Rintihan Bayiku

download Rintihan Bayiku

of 60

Transcript of Rintihan Bayiku

KOMUNIKASI EFEKTIF

MODUL IIKOMPLIKASI BAYI BARU LAHIR

Skenario 2 : Rintihan Bayiku

Bayi Retno, laki - laki, umur 2 jam. Lahir di rumah bidan, ditolong bidan, spontan, dari kehamilan ibu cukup bulan, BBLR 2200 gram. Bayi lahir menangis tapi tidak kuat (Apgar Score 6/8), setelah dibersihkan didekatkan kepada ibunya. Setelah 2 jam, bayi mengalami sianosis dan merintih. Bidan memberitahukan kepada ibu Retno bahwa bayinya harus dirujuk ke rumah sakit umum pusat untuk perawatan selanjutnya karena bayi Retno butuh oksigen, cairan infus, dan obat intravena. Ibu Retno mulanya tidak bersedia karena ibu Retno sudah trauma dengan pengalaman anak pertamanya yang dirawat di rumah sakit 3 tahun yang lalu karena ikterik dan kejang, yang akhirnya meninggal dunia dan ada anak temannya dirawat meninggal, yang menurut dokter menderita hidrosefalus.

Menurut anda sebagai dokter, bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada bayi ibu Retno?

Skenario di atas dibahas dengan menggunakan Seven-Jump Methods

1. Clarify Unfamiliar Terms2. Define Problems

3. Brainstorm Possible Explanations or Hypotheses

4. Arrange explanations into a tentative solution (schema)5. Define Learning Objectives

6. Gather Information and Private Study

7. Share the Results

1. Clarify Unfamiliar TermsNO.ISTILAHARTI

1.

SianosisDiskolorasi kebiruan, terutama pada kulit dan membrane mukosa, akibat konsentrasi Hb tereduksi berlebihan dalam darah.

2.IkterusKulit dan sclera berwarna kuning akibat hiperbilirubinemia. Haemolytic Jaundice, terjadi akibat kerusakan sel darah merah secara berlebihan.

3.KejangGejala gangguan saraf pusat total atau sistemik yang muncul dalam masa neonates; Kontraksi otot yang berlebihan disertai nyeri, dan terjadi di luar kehendak.

4.HidrosefalusSalah satu jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan (CSS) di dalam otak yang menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak dan mengganggu sistem saraf pusat.

2. Define Problemsa. Mengapa bayi tidak menangis kuat?b. Apa arti Apgar Score 6/8?

c. Mengapa bayi Retno harus diberi cairan infuse dan cairan intravena?

d. Apa etiologi ikterus?

e. Apa etiologi dan jenis kejang?

f. Apa etiologi hidrosefalus?

g. Apa sajakah bentuk kelainan pada neonatus selain hidrosefalus?

h. Keadaan yang bagaimanakah yang menyebabkan bayi berada dalam status emergency?

3. Brainstorm Possible Explanations or Hypotheses

a. Mengapa bayi tidak menangis kuat?

Bayi tidak menangis kuat karena kemungkinan bayi mengalami obstruksi saluran napas, trauma lahir, atau karena gangguan yang berasal dari ibu, seperti hipertensi, hipotensi, penggunaan obat anastesi, ibu menderita diabetes mellitus, atau dari anak, seperti lahir bermasalah atau tumbuh kembang intrauterine yang terhambat.

b. Apa arti Apgar Score 6/8?

Apgar score 6/8 berarti nilai apgar 6 untuk 1 menit pertama, dan 8 untuk 5 menit pertama. APGAR berarti Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (reflex), Activity (tonus otot), Respiration (pernapasan).

c. Mengapa bayi Retno harus diberi cairan infuse dan cairan intravena?

Bayi Retno harus diberi cairan infuse dan cairan intravena karena cairan infuse dan intravena mengandung substrat yang berfungsi untuk mengatasi kondisi bayi ibu Retno. Infuse dan cairan intravena dipilih karena efektivitasnya lebih tinggi daripada oral. Infuse dan cairan intravena juga dapat digunakan apabila neonates muntah atau mengalami obstruksi saluran cerna.d. Apa etiologi ikterus?

Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga bisa terjadi karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:

Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis.

Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.

Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.

Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah

Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning.

Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuninge. Apa etiologi dan jenis kejang?

Penyebab kejang neonatal :

1. Trauma. a. Hematoma subdural b. Perdarahan korteks c. Trombosis vena 2. Asfiksi 3. Kongenital - disgenesis serebral 4. Hipertensi 5. Metabolik a. Hipokalsemi b. Hipoglikemi c. Gangguan elektrolit Hipernatremi Hiponatremi

6. Infeksi a. Meningitis b. Abses serebri c. Ensefalitis herpetik d. Meningoensefalitis Coxsackie e. Sitomegalovirus f. Toksoplasmosis g. Sifilis 7. Putus obat a. Metadon b. Heroin c. Barbiturat d. Propoksifen 8. Dependensi piridoksin 9. Gangguan metabolisme asam amino a. Maple syrup urine disease b. Hiperglisinemi (nonketotik/ketotik) 10. Toksin a. Anestetika lokal b. Isonazid c. Bilirubin Kejang neonatal dapat berbentuk :

Kejang tonik berupa ekstensi ke empat ekstremitas serupa dengan deserebrasi, kadang-kadang berupa fleksi ekstremitas atas dan ekstensi ekstremitas bawah. Kejang ini biasanya menandakan kerusakan susunan saraf pusat yang luas seperti pada ensefalopati anoksik, perdarahan intraventrikuler, ventrikulitis atau porensefali. Khas ditemukan pada bayi kurang-bulan. Penelitian Volpe menunjukkan bahwa 70% bayi yang mengalami kejang tonik, berat badannya kurang dari 2500 gram.

