RINITIS ALERGI

11
RINITIS ALERGI DEFINISI Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. (1) KLASIFIKASI Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu : 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) 2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya. Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi : 1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu 2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi : 1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu 2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (1,7) ANATOMI HIDUNG (1) Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah :

Transcript of RINITIS ALERGI

Page 1: RINITIS ALERGI

RINITIS ALERGI

DEFINISI

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah

kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.(1)

KLASIFIKASI

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative

ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat

berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang

dari 4 minggu

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4

minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas(1,7)

ANATOMI HIDUNG (1)

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan

pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid

dengan bagian-bagian dari atas ke bawah : pangkal hidung, (bridge), dorsum nasi,

puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis),

prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang

Page 2: RINITIS ALERGI

rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung,

yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis inferior

yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, beberapa pasang kartilago ala minor dan

tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang

belakang disebut posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan

nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrase. Tiap kavum nasi

mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os

maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian

tulang rawan dan periostium pada bagian tulang,sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh

mukosa hidung.

Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya

terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar

dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka

media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka

suprema ini biasanya rudimenter.

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid.

Page 3: RINITIS ALERGI

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut

meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior

terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung.

Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada

meatus medius terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan

infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung

dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media

terdapat sinus etmoid terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding

inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum.

Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis,

yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.(1)

Pendarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari a. oftalmika, sedangkan a. oftalmika berasal dari a. karotis

interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maksilaris interna,

diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang

a. fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina,

a. etmoid, a. labialis superior, a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiessebach

(Little’s area) letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering

menjadi sumber epitaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vestibulum dan

struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus

kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor

predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. (1)

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-

1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila

melalui ganglion sfenopalatina.

Page 4: RINITIS ALERGI

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima

serabut-serabut sensoris dari n.maksila (n.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus

superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion

sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa

olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. (1)

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).

 Mukosa pernafasan.

Terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudostratified columnar epithelium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara

mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi epitel skuamosa.

Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi

oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh

kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.

Mukosa penghidu.

Terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseusostratified

columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel

penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna

coklat kekuningan. (1)

ETIOLOGI

Penyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada apakah gejalanya musiman,

perenial, ataupun sporadik/episodik. Beberapa pasien sensitif pada alergen multipel, dan

mungkin mendapat rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman. Ketika alergi

makanan dapat menyebabkan rinitis, khususnya pada anak-anak, hal tersebut ternyata

jarang menyebabkan rinitis alergi karena tidak adanya gejala kulit dan gastrointestinal.(6)

Page 5: RINITIS ALERGI

Untuk rinitis alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen) dan spora jamur.

Sedangkan untuk rinitis alergi perenial pencetusnya bulu binatang, kecoa, tikus, tungau,

kasur kapuk, selimut, karpet, sofa, tumpukan baju dan buku-buku.(1,6,8)

Alergen inhalan selalu menjadi penyebab. Serbuksari dari pohon dan rumput, spora

jamur, debu rumah, debris dari serangga atau tungau rumah adalah penyebab yang

sering. Alergi makanan jarang menjadi penyebab yang penting. Predisposisi genetik

memainkan bagian penting. Kemungkinan berkembangnya alergi pada anak-anak adalah

masing-masing 20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua menderita alergi.(3)

PATOFISIOLOGI

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang

berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya

segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya

terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme.

Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang

berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah

pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam

setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan

dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan

CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan,

kongesti dan sekret kental.(1,3)

Page 6: RINITIS ALERGI

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit

yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan

mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper

(Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk

berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4,

IL5 dan IL13. IL4 dan IL13dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,

sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah

akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau

basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi

yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi

terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen

spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan

akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.(1)

Page 7: RINITIS ALERGI

Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah,

sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara

individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks

mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh

respon protein ekstrinsik.(6)

Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen

ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik.

Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada

sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan

protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul

pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke

dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan

pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang

dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast

dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin

D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala

rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis,

pembengkakan, tekanan telinga danpost nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang,

menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan

eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan.

Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut

dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi

awal atau segera.(6)

Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks,

menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil,

eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase

lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase

awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus

mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai

beberapa hari.(6)

Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang

sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan

limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada

sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi

vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos.(2)

Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon

peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.(6)

Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :(1)

Page 8: RINITIS ALERGI

1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu

rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang.

2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu,

telur, coklat, ikan, udang.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.

4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,

misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

GEJALA KLINIK

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya

bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak

dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses

membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya

lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga

sebagai bersin patologis.(1)

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung

dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).(1,3,7)

Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda

hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah

punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat

(allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang

hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk

edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic

shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa

sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler

akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Seorang anak dengan rinitis alergi

perenial dapat memperlihatkan semua ciri-ciri bernafas mellaui mulut yang lama yang

terlihat sebagai hiperplasia adenoid. Tanda laringealtermasuk suara serak dan edema

pita suara.(1,3,7)

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman,

mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga

mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.(6,8,9,10)

DIAGNOSIS(1,7)

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan :

Page 9: RINITIS ALERGI

Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan

pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja.

Pemeriksaan rinoskopi anterior

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai

adanya sekret encer yang banyak.

1. Pemeriksaan naso endoskopi

2. Pemeriksaan sitologi hidung

Walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan

pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan

alergi inhalan. Jika basofil 5 sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika

ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Hitung eosinofil dalam darah tepi

Dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio

immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada

pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma

bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada

bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih

bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)

atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay)

Uji kulit

Untuk mencari alergen penyebab secara invivo. Jenisnya skin end-point tetration/SET (uji

intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri), prick test (uji cukit), scratch

test (uji gores), challenge test (diet eliminasi dan provokasi) khusus untuk alergi

makanan (ingestan alergen) dan provocative neutralization test atau intracutaneus

provocative food test (IPFT) untuk alergi makanan (ingestan alergen)

PENATALAKSANAAN(1,3,7)

1. Hindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Keduanya

merupakan terapi paling ideal. Eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan)

2. Simtomatis. Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan

simpatomimetik, kortikosteroid dan sodium kromoglikat.

Page 10: RINITIS ALERGI

3. Operatif. Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang

mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi

inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

4. Imunoterapi. Imunoterapi atau hiposensitisasi digunakan ketika pengobatan

medikamentosa gagal mengontrol gejala atau menghasilkan efek samping yang

tidak dapat dikompromi. Imunoterapi menekan pembentukan IgE. Imunoterapi

juga meningkatkan titer antibodi IgG spesifik. Jenisnya ada desensitisasi,

hiposensitisasi & netralisasi. Desensitisasi dan hiposensitisasi

membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya

berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi

tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi inhalan.(1,3,7)

KOMPLIKASI

1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan

polip hidung.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

3. Sinusitis paranasal.

4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama

khususnya pada anak-anak.

5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat

asma bronkial.(1,3,7,8)

PROGNOSIS

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus

(khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem

imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen.(9)