Rinitis Non Alergi

52
RINITIS NON ALERGI Oleh dr. FERRYAN SOFYAN., M.Kes., Sp-THT-KL NIP : 198109142009121002 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN 2011 Universitas Sumatera Utara

description

.,mkknlk

Transcript of Rinitis Non Alergi

Page 1: Rinitis Non Alergi

RINITIS NON ALERGI

Oleh

dr. FERRYAN SOFYAN., M.Kes., Sp-THT-KL

NIP : 198109142009121002

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA DAN LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN USU

MEDAN 2011

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Rinitis Non Alergi

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II RINITIS NON ALERGI 3

2.1 Definisi 3

2.2 Etiologi 3

2.3 Diagnosis 4

2.4 Klasifikasi Rinitis non alergi 4

2.4.1 Rinitis Infeksi 6

2.4.2 Rinitis Jamur 11

2.4.3 Rinitis Hormonal 17

2.4.4 Rinitis Vasomotor 18

2.4.5 NARES 20

2.4.6 Occupaational Rinitis 21

2.4.7 Drug Induce rinitis 23

2.4.8 Gustatory Rinitis 25

2.4.9 Rinitis Atrofi 26

2.4.10 Rinitis Among Children 29

2.5 Pedoman Diagnosis Rinitis 29

2.6 Penatalaksanaan rinitis non alergi 31

BAB III KESIMPULAN 33

DAFTAR PUSTAKA 34 BAB I

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Rinitis Non Alergi

PENDAHULUAN

Rinitis Non Alergi merupakan suatu inflamasi pada hidung dengan gejala

berupa sumbatan hidung, hipersekresi dan hiperiritablilitas tetapi etiologinya

bukan dari alergi dan bersifat kronik.2 Pada pemeriksaan skin test (-) dan tidak

melalui perantaraan IgE. Berdasarkan etiologi rhinitis dapat disebabkan beberapa

faktor antara lain alergi ( Intermittent dan persisten), infeksi ( virus, bakteri dan

jamur), Vasomotor (idiopatik, obat-obatan, hormonal, NARES), bisa juga faktor-

faktor lain seperti tumor, septum deviasi , hipertrophi konka atau benda asing.

Secara umum Rinitis terbagi dua yaitu Rinitis Alergi dan Rinitis Non

Alergi. Rinitis Alergi merupakan proses inflamasi yang mengenai membrane

mukosa hidung. Biasanya gejala yang timbul adalah sumbatan hidung, gatal pada

hidung, hidung beringus dan bersin-bersin. Kadang-kadang juga dapat juga

dijumpai gejala gatal pada mata dan post nasal discharge. Penyebab terbanyak

dari rhinitis adalah alergi, tetapi karena inflamasi juga disebabkan oleh faktor non

alergi, maka rinitispun dapat terjadi karenan faktor non

alergi.1,9

Pada umunya penderita yang didiagnosis kronis, sekitar 50 % mempunyai

riwayat alergi. Pada pasien rinitis non alergi kronis sekitar 25% diketahui

mempunyai jumlah eosinofil pada pemeriksaan secret hidung yang biasa dikenal

dengan Non Allergic Rhinitis with Eosinophilia Sindrome.1,3 Meskipun penyakit

Rinitis ini tidak bersifat fatal dan sering diangap tidak serius, tapi pada keadaan

tertentu dapat menyebabkan masalah dalam gangguan kualitas hidup seperti

gangguana belajar di sekolah, bekerja, gangguan prestasi kerja, gangguan saat

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Rinitis Non Alergi

tidur dan bersantai. Sehingga penderita terbatas melakukan aktifitas sehari-hari

dan akibatnya menyebabkan frustasi, lekas marah, rendah diri dan depresi.

Pada pasien dengan keluahan gangguan di hidung yang kronis, untuk mencari

penyebabnya diperlukan pemeriksaan THT yang teliti. Selain itu juga diperlukan

pemeriksaan penunjang seperti radiology, endoscopy dan CT-can yang akan

membantu mempermudah penegakan diagnose.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Rinitis Non Alergi

BAB II

RINITIS NON ALERGI

2.1 DEFINISI

Rinitis non alergi adalah bentuk suatu inflamasi pada hidung dengan gejala

berupa sumbatan hidung, hipersekresi dan hiperiritabilitas tetapi etiologinya bukan

dari alergi 2. Dapat pula dimasukkan dalam kategori ini yaitu rhinitis kronis. Beberapa

kondisi yang menjadi etiologi spesifik pada rinitis tipe ini adalah antara lain

vasomotor, granulomatous dan auto immune disease, tumor, rinitis pada kehamilan,

kelainan anatomis dan sebagainya.

2.2 ETIOLOGI

Pada penderita yang didiagnosis sebagai rinitis kronis parennial, sekitar 50 %

mempunyai riwayat alergi. Sedangkan 50 % lagi disebutkan tidak mempunyai riwayat

alergi dimana dua pertiganya tidak ditemukan adanya eosinofil pada pemeriksaan

sekret hidungnya. Penderita-penderita ini bisa dikategorikan sebagai

rinitis vasomotor. 1,2

Pada kurang lebih seperempat pasien-pasien rinitis non alegi kronis diketahui

mempunyai sejumlah eosinofil pada pemeriksaan sekret hidungnya sehingga disebut

Non AllergicRhinitis Eosinophilia Syndrome (NARES). NARES dapat mengenai

semua kelompok umur dan mempunyai gejala yang hampir mirip

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Rinitis Non Alergi

dengan rintis alergi dan rinitis vasomotor. 1,2

Secara klinis gejala yang ditimbulkan hampir mirip dengan rinitis alergi. Untuk

mengetahui yang terbaik mengenai perbedaan antara rinitis alergi dan non alergi

adalah dari tes spesifik untuk alergi. Bisa dengan tes kulit atau pemeriksaan kadar

antibody IgE.