Kejang samar berupa gerakan-gerakan terisolasi seperti gerak mata abnormal, menghisap, mengunyah atau gerakan seperti berenang. Kejang klonik multifokal merupakan jenis yang tersering dijumpai berupa gerakan-gerakan klonik yang berpindah dari satu ekstremitas ke ekstremitas lain secara tak teratur; kadang - kadang saling bersambungan sehingga menyerupai kejang umum. Hanya ditemukan pada bayi cukup bulan. Kejang klonik fokal berupa gerakan-gerakan berulang pada anggota badan tertentu. Kejang ini tidak selalu menggambarkan lesi otak karena dapat terjadi pada kelainan metabolik umum seperti hipokalsemi, hipoglikemi dan asfiksi ringan. Kejang mioklonik benspa gerakan fleksi tunggal/multipel pada ekstremitas, menyerupai refleks Moro. Merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas. Tidak semua gerakan berulang pada neonatus merupakan serangan kejang karena dapat disebabkan juga oleh putus obat, gangguan inhibisi serebral atau aktivitas dalam tidur. Klonus dan jitters berbeda dari kejang karena dapat hilang bila posisinya diubah atau ditahan, dan tidak disertai dengan gerakan abnormal bola mata. f. Apa etiologi hidrosefalus?

Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada sistema ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus internal.Peninggian TIK harus dibedakan dari peninggian tekanan intraventrikuler. Beberapa lesi intrakranial menyebabkan peninggian TIK, namun tidak perlu menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Juga, dilatasi ventrikuler tidak selalu berarti hidrosefalus dan juga tampak pada atrofi serebral. Hidrosefalus adalah kesatuan klinik yang dibedakan oleh tiga faktor :

1. Peninggian tekanan intraventrikuler,

2. Penambahan volume CSS, dan

3. Dilatasi rongga CSS.

Hidrosefalus mungkin disebabkan oleh satu dari tiga faktor :1. Produksi CSS yang berlebihan, 2. Obstruksi jalur CSS, dan 3. Gangguan absorpsi CSS.

Hidrosefalus sekunder sering disebabkan oleh kelainan berikut :1. Hematoma subdural, 2. Tumor intraventrikuler, 3. Tumor para sellar,4. Tumor fossa posterior, 5. Cedera kranioserebral, 6. Infeksi leptomeningeal, 7. Perdarahan subarakhnoid, 8. Karsinomatosis atau sarkomatosis mening, dan 9. Toksoplasmosis.

g. Apa sajakah bentuk kelainan pada neonatus selain hidrosefalus?

Kelainan gastrointestinal dan nutrisi :

Reflex isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu

Motilitas usus yang menurun

Pengosongan lambung tertunda

Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang

Defisiensi enzim lactase pada brush border usus

Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh

Meningkatnya risiko EKN (Enterokolitis Nekrotikans)

Kelainan neurologis :

Refleks isap dan telan yang immature

Penurunan motilitas usus

Apnea dan bradikardia berulang

Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel

Pengaturan perfusi serebral yang buruk

Hypoxic ischemic enchelopathy (HIE)

Retinopati prematuritas

Kejang

Hipotonia

Kelainan hematologis :

Anemia

Hiperbilirubinemia

Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Hemorrhagic disease of the newborn (HDN)

Metabolisme :

Hipokalsemia

Hipoglikemia atau hiperglikemia

Kesulitan pernapasan :

Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH

Risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya reflex batuk, reflex menghisap, dan reflex menelan

Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah

Pernapasan yang periodik dan apnea

h. Keadaan yang bagaimanakah yang menyebabkan bayi berada dalam status emergency?

Hipotermia Hipoglikemia

Sindroma aspirasi mekonium

Asfiksi

Gangguan refleks

Dan lain-lain4. Schema

5. Define Learning Objectivesa. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk - bentuk kelainan kongenital pada bayi baru lahirb. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk - bentuk kelainan nonkongenital pada bayi baru lahirc. Mahasiswa mampu menjelaskan kejang pada neonatusd. Mahasiswa mampu menjelaskan infeksi pada neonatuse. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan sistem saraf pusat pada neonatus6. Gather Information and Private Study7. Share the Results

a. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk kelainan kongenital pada bayi baru lahir

Kelainan congenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetic maupun nongenetik. Berdasarkan pathogenesis, kelainan congenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu/lebih proses embryogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat, atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, ataupun mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.2. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga merubah bentuk, ukuran, atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain, seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. Deformasi juga dapat timbul akibat faktor janin, seperti presentasi abnormal atau oligohidramnion. Sebagian besar deformasi mengenai tulang rawan, tulang, dan sendi. Bila tekanan mekanik yang abnormal itu dihilangkan, sebagian besar deformasi akan membaik secara spontan.3. Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan, atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Penyebab tersering adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak.4. Displasia

Istilah dysplasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Pada sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsic, efek klinisnya akan menetap atau semakin memburuk. Ini berbeda dengan malformasi, deformasi, dan disrupsi, yang menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Dysplasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.Etiologi MalformasiPersentase

Idiopatik 60 %

Multifaktorial20 %

Kelainan gen tunggal7,5 %

Kelainan kromosom6 %

Penyakit ibu3 %

Infeksi congenital2 %

Obat, sinar X, alcohol1,5 %

Tabel 1. Etiologi malformasi congenital

HidrosefalusHidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis.Patofisiologi

