Riset Soni Finish

30
 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 La tar Bel ak an g Sejalan dengan pembang una n bangsa Ind one sia tent uny a pemban gunan ke seh ata n me ru pak an sa lah sat u as pe k pe mb ang unan ya ng pe rlu me ndapat  per hatian pemerintah Ind one sia. De wasa ini perk emb ang an fasilitas kes ehat an  begitu pesat, apalagi pemerintah membuka pintu agar pihak swasta turut berperan dalam pembangunan kesehatan antara lain dengan mengembangkan rumah sakit. Saat ini jumlah Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta di Indonesia yang terdat a di Departemen Keseh atan sampai akhir tahu n 2004 berjumlah 1.246  buah dengan tenaga medis berjumlah 146.674 orang. (1) Ses uai den gan Und ang -Un dan g no. 1 tah un 197 0 tent ang Kes elam atan Kerja, dan Undang Undang No.3 6 tahun 2009 tentang Kese hatan khusu snya Bab XII, pasal 164 - 166 tenta ng Kesehat an Kerja, maka upaya ke sehatan kerja haru s diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan ataupun mudah terjangkit penyakit. Upaya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari  pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (2) Ru ma h sa ki t ya ng te rmas uk se kt or in du st ri ja sa, ju ga te ntu wa ji b menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Upaya  pe mbinaan K3RS dirasa ka n se ma kin me ndesak me ng ing at adany a be be rap a  per kemban gan bai k dar i seg i pen yak it mau pun dal am hal pela yan an kes eha tan sep erti dia ntar any a mak in men ingk atny a pen day agu naa n oba t atau alat den gan ris iko ba hay a ke se hat an te rte ntu untu k tin da ka n dia gn os is , ter api maup un reha bili tas i di sara na kes ehat an. Sel ain itu per kembang an infe ksi yan g dap at ditularkan di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya yang dikenal dengan nama

Transcript of Riset Soni Finish

Page 1: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 1/30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan pembangunan bangsa Indonesia tentunya pembangunan

kesehatan merupakan salah satu aspek pembangunan yang perlu mendapat

  perhatian pemerintah Indonesia. Dewasa ini perkembangan fasilitas kesehatan

 begitu pesat, apalagi pemerintah membuka pintu agar pihak swasta turut berperan

dalam pembangunan kesehatan antara lain dengan mengembangkan rumah sakit.

Saat ini jumlah Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta di Indonesia

yang terdata di Departemen Kesehatan sampai akhir tahun 2004 berjumlah 1.246

 buah dengan tenaga medis berjumlah 146.674 orang.(1)

Sesuai dengan Undang-Undang no. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja, dan Undang Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan khususnya Bab

XII, pasal 164 - 166 tentang Kesehatan Kerja, maka upaya kesehatan kerja harusdiselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai

risiko bahaya kesehatan ataupun mudah terjangkit penyakit. Upaya K3 adalah salah

satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari

 pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan

kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi

dan produktivitas kerja.(2)

Rumah sakit yang termasuk sektor industri jasa, juga tentu wajib

menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Upaya

  pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa

 perkembangan baik dari segi penyakit maupun dalam hal pelayanan kesehatan

seperti diantaranya makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan

risiko bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun

rehabilitasi di sarana kesehatan. Selain itu perkembangan infeksi yang dapat

ditularkan di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya yang dikenal dengan nama

Page 2: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 2/30

infeksi nosokomial, dapat terjadi antar pasien,(3) dari pasien ke petugas, dari petugas

ke petugas, dari petugas ke pasien bertambah kompleks dimana transmisi

mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet  maupun airborne

dan dengan kontak langsung. Terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis dan

nonmedis) di sarana kesehatan pada umumnya karena tercemar bibit penyakit yang

 berasal dari penderita yang berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi

 penyakit seperti berkembangnya jenis-jenis baru kuman patogen, resistensi kuman

 penyakit dan lain sebagainya serta gangguan kesehatan menjadi risiko potensial

terkena penyakit akibat kerja ataupun yang berhubungan dengan kerja.(4)

Terdapat banyak resiko untuk terjadinya kecelakaan kerja Rumah Sakit

(RS), seperti; pihak Rumah Sakit yang tidak memenuhi prosedur sebagaimana

mestinya, peralatan medis atau Alat Pelindung Diri (APD) yang mengalami

kerusakan, dan lain-lain. Namun, resiko terbesar dalam sebuah kecelakaan kerja

adalah perilaku pekerja itu sendiri. Perilaku seorang dokter dalam rumah sakit

dalam menjaga dirinya dari penyakit akibat kerja, akan berhubungan dengan ilmu

dan pengetahuannya mengenai K3RS yang diharapkan sudah diajarkan semasa

kuliah, agar pada saat klinik, maupun bekerja dirumah sakit PAK seperti infeksi

nosokomial, stress, dan pajanan dari zat-zat yang dapat merugikan kesehatan dapat

dihindari.(5) 

Untuk mengurangi resiko penularan penyakit akibat kerja di RS, salah satu

 penanggulanganya adalah menerapkan pencegahan standar ( standard precaution).

Standard precaution harus diterapkan seluruh pekerja di RS, termasuk mahasiswa/i.

Penelitian yang dilakukan oleh Hudoyo pada petugas kesehatan Puskesmas

Kecamatan Jakarta Timur (2004) mendapatkan, dari pengamatan pada 114responden yang melaksanakan tahapan kewaspadaan universal dengan benar pada

setiap tindakan yang berisiko, hanya 49 tindakan dari total 268 tindakan

dilaksanakan sesuai standar, sehingga nilai kepatuhan (compliance rate) hanya

 berkisar 18,3 %. %. Hanya 16,7% responden memiliki tingkat pengetahuan yang

  baik tentang kewaspadaan universal, sedangkan riwayat tertusuk jarum bekas

terjadi pada 84,2 % pekerja(5).