2.3 DIAGNOSIS RINITIS NON ALERGI

2.4 KLASIFIKASI

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Rinitis Non Alergi

Klasifikasi rhinitis non alergi (Mygind)2

Klasifikasi Rinitis Non Alergi (Bailey)1

1. Rinitis Infeksi Virus, Bakteri,Jamur

2.Rinitis Hormonal Kehamilan alat kontrasepsi

3.Rinitis Vasomotor Rinitis Idiopatik,Rinitis Non alergi tanpa eosinofil

4.NARES Secara klinis menyerupai Rinitis non

alergi,hapusan hidung : eosinofil (+)

5.occupational

Rhinitis

Iritan yang yang berada pada tempat kerja

6.Drug Induced

Rhinitis

Antihipertensi, spray hidung,kokain,aspirin,pil

KB

Universitas Sumatera Utara

diketahui etiologinya Sindrom tdk

sensitisasi kimia krnRinitis•

polutan krnRinitis•

silau Rinitis krn cahaya paparan•

Rinitis gustatory •

Rinitis ok udara dingin & kering •

& kimia fisisfaktordg berhubunganSindrom yg•

Rinitis vasomotor

Operasi yang berlebihan Ozaena

Rinitis atropi :

eosinofilia non alergiRinitis

Neoplasma Kel anatomi

Drug induced

c ontrasepsi Estrogen/ Oral •Betabloker optalmik•Nasal dekongestan• Aspirin/ NSID •

guanethidin •Betabloker •Metyl dopa •Reseprpin Anthipertensi •

Sjorgan : lupus unVasculitis/ autoim

Wegener Sarcoidosis : Peny. granulomatosa

hipotiroidi kehamilan :metabolikKelainan

Cystic fibrosis imotil siliaSindrom

Imunodefisiensi

Jamur Bakteri

Infeksi

Sindrom yg diketahui etiologinya Klasifikasi

Page 8: Rinitis Non Alergi

7.Gustatory Rhinitis Makanan dapat menyebabkan rinitis, gejala sluran cerna dan kulit

8.Rinitis Sicca Mukosa atropi pada septum,conca atau dinding lateral hidung

9.Rinitis pada anak Anak usia 2-6 tahunterkena rinitis virus,10 %

alergi

2.4.1 RINITIS INFEKSI 1,2,5,7,9

Peradangan pada hidung yang disebabkan oleh proses infeksi dapat bersifat

akut atau kronis, dimana etiologinya dapat disebabkan virus, bakteri atau infeksi

spesifik.

2.4.1.1 RHINITIS AKUT 1,7,9

Rinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh

infeksi virus atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan dan merupakan manifestasi

dari rinitis simpleks (common cold), influenza dan beberapa penyakit yang

disebabkan oleh virus lainnya. Penyakit ini dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder

akibat iritasi lokal atau trauma.

A. COMMON COLD (Coryza)

Merupakan penyakit virus yang terbanyak ditemukan pada manusia.

lnsidensinya umur yang terkena bervariasi, tetapi biasanya mengenai anak-anak dan

dewasa muda.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Rinitis Non Alergi

Etiologi

Penyebab utama adalah beberapa jenis virus dan yang utamanya adalah

Rhinovirus. Virus lainnya adalah Myxovirus, Coxsackie dan ECHO virus.

Beberapa faktor predisposisi terjadinya common cold antara lain :

• Iklim.

• Lingkungan, Temperatur, Udara Dingin dan Kelembaban Udara

• Status imunologis

• Nutrisi dan vitamin deficiency

• Kelelahan, Fitness dan Exercise

• Sumbatan Hidung

• Penyakit Sistemik seperti gangguan darah, diabetes dan tuberkulosis

Gejala Klinis

Pada stadium prodormal ( ischaemic stage ) berlangsung beberapa jam,

didapatkan rasa panas, kering dan gatal pada hidung.

Pada fase reaksi awal dan iritasi, berlangsung beberapa jam hingga beberapa

hari. Pada fase ini timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat, beringus,

tenggorokan terasa kering dan nyeri. Keluhan juga biasanya disertai dengan panas

badan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan membran mukosa yang hiperemis dan

bengkak.

Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga sekret menjadi

kental dan sumbatan hidung bertambah.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Rinitis Non Alergi

Pada stadium resolusi, gejala akan berkurang bila tidak terjadi komplikasi dan

akan sembuh dalam waktu 5 - 10 hari.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nasofaringitis, sinusitis, otitis media

limfadenitis, tonsillitis, gastroenteritis, dan komplikasi pada traktus respiratorius

bagian bawah.

Terapi

Tidak ada terapi spesifik untuk common cold. Disamping istirahat dapat

diberikan obat-obatan simptomatis seperti anal getik, antipiretik atau dekongestan

B. RHINITIS INFLUENZA

Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari 3 grup virus influenza (grup A, B,

C ). Secara klinis virus influenza dapat menyebabkan nekrosis dari epitel bersilia dari

traktus respiratorius bagian atas (terutama hidung), sehingga memudahkan terjadinya

infeksi bakteri.

Gejala bersin, beringus dan hidung tersumbat sebanding beratnya dengan

common cold, namun infeksi bakteri sekunder lebih sering terjadi.

Pencegahan

Pemberian imunisasi dengan menggunakan vaksin influenza yang tidak aktif

dianjurkan pada kelompok resiko tinggi. Dimana dengan vaksinasi dapat mencegah

hingga 80 % angka morbiditas akibat influenza.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Rinitis Non Alergi

Antibiotika diberikan hanya bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.

\

2.4.1.2 RHINITIS BAKTERI

Pada infeksi bakteri primer maupun sekunder pada hidung, biasanya sekretnya

mukopurulen. Warna sekret akan meramalkan jenis organisme yang menyerang

jaringan hidung. Rinitis bakterialis sering menjadi sinusitis. Dan spektrum kelainan

bakteri yang luas yang menyerang hidung, sebagian besar disebabkan oleh bakteri

gram positif.

