Rhinitis Alergi

30
BAB I PENDAHULUAN Rinitis secara luas didefinisikan sebagai inflamasi pada mukosa hidung. Ini adalah gangguan umum yang mempengaruhi hingga 40% dari populasi. Rinitis alergi adalah jenis yang paling umum dari rinitis kronis, yang mempengaruhi 10 sampai 20% dari populasi, dan bukti menunjukkan bahwa prevalensi gangguan meningkat. Rinitis alergi parah telah dikaitkan dengan gangguan signifikan dalam kualitas hidup, tidur dan performa kerja. 1 Di masa lalu, rinitis alergi dianggap gangguan lokal pada hidung dan saluran hidung, namun bukti saat ini menunjukkan bahwa mungkin merupakan komponen penyakit saluran napas sistemik yang melibatkan seluruh saluran pernapasan. Ada sejumlah hubungan fisiologis, fungsional dan imunologi antara bagian atas (hidung, rongga hidung, sinus paranasal, faring dan laring) dan bawah (trakea, saluran bronkial, bronkiolus dan paru-paru) saluran pernapasan. Sebagai contoh, kedua saluran mengandung epitel bersilia yang terdiri dari sel-sel goblet yang mensekresi lendir, yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk dan melindungi struktur dalam saluran napas. Bukti menunjukkan bahwa alergen memprovokasi saluran 1

description

RA

Transcript of Rhinitis Alergi

Page 1: Rhinitis Alergi

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis secara luas didefinisikan sebagai inflamasi pada mukosa hidung. Ini

adalah gangguan umum yang mempengaruhi hingga 40% dari populasi. Rinitis alergi

adalah jenis yang paling umum dari rinitis kronis, yang mempengaruhi 10 sampai

20% dari populasi, dan bukti menunjukkan bahwa prevalensi gangguan meningkat.

Rinitis alergi parah telah dikaitkan dengan gangguan signifikan dalam kualitas hidup,

tidur dan performa kerja.1

Di masa lalu, rinitis alergi dianggap gangguan lokal pada hidung dan saluran

hidung, namun bukti saat ini menunjukkan bahwa mungkin merupakan komponen

penyakit saluran napas sistemik yang melibatkan seluruh saluran pernapasan. Ada

sejumlah hubungan fisiologis, fungsional dan imunologi antara bagian atas (hidung,

rongga hidung, sinus paranasal, faring dan laring) dan bawah (trakea, saluran

bronkial, bronkiolus dan paru-paru) saluran pernapasan. Sebagai contoh, kedua

saluran mengandung epitel bersilia yang terdiri dari sel-sel goblet yang mensekresi

lendir, yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk dan melindungi struktur

dalam saluran napas. Bukti menunjukkan bahwa alergen memprovokasi saluran napas

atas tidak hanya menyebabkan respon inflamasi lokal, tetapi juga untuk proses

inflamasi di saluran napas yang lebih rendah, dan ini didukung oleh fakta bahwa

rinitis dan asma sering berdampingan.1

Rinitis alergi menjadi penting karena prevalensi semakin meningkat (10-20%

dari populasi), berdampak pada kualitas hidup, produktivitas kerja dan sekolah, biaya

pengobatan yang tinggi, serta keterkaitan dengan asma. Rinitis alergi merupakan

bagian dari perjalanan alergi/allergic march yang paling sering ditemui pada usia

sekolah. Alergen penyebab rinitis alergi yang paling sering adalah tungau debu

rumah, bulu binatang, jamur dan lain sebagainya. Tujuan tata laksana rinitis alergi

adalah kembalinya produktivitas kerja/sekolah, kualitas hidup, kualitas tidur, dan

minimalisasi efek samping. 2

1

Page 2: Rhinitis Alergi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi

alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen

yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan

ulangan dengan alergen spesifik tersebut. 3

Rinitis adalah inflamasi mukosa hidung yang ditandai oleh satu atau lebih

gejala hidung seperti bersin, gatal, rinorea, atau hidung tersumbat. Rinitis sering

disertai gejala yang melibatkan mata, telinga, dan tenggorok. Alergi merupakan

penyebab tersering rinitis dan menjadi salah satu penyakit kronis pada masa

anak. Gejala yang timbul pada rinitis alergi merupakan akibat inflamasi yang

diinduksi oleh respons imun yang dimediasi IgE terhadap alergen tertentu. 2

2.2 Epidemiologi

Kejadian rinitis alergi merupakan penyakit kronis yang sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, terutama