Page 3: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 3/30

Dengan mewabahnya penyakit HIV AIDS dan Hepatitis B & C yang

  penularanya melalui darah, besarnya tingkat tertusuk jarum bekas perlu

diperhatikan agar dapat dicegah. Mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah (UIN-SH) yang bertugas dirumah sakit dalam menjalankan

kepanitraan di RS juga mempunyai resiko terjangkit penyakit-penyakit menular di

RS. Sehingga perlu diketahui sikap, pengetahuan dan perilaku mahasiswa terhadap

kewaspadaan standar.

1.2 Pemasalahan

Bagaimananakah tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa

kedokteran UIN-SH terhadap kewaspadaan standar? Apakah terdapat perbedaantingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa pendidikan dokter UIN-SH

terhadap karateristik responden?

1.3 Hipotesis

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa pendidikan dokter UIN-SH

yang sudah menjalani coass akan lebih baik tingkatannya dibandingkan yang belum

menjalani coasa. Hal disebabkan karena kurangnya pengalaman dan pembelajaran

mahasiswa yang belum coass. Mahasiswi juga akan lebih baik tingkat Pengetahuan,

sikap, dan perilakunya terhadap kewaspadaan standar, karena perempuan

mempunyai sifat dasar untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuhnya

dibandingkan mahasiswa lelaki.

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Meningkatkan upaya pencegahan penularan penyakit infeksiakibat kerja pada mahasiswa kedokteran UIN-SH di rumah sakit.

1.3.2 Khusus

1.3.2.1 Mengetahui tingkat pengetahuan terhadap pencegahan

standar penyakit infeksi pada mahasiswa kedokteran UIN-

SH.

1.3.2.2 Mengetahui sikap mahasiswa kedokteran UIN-SH terhadap

 pencegahan standar penyakit menular.

Page 4: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 4/30

1.3.2.3 Mengetahui perilaku mahasiswa kedokteran UIN-SH

terhadap pencegahan standar penyakit menular.

1.3.2.4 Mengetahui hubungan karakteristik responden dengan

tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan standar 

 penyaki infeksi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Peneliti

1.4.1.1 Pembelajaran melakukan penelitian sesuai dengan apa yang

sudah dipelajari selama menjalani kuliah S1 kedokteran di

UIN-SH

1.4.1.2 Mendapat pengalaman melakukan penelitian sehingga

mampu melakukan penelitian-penelitian lain.

1.4.2 Bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN-

SH

1.4.2.1 Meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pencegahan

kecelakaan kerja yang dapat merugikan tenaga kesehatan

maupun pihak manajemen rumah sakit dengan

mengimplementasikan kewaspadaan baku.

1.4.2.2 Agar mahasiswa nantinya dapat mengurangi faktor resiko

terjangkitnya penyakit akibat kerja

1.4.3 Institusi (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah)

1.4.3.1 Merupakan masukan bagi fakultas dalam penerapan pengajaran prinsip-prinsip kerja aman bagi dokter.

1.4.3.2 Memberikan data kepada fakultas mengenai hasil

  pembelajaran mahasiswa kedokteran UIN-SH mengenai

 prinsip-prinsip kerja aman di RS selama ini.

Page 5: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 5/30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit infeksi akibat kerja pada petugas kesehatan

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (seperti

virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka tusuk jarum,

luka bakar) atau kimia (seperti keracunan), sedangkam penyakit akibat kerja (PAK)

adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan

 pekerjaan,(5) yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah

diakui. Darikedua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tema yang saya

angkat “penyakit infeksi akibat kerja pada petugas kesehatan adalah penyakit yang

disebabkan agen biologi, fisik, ataupun kimia yang disesabkan atuapun mempunyai

asosiasi yang kuat dengan pekerjaan suatu tenaga medis.

Banyak yang sering tertukar antara PAK dan penyakit yang berhubungan

dengan kerja. Dalam hal ini yang menjadi dasar pembeda diantara keduanya adalah

di penyakit yang berhubungan dengan kerja mempunyai berbagai faktor-faktor 

  penentu terjadinya suatu penyakit dan pekerjaanya hanya sebagai faktor 

memperberat bukan sebagai etiologi dari suatu penyakit.

Seperti yang disebutkan diatas penyebab terjadinya penyakit infeksi adalah

agen biologis. Untuk pencegahanya sudah dikembangkan suatu standar yang

disebut dengan “  standard precaution” yang akan dijelaskan di sub-bab

selanjutnya.Sebagai dokter yang menangani pasien sangat rentan untuk terjadinya

infeksi. Terlebih lagi agen biologis merupakan mikrobakterium terkecil yang dapat

menginvasi sel tubuh manusia. Kecilnya mikroorganisme itu juga merupakan

sukarnya mencegah penyakit menular dilingkungan kerja, karena itu diperlukan

upaya-upaya pencegahan yang efektif 

Berikut ini adalah tabel yang merumuskan bahaya potensial apa saja yang

dapat menyebakan penyakit infeksi

Page 6: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 6/30

Tabel 2.1 Bahaya Potensial Yang Menyebabkan Infeksi

BIOLOGIBIOLOGI

• Virus:

- Hepatitis B, C

- HIV/AIDS

• Bakteri:

• TBC

• Jamur & Parasit

  Sumber CDC 2007

2.1.1Cara Penularan

ada tiga cara penularan ataupun transmisi bagi agen untuk menginvasi

sel tubuh manusia. Karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mencegah

  penularan pada ketiga jalur ini. Disub-bab selanjutnya akan dijelaskan

 bagaimana cara menangani ketiga jalur penularan berikut.

Transmisi kontak 

Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan

kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien.