Beberapa bakteri gram positif yang menyebabkan rinitis antara lain

Streptococcus, Pneumococcus dan Staphilococcus. Sedangkan bakteri gram negatif

yang sering menyebabkan rinitis adalah Haemophilus. E. coli dan Salomonella.

( Cody)

A. RHINITIS HIPERTROFI

Rintis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus

atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.

Gejala

Gejala utamanya adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak,

mukopurulen dan kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Rinitis Non Alergi

Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka

inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang hipertrofi.

Akibatnya saluran udara akan menjadi sempit. Sekret mukopurulen yang banyak

biasanya ditemukan diantara konka inferior dan septum, juga di dasar rongga hidung.

Terapi

Sebelumnya harus dicari faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis sehingga

akan diberikan terapi yang sesuai dengan etiologinya. Untuk mengurangi sumbatan

hidung akibat hipertrofi konka biasanya dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia

atau elektrokauterisasi. Bila tidak menolong bisa dilakukan luksasi konka atau

konkotomi.

B. RHINITIS SIKA 7,9

Rinitis sika sering dihubungkan dengan masalah udara yang kering,

merupakan bentuk dari rinitis atrofi anterior yang ringan dimana secara klinisnya

tidak memberikan gambaran yang berat seperti rhinitis atrofi. Penyebab utama dari

rintits ini tidak diketahui secara jelas, tetapi secara umum rhinitis ini terjadi pada

alkoholisme, anemia, nutrisi yang buruk dan bisanya selalu berhubungan dengan

cuaca yang kering, panas dan pekerjaan yang berdebu.

Secara patologis terjadi defisiensi dan tidak aktifnya kelenjar seromukus dan

terjadi metaplasia epitel kolumnar bersilia menjadi epitel kuboid atau epitel skuamosa

dan terjadi defisiensi dari mucus blanket. Selain itu juga terjadi ulserasi yang

berpenetrasi ke bagian anterior dari kartilago septum.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Rinitis Non Alergi

Klinis

Penderita biasanya mengeluh tidak nyaman, rasa iritasi atau rasa kering di

hidung yang kadang-kadang deisertai dengan epistaksis dan krusta (krusta tipis,

kering dan berbau).

Pada pemeriksaan rhinoskopi tampak lapisan membran mukosa yang

keputihan, kering dan kadang-kadang disertai komplikasi berupa perforasi septum.

Terapi

Terapi biasanya berdasarkan jenis etiologinya, jika perlu diberikan suplemen

vitamin dan zat besi. Terapi lokal dapat diberikan obat pencuci hidung.

2.4.2 RINITIS KARENA JAMUR 1,3,7,9

Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya secret mukopurulen yang berbau dan

terdapat pseudomembran. Dapat terlihat ulkus atau perforasi pada septum. Bentuknya

antara lain Aspergilosis, Blastomikosis, dan Candidiasis. Terapinya diberikan anti

jamur oral dan topikal serta diberikan obat cuci hidung

A. ASPERGILLOSIS 3,7

Aspergillus merupakan salah satu jamur terbanyak pada hidung dan sinus.

Jenis jamur aspergillus terbanyak yang sering menyebabkan infeksi adalah

Aspergillus fumigatus diikuti oleh Aspergillus niger dan flavus. Penyakit ini bisa

menyerang semua kelompok umur baik wanita maupun pria.

Bentuk infeksi aspergillus pada hidung dan sinus dibagi menjadi : noninvasif

(Aspergilloma), Allergic, Invasif dan Fulminan.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Rinitis Non Alergi

• Bentuk non-invasif adalah aspergiloma atau fungus ball. Bentuknya

berupa endapan berwarna hijau kecoklatan yang mengisi sinus

terutama antrum maksila. Pada pcmeriksaan roentgen terlihat deposit

kalsium.

• Bentuk Alergic aspergillus sinusitis pertama kali diterangkan oleh

Kalfenstein, Sale dan Greenberger tahun 1983, dimana bentuk ini

berhubungan dengan allergic bronchopulmonary aspergillosis dan

merupakan kombuinasi dari reaksi tipe 1 dan tipe 3 respon imun

terhadap aspergilosis. Biasanya terjadi pada dewasa muda yang

mempunyai riwayat asma dan polip. Klinis akan didapatkan sekret

yang tebal yang berasal dari sinus yang mengandung eosinofil dan

bipyramidal atau rectangular structure in longitudinal section.

• Bentuk invasif dijelaskan oleh Hora tahun 1963, mempunyai sifat

yang mirip dengan bentuk keganasan maligna dan dapat menyebar

• Bentuk fulminan merupakan bentuk angioinvasif progresif cepat,

menyebabkan destruksi dan angka kematiannya tinggi. Berkaitan erat

dengan pasien-pasien yang imunocompromised. Ekstensinya bisa ke

intra cranial. Gambaran histologis memperlihatkan adanya infiltrasi

hifa aspergilus dengan respon radang yang kecil dan menyebabkan

fibrosis.

Rowe - Jones membuat klasifikasi baru tahun 1993 dengan

mengelompokkan menjadi 3 bagian yaitu

• Non Invasif, termasuk kedalammnya tipe aspergiloma dan allergic.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Rinitis Non Alergi

• Semi invasif, dimana terjadi destruksi local tanpa adanya invasi ke

jaringan

• Invasif, jamur dengan infasi ke jaringan baik bentuk fulminan maupun

yang non fulminan.

Terapi

Non-invasif memerlukan terapi surgical debridement dan sinus ventilation.

