Revisian UV
-
Upload
atika-anggraini -
Category
Documents
-
view
66 -
download
4
description
Transcript of Revisian UV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap mahkluk hidup memiliki karakter atau ciri-ciri yang berbeda satu
sama lain. Karakter tersebut dapat diamati dari luar misalnya morfologi, tingkah
laku dan lain. Karakter tersebut muncul dari warisan gen orang tua. Namun
adapula karakter yang menyimpang dari induk atau karakter yang tidak normal
yang disebabkan karena adanya mutasi.
Drosophila melanogaster sering digunakan untuk penelitian karena memiliki
sifat-sifat yang mudah diteliti dibandingkan hewn lain. Sifat atau ciri tersebut
antara lain ukurannya relatif kecil sehingga memiliki populasi yang besar dan
dapat dipelihara dalam laboratorium, memiliki daur hidup yang relatif singkat,
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mampu mengahasilkan ratusan
telur yang dibuahi, dan memiliki banyak strain mutan.
Drosophila melanogaster memiliki banyak strain mutan. Mutan dapat terjadi
pada warna mata, warna tubuh, dan sayap pada Drosophila melanogaster. Salah
satu mutan pada sayap adalah strain tx. Strain tx memiliki ciri morfologi sayapnya
mengulurkan 75° dari sumbu tubuh. Sedangkan salah satu mutan pada mata dan
warna tubuh adalah strain e-mal. Strain e-mal merupakan gabungan dari stain e
(ebony) mutan warna tubuh dan strain mal (maroon-like) mutan warna mata.
Strain e-mal memiliki ciri fenotipe warna tubuh coklat kehitaman dan warna mata
merah gelap. Setiap strain dari Drosophila melanogaster memiliki sensitivitas
yang berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Muliati (2000) yang
menyimpulkan ada pengaruh perbedaan strain terhadap jumlah turunan
Drosophila melanogaster pada persilangan strain Normal, ebony dan White.
Penelitian dari Karmana (2010) juga menyimpulkan ada pengaruh perbedaan
strain terhadap penetasan telur strain N, Vg, dan tx.
Mutasi adalah peristiwa perubahan materi genetik baik DNA maupun RNA.
(Jenkins,1990 dalam Sa’adah, 2000). Bahan-bahan yang menyebabkan mutasi
disebut mutagen. Mutagen dibagi menjadi tiga yaitu: mutagen kimia, fisika dan
biologi. Sinar ultraviolet adalah salah satu mutagen yang dapat menyebabkan
1
mutasi. Sinar UV mempunyai daya tembus yang rendah sehingga tidak semua
organisme yang terkena UV akan mengalami mutasi. Lama dari penyinaran juga
dapat menyebabkan mutasi tersebut memungkinkan terjadi pada suatu organisme,
namun itu juga tergantung dari tingkat sensitivitas dan perbaikan DNA dari setiap
organisme.
Sinar Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki
panjang gelombang yang berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi, dan memiliki
daya tembus rendah. Sinar Ultraviolet digunakan untuk menyinari telur
Drosophila melanogaster karena memiliki daya tembus yang rendah sehingga
tidak semua bagian dalam telur akan terkena radiasinya hanya pada lapisan atau
permukaan telur luar saja dan masih ada telur yang dapat menetas. Hal tersebut
juga tergantung pada kemampuan perbaikan DNA pada setiap individu.
Telur Drosophila melanogaster adalah salah satu bahan yang dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh sinar UV karena menurut Crawder (1990)
embrio lebih sensitif terhadap kondisi lingkungannya. Sel-sel embrio yang aktif
tumbuh dan membelah memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap
radiasi.
Dari dasar di atas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh
Strain, dan Lama Radiasi Ultraviolet Terhadap Persentase Penetasan Telur
Drosophila melanogaster Hasil Persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂ x emal ♀”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. adakah pengaruh lama radiasi ultraviolet terhadap persentase penetasan telur
D. melanogaster hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀?
2. adakah pengaruh macam strain terhadap persentase penetasan telur D.
melanogaster hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀?
3. adakah pengaruh interaksi macam strain dengan lama radiasi Ultraviolet
terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan strain
tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀?
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Peneliti
sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dalam
bentuk eksperimen
mendorong minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut di
bidang genetika
2. Pembaca
memberi wawasan dan memberikan informasi mengenai
pengaruh strain, radiasi sinar ultraviolet dan interaksi antara strain
dengan lama penyinaran UV terhadap jumlah penetasan telur
D.melanogaster.
mendorong minat pembaca untuk melakukan suatu eksperimen
atau penelitian di bidang genetika
sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
bidang terkait
D. Asumsi penelitian
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa:
kondisi fisik medium yang digunakan dan nutrisi yang diberikan kepada D.
melanogaster dianggap sama
faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu, intensitas cahaya dan
kelembaban dianggap sama.