Transmisi kontak langsung juga dapat terjadi antar dua pasien. Transmisi

kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan

dengan objek terkontaminasi yang berada di lingkungan pasien.   Sebagai

contoh, pasien dengan infeksi kulit atau mata yang mungkin menular 

(seperti herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka

lainnya) memerlukan dilakukannya tindakan pencegahan kontak. (4) 

Page 7: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 7/30

Transmisi melalui percikan (droplet)

Transmisi droplet terjadi melalui kontak konjungtiva atau membran

mukosa hidung atau mulut orang yang rentan dengan droplet partikel besar 

yang mengandung mikroorganisme ( > 5 µm [mikron] ).2 Berbicara,

 batuk, bersin dan prosedur seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi

dapat menyebarkan organism.(4)

Transmisi melalui udara ( Airborne)

transmisi infeksi melalui udara adalah transfer partikel berukuran

≤5 µm ke dalam udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu

yang mengandung mikroorganisme yang menular. Partikel ini dapat

tersebar dengan cara batuk, bersin, berbicara dan prosedur seperti

 bronkoskopi atau pengisapan lendir; dapat menetap di dalam udara selama

 berberapa jam; dan dapat disebarkan secara luas di dalam suatu ruangan

atau pada   jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus dan

ventilasi dibutuhkan untuk mencegah transmisi melalui udara.(4)

2.1.2 Resiko penularan

Dalam suatu rumah sakit sebenarnya banyak pekerjaan ataupun

seseorang yang merupakan faktor resiko terjadinya suatu penyakit infeksi.

Antara lain adalah: orang yang merawat pasien, orang yang menyiapkan

instrumen, yang melakukan maupun membantu proses pembedahan, laboran,

yang mencuci alat maupun pakaian perawatan, yang menjaga maupun

membersihkan ruang perawatan, orang yang berkunjung, dan bahkan antar sesama pasien pun merupakan faktor resiko terjadinya penyakit infeksi lagi. (5)

Secara garis besar bahwa semua orang yang berurusan dengan pihak 

RS hingga sampai memasuki wilahnya mempunyai faktor resiko terjadinya

 penyakit infeksi, namun dalam penilitian ini yang akan lebih kami bahas

adalah tenaga medisnya atau spesifiknya adalah kaum dokter maupun KOAS.

Bisa dilihat dari resiko-resiko yang ada diatas yang berhubungan dengan

Page 8: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 8/30

tenaga medis ataupun dokter bisa dikatan bahwa kita harus memperhatikan

keadaan dokter/mahasiswa saat:

•Merawat atau memeriksa pasien

Saat seorang dokter tengah memeriksa pasien merupakan saat rentan

terjadinya pajanan melalui udara maupun kontak secara langsung.

• Menyiapkan, Menggunakan maupun mencuci alat kesehatan

Salah satu hal yang paling sering dilupakan padahal tidak jarang terjadi

 penularan penyakit secara kontak dengan alat-alat kesehatan. Karena itu

 baik yang menyiapkan, memasangkan, maupun membersihkan harus

mengetahui cara supaya mengurangi resiko terkena penyakit menular. Yang

 paling mengkhawatirkan saat ini adalah penggunaan alat suntik, karena kita

tahu dari darahlah kita bisa menularkan penyakit yang sekarang lagi marak-

maraknya dibicarakan yaitu HIV/AIDS

• Membantu proses pembedahan

Saat melakukan, maupun membantu proses penbedahan sangat besar 

kemungkinannya terjadi penyakit menular melalui kontak langsung, bisamelalui darah, kulit, dan jaringan-jaringan lain yang ada ditubuh kita.

• Saat melakukan uji lab

Uij lab sangat sering sekali dilakukan di RS guna untuk membantu

 penegakkan dignostik, namun harus hati-hati saat melakukannya karena

 biasanya yang pemeriksaan dibawah mikroskop, didalam tabung lab, dan

lain-lain merupakan sumber penyakit pasien sehingga mudah menularkan

hanya dari preparat yang disajikan / yang akan diperiksa itu.

Page 9: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 9/30

2.2 Standard precaution

2.2.1 Definisi

Kewaspadaan Standar adalah penerapan, yang dirancang untuk 

mengurangi resiko penularan mikroorganisme di fasilitas pelayanan

kesehatan, baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak 

diketahui (CDC 2007) (3)

2.2.2 Riwayat perkembangan

Infeksi nosokomial merupakan salah satu ancaman bagi tenaga

kesehatan dan pasien akibat dari tindakan medis yang dilakukan di rumah

sakit. Pada tahun 1947 mulai diketahui bahwa tindakan medis dapat

menularkan infeksi kepada pasien.

Pada tahun 1985  Kewaspadaan universal oleh Cente fors Diseases

Control and Prevention (CDC) di Atlanta, Amerika Serikat dikeluarkan

sebagai petunjuk rinci upaya pencegahan penularan penyakit infeksi di rumah

sakit untuk melindungi pasien dan tenaga kesehatan dari penularan penyakit

infeksi melalui pelayanan kesehatan., yang merupakan pedoman perlindungan

 bagi tenaga kesehatan dari ancaman tertular infeksi seperti infeksi HIV yang

tidak menampakkan gejala klinis pada awalnya dan infeksi lainnya melalui

darah (seperti HBV,HCV) sehingga Kewaspadaan Universal harus berlaku

untuk semua orang (pasien) juga petugas kesehatan tanpa memperhatikan

sudah terinfeksi ataupun belum terinfeksi. (3)

Kewaspadaan universal yang dimaksud adalah upaya pencegahan

terhadap penularan infeksi HBV, HCV dan HIV secara parenteral melalui

membrana mukosa dan permukaan kulit yang tidak intak dengan

memperlakukan semua darah, sekret vagina, air mani, cairan amnion dan

cairan tubuh yang lain terkecuali feces, urin, keringat, dahak, ingus, air mata,

muntahan tanpa campuran darah dari semua pasien sebagai sumber yang

 potensial untuk menularkan infeksi tanpa memperhatikan diagnosis maupun

risiko pada pasien tersebut. (5)

Page 10: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 10/30

Tingkat penularan penyakit infeksi yaitu hepatitis B melewati cairan

tubuh dapat dibagi sebagai berikut :