Semi invasif memerlukan terpai pembedahan ditambah dengan terapi ajuvan berupa

Itraconazole (Sporanox). Tipe Allergic memerlukan terapi debridement ditambah

dengan pemberian kortikosteroid. Tipe Invasif memerlukan tindakan pembedahan

secara radikal dikombinasikan dengan pemberian amfotericin intravena ditambah

dengan anti jamur oral.

B. BLASTOMYCOSIS 7

Blastomycosis merupakan penyakit jamur yang jarang disebabkan oleh jamur

Blastomyces dermatidis yang merupakan jamur diamorphic (thermally diamorphic).

Pada suhu kamar jamur ini berbentuk mycelial atau mold yang menghasilkan spora

yang dapat terhisap masuk kedalam paru-paru, dimana dalam suhu tubuh dapat

berubah bentuk menjadi bentuk walled round budding yeast. Penyebaran ke ekstra

paru bermanifestasi sebagai blastomycosis di kulit, laring, oral dan kavum nasi.

Klinis

Lesi mukosa di vestibulum atau alar rim berisi papillary hyperplasic dengan

kista yang berisi leukosit polimorfonuklear. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Rinitis Non Alergi

pemeriksaaan histopatologis (Gomoti stained) dan PAS dan tes serologi yang positif

untuk jamur.

Terapi

Pemberian amfoterisin yang bisa dikombinasikan dengan pemberian anti

jamujr oral seperti ketokonazole, Itrakonazole.

C. ACTINOMYCOSIS 7

Ada 2 spesies dari Actinomyces yaitu Actinomyces bovis yang menyebabkan

actinomycosis (Lumpy jaw) dan Actinomyces israelli yang menyebabkan

actinomycosis pada manusia.

Jamur anaerob A. israelli hidup di jaringan dalam bentuk koloni dan terlihat

dalam pus sebagai sulphur granules. Spesies ini bertindak sebagai parasit yang tidak

patogen pada mulut dan ditemukan pada tonsil dan gigi. Trauma merupakan faktor

predisposisi utama timbulnya actinomycosis, sedangkan penyebab spesifiknya belum

diketahui. Infeksi bisa berasal dari soket gigi dan menyebar ke jaringan sekitarnya.

Hidung jarang merupakan tempat primer tumbuhnya actinomycosis.

Klinis

Secara umum penderita merasakan demam, toksemia dan jarang menimbulkan

kematian. Kadang kadang ditemukan destruksi jaringan dan timbulnya scar.

Terapi -

Terapi utama adalah dengan pemberian penisilin dosis tinggi selama 4-6

minggu dan surgical drainase.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Rinitis Non Alergi

D. CANDIDIASIS (Moniliasis)7

Dikenal juga sebagai thrush yang disebabkan oleh Candida albicans yang

merupakan jamur utama yang hidup pada kulit dan rongga mulut.

Infeksi biasanya sering terjadi pada mulut dan kadang - kadang bisa

menyerang hidung terutama pada pasien yang marasmus dan orang tua.

Predisposisi terjadinya candidiasis adalahapasien yang menderita diabetes, AIDS dan

tuberkulosis.

Klinis

Tampak lesi kecil, dislcret berwarna putih kotor pada mukosa dengan

permukaan yang berwarna merah. Lesi dapat dengan mudah diangkat tanpa ada

perdarahan

Terapi

Dilakukan pembersihan dengan larutan 1 % gentian violet atau pemberian

nistatin. Selain itu dapat diberikan pula amphoterisin dan Flucytosine.

E. HISTOPLASMOSIS 7

Histoplasmosis disebabkan oleh yeast like fungus, Histoplasma capsulatum.

anyak terjadi di central regions of USA. Merupakan penyakit difus yang menyerang

sistem retikuloendotelial dan bermanifestasi dengan pembesaran limps, hati kelenjar

limfe dengan ulserasi pada usus dan anemia. Lesi di hidung biasanya jarang dan dapat

berbentuk nodular atau bentuk infective secondary lymphadenitis.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Rinitis Non Alergi

Diagnosis ditegakkan dari biopsi dan histoplasmin skin test untuk

membedakan dengan tuberculosis pare. Terapinya biasanya diberikan

Amphotericin.

2.4.3 RINITIS HORMONAL 1,3,5

Estrogen menyebabkan pelebaran vascular tidak hanya di uterus, tapi juga pada

hidung. Untuk alas an yang sama bebrpa wanita mengalami kongesti nasal pada

periode premenstruasi yang mungkin keliru dinamakan cold.

Banyak wanita memperhatikan adanya kongesti nasal selama kehamilan. Keadaan ini

bertambah buruk selama kehamilan dan berhubungan langsung dengan level estrogen

endogen yang meningkat tajam selama trimester terakhir kehamilan. Banyak ahli

Obstetri lebih senaang pasien mereka menderita kongesti hidung diri pada memberi

obat. Banyak pasien memilih sendiri obat anti histamine dan dekongestan. Obat

tersebut digunakan dalam waktu jangka lama sedangkan efek terhadapjanin belum

jelas.

Secara umum perparat antihistamin generasi lama seperti trepilennamine dan

elorphenirmine lebih disukai untuk penderita dimana kondisinya dicetusakan oleh

rhinitis alergi secara koinsidental (Schatz et al, 1987 ;Zeiger 1989)

Pemakaian kortikosteroid topical seperti beclometasone lebih disukai.Dekongestan

pseudoefedrin oral (Sudafed) memiliki keamanan untuk pemakaian jangka panjang

dan berguna bagi pasien non alergi, kecuali bagi mereka yang memiliki hipertensi.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Rinitis Non Alergi

Lebih jauh pada penderita dengan kengesti nasal berat mungkin memerlukan

penanganan operatif. Efek samping sementara dari tindakan bedah ini dapat diterima

karena kehamilan sendiri merupakan kondisi yang bersifat self limited.