Faktor fisiologis dan umur Drosophila melanogaster yang disilangkan
dianggap sama.
E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian ini, ruang lingkup
dan keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. pengambilan data hanya dibatasi pada penghitungan jumlah telur D.
melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀ masing-masing
sebanyak 3 pasang.
2. penelitian ini dibatasi pada penghitungan jumlah telur yang menetas menjadi
larva selama 7 hari.
3. penetasan telur diketahui dengan menghitung persentase telur yang berhasil
menetas setelah diberi perlakuan dengan sinar UV pada waktu dan dosis
tertentu.
4. radiasi sinar UV yang digunakan adalah radiasi yang sinar UV buatan yang
berasal dari lampu UV dengan panjang gelombang 254-269 nm.
5. radiasi sinar UV yang diberikan selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit,
dan 8 menit dengan tiga kali ulangan.
6. dalam penelitian ini fase yang digunakan untuk perlakuan UV adalah fase
telur dari D. melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.
F. Definisi Operasional
1. Sinar Ultraviolet adalah jenis gelombang elektromagnetik yang dapat
dideteksi oleh sel-sel sensitif mata (Alcamo, 1990 dalam Sa’adah 200),
memiliki panjang gelombang berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi,
memiliki daya tembus rendah (Crawder, 1990). Sinar UV yang digunakan
berasal dari alat UV buatan yang biasa digunakan adalah lampu hidrogen
dan lampu deuterium dengan panjang gelombang 254-269 nm.
2. Penetasan telur adalah kemampuan telur untuk menetas menjadi larva
setelah mendapatkan perlakuan dengan radiasi sinar UV. Penetasan telur
ditunjukkan dengan persentase yang dihitung dengan membandingkan telur
awal dan telur setelah menetas.
3. Mutasi adalah suatu perubahan pada rangkaian nukleotida dari suatu asam
nukleat. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan
keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan
fenotip yang berbeda dari keadaan normalnya. Karena merupakan
perubahan pada materi genetik, maka mutasi diwariskan pada keturunannya
(Wahyudi, 2002). Mutasi akibat sinar UV pada telur D.melanogaster yang
mempengaruhi penetasan telur.
4. Strain adalah kelompok intraspesifik yang hanya memiliki satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk
ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima, 2003). Pada penelitian ini
strain yang dimaksud adalah strain tx dan emal.
5. Interaksi adalah hubungan atau kaitan antara sesuatu yang berbeda atau
sama. Interaksi dalam penelitian ini adalah interaksi antara strain dan lama
penyinaran UV (Corebima, 2003).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Drosophilla melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang dapat ditemukan
di buah-buahan busuk. Drosophila melanogaster telah digunakan secara bertahun-
tahun dalam kajian genetika dan perilaku hewan. Drosophila melanogaster dapat
hidup hampir di semua wilayah di muka bumi Menurut Miller (2000), habitat
Drosophila melanogaster hanya dibatasi oleh temperatur dan ketersediaan air.
Drosophila melanogaster dewasa tidak dapat bertahan di tempat dengan suhu
yang sangat rendah. Suhu yang sangat rendah dapat mengganggu siklus hidup
spesies ini. Selain itu, pada daerah bersuhu rendah makanan sulit diperoleh
walaupun sering ditemukan pada buah-buahan busuk, makanan Drosophila
melanogaster baik lalat dewasa maupun larva, bukanlah glukosa yang terdapat
pada buah-buahan tersebut. Drosophila melanogaster memakan mikroorganisme
yang tumbuh pada buah yang membusuk, terutama ragi (Shorrocks, 1972).
Klasifikasi Drosophila melanogaster :
6
Lalat buah mempunyai empat stadium metamorfosis, yaitu telur, larva,
pupa, dan imago (serangga dewasa).
1. Telur
Telur Drosophila berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya
diletakkan di permukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua
setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina
meletakkan 50-75 telur perhari dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10
hari. (Silvia, 2003). Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput
vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat
(Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion
mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut (Borror, 1992).
Gambar 1. Telur Drosophila melanogaster
(sumber :Nilson, Laura. 2012)
2. Larva
Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva. Larva Drosophila berwarna
putih, keruh bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut
berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang
spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003).
Larva berkembang selama 6—9 hari,. Larva instar 3 berkembang maksimum
dengan ukuran 7mm.
Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit
untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru
diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit,
larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai
pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi
pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga)
makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar
ketiga merayap ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan
berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Drosophila, destruksi sel-sel
larva terjadi pada prose pergantian kulit (molting) yang berlangsung empat kali
dengan tiga stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke
instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago (Ashburner, 1985).
Gambar 2. Larva Drosophila melanogaster
(sumber : Staveley, Brian E. 2013)
3. Pupa
Selama makan, larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika
terdapat banyak saluran maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung
baik. Larva yang dewasa biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada
kertas tissue dalam botol. Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat
kering dengan cairan seperti lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan
kemudian membentuk pupa.
Larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula
menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4.
Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki.
Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada
stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva
berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner, 1985)
Pupa (kepompong) berbentuk oval, warna kecoklatan, dan panjangnya 5 mm.
Masa pupa adalah 4—10 hari dan setelah itu keluarlah serangga dewasa (imago)
lalat buah.
Gambar 3. Pupa Drosophila melanogaster
(Sumber: E. Beers. 2010)
4. Imago
Imago lalat buah rata-rata berukuran 0,7mm x 0,3mm dan terdiri atas
menjadi kepala, toraks dada), dan abdomen.
Toraks terdiri atas 3 ruas; berwarna oranye, merah kecoklatan, coklat, atau
hitam; dan memiliki sepasang sayap. Pada B. dorsalis complex, biasanya terdapat
dua garis membujur dan sepasang sayap transparan.
Pada abdomen umumnya terdapat dua pita melintang dan satu pita
membujur warna hitam atau bentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas.
Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur
(ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan pada lalat
jantan abdomennya lebih bulat.
Gambar 4. Imago Drosophila melanogaster
(Sumber:Borror, 1992)
Daur hidup lalat buah dari telur sampai dewasa di daerah tropis berlangsung
25 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat membutuhkan sumber protein untuk
makanannya dan persiapan bertelur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup
Drosophila melanogaster diantaranya sebagai berikut:
a. Suhu lingkungan
Drosophila melanogaster mengalami siklus selama 8-11 hari
dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-
28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara
optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan
lambat yaitu sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30°C, lalat dewasa yang
tumbuh akan steril.
b. Ketersediaan media makanan
Jumlah telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan akan
menurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang
kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini
mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal
berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa
yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini
juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva
betina (Shorrocks, 1972).
c. Tingkat kepadatan botol pemeliharaan
Botol medium sebaiknya diisi dengan medium buah yang cukup
dan tidak terlalu padat. Selain itu, lalat buah yang dikembangbiakan di
dalam botol pun sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup beberapa pasang
saja. Pada Drosophila melanogaster dengan kondisi ideal dimana tersedia
cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai
kurang lebih 40 hari. Namun apabila kondisi botol medium terlalu padat
akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah
kematian pada individu dewasa.
d. Intensitas cahaya
Drosophila melanogaster lebih menyukai cahaya remang-remang
dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat
yang gelap.
B. Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan pada rangkaian nukleotida dari suatu asam
nukleat. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini
jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda
dari keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka
mutasi diwariskan pada keturunannya (Wahyudi, 2002).
Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah
daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit
mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun radioaktif, serta
loncatan energi listrik seperti petir.
Bahan-bahan yang dapat menyebabkan mutasi disebut mutagen. Mutagen
dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Mutagen bahan kimia, contohnya kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah
zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada
proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase.
2. Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan lain-
lain. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit.
3. Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakteri dapat menyebabkan mutasi.
Bagian virus yang dapat menyebabkan mutasi yaitu DNA virus tersebut
(Gardner, dkk, 1991)
Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi
disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan dengan individu
yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau "wild type").
Mutasi dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Mutasi dapat
terjadi secara spontan dan terinduksi. Mutasi spontan terjadi tanpa adanya
penyebab yang jelas, sedangkan mutasi terinduksi terjadi karena adanya agen
mutagenic seperti radiasi sinar X, sinar ultraviolet dan bahan kimia yang bereaksi
dengan DNA (gardner, dkk, 1991)
Mutasi sering dinyatakan sebagai kejadian yang bersifat kebetulan, tidak
terarah serta acak (Ayala, dkk, 1984). Mutasi disebut sebagai kejadian kebetulan
karena merupakan perkecualian terhadap keteraturan proses replikasi DNA. Selain
itu mutasi tidak diarahkan untuk kepentingan adaptasi sehingga disebut sebagai
kejadian yang tidak terarah. Dalam hal ini mutasi terjadi begitu saja tanpa
memperhatikan apakah mutan yang terbentuk adaptif atau tidak adaptif terhadap
lingkungan makhluk hidup. Mutasi juga disebut sebagