang ditanggung usaha. Dengan adanya risiko produksi, hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan.
Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih.
Strategi pengelolaan risiko produksi pada Cempaka Baru yang dapat diterapkan adalah strategi Preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus dan mikroba, serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan pentortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan seputar jamur tiram putih. Dan yang kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam.
RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA USAHA CEMPAKA BARU DI KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BOGOR
LISDA ELSERA BR GINTING H34066073
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
Judul Skripsi
Nama
NIM
:
:
:
Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Lisda Elsera Br Ginting
H34066073
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP. 19640921 199003 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Agribisnis
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Produksi
Budidaya Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Lisda Elsera Br Ginting H34066073
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lisda Elsera Br Ginting, lahir di Berastagi Kabupaten
Karo Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 1986. Anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Tempoh Ginting dan Ibunda Rahmawati Br
Tarigan.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Peceren Berastagi
pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000
di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1
Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat universitas melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Diploma III
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur seleksi umum pada tahun 2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Risiko
Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko produksi
pada proses budidaya jamur tiram putih serta pengaruhnya terhadap pendapatan
pada usaha Cempaka Baru dan menganalisis alternatif yang dilakukan untuk
mengatasi risiko produksi di usaha budidaya jamur tiram putih tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi pembaca dalam memberi informasi seputar jamur
tiram putih dan risiko produksi yang dihadapi.
Bogor, September 2009
Lisda Elsera Br Ginting
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menulis
skripsi.
2. Orangtua dan keluarga tercinta (Bapak, Mamak, Abangku dr. Thomson dan
Adikku yang masih di TPB) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang
diberikan. Semoga bisa menambah kebanggaan Bapak dan Mamak serta
memperoleh yang lebih baik lagi. Amin.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Etriya, SP. Mm sebagai dosen penguji, yang
telah memberikan waktunya untuk memberikan masukan terhadap penulisan
penelitian ini.
4. Ardian Surbakti atas kasih sayang dan semangat untuk mengingatkan agar
mengerjakan skripsi, serta pengorbanan yang sangat besar sewaktu mencari
tempat penelitian dan disaat operasi sampai penyembuhannya.
5. Monalisa Sembiring selaku pembahas dalam seminar, yang telah memberi
saran dan koreksi terhadap penulisan skripsi.
6. Pihak usaha Cempaka Baru atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan
yang diberikan.
7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman ekstensi Agribisnis angkatan 1,
2 dan 3 atas semangat dan sharing selama kuliah hingga penulisan skripsi,
serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas
bantuannya.
Bogor, September 2009
Lisda Elsera Br Ginting
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv
I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................. 9
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10 2.1. Gambaran Umum Jamur ..................................................... 10 2.2. Jamur Tiram Putih .............................................................. 11 2.3. Penelitian Terdahulu .......................................................... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 20 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 20
3.1.1 Analisis Risiko Agribisnnis .................................... 20 3.1.2 Risiko dan Pendapatan ............................................ 22 3.1.3 Menganalisis Risiko ................................................ 23 3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko ..................................... 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 27
IV METODE PENELITIAN ............................................................ 29 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 29 4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 29 4.3. Metode Pengumpulan Data ................................................ 30 4.4. Metode Analisis Data ......................................................... 31 4.4.1 Analisis Kuantitatif ................................................. 31 4.4.2 Analisis Manajemen Risiko .................................... 34
V GAMBARAN UMUM USAHA .................................................... 35 5.1. Sejarah Singkat Usaha Cempaka Baru .............................. 35 5.2. Organisasi dan Manajemen Usaha ..................................... 37 5.3. Sumber Daya Usaha Cempaka Baru .................................. 40
5.3.1 Tenaga Kerja ........................................................... 40 5.3.2 Fisik ......................................................................... 41 5.3.3 Modal ....................................................................... 42
5.4. Operasional Kegiatan ........................................................... 42 5.4.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit ................................. 45 5.4.2 Proses Pembuatan Bibit .......................................... 46 5.4.3 Budidaya ................................................................. 48 5.4.4 Panen ....................................................................... 49 5.4.5 Penanganan Pasca Panen ........................................ 50 5.4.6 Pola Tanam Usahatani .............................................. 50 5.5. Pemasaran Jamur Tiram Putih Cempaka Baru .................. 52
5.6. Arus Kas Usaha Cempaka Baru .......................................... 54
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH ............................................................. 55
6.1. Identifikasi Risiko Produksi Cempaka Baru ........................ 55 6.2. Penilaian Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Cempaka Baru ...................................................................... 63 6.3. Strategi Pengolahan Risiko Produksi Cempaka Baru .......... 65
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 69 7.1. Kesimpulan ........................................................................ 69 7.2. Saran .................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 72
LAMPIRAN .............................................................................................. 75
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2005-2006 ……………………………...
Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2006 ................................................................
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008 ...............................
Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2007 – 2008 ..............................................................
Rata-rata Permintaan Ekspor Jamur Indonesia per Bulan, Tahun 2007 .........................................
Produktivitas Tanaman Jamur di Indonesia Tahun 2005 – 2008 ...……………………………
Karakteristik Umum Beberapa Jenis Jamur Konsumsi ....................................................................
Daftar-Daftar Penelitian Terdahulu Yang Berhubungan Dengan Penelitian Penulis .............................
Karakteristik Tenaga Kerja Cempaka Baru Tahun 2009 ...................................................................
Kebutuhan Bahan Baku Pembuatan Bibit per 500 Baglog Pada Usaha Cempaka Baru .........................
Ukuran Pendapata Cempaka Baru Periode Oktober 2008 – Januari 2009 ................................................
Rata-Rata Produktivitas Jamur Tiram Putih Dan Peluang yang Dihadapi Cempaka Baru, 2008 .............................................................
Hasil Penilaian Risiko Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih pada Cempaka Baru, Tahun 2008 ............................................................................
1
2
3
4
5
7
11
19
41
45
54
55
64
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih Cempaka Baru Tahun 2007-2008 …………………..……
Tiga Elemen Risiko ………………………………………
Hubungan Risk and Return ………………………………
Perilaku Individu Menghadapi Risiko …………………...
Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan …………………..
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ........................
Hierarki Organisasi Usaha Cempaka Baru ...........................
Alur Proses Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih Cempaka Baru ..................................................
Pola Tanam Jamur Tiram Putih Cempaka Baru Tahun 2008 ..................................................
Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih Cempaka Baru .......................................................................
8
21
23
25
26
28
38
44
52
53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Daftar Sarana Fisik Cempaka Baru Tahun 2009 ………......
Perhitungan Biaya Usahatani Cempaka Baru (Satu Periode Produksi) ……………………………………
Perhitungan Biaya Penyusutan Cempaka Baru …………….
Perhitungan Nilai Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation ………………………………......
Ukuran Pendapatan Cempaka Baru ......................................
Gambar Jamur Tiram Putih ...................................................
75
76
77
78
79
80
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi
perekonomian Indonesia, karena merupakan sumber mata pencaharian utama dari
sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, sektor pertanian ikut memberi
sumbangsih bagi sektor lainnya, yaitu sektor industri dimana sebagian besar
bahan baku yang digunakan berasal dari produk pertanian. Perkembangan volume
dan nilai ekspor-impor sektor pertanian Indonesia pada tahun 2005-2006 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2005-2006
No. Sub Sektor 2005 2006 Perkembangan (%)
Volume (Juta Kg)
Nilai (Juta USD)
Volume (Juta Kg)
Nilai (Juta USD)
Volume Nilai
1 Tanaman Pangan - Ekspor - Impor
792,8 6.631,3
206,7 1.596,4
575,1 8.521,1
184,0 1.879,8
-27,46 28,49
-10,96 17,75
2 Hortikultura - Ekspor - Impor
260,3 685,9
151,8 262,5
346,4 743,8
172,8 412,1
33,07 8,44
13,83 56,99
3 Perkebunan - Ekspor - Impor
12.854,0
1.651,7
7.496,5 1.200,6
15.150,0
1.346,5
10.115,0 1.273,5
17,86
-18,48
34,93 6,05
4 Peternakan - Ekspor - Impor
192,3 723,9
298,9 893,6
144,3 648,6
282,4 910,6
-24,96 -10,40
-5,52 -1,90
Sumber : Departemen Pertanian (2009) Tabel 1 menunjukkan perkembangan nilai ekspor dan impor produk sektor
pertanian pada tahun 2005 sampai tahun 2006. Pada tabel tersebut dapat dilihat
bahwa Indonesia memiliki nilai impor yang lebih besar dibanding nilai ekspornya,
kecuali produk perkebunan. Untuk subsektor hortikultura terjadi peningkatan
jumlah ekspor yang cukup besar yaitu 33,07 persen, lebih tinggi dari peningkatan
jumlah impor yang hanya 8,44 persen.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang menempati
posisi penting dalam memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia.
Komoditas tanaman hortikultura di Indonesia sangat beragam dan dapat dibagi
2
menjadi empat kelompok besar, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran,
tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Kontribusi komoditas hortikultura bagi
perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan penilaian jumlah
Produk Domestik Bruto (PDB), dimana PDB tersebut merupakan salah satu
indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui peranan dan
kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional.
Tabel 2. Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan
Harga Berlaku Periode 2004-2006
Kelompok Komoditi Nilai PDB (Milyar Rp) Perkembangan (%)
2004 2005 2006 2004-2005 2005-2006
Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 3,02 12,00
Sayuran 20.749 22.629 24.694 9,06 9,12
Tanaman Biofarmaka 722 2.806 3.762 288,64 34,07
Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 1,15 1,54
Hortikultura 56.845 61.791 68.639 8,70 11,08 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan PDB komoditas hortikultura
Indonesia yang menunjukkan angka positif dari setiap kelompok komoditinya.
Kelompok komoditi sayuran menunjukkan perkembangan yang stabil pada angka
sembilan persen. Sayuran merupakan salah satu komoditas yang memberikan nilai
tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahtraan masyarakat. Kegiatan usahatani
komoditas sayuran yang saat ini mulai banyak dikembangkan, selain memiliki
peranan yang sangat besar dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, komoditas
ini juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena umumnya
metode pembudidayaannya mudah dan sederhana1.
Komoditas sayuran sedikitnya memiliki tiga peranan strategis dalam
pembangunan dan perekonomian Indonesia, yaitu : (a) sebagai salah satu sumber
pendapatan masyarakat, (b) sebagai bahan makanan masyarakat khususnya
1 Departemen Pertanian. 2008. Prospek Tanaman Sayuran. http://www.agribisnis.deptan.
go.id [Desember 2008]
3
sumber vitamin dan mineral, dan (c) salah satu sumber devisa negara non-migas2.
Oleh karena itu produksi komoditas sayuran perlu dijaga dan terus ditingkatkan,
sehingga dapat membantu perkembangan perekonomian Indonesia. Untuk
mengetahui perkembangan produksi tanaman sayur di Indonesia dapat dilihat dari
jumlah dan nilai ekspor-impor sayuran dari tahun 2005 hingga tahun 2008 pada
Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia
Tahun 2005-2008
Tahun Ekspor Impor
Volume (ribu Ton) (%)
Nilai (juta USD) (%)
Volume (ribu Ton) (%)
Nilai (juta USD) (%)
2005 152,7 (-) 110,6 (-) 508,3 (-) 188,0 (-)
2006 236,2 (54,7) 126,2 (14,1) 550,4 (8,3) 257,8 (37,1)
2007 209,4 (-11,3) 137,1 (8,6) 784,9 (42,6) 351,4 (36,3)
2008* 175,9 (-16,0) 171,5 (25,1) 917,2 (16,8) 442,4 (25,9)
Keterangan : *) angka sementara (%) persentase perkembangan setiap tahunnya Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Berdasarkan informasi pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa Indonesia lebih
banyak mengimpor sayuran dari pada melakukan ekspor. Impor sayuran
dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan produksi di dalam negeri.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan akan sayuran yang tidak
diimbangi dengan produksi nasional, ditambah juga dengan masalah penyebaran
di dalam negeri yang tidak merata. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
Indonesia memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan produksi sayuran
nasional.
Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus
meningkat, dimana hal tersebut merupakan akibat dari pola hidup sehat yang telah
menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan
bisnis jamur yang merupakan salah satu bagian dari komoditas sayuran. Seiring
dengan perkembangan tanaman sayuran, produksi tanaman jamur juga mengalami
2 Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. Peran Sayuran Terhadap Perekonomian.
http://www.hortikultura.deptan.go.id [Desember 2008]
4
perkembangan dalam beberapa tahun terakhir. Data perkembangan produksi sayur
di Indonesia selama tahun 2007 dan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2007 - 2008
No. Komoditas Produksi (Ton) Perkembangan
(%) 2007 2008*
1 Kentang 1.003.732 1.044.492 4,06
2 Sawi 564.912 544.238 -3,66
3 Kacang Panjang 488.499 438.262 -10,28
4 Terung 390.846 389.534 -0,34
5 Wortel 350.170 350.453 0,08
6 Kangkung 335.086 292.182 -12,80
7 Buncis 266.790 242.455 -9,12
8 Labu Siam 254.056 361.301 42,21
9 Bayam 155.863 152.130 -2,40
10 Kembang Kol 124.252 97.703 -21,37
11 Jamur 48.247 61.349 27,16
12 Lobak 42.076 47.968 14,00
Keterangan : *) angka sementara Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Tabel 4 menunjukkan perkembangan produksi dari sebagian besar
tanaman sayuran di Indonesia. Sebagian besar tanaman sayur yang ada pada tabel
tersebut mengalami penurunan produksi dari tahun 2007 ke tahun 2008, antara
lain sayuran kembang kol dengan penurunan sebesar 21,37 persen. Perkembangan
yang cukup baik ditunjukkan oleh sayuran labu siang dan sayuran jamur, dimana
kedua sayuran tersebut menunjukkan perkembangan yang positif pada angka
masing-masing sebesar 42,21 persen dan 27,16 persen.
Dewasa ini jamur telah menjadi kebutuhan dan menjadi bagian hidup
manusia. Tanaman jamur sebagai bahan pangan alternatif yang disukai oleh
semua lapisan masyarakat berpotensi untuk dikembangkan dan mendatangkan
nilai ekonomi bagi masyarakat. Dalam tiga tahun terakhir minat masyarakat untuk
5
mengkonsumsi jamur terus meningkat3. Keadaan tersebut dilihat dari jumlah
permintaan komoditas jamur, khususnya untuk nilai ekspor (Tabel 5).
Tabel 5. Rata-rata Permintaan Ekspor Jamur Indonesia per Bulan, Tahun 2007
Jenis Jamur NegaraTujuan Volume (ton)
Merang kaleng China, USA, UE 80
Tiram putih acar China, Singapura 80
Tiram putih kering China, Korea, USA, UE 30
Shiitake kering Singapura, Jepang 20
Shiitake segar Singapura, China 60
Kuping kering China, Korea, USA, UE 50
Jenis lain China, USA, UE 500
Jumlah 820 Sumber : Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2008)
Dari Tabel 5 dapat dilihat tingginya permintaan akan produk jamur setiap
bulannya. Permintaan untuk jamur tiram putih mencapai 80 ton per bulan yang
diekspor ke negara Cina dan Singapura. Untuk jenis jamur lainnya juga memiliki
potensi yang sama, seperti jamur merang dengan permintaan 80 ton per bulan.
Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur berpengaruh positif
terhadap permintaan pasokan. Permintaan jamur terus meningkat, produksi yang
dihasilkan petani habis terserap. Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi
dengan produksi yang dihasilkan. Produksi jamur Indonesia hanya mampu
memenuhi 50 persen dari permintaan pasar dalam negeri belum termasuk
permintaan pasar luar negeri, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, China,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa4.
Indonesia dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi hanya mampu
memasok 0,9 persen dari pasar dunia, angka tersebut sangat kecil jika dibanding
dengan China yang memasok 33,2 persen pasar jamur dunia5. Konsumen
menyadari bahwa jamur bukan sekadar makanan, tapi juga mengandung khasiat
3 Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2007. Kunci Utama Kenerhasilan Budidaya
Jamur. http://www.agrina-online.com. [Maret 2009] 4 Departemen Pertanian. op.cit. Hlm 2 5 Loc.cit
6
obat. Ada perubahan paradigma mengenai manfaat tanaman jamur. Sebelumnya
jamur dianggap sebagai tanaman yang mengandung racun. Saat ini, pembahasan
produk jamur lebih mengarah pada khasiat yang dikandung.
Jamur sebagai tanaman sayur memiliki beberapa jenis, dengan bentuk dan
manfaat yang berbeda. Jenis jamur konsumsi yang sudah umum dikenal
masyarakat antara lain adalah jamur tiram, jamur merang, jamur kuping, dan
jamur kancing. Jenis jamur yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah
jamur tiram putih.
Salah satu jamur yang cukup dikenal di masyarakat dan banyak
dibudidayakan adalah jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus). Menurut
Suriawiria (2002), jamur tiram putih termasuk jenis jamur serbaguna. Selain dapat
dikonsumsi dalam bentuk masakan, jamur tiram putih juga dapat dikonsumsi
dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam campuran salad maupun lalapan.
Bahkan dapat diolah menjadi crips, cripsy ataupun chips.
Jamur tiram putih seperti halnya dengan jamur lainnya memiliki produksi
yang masih rendah, karena belum mampu untuk memenuhi seluruh permintaan
baik dari dalam negeri maupun permintaan luar negeri. Sebagai tanaman pertanian
sangat erat kaitannya dengan faktor alam dalam perolehan hasil produksi. Seperti
diketahui, bahwa alam tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk
diramalkan, dan tidak dapat dikendalikan. Alam merupakan suatu ketidakpastian
yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha pertanian, dan
risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usaha jamur tiram. Risiko perlu untuk
diperhitungkan karena umumnya risiko berdampak pada kerugian yang harus
ditanggung oleh pemilik usaha. Seperti halnya pada budidaya jamur tiram putih di
usaha Cempaka Baru, perlu memperhatikan adanya indikasi risiko untuk
kelangsungan dan perkembangan usaha yang juga berdampak kepada perolehan
pendapatan.
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada
banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. Beberapa difinisi risiko
antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai
ketidakpastian (Harwood et al, 1999). Dalam usahatani pertanian, dapat terjadi
berbagai macam risiko. Risiko yang umum dan sering muncul adalah risiko harga
7
dan risiko produksi. Untuk mengetahui jenis risiko yang terjadi terlebih dahulu
dilakukan identifikasi risiko pada usaha yang dianggap berisiko. Indikasi risiko
pada suatu usaha dapat dilihat dari fluktuasi atau variasi harga dan hasil produksi
yang diperoleh pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan periode
sebelum atau sesudahnya. Salah satu indikasi adanya risiko pada usaha jamur di
Indonesia dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas tanaman jamur berdasarkan
hasil produksi yang dibandingkan dengan luas areal tanamnya (Tabel 6).