Pada HIPOTIROID, sekitar 2 %-3% psien rinitis vasomotor didiagnosis sebagai

hipotiroid (Settipane,1987). Hipoaktifitas simpatis scara umum menyebabkan

parasimpatis lebih dominan dengan efek vasodilatasi. Sesudah abnormalitas endokrin

ditegakkan, tingkat perubahan residual dalam vaskularisasi nasal dapat diperiksa dan

diatasi.

2.4.4 RINITIS VASOMOTOR 1,3,4,5,8

Rinitis vasomotor mempunyai karakteristik klinis yang hampir sama dengan

rinitis alergi tetapi dalam rinitis vasomotor pasien dapat mengidentifikasikan dengan

jelas pencetus timbulnya serangan tersebut (Trigger stimuli) contohnya adalah cuaca,

iritasi udara. AC atau faktor stres. Ada beberapa nama lain untuk rinitis vasomotor

yaitu :

• Rinitis non alergi, non infeksi yang menggambarkan kelompok heterogen

penderita dengan gejala nasal kronis yang bukan bersifat imunologis atau

infeksi murni biasanya tidak berhubungan dengan eosinofilia nasal.

• Rhinophaty intrinsic dimana pada beberapa kasus rhinitis vasomotor tidak

ditemukan bukti adanya inflamasi

• Rhinitis intrinsik, pada penyakit kompleks dengan etiologi dan patofisiologi

yang belum dimengerti.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Rinitis Non Alergi

Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologis lapisan mukosa

hidung (terutama mukosa septum dan konka) yang

disebabkan oleh

bertambahnya aktivitas saraf parasimpatis.

Pasien dengan diagnosa rinitis mempunyai gejala utama antara lain kongesti

hidung, sneezing, nasal ithcing, rinonhea kadang-kadang disertai dengan hiposmia

dan post nasal discharge. Pada rinits alergi gejala yang signifikan adalah sneezing

dan nasal itching, dimana keadaan ini cenderung tidak didapatkan pada pada rhinitis

vasomotor. Begitu pula pada rintis vasomotor didapatkan hasil tes kulit yang negatif

dan jumlah eosinofil yang rendah pada nasal smears.

Persarafan dari septum nasi dan konka terutama berasal dan nervus kranialis

ke 5 (cab ophthalmic dan maxillary), nervus kranial ke 7 dan serabut sensoris khusus

dari nervus cranial ke 1. Saraf parasimpatis berasal dari nukleus salivatorius superior

di pons.

Pada saat hipotalamus mengeluarkan perintah agar saraf parasimpatis bekerja

pada septum nasi dan konka, maka neurotransmiter kolinergik asetilkolin pada ujung

serabut saraf parasimpatis akan keluar dan menyebabkan dilatasi pembuluh darah

dalam konka serta meningkatkan permeabilitas kapiler dan hipersekresi kelenjar.

Sebagai akibatnya akan terjadi edema mukosa konka, dinding lateral cavum nasi dan

septum, sehingga akan menyebabkan sumbatan hidung dan beringus.

Penyebab dari rintis vasomotor adalah :

1. Drug Induced Antihipertensi :Spray hidung,antihipertensi, kokain, Pil

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Rinitis Non Alergi

KB dan aspirin.

2. Kehamilan and premenstrual colds

3. Hipotiroid

4. Penyebab kecemasan

5. Temperature mediated

6. Rinitis Irritatif

7. End - stage vascular atony of chronic allergy of inflammatory rhinitis

8. Recumbency rhinitis

9. Paradoxic nasal obstruction and nasal cycle

10. Rinitis karena tidak ada aliran udara (laringektomi, choanal atresia,

hyperplasia adenoid)

11. Compensatory hypertrophies rhinitis

12. Eosinofil and basofililic rinitis non alergi

13. Kelainan sistemik yang lain

14. Rinitis Idiopatik

2.4.5 NON ALLERGIC RHINITIS EOSINOPHILIA SYNDROME

( NARES)

Secara klinis NARES memiliki kesamaan dengan rhinitis alergi tetapi tidak

terdapat IgE mediator imunopatologi. Secara klinis timbul gejala rinorrhea berat,

gatal pada mata dan hidung, bersin yang berulang. Mereka juga sensitive terhadap

lingkungan seperti bau asap, zat kimia, parfum dan perubahan udara. Serangan dapat

terjadi kapan saja. Dan pada hapusan hidung terdapat eosinofil. Universitas Sumatera Utara

Page 22: Rinitis Non Alergi

Istilah NARES digunakan untuk kondisi klinis dengan etiologi yang tidak

diketahui, dengan gejala mendukung rinitis alergi, dimana test IgE normal dan skin

test terhadap allergen sesuai letak geografi negative (Georgitis, 1089)

Terapi antihistamin atau dekongestan tidak mengurangi gejala secara

signifikan tapi steroid yang diberikan pada hidung umumnya menghasilkan

perubahan. Repon terhadap steroid menimbulkan dugaan bahwa kondisi ini mungkin

disebabkan allergen yang tidak dikenal.

2.4.6 OCCUPATIONAL RHINITIS

Occupational rhinitis dapat didefinisikan sebagai adanya peradangan pada

mukosa hidung dengan gejala bersin, hidung beringus dan atau disertai dengan gejala

hidung tersumbat yang disebabkan karena adanya paparan dari partikelpartikel di

udara terutama pada tempat pekerjaan. Sebagai pencetus rinitis ini bisa dibagi

menjadi 2 sebab yaitu :

• Berupa iritasi dari rokok, udara dingin, formaldehyde, hair spray dan bahan-

bahan kimia yang tidak menyebabkan mekanisme imunologis.