Tabel 2.2 Tingkat Media Penularan Hepatitis B

Tinggi Sedang Kecil / Tidak  

Terdeteksi

Darah Semen Urin

Serum Cairan vagina Feces

Eksudat dari luka Air liur Keringat

Air mata

Air susu ibu

Sumber CDC 2007

Tahun 1996 CDC mengeluarkan suatu pedoman baru dengan 2

  pendekatan yaitu : Kewaspadaan Baku (Standard Precaution) dimana

  berlaku pada semua orang dan pasien pada fasilitas kesehatan dan

 pencegahan atas dasar transmisi penyakit, dimana berlaku pada pasien yang

dirawat di rumah sakit. (Garner and HICPAC 1996). Kewaspadaan bakudirancang untuk semua orang termasuk pasien, pengunjung dan petugas

kesehatan tanpa peduli mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan baku

 berlaku untuk darah dan semua cairan tubuh baik sekresi ataupun ekskresi

kecuali keringat, kulit non intak dan membran mukosa dengan maksud

mengurangi resiko transmisi mikroorganisime yang telah diketahui maupun

yang tidak diketahui sebagai sumber infeksi seperti pasien, benda

terkontaminasi, jarum yang sudah terpakai dan spuit di dalam saranakesehatan sebagai limbah pelayanan kesehatan. Yang dimaksud dengan

limbah pelayanan kesehatan adalah setiap bahan buangan dari lingkungan

 pelayanan kesehatan dan kedokteran yang mungkin mengandung limbah

klinis. Yang dimaksud dengan limbah klinis adalah limbah yang berasal dari

 praktek kedokteran, perawatan, kedokteran gigi, kedokteran hewan, farmasi

atau praktek yang serupa, atau investigasi, pengobatan, perawatan, pengajaran

atau penelitian, yang secara alamiah bersifat toksik, infeksius atau berbahaya,

Page 11: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 11/30

yang dapat menimbulkan potensi bahaya atau memberikan ancaman, kecuali

sebelumnya dikatakan aman dan tidak berbahaya. (3)

Penerapan kewaspadaan baku merupakan strategi utama untuk mencegah infeksi nosokomial pada pasien di rumah sakit akibat tindakan

medis dari pasien ke pasien lain atau petugas kesehatan

2.2.3Komponen Kewaspadaa Baku

Oleh karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus menular melalui

darah seperti HIV dan Hepatitis B, tidak menunjukkan gejala sebagai orang yang

telah tertular, maka Kewaspadaan Standar dirancang untuk perawatan bagi semua

orang (pasien, klien dan petugas) tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi

ataupun tidak, termasuk bagi orang-orang yang baru terinfeksi dengan penyakit

menular melalui cara lain dan belum menunjukkan gejala. Kewaspadaan Standar 

diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah dan semua cairan tubuh lain, serta

semua ekskreta lain (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membran mukosa.

Penerapannya ditujukan untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dari

sumber infeksi, baik yang telah diketahui ataupun tidak diketahui (misalnya,

 pasien, benda yang terkontaminasi, jarum dan spuit yang telah digunakan, dll) didalam sistem pelayanan kesehatan.(5)

Komponen utama kewaspadaan standar dan penerapannya

Komponen-komponen utama Kewaspadaan Standar dan penerapannya

diuraikan pada Tabel 2. Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau

kimia antara mikroorganisme dengan individu – baik untuk pasien rawat

 jalan, pasien rawat inap di rumah sakit atau petugas kesehatan – adalah carayang sangat efektif untuk mencegah penyebaran infeksi (pelindung berperan

untuk memutuskan siklus penularan penyakit). Sebagai contoh, tindakan-

tindakan berikut ini bersifat melindungi terhadap penularan infeksi pada

klien, pasien dan petugas kesehatan serta merupakan cara penerapan

Kewaspadaan Standar: 

Page 12: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 12/30

Tabel 2.3 Penerapan Kewaspadaan Standar: Komponen Utama

MENCUCI TANGAN (atau menggunakan antiseptik / handsrub)

• Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang terkontaminasi

• Segera setelah membuka sarung tangan

• Di antara kontak pasien

• Sebelum dan sesudah melakukan tindakan invasif 

• Setelah menggunakan toilet

SARUNG TANGAN

• Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang terkontaminasi

• Untuk kontak dengan membran mukosa/ selaput lendir dan kulit yang tidak utuh

• Sebelum melakukan tindakan invasif 

MASKER, KACA MATA, PELINDUNG WAJAH• Melindungi membran mukosa mata, hidung dan mulut terhadap kemungkinan percikan, ketika akan

kontak dengan darah dan cairan tubuh.

GAUN

• Melindungi kulit dari kontak darah atau cairan tubuh yang mungkin akan terkena percikan.

• Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan prosedur tindakan yang melibatkan kontak 

dengan darah atau cairan tubuh

LINEN

• Menangani linen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau membran mukosa

• Jangan merendam terlebih dahulu linen kotor di wilayah perawatan pasien

• Jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor.

• Segera ganti linen yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh.

PERALATAN PERAWATAN PASIEN

• Menangani peralatan yang terkontaminasi dengan benar untuk mencegah kontak langsung dengan

kulit atau membran mukosa /selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian atau

lingkungan

• Cuci dan disinfeksi peralatan bekas pakai sebelum di gunakan kembali 

KEBERSIHAN LINGKUNGAN• Perawatan pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien

secara rutin setiap hari dan bila perlu

BENDA TAJAM

• Hindari menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa, maka dilakukan dengan

tehnik satu tangan.

• Hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai.

• Hindari membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum dengan tangan

• Masukkan instrument tajam kedalam wadah yang tahan tusukan dan tahan air.

RESUSITASI PASIEN

Page 13: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 13/30

• Gunakan penghubung mulut (mouthpiece/Goedel ), Ambubag atau alat ventilasi lain untuk 

menghindari resusitasi mulut ke mulut secara langsung.

PENEMPATAN PASIEN

• Isolasi pasien yang dapat mencemari lingkungan atau tidak dapat menjaga kebersihan diri danlingkungan di dalam ruangan khusus (ruang isolasi)

Sumber CDC 2007

Pertimbangan praktis

Memperlakukan setiap orang (pasien atau petugas) sebagai individu yang

 potensial menularkan dan rentan terhadap infeksi.