Hidrosefalus terjadi karena adanya gangguan absorpsi, obstruksi, cairan serebrospinalis dan/atau produksi yang berlebihan.Penyebab terjadinya hidrosefalus pada bayi dan anak dibagi menjadi 2, yaitu1. Penyebab bawaan (kongenital): Stenosis akuaduktus silvii (10%) Malformasi Dandy-Walker (2-4%) Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan 2 Agenesis Foramen Monro Toksoplasmosis kongenital Sindroma Bickers-Adams2. Penyebab dapatan: Tumor (20%), misalnya meduloblastoma, astrositoma, kista, abses atau hematoma Perdarahan intraventrikular Meningitis bakterial Peningkatan tekanan sinus venosus (akondroplasia, kraniostenosis atau trombosis venous) Iatrogenik: Hipervitaminosis A dapat menyebabkan peningkatan sekresi cairan serebrospinal atau meningkatkan permeabilitas sawar darah otak, sehingga menimbulkan hidrosefalus

Tidak diketahui

Gejala klinis Bayi:Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala : Kepala makin membesar Vena-vena kepala prominen Ubun-ubun melebar dan tegang Sutura melebar Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah semangka pada perkusi kepala Perkembangan motorik terlambat Perkembangan mental terlambat Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles) Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar Nistagmus horisontal Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang - tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam. Anak:Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial : Muntah proyektil Nyeri kepala Kejang Kesadaran menurun Papiledema

Gambar 1. Hidrosefalus

Pemeriksaan dan diagnosis

Pemeriksaan fisik Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal Transiluminasi Pemeriksaan darahTidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus Pemeriksaan cairan serebrospinalAnalisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa Pemeriksaan radiologi X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnyaDiagnosis banding Bayi sehat Ciri keluarga (familial feature) Megaensefali Hidranensefali Tumor otak Cairan subdural (subdural effusion)

Penatalaksanaan FarmakologisMengurangi volume cairan serebrospinalis: Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari) Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosisCatatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping. Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab. PembedahanKomplikasi Hernia serebri Kejang RenjatanPrognosisPrognosis jangka panjang sangat dipengaruhi oleh penyebab hidrosefalusnya. Spina BifidaSpina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.

Gambar 2. Spina Bifida

PenyebabResiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.

Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida:

Hidrosefalus

Siringomielia

Dislokasi pinggul Gejala

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.

Terdapat beberapa jenis spina bifida:

1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.

2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. 3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya berupa: Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya

Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

Penurunan sensasi Inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta: Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)

Lekukan pada daerah sacrum

Gambar 3. Meningomiokel

DiagnosaDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut: Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra

CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. PengobatanTujuan dari pengobatan awal adalah: Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida

Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi) Membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan. PencegahanResiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

LabiopalatokizisLabioskizis / Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

Gambar 4. Labioskizis/Labiopalatokizis

Etiologi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain , yaitu :

1. Faktor genetik atau keturunan

Dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2. Kurang Nutrisi, contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat

3. Radiasi

4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama

5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, contohnya infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia

6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin

7. Multifaktoral dan mutasi genetic

8. Diplasia ektodermal

Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.

Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke - 7 sampai 12 minggu.

Klasifikasi1. Berdasarkan organ yang terlibata. Celah di bibir (labioskizis)b. Celah di gusi (gnatoskizis)c. Celah di langit (palatoskizis)d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ, misalnya terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentukTingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.Diagnosis Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.KomplikasiKeadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya, yaitu ;1. Kesulitan makan; dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing2. Kesulitan berbicara. Otot - otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya3. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.PenatalaksanaanPenanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

Gambar 5. Jahitan celah bibir

Prinsip perawatan secara umum1. Lahir; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.2. Umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.3. Umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga.4. Umur 18 bulan - 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit.5. Umur 4 tahun; dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.6. Umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.7. Umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). Perawatan orthodontis.

8. Umur 12-13 tahun; final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

9. Umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu.

Atresia EsophagusAtresia esophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif.

Gambar 6. Atresia esofagus

EtiologiEtiologi dari atresia esophagus yaitu kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur.Manifestasi klinik

Manifestasi klinik pada neonatus dengan atresia esophagus antara lain : Hipersekresi cairan dari mulut Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)Penatalaksanaan Pertahankan posisi bayi atau pasien dalam posisi tengkurap, bertujuan untuk meminimalkan terjadinya aspirasi

Pertahankan keefektifan fungsi respirasi

Dilakukan tindakan pembedahan Hernia DiafragmatikaHernia diafragmatika terjadi akibat isi rongga perut masuk ke dalam lobang diafragma.

Gambar 7. Hernia Diafragmatika

Etiologi

Kegagalan penutupan kanalis pleuroperitoneum posterolateral selama kehamilan minggu ke-8.Tanda dan Gejala

Bayi mengalami sesak napas Bayi mengalami muntah karena obstruksi usus Penatalaksanaan

Berikan diit RKTP

Berikan Extracorporeal Membrane Oxygenation (EMCO)

Dilakukan tindakan pembedahan

b. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk kelainan nonkongenital pada bayi baru lahir