• Paparan dari tempat pekerjaan yang menyebabkan reaksi dari IgE

mediated, dan biasanya rinitis ini dicetuskan oleh binatang - binatang yang Klinis dan diagnosis

Gejala yang ditimbulkan bisa bersifat akut setelah terpapar oleh alergen atau

bersifat kronis setelah terpapar terus menerus. Occupational rhintis harus dicurigai

pada pasien-pasien yang mempunyai gejala pada hidung setelah terpapar alergen pada

tempat kerjanya. Universitas Sumatera Utara

Page 23: Rinitis Non Alergi

Untuk menegakkan diagnosis dilakukan tes kulit, terutama menggunakan

alergen yang spesifik yang berhubungan dengan tempat kerjanya.

Terapi

Penatalaksanaan yang optimal pada pasien dengan occupational rhinitis

adalah dengan cara menghindari paparan dari alergennya. Tekniknya bisa dengan

menggunakan masker, menata ruangan kerja atau memindahkan penderita ke tempat

yang bebas alergen. Jika hal diatas tidak memungkinkan dapat diberikan terapi

medikamentosa, dengan menggunakan antiinfalmmatory intranasal corticosteroids

atau antihistamin dan intranasal cromolyn.

2.4.7 DRUG INDUCED RHINITIS

Obat-obat tertentu, khususnya yang mempengaruhi kontrol vaskuler otonom

dapat menyebabkan perubahan saluran vaskular hidung.

Antihipertensi 1,3,4

Simpatik bloking agen seperti reserpin, guanetidin, hidralazin, etildopa,

propanolol dan betas bloker lain dapat menimbulkan efek samping sumbatan hidung.

Hal ini disebabkan berkurangnya nor adrenalin sehingga menghasilkan vasodilatasi

parasirnpatis.

Reserpin paling berperan dalam kejadian ini, mempengaruhi 8 % pemakainya.

Obat hipertensi dapat diganti dengan preparat lain yang sedikit menimbulkan kongesti

nasal.

Nasal Drop / Spray Abuse 3,5,8

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Rinitis Non Alergi

Dekongestan bersifat simpatomimetik yang menyebabkan aksi vasokonstriksi.

Bila dipakai secara topikal pengaruh vasokonstriksinya kuat sehingga terjadi keadaan

semi iskemik. Selama periode ini produk metabolisme yang terakumulasi merupakan

vasodilator kuat. Vasodilatasi yang sering terjadi menyebabkan kongesti lagi. Makin

sering pemakaian vasokonstriktor topikal, makin besar gejala berulang sampai tonus

vaskuler hilang.

Istilah lama untuk kondisi ini adalah rinitis medikamentosa, istilah lainnya

yaitu rebound rhintis.

Pengolalaan pada pasien membutuhkan penghenti total dan segera

penggunaan nasal drop / spray. Bayi khususnya sangat rentan terhadap rebound

rhinitis dan dapat berkembang setelah beberapa hari pemakaian nasal drop.

Sebaliknya pada orang dewasa, kondisi ini terjadi setelah pemakaian jangka waktu

yang lebih lama.

Bila kondisi ini menetap selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,

vaskularisasi nasal telah mengalami perubahan permanen serta memerlukan terapi

bedah untuk konka.

Coccaine 5

Karena kokain bersifat vasokonstriktor, secara terotis mungkin terjadi

rebound rhinitis pada pemakaian intranasal. "Street cocaine" umumnya mengandung

pemalsuan dimana efek merugikannya menutupi rebound rhintis yang mungkin

terjadi karena coccaine. Zat yang digunakan untuk memalsukan coccaine seperti

lalctosa, manitol, lidokain, kaffeine dan berbagai bakteri kontaminan. Iritan tersebut

menyebabkan terjadinya krusta dan rinitis atrofi. Bila efek vasokontriktor coccaine

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Rinitis Non Alergi

memuncak, kartilago septum mengalami penuruanan suplai darah yang menyebabkan

perforasi septum.

Pil Kontrasepsi

Sebagian wanita mengeluh kongesti nasal bila memakai obat pengatur ovulasi.

Kondisi ini disebabkan efek vasoaktif estrogen.

Aspirin 3,5

Intoleransi aspirin dapat menyebabkan rinitis. Hipotesa yang berkaitan dengan

ini adalah dengan menghambat jalur cyclo-oxygenase yang berperan penting dalam

metabolisme lipoxygenase dan meningkatkan produksi leukotrien dan slow reacting

substance s. Gejala yang ditimbulkan adalah hidung beringus encer termasuk gejala

sistemik lain seperti urtikaria. Yang lebih penting lagi adalah aspirin dapat

memperberat penyakit pada penderita asma dan polip

2.4.8 GUSTATORY RHINITIS 1

Hipersensitivitas terhadap makanan dibagi menjadi 2 bentuk yaitu food

allergy dan food intolerance. Food allergy karakteristiknya melibatkan sistem imun

sedangkan food intolerance tidak bisa dibuktikan secara imunologis.

Ada 3 jalur terjadinya proses sensitasi alergen pada food allergy, yaitu :

1. Adanya ingesti dari makanan, Jalur yang tersering , banyak terjadi pada bayi

dan anak — anak. Biasanya alergi terhadap susu 2. Adanya sensitasi yang

disebabkan oleh adanya allergen inhalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Rinitis Non Alergi

3. Adanya sensitasi melalui kulit.

Beberapa makanan yang menyebabkan terjadinya alergi antara lain susu, telur,

ikan, nikel dan kobalt.

Klinis

Reaksi hipersensitivitas pada makanan biasanya terjadi dalam jam-jam

pertama setelah proses ingesti. Secara garis besar gejala yang terjadi melibatkan 2

atau lebih organ (respiratori, kulit dan gastrointestinal). Gejala yang sering terjadi

adalah diare, urtikaria dan asma. Selain itu dapat pula terjadi konjungtivitis dan

rinitis. Amlot et. all (1987) melaporkan pasien- pasien yang hipersensitivitas terhadap

makanan terjadi sindroma alergi oral dalam 10 menit pertama diikuti dengan dengan

munculnya tanda-tanda objektif dalam 30 menit kemudian ( urtikaria, konjungtivitis,

asma, muntah dan mual). Gejala rinitis dan anafilaksis merupakan gejala yang jarang

timbul. Bindslev - Jensen, 1992 pernah meneliti pada orang dewasa, dengan hash

bahwa gejala rinitis merupakan gejala yang jarang timbul pada hipersensitivitas

terhadap makanan dan biasanya timbul bersamaan dengan asma.

Diagnosis & Terapi

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes kulit dan pemeriksaan IgE

RAST. Terapi utama dari alergi makanan adalah dengan cars menghindari sumber

alergennya. Apabila sudah terjadi alergi maka diberikan antihistamin dan

kortikosteroid.

2.4.9 RHINITIS ATROFI (OZAENA) 1,3,7,8

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Rinitis Non Alergi

Merupakan suatu infeksi kronis pada hidung yang ditandai dengan adanya

atrofi yang progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung

menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuklah krusta

yang berbau busuk. Rintis atrofi sering terjadi pada usia pubertas dan lebih banyak

menyerang wanita dibandingkan laki- laki.

Etiologi

Etiologi utama dari rhinitis atrofi sampai saat ini tidak diketahui dengan jelas.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya rinitis atrofi.yaitu :

• Infeksi kuman spesifik terutama oleh Klebsiella ozaena. Kuman lainnya

Streptococcus, Staphilococcus dan Pseudomonas

• Defisiensi Vitamin A

• Defisiensi Fe

• Sinusitis Kronis

• Penyakit kolagen

• Kelainan hormonal

Patologi

Beberapa penulis menyatakan bahwa terjadi metaplasia epitel kolumner

bersilia menjadi epitel skuamosa. Dimana perubahan ini menyebabkan penurunan

jumlah dan ukuran dari kelenjar alveolar. Ada 2 bentuk patologis dari rhinits

atrofi yaitu :

• Tipe 1. Karakternya adalah adanya endarteritis dan periarteritis dari ujung

terminal arteri yang menghasilkan infeksi kronis

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Rinitis Non Alergi

• Tipe 2. Adanya vasodilatasi dari kapiler dan menjadi buruk dengan pemberian

terapi estrogen.

Gejala

Gejala yang sering dikeluhkan yaitu hidung tersumbat dan epistaksis. Selain

itu adalah hidung (nafas) berbau, ingus kental yang berwama hijau, krusta dan

anosmia. Kadang-kadang disertai dengan sakit kepala.

Pemeriksaan

Pada rhinoskopi anterior didapatkan konka yang atrofi terutama konka inferior

dan media, sekret purulen berwarna hijau dan krusta berwarna hijau.

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu antara lain transiluminasi,

roentgen sinus, kultur dan resistensi dari sekret, pemeriksaan darah tepi, Fe serum dan

histopatologis.

Terapi

Konservatif

Dapat diberikan antibiotika broad spectrum atau sesuai dengan hasil kultur

dan resistensi. Dilakukan pencucian hidung dengan larutan fisiologis atau larutan

garam hangat. Pemberian preparat vitamin A dan preparat Fe. Bila terdapat

komplikasi sinusitis maka terapi sinusitis pun harus diberikan.

Pembedahan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Rinitis Non Alergi

Jika pengobatan konservatif tidak adekuat dan gagal, maka dilakukan operasi

penutupan lubang hidung secara operasi plastik dengan tujuan mukosa hidung akan

menjadi normal kembali.

2.4.9 RHINITIS AMONG CHIDREN 1

Pada umunya rinitis ini dijumpai pada anak-anak usia 2-6 tahun, biasanya disebabkan

oleh virus. Sekitar 10 % anak mempunyai riwayat alergi. Rinitis kronis karena bakteri

pada anak dapat disebabkan oleh gangguan imunologi, kista fibrosis, atau kelainan

struktur bibir sumbing

Gejala rinitis pada anak hampir sama dengan dewasa dimana terdapat hidung

tersumbat, beringus dan bersin-bersin. Pada tahap awal biasanya ingus encer dan

banyak kemudian pada tahap berikutnya bila terjadi infeksi, ingus akan berubah

menjadi kental. Biasanya anak akan menjadi gelisah dan rewel.Biasanya bila

rhinorrhea purulen dan unilateral merupakan pertanda adanya benda asing. Rinitis

pada anak dapat juga disebabkan oleh adanya gastroesofageal refluk, bisa juga terjadi

pada bayi yang premature.

Terapi Rinitis pada anak sesuai etiologinya,bila penyebanya alergi maka terapi yang

utama adalah menghidari zat alergen tersebut untuk terapi simptomatik dapat

diberikan antihistamin dan kortikosteroid, dan bila diduga terdapat adanya infeksi

yang menyertai rhinitis maka dapat diberikan antibiotik.

2.5 PEDOMAN DIAGNOSIS RINITIS 2,3

Beberapa patokan yang bisa digunakan untuk mendiagnosis rinitis,

antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Rinitis Non Alergi

1. Infeksi atau Non Infeksi

Biasanya diagnosis rinitis infeksi ditandai dengan adanya gejala dihidung serta

adanya gejala di tempat lain seperti disaluran napas atau di tenggorokan.

Kita dapat juga membedakan dari secret hidungnya baik secara makroskopis dan

mikroskopis, sehingga dapat juga kita bedakan rhinitis yang purulen atau non

purulen. Selain itu secara mikroskopis bisa kita lihat apakah ada neutrofil atau tidak,

dimana neutrofil dalam secret hidung bisa disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau

iritasi dari polusi.

2. Alergi atau Non alergi

Berdasarkan anamnesis dapat ditegakkan diagnosis alergi inhalan, kemudian

didukung oleh pemeriksaan fisik, test kulit, atau pemeriksaan IgE RAST.Istilah

vasomotor rhinitis sering digunakan untuk rinitis non infeksi dan non alergi.