Tabel 6. Produktivitas Tanaman Jamur di Indonesia Tahun 2005 – 2008
Tahun Produksi (Ton) (%)
Luas Panen (Ha) (%)
Produktivitas (Ton/Ha) (%)
2005 30.854 (-) 254 (-) 121,47 (-)
2006 23.559 (-23,64) 298 (17,31) 79,07 (-42,41)
2007 48.247 (104,79) 377 (26,52) 127,98 (48,91)
2008 61.349 (27,16) 402 (6,63) 152,61 (24,63)
Keterangan : (%) persentase perkembangan setiap tahunnya Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil produktivitas tanaman jamur di
Indonesia secara umum menunjukkan fluktuasi yang signifikan. Kondisi tersebut
menunjukkan indikasi adanya risiko pada usaha tanaman jamur di Indonesia yang
mengarah kepada risiko produksi. Dari data produktivitas nasional tanaman jamur
yang mengindikasikan adanya risiko produksi pada usahatani jamur, maka penting
untuk dikaji adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih.
1.2. Perumusan Masalah
Cempaka Baru adalah usaha yang bergerak dalam budidaya jamur tiram
putih. Jamur tiram putih merupakan jenis sayuran yang berbeda dengan tanaman
pertanian lainnya dalam hal budidaya. Jamur tiram putih memiliki media tanam
yang disebut substrat, terbuat dari serbuk gergaji yang dicampur dengan bahan
lainnya, tidak seperti hamparan tanah pada umumnya. Media tanam tersebut harus
diolah secara khusus agar memperoleh bibit yang baik. Pembuatan media tanam
membutuhkan keterampilan khusus yang harus dipelajari sebelumnya, jadi tidak
setiap orang mampu untuk menghasilkan bibit jamur yang baik.
8
Dalam kegiatan usahatani, umumnya risiko terbesar yang dapat terjadi
adalah risiko harga dan risiko produksi. Untuk komoditas jamur tiram putih,
khususnya di Bogor dan pada usaha Cempaka Baru, harga jual yang diterima
relatif stabil pada harga 7.000 rupiah di tingkat petani. Oleh karena itu, pada usaha
ini risiko harga tidak diperhitungkan.
Risiko terbesar yang dihadapi usaha budidaya jamur tiram putih Cempaka
Baru adalah risiko produksi. Dimana hasil panen yang diperoleh bervariasi dalam
jumlahnya. Hasil produksi jamur tiram putih dalam setiap periode memiliki
jumlah yang berbeda. Adanya risiko produksi diperjelas dengan fluktuasi
produktivitas tanaman jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru yang dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih ‘Cempaka Baru’ Tahun
2007-2008 Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil produksi jamur tiram putih yang
dihasilkan mengalami kondisi yang tidak stabil setiap periodenya, hal ini
menunjukkan adanya risiko produksi pada Cempaka Baru. Keadaan tersebut
membawa kerugian bagi usaha yang juga berdampak terhadap pendapatan.
Kerugian tersebut merupakan risiko yang harus ditanggung Cempaka Baru
sebagai suatu kegiatan usaha.
Usaha Cempaka Baru memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman
jamur tiram putih yang dibudidayakan yaitu sebesar 0,38 kg per baglog,
sedangkan produktivitas terendah yang dialami sebesar 0,15 kg per baglog.
Periode 1
Periode 1
Periode 2
Periode 2
Periode 3 Periode 3
9
Dimana yang menjadi sumber utama penyebab terjadinya risiko produksi dalam
budidaya jamur tiram putih tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim
yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit
dikendalikan. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada
usaha ini masih belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses produksi,
khususnya pada saat penyuntikan bibit jamur tiram putih ke dalam substrat (media
tanam). Hal tersebut diatas membawa dampak yang merugikan bagi ‘Cempaka
Baru’, yaitu dapat menyebabkan kegagalan panen.
Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang
rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Rendahnya produksi tersebut
berdampak terhadap pendapatan yang diterima petani. Berdasarkan perumusan
diatas, disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram
putih terhadap pendapatan yang diperoleh ‘Cempaka Baru’?
2. Alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang
terjadi pada ‘Cempaka Baru’?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih dan
hubungannya dengan pengembalian yang diharapkan.
2. Menganalisis alternatif yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi di
usaha budidaya jamur tiram putih ‘Cempaka Baru’.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi petani jamur, penulis maupun
pembaca, serta masyarakat yang berminat melakukan usaha pada tanaman jamur
tiram putih. Bagi petani, sebagai pertimbangan untuk perencanaan pengambilan
keputusan dalam mengelola usaha jamurnya agar lebih waspada dalam
menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima. Bagi penulis,
memberi pengalaman nyata dalam menganalisis dan memecahkan masalah serta
menambah wawasan dan pengetahuan baru dalam melakukan kegiatan usaha.
Bagi pembaca dan masyarakat, berguna sebagai informasi dan rujukan untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Jamur
Jamur digolongkan ke dalam tumbuhan yang berspora, memiliki inti
plasma, tetapi tidak berklorofil (tidak memiliki zat hujau daun). Tubuhnya
tersusun dari sel-sel berupa benang (hifa) yang akan menyusun tubuh buah yang
disebut miselium. Hifa akan tumbuh bercabang-cabang, sedangkan miselium
membentuk bulatan. Struktur berbentuk bulatan tersebut menjadi cikal bakal
tubuh buah pada jamur.
Menurut Agromedia (2002), sejak 900 tahun Masehi jamur sudah
dibudidayakan di dataran Cina. Jamur pertama yang dibudidayakan di dataran
cina adalah Auricularia sp. atau jamur kuping. Jamur pangan atau jamur konsumsi
adalah sebutan untuk berbagai jenis jamur yang biasa dijadikan bahan makanan,
enak dimakan dan tidak mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan, bisa
berupa produk hasil budidaya atau panen dari alam. Beberapa jenis jamur masih
harus dipetik dari alam bebas karena teknik budidaya belum diketahui, contohnya
jamur musim dingin (winter mushroom) dan jamur truffle yang merupakan jamur
termahal di dunia. Jamur liar di alam bebas dilarang keras untuk dimakan kalau
tidak bisa membedakan ciri-ciri jamur beracun dengan jamur liar yang bisa
dikonsumsi. Jamur beracun memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tubuh buah berwarna mencolok, misalnya merah darah, kuning terang, atau
oranye.
2. Umumnya jamur beracun memiliki cincin atau cawan pada pangkal
batangnya.
3. Jamur mengeluarkan bau amoniak atau seperti telur busuk.
4. Jika dipotong dengan pisau stainless akan meninggalkan warna hitam atau
biru.
5. Warna berubah menjadi gelap apabila dimasak.
Beberapa contoh jamur pangan antara lain adalah jamur kancing, jamur
tiram, jamur merang, jamur shiitake, dan jamur kuping, dan yang menjadi bahasan
dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih. Ciri-ciri umum dan karakteristik
jamur pangan dapat dilihat pada Tabel 7.
11
Tabel 7. Karakteristik Umum Beberapa Jenis Jamur Konsumsi Jenis Nama
Lain Nama Ilmiah Bentuk Khasiat
Jamur tiram
Hiratake Pleurotus sp. Bentuk tudung mirip kulit kerang
Mencegah penyakit hipertensi dan serangan jantung
Jamur merang
- Volvariella volvaceae
Memiliki cawan dan hidup pada tumpukan merang
Cocok dikonsumsi oleh orang dengan program diet.
Jamur shiitake
Jamur payung
Lentinus edodes
Menyerupai payung dan berwarna kecoklatan
1. Mengurangi kolesterol
2. Memperbaiki sirkulasi darah
Jamur kuping
- Auricularia Menyerupai daun telinga, warna coklat muda kemerahan
Dapat menetralkan racun
Sumber : Redaksi Agromedia (2002)
2.2. Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus. Jamur
tiram putih hidup sebagai saprofit di pohon inangnya. Jamur ini banyak tumbuh
secara liar di kawasan yang berdekatan dengan hutan, menempel pada kayu atau
dahan kering. Mudah dijumpai di kayu-kayu lunak, seperti karet, damar, kapuk,
atau dibawah limbah biji kopi. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian
hingga 600 m di atas permukaan laut (dpl), dengan kisaran suhu 15-30 0C dan
kelembaban 80-90 persen. Pertumbuhan jamur tiram putih tidak membutuhkan
intensitas cahaya yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang
masam, yakni pada PH 5,5-7. Jamur ini tumbuh terutama pada waktu musim
hujan (Redaksi Agromedia, 2002).
Ciri-ciri fisik jamur tiram putih tudungnya menyerupai cangkang kerang
dengan diameter antar 5-15 cm. Permukaannya licin dan menjadi berminyak
ketika berada dalam kondisi lembab, bagian tepi sedikit bergelombang dan posisi
tangkai berada di tengah, disamping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan
tebal. Jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan jumlah
protein nabati mencapai 10-30 persen, asam amino esensial yang dibutuhkan
tubuh. Dalam bentuk kering jamur ini mengandung vitamin C sebanyak 35-35 mg
per 100 g dan vitamin B2 sebanyak 4,7-4,9 mg per 100 g. Oleh karena itu, jamur
12
tiram putih memiliki berbagai macam khasiat untuk kesehatan tubuh, antara lain
sebagai sumber protein nabati yang rendah kolesterol sehingga dapat mencegah
penyakit hipertensi dan serangan jantung (Redaksi Agromedia, 2002).
Jamur tiram putih memiliki beberapa keunggulan, selain harga yang relatif
mahal sehingga tingkat keuntungan yang dihasilkan relatif tinggi, umur singkat,
dan sangat laku di pasaran. Selain itu, keunggulan lainnya, cara budidaya mudah,
dapat dilakukan sepanjang tahun dan tidak memerlukan lahan yang luas.
Diversifikasi produk jamur tiram putih dapat berbentuk segar, kering, kaleng, atau
diolah menjadi keripik, pepes, tumis, dan nugget.
Syarat tumbuh jamur tiram meliputi beberapa parameter, terutama
temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya. Parameter
tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan,
misalnya :
a. Terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam,
b. Terhadap pembentukan bakal kuncup jamur,
c. Terhadap pembentukan tubuh buah,
d. Terhadap siklus panen, dan
e. Terhadap perbandingan antara berat hasil jamur dengan berat substrat log
tanam jamur.
Rantai budidaya jamur tiram putih dimulai dari serbuk gergaji,
pengayakan, pencampuran, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, spawn running,
growing, dan pemanenan. Untuk media tanamnya dapat berupa serbuk kayu
(gergajian), jerami padi, alang-alang, limbah kertas, ampas tebu dan lainnya.
Sebagai campuran dapat ditambahkan bahan-bahan lain berupa bekatul (dedak)
dan kapur pertanian. Media dimasukkan dalam plastik polypropilen dan
dipadatkan kemudian diseterilisasi selama 10-12 jam. Sterilisasi bertujuan untuk
menekan pertumbuhan mikrobia lain yang bersifat antagonis dan menjadi
penghambat pertumbuhan bagi tanaman induk dalam hal ini jamur tiram putih.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara memanaskan baglog dengan uap panas
selama 8-12 jam pada suhu kurang lebih 95 °C. Setelah sterilisasi selesai, baglog
didinginkan dalam ruangan tertutup selama 24 jam untuk menghindari
kontaminasi baglog.
13
Tahapan selanjutnya adalah proses inokulasi. Inokulasi adalah proses
penularan miselium dari bibit ke media tanam. Proses ini dilakukan dengan steril
dan dalam ruang inokulasi. Kemudian masuk pada masa inkubasi yakni tahap
penumbuhan miselia jamur. Proses ini memerlukan waktu kurang lebih 40-60 hari
sampai baglog berwarna putih. Suhu ruang inkubasi harus dijaga dalam kondisi
yang stabil dan rendah cahaya 22-28 °C dengan kelembaban 70–90 persen.
Setelah mencapai 40 hari, baglog berwarna putih merata, kemudian dipindahkan
ke kumbung. Proses penumbuhan tubuh buah diawali dengan membuka ujung
baglog untuk memberikan oksigen pada tubuh buah jamur. Umumnya 7-14 hari
kemudian, tubuh buah akan tumbuh. Setelah 7-30 hari sejak dibukanya ujung
baglog, akan tumbuh tubuh buah yang terus membesar hingga mencapai
pertumbuhan optimal yang siap dipanen (3-4 hari). Panen pertama 30 hari sejak
pembukaan ujung baglog, sedangkan pemanenan berikutnya dilakukan setiap 10-
14 hari.
Tubuh buah yang siap panen harus segara panen agar kualitas jamur
terjaga dengan baik. Dalam penanganan pascapanen, hasil yang diperoleh segera
dibersihkan dari kotoran yang menempel pada tubuh buah jamur untuk menjaga
daya tahan produk. Jamur tiram putih segera disimpan dalam freezer agar tahan
dalam waktu satu sampai dua minggu. Sementara untuk produk jamur kering,
dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama kurang lebih lima hari
(Suriawiria, 2002).
2.3. Penelitian Terdahulu
Anggraini (2003), menganalisis risiko usaha peternakan sapi perah.
Peternakan ini digolongkan dalam risiko dinamis karena dipengaruhi perubahan
ekonomi, yaitu peningkatan harga bahan bakar minyak berpengaruh terhadap
harga pakan sebagai pembiayaan terbesar pada usaha peternakan. Penelitian ini
menggunakan model persamaan regresi berganda untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko usaha peternakan sapi, meliputi fluktuasi keuntungan
di musin hujan, fluktuasi keuntungan di musim kemarau, fluktuasi harga susu,
fluktuasi biaya pakan, skala usaha, dan saluran pemasaran. Hasil yang diperoleh
bahwa semua faktor yang diuji berpengaruh secara nyata terhadap risiko usaha.
14
Fariyanti (2008), menggunakan data cross section dengan 143
rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Analisis risiko digunakan data panel
untuk tiga musim tanam. Analisis Risiko produksi dilakukan dengan
menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(GARCH). Hasil yang diperoleh bahwa risiko produksi kentang maupun kubis
dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko
produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, sedangkan risiko harga
kentang lebih rendah dari pada kubis. Untuk diversifikasi usahatani kentang dan
kubis memiliki risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi
kentang atau kubis.
Lestari (2009), melakukan analisis risiko operasional dan risiko pasar
terhadap pembenihan udang vannmei. Risiko opersional disebabkan oleh cuaca
dan penyakit yang menyebabkan fluktuasi produksi benih udang, sedangkan risiko
pasar disebabkan oleh fluktuasi harga jual benih dimana peluang terjadinya
disebabkan karena jenis udang yang diteliti merupakan komoditi baru yang
sedang merintis pasar dan baru dikenal oleh konsumen. Analisis risiko dilakukan
dengan nilai z-score yang merupakan analisis nilai standar, sedangkan untuk
dampak risiko dalakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR).
Sumber risiko diklasifikasikan ke dalam empat kuadran risiko berdasarkan
kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan risiko. Pertaman, sumber
risiko yang dianggap memiliki kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang
ditimbulkan juga besar adalah risiko timbulnya penyakit serta risiko karena
tingginya tingkat mortalitas benih udang vannmei. Kedua, sumber risiko dengan
kemungkinan terjadi kecil tetapi berdampak besar adalah risiko pada pengadaan
induk. Ketiga, sumber risiko dengan kemungkinan terjadi besar tetapi berdampak
kecil adalah risiko fluktuasi harga induk, pakan dan benih. Keempat, sumber
risiko dengan kemungkinan terjadi kecil dan dampaknya juga kecil disebabkan
oleh cuaca dan kerusakan peralatan. Dilakukan strategi preventif untuk
mengurangi terjadinya risiko yang terdapat pada kuadran 1 dan 3 dengan
persiapan pemeliharaan, pelatihan sumberdaya manusia, dan kontrak pembelian
dengan pemasok. Strategi mitigasi untuk menangani risiko pada kuadran 2
melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadaan induk yang tepat.
15
Maharany (2007), meneliti usahatani dan tataniaga jamur tiram putih
dengan metode pengolahan data yang digunakan ini adalah analisis secara
kualitatif, yang dilakukan dengan mendeskripsikan keragaan usahatani jamur tiran
dan fungsi lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jamur tiram. Analisis
kualitatif melakukan pendekatan dengan metode SCP (structure, conduct,
performance). Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan melihat
tingkat efisiensi usahatani jamur tiram melalui analisis pendapatan dan analisis
fungsi produksi. Selain itu untuk melihat efisiensi tataniaga jamur tiram dilakukan
analisis margin tataniaga dan farmer’s share. Hasil analisis deskriptif mengenai
keragaan usahatani jamur tiram tersebut, skala usaha jamur tiram dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu skala kecil (<10.000 log), sekala menengah (10.000-24.000
log), dan skala besar (> 24.000 log). Dari analisis fungsi produksi diperoleh
bahwa ketujuh faktor produksi dalam usaha jamur tiram berpengaruh secara nyata
dalam menentukan hasil panen jamur. Tujuh faktor tersebut adalah bibit jamur,
serbuk kayu, bekatul, kapur, minyak tanah, kapas, dan tenaga kerja. Analisis
tataniaga jamur tiram menunjukkan bahwa terdapat lima saluran tataniaga di
wilayah bandung. Saluran tersebut adalah (1) produsen – pengumpul – pengecer –
konsumen, (2) produsen – bandar pengumpul – pengumpul – pedagang menengah
– pengecer – konsumen, (3) produsen – pengumpul – pedagang besar – pengecer
– konsumen, (4) produsen – pengumpul – pedagang menengah – pengecer –
konsumen, dan (5) tidak terdefinisi oleh peneliti. Hasil yang diperoleh dari
analisis saluran tataniaga bahwa dari kelima saluran tersebut tidak ada yang
efisien. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama,
bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga.