HiperbilirubinemiaMeningkatnya kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12 - 13 mg% (205-220 mol/L).Patofisiologia. Produksi bilirubin yang meningkat: peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (Inkompatibilitas golongan darah dan Rh, defek sel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis, polisitemia, sekuester darah, infeksi).b. Penurunan konjugasi Bilirubin: prematuritas, ASI, defek kongenital yang jarang.c. Peningkatan reabsorpsi Bilirubin dalam saluran cerna: ASI, asfiksia, pemberian ASI yang terlambat, obstruksi saluran cerna.d. Kegagalan ekskresi cairan empedu: infeksi intrauterin, sepsis, hepatitis, sindrom kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik.Manifestasi klinisKulit, mukosa dan konjungtiva kuning. Diagnosisa. Anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.b. Pemeriksaan fisik : Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dan lain - lain) Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.Berdasarkan Kramer dibagi :

Derajat ikterusDaerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

IKepala dan leher5,0 mg%

IISampai badan atas (di atas umbilikus)9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)11,4 mg/dl

IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl

VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl

Gambar 8; Tabel 2 . Pembagian derajat ikterus menurut Kramerc. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)PenyulitEnsefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).Tatalaksana1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. 2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (310 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mmol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).

Tabel 3. Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat

Hipoglikemia

Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

Patofisiologi Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.

Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

Diagnosis Anamnesis Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan Riwayat bayi prematur Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia Bayi dari ibu diabetes (IDM) Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA) Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA) Bayi prematur dan lewat bulan

Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

Bayi puasa

Bayi dengan polisitemia

Bayi dengan eritroblastosis

Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta simpatomimetik dan beta blocker Gejala klinisGejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas, sianosis, apnea, tangisan yang lemah atau bernada tinggi, RDS.Diagnosis bandingInsufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).Tatalaksana Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama : Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan. o Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai Penanganan hipoglikemia dengan gejala : Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit). Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jamPersisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari) Konsultasi endokrin Terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam. Bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan (jarang dilakukan). Hyaline membrane disease

Penyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab gangguan pernapasan pada bayi baru lahir. PMH atau sindrom gangguan pernapasan idiopatik (SUPT) merupakan salah satu penyebah utama kematian bayi selama periode baru lahir. Penyakit ini terjadi pada bayi kurang bulan karena pematangan parunya yang belum sempurna; pada PMH tingkat pematangan paru lebih berperan terhadap timbulnya penyakit bila dibandingkan dengan masalah kurang bulan sehingga dengan pengelolaan yang baik bayi dengan PMH dapat diselamatkan sehingga angka kematian dapat ditekan.Keberhasilan ini dapat dicapai dengan memperbaiki keadaan surfaktan paru yang belum sempurna dengan ventilasi mekanik, pemberian surfaktan dari luar tubuh, asuhan antenatal yang baik serta pemberian steroid pada ibu kehamilan kurang bulan dengan janin yang mengalami stres pernapasan.

Penyakit membran hialin biasanya muncul dalam beberapa menit setelah bayi lahir yang ditandai dengan pernapasan cepat; frekuensi lebih dari 60x/menit, pernapasan cuping hidung, retraksi interkostal, supra sternal, dan epigastrium. Faktor yang mempermudah terjadinya PMH adalah persalinan kurang bulan, asfiksia intrauterin, tindakan seksio caesaria, diabetes melitus, dan ibu dengan riwayat persalinan kurang bulan sebelumnya, kelahiran yang dipercepat setelah perdarahan antepartum, serta riwayat sebelumnya dengan penyakit membran hialin.

Gambar 9. Foto toraks HMDBerdasarkan foto toraks, stadium penyakit membran hialin adalah sebagai berikut: a. Stadium I (dini); Bercak milier paru dengan diameter 0,6 mm dikenal sebagai pola retikulo granular. b. Stadium II; Pola retikulo granular disertai bayangan bronkogram udara sampai lapangan perifer paru kanan dan kiri, batas diafragma kabur. c. Stadium III; Kedua lapangan paru tampak radio opak dengan bronkogram udara sampai lapangan perifer paru. Batas jantung dan diafragma tidak tampak lagi. d. Stadium IV (akhir); Bercak menjadi satu dan merata disebut paru putih.

Gambar 10. Histologi HMD

Sindroma aspirasi mekonium

Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan.

Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu. Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga penyumbatan saluran udara lebih berat.

PenyebabAspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekonium bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru.

Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan. Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir.

Faktor risiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:

Kehamilan post-matur

Pre-eklamsi

Ibu yang menderita diabetes

Ibu yang menderita hipertensi

Persalinan yang sulit

Gawat janin

Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada dalam rahim).

Gejala

Gejalanya berupa: Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya mekonium di dalam cairan ketuban Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama sebelum persalinan) Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis) Takipneu (laju pernafasan yang cepat) Apneu (henti nafas) Tampak tanda-tanda post-maturitas (berat badannya kurang, kulitnya mengelupas).

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:

Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bardikardia (denyut jantung yang lambat)

Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)

Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.

Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan. Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki kasar).

Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru)

PengobatanSegera setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut bayi. Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah selang ke dalam trakea bayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini dilakukan secara berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat mekonium.

Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta kulitnya berwarna kehijauan, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak melakukan pengisapan trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadi pneumonia aspirasi. Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk mencuci saluran udara. Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat.

Pengobatan lainnya adalah: Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada) Antibiotik (untuk mengatasi infeksi) Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu tubuh) Ventilasi mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap mengembang).

Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari, meskipun takipneu bisa menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-uterin atau hipoksia akibat komplikasi aspirasi mekonium bisa menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi mekonium jarang menyebabkan kerusakan paru paru yang permanen. Pneumonia pada neonatusYaitu infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Secara anatomis, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.EtiologiPneumonia pada bayi baru lahir seringkali berawal dari pecahnya ketuban sebelum waktunya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada cairan ketuban (amnionitis). Janin terendam dalam cairan ketuban yang terinfeksi dan menghirupnya sehingga masuk ke dalam paru-paru. Terjadilah pneumonia, kadang disertai sepsis.

Pneumonia juga bisa terjadi beberapa minggu setelah bayi lahir, terutama pada bayi yang pernafasannya dibantu oleh ventilator. Pada bayi dan anak kecil juga ditemukan Straphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.

Manifestasi Klinis

Gejalanya bervariasi, mulai dari pernafasan yang cepat sampai kegagalan pernafasan dan tekanan darah yang sangat rendah (syok septik). Jika pneumonia terjadi setelah bayi lahir, gejalanya timbul secara bertahap. Jika bayi bernafas dengan bantuan ventilator, akan tampak bahwa jumlah lendir meningkat. Kadang bayi tiba-tiba menjadi sakit yang disertai dengan turun-naiknya suhu tubuh.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Contoh darah dan lendir dari saluran pernafasan diambil untuk dibiakkan.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Pemeriksaan darah untuk mengetahui jumlah sel darah putih dan trombosit

Rontgen dada. PengobatanAntibiotik diberikan melalui infus.

c. Mahasiswa mampu menjelaskan kejang pada neonatusPatofisiologi kejangBerlainan dari kejang pada anak yang lebih tua, kejang neonatal sering tidak nyata (covert) dan fokal sehingga sering luput dari perhatian, karena organisasi dan struktur otaknya yang belum sempurna; proliferasi glia, migrasi neuron, hubungan antar axon-dendrit serta selubung mielin belum sempurna terbentuk. Imaturitas fisiologik dan anatomik ini menyebabkan lepas muatan listrik yang lambat dan tidak merata, serta cenderung tetap fokal di satu hemisfer; suatu lepas muatan yang bilateral dan sinkron jarang terjadi. Pada otak yang belum matur tersebut aktivitas listrik berjalan antara substansia grisea yang terletak superfisial dengan substansia alba yang terletak lebih dalam, berlainan dengan otak yang telah matur yang aktivitasnya terutama berjalan antar korteks. Tanpa melihat penyebab, kejang itu sendiri merusak otak. Fujikawa, pada percobaan binatang mengamati adanya penurunan kadar glukosa otak, sedangkan Westerlain, mengamati adanya penurunan DNA, RNA, sintesa protein dan kolesterol, terutama pada binatang imatur. Jaringan otak mempunyai kemampuan mitotik yang terbatas sehingga gangguan tersebut akan sangat berpengaruh karena menghambat multiplikasi sel otak yang tidak akan dapat dikejar di kemudian hari. Selain itu Perlman dan Volpe dalam penelitiannya atas 12 bayi selama kejang mencatat adanya kenaikan tekanan darah, balk sistolik maupun diastolik, yang diikuti dengan perubahan nyata aliran darah a. serebri anterior, dan juga peninggian tekanan intrakranial. Ditambah dengan belum sempurnanya mekanisme autoregulasi otak, perubahan tersebut akan meningkatkan volume darah otak dan tekanan vena sehingga memudahkan terjadinya perdarahan.

Diagnosis kejangDiagnosis dan pengobatan kejang neonatal sangat penting terutama karena memperburuk prognosis pada kasus asfiksi dan memperberat kemungkinan timbulnya cerebral palsy di kemudian hari. Anamnesis : riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai selama kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi persalinan) Pemeriksaan fisik : bentuk kejang, iritabel, hipotonik, high pitch cry, gangguan pola nafas, perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, gula darah, elektrolit, analisa gas darah, punksi lumbal, kultur darah, bilirubin direk dan total, pemeriksaan urine Pemeriksaan radiologi : USG dan CT Scan kepala Pemeriksaan EEG

Gambar 11. Kejang demam

Gambaran EEG kejang

Penggunaan EEG dapat membantu deteksi kejang, meskipun lepas muatan subkortikal sering tidak terdeteksi. Gambaran EEG neonatus berbeda menurut usia gestasi. Pada prematur < 32 minggu terdapat gelombang diskontinu dengan gelombang tajam bervoltase 100 mV, aktivitas tetap ritmik dan cetusan gelombang tajam di saat tidur. Pada usia gestasi 36 minggu, EEGnya telah kontinu di saat jaga dan tidur fase REM, tetapi masih diskontinu di saat tidur fase nonREM. Aktivitas saat kejang dapat berupa gelombang tajam yang tak jelas fokusnya, aktivitas delta (1-4 Hz) ritmik, gelombang paku positif dan negatif dengan frekuensi 2-6 Hz, kompleks gelombang paku lambat, dan gelombang serupa alfa dengan frekuensi 6-10 Hz dan amplitudo 25--30 uV. Cetusan-cetusan tersebut cenderung tetap di satu hemisfer, jarang bilateral. Beberapa jenis kejang tertentu dikaitkan dengan jenis EEG tertentu pula; kejang tonik sering diikuti dengan aktivitas delta ritmik, sedangkan gelombang paku fokal berulang lebih berkaitan dengan kejang klonik. Gangguan respirasi periodik sering disertai dengan aktivitas ritmik serupa alfa. EEG juga penting untuk menilai prognosis, terutama rekaman yang dilakukan dini pada usia beberapa hari, karena gambaran EEG dapat berangsur normal meskipun telah ada gejala sisa.

Etiologi kejangKejang pada bayi baru lahir merupakan kedaruratan yang harus dicari penyebabnya. Meskipun demikian, 10% - 30% kasus tetap tidak dapat diketahui penyebabnya dan di antara yang diketahui, terutama disebabkan oleh asfiksi, trauma lahir, hipoglikemi dan hipokalsemi.