Cuci tangan – prosedur paling penting untuk pencegahan pencemaran silang

(dari orang ke orang atau dari objek yang tercemar ke orang)

Menggunakan sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh – kulit yang

luka, membran mukosa, darah, cairan tubuh sekreta dan ekskreta atau peralatan

kotor dan bahan sampah yang tercemar – atau sebelum melakukan prosedur 

invasif.

Menggunakan Alat Pelindung Diri/APD (sarung tangan, masker muka,

kacamata dan celemek pelindung) jika ada kemungkinan tertumpah atau

terpecik cairan tubuh (sekreta dan ekskreta), seperti membersihkan peralatan

dan barang-barang tercemar.

Menggunakan antiseptik berbasis alkohol untuk membersihkan kulit atau

membran mukosa sebelum pembedahan, membersihkan luka, serta melakukan

 penggosokkan tangan surgical handsrub;

Mempraktekkan cara kerja aman, seperti tidak memasang kembali penutup

 jarum, atau membengkokkan jarum dan menjahit dengan jarum tumpul.

Pembuangan sampah infeksius ke tempat yang aman untuk melindungi dan

mencegah penularan atau infeksi kepada masyarakat. (3)

Memproses peralatan, sarung tangan dan barang-barang lain dengan

terlebih dahulu melakukan dekontaminasi, pemcucian peralatan dan

kemudian melakukan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi, sesuai prosedur 

yang direkomendasikan.

Page 14: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 14/30

2.3 Kerangka Konsep

Pembelajarankewaspadaan

standar

Lingkungan:•KetersediaanAPD di

Institusi

•Pembelajarandiinstitusi

mahasiswa:

•Angkatan• Jeniskelamin

Pengetahuan, sikap, danperilakumahasiswaterhadap

kewaspadaanstandar

Page 15: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 15/30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan analisis komperatif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di lingkungan fasilitas pendidikan

kedokteran UIN-SH. Baik di dalam kampus, maupun di RS pendidikan. Penelitian

dimulai pada bulan Juli tahun 2010 hingga bulan November 2010

3.3 Populasi dan sampel

Target adalah mahasiswa yang sedang atau akan menjalani kepanitraan di

klinik, populasi yang terjangkau adalah mahasiswa kedokteran UIN-SH (angkatan

2007 sampai 2005). Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

Inklusi

• Bersedia menjadi responden dengan mengisi dan menandatangani

inform konsen.

• Merupakan mahasiswa/mahasiswi kedokteran UIN-SH.

Eksklusi

• Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

Page 16: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 16/30

3.3.1 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus :

Zα² x P(1-p)

n1 = ----------------------

n2 = n1 + (10% x n1)

n1 = besar sampel

n2 = besar sampel ditambah subtitusi 10%

Subtitusi adalah pengganti responden yang mungkin “dropped out”

α = batas kemaknaan, biasanya diambil 5 %

Zα = nilai dari standar distribusi normal sesuai nilai α (untuk α = 5%), pada

tabel 2 arah (two tailed) di dapatkan nilai 1,96

  p = Mahasiswa yang mengetahui mengenai kewaspadaan standar dengan baik sejumlah 50 %

Prevalensi ini diambil 50 % karena berdasarkan beberapa tinjauan

 pustaka sebelumnya prevalensi umumnya terjadi pada mahasiswa kedokteran dan

 belum pernah dilakukan serta dipublikasikan di Indonesia.

L = presisi penelitian (10%)

Page 17: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 17/30

3.3.2 Cara Pemilihan Sampel

Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan random table.

3.4 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data diambil dengan pembagian kuisioner yang harus

diisi dengan lengkap dan diawasi langsung oleh peneliti. Kuesioner 

untuk menilai pengetahuan mengenai kewaspadaan standar, adalah

kuesioner yang sudah baku digunakan pada pelatihan pencegahan infeksi oleh

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Indonesia , dan kuesioner mengenai sikap dan

  perilaku, juga sudah di validasi pada penelitian terdahulu yang dilakukan di

suatu Rumah Sakit.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel independen:

• Tahun angkatan mahasiswa/i yang bersangkutan

• Jenis kelamin mahasiswa/i yang bersangkutan

Variabel dependen:

• Sikap, pengetahuan, dan perilaku mahasiswa/i yang bersangkutan

3.6 Definisi operasional

• Tahun angkatan dilihat dari tahun terdaftarnya sebagai

mahasiswa

• Jenis kelamin dibagi atas laki-laki dan perempuan

• Sikap dinilai dari hasil jawaban benar pada pertanyaan-

 pertanyaan mengenai sikap mahasiswa/i

o >80% = baik 

o 60% - 80% = cukup

Page 18: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 18/30

o <60% = buruk 

•   pengetahuan dinilai dari hasil jawaban benar pada

 pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan mahasiswa/i

o >80% = baik 

o 60% - 80% = cukup

o <60% = buruk 

•  perilaku dinilai dari hasil jawaban benar pada pertanyaan-

 pertanyaan mengenai perilaku mahasiswa/i

o >80% = baik 

o 60% - 80% = cukup

o <60% = buruk 

3.7 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisis data secara deskriptif menggunakan

 program SPSS 17.0

3.8 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas dasar sukarela dari populasi yang

dijadikan sampel, kerahasiaan yang terjamin, dan tidak ada tindakan invasif 

sehingga tidak membahayakan koresponden.

Page 19: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 19/30

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini berhasil mengikut sertakan 98 mahasiswa UIN-SH

sebagai responden. Semua mengisi kuesioner secara lengkap, sehingga tidak 

ada yang dieksklusi.