Nugraha (2006), menganalisis saluran pemasaran jamur yang mengarah
pada efisiensi pemasaran serta margin yang diperoleh petani jamur. Metode yang
diunakan berdasarkan pendekatan kelembagaan (institutional approach) dengan
sudut pandang produsen dan pasar tradisional. Responden yang digunakan
sebanyak tujuh orang dari produsen dan 32 orang dari pedagang. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor melibatkan
enam lembaga, yakni (a) produsen, (b) pengumpul, (c) pedagang besar, (d)
pedagang menengah, (e) pengecer, dan (f) supplier. Saluran pemasaran yang
16
terjadi adalah, (a) produsen – konsumen, (b) produsen – pengumpul – konsumen,
(c) produsen – pedagang besar – konsumen, (d) produsen – pengumpul –
pedagang besar – pedagang menengah – konsumen, (e) produsen – pengumpul –
pedagang besar – pedagang menengah – pengecer – konsumen, (f) produsen –
pengecer – konsumen, (g) produsen – supplier – supermarket – konsumen, dan (h)
produsen – pengumpul – pedagang besar – supplier – supermarket – konsumen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran pemasaran jamur yang langsung dari
produsen kepada konsumen memiliki indikasi tingkat efisiensi terbaik. Farmer’s
share pada saluran ini menunjukkan nilai maksimal pada angka 100 persen.
Nugrahapsari (2006), menganalisis produk jamur tiram putih dari aspek
ekonomi, apakah secara finansial usaha jamur dapat memberikan keuntungan bagi
pelaku usaha. Dilakukan pengujian kelayakan usaha dengan melihat kemampuan
usaha dalam pembiayaan dan pengembalian yang diperoleh pada variabel Net
Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, dan Pay Back
Periode pada bunga diskonto sebesar 11,47 persen. Perusahaan ini memproduksi
28.000 baglog jamur per tiga bulan (satu periode produksi). Harga di tingkat
konsumen akhir sebesar Rp 7.000. Hasil yang diperoleh yaitu NPV sebesar Rp
69.853.980,79 adalah nilai bersih yang diperoleh dalam satu tahun. Net B/C
sebesar 2,18 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberi
keuntungan sebesar Rp 2,18. IRR sebesar 47 persen, lebih besar dari nilai
diskonto dan Pay Back Periode selama 1,14 tahun. Dari kriteria kelayakan yang
diperoleh menunjukkan bahwa budidaya jamur tiram putih pada PT Cipta Daya
Agrijaya layak diusahakan. Hasil analisis sensitivitas secara finansial
menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan harga input minyak tanah sebesar
100 persen maka usaha budidaya jamur tiram putih ini masih tetap layak untuk
diusahakan. Sementara apabila terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih
segar di pasar tradisional sebesar 36,36 persen, produksi menurun sebesar 75,62
persen dan produksi baglog menurun sebesar 67,5 persen, maka usaha budidaya
jamur tiram putih ini menjadi tidak layak untuk diusahakan.
Sari (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani
jamur tiram putih. Dalam penelitian diketahui bahwa kelompok tani tersebut
mengalami kondisi dimana tingkat produktivitas jamur yang dihasilkan semakin
17
menurun. Kondisi ini berpengaruh pada penurunan pendapatan yang diperoleh
petani. Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
nyata pada usahatani jamur tiram putih dengan pendekatan melalui fungsi
produksi dan elastisitas usaha. Variabel yang diduga sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap usaha jamur tiram adalah bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur,
kapas, karet, plastik, cincin paralon, minyak tanah dan tenaga kerja. Semua
variabel tersebut merupakan input utama daru usaha budidaya jamur tiram.
Dilakukan analisis dengan menggunakan taraf nyata sebesar satu persen, dengan
jumlah responden sebanyak 30 orang petani jamur tiram. Diperoleh hasil bahwa
variabel serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik, dan cincin paralon berpengaruh
secara signifikan terhadap hasil produksi jamur tiram putih. Artinya, bahwa
kelima variabel tersebut sangat berpengaruh dan erat kaitannya dengan hasil
produksi jamur yang diperoleh.
Siregar (2009), menganalisis risiko harga pada day old chick (DOC)
broiler dan layer yang merupakan anak ayam berumur sehari serta menganalisis
alternatif strategi dalam menghadapi fluktusasi harga yang diterima perusahaan.
Data yang digunakan merupakan harga jual DOC dan dianalisis dengan
menggunakan model ARCH-GARCH melalui nilai VAR (Value at Risk).
Diperoleh hasil bahwa pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi
permintaan dan penawaran di pasar. Berdasarkan hasil analisis GARCH (1,1)
diketahui bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian
harga sebelumnya dengan tanda yang positif, artinya jika terjadi peningkatan
risiko harga periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga periode
berikutnya. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 9,99 persen.
Sedangkan harga jual DOC layer dengan ARCH (1) diperoleh hasil bahwa harga
DOC layer dipengaruhi oleh volatilitas harga periode sebelumnya dengan tanda
positif yang artinya jika terjadi peningkatan risiko harga periode sebelumnya
maka akan meningkatkan risiko harga periode berikutnya. Koefisien determinasi
(R2) yang diperoleh sebesar 18,81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
setiap rupiah yang diperoleh perusahaan ternyata risiko harga jual DOC broiler
lebih tinggi dibanding risiko harga jual DOC layer, disebabkan karena permintaan
daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan
18
juga karena siklus layer lebih lama dari pada broiler. Strategi yang dapat
disarankan adalah dengan melakukan perencanaan produksi dan penjualan
berdasarkan pengalaman sebelumnya serta melakukan kemitraan dengan peternak
lain.
Tarigan (2009), menganalisis risiko produksi pada sayuran organik,
meliputi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai kriting. Metode yang digunakan
adalah variance, standartd deviation, dan coefficient variation. Hasil yang
diperoleh bahwa risiko yang paling tinggi terjadi pada tanaman bayam hijau,
karena bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim
penghujan, sedangkan risiko terendah diperoleh pada tanaman cabai keriting.
Dilakukan penanganan untuk mengatasi risiko tersebut yaitu dengan cara
diversifikasi tanaman, selain itu juga dilakukan kemitraan dengan petani sekitar.
Persamaan dan perbedaan terletak pada konsep dan produk yang
digunakan. Persamaan dengan penelitian pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5 terletak pada
konsep yang digunakan yaitu menganalisis risiko yang dihadapi suatu usaha,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Untuk penelitian pada
poin 6, 7, 8 dan 9 terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu pada objek yang
diteliti adalah jamur tiram putih, sedangkan perbedaannya terletak pada
penggunaan konsep untuk menganalisis jamur. Kelebihan dari penelitian ini
dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya pada Tabel 8,
bahwa belum ada yang melakukan penelitian risiko produksi pada budidaya jamur
tiram putih.
Penelitian yang sudah ada sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
19
Tabel 8. Daftar-daftar Penelitian Terdahulu Yang Berhubungan Dengan Penelitian Penulis
No. Nama Topik Metode
R I S I K O
1 Anggraini (2003) Analisis Risiko Usaha Peternakan Sapi Perah
Persamaan regresi berganda
2 Fariyanti (2008) Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk
Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH).
3 Lestari (2009) Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannmei
Model z-score dan Value at Risk (VaR)
4 Siregar (2009) Analisis Risisko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer
Model ARCH dan GARCH
5 Tarigan (2009) Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik
Variance, Standartd deviation, dan Coefficient variation
J A M U R T I R A M P U T I H
6 Maharani (2007) Usaha Tani dan Tataniaga
SCP (structure, performance, conduct) dan farmer’s share
7 Nugraha (2006) Saluran Pemasaran Pendekatan kelembagaan (institutional approach)
8 Nugrahapsari (2006)
Kelayakan Finansial dan Ekonomi
NPV, IRR, Net B/C, dan Pay Back Periode
9 Sari (2008) Faktor-Faktor Usahatani
Pendekatan fungsi produksi dan elastisitas usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Analisis Risiko Agribisnis
Kata risiko banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa
dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Dalam kegiatan
usaha pengertian risiko yang dimaksud berbeda dengan risiko dalam kehidupan
sehari-hari. Risiko dalam bidang usaha memiliki berbagai kejadian yang
kompleks dengan pertimbangan variabel yang berpengaruh terhadap keputusan
bagi kelangsungan usaha tersebut. Ada banyak pendapat mengenai definisi risiko
yang dapat membantu pembaca untuk memahami konsep risiko dengan lebih
jelas.
Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya
suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya
pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan
ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda.
Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat
diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan
risiko.
Darmawi (1997), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya
akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata
lain bahwa penggunaan kata ‘Kemungkinan’ tersebut sudah menunjukkan adanya
ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko. Sedangkan kondisi yang tidak pasti tersebut timbul karena
berbagai sebab, antara lain :
a. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
c. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan, dan
sebagainya.
Menurut Harwood, et al (1999) serta Moschini dan Hennessy (1999), ada
tiga elemen penting dalam risiko agribisnis, yakni suatu peristiwa, ketidakpastian,
21
dan akibat. Hubungan keterkaitan ketiga elemen tersebut dengan risiko, untuk
lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tiga Elemen Risiko
Sumber : Harwood, et al (1999); Moschini dan Hennessy (1999)
Suatu kejadian bisa berakibat merugikan ataupun menguntungkan.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, risiko dikategorikan menjadi dua yaitu
risiko murni dan risiko spekulatif. Apabila suatu kejadian bisa berakibat hanya
merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut
disebut Risiko Murni. Misalnya risiko kebakaran, yang bisa terjadi hanya rugi dan
tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan Risiko Spekulatif adalah
risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga
memungkinkan terjadinya keuntungan. Contohnya risiko investasi, jika
melakukan investasi bisa saja rugi dan bisa juga untung (Kountur, 2008).
Dalam bidang agribisnis, risiko yang dapat terjadi pada kegiatan usahatani
adalah risiko selama proses produksi berlangsung dan risiko terhadap harga jual.
Risiko produksi antara lain disebabkan serangan hama dan penyakit, curah hujan,
musim, kelembaban, teknologi, input, dan bencana alam. Akibat risiko produksi
tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen.
Sedangkan risiko harga disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang
dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk.
Condition
EVENT
EFFECT Possibility/ Uncertainty
Time
Durability
Exposure
RISK
22
3.1.2 Risiko dan Pendapatan
Dalam dunia bisnis, risiko sering dikaitkan dengan perolehan (return).
Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan
berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997). Dalam
kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability.
Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan
digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility (kepuasan) sangat sulit diukur
sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return. Return tersebut dapat
berupa pendapatan yang diperoleh usaha selama periode tertentu.
Tingkat risiko suatu kegiatan menjadi acuan dalam menentukan besaran
nilai yang dihasilkan (keuntungan). Umumnya kegiatan bisnis dengan risiko
tinggi diyakini dapat memberikan keuntungan yang besar. Artinya, nilai
keuntungan searah dengan tingkat risikonya. Hal tersebut dapat terwujud apabila
ternyata dalam melakukan kegiatan usaha, risiko yang diperkirakan tidak terjadi
sehingga pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan biaya kerugian akibat adanya
risiko. Tetapi apabila ternyata risiko yang diperkirakan terjadi pada kegiatan
usaha yang dipilih, maka yang diperoleh pelaku usaha adalah kegagalan dan
kerugian.
Oleh karena itu, agar bisnis dengan risiko yang besar dapat memberi
pendapatan tinggi, meskipun risiko yang diperkirakan terjadi maka pelaku usaha
dapat melakukan pengelolaan terhadap risiko tersebut. Dengan mengetahui
besarnya risiko yang dihadapi maka keputusan penerapan alternatif pengelolaan
yang digunakan dapat lebih efesien.
Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan
dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997).
Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan
probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif dan digunakan
dalam pengambilan keputusan. Utility sangat sulit diukur sehingga umumnya
didekati dengan pengukuran return.
Setiap keputusan investasi menyajikan risiko dan return tertentu. Oleh
karena itu, semua keputusan penting harus ditinjau dari return yang diharapkan
(expected return) dan risiko yang dihadapi. Semakin tinggi risiko dari suatu
23
kegiatan usaha (investasi) maka semakin tinggi tingkat pengembalian. Namun
demikian, untuk pelaku bisnis yang mengalami risiko kemungkinan akan
kehilangan uang atas investasi bersangkutan. Oleh karena itu dilakukan analisis
dengan menggunakan penilaian terhadap risiko. Hubungan risiko dan return dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan Risk and Return
Sumber: Barron’s, 1993
3.1.3 Menganalisis Risiko
Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation)
terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995) terdapat
beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi
(standard deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran
tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang
lainnya. Seperti standard deviation yang merupakan akar kuadrat dari variance
sedangkan coefficient variation merupakan rasio dari standard deviation dengan
nilai expected return dari suatu kegiatan usaha. Return yang diperoleh dapat
berupa pendapatan, produksi atau harga.
Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard
deviation merupakan ukuran yang absolut dan tidak mempertimbangkan risiko
dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan (expected return). Jika nilai
variance dan standard deviation digunakan untuk mengambil keputusan dalam
penilaian risiko yang dihadapi pada kegiatan usaha maka dikhawatirkan akan
terjadi keputusan yang kurang tepat.
Return
Risk
Expected Return
24
Hasil keputusan yang tepat dalam menganalisis risiko suatu kegiatan usaha
harus menggunakan perbandingan dengan satuan yang sama. Ukuran risiko yang
dapat membandingkan dengan satuan yang sama adalah coefficient variation.
Coefficient variation merupakan ukuran yang tepat bagi pengambil keputusan
dalam menilai suatu kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang
dihadapi untuk setiap return yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut. Dengan
ukuran coefficient variation, penilaian risiko terhadap kegiatan usaha sudah
dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu besarnya risiko untuk setiap return.
Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga.
Dengan mengetahui besaran risiko dan tingkat pengembalian yang
diperoleh dari kegiatan usaha, pelaku usaha dapat mengambil keputusan untuk
menentukan sikap dalam memilih kegiatan usaha yang berisiko. Setiap individu
memiliki perilaku yang berbeda dalam menghadapi risiko. Berdasarkan sikap
pengambil keputusan dalam menghadapi risiko, maka perilaku menghadapi risiko
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison dan
Barry, 1987):
a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.
b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang
diharapkan.
c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.
Hubungan risiko, return dan perilaku pengambil keputusan dalam
menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 4.
25
Gambar 4. Perilaku Individu Menghadapi Risiko
Sumber : Debertin, 1986
3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko
Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah-langkah yang dapat
ditempuh perusahaan untuk menangani terjadinya risiko. Fungsi-fungsi
manajemen sangat berperan dalam perumusan strategi pengelolaan risiko
sehingga penentuan strategi dapat dikonsep dalam manajemen risiko.
Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari
manajemen. Dengan adanya konsep risiko maka fungsi manajemen tidak hanya
perencanaan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengawasi, tetapi
ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko.
Menurut Lam (2003), ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko sangat
penting dalam pengelolaan suatu perusahaan, yakni karena mengelola risiko
adalah tugas manajemen, manajemen risiko dapat memaksimalkan nilai aset
pemegang saham dan dapat memperbesar peluang kerja dan jaminan finansial.
Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha
untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan
perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih
tinggi. Ada lima manfaat yang diperoleh perusahaan dengan menerapkan
manajemen risiko, manfaat tersebut adalah :
Return
Risk
Risk neutral
Risk aversion
Risk taker
26
a. Mencegah perusahaan dari kegagalan,
b. Mengurangi pengeluaran perusahaan,
c. Menunjang peningkatan perolehan laba,
d. Memberi ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya
perlindungan terhadap risiko, dan
e. Secara tidak langsung menolong public image, karena manajemen risiko
melindungi perusahan dari hal-hal buruk yang dapat merugikan perusahaan.
Menurut Kountur (2008), manajemen risiko perusahaan adalah cara
bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih
risiko-risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan cara atau langkah yang
dapat dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko dengan cara
meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko adalah untuk
mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju
organisasi bisa dikendalikan. Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses
yang berulang pada setiap periode produksi (Gambar 5).
Keterangan gambar : garis proses
garis hasil (output) Gambar 5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan
Sumber : Kountur,2008
Pengidentifikassian risiko merupakan proses penganalisisan untuk
menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang
potensial) yang menantang perusahaan. Sesudah manajer risiko mengidentifikasi
berbagai jenis risiko yang dihadapi usaha, maka selanjutnya risiko itu harus
diukur. Perlunya diukur adalah untuk menentukan relatif pentingnya dan untuk
IDENTIFIKASI RISIKO
PENGUKURAN RISIKO
PENANGANAN RISIKO
EVALUASI
Daftar Risiko
OUTPUT
Expected Return
Usulan (strategi pengelolaan risiko)
PROSES
27
memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi
peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.
Strategi pengelolaan risiko yang dapat dijadikan usaha sebagai alternatif
penanganan, yaitu strategi Preventif. Strategi preventif dilakukan untuk
menghindari terjadinya risiko. Preventif dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya :
a. Membuat (memperbaiki) sistem dan prosedur.
b. Mengembangkan sumberdaya manusia.
c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha Cempaka Baru memiliki lahan seluas 4.000 m2 yang digunakan
untuk memproduksi tanaman jamur tiram putih. Jamur tiram tersebut
dibudidayakan dalam tiga buah kumbung yang dimiliki usaha. Cempaka Baru
dalam mengusahakan bisnisnya menghadapi kendala yakni risiko produksi.
Sumber utama yang menjadi faktor penyebab terjadinya risiko produksi dalam
bidudaya jamur tiram putih tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim
yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit
dikendalikan. Selain itu, tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja pada
usaha ini masih belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses produksi,
khususnya pada saat penyuntikan bibit jamur tiram putih ke dalam substrat (media
tanam). Kerugian akibat risiko produksi yang dialami antara lain adalah jumlah
produksi yang rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Rendahnya produksi
tersebut berdampak terhadap pendapatan yang diterima petani. Dalam hal ini
perlu adanya upaya untuk mengatasi risiko produksi.
Alternatif strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi adalah
dengan melakukan manajemen risiko produksi yaitu melakukan strategi preventif
yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Alur kerangka pemikiran
operasional dapat dilihat pada Gambar 6.