Penyebab tersering ialah ensefalopati hipoksik-iskemik, meskipun demikian anamnesis dan pemeriksaan harus tetap teliti untuk menyingkirkan kemungkinan lain. Pengukuran tekanan darah dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan ensefalopati hipertensif, sedangkan funduskopi dan punksi lumbal dilakukan. Mula timbul kejang dapat memberi petunjuk; kejang akibat trauma, dependensi piridoksin, asfiksi dan hipoglikemi cenderung timbul dalam 48 jam pertama, sedangkan hipokalsemi timbul antara hari 4 - 7. Kejang akibat infeksi baru timbul setelah 1 minggu. Perlu diingat bahwa kelainan metabolik dapat ditemukan bersamaan dengan kelainan struktural.

Beberapa penyebab yang dibahas di sini : Ensefalopati hipoksik-iskemik. Merupakan penyebab yang tersering, dapat disertai dengan perdarahan intrakranial; terdapat pada 8 - 22% bayi dengan nilai Agar rendah. Umumnya timbul pada hari pertama, rata - rata 13 jam setelah terjadinya asfiksi. Brown dan kawan - kawan yang menyelidiki 14.020 kelahiran hidup, 760 bayi mempunyai tanda asfiksi perinatal, 83 di antaranya memerlukan perawatan khusus; dan dari 83 bayi tersebut 50% menderita kejang. Di RS Cipto Mangunkusumo, di antara 80 bayi asfiksi yang diamati, hanya 15% yang menderita kejang.

Mula-mula bayi terlihat apatis dengan penurunan semua refleks seperti refleks Moro, refleks menghisap, memegang disertai penurunan tonus otot. Bayi terbaring lemas dan head lag. Setelah 12 sampai 24 jam keadaannya berubah menjadi hipertonik dan dapat bertambah buruk menjadi sopor atau koma. Kejang yang timbul bersifat samar, tonik atau klonik multifokal, kadang - kadang didahului apnu. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya gangguan metabolisme yang menyebabkan hipoglikemi, hipokalsemi, hipomagnesemi dan hiponatremi; selain itu juga perlu dibedakan dari kejang akibat ketergantungan piridoksin atau akibat toksisitas anestetik lokal yang dapat diobati. Trauma lahir Trauma pada susunan saraf pusat dapat terjadi pada kelahiran dengan kelainan letak atau dengan alat, pada keadaan tersebut dapat terjadi perdarahan otak dan/atau kontusio jaringan. Perdarahan intraventrikuler memberikan tanda peninggian tekanan intrakranial berupa ubun-ubun menonjol, kejang, muntah cerebral cry dan perburukan kesadaran. Kejang akibat perdarahan subarakhnoid lebih lambat timbul.

Kelainan metabolik Di antara berbagai kelainan metabolik yang dapat menimbulkan kejang, yang tersering dan dapat diatasi ialah hipoglikemi dan hipokalsemi. Hipoglikemi terjadi pada kadar < 20 mg/dl pada bayi kurang bulan dan < 30 mg/dl pada bayi cukup bulan; setelah 72 jam kadarnya harus > 40 mg/dl; terutama harus dicurigai pada kasus berat badan lahir rendah, asfiksi, maple syrup urine disease, metilmalonik-asidemi dan propionik-asidemi. Hipokalsemi terjadi pada kadar < 8 mg/dl pada bayi cukup dan < 7.5 mg/dl pada bayi kurang bulan. Kelainan ini dapat dideteksi dengan EKG interval QT > 0.21 detik pada bayi kurang bulan dan > 0.19 detik pada bayi cukup bulan mengarah ke diagnosis. Selain itu juga perlu diperiksa kadar magnesium darah, bila < 1 mEq/1, juga perlu dikoreksi dengan pemberian MgSO4. Keadaan ini terutama terjadi pada bayi berat badan lahir rendah, bayi dengan ibu hiperparatiroid dan bayi dengan ibu diabetes melitus; dan timbul dalam 72 jam pertama. Bila timbul antara hari ke empat-ke tujuh, biasanya berkaitan dengan intake tinggi fosfat, fungsi ginjal dan paratiroid atau defisiensi vitamin D ibu. Kejang biasanya multifokal, berpindah-pindah dan bayi tetap sadar.

Ketergantungan piridoksin Biasanya timbul segera setelah lahir, bahkan diduga menyebabkan kejang intrauterin karena tak jarang bayinya lahir dengan mekonium. Keadaan ini sering dikacaukan dengan asfiksi perinatal karena gejalanya yang hampir sama, yaitu mekonium, flaksiditas dan kejang. Kejang bersifat umum, klonik yang segera berhenti setelah pemberian piridoksin 100 mg iv. EEGnya menunjukkan gelombang paku umum, paku ganda dan cetusan gelombang lambat.