4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden hanya dibagi atas jenis kelamin mahasiswa dan

responden yang sudah menjalani co-ass (Angkatan 2005 dan 2006), dan yang

tahun ini akan menjalani coass (Angkatan 2007). Pada tabel 4.1 di bawah ini

disajikan distribusi responden berdasarkan kedua karaktersitik tersebut.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik 

KARAKTERISTIK JUMLAH

(n=98)

PERSEN (%)

 JENISKELAMIN

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

39

59

39.8

60.2

STATUSMAHASISWA

CALON COASS

COASS

59

39

60.2

39.8

Page 20: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 20/30

Pada tabel di atas terlihat, bahwa lebih banyak perempuan (60,2%) yang

menjadi responden, dibandingkan laki-laki (39,8%). Sedangkan responden yang

sudah menjadi co-ass lebih sedikit daripada responden yang akan menjalani co-ass.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap,

Dan Perilaku

KARATKERTISTIK JUMLAH (n-98) PERSEN (%)

PENGETAHUAN

KURANG

CUKUP

BAIK 

34

56

8

34.7

57.1

8.2

SIKAP

KURANG

CUKUP

BAIK 

11

28

59

11.2

28.6

60.2

PERILAKU

KURANG

CUKUP

BAIK 

10

18

70

10.2

18.4

71.4

Ket: kurang = <60=kurang, 60-79.7=cukup, >80=baik 

Berdasarkan tabel di atas, persentase dari mahasiswa/i UIN SH dari

angkatan 2005-2007 secara keseluruhan, yang mempunyai tingkatan pengetahuan

 baik terhadap kewaspadaan standar hanya 8,2%, yang berpengetahuan cukup adalah

57,1%, sedangkan yang pengetahuan kurang adalah 34,7%. Sikap terhadap

kewaspadaan umum, lebih baik, karena sikap kurang terhadap kewaspadaan standar 

hanya ditemukan pada 11,2% responden, cukup 28.6%, dan yang masuk kategori

Page 21: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 21/30

sikap baik adalah 60,2%. Perilaku terhadap kewaspadaan standar, juga pada

umumnya baik, karena yang termasuk dalam kategori kurang hanya 7.2%, dan yang

termasuk kategori baik adalah 71,4%. Pada penilaian perilaku ada hal lain yang

diperhatikan juga, yaitu tersedianya alat-alat atau komponen kewaspadaan standar 

oleh institusi pendidikan. Untuk masalah ini nanti akan dibahas lebih lengkap pada

 pembahasan.

4.2. Hasil Analisis Bivariat:

Pada bagian ini dilakukan analisisi bivariat untuk mengetahui adanya

hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden dengan

karakteristik responden. Untuk hal ini tingkat PSP kurang dan cukup dijadikan satu

dan dibandingkan dengan tingkat PSP baik 

Tabel 4.3. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Tingkat Pengetahuan

PENGETAHUAN

KURANG/CUKUP

PENGETAHUAN

BAIK 

ODDS

RATIO

INTERVAL

KEPERCAYAAN

95%

p

n % n %

 JENIS KELAMIN:

LAKI-LAKI 36 94.7 2 5.3 ref  

PEREMPUAN 54 90.0 6 10.0 2 0.4-10.5 0,404

STATUS MHS:

CALON COASS 56 94.9 3 5.1 ref 

COASS 34 87.2 5 12.8 2.8 0.7-12 0.171

.

Berdasarkan tabel diatas baik mahasiswa yang coass dan yang akan

menjalani coass sama-sama mempunyai persentase yang tinggi untuk kategori

Page 22: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 22/30

kurang/cukup terhadap kewaspadaan standar yaitu 94.9% dan 87.2%. meskipun

yang sedang menjalani coass sedikit lebih tinggi persentase kategori baik-nya yaitu

12.8% berbanding dengan 5.1% namun belum dapat dikatakan bermakna karena p =

0,171 (p>0,05).

Demikian pula berdasarkan table di atas, tidak ditemukan perbedaan

 bermakna antara tingkat pengetahuan laki-laki dengan perempuan, karena p = 0,404

(p>0,05). Mahasiswa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai persentase

yang tinggi untuk kategori kurang/cukup terhadap kewaspadaan standar yaitu

94.7% dan 90%. meskipun mahasiswa perempuan sedikit lebih tinggi persentase

kategori baik-nya yaitu 10% berbanding dengan 5.3%..

Tabel 4.4 Hubungan Karakterisik Dengan Tingkat Sikap

SIKAP

KURANG/CUKUP

SIKAP BAIK ODDS

RATIO

INTERVAL

KEPERCAYAAN

95%

p

n % n %

 JENIS KELAMIN:

LAKI-LAKI 14 36.8 24 63.2 ref 

PEREMPUAN 25 41.7 35 58.3 0.82 0.36-1.9 0,634

STATUS MHS:

CALON COASS 35 59.3 24 40.7 ref 

COASS 4 10.3 35 89.7 12.8 4-40 0.000

Berdasarkan tabel di atas, tampak terdapat perbedaan yang bermakna antara

tingkat sikap terhadap kewaspadaan standar pada mahasiswa coass dan yang akan

menjalani coass. Mahasiswa yang sudah co-ass mempunyai sikap baik 12,8 kali

dibandingkan calon co ass (OR=12,8, p = 0,000). Mahasiswa yang sedang

Page 23: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 23/30

menjalani coass, 89.7% menunjukkan sikap baik, sedangkan untuk yang akan

menjalani coass tahun ini hanya 40.7%.

Pada tabel di atas, tampak proporsi mahasiswa laki-laki dan perempuan

yang menunjukkan sikap baik terhadap kewaspadaan standar, tidak jauh berbeda,

yaitu 60.3% dan 58.3%. meskipun yang laki sedikit lebih tinggi persentase kategori

 baik-nya namun belum dapat dikatakan berbeda bermakna (p>0,05)

Tabel 4.5 Hubungan Karakterisik Responden Dengan Tingkat Perilaku

PERILAKU

KURANG/CUKUP

PERILAKU

BAIK 

ODDS

RATIO

INTERVAL

KEPERCAYAAN

95%

p

n % n %

 JENIS KELAMIN:

LAKI-LAKI 10 25.6 18 41 Ref  

PEREMPUAN 18 30.5 41 69.5 0.542 0.3-1.4 0.194

STATUS MHS:

CALON COASS 23 39 36 61 Ref 

COASS 5 12.8 34 87.2 7.6 2.7-21.7 0,000

Berdasarkan tabel di atas, tampak perbedaan yang bermakna antara perilaku

 baik terhadap kewaspadaan standar antara mahasiswa sedang coass dan yang akan

menjalani coass (p=0,000) . Perilaku kategori baik untuk mahasiswa yang

sedang menjalani coass adalah 87.2%, sedangkan untuk yang akan menjalani

coass tahun ini adalah 61.0%. Mahasiswa yang sudah coass ,perilaku baik 7,6

kali dibandingkan mahasiswa calon co ass.