anak, remaja serta dewasa muda dan diperkirakan mengenai 20-40% populasi

anak. Meskipun penyakit ini bukan penyakit yang membahayakan jiwa, tetapi

gejala yang ditimbulkannya sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan

menurunkan kualitas hidup, karena penyakit ini bersifat rekuren (mudah

kambuh), kronis, progesif, reversibel pada tahap awal dan ireversibel pada

tahap lanjut.4

2.3 Etiologi

Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya

adalah pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau

masakan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor

2

Page 3: Rhinitis Alergi

pencetus ini berupa iritan non spesifik. Alergen penyebab pada bayi dan anak

disebabkan oleh makanan alergen ingestan, sedangkan alergen inhalan lebih

berperan dalam bertambahnya usia. 5

2.4 Klasifikasi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat

berlangsungnya, yaitu:

a. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak

dikenal rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4

musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu serbuk (polen) dan spora jamur.

Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis.

b. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul

intermiten atau terus menerus tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan

sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan,

terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama

adalah alergen dalam rumah (indoor) misalnya tungau dan alergen di luar

rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-

anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria,

gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perennial lebih

ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten

maka komplikasinya lebih sering ditemukan. 3

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi

WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma), yaitu

berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:

a. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau

kurang dari 4 minggu

b. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4

minggu. 3

3

Page 4: Rhinitis Alergi

Sedangkan untuk derajat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi

menjadi:

a. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

b. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas. 3

2.5 Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan

tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2

fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat

(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam

setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat

(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.3

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau

monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan

menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah

diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung

dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II

(Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T

helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.

Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-

4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga

sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE

di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di

permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini

menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator

yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang

4

Page 5: Rhinitis Alergi

sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi

degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat

terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators

antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4

(LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3,

IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating

Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat

(RAFC).3

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus

sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga

akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan

permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah

hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang

ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung

sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).3

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons

ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai

puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan

penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,

basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3,

IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF)

dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau

hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),

Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan

Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),

5

Page 6: Rhinitis Alergi

iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau

yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi. 3

2.6 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas

4-5 tahun dan insidennya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai

10-15% pada usia dewasa. Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas

ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda. Pada anak manifestasi alergi

dapat berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis. 5

Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa

gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan

bernapas melalui mulut. Sekret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau

berupa post nasal drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral,

unilateral atau bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada

malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok,

gangguan tidur, serta gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa

suara sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala

kombinasi bersin, ingusan, serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling

dirasakan mengganggu dan menjengkelkan. 5

Anak yang menderita rinitis alergik kronik dapat mempunyai bentuk

wajah yang khas. Sering didapatkan warna gelap (dark circle atau shiners) serta

bengkak (bags) di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang

berat pada anak, sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut

sebagai adenoid face. Keadaan ini memudahkan timbulnya gejala lengkung

palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering menggosok

hidung karena rasa gatal menunjukkan tanda yang disebut allergic salute. 5

Konjungtivitis alergi biasanya bermanifestasi sebagai gatal, edema

konjungtiva, hiperemia, discharge berair dan fotofobia. Hal ini diklasifikasikan

6

Page 7: Rhinitis Alergi

sebagai konjungtivitis alergi musiman atau konjungtivitis alergi perennial dan

sering didiagnosis bersamaan dengan rinitis alergi. 6

Rinitis alergik intermiten

Rinitis alergik intermiten mempunyai gejala yang hilang timbul, yang

hanya berlangsung selama kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang dari

empat minggu. Rinitis alergik musiman yang sering juga disebut hay

fever disebabkan oleh alergi terhadap serbuk bunga (pollen), biasanya terdapat

di negara dengan 4 musim. Terdapat 3 kelompok alergen serbuk bunga

yaitu: tree, grass serta weed yang tiap kelompok ini berturut-turut terdapat pada

musim semi, musim panas dan musim gugur. 5

Penyakit ini sering terjadi yaitu pada sekitar 10% populasi, biasanya

mulai masa anak dan paling sering pada dewasa muda yang meningkat sesuai

bertambahnya umur dan menjadi masalah pada usia tua. Gejala berupa rasa

gatal pada mata, hidung dan tenggorokan disertai bersin berulang, ingus encer

dan hidung tersumbat. Gejala asma dapat terjadi pada puncak musim. Gejala ini

akan memburuk pada keadaan udara kering, sinar matahari, serta di daerah

pedesaan. 5

Rinitis alergik persisten

Rinitis alergik persisten mempunyai gejala yang berlangsung lebih dari 4

hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu. Gejala rinitis alergik ini dapat