28
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Sumber risiko : - Cuaca dan Iklim - Hama dan
Penyakit - Keterampilan
SDM rendah
Fluktuasi/variasi
Produksi
Pendapatan
Cempaka Baru
Strategi Preventif ‘merupakan strategi penanganan
risiko yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko’
Risiko Produksi Jamur Tiram Putih ‘Cempaka Baru’
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada budidaya jamur tiram putih usaha Cempaka
Baru, yang berlokasi di Pondok Caringin Rt. 02 Rw. 04 Desa Tugu Utara
Kecamatan Cisarua Bogor Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kondisi iklim Kecamatan Cisarua baik
untuk pertumbuhan jamur, selain itu Kecamatan Cisarua merupakan salah satu
daerah penghasil jamur di Bogor selain daerah Ciapus. Pemilihan usaha Cempaka
Baru dilakukan dengan pertimbangan bahwa usaha tersebut melakukan budidaya
jamur tiram putih dan dari hasil panen yang diperoleh usaha mengalami variasi
dalam jumlah produksi yang berakibat pada fluktuasi produktivitas jamur tiram
putih. Alasan lain adalah karena pada daerah Desa Tugu Utara, dari 20 petani
jamur yang masuk dalam Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, usaha Cempaka
Baru adalah salah satu dari delapan petani jamur yang masih aktif sampai saat ini
dan merupakan penghasil jamur terbanyak dengan kondisi usaha yang paling
besar diantara lainnya di daerah tersebut. Pelaksanaan penelitian dan
pengumpulan data di lapangan dimulai pada bulan Desember 2008 sampai Januari
2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan sifat data yang diperoleh, jenis data yang digunakaan adalah
data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data-data non-angka
(non-numerik) berupa keterangan-keterangan mengenai perkembangan usaha
jamur tiram putih, kondisi usaha, peralatan yang digunakan, teknis pelaksanaan
kegiatan usaha, dan sebagainya yang berhubungan dengan penelitian. Data
kuantitatif merupakan data angka atau numerik, seperti omzet usaha, jumlah
produksi per periode, jumlah bahan baku, harga jual dan harga input, dan semua
keterangan yang berupa angka.
Berdasarkan sumber perolehan data, maka jenis data yang digunakan dalam
penulisan penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian.
melalui : 1) pengamatan langsung, untuk mengetahui kondisi fisik usaha, proses
30
penanganan produk jamur, serta pengidentifikasian risiko yang terdapat
diperusahaan, dan 2) wawancara langsung dengan pihak manajemen usaha untuk
mengetahui permasalahan serta kendala yang dihadapi, penyebab terjadinya
kegagalan dalam kegiatan budidaya, dan pengisian kuisioner yang dijawab oleh
pihak manajemen sebagai pengambil keputusan dalam usaha Cempaka Baru. Data
sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan, berupa konsep mengenai
risiko dan pengelolaannya serta literatur tentang jamur diperoleh dari buku,
artikel, skripsi, disertasi, jurnal, dan publikasi lainnya. Beberapa data sekunder
yang dapat dipergunakan untuk membantu dalam penulisan skripsi berupa
produksi sayuran di Indonesia, produksi jamur di Indonesia, permintaan dan
perkembangan pasar serta prospek usaha jamur diperoleh dari Direktorat Jendral
Bina Produksi Hortikultura dan Departemen Pertanian melalui situs resminya.
4. 3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan untuk melihat
dan mengamati objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan penelitian. Observasi dilakukan langsung pada lokasi usaha budidaya
tanaman jamur tiram putih, yaitu usaha Cempaka Baru.
2. Melakukan wawancara untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian, agar data yang digunakan merupakan kondisi yang
sebenarnya. Wawancara dilakukan pada pihak yang bertanggung jawab atas
usaha dan yang menjadi pengambil keputusan pada usaha, yaitu pengelola
usaha Cempaka Baru.
3. Memberikan lembar penilaian berupa kuisioner kepada responden untuk
dinilai peluang dan dampak risiko. Responden yang dipilih adalah pihak
pengelola usaha yang mengetahui dan memahami kondisi usaha, yaitu
pengurus usaha yang merupakan orang kepercayaan pemilik, karena beliau
yang menjalankan seluruh aktivitas budidaya serta menjadi pengambil
keputusan dalam teknis pelaksanaan usaha, termasuk melakukan pengawasan.
Dari fungsi-fungsi yang dilakukan pengurus tersebut dapat dianggap sebagai
manajer pada usaha budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru.
4. Membaca dan melakukan pencatatan semua data yang dibutuhkan penelitian.
31
4.4. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, data dan informasi yang diperoleh dari lokasi usaha
budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru serta data yang lainnya diolah secara
kuantitatif dan dianalisis secara kualitatif. Analisis Kualitatif dilakukan melalui
pendekatan deskriptif. Analisis ini untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan
umum perusahaan dan manajemen risiko yang diterapkan perusahaan.
4.4.1 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian
ini didasarkan dengan pengukuran penyimpangan. Beberapa ukuran yang dapat
digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah ragam (variance),
simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation).
Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik, yang dijelaskan sebagai
berikut :
a. Nilai Harapan (Expected Return)
Nilai harapan adalah jumlah dari nilai-nilai kemungkinan yang diharapkan
terjadi probabilitas (peluang) masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti.
Nilai harapan merupakan besaran perolehan atau yang diperkirakan akan
didapatkan kembali dalam melakukan suatu kegiatan usaha. Nilai harapan
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk
melanjutkan kegiatan usaha. Penyelesaian pengambilan keputusan yang
mengandung risiko dapat dilakukan dengan menggunakan Expected return.
Rumus Expected return dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) :
R P . R
Dimana :
E(Ri) = Expected return
Pi = Peluang dari suatu kejadian
Ri = Return (Produktivitas dan Pendapatan)
b. Peluang (Probability)
Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa. Peluang
hanya suatu kemungkinan, jadi nilai dari suatu peluang bukan merupakan
32
harga mutlak dalam suatu kondisi. Nilai peluang ditentukan berdasarkan
pengalaman dan faktor dari variabel-variabel yang mempengaruhi suatu
kejadian yang akan dihitung nilai peluangnya. Peluang dari suatu kejadian
pada kegiatan usaha dapat diukur berdasarkan pengalaman yang telah dialami
pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan usaha. Nilai peluang ditentukan
dengan mengobservasi kejadian yang sudah terjadi. Kejadian-kejadian
tersebut kemudian diekspresikan sebagai persentase dari total exposure dalam
rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas.
Menurut Darmawi (1997), dari sudut pandang empiris maka probabilitas
dapat dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang
yang dinyatakan dalam persentase. Probabilitas adalah nilai/angka yang
terletak antara 0 dan 1 yang diberikan kepada masing-masing event. Apabila
nilai suatu peluang adalah 1, maka hal tersebut merupakan sebuah kepastian.
Berarti, peristiwa yang diperkirakan pasti terjadi. Nilai peluang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut :
Peluang P
Dimana :
n = Banyaknya kejadian
W = Frekuensi terjadinya peristiwa yang dihitung peluangnya.
Pada penelitian ini peluang yang dihitung adalah kemungkinan terjadinya
risiko produksi dalam budidaya tanaman jamur tiram putih pada usaha
Cempaka Baru. Penentuan peluang diperoleh berdasarkan dari suatu kejadian
pada kegiatan budidaya yang dapat diukur dari pengalaman yang telah dialami
perusahaan. Peluang yang ditentukan mencerminkan kemungkinan terjadinya
risiko produksi pada Cempaka Baru dalam memproduksi tanaman jamur yang
dibudidayakan.
c. Variance
Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat
dari return dengan Expected return dikalikan dengan peluang dari setiap
kejadian. Nilai variance dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Elton
dan Gruber, 1995):
33
P R Ř
Dimana :
= Variance dari return
Pij = Peluang dari suatu kejadian
Rij = Return
Ři = Expected return
Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance
maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang
dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.
d. Standard Deviation
Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance.
Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga
semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang
dihadapi dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation adalah sebagai
berikut:
Dimana : = Variance
= Standard deviation
e. Coefficient Variation
Coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan return
yang diharapkan atau ekspektasi return (expected return). Semakin kecil nilai
coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Rumus
coefficient variation adalah:
CV Ř
Dimana:
CV = Coefficient variation
34
= Standard deviation
Ři = Expected return
4.4.2 Analisis Manajemen Risiko
Analisis manajemen risiko produksi yang diterapkan berdasarkan penilaian
pengambilan keputusan di perusahaan secara subjektif yang dilakukan untuk
melihat apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk meminimalkan
risiko produksi. Pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
penyebab-penyebab adanya risiko produksi, kemudian melakukan pengukuran
risiko, menangani risiko dan mengevaluasi risiko serta melihat sejauh mana fungsi
manajemen risiko yang diterapkan pada usaha budidaya jamur tiram putih
Cempaka Baru.
V. GAMBARAN UMUM USAHA
5.1. Sejarah Singkat Usaha Cempaka Baru
Cempaka Baru merupakan usaha yang bergerak dalam bidang
pembudidayaan jamur tiram putih dan mulai berproduksi pada awal tahun 2007.
Pendirian usaha Cempaka Baru diawali dengan memanfaatkan lahan milik sendiri
yang belum dimanfaatkan, sehingga muncul ide dari pemilik untuk mengusahakan
lahan tersebut. Pemilik sendiri bernama bapak Candra yang berdomisili di Jakarta,
dimana pemilik mempunyai usaha percetakan. Sedangkan lokasi Usaha Cempaka
Baru terletak di daerah Pondok Caringin Rt.02 Rw.04 Desa Tugu Utara
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Perbedaan lokasi antara kediaman pemilik
di Jakarta dan tempat usaha budidaya jamur tiram putih di Bogor dipisahkan oleh
jarak yang jauh, sehingga usaha budidaya jamur tiram putih tersebut dipercayakan
kepada Bapak Adang untuk dikelola. Bapak Adang sendiri adalah penduduk asli
daerah Tugu Utara, tempat dimana lokasi usaha didirikan.
Ide awal munculnya usaha budidaya jamur tiram putih, yang diberi nama
dengan sebutan ’Cempaka Baru’, berasal dari pemikiran Bapak Adang sebagai
orang yang diberi tanggung jawab untuk mengelola usaha budidaya jamur tiram
putih. Keinginan Bapak Adang untuk membuka suatu usaha disebabkan karena
pada daerah tersebut sangat sulit mencari pekerjaan. Melihat bahwa daerah
Puncak adalah daerah wisata, bukan merupakan daerah industri manufaktur
dengan daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja, sehingga penggunaan tenaga
kerja relatif kecil di daerah tersebut. Peran masyarakat setempat yang
termanfaatkan hanya untuk menjaga villa, dimana villa tersebut bukan milik
penduduk setempat melainkan milik pendatang dari luar daerah Puncak,
khususnya Jakarta. Pekerjaan lain yang dapat dilakukan yaitu menjadi pedagang
kios dan pedagang asongan. Menjadi pedagang kios membutuhkan modal yang
besar dan tidak semua orang memiliki pendanaan yang cukup. Sedangkan
pedagang asongan memiliki tingkat pendapatan yang rendah karena hanya
berjualan di hari libur. Daya serap tenaga kerja di daerah wisata tersebut tidak
sebanding dengan perkembangan jumlah penduduk yang ada.
36
Semakin maraknya pembangunan villa di daerah Puncak dan sekitarnya
menambah keterpurukan masyarakat setempat dalam mencari sumber
penghasilan. Lahan-lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian penduduk
diubah menjadi bangunan-bangunan mewah yang hanya digunakan sewaktu
liburan saja. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi penduduk sekitar yaitu
kesulitan dalam mencari pekerjaan tetap, dampak dari keadaan tersebut adalah
banyaknya pengangguran. Bapak Adang sebagai penduduk asli ingin membantu
para penduduk sekitar agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak untuk
kehidupan mereka.
Dengan kepercayaan Bapak Candra, pemilik lahan, maka Bapak Adang
mengusulkan agar lahan dengan luasan 4000 m2 tersebut dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian. Mengingat bahwa daerah Tugu Utara masih termasuk daerah
Puncak yang merupakan daerah dengan iklim dan kondisi alam yang sesuai untuk
bercocok tanam. Maka ide Bapak Adang tersebut dapat dilaksanakan.
Untuk komoditas yang diusahakan, Bapak Adang memilih untuk
membudidayakan jamur tiram putih. Jamur tiram putih dipilih karena Bapak
Adang memiliki kemampuan dan pengetahuan dibidang budidaya jamur tiram
putih. Selain itu budidaya tersebut dapat membantu masyarakat setempat dalam
memperoleh pekerjaan, yaitu dengan memberdayakan penduduk sekitar untuk
membantu Bapak Adang dalam mengelola kegiatan usaha budidaya jamur tiram
putih Cempaka Baru.
Selain itu, pemilihan komoditas usaha pada tanaman jamur tiram putih
didukung karena pada lokasi tersebut terdapat Kelompok Tani Kaliwung
Kalimuncar yang memiliki program pengembangan budidaya tanaman jamur
tiram putih. Selanjutnya Pak Adang mengikuti kegiatan tersebut dan menjadi
anggota dari Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, sejak saat itu Pak Adang
belajar mengenai tanaman jamur tiram putih. Sampai saat ini, usaha Cempaka
Baru merupakan anggota Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar yang paling aktif
dalam produksi tanaman jamur tiram putih.
Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar dipimpin oleh Pak Badri. Sebagai
ketua kelompok tani yang juga mengusahakan tanaman jamur tiram putih, maka
Pak Badri merupakan sumber informasi penting bagi Pak Adang. Pak Adang
37
dapat bertanya dan banyak belajar seputar budidaya tanaman jamur tiram putih.
Pembelajaran yang dilakukan adalah mengenai budidaya dan pembuatan baglog
sebagai media tanam jamur tiram putih. Pembelajaran dilakukan di lokasi
kelompok tani sedangkan untuk proses praktek, Pak Adang langsung
menerapkannya pada usaha Cempaka Baru.
5.2. Organisasi dan Manajemen Usaha
Organisasi adalah suatu proses tersusun yang orang-orangnya berinteraksi
untuk mencapai tujuan. Setiap organisasi memiliki komponen pokok yang
merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen
tersebut mencerminkan adanya tugas-tugas yang harus dilakukan, orang yang
melakukan dan peralatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas
tersebut. Dalam pengorganisasian kegiatan, diharapkan akan tercipta hubungan-
hubungan antara berbagai fungsi, personalia dan faktor-faktor fisik agar semua
pekerjaan yang dilakukan dapat bermanfaat serta terarah pada suatu tujuan.
Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan memerlukan
suatu pengorganisasian yang baik. Hal ini perlu dilakukan agar setiap orang yang
terlibat dalam organisasi dapat bekerja lebih terarah, terencana dan
bertanggungjawab dengan pekerjanya. Perusahaan pun dalam menjalankan
kegiatan setiap harinya harus didukung oleh sumberdaya manusia yang sudah
diorganisasikan dengan baik sesuai dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawab
yang diberikan. Untuk menjalankan segala perencanaan tersebut, haruslah disusun
suatu struktur organisasi yang baik agar dapat membantu perusahaan. Dengan
adanya struktur organisasi tersebut, diharapkan semua sumberdaya manusia yang
dimiliki dapat digunakan secara efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan dan
potensi yang dimilikinya untuk menjalankan serta mengembangkan perusahaan.
Cempaka Baru merupakan suatu usaha yang masih sederhana dalam
pengorganisasian. Sebagai usaha dalam bidang usahatani pertanian, usaha
Cempaka Baru masih termasuk dalam usaha dengan skala kecil, dan belum
memiliki struktur yang jelas dalam organisasinya. Selain itu konsep yang
diterapkan dalam menjalankan usaha ini adalah dengan pendekatan kekeluargaan,
bukan secara struktural yang baku seperti di perusahaan pada umumnya.
Pembagian kerja dilakukan secara sederhana dan diatur sesuai fungsi dan tugas
38
masing-masing. Secara garis besar sistem organisasi usaha budidaya jamur tiram
putih Cempaka Baru dirumuskan dalam suatu hierarki yang menggambarkan
hubungan wewenang dan tanggungjawab antara setiap personal yang mengambil
bagian dalam kegiatan usaha tersebut (Gambar 7).
Gambar 7. Hierarki Organisasi Usaha Cempaka Baru
Cempaka Baru sudah memiliki pembagian kerja yang memadai dalam
kelangsungan kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih. Pembagian kerja
dilakukan agar kegiatan usaha berjalan lancar sesuai dengan keahlian masing-
masing karyawan dan tenaga kerja sehingga dapat tercapai kondisi yang selaras
serta menghindarkan dari kesalahpahaman antara pekerja. Pembagian kerja yang
dilakukan Cempaka Baru adalah sebagai berikut :
1. Pemilik
a. Menyediakan modal usaha dan segala fasilitas yang dibutuhkan,
b. Melakukan pengawasan dengan mendatangi lokasi usaha sebanyak satu
kali dalam dua minggu.
2. Pengelola
Pada usaha Cempaka Baru, pihak yang menjadi pengambil keputusan
dalam kegiatan usaha adalah pengelola, bukan pemilik. Hal ini disebabkan
karena pemilik sudah mempercayakan kegiatan usaha kepada pengelola untuk
mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha. Disini dapat dilihat
terjadi pendelegasian secara penuh terhadap wewenang dan tanggung jawab
Bagian Baglog
Pemilik
Pengelola
Bagian Kebersihan
Bagian Perawatan
Bagian Pembibitan
39
yang seharusnya dipegang oleh pemilik sebagai orang yang memiliki kuasa.
Dengan demikian setiap keputusan yang menyangkut usaha ditetapkan oleh
pengelola. Dalam hal ini, tugas pengelola berperan sebagai manajer pada
umumnya, yaitu melaksanakan fungsi manajemen mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Penerapan fungsi
manajemen yan dilakukan pada Cempaka Baru adalah sebagai berikut :
a. Melakukan perencanaan produksi, baik dari jumlah maupun waktu tanam,
b. Melakukan pengelolaan keuangan, baik pemasukan dan pengeluaran,
c. Menentukan sumber bahan baku, baik kuantitas maupun kualitas,
d. Mengarahkan dan membantu pekerjaan karyawan dan tenaga kerja,
e. Mengawasi jalannya kegitan usaha.
3. Bagian Baglog
Pekerjaan pada bagian baglog dilakukan oleh tenaga kerja harian dengan
sistem pengupahan secara borongan, yaitu sebesar Rp 100 per baglog. Bagian
ini ditangani oleh tiga orang tenaga kerja harian. Tugas yang dilakukan adalah
membungkus media tanam jamur yang telah disiapkan oleh tenaga kerja yang
bertanggungjawab, sehingga dapat ditanamkan bibit jamur yang akan
dikembangbiakkan.
4. Bagian Pembibitan
a. Melakukan pengadukan dan pencampuran bahan baku yang dibutuhkan
untuk membentuk media tanam jamur tiram,
b. Melakukan pengukusan terhadap adonan serbuk gergaji yang telah
dibungkus plastik sehingga berbentuk baglog media tanam.
c. Melakukan penyuntikan bibit ke dalam media tanam jamur tiram yang
sudah dikukus.
5. Bagian Perawatan
a. Memindahkan baglog dari ruang pembibitan dan menyusunnya di rak-rak
dalam kumbung,
b. Melakukan kegiatan perawatan sehari-sehari terhadap tanaman jamur
tiram putih, antara lain menjaga kebersihan tanaman serta kesesuaian
syarat tumbuh jamur tiram putih seperti kelembaban dan suhu di dalam
kumbung,
40
c. Melakukan pemanenan,
d. Membersihkan media tanam.