Maple syrup urine disease Disebabkan oleh defisiensi enzim dekarboksilase sehingga terjadi penimbunan metabolit leusin, isoleusin dan valin. Metabolit ini dikeluarkan melalui urin dan menimbulkan bau khas. Biasanya bayi tampak normal ketika dilahirkan, gejala yang berupa muntah, kejang dan hipertoni muncul setelah adanya intake protein. Pemeriksaan penyaring menggunakan urin yang dididihkan, kemudian dicampur sama banyak dengan larutan 2,4 dinitrofenol hidrazin, bila positif, akan timbul endapan kuning halus.Penatalaksanaan kejang Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi) Terapi etiologi spesifik : Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan aquades sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila diduga hipokalsemia) Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin, kejang akan berhenti dalam beberapa menit Terapi anti kejang : Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler dalam 5 menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena dalam 30 menit. Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara intramuskuler atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam setelah loading dose. Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam.Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi otak bermakna pada USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat akan pulang.Prognosis kejang

National Collaborative Perinatal Project melaporkan bahwa 70% penderita kejang neonatal tidak mempunyai kelainan di kemudian hari, tetapi laporan itu tidak menjelaskan penyebab kejangnya. Sebenarnya prognosis tergantung dari penyebabnya. Hipokalsemi akan sembuh sempurna, hipoglikemi mempunyai risiko 50% cacad atau kematian, sedangkan infeksi risikonya 70%. Penyebab tersering, ensefalopati hipoksik-iskemik, mempunyai risiko 60%, dan bila etiologinya tidak diketahui sama sekali, risikonya 37%.

Prognosis juga dipengaruhi oleh jenis kejangnya. Kejang tonik atau klonik multifokal prognosisnya lebih buruk daripada kejang klonik fokal. Selain itu gambaran EEG di antara serangan juga membantu prognosis. EEG yang normal atau gelombang paku unifokal mempunyai prognosis baik, sedangkan gelombang paku multifokal atau gambaran periodik letupan dan inaktivitas dan gelombang tajam atau paku yang tidak sinkron mempunyai prognosis yang lebih buruk. d. Mahasiswa mampu menjelaskan infeksi pada neonatusPada masa neonatal, berbagai bentuk infeksi dapat terjadi pada bayi. Di Negara yang sedang berkembang, macam infeksi yang sering ditemukan berturut - turut infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis, dan meningitis. Tetanus neonatal

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi < 12 bulan. Angka kematian keseluruhan antara 6,7-30%.

Gambar 12. Kejang pada tetanus neonatorum

PatogenesisSpora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti. Gejala klinikGejala klinik yang dominan adalah kekakuan otot bergaris yang disusul dengan kejang tonik dan klonik. Masa inkubasi 5-14 hari, period of onset (waktu antara gejala pertama sampai timbul kejang pertama) yang pendek dapat dijadikan indikator tetanus berat dengan berbagai penyulit.Gejala awal adalah trismus; pada neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut mencucu. Pada anak besar berupa trismus, akibat kekakuan otot masseter. Disertai dengan kaku kuduk, risus sardonikus (karena kekakuan otot mimik, opistotonus, perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang apabila dirangsang atau menjadi makin berat dengan kejang spontan, bahkan pada kasus berat terjadi status konvulsivus. Spasme larynx merupakan penyebab kematian yang sering dijumpai, bronchopneumonia akibat kekakuan rongga dada, gagal nafas nafas dan status konvulsivus.Langkah diagnostikAnamnesis Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi. Riwayat anak tidak diimunisasi/tidak lengkap imunisasi tetanus/BUMIL/WUS Pemeriksaan fisik Adanya kekakuan lokal atau trismus Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki Adanya penyulit Diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis1. Anamnesis : partus non steril, status imunisasi, masa inkubasi, period of onset, luka tusuk, otitis media2. Pemeriksaan fsik : kekakuan otot, kejang, kesadaran baik. 3. Diagnosis berdasarkan data klinik, tidak ada pemeriksaan penunjang yang membantu Diagnosa banding1. Trismus akibat abses gigi, abses parafaring/retrofaring/peritonsiler2. Sepsis neonatorum, meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies3. Keracunan striknin, efek simpang fenotiazin, tetani, epilepsi.PenyulitWaspadai adanya : Gangguan ventilasi paru, Aspirasi pneumonia, Bronkopneumonia, atelektasis Emfisema mediastinal, pneumotoraks, Sepsis, Fraktur vertebra atau fraktur tulang paha.TatalaksanaAntibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam Sepsis

Suatu sindroma respon inflamasi janin/FIRS disertai gejala klinis infeksi yang diakibatkan adanya kuman di dalam darah pada neonatus. PatofisiologiBerdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :1. Antenatal : paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (Infeksi ascending melalui cairan amnion, adanya paparan terhadap mikroorganisme dari traktur urogenitalis ibu atau melalui penularan transplasental).2. Selama persalinan : trauma kulit dan pembuluh darah selama persalinan, atau tindakan obstetri yang invasif.3. Postnatal: adanya paparan yang meningkat postnatal (mikroorganisme dari satu bayi ke bayi yang lain, ruangan yang terlalu penuh dan jumlah perawat yang kurang), adanya portal kolonisasi dan invasi kuman melalui umbilicus, permukaan mukosa, mata, kulit.

Gambar 13. Sepsis abdomen

Gejala klinis Suhu tubuh tidak stabil (< 36 0C atau > 37,5 0C) Laju nadi > 180 x/menit atau < 100 x/menit Laju nafas > 60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen,apnea atau laju nafas < 30x/menit Letargi Intoleransi glukosa : hiperglikemia (plasma glukosa >10 mmol/L atau >170 mg/dl) atau hipoglikemia (< 2,5 mmol/L atau < 45 mg/dl) Intoleransi minum Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (usia 1 hari) Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (usia < 1 bulan) Pengisian kembali kapiler/capillary refill time > 3 detikDiagnosis FIRS/SIRS (Fetal inflammatory response syndrome/ Sindroma respon inflamasi janin)Bila ditemukan dua atau lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L. Terduga/Suspek SepsisAdanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai gejala klinis infeksi. Terbukti/Proven SepsisAdanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai bakteremia/kultur darah positif. Laboratorium Leukositosis (> 34.000 x 109/L) Leukopenia (< 4.000 x 109/L) Netrofil muda > 10% Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2 Trombositopenia < 100.000 x 109/L) CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal Diagnosa bandingKelainan bawaan jantung, paru, dan organ-organ lain.Penyulit Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)Penatalaksanaan Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan). Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif). Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari. Pengobatan suportif meliputi termoregulasi, terapi oksigen / ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar. MeningitisMeningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus.