Page 24: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 24/30

Pada tabel di atas juga dapat dilihat, bahwa perempuan lebih tinggi

 persentase yang masuk kedalam kategori baik, yaitu 69.5%, dibandingkan laki=laki

hanya 41% namun belum dapat dikatakan berbeda bermakna (p=0,194)

BAB V. PEMBAHASAN

Orang yang menerima maupun memberikan perawatan kesehatan baik di

rumah sakit maupun klinik mempunyai resiko terkena penyakit infeksi, kecuali

menerapkan kewaspaadaan untuk pencegahan infeksi tersebut. Penyakit infeksi

yang terjadi di RS adalah masalah yang signifikan dan berkembang di seluruh dunia

(Alvarado 2000). Contohnya, infeksi yang terjadi di RS angka kejadiannya berkisar 

antara 1% untuk dinegara-negara bagian Eropa dan Amerika Serikat, dan 40% lebih

di sebagian Negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika. (Lynch et al 1997).

Salah satu yang berperan penting dalam masalah ini adalah

 pendidikan, banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi karena rendahnya

 pendidikan orang yang bersangkutan terhadap kewaspadaan standar. Di

Amerika ditemukan lebih dari 800.000 luka tusuk jarum setiap tahunnya.

Akhirnya dibuatlah usaha dan mengedukasi yang bertujuan untuk 

menurunkan angka luka tusuk jarum (Rogers, 1997). Usaha itu antara lain

adalah:

• Mengurangi penggunaan jarum suntik yang tidak perlu dan tidak 

aman

• Memberikan pelatihan kepada petugas untuk segera membuang

 jarum telah pakai kedalam tempat sampah khusus kedap jarum

tanpa menutupnya terlebih dahulu – 1/3 dari angka kejadian

tusuk jarum adalah saat pekerja melakukan penutupan jarum

suntuk (Tiejen 1997)

• Menempatkan tempat sampah kedap jarum di tempat yang

terjangkau.

Bagaimanapun juga di berbagai negara berkembang yang masih sangat

minim pengetahuan dan kesadarannya terhadap kewaspadaan standar, resiko

terjadinya infeksi terhadap tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan negara

Page 25: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 25/30

lainnya (Phipps et al 2002. Terlebih lagi beberapa komponen kewaspadaan standar 

tidak dapat dilakukan pada pihak yang mempunyai tingkat ekonomi yang rendah,

karena terbatasnya sarana dan fasilitas. Untuk menutupi kekurangan itulah para

  pekerja kesehatan wajib memahami dan menerapkan kewaspadaan standar 

sebisanya saat bekerja (Tietjen 1997).

Menurut hasil penelitian, pengatahuan mahasiswa prgram studi pendidikan

dokter UIN-SH mengenai kewaspadaan standar masih tergolong rendah yaitu dari

98 responden yang terdiri dari mahasiswa angkatan 2005-2007 yang diambil secara

acak, 90 orang atau 91.8% mempunyai tingkat pengetahuan mengenai

kewaspadaan standar yang termasuk kategori kurang/cukup atau yang hasil tesnya

kurang dari 80. Pada data didapatkan semakin tinggi angkatan semakin besar pula

 persentase yang masuk kategori baik. Mungkin ini memang disebabkan karena

 perbedaan pengalaman dan juga tenaga ajar di RS yang lebih banyak mengajarkan

maupun memberikan contah yang baik terhadap kewaspadaan standar.

Perbandingan pengetahuan antara mahasiswa yang coass dan yang

akan coass, perbedaanya tidak cukup signifikan yang masuk kategori baik di

mahasiwa coass adalah 12.8% dan yang akan coass adalah 5.1%. menurut

table chi-square yang dihitung melalui program spss perbedaan persentase

ini dengan jumlah responden yang demikian, tidak dapat dikatakan

 bermakna. Begitu juga dalam perbandingan laki-laki dan perempuan dari

hasil penelitian ini tidak didapatkannya perbedaan yang bermakna terhadap

tingkat pengetahuan terhadap kewaspadaan standar.

Perilaku mahasiswa terhadap kewaspadaan standar di program studi pendidikan dokter UIN-SH tergolong cukup baik dimana 60.2% termasuk 

kategori baik menurut oenelitian ini. Namun terdapat perbedaan yang

signifikan antara mahasiswa yang sedang menjalani coass dengan yang akan

menjalani coass tahun ini. Didapatkan bahwa 40.7% saja mahasiswa 2007

(belum menjalani coass) yang masuk dalam kategori baik, sedangkan 89.7%

mahasiswa 2005 & 2006 (sedang menjalani coass) didapatkan masuk 

kedalam ketegori baik terhadap kewaspadaan standar. Perbedaan ini

Page 26: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 26/30

menurut tabel chi-square yang didapatkan dari program SPSS merupakan

 perbedaan yang bermakna.

Hal di atas mungkin didapatkan karena lebih besarnya kesadaran

mahasiswa yang sudah menjalani coass lebih besar karena telah

menjalaninya secara langsung, dan mengerti bahaya dan ruginya akan

kecerobohon yang dapat mengakibtakn infeksi di RS. Untuk masalah sikap

laki-laki yang masuk kedalam kategori baik lebih tinggi sedikit

dibandingkan perempuan, namun perbedaan ini belum cukup untuk 

dikatakan bermakna.