6. Bagian Kebersihan
Tugas yang dilakukan oleh karyawan pada bagian ini adalah melakukan
kegiatan membersihkan dan menata ruang kerja, tempat dimana dilakukan
kegiatan pembibitan dan pengemasan. Kebersihan lingkungan usaha juga turut
diperhatikan.
5.3. Sumber Daya Usaha Cempaka Baru
Sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan berupa sumberdaya fisik,
sumberdaya manusia dan sumberdaya finansial. Sumberdaya manusia yang
dimiliki Cempaka Baru ialah orang-orang yang dipekerjakan untuk melaksanakan
kegiatan usaha, umumnya disebut dengan tenaga kerja. Sumberdaya fisik pada
Cempaka Baru yaitu berupa lahan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan
usaha, bangunan, peralatan dan perlengkapan. Sumber daya finansial merupakan
kekuatan permodalan yang dimiliki oleh usaha Cempaka Baru dalam menjalankan
usahanya.
5.3.1. Tenaga Kerja
Dalam menjalankan sebuah usaha, aspek sumberdaya manusia memegang
peranan yang sangat penting agar perusahaan dapat mencapai tujuan. Peran tenaga
kerja penting dalam melakukan kegiatan usaha, tanpa tenaga kerja, pemilik tidak
akan sanggup melakukan semua kegiatan dengan sendiri. Akan tetapi dalam
mempekerjakan tenaga kerja, harus diperhatikan keterampilan yang dimiliki,
selain itu tanggungjawab juga menjadi bagian penting dalam memilih pekerja.
Usaha Cempaka Baru memiliki lima orang tenaga kerja tetap yang dipekerjakan
dalam mengelola budidaya jamur tiram putih. Selain tenaga kerja tetap, usaha
Cempaka Baru juga memiliki tenaga kerja harian berjumlah tiga orang yang
merupakan masyarakat setempat. Tenaga kerja harian bertugas dalam
pembungkusan baglog yang akan digunakan sebagai media tanam jamur tiram
putih. Sedangkan tenaga kerja tetap betugas dalam setiap kegiatan budidaya yang
dilakukan pada usaha tersebut. Karakteristik tenaga kerja tetap maupun tenaga
kerja harian pada Cempaka Baru dapat dilihat pada Tabel 9.
41
Tabel 9. Karakteristik Tenaga Kerja Cempaka Baru Tahun 2009 No. Bagian
Pekerjaan Jumlah(orang)
Jenis Kelamin
Status Pekerja
Upah/Gaji (Rupiah)
1 Baglog 3 Perempuan TK harian 100/baglog
2 Pembibitan dan Perawatan
3 Laki-laki TK tetap 480.000/bulan
3 Kebersihan 1 Laki-laki TK tetap 480.000/bulan
4 Pengelola 1 Laki-laki TK tetap 800.000/bulan
Jumlah 8
Keterangan : TK = Tenaga Kerja Sumber : Cempaka Baru, (2009)
Tabel 9 menunjukkan jumlah tenaga kerja Cempaka Baru sebanyak
delapan orang. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja harian sebesar Rp 100,-
per baglog. Sedangkan untuk upah tenaga kerja tetap yaitu sebesar Rp 480.000,-
per bulan. Khusus untuk pengelola, gaji yang diberikan lebih besar dibandingkan
dengan tenaga kerja lainnya yaitu sebesar Rp 800.000,- per bulan. Hal ini
disebabkan karena tanggung jawab yang ditanggung pengelola lebih besar
dibanding tenaga kerja pada bagian yang lain.
Semua tenaga kerja Cempaka Baru memiliki tingkat pendidikan dibawah
Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam satu minggu diberlakukan enam hari
kerja. Pada umumnya hari minggu merupakan hari libur, tetapi walaupun
demikian pada hari minggu tetap ada satu orang pekerja yang bertugas. Untuk
mengatasinya pengelola memberlakukan sistem libur bergilir, sehingga selalu ada
pekerja yang bertugas secara bergantian. Jam kerja dimulai pada pukul 07.30
WIB, istirahat siang satu jam dan pulang pukul 16.00 WIB.
5.3.2 Fisik
Sarana fisik usaha Cempaka Baru yang digunakan dalam proses budidaya
jamur tiram putih sepenuhnya merupakan milik Bapak Candra. Sarana fisik
tersebut berupa peralatan dan perlengkapan yang mendukung kegiatan usaha.
Selain peralatan, sarana fisik lainnya yang dimiliki usaha Cempaka Baru yang
merupakan aset usaha adalah bangunan seluas 24 m x 14 m yang dijadikan
sebagai tempat memproduksi bibit dan areal kantor serta aset lainnya berupa tiga
buah kumbung. Kumbung disebut juga sebagai rumah jamur, tempat dimana
42
baglog-baglog media tanam jamur tiram putih disusun dan dipelihara. Kebutuhan
sarana fisik dipenuhi dengan menggunakan modal sendiri. Daftar seluruh sarana
fisik yang dimiliki usaha Cempaka Baru dapat dilihat pada Lampiran 1.
5.3.3 Modal
Modal yang digunakan Cempaka Baru dalam mengusahakan budidaya
jamur tiram putih merupakan modal pribadi. Usaha Cempaka Baru dalam
mengelola jamur tiram putih tidak menggunakan modal pinjaman, karena semua
kegiatan dibiayai langsung oleh Bapak Candra. Modal tersebut berupa investasi
yang dilakukan pemilik pada awal pendirian usaha, dalam bentuk pembelian aset-
aset berupa lahan, peralatan dan bangunan. Dibutuhkan modal yang cukup tinggi
dalam memulai usaha budidaya jamur tiram putih. Modal terbesar dibutuhkan
untuk mendanai pembelian lahan seluas 4.000 m2 yaitu sekitar 200 juta rupiah,
selanjutnya untuk bangunan, kumbung dan mesin pengukus diperlukan dana
masing-masing berkisar puluhan juta rupiah.
5.4. Operasional Kegiatan
Kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih di Cempaka Baru berkembang
dengan baik, hal ini didukung antara lain karena wilayah dan iklim yang sesuai
untuk kegiatan pertanian, input yang dibutuhkan mudah diperoleh, sarana
transportasi memadai serta letak geografis yang mendukung. Tempat melakukan
kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih merupakan sebuah lahan dengan luas
4.000 m2. Dengan lahan yang termasuk tidak luas tersebut Bapak Adang sebagai
pengelola dapat memanfaatkannya menjadi sebuah usaha yang menghasilkan serta
dapat memberdayakan masyarakat setempat. Unit usahatani yang berbasis
pertanian ini sudah berjalan selama dua tahun, dalam kegiatan yang
membudidayakan tanaman sayuran. Untuk saat ini jenis komoditas yang
diusahakan hanya satu yaitu jamur tiram putih.
Jamur tiram putih merupakan tanaman yang memiliki cara hidup berbeda
dengan tanaman sayur lainnya yang umumnya tumbuh di hamparan tanah sebagai
media tanam. Tanaman jamur tiram putih hidup pada media tanam berupa serbuk
gergaji kayu atau yang dinamakan dedak. Oleh karena itu jamur tiram putih
termasuk ke dalam tumbuhan saprofit karena hidup pada batang mati.
43
Syarat tumbuh jamur tiram putih meliputi bebarapa parameter, terutama
temperature, kelembabapan relatif, dan kandungan CO2. Ketinggian lokasi tempat
bididaya antara 700 m – 1.200 m dpl. Temperature sekitar 24o C – 29o C, dengan
kandungan CO2 lebih kecil dari 1.000 ppm.
Siklus hidup jamur tiram putih dimulai dari tumbuhnya spora yang
berkecambah membentuk serat-serat halus menyeruapi serat kapas, yang disebut
miselium. Selanjutnya kumpulan miselium akan membentuk bakal tubuh buah
jamur tiram putih yang akan membesar, dan akhirnya membentuk tubuh buah
berbentuk jamur yang kemudian dipanen.
Budidaya tanaman jamur tiram putih dimulai dari pembuatan media tanam
yang akan disuntikkan bibit murni berupa spora jamur. Pada tahap pembuatan
media tanam dan pembibitan memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang
handal, karena dapat berdampak terhadap kegagalan produksi dimana jamur tiram
putih tidak dapat tumbuh dengan baik apabila media tanam dan pembibitan
mengalami masalah. Pada umumnya, kebanyakan petani jamur tiram putih
memilih untuk membeli bibit yang sudah jadi dalam bentuk baglog, dengan
demikian maka kegiatan budidaya yang dilakukan petani hanya pemeliharaan
saja.
Dalam hal pembibitan dan pembuatan media tanam (baglog) memiliki
risiko kegagalan yang cukup tinggi sehingga kebanyakan petani jamur tiram putih
tidak bersedia mengambil risiko tersebut. Pada umumnya petani membeli baglog
pada pihak yang sudah berpengalaman dan memiliki peralatan yang baik untuk
pembuatan bibit. Di daerah Puncak, sebagian besar pasokan bibit jamur diperoleh
dari Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar. Kelompok Tani tersebut sudah cukup
lama menjalankan usaha jamur tiram putih dan terpercaya dalam memproduksi
bibit jamur.
Dalam pengadaan bibit, usaha Cempaka Baru memilih untuk
memproduksi sendiri. Hal ini dilakukan karena pemilik menyediakan cukup dana
untuk membeli peralatan untuk proses pembuatan bibit, selain itu lokasi kegiatan
usaha dekat dengan Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar sehingga Pak Adang
sebagai pengelola dapat berkonsultasi seputar tanaman jamur tiram putih.
Keadaan ini didukung juga dengan fakta bahwa usaha Cempaka Baru merupakan
44
anggota Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar, sehingga dapat mempermudah
Cempaka Baru dalam pengembangan usaha budidaya jamur tiram putih. Alur
proses produksi budidaya tanaman jamur tiram pada Cempaka Baru dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Alur Proses Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih Cempaka Baru Sumber : Cempaka Baru, 2009
Siklus hidup tanaman jamur tiram putih berlangsung selama empat bulan.
Pada Cempaka Baru, di dalam satu kumbung terdapat delapan rak bambu yang
akan diisi dengan baglog bibit yang telah dibuat. Setiap harinya Cempaka Baru
memproduksi 500 baglog bibit yang siap ditanam. Pembuatan baglog bibit
dilakukan setiap hari sampai kumbung terisi penuh. Dalam satu kumbung dapat
Persiapan Kumbung
Persiapan Rak Kayu
Pembuatan Bibit
Pemeliharaan
Panen
Persiapan Bahan Baku
Pengadukan Bahan Baku
Pendinginan
Pengukusan
Penanaman Bibit
Pembungkusan
Pendinginan
45
dipenuhi dengan 17.000 baglog bibit jamur tiram putih yang siap untuk
dibudidayakan.
5.4.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit
Bahan baku utama dalam budidaya jamur tiram putih adalah bibit. Bibit
dapat diperoleh dengan membeli dari pihak lain atau membuat sendiri. Dalam
menjalankan usahanya, Cempaka Baru memilih untuk memproduksi bibit sendiri.
Hal tersebut dilkakukan karena pemilik memberikan modal untuk membiayai
segala kegiatan usaha, sehingga pengelola dapat membeli peralatan yang
mendukung pembuatan bibit. Produksi bibit sendiri dianggap lebih mudah dan
lebih terjamin. Apabila membeli dari pihak luar maka belum terjamin akan
kualitasnya. Sedangkan dengan memproduksi sendiri pengelola dapat menentukan
sendiri kualitas yang diinginkan. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pembibitan
dalam kegiatan usaha Cempaka Baru dapat dilihat pada Tabel 10.
Table 10. Kebutuhan Bahan Baku Pembuatan Bibit per 500 baglog Pada Usaha
Cempaka Baru No. Kebutuhan Satuan Jumlah
1 Sebuk Gergaji Kg 300,0
2 Dedak Kg 45,0
3 Kapur CaCo Kg 3,0
4 Pupuk TSP Kg 1,5
5 Plastik Buah 500,0
6 Cincin Bambu Buah 500,0
7 Koran Kg 1,5
8 Karet Buah 500,0
9 Bibit Murni Botol 8,3
10 Air Liter 300,0 Sumber : Cempaka Baru, 2009
Kebutuhan input diperoleh Pak Adang dengan membeli kepada pemasok
di daerah Bogor. Berbagai kebutuhan seperti plastik, karet dan isi ulang gas
didatangkan dari Jakarta, dibawa oleh pemilik setiap dua minggu. Kebutuhan lain
seperti cincin bambu dipesan pada penduduk sekitar. Sedangkan kebutuhan bibit
46
murni, berupa serbuk dari biji jangung atau gandum, diantarkan langsung oleh
pemasok ke lokasi usaha untuk menyediakan barang. Tidak ditemukan kendala
yang cukup berarti dalam penyediaan bahan baku di Cempaka Baru. Setiap bahan
baku yang dibutuhkan mudah didapat dan banyak tersedia di daerah Bogor.
Adapun yang dapat menghambat proses produksi terkait ketersediaan bahan baku
yaitu pada kualitas serbuk gergaji sebagai bahan baku utama pembuatan baglog.
Apabila serbuk gergaji pada pemasok langganan tidak tersedia, maka Cempaka
Baru harus membeli pada pihak lain dengan kualitas yang tidak terjamin. Tetapi
kondisi tersebut jarang dialami oleh Cempaka Baru, karena selama ini pemasok
yang menyediakan bahan baku cukup bertanggung jawab atas ketersediaan
barang.
5.4.2 Proses Pembuatan Bibit
Proses pembuatan bibit dimulai dengan persiapan bahan baku, seperti yang
diterangkan pada Gambar 8. Setelah dipersiapkan, bahan baku yang tercantum
pada Tabel 10, yaitu serbuk gergaji, dedak, pupuk TSP, kapur CaCo, dan air
dicampurkan dan diaduk sampai merata. Selanjutnya, campuran bahan tersebut
diendapkan selama satu malam. Keesok harinya, bahan tersebut siap untuk
dikemas ke dalam plastik yang sudah disiapkan. Pekerjaan ini dilakukan oleh tiga
orang tenaga kerja harian yang merupakan penduduk setempat, dengan upah
sebesar Rp 100 per bungkus baglog. Baglog yang sudah selesai dibungkus dapat
langsung dikukus dengan menggunakan mesin pengukus yaitu berupa otoklet.
Proses pengukusan dilakukan selama delapan jam menggunakan bahan bakar
berupa gas dengan suhu stabil sebesar 90o C. Kegiatan ini menghabiskan satu
tabung gas. Selama proses pengukusan harus selalu diawasi karena berbahaya,
menggunakan bahan bakar.
Proses pengukusan media tanam jamur sama seperti melakukan
pengukusan nasi, yaitu dengan memberi air pada dasar wadah tempat pengukusan
setinggi 10 cm. Selama proses pengukusan, tabung gas didekatkan dengan
pengukus agar selalu hangat dan stabil. Pada proses ini memiliki risiko yang
tinggi, karena apabila proses pengukusan tidak sempurna maka bakteri dan
mikroba yang terbawa bersama bahan baku akan tetap hidup dan menghambat
pertumbuhan jamur tiram putih.
47
Setelah dikukus maka media tanam jamur yang berupa baglog didinginkan
dalam ruang pendingin. Ruangan pendingin tersebut dilengkapi dengan lampu
ultraviolet (UV) untuk membunuh bakteri dan kuman, karena untuk proses
penyuntikan bibit, baglog harus steril. Selain dengan lampu UV, untuk menjaga
kondisi yang steril maka ruang pendinginan dan ruang penyuntikan disemprot
dengan alkohol 70 persen. Apabila kondisi ini tidak terpenuhi maka dapat
berakibat kegagalan pembibitan. Pendinginan dilakukan selama satu malam.
Selanjutnya setelah dibiarkan selama satu malam, maka media tanam jamur
tersebut siap untuk disuntikkan bibit murni kedalamnya. Proses penyuntikan bibit
tersebut disebut dengan pengentingan (enting).
Ruang penyuntikan bibit berukuran 3 m x 4 m, ruangan tersebut harus
tertutup rapat untuk menjaga suhu dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut
dilengkapi dengan Hekses, yaitu sebuah alat yang berupa kipas angin untuk
mengeluarkan udara. Proses penyuntikan bibit murni dilakukan dari pukul
08.00 WIB di pagi hari sampai pada pukul 14.00 WIB. Pekerjaan ini dilakukan
oleh satu orang tenaga kerja. Setelah proses penyuntikan bibit murni selesai maka
baglog tersebut langsung dimasukkan ke dalam kumbung untuk ditunggu
perkembangannya hingga panen pertama setelah 40 hari.
Pada umumnya setelah melakukan penyuntikan bibit, baglog tersebut
dimasukkan ke dalam ruang inkubasi untuk menunggu sampai media tanam
ditumbuhi miselium dan berkembang ke segala arah sampai baglog tersebut
berubah menjadi putih. Kondisi tersebut berlangsung sekitar 20 hari dari masa
penyuntikan bibit, yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam kumbung. Pada
usaha Cempaka Baru, Pak adang tidak menggunakan ruang inkubasi. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi pekerjaan karyawan agar tidak melakukan dua kali
kerja. Pada usaha ini setelah penyuntikan bibit maka baglog langsung dimasukkan
ke dalam kumbung. Untuk mengganti ruang inkubasi maka Pak Adang menutup
seluruh permukaan baglog di dalam kumbung dengan menggunakan plastik. Hal
tersebut dilakukan agar selama pertumbuhan miselium, suhu udara pada baglog
dapat terjaga dan tetap hangat.
48
5.4.3 Budidaya
Di dalam kumbung, baglog media tanam jamur tiram putih disusun ke
dalam rak-rak bambu yang sudah dibersihkan dan dipersiapkan sebelumnya.
Selanjutnya baglog tersebut hanya didiamkan saja. Penggantian baglog dilakukan
selama empat bulan, yaitu sesuai umur tanaman. Dengan demikian dalam satu
tahun usaha Cempaka Baru memiliki tiga musim periode produksi.
Pola tanam yang diterapkan pada usaha Cempaka Baru adalah dengan
melakukan penanaman setiap hari sampai seluruh isi dari tiga buah kumbung yang
dimiliki terpenuhi. Setiap harinya dilakukan penanaman sebanyak 500 baglog
jamur tiram putih yang dimasukkan ke dalam kumbung.