terjadi sepanjang tahun, penyebabnya terkadang sama dengan rinitis non

alergik. Gejalanya sering timbul, akan tetapi hanya sekitar 2-4 % populasi yang

mengalami gejala yang berarti. Rinitis alergik biasanya mulai timbul pada masa

anak, sedangkan rinitis non alergik pada usia dewasa. Alergi terhadap tungau

debu rumah merupakan penyebab yang penting, sedangkan jamur sering pada

pasien yang disertai gejala asma dan kadang alergi terhadap bulu binatang.

7

Page 8: Rhinitis Alergi

Alergen makanan juga dapat menimbulkan rinitis tetapi masih merupakan

kontroversi. Pada orang dewasa sebagian besar tidak diketahui sebabnya. 5

Gejala rinitis persisten hampir sama dengan gejala hay fever tetapi gejala

gatal kurang, yang mencolok adalah gejala hidung tersumbat. Semua penderita

dengan gejala menahun dapat bereaksi terhadap stimulus nonspesifik dan iritan. 5

2.7 Diagnosis

Diagnosis rinitis alergi ditegakan berdasarkan:

a. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis

saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin

berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada

pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini

merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self

cleaning process). Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC dan

kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala

lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,

hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata

keluar (lakrimasi). Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada

anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama

atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. 3

b. Pemeriksaan fisik

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat

atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten,

mukosa inferior tampak hipertrofi. Gejala spesifik lain pada anak ialah

terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis

vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner.

8

Page 9: Rhinitis Alergi

Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena

gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute.

Keadaan menggosok hidung hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan

timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang

disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit

yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi

(facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema

(cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. 3

c. Pemeriksaan Penunjang

- In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.

Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent

test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada

pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga

menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk

prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga

dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST

(Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno

Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung dari sekret hidung atau

kerokan mukosa, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap

berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam

jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5

sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan

sel polimorfonuklear menunjukkan adanya infeksi bakteri. 3

- In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit

kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-

point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan

9

Page 10: Rhinitis Alergi

menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat

alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. 3

Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak

dilakukan adalah Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test

(IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan diet eliminasi dan

provokasi. 3

Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu 2

minggu. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai

diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya

diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali

dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang

dengan meniadakan suatu jenis makanan. 3

2.8 Diagnosis banding

Rinitis vasomotor

Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa

adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid)

dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, β-bloker, aspirin,

klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan). 3

Pada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan

nonspesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman

beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan,

perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress emosi. Pada

keadaan normal, faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh

individu tersebut.3

Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi, namun

gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan,

tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau

10

Page 11: Rhinitis Alergi

serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata.Gejala dapat memburuk

pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang

ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.3

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa

edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi

dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan

konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi). Pada rongga hidung

terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore

sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.3

Rinitis medikamentosa

Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan

respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor

topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan,

sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan

bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse). 3

Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama

akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah

vasokonstriksi, sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala obstruksi ini

menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut.

Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik yang tinggi di mukosa

hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-

adrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari

tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung)

menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung.

Keadaan ini disebut juga sebagai rebound congestion.3

Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes

hidung dalam waktu lama ialah: 1) silia rusak, 2) sel goblet berubah ukurannya,

3) membran basal menebal, 4) pembuluh darah melebar, 5) stroma tampak

11

Page 12: Rhinitis Alergi

edema, 6) hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan pH sekret hidung, 7)

lapisan submukosa menebal, dan 8) lapisan periostium menebal. Oleh karena

itu pemakaian obat topikal vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu

minggu, dan sebaiknya yang bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH

antara 6,3 dan 6,5).3

Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior tampak edema/hipertrofi konka dengan sekret

hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak

berkurang.3

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan rinitis alergi pada anak terutama dilakukan dengan

penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa

diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.

Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. 5

a. Antihistamin H1 oral

Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1

sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan

takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan

kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin,

sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan

loratadin/desloratadin. 5

Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena

mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik,

dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam

mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini

kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung. 5

Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan

efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian

12

Page 13: Rhinitis Alergi

besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik

atau kardiotoksisitas. 5

b. Antihistamin H1 lokal

Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga

bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa

aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang

dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat

ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien. 5

c. Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid,

flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi

hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi

medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap

kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek

maksimal terlihat setelah beberapa hari. 5

Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak

dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat

ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian

kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung

dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari

pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan

keluhan hidung tersumbat yang menonjol. 5

d. Kortikosteroid oral/IM

Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,

metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason)

poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian

jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid

intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid

oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping

13

Page 14: Rhinitis Alergi

sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik

tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu

dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi. 5

e. Kromon lokal (local chromones)

Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan

nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon

intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan

masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat

keamanannya baik. 5

Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel

mast dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya

diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping. 5

f. Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,

merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti

hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus

berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar,

gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran

mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis.

Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral.

Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat

meningkat, namun efek samping juga bertambah. 5

g. Dekongestan intranasal

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin,

oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik

yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat

dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi

kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek

sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan. 5

14

Page 15: Rhinitis Alergi

Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis

alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi

dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan

kardiovaskular dan sistem saraf pusat. 5

h. Antikolinergik intranasal

Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat

menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik

maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek

antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik

pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol. 5

i. Anti-leukotrien

Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast,

akan memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan

baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1

oral, namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek

sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik. 5

2.10 Prognosis

Rinitis alergi pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya

usia. Kadangkala rinitis alergi dapat merupakan masalah pada usia tua. Dengan

mengetahui faktor penyebab, dengan penghindaran dapat mengurangi

kekerapan timbulnya gejala, penggunaan beberapa jenis medikamentosa

profilaksis juga dapat mengurangi gejala yang timbul. 5

15

Page 16: Rhinitis Alergi

BAB III

PENUTUP

Dari penjelasan mengenai rinitis alergi di atas, terdapat beberapa hal yang dapat

disimpulkan, yaitu:

1. Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama

2. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, terutama anak, remaja serta dewasa

muda dan diperkirakan mengenai 20-40% populasi anak.

3. Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah

pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau

masakan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol.

4. Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan sifat berlangsungnya menurut WHO

Initiative ARIA yaitu intermiten dan persisten. Sednagkan berdasarkan derajat

berat ringannya penyakit yaitu ringan dan sedang-berat.

5. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang

berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Reaksi

Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam

setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

6. Gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi

hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui mulut.

7. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau

livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Gejala spesifik lain yaitu

allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid. Dinding

posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance).

8. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan secara in vitro dan in vivo.

Pemeriksaan secara in vitro yaitu hitung eosinofil dalam darah tepi,

pemeriksaan IgE total, pemeriksaan sitologi hidung dari sekret hidung atau

kerokan mukosa. Pemeriksaan secara in vivo yaitu tes cukit kulit, uji intrakutan

16

Page 17: Rhinitis Alergi

atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET),

Challenge Test.

9. Penatalaksanaan rinitis alergi pada anak terutama dilakukan dengan

penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa

diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.

10. Rinitis alergi pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya usia.

17

Page 18: Rhinitis Alergi

DAFTAR PUSTAKA

1. Small, P. & Kim, H. 2011. Rhinitis Allergy. Allergy, Asthma, & Clinical

Immunology Journal [cited 2015 Mei 30]; 7(1): 1. Diakses dari:http://

www.aacijournal.com/content/pdf/1710-1492-7-S1-S3

2. Pudjiadi, A. H. et al. 2011. Panduan Pelayanan Medis Edisi II. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia

3. Soepardi, E. A. et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorokan Kepala & Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

4. Sugiarto, J. et al. 2006. Eosinofil Mukosa Hidung Sebagai Uji Diagnostik

Rinitis Alergi Pada Anak. Jurnal Sari Pediatri [cited 2015 Mei 31]; 7(4): 195.

Diakses dari: http://www.saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-4-4

5. Akib, A. A. P. et al. 2010. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak edisi Kedua.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia

6. Lakhani, N. et al. 2012. Clinical Manifestation of Allergic Rhinitis. Journal

Allergy and Therapy [cited 2015 May 30]; 5(7): 3. Diakses dari:

http://www.omicsonline.org/clinical-manifestations-of-allergic-rhinitis-2155-

6121.S5-007

18