Penilaian perilaku kewaspadaam standar dalam penelitian ini hanya

dilakukan berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner saja, memang ini adalah

salah satu kekurangan dalama penelitian ini. Menurut peniliti sendiri untuk 

menilai perilaku baiknya adalah dengan pengamatan perilaku mahasiswa

sehari-harinya. Hasilnya adalah hanya 24 dari 98 mahasiswa atau 24.5%

yang masuk kedalam kategori perlilaku baik terhadap kewaspadaan standar.

Hasil ini seperti yang disebutkan di atas dinilai dari hasil jawaban

kuesioner yang diberikan. Disni hanya yang mendapatkan nilai 100% yang

masuk kategori baik. Menurut peneliti mengapa demikian karena perilaku

ini lah yang menjadi tujuan utama pelatihan ataupun pengajaran tentang

kewaspadaan standar. Dan juga terjadinya infeksi tidak dapat diduga.

Apabila perilakunya hanya mendapat nilai 90%, bisa saja saat dimana 10%-

nya itulah terjadi hal yang tidak terduga. Bisa membahayakan diri sendiri

maupun orang lain, baik itu pasien atau tenaga kerja kesehatan lainya

(contoh: petugas kebersihan).

Ditemukannya perbedaan yang dapat dikatan bermakna antaramahsiswa 2005-2006 dan mahasiswa 2007. Dimana mahasiswa yang sudah

coass terdapat 46.2% yang masuk kedalam kategori baik, dan untuk 

mahasiswa yang belum coass hanya 10.2%. dilihat berdsarkan jenis kelamin

laki-laki mempunyai persentase sedikit lebih tinggi dibandingkan

  perempuan, sehingga didapat bahwa perilaku terhadap kewaspadaan

standar di Fakultas Kedokteran UIN-SH, antara laki-laki dan perempuan

tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

Page 27: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 27/30

Di atas sudah disinggung bahwa kenapa mahasiswa tidak melakukan

kewaspadaan standar yang sesuai adalah mungkin keterbatasan alat yang

disediakan oleh institusi pendidik, baik dari kampus maupun pihak rumah

sakit. Berikut adalah tabel yang menunjukan berapa jumlah mahasiswa yang

merasa tidak dapat menjalani kewaspadaan standar dengan sedemikian rupa

karena keterbatasan alat dari pihak pendidik.

Tabel.5.1 Distribusi Responden Yang Merasa Kurang Tersedianya

Komponen Kewaspadaan Standar Oleh Ppihak Pendidik.

Frequency Percent

Valid terpenuhi 80 81.6

tidak

tersedia

18 18.4

Total 98 100.0

Ket: apabila terdapat 1 atau lebih jawaban dari 5 pertanyaan yang

menyatakan kurang tersedianya komponen kewaspadaan standar maka

dianggak masuk kategori “tidak tersedia”.

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa yang merasa kurang tersedianya

komponen kewaspadaan standar baik di rumah sakit (untuk mahasiswa 2005-2006)

maupun di kampus (untuk mahasiswa 2007, contoh saat melakukan praktikum)

adalah sebesar 13%. Kalau dihubungkan dengan perilaku mahasiswa UIN-SH

terhadapa kewaspadaan standar, maka kita akan mendapatkan hasil seperti berikut:

dari 98 mahasiswa FK UIN-SH 24.5% nya termasuk kategori perilaku baik 

terhadap kewaspadaan standar, dan 24.5% masuk ke kategori kurang. Namun dari

ke 24 mahasiswa tersebut 18 diantaranya merasa tidak dapat menerpakan

kewaspadaan standar dengan baik karena keterbatasan alat yang disediakan oleh

institusi pendidik 

Page 28: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 28/30

VI.KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan kewaspadaan standar pada mahasiswa program

studi pendidikan dokter UIN-SH 8.2% tergolong baik, 57.1% tergolong

cukup, dan 34.7% tergolong kurang.

2. Tingkat sikap mahasiswa prigram studi pendidikan dokter UIN-SH

terhadap pencegahan standar 60.2% tergolong baik, 28.6% tergolong

cukup, dan 11.2% tergolong kurang.

3. Tingkat perilaku mahasiswa prigram studi pendidikan dokter UIN-

SH terhadap pencegahan standar 71.4% tergolong baik, 18.4%

tergolong cukup, dan 10.2% tergolong kurang.

4. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan

mahasiswa co-ass dengan calon coass, namun terdapat perbedaan yang

  bermakna pada sikap dan perilaku antara mahasiswa yang sedang

menjalani coass dan yang belum. Tidak ditemukan pula perbedaan

 bermakna terhadap jenis kelamin mahasiswa.

Page 29: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 29/30

VII. SARAN

1. Mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang lebih baik 

mengenai kewaspadaan standar, agar memahami semua komponennya

2. Sikap dan perilaku mengenai kewaspadaan standar perlu

ditingkatkan, dengan supervisi dari staf pengajar, maupun staf Rumah

Sakit, agar mahasiswa dapat terlindung dari penularan penyakit infeksi

di tempat kerja

3. Mahasiswa perlu disediakan alat pelindung diri yang cukup, agar 

dapat menunjukkan perilaku kewaspadaan standar yang baik 

 

Page 30: Riset Soni Finish

5/14/2018 Riset Soni Finish - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/riset-soni-finish 30/30

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . Data fasilitas kesehatan di Indonesia

tahun 2004 . Diunduh dari :http://www.departemenkesehatanRI.com

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia,

nomer 36, tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Tietjen, Linda; Bossemeyer, Debora; McIntosh, Noel. Panduan Pencegahan

Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas.

JNPKKR/POGI dan JHPIEGO. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Jakarta.2004

4. CDC. Standard Precaution Guidelines .Diunduh dari :

http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/gl_isolation_standard.html

5. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Modul Pelatihan Pencegahan Infeksi,

JNPKKR/POGI dan JHPIEGO. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Jakarta.2004

6. Judisthira, Stefanus, Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Perilaku

Kewaspadaan Baku Dengan Kejadian Luka Tusuk Jarum Pada Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit “ X ” , Propinsi Banten, Tesis Program Studi

Magister Kedokteran Kerja, FKUI, 2007