Bahan baku yang diperlukan dalam proses budidaya adalah bibit (produksi
sendiri) dan air untuk menjaga kelembaban. Dalam perawatan tanaman jamur
tiram putih, setelah panen pertama untuk menunggu pertumbuhan selanjutnya
maka baglog tidak dipotong, hanya dibersihkan saja. Tidak dilakukan pemotongan
seperti yang umum diterapkan oleh petani jamur tiram putih lainnya dengan
tujuan untuk menghindari terpotongnya akar jamur berupa miselium yang tumbuh
menjadi bakal tubuh buah jamur tiram putih. Apabila pemotongan dilakukan
dapat menyebabkan jamur tidak akan tumbuh lagi sehingga produksi dapat
menurun.
Perawatan dilakukan secara intensif apabila telah dilakukan pemanenan.
Setelah dipanen media tumbuh harus dibersihkan, agar jamur berikutnya dapat
tumbuh dengan baik. Karena apabila terdapat bekas atau sisa-sisa tanaman jamur
tiram putih yang tertinggal, akan menjadi busuk dan mendatangkan ulat sehingga
jamur yang tumbuh pada panen berikutnya akan menjadi rusak dan kualitas
menjadi menurun.
Selain itu untuk menjaga kelembaban harus dilakukan penyiraman setiap
hari pada waktu pagi dan sore hari, hal ini bertujuan untuk menjaga kadar air di
dalam media tumbuh jamur tiram putih. Penyiraman yang dilakukan harus dengan
penyemprotan embun, agar kumbung tidak menjadi basah tetapi tetap lembab.
Karena apabila kadar air pada baglog terlalu tinggi maka miselium dapat mati dan
membusuk, sebaliknya apabila baglog terlalu kering maka miselium tidak akan
tumbuh.
49
Selama proses budidaya, sebelum tubuh buah jamur tiram putih tumbuh
maka hal yang dilakukan hanya menjaga kebersihan dan kelembaban di dalam
kumbung. Apabila kebersihan tidak dijaga maka baglog dapat dirusak oleh
serangan tikus. Apabila baglog rusak akibat gigitan tikus maka jamur tidak akan
tumbuh, karena suhu di dalam baglog menjadi tidak stabil karena adanya
bolongan tersebut. Selain menjaga kebersihan, hal lain yang dikerjakan adalah
melakukan penyiraman di dalam kumbung, agar lantai menjadi dingin sehingga
suhu kumbung tetap terjaga.
Setelah 30-40 hari, seluruh permukaan baglog (substrat) akan ditumbuhi
serat miselium jamur, maka cincin bambu yang berada pada ujung plastik sudah
dapat dibuka. Setelah dua sampai tiga hari maka bakal tubuh buah jamur akan
tumbuh dan keluar. Apabila hal ini sudah terjadi maka plastik yang selama ini
membungkus media dapat dibuka lebar, tetapi hanya pada ujung plastik saja,
tempat dimana jamur tumbuh. Hal ini dapat membantu pertumbuhan jamur agar
lebih leluasa.
5.4.4 Panen
Selama musin tanam, panen dapat dilakukan sebanyak tiga kali. Panen
dilakukan jika bentuk dan ukuran tubuh buah jamur tiram putih sudah memenuhi
persyaratan. Pada usaha Cempaka Baru panen dilakukan siang hari, sekitar pukul
13.00 WIB, karena pada waktu seperti ini kadar air dalam tubuh buah jamur lebih
rendah dibanding pagi hari ataupun sore hari. Panen dalam kondisi kadar air yang
rendah (lebih kering) menyebabkan jamur tidak cepat layu dan busuk, sehingga
dapat bertahan lebih lama dalam keadaan segar.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat/mencabut jamur dari
media tanam. Bagian batang yang menembus baglog media tanam harus terangkat
bersama jamur yang dipanen. Selanjutnya bekas batang jamur dalam media tanam
harus dibersihkan. Bagian ujung batang yang mungkin tertinggal di dalam media
tanam harus dibersihkan, karena cepat atau lambat ujung batang tersebut akan
membusuk. Akibatnya, bagian media tanam di sekitar batang yang membusuk
juga akan membusuk. Pembusukan ini akan menyebar ke bagian lain, sehingga
media tanam tidak dapat ditumbuhi jamur baru. Setelah media tanam dibersihkan,
lembar kantung plastik pembungkus baglog diturunkan ke bawah agar jamur
50
tumbuh lagi. Selang waktu yang dibutuhkan jamur tiram putih untuk tumbuh
kembali dan dapat dipanen lagi adalah selama 10 hari. Jadi, panen kedua dapat
dilakukan setelah 10 hari dari panen pertama, begitu juga dengan panen
berikutnya dapat dilakukan setelah 10 hari atau sampai tubuh buah jamur
memenuhi syarat panen.
Pada panen pertama kuantitas hasil yang diperoleh umumnya mencapai
berat 600 gram – 800 gram per baglog. Panen pertama memberi hasil yang lebih
banyak dibanding panen berikutnya. Untuk panen kedua, hasil yang diperoleh
akan lebih sedikit karena semakin lama, jumlah hasil panen yang didapat akan
semakin menyusut, dengan besar penyusutan sekitar 25 persen – 50 persen dari
jumlah panen sebelumnya.
Produk afkir dari budidaya jamur tiram putih adalah ampas media tanam
yang berupa baglog. Pada dasarnya ampas baglog tersebut masih dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk kompos untuk tanaman pertanian, selain jamur.
Usaha Cempaka Baru belum memanfaatkan ampas baglog tersebut, untuk saat ini
ampas baglog yang dimiliki masih ditumpuk di lokasi usaha.
5.4.5 Penanganan Pasca Panen
Jamur merupakan komoditas pertanian yang akan cepat layu atau
membusuk jika disimpan tanpa perlakuan yang benar. Penanganan pasca panen
harus dilakukan segera setelah panen, agar tidak mendatangkan kerugian.
Penanganan pasca panen yang dilakukan pada usaha Cempaka Baru adalah
dengan membersihkan hasil panen yang diperoleh dari kotoran-kotoran. Hasil
panen kemudian dibersihkan, dan bagian bawah batang dipotong sesuai dengan
ukuran yang disyaratkan. Selanjutnya hasil panen tersebut dibungkus ke dalam
plastik yang sudah disediakan dan kemudian dilakukan penimbangan.
5.4.6 Pola Tanam Usahatani
Pola usahatani yang diusahakan Cempaka Baru berdasarkan jenis lahan
yang digunakan untuk komoditas tanaman jamur tiram putih merupakan pola
usahatani lahan kering. Cempaka Baru mengusahakan usahanya dengan struktur
usahatani khusus, yaitu hanya mengusahakan satu jenis komoditas saja yang
sering disebut dengan pola tanam monokultur. Penanaman jamur tiram putih
51
dilakukan pada satu lahan dengan menggunakan tiga buah kumbung. Masa
produksi jamur tiram putih mulai dari pembuatan bibit, persiapan kumbung
sampai panen berakhir adalah selama empat bulan sehingga dalam satu tahun
usaha Cempaka Baru memiliki tiga musim produksi (periode produksi).
Pola tanam yang dilakukan Cempaka Baru tidak beragam, hanya satu jenis
pola tanam yaitu pola tanam tunggal untuk komoditas jamur tiram putih. Setiap
musim dilakukan pola tanam yang sama, karena komoditas yang diusahakan juga
hanya satu macam saja yaitu hanya jamur tiram putih. Sehingga usaha tidak dapat
melakukan variasi dalam menentukan pola tanam.
Penerapan pola tanam yang sama secara terus merus setiap periode
produksi dalam teknik budidaya Cempaka Baru tidak mempengaruhi kualitas
produksi yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena jamur tiram putih
memiliki media tumbuh yang berbeda dengan jenis sayuran lainnya. Jamur tiram
putih hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang telah dibatasi oleh ruang
lingkup di dalam kumbung. Sehingga pengawasan terhadap pertumbuhan jamur
tiram putih lebih mudah untuk ditangani terutama dari serangan hama dan
penyakit.
Berbeda dengan jenis sayuran lainnya yang pada umumnya tumbuh pada
hamparan tanah dengan ruang lingkup yang luas pada alam bebas. Dengan
keadaan tersebut, pengawasan terhadap tumbuhnya tanaman sulit untuk dipantau
karena alam tidak dapat dikendalikan. Terutama terhadap serangan hama dan
penyakit yang dapat datang dari segala arah dan sulit untuk dikendalikan. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pergantian pola tanam dengan jenis tanaman yang
berbeda. Umumnya hal tersebut dilakukan untuk memutus siklus hidup hama dan
penyakit. Karena jenis tanaman yang berbeda memiliki serangan hama dan
penyakit yang berbeda pula, sehingga pada jenis tanaman yang tumbuh pada
hamparan tanah sebaiknya dilakukan penerapan pola tanam dengan menanam
komoditas yang berbeda pada musim berikutnya. Apabila dilakukan pola tanam
yang sama pada musim berikutnya maka hama dan penyakit yang sudah ada akan
terus berkembang dan dapat merusak pertumbuhan tanaman dengan lebih hebat.
Kondisi ini dapat menurunkan kualitas pertumbuhan tanaman yang berdampak
terhadap turunnya kualitas produksi.
52
Kondisi tersebut dapat dihindari pada budidaya jamur tiram putih,
walaupun tidak dilakukan pergantian pola tanam dengan jenis tanaman lainnya.
Hal ini karena ruang lingkup pertumbuhan tanaman jamur tiram putih dibatasi
oleh luasan kumbung, sehingga gangguan hama dan penyakit lebih mudah untuk
ditangani. Adapun yang perlu dilakukan untuk menjaga kualitas produksi jamur
tiram putih adalah dengan menjaga kebersihan dan kelembaban ruangan di dalam
kumbung tanpa terpengaruh terhadap serangan berbagai hama dan penyakit di
alam bebas. Adapun bentuk pola tanam yang diberlakukan selama tiga periode
produksi dalam satu tahun pada Cempaka Baru dapat dilihat pada Gambar 9.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
3 Jamur Tiram Putih Jamur Tiram Putih Jamur Tiram Putih
Bulan
1 Jamur Tiram Putih Jamur Tiram Putih Jamur Tiram Putih
Kumbung
2 Jamur Tiram Putih Jamur Tiram Putih Jamur Tiram Putih
Keterangan :
= Periode 1 = Periode 2 = Periode 3
Gambar 9. Pola Tanam Jamur Tiram Putih Cempaka Baru Tahun 2008 5.5. Pemasaran Jamur Tiram Putih Cempaka Baru
Hasil produksi tanaman jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru tidak
langsung dipasarkan kepada konsumen, melainkan melalui perantara. Pak Adang
menjual hasil produk jamur tiram putih kepada pengumpul. Pegumpul tersebut
mendatangi langsung ke lokasi usaha untuk mengambil hasil produksi jamur.
Pengumpul tersebut berasal dari daerah Bogor. Sedangkan pengumpul sendiri
dapat menjual kepada pengumpul lain yang lebih besar atau langsung ke pasar
53
Bogor, tergantung permintaan. Seluruh hasil produksi jamur tiram putih pada
usaha Cempaka Baru diserap habis oleh pengumpul. Berapapun jumlah produksi
yang dihasilkan setiap hari, semuanya diterima oleh pengumpul. Saluran
pemasaran jamur tiran putih pada Cempaka Baru dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih Cempaka Baru
Harga normal penjualan jamur tiram putih pada Cempaka Baru adalah
sebesar Rp 7.000 per kilogram, harga tersebut merupakan harga di tingkat petani,
sedangkan pada tingkat konsumen di pasar mencapai harga Rp 12.000.
Pembayaran penjualan dilakukan langsung secara tunai pada saat terjadinya
proses jual beli jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru. Kualitas jamur tiram
pada Cempaka Baru sudah memadai untuk memasuki pasar moderen,
permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran adalah bahwa Cempaka Baru
belum mampu untuk menjamin jumlah produksi jamur tiram putih yang
dihasilkan untuk setiap harinya.
Dalam pemasaran jamur tiram, pihak Cempaka Baru tidak melakukan
promosi apapun. Tanpa melakukan promosi pun, pemasok ataupun pembeli sudah
mengetahui keberadaan jamur tiram Cempaka Baru, karena pada daerah Tugu
Utara tidak banyak terdapat petani jamur yang cukup sukses. Adapun hal yang
berkaitan dengan promosi, dilakukan oleh pihak Kelompok Tani Kaliwung
Kalimuncar, tempat dimana Cempaka Baru menjadi salah satu anggotanya.
Usaha Cempaka Baru
Pedagang Pengumpul
Pengumpul Besar
Pasar Bogor (Konsumen)
Supermarket (Konsumen)
Pasar (Konsumen)
54
5.6. Arus Kas Usaha Cempaka Baru
Kas yang dimiliki Cempaka Baru diperoleh dari hasil penjualan jamur
tiram putih. Pada setiap kegiatan usaha uang kas dibutuhkan untuk membiayai
kegiatan operasional perusahaan. Dalam mengelola usaha budidaya jamur tiram
putih, pihak Cempaka Baru tidak memiliki laporan keuangan yang rinci, hanya
dilakukan pencatatan sederhana untuk pendapatan dan pengeluaran yang terjadi.
Arus kas diperoleh dari selisih penerimaan dengan pengeluaran operasional usaha,
untuk perhitungan biaya usahatani jamur tiram putih di Cempaka Baru dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan perhitungan biaya penyusutan atas investasi yang
dilakukan pada Lampiran 3. Dalam kajian ini penulis merumuskan aliran uang
tunai yang terjadi di cempaka Baru pada perode tanam terakhir tahun 2008 (Tabel
11).
Tabel 11. Ukuran Pendapatan Cempaka Baru Periode Oktober 2008 - Januari
2009 (Rupiah) Keterangan Perhitungan
A. Penerimaan :
1. Penjualan Jamur
B. Pengeluaran :
1. Biaya Bahan Baku
2. Tenaga Kerja Harian
3. Tenaga Kerja Tetap
4. Biaya Lisrtik
5. Penyusutan
PENDAPATAN (A-B)
86.784.600
34.110.840
5.100.000
10.880.000
160.000
11.366.667 +
61.617.507 -
25.167.093 Sumber : Cempaka Baru (diolah), (2008)
Pada Tabel 11 dapat dilihat jumlah pendapatan yang diperoleh Cempaka
Baru pada periode penanaman yang terakhir pada tahun 2008, dimana hasil yang
diperoleh yaitu sebesar Rp 25.167.093. Dapat diperkirakan bahwa untuk setiap
bulannya pada periode tanam tersebut usaha Cempaka Baru mendapatkan
keuntungan sekitar enam juta rupiah.
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
6.1. Identifikasi Risiko Produksi Cempaka Baru
Pengelolaan usahatani jamur tiram putih yang dikelola oleh Cempaka baru
dihadapkan pada masalah risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi dalam
pengelolaan usahatani jamur tiram putih ditunjukkan oleh adanya fluktuasi atau
variasi jumlah produksi maupun produktivitas jamur tiram putih yang dihasilkan.
Untuk mengetahui adanya risiko produksi pada usaha Cempaka Baru dapat dilihat
dari fluktuasi produktivitas yang dihasilkan tanaman jamur tiram putih.
Produktivitas yang berfluktuasi menunjukkan adanya nilai produktivitas
yang tertinggi, terendah dan normal. Dengan adanya produktivitas yang berubah-
ubah maka peluang budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru memperoleh
produktivitas tertinggi, terendah dan normal dapat diamati dengan
mempertimbangkan periode waktu pengusahaan komoditas yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan produktivitas tertinggi yaitu tingkat produktivitas yang
paling tinggi, yang pernah diperoleh Cempaka Baru selama pengusahaan
budidaya jamur tiram putih. Sedangkan yang dimaksud dengan produktivitas
terendah yaitu tingkat produktivitas yang paling rendah, yang pernah diperoleh
Cempaka Baru selama pengusahaan budidaya jamur tiram putih. Sementara itu
yang dimaksud dengan produktivitas normal dalam kajian ini yaitu produktivitas
yang sering diperoleh Cempaka Baru selama pengusahaan jamur tiram putih.
Tingkat produktivitas dinilai dari perolehan hasil panen pada periode
produksi yang sudah terjadi selama dua tahun yaitu pada tahun 2007 dan 2008.
Berdasarkan data yang diperoleh dari usaha Cempaka Baru, fluktuasi
produktivitas tanaman jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rata-Rata Produktivitas Jamur Tiram Putih dan Peluang yang Dihadapi
Cempaka Baru, Tahun 2008 No. Kondisi Produktivitas (Kg/log) Peluang
1 Tertinggi 0,38 0,17
2 Normal 0,27 0,50
3 Terendah 0,15 0,33
56
Selain tingkat produktivitas, pembahasan risiko juga berhubungan dengan
adanya peluang terjadinya suatu kejadian dan peluang tersebut dapat diukur.
Dalam kegiatan pengelolaan usahatani, peluang terjadinya suatu kejadian, yaitu
kejadian produktivitas tertinggi, terendah dan normal sangat menentukan
produktivitas yang diharapkan. Dalam penelitian ini, peluang produktivitas
tertinggi, terendah dan normal diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali
usaha Cempaka Baru mencapai produktivitas tertinggi, terendah atau normal
selama periode pengusahaan budidaya jamur tiram putih.
Peluang Cempaka Baru mencapai produktivitas budidaya jamur tiram
putih tertinggi sekitar 0,17 yang dapat diartikan jika Cempaka Baru melakukan
pengusahaan budidaya jamur tiram putih sebanyak enam kali maka frekuensi
Cempaka Baru dapat mencapai produktivitas tertinggi hanya satu kali.
Selanjutnya peluang Cempaka Baru memperoleh produktivitas jamur tiram putih
terendah sekitar 0,33 dan peluang produktivitas normal sekitar 0,5. Dengan
memperhatikan angka peluang dari tingkat produktivitas yang diperoleh Cempaka
Baru menunjukkan bahwa selama pengusahaan usahatani jamur tiram putih,
Cempaka Baru lebih sering memperoleh produktivitas normal dibandingkan
dengan produktivitas tertinggi dan terendah.
Pada Tabel 12 diketahui bahwa produktivitas tanaman jamur tiram putih
pada Cempaka Baru memiliki nilai yang berfluktuasi. Adanya fluktuasi
produktivitas tersebut merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa usaha
Cempaka Baru mengalami risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram
putih yang sedang dijalankan. Usaha budidaya jamur tiram putih pada Cempaka
Baru memiliki risiko yaitu risiko produksi.
Sumber utama munculnya risiko produksi pada usaha Cempaka Baru
adalah terjadinya kegagalan dalam proses budidaya jamur tiram putih, mulai dari
awal kegiatan sampai pada tahap akhir dimana jamur tiram putih tersebut sudah
tidak berproduksi. Proses budidaya jamur tiram putih meliputi kegiatan
pembuatan bibit atau yang disebut sebagai media tanam (substrat) yang
selanjutnya diteruskan dengan kegiatan pemeliharaan tanaman sampai pada saat
panen. Kegagalan pada setiap kegiatan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak
usaha dan menjadi risiko yang harus ditanggung.