3. Seasonal atau Perennial

Seasonal alergi sering terjadi pada Negara yang mempunyai 4 musim. Alergen

penyebabnya yang terbanyak adalah tepung sari ( pollen) dan spora jamur yang

jumlahnya meningkat pada musim panas. Penyakit ini timbul secara periodik dan

dapat mengenai seluruh golongan umur dan biasanya timbul pada anak-anak dan

dewasa muda. Perennial alergi, gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau terus

menerus tanpa variasi musim, jadi dapat terjadi sepanjang tahun. Penyebab

terseringnya adalah alergi inhalan terutama pada orang dewasa, serta alergi ingestan

pada anak-anak. Selain faktor alegennya iritasi oleh faktor non spesifik dapat

memperberat gejal, seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan

kelembaban yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Rinitis Non Alergi

4. Eosinofilia atau Non Eosinofilia

Rinitis non alergi dibagi dua bagian, dimana salah satunya adalah ditemukannya

eosinofilia pada sekret hidung. Keadaan ini sering terjadi pada polip hidung, sinusitis

hiperplastik, non alergi atau asma dan rinitis akibat penggunaan NSAID

5. Penyebab lain yang menimbulkan gejala hidung kronis

Rinitis medikamentosa yang terjadi akibat penggunaan semprot hidung dalam jangka

waktu lama. Selain itu penggunaan antihipertensi dan psikosedatif. Penyebab lainnya

adalah kehamilan, koanal atresia, benda asing, pembesaran adenoid, septum deviasi

dan tumor.

2.6 PENATALAKSANAAN RINITIS NON ALERGI

Manajemen Non Bedah :

• Posisi tidur kepala 30˚

• Menghindari alergen

• Pemberian dekongestan oral, tapi hati-hati pada hipertensi, kardiak aritmia

dan glaucoma

• Tidur dan bekerja pada lingkungan coo-air, usahakan tubuh dalam keadaan

hangat

• Obat pencuci gidung

• Aatihistamin, dekongestan dan antibiotik Manajeman Bedah

• Kauterisasi konka dan submukosa

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Rinitis Non Alergi

• Kauterliksasi konka

• Reseksi submukosa tulang konka

• Konkotomi parsial

• Konkotomi total

BAB III

KESIMPULAN

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Rinitis Non Alergi

Rinitis Non alergi merupakan suatu kelainan pada hidung dengan obstruksi,

hipesekresi dan hiperiritabilitas dimana alergi sebagai etiologi tidak dapat

diidentifikasi (skin test negative dan bukan melalui perantaraan IgE).

Rhinitis non alergi dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, diantaranya oleh

karena infeksi(bakteri,virus, & jamur) vasomotor, granulomatous, autoimun, kelainan

anatomi dan lain sebainnya.

Terdapat banyak penyebab rhinitis non alergi yang membutuhkan kemampuan

seorang klinisi untuk dapat secara efektif menegakkan diagnosis dan melakukan

penatalaksanaan yang benar

Berbagai bentuk penatalaksanaan rinitis non alergi termasuk secara

farmakologi dan prosedur pembedahan tergantung dari faktor etiologinya Untuk

dapat menegakkan diagnosa serta memberikan penatalaksanaan yang baik harus

dilakukan anamnesa dan pemeriksaan THT yang cermat dan teliti, serta dibantu

dengan pemeriksaan penunjang, seperti sitologi sekret hidung dan radiology.

Meskipun penyakit ini bukan penyakit yang dapat menyebabkan kematian,

tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat menurunkan kualitas hidup, mengganggu

fungsi fisik dan psikis, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial serta

gangguan stabilitas emosi.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Rinitis Non Alergi

1. Newlands Shawn D,Non Allergic Rhinitis, In: Bailey Byron J. Head and Neck

Surgey - Otolaryngology. Fourth Edition2006.Volume 1. Lippincott Wiliams and

Wilkins. Philadelphia, USA. Hal: 351 - 364.

2. Mygind N, Naclerio R.M. 1993. Allergic and Non Allergic Rhinitis, Clinical

Aspects. Munksgaard Copenhagen. Hal: 11 - 24, 82 - 94, 153 - 83.

3. Maran A, Lung V.J, Tardy M.E. 1990. Basic Sciences; Infection and

Nonneoplastic Disease. In: Clinical Rhinology. Thieme Med pub. Inc, New York.

Hal: 5 - 41; 59-63.

4. Hollinshead W.H. 1966. The Nose and Paranasal Sinuses. In: Anatomy for

Surgeon: The Head and Neck. Vol. I. A Hoeber - Harper International.

Minnesota. Hal: 229 - 280.

5. Fairbanks, David N.F; Raphael, Gordon D. 1993. Nonallergic Rhinitis and

Infection. In: Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 2nd ed. Edited by:

Cummings, Fredrickson, Harker, Krause, & Schuller. Mosby Year Book. St

Louis, Missouri. Hal: 775 - 785.

6. Bernstein, Joel M. 2001. Nasal Polyps. In: Disease of the Sinuses: Diagnosis and

Management. Edited by: Kennedy D.W, Bolger W.E, Zinrich S.J. BC

Becker Inc. London. Hal: 69 - 76. 7. Jones AS. 1997. Intrinsic Rhinitis. In : Scott-Brown's Otolaryngology. Edited by :

Alan G. Kerr . 6th ed, Butterworth Heinemann. London. Hal : 4/9/1 - 14.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Rinitis Non Alergi

8. Netter, Atlas of Human Anatomy

9. Nurbaiti I, Efiaty Arsyad. 1997. Sumbatan Hidung; Rhinore. Dalam: Buku

Ajar Ilmu Penyakit THT, Edisi ke-3, FKUI, Jakarta. Hal: 89-120.

Universitas Sumatera Utara