Gambar 14. Meningitis oleh E. sakazakii

PatofisiologiMeningitis dapat terjadi secara: Hematogen Per kontinuatum Implantasi langsungGejala klinis Neonatus: Gejala tidak khas Panas Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung Pernafasan tidak teratur Anak umur 2 bulan - 2 tahun: Gambaran klasik (-) Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang Kadang-kadang high pitched cry Anak umur > 2 tahun: Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala Kejang Gangguan kesadaran Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig (+)Pemeriksaan dan diagnosis Pemeriksaan cairan serebrospinal:Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal. TesMeningitis BakterialMeningitis VirusMeningitis TBC

Tekanan LPWarnaJumlah selJenis selProteinGlukosaMeningkatKeruh> 1000/mlPredominan PMNSedikit meningkatNormal/menurunBiasanya normalJernih< 100/mlPredominan MNNormal/meningkatBiasanya normalBervariasiXanthochromiaBervariasiPredominan MNMeningkatRendah

Tabel 4. Interpretasi Analisa Cairan SerebrospinalKontraindikasi pungsi lumbal: Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis. Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal. Kelainan pembekuan darah. Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan jarum pada ruang interspinal. Pemeriksaan radiologi: X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi Pemeriksan lain: Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan Air kemih: biakan Uji tuberkulin Biakan cairan lambungDiagnosis banding Meningismus Abses otak Tumor otakPenatalaksanaanPenanganan penderita meningitis meliputi:a. Obat anti infeksi: Meningitis tuberkulosa: Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis (maksimal 500 mg/hari) selama 1 tahun Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal selama 1 tahun Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis selama 3 bulan Meningitis bakterial, umur < 2 bulan : Cephalosporin Generasi ke 3, atau Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis Meningitis bakterial, umur > 2 bulan: Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau Sefalosporin Generasi ke 3 Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum pemberian antibiotikab. Pengobatan simptomatis Menghentikan kejang: Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis Rectal Suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan: Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis Menurunkan panas: Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari Kompres air hangat/biasac. Pengobatan suportif Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.e. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan sistem saraf pusat pada neonates

Proses perkembangan otak terdiri dari berbagai tahapan yang meliputi induksi neuroektoderm hingga pembentukan tabung saraf, lipatan cephalic, proliferasi neuron, migrasi, sinaptogenesis dan pertumbuhan sel-sel penyangga otakFase perkembangan otak

3 - 4 minggu; pembentukan tabung saraf

5 - 10 minggu; fase prosencephalic, pembentukan hemisfer

8 - 18 minggu; proliferasi neuronal

12 - 24 minggu; migrasi

> 25 minggu; pembentukan sel pendukung

Arborisasi neuron

Sinaptogenesis

Apoptosis

40 minggu; myelinisasi

Proliferasi neuronal

Periode Puncak 3 - 4 bulan kehamilan

Peristiwa yang terjadi Zona Ventrikuler dan subventrikuler merupakan tempat proliferasi

Unit proliferasi diproduksi dengan pembelahan simetris sel stem

Unit proliferasi akan membesar dengan pembelahan asimetris sel stem sebelum fase migrasi neuronalMigrasi

Periode puncak 3 - 5 bulan

Peristiwa utama Cerebrum Migrasi radial : korteks cerebri, nuklei profundus

Cerebellum Migrasi radial : sel purkinje, nukleus dentatus

Migrasi tangensial : eksternal sel granuler internal

Organisasi

Periode puncak Bulan ke 5 kehamilan beberapa tahun setelah lahir

Peristiwa utama Neuron subplate - pembentukan dan diferensiasi

Laminasi - tepi, arah dan melapisi neuron lempeng kortikal

Pertumbuhan neurit - percabangan dendrit dan axon

Sinaptogenesis

Kematian sel dan eliminasi selektif dari proses neuronal dan dari sinaps

Proliferasi glia dan diferensiasi

Pembentukan sinaps dan eliminasi dalam kortex cerebral manusia Sinaptik pertama meliputi neuron subplate (misalnya 15-16 minggu fetal hipokampus)

Sinaptogenesis dalam lempeng kortikal lebih aktif pada masa postnatal

Sebanyak 40% dari sinaps akan tereliminasi pada usia selanjutnya

Garis keturunan glial dan diferensiasi dalam otak Gambaran utama Astrosit dibentuk sebelum oligodendrosit

Glial progenitor merupakan sel-sel ventrikuler-subventrukuler dan glial radial

Proliferasi dari glial progenitor sering terjadi secara lokal (selama dan setelah migrasi) sama baiknya dengan pada tempat asalnya

Astrosit Subventrikuler progenitor

Radial glial

Oligodendrosit Subventrikuler progenitor

7 minggu

14 minggu 5 bulan

9 bulan

Gambar 15. Perkembangan otak

Kongenital

Bayi Baru Lahir

Normal

Diagnosis

Komplikasi

Pemeriksaan

Apgar Score

Nonkongenital

Penatalaksanaan

Intrauterin

1810Fakultas Kedokteran UNAND