57
Sumber risiko produksi tersebut dapat berasal dari lingkungan dalam
usaha itu sendiri maupun dari lingkungan luar usaha budidaya jamur tiram putih.
Faktor penyebab terjadinya risiko produksi dari dalam usaha adalah keterampilan
tenaga kerja yang dimiliki maupun yang tersedia kurang memadai dalam
melaksanakan semua kegiatan selama proses produksi. Sedangkan faktor
penyebab risiko yang berasal dari luar usaha adalah kondisi iklim dan serangan
hama yang sulit untuk dikendalikan. Iklim yang berbeda pada setiap periode
produksi berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Hal yang sama
juga terjadi pada saat datangnya serangan hama, yang dapat menimbulkan
kerusakan pada baglog tanaman jamur tiram putih.
Faktor-faktor tersebut diatas menjadi penyebab terjadinya risiko produksi
yang dihadapi usaha Cempaka Baru dalam menjalankan kegiatan budidaya jamur
tiram putih, dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :
a. Kondisi Cuaca dan Iklim
Cempaka Baru menyatakan bahwa cuaca atau iklim menjadi faktor utama
munculnya risiko produksi dalam budidaya jamur tiram putih. Hal ini
dikarenakan perubahan cuaca semakin sulit diprediksi, karena cuaca sudah
tidak sesuai dengan siklus normalnya. Dahulu cuaca relatif mudah untuk
diprediksi dengan cara melihat siklus tahunan dari cuaca.
Terkait dengan perubahan cuaca yang sulit diprediksi, kenyataan
dilapangan menunjukkan bahwa usaha Cempaka Baru mengalami kesulitan
dalam menentukan periode musim tanam. Secara teknis tanaman jamur tiram
putih akan tumbuh baik pada musim hujan, karena tanaman jamur tiram putih
sangat rentan terhadap kekeringan, bukan hanya dalam ketersedian air tetapi
juga terhadap tingkat kelembaban dan suhu di dalam kumbung, artinya
pertumbuhan tanaman akan bagus bila media tanam dan kumbung dalam
kondisi lembab. Oleh karena itu, Cempaka Baru melakukan penanaman pada
saat yang seharusnya adalah musim hujan dan hasil yang diperoleh adalah
usaha Cempaka Baru mengalami kerugian karena pada waktu tersebut curah
hujan sangat rendah karena musim kemarau yang datang tidak sesuai dengan
siklus normalnya sehingga banyak tanaman yang mati.
58
Pada musim kemarau angin berhembus semakin kencang dan membawa
udara panas yang dapat membawa kekeringan bagi tanaman jamur tiram putih.
Kelembaban dan kadar air perlu diperhatikan agar tidak berpengaruh terhadap
hasil produksi, karena kandungan air dan kelembaban yang terlalu rendah
akan menyebabkan substrat menjadi kering sehingga pertumbuhan dan
perkembangan jamur terganggu atau terhenti sama sekali.
Pengaruh perbedaan cuaca dan iklim yang terjadi terhadap budidaya jamur
tiram putih dapat dilihat dari hasil produksi yang diperoleh, dimana jumlah
produksi yang diperoleh lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan pada
saat musim kemarau. Produksi tertinggi umumnya diperoleh pada saat musim
hujan yaitu sebanyak 6392,1 kg dan produksi terendah diperoleh pada saat
musim kemarau yaitu sebanyak 2468,5 kg, walaupun demikian tingkat
produksi yang dihasilkan tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya yang
berpengaruh dalam proses budidaya jamur tiram putih.
Langkah penanganan yang dilakukan Cempaka Baru untuk dapat
mengurangi kerusakan pada tanaman akibat kekeringan adalah dengan
melakukan penyiraman yang dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu
di pagi dan sore hari. Selain itu, langkah tambahan yang dapat dilakukan
untuk menjaga kandungan kadar air dan kelembaban udara adalah dengan
membasahi seluruh lantai di dalam kumbung tempat pemeliharaan tanaman
jamur tiram putih. Walaupun sudah dilakukan penanganan, kondisi perubahan
iklim tersebut tetap membawa dampak yang merugikan usaha. Hasil produksi
jamur tiram putih Cempaka Baru pada kondisi seperti ini menjadi menurun,
jumlah panen yang diperoleh lebih sedikit, selain karena kerusakan substrat,
pertumbuhan tubuh buah jamur juga mengalami penurunan. Jamur yang
ditanam tidak tumbuh dengan baik sehingga hasil produksi yang diperoleh
untuk setiap baglog tanaman menjadi lebih sedikit.
Cuaca mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan munculnya hama
dan penyakit tanaman. Seperti yang dijelaskan terdahulu, pada musim hujan
tanaman jamur tiram putih dapat tumbuh dengan baik tetapi pada kondisi
tersebut Cempaka Baru mengalami masalah dengan semakin tingginya
serangan hama dan penyakit tanaman. Sebaliknya, pada musim kemarau usaha
59
Cempaka Baru menghadapi masalah kekeringan substrat tetapi tidak
mengalami masalah hama dan penyakit tanaman karena pada saat musim
kemarau penyakit tanaman seperti bakteri dan jamur liar akan mati. Kondisi
terrsebut dapat menyebabkan produksi yang dihasilkan tidak seperti yang
diharapkan, sehingga produksi pada musim kemarau menjadi lebih rendah
dibanding pada musim hujan.
b. Serangan Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu faktor munculnya
risiko dalam produksi jamur tiram putih. Kondisi tersebut dikarenakan
karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit tanaman.
Hal itu menyebabkan produksi yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan,
dalam arti terjadi adanya fluktuasi produksi yang tidak dapat diprediksi secara
tepat.
Hama yang merusak tanaman jamur tiram putih pada Cempaka Baru
terdiri dari rayap, lalat, serangga baik berupa kumbang ataupun kutu, cacing,
dan tikus. Umumnya, hama tersebut akan bersarang di dalam substrat
sehingga mengakibatkan kerusakan.
Hama lalat, cacing ataupun ulat merusak tanaman pada tubuh buah jamur
yang berdampak pada kerusakan kualitas hasil panen sehingga tidak dapat
dijual. Hama tikus, rayap dan serangga dapat merusak plastik pembungkus
substrat (media tanam atau baglog). Kebocoran pada plastik pembungkus
baglog dapat merusak pertumbuhan miselia pada saat proses inkubasi
sehingga miselia tidak menyebar ke seluruh permukaan media tanam,
akibatnya baglog tidak dapat berproduksi. Meskipun jamur dapat tumbuh
maka produksinya akan sangat rendah dan tidak dapat dipanen lagi. Apabila
kebocoran plastik terjadi pada saat jamur sudah tumbuh, maka jamur akan
tumbuh pada setiap lubang udara tersebut sehingga baglog yang mengalami
kebocoran akan ditumbuhi lebih dari satu tanaman jamur. Hal tersebut
berdampak pada hasil produksi menjadi rendah dan tidak dapat dipanen lagi.
Penyakit yang terjadi pada Cempaka Baru umumnya berupa bakteri dan
jenis jamur lain. Berbagai jenis jamur lain dan bakteri dapat tumbuh dengan
cepat di dalam substrat tanam, sehingga substrat tanam menjadi busuk dan
60
jamur tiram putih tidak dapat tumbuh. Serangan yang terjadi tidak hanya
terhadap substrat tanam, tetapi juga terhadap jamur yang ditanam. Serangan
bakteri pada tubuh jamur menyebabkan jamur tiram putih rusak, membusuk,
atau berlendir, sehingga tidak bernilai jika dijual.
Pemeliharaan dengan menggunakan insektisida untuk membasmi hama
sangat membahayakan pertumbuhan kuncup-kuncup jamur, karena sebagian
besar jenis insektisida juga dapat bersifat sebagai fungisida atau senyawa
pencegah/pembasmi jamur. Sehingga bukan saja serangga hama akan mati,
tetapi juga jamur tidak akan tumbuh dengan baik atau mati. Upaya yang telah
dilakukan Cempaka Baru adalah berusaha menjaga kebersihan di dalam
kumbung dan melakukan pengawasan terhadap tanaman. Intensitas
pengawasan yang dilakukan tergantung pada tingkat serangan hama dan
penyakit tanaman yang terjadi.
c. Keterampilan Tenaga Kerja
Keterampilan tenaga kerja merupaka faktor penting dalam kegiatan
budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru. Ketersediaan tenaga
kerja yang terampil sangat mempengaruhi keberhasilan produksi. Tenaga
kerja sangat berperan dalam setiap kegiatan usaha. Saat ini, tenaga kerja yang
ada maupun yang tersedia di Cempaka Baru masih kurang memadai.
Lemahnya pasokan tenaga kerja yang handal disebabkan kondisi dimana
tidak setiap orang mampu melakukan aktivitas budidaya tanaman jamur tiram
putih. Budidaya tanaman jamur tiram putih memiliki teknik yang berbeda
dengan cara budidaya tanaman sayuran lain pada umumnya. Budidaya jamur
tiram putih membutuhkan keterampilan khusus yang tidak dimiliki setiap
orang. Keterampilan tenaga kerja sangat dibutuhkan, terutama pada kegiatan
pembuatan bibit. Keberhasilan proses pembuatan bibit sangat dipengaruhi
oleh perlakuan dan ketelitian tenaga kerja.
Tingkat kegagalan yang cukup tinggi pada proses pembuatan bibit terjadi
saat melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam (substrat).
Proses ini dilakukan setelah substrat disterilisasi. Penyuntikan dilakukan di
dalam ruangan khusus yang steril dengan menggunakan peralatan yang juga
61
harus steril. Tenaga kerja yang melakukan kegiatan tersebut juga harus bersih
dan bebas dari mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan jamur.
Proses penyuntikan bibit murni dilakukan dengan membuka kembali ujung
media tanam yang sudah disterilkan sebelumnya. Setelah bibit
dimasukkan/disuntikkan maka substrat ditutup kembali. Dalam hal ini
dibutuhkan ketelitian agar substrat yang sudah steril tersebut tidak
terkontaminasi kembali akibat masuknya bakteri dan mikroba pada saat
penyuntikan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis pada lokasi usaha, yaitu
di Cempaka Baru diperoleh hasil bahwa tenaga kerja yang melakukan proses
penyuntikan tersebut belum memenuhi prosedur yang seharusnya. Tenaga
kerja cenderung kurang memperhatikan kebersihan, sehingga masih ada
kemungkinan terbawanya bakteri dan mikroba ke dalam ruang penyuntikan
bibit. Keadaan seperti ini mengakibatkan terjadinya kegagalan, sehingga
media tanam tersebut tidak dapat tumbuh.
Selain itu, terjadinya pergantian/pengalihan tugas oleh tenaga kerja yang
berbeda, khususnya pada bagian penyuntikan bibit murni, dapat mengganggu
keberhasilan produksi. Hal ini disebabkan karena setiap tenaga kerja memiliki
tingkat keterampilan yang berbeda baik secara teknik pengerjaan maupun
terhadap kebersihan diri dan lingkungan, khususnya dalam melakukan
penyuntikan bibir murni, sehingga apabila tenaga kerja yang tidak terbiasa
melakukan penyuntikan bibit dengan alasan tertentu melakukan penyuntikan
bibit maka dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pembibitan yang
berdampak terhadap terhambatnya pertumbuhan jamur tiram putih, sehingga
hasil produksi yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan usaha.
Perilaku dan sikap tenaga kerja dalam memperlakukan dan merawat
tanaman jamur tiram putih, mempunyai pengaruh terhadap jumlah produksi
yang dihasilkan. Secara tidak langsung, sebagai makhluk hidup jamur tiram
putih memiliki kemampuan untuk memberi respon terhadap rangsangan dari
makhluk hidup lainya. Oleh karena itu, pekerjaan di bidang pertanian
membutuhkan orang yang memiliki dedikasi dan ketulusan dalam
memperlakukan tanaman. Umumnya di Indonesia hal seperti ini kurang
62
disadari oleh tenaga kerja pertanian, dapat disebabkan karena tingkat
pendidikan yang masih rendah.
d. Teknologi Pengukusan
Media tanam jamur tiram putih harus memiliki tingkat sterilisasi yang
sempurna. Karena bahan baku substrat media tanam jamur banyak
mengandung mikroba, terutama jamur liar. Mikroba tersebut dapat
menghambat pertumbuhan jamur yang akan ditanam. Oleh karena itu proses
pengukusan merupakan suatu keharusan untuk memperoleh substrat yang
bebas dari kontaminan. Pengukusan dapat mencegah pertumbuhan semua
jasad hidup yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur di dalam substrat.
Teknologi pengukusan yang digunakan pada Cempaka Baru sudah cukup
memadai, yaitu menggunakan mesin pengukus berupa bejana yang terbuat
dari baja dengan bahan bakar gas. Walaupun demikian tingkat kegagalan yang
dihasilkan pada proses ini mencapai lima persen, dengan kapasitas bejana
sebanyak 500 baglog. Artinya, setiap melakukan satu kali pengukusan maka
terdapat 25 buah baglog yang tidak dapat ditanam.
Petani jamur tiram putih dengan modal terbatas, umumnya menggunakan
bejana sterilisasi yang terbuat dari drum bekas. Teknologi pengukusan yang
seperti ini memiliki tingkat kegagalan mencapai 30 persen.
Risiko produksi yang terjadi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih
tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak usaha Cempaka Baru. Adanya risiko
tersebut mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan usaha. Kerugian yang
dihadapi adalah terjadinya penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Hal ini
juga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh. Apabila jumlah
produksi menurun dengan harga jual yang sama maka pendapatan yang diperoleh
akan menurun. Dengan kata lain risiko produksi tersebut menyebabkan terjadinya
penurunan produktivitas pada hasil yang diperoleh dan berdampak terhadap
pendapatan yang diterima usaha. Semakin rendah tingkat produktivitas maka
pendapatan usaha juga semakin menurun.
63
6.2. Penilaian Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Cempaka Baru
Penilaian risiko produksi yang dilakukan pada usaha Cempaka Baru
merupakan penilaian terhadap kegiatan spesialisasi. Penilaian dilakukan hanya
pada satu jenis tanaman saja, karena dalam kegiatan usaha Cempaka Baru hanya
memiliki satu jenis komoditas yang dibudidayakan, yaitu tanaman jamur tiram
putih. Penilaian risiko produksi dapat dihitung menggunakan Variance, Standard
Deviation, dan Coefficient Variation.
Perhitungan pada proses penilaian risiko menggunakan data berdasarkan
tingkat produktivitas yang diperoleh komoditas jamur tiram putih dan peluang
yang dimiliki Cempaka Baru dalam memperoleh tingkat produktivitas tertinggi,
terendah dan normal. Peluang dihitung berdasarkan pengalaman Bapak Adang
selama melakukan kegiatan budidaya jamur tiram di Cempaka Baru. Dasar
perhitungan digunakan data berdasarkan frekuensi terjadinya peristiwa pada
kondisi yang dianalisis dimana kejadian tersebut pernah dialami dan sudah
berlangsung selama menjalankan kegiatan usaha pada setiap periode produksi.
Nilai peluang dan produktivitas yang akan digunakan dalam perhitungan risiko
produksi sudah diketahui dan dijelaskan pada bahasan sebelumnya. Setelah
memperoleh nilai peluang usaha dalam mendapatkan produktivitas tertinggi,
normal, dan terendah, selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap tingkat
risiko produksi yang dihadapi Cempaka Baru.
Penilaian risiko produksi dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan
yang terjadi. Menurut Elton dan Gruber (1995), terdapat beberapa ukuran risiko
diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standart deviation)
dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu
sama lain dan nilai variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Seperti
misalnya standart deviation merupakan akar kuadrat dari variance sedangkan
coefficient variation merupakan rasio dari standart deviation dengan nilai
ekspektasi return dari aset Cempaka Baru yaitu budidaya jamur tiram putih.
Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga. Dalam
kajian ini return yang dihitung adalah produksi jamur tiram putih.
Oleh karena itu untuk melakukan penilaian terhadap risiko produksi jamur
tiram putih, ukuran yang tepat digunakan adalah coefficient variation. Karena
64
ukuran variance dan standart deviation belum memperhitungkan pendapatan
sedangkan coefficient variation sudah memperhitungkan pendapatan yang
diterima pada usahatani jamur tiram putih. Dengan ukuran coefficient variation,
analisis kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama yaitu risiko
untuk setiap return. Hasil penilaian risiko produksi budidaya jamur tiram putih
pada Cempaka Baru dapat dilihat pada Tabel 13 dan untuk perhitungannya dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 13. Hasil Penilaian Risiko Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih pada
Cempaka Baru, Tahun 2008 No. Ukuran Nilai
1 Expected Return 0,25
2 Variance 0,0064
3 Standard Deviation 0,08
4 Coefficient Variation 0,32
Penilaian risiko produksi budidaya jamur tiram putih pada usaha Cempaka
Baru berdasarkan nilai coefficient variation diperoleh hasil sebesar 0,32. Artinya,
untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh Cempaka Baru dari kegiatan
budidaya jamur tiram putih, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0,32.
Dengan kata lain bahwa untuk setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan
mengalami risiko sebanyak 0,32 kg pada saat terjadi risiko produksi.
Setiap kegiatan usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi
pelaku usaha, dimana secara ekonomi keuntungan yang diharapkan adalah berupa
pendapatan usaha. Seperti halnya pada usaha Cempaka Baru, pemilik
mengharapkan adanya umpan balik dari kegiatan budidaya jamur tiram putih yang
diusahakan. Sebagai pelaku usaha, pemilik Cempaka Baru mengharapkan umpan
balik yang positif, yaitu adanya keuntungan berupa pendapatan yang dihasilkan
budidaya jamur tiram putih tersebut. Dan untuk mengetahui hasil perolehan
pendapatan tertinggi, normal dan terendah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Dalam melakukan penilaian risiko produksi di Cempaka Baru dapat diukur
besarnya pendapatan yang diharapkan dari kegiatan budidaya jamur tiram putih.
Besarnya pendapatan yang diharapkan dapat dilihat dari nilai expected return
65
yang diperoleh. Expected return atau nilai harapan merupakan
perolehan/pengembalian yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan
usaha. Expected return dihitung berdasarkan penjumlahan dari hasil perkalian
untuk setiap nilai produktivitas yang tertinggi, terendah dan normal dengan
peluangnya masing-masing dalam memperoleh produktivitas tertinggi, terendah
dan normal tersebut.
Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur
tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya,
usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per
baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh
perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram
putih memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap
baglog jamur tiram putih.
Dengan mengetahui harapan pendapatan yang diperkirakan akan
didapatkan kembali dari kegiatan budidaya jamur tiram putih berdasarkan
perhitungan risiko produksi, maka hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan
untuk kelanjutan usaha ataupun sebagai perencanaan untuk menentukan langkah
yang akan diambil dalam perkembangan usaha Cempaka Baru.
Adanya risiko produksi yang dialami dalam menjalankan kegiatan budidaya
jamur tiram putih menimbulkan kerugian bagi pihak Cempaka Baru. Kerugian
tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi, karena risiko yang ada
menyebabkan terjadinya gagal panen sehingga hasil produksi yang diperoleh akan
berkurang. Jika hasil produksi berkurang maka penerimaan usaha juga ikut
berkurang karena jumlah yang dijual menjadi lebih sedikit dengan harga jual yang
konstan pada harga Rp 7.000. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan langkah
penanganan yang sesuai untuk dapat menghindari atau memperkecil risiko yang
dihadapi.
6.3. Strategi Pengelolaan Risiko Produksi ‘Cempaka Baru’
Pada umumnya, kebanyakan usaha belum memperhitungkan adanya
manajemen risiko dalam usahanya. Seperti halnya usaha Cempaka Baru, belum
ada tindakan atau perlakuan yang diterapkan dalam kegiatan usaha untuk
pengelolaan risiko produksi yang dihadapi. Rendahnya tingkat pengetahuan pihak
66
Cempaka Baru seputar masalah risiko produksi yang dapat terjadi pada kegiatan
budidaya jamur tiram putih yang dikelola menyebabkan minimnya perlakuan
untuk penanganan risiko produksi pada usaha tersebut. Kegagalan produksi
dianggap sebagai kejadian yang wajar di bidang pertanian.
Dengan mengetahui bahwa usaha Cempaka Baru berpotensi untuk
terjadinya risiko produksi maka perencanaan penanganan yang dapat dilakukan
adalah dengan penerapan kesadaran akan risiko serta kesadaran untuk melakukan
penanganan risiko sehingga dapat meminimalkan kerugian yang dialami. Oleh
karena itu pihak usaha perlu memahami lebih dalam seputar risiko produksi,
sehingga dapat menentukan langkah-langkah penanganannya.
Dalam kajian ini, diharapkan dapat memberi gambaran terhadap usaha
Cempaka Baru dalam merumuskan strategi pengelolaan risiko produksi yang
terjadi pada kegiatan budidaya jamur tiram di usaha tersebut. Proses yang
dilakukan dalam perumusan strategi pengelolaan risiko dimulai dengan
melakukan identifikasi terhadap risiko yang terjadi serta penyebabnya, kemudian
dilakukan pengukuran besarnya risiko dan selanjutnya ditentukan langkah-
langkah penanganan. Proses yang ditempuh dalam perumusan strategi
pengelolaan risiko bertujuan untuk dapat memperoleh alternatif penanganan yang
efektif dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Dari identifikasi risiko yang dilakukan diperoleh hasil bahwa usaha
Cempaka Baru mengalami risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram
putih yang diusahakan. Risiko produksi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain perubahan cuaca dan iklim serta serangan hama dan penyakit.
Dilakukan pengukuran terhadap risiko produksi tersebut dan diperoleh hasil
sebesar 0,32. Nilai tersebut merupakan kerugian yang dihadapi atas perolehan
hasil produksi dengan adanya risiko produksi. Dari data diatas, maka dapat
ditentukan strategi dalam menangani risiko produksi budidaya jamur tiram putih
pada usaha Cempaka Baru.
Dalam kajian ini, strategi penanganan risiko produksi yang dapat dijadikan
usaha Cempaka Baru sebagai alternatif penanganan, yaitu strategi Preventif.
Strategi preventif merupakan strategi penanganan yang dilakukan untuk
67
menghindari terjadinya risiko, strategi preventif yang dapat dilakukan pada
Cempaka Baru diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca
yang sulit diprediksi. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas
penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak
dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau yang
menyebabkan kekeringan maka dilakukan penyiraman minimal sebanyak
empat kali dalam sehari atau lebih tergantung kebutuhan. Hal tersebut
bertujuan agar kelembaban didalam kumbung dapat selalu terjaga sehingga
tanaman tidak rusak. Pelaksanaannya dilakukan dengan melakukan
pengecekan kondisi di dalam kumbung sesering mungkin, jadi apabila suhu
mulai meningkat maka secepatnya dilakukan penyiraman. Cek suhu serta
kelembaban ruangan di dalam kumbung dengan menggunakan thermometer
dan hygrometer. Kedua alat tersebut bisa didapat di toko pertanian, aksesoris
mobil atau alat kesehatan. Selain itu untuk mempertahankan suhu dan
kelembaban di dalam kumbung dapat juga dilakukan dengan menyiram
permukaan lantai di dalam kumbung.
b. Membersihkan area yang akan dijadikan kumbung jamur tiram putih. Hal ini
bertujuan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit seperti rayap, tikus
dan mikroba. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaburkan
kapur tanah di area kumbung jamur tiram putih dan menyipratkan air kapur ke
dinding dan rak, sehingga kumbung menjadi steril dari mikroba yang
menyerang pertumbuhan jamur serta terhindar dari serangan rayap.
c. Memperbaiki dan merawat fasilitas fisik. Dapat dilakukan dengan mengganti
peralatan yang sudah rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat
mengganggu kegiatan produksi. Contohnya adalah melakukan renovasi dan
perbaikan kumbung pada setiap pergantian periode produksi, sehingga bagian-
bagian kumbung yang sudah rusak dan bocor dapat diperbaiki. Hal ini dapat
mencegah masuknya hama tikus ke dalam kumbung yang dapat merusak
baglog media tanam dan menghindarkan masuknya air hujan yang dapat
mengganggu kelembaban di dalam kumbung.
68
d. Melakukan perencanaan pembibitan, dilakukan dengan memastikan bahwa
semua bahan baku yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Dapat
dilakukan dengan menetapkan peraturan bahwa setiap bahan baku yang
digunakan dalam kegiatan budidaya harus disortir terlebih dahulu sebelum
diterima, selain itu bahan baku tersebut harus diletakkan di tempat yang
bersih. Hal ini dapat mencegah penyebaran penyakit tanaman jamur tiram
putih seperti jamur liar dan mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan.
e. Mengembangkan sumberdaya manusia. Perusahaan dalam menjalankan
kegiatan harus didukung oleh sumberdaya manusia yang sudah
diorganisasikan dengan baik sesuai jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang
diberikan. Untuk itu, Bapak Adang sebagai yang berperan untuk mengambil
keputusan harus dapat bersikap tegas dalam mengarahkan dan membimbing
tenaga kerja yang ada. Melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh yang
baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja. Selain itu, dengan aktif
membimbing tenaga kerja dalam melakukan kegiatan budidaya jamur.
Keterampilan tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti
penyuluhan atau pelatihan-pelatihan kemampuan budidaya tanaman jamur
tiram putih, baik itu pemeliharaan maupun pembuatan bibit. Pelatihan
umumnya diselenggarakan oleh pihak pemerintah melalalui kerjasama dengan
kelompok tani tertentu. Pada daerah Desa Tugu Utara, kelompok tani yang
dipercaya pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan adalah Kelompok
Tani Kaliwung Kalimuncar, dimana usaha ini menjadi salah satu anggotanya.
Selain tenaga kerja, pengelola juga dapat mengikuti pelatihan mengenai
manajemen pengelolaan usaha dan pengelolaan keuangan.
f. Menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni
ke dalam media tanam. Petugas yang bertanggung jawab atas penyuntikan
bibit murni diwajibkan menggunakan sarung tangan, masker wajah dan
pakaian yang disediakan khusus di ruangan penyuntikan. Selain itu peralatan
yang digunakan juga terlebih dahulu diolesi dengan alkohol agar bebas dari
kuman dan bakteri yang dapat masuk ke media tanam dan menjadi penyakit
bagi tanaman jamur. Hal ini dapat mengurangi tingkat kegagalan yang terjadi
pada saat proses pembibitan akibat human error yang dilakukan tenaga kerja.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Indikasi adanya risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat
dengan adanya fluktuasi/variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang
dialami Cempaka Baru. Risiko produksi tersebut mengakibatkan kerugian
yang ditanggung usaha. Dengan adanya risiko produksi, hasil panen yang
diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan.
Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation,
diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi
risiko produksi sebesar 0,32. Adapun sumber yang menjadi penyebab
terjadinya risiko produksi tersebut yaitu; pertama, perubahan cuaca dan iklim
yang semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus
normalnya. Kedua, serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan
karena karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit.
Ketiga, ketersediaan tenaga kerja terampil pada Cempaka Baru masih kurang
memadai, dimana tenaga kerja tersebut sangat berperan dalam setiap kegiatan
usaha. Keempat, teknologi pengukusan yang digunakan memiliki tingkat
kegagalan sebesar lima persen.
Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur
tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi
harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur
tiram putih.
2. Strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka
Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk
menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat
dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani
kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan
meningkatkan intensitas penyiraman, dimana pada saat kondisi normal
dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi
musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari.
70
Kedua, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah
datangnya rayap, tikus dan mikroba, serta memperbaiki dan merawat fasilitas
fisik yang dilakukan dengan mengganti peralatan rusak atau tidak dapat
dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan
perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan
baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan penyortiran.
Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan
dan penyuluhan seputar jamur tiram putih. Dan yang kelima, menggunakan
peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam
media tanam.
7.2. Saran
1. Melakukan pengecekan suhu serta kelembaban ruangan di dalam kumbung
untuk menangani kekeringan yang melanda dengan menggunakan
thermometer dan hygrometer. Kedua alat tersebut bisa didapat di toko
pertanian, aksesoris mobil atau alat kesehatan. Selain itu dapat juga dilakukan
penyiraman pada permukaan lantai di dalam kumbung untuk mempertahankan
suhu dan kelembaban.
2. Menaburkan kapur tanah di area kumbung jamur tiram putih dan
menyipratkan air kapur ke dinding dan rak, sehingga kumbung menjadi steril
dari mikroba yang menyerang pertumbuhan jamur serta terhindar dari
serangan rayap. Selain itu dapat melakukan renovasi dan perbaikan kumbung
pada setiap pergantian periode produksi, sehingga bagian-bagian kumbung
yang sudah rusak dan bocor dapat diperbaiki.
3. Menetapkan peraturan bahwa setiap bahan baku yang digunakan dalam
kegiatan budidaya harus disortir terlebih dahulu sebelum diterima, selain itu
bahan baku tersebut harus diletakkan di tempat yang bersih.
4. Pengelola diharapkan bersikap tegas dalam mengarahkan dan membimbing
tenaga kerja yang ada. Melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh
dalam melakukan pekerjaan serta memberi koreksi terhadap kesalahan tenaga
kerja. Selain itu, dengan aktif membimbing tenaga kerja dalam melakukan
kegiatan budidaya jamur tiram putih.
71
5. Petugas yang melakukan penyuntikan bibit murni diharapkan menggunakan
sarung tangan, masker wajah dan pakaian khusus yang disediakan untuk
ruangan penyuntikan. Selain itu peralatan yang digunakan juga terlebih dahulu
diolesi dengan alkohol agar bebas dari kuman dan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini P.D. 2003. Analisis risiko usaha peternakan sapi perah [skripsi]. Bogor:
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Barron’s. 1993. Mengatur Keuangan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Darmawi H. 1997. Manajemen Risiko. Bumi Aksara. Jakarta. Debertin D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing
Company, New York. Departemen Pertanian. 2004-2006. Hortikultura. Perkembangan PDB Komoditas
Hortikultura Indonesia. Jakarta. http://www.hortikultura.deptan.go.id. [27 Agustus 2009]
Departemen Pertanian. 2005-2006. Basis Data. Perkembangan Nilai Ekspor Impor
Pertanian. Jakarta. http://www.database.deptan.go.id/eksim/indeks.asp. [27 Agustus 2009]
Departemen Pertanian. 2005-2008. Hortikultura. Perkembangan Volume dan Nilai
Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia. Jakarta. http://www.hortikultura. deptan.go.id. [27 Agustus 2009]
Departemen Pertanian. 2007-2008. Hortikultura. Produksi Tanaman Sayuran
Indonesia. Jakarta. http://www.hortikultura.deptan.go.id. [27 Agustus 2009]
Departemen Pertanian. 2008. Agribisnis. Jakarta. http://www.agribisnis.deptan.
go.id. [Desember 2008] Elton E.J, Gruber M.J. 1995. Modern Portfolio Theory And Investment Analysis.
Fifth Edition. John Wiley and Sons Inc. New York Fariyanti A. 2008. Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam
menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Harwood, et al. 1999. Managing Risk in Farming : Concepts, Research and
Analysis, Agricultural Economics Report No.774. US Department of Agriculture.
Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Penerbit
PPM. Jakarta. Lam J. 2007. Enterprise Risk Management. PT Ray Indonesia. Jakarta Pusat.
73
Lestari A. 2009. Manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannmei (Litopenaeus vannmei), studi kasus: PT Suri Tani Pemuka Serang, Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Maharany D. 2007. Analisis usahatani dan tataniaga jamur tiram putih: studi
kasus Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2007. Jakarta. http://www.agrina-
online.com. [Agustus 2008] Moschini G, Hennessy D.A. 1999. Uncertainty, Risk Aversion and Risk
Management for Agricultural Producers. Elsevier Science Publishers. Amsterdam.
Nugraha A.P. 2006. Analisis efisiensi saluran pemasaran jamur tiram segar di
Bogor Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nugrahapsari R.A. 2006. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi budidaya
jamur tiram putih [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rachmina D, Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi.
Departemen Agribisnis. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Redaksi Agromedia. 2002. Budi Daya Jamur Konsumsi. PT Agro Media Pustaka.
Jakarta. Redaksi Trubus. 2002. Pakar Agribisnis Tanya Jawab. Majalah Trubus. Jakarta. Robison L.J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk.
Macmillan Publisher. London. Sari N.P. 2008. Analisis faktor yang mempengaruhi usahatani jamur tiram putih
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siregar Y.R. 2009. Analisis risiko harga day old chick (doc) broiler dan layer pada
PT Sierad Produce Tbk Parung, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Suradji M. 2005. Jamur Merang dan Budidayanya. Penebar Swadaya. Jakarta. Suriawiria U. 2002. Budi Daya Jamur Tiram. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
74
Tarigan, P.E.S. 2009. Analisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
75
Lampiran 1. Daftar Sarana Fisik Cempaka Baru Tahun 2009 No Jenis Kegiatan Peralatan Jumlah (unit)
1 Aset Bangunan
Kumbung
Rak dalam kumbung
1 (24 m x 14 m)
3 (14 m x 11 m)
24
2 Kantor Jam dinding
Meja
Kursi
Alat tulis
1
1
2
1
3 Pembuatan bibit Drum besar
Ayakan
Drum kecil
Sendok
Lampu UV
Lampu Spritus
Heksos
Masker
Rak besi
Tong air
Saringan (ayakan)
Skop
4
1
2
1
1
1
1
1
1
3
1
2
4 Pengukusan Otoklof (mesin pengukus)
Tabung Gas
1
10
4 Perawatan Mesin air
Selang
1
1
5 Pasca panen Timbangan besar
Timbangan kecil
Keranjang panen
1
1
4
6 Kebersihan Sapu
Ember
2
3 Sumber : Cempaka Baru, 2009
76
Lampiran 2. Perhitungan Biaya Usahatani Cempaka Baru (Satu Periode Produksi)
No. Keterangan Satuan Fisik Harga (Rp/Satuan)
Nilai (Rp)
1 Biaya Bahan Baku : a. Sebuk Gergaji b. Dedak c. Kapur CaCo d. Pupuk TSP e. Plastik f. Cincin Bambu g. Koran h. Karet i. Bibit Murni j. Isi Ulang Gas
Kg Kg Kg Kg Buah Buah Kg Buah Botol Liter
200,0 1.900,0
900,0 2.000,0
8,8 50,0
2.000,0 8,8
8.000,0 6.667,0
6.120.000 8.721.000
275.400 306.000 449.820
2.550.000 306.000 449.820
6.772.800 8.160.000
+ 34.110.840
2 Biaya tenaga kerja 5.100.000
3 Biaya karyawan 10.880.000
4 Biaya listrik 160.000
5 Biaya penyusutan 11.366.667
77
Lampiran 3. Perhitungan Biaya Penyusutan Cempaka Baru
No Investasi Nilai (Rp) Umur
Ekonomis (tahun)
Penyusutan (Rp)
1 Kumbung + rak = 3 buah @ Rp 40.000.000
120.000.000 5 24.000.000
2 Mesin air + selang 6.000.000 10 600.000
3 Mesin kukus (otoklaf) + tabung gas
25.000.000 10 2.500.000
4 Bangunan 50.000.000 10 5.000.000
5 Peralatan 10.000.000 5 2.000.000
Total Penyusutan per Tahun 34.100.000
Penyusutan per Periode 11.366.667
78
Lampiran 4. Perhitungan Nilai Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation
No. Kondisi Peluang (Pi)
Produktivitas (Ri)
(Pi).(Ri) (Ri–Ř)2 (Ri – Ř)2.(Pi)
1 Tertinggi 0,17 0,38 0,0646 0,0171 0,0029
2 Normal 0,50 0,27 0,1350 0,0004 0,0002
3 Terendah 0,33 0,15 0,0495 0,0098 0,0032
Ř =
=
0,2491
0,25 = 0,0064
= 0,08
Coefficient Vaiation =
= 0,32
79
Lampiran 5. Ukuran Pendapatan Cempaka Baru (Rupiah)
Keterangan Kondisi
Tertinggi Normal Terendah A. Penerimaan : 1. Penjualan Jamur B. Pengeluaran : 1. Biaya Bahan Baku 2. Tenaga Kerja harian 3. Tenaga Kerja tetap 4. Biaya Listrik 5. Biaya Penyusutan
PENDAPATAN(A-B)
134.234.100
34.110.840 5.100.000 10.880.000 160.000 11.366.667 +
61.617.507 - 72.616.593
95.501.700
34.110.840 5.100.000 10.880.000 160.000 11.366.667 +
61.617.507 - 33.884.193
51.838.500
34.110.840 5.100.000 10.880.000 160.000 11.366.667 +
61.617.507 -
- 9.779.007
80
Lampiran 6. Gambar Jamur Tiram Putih
81
L A M P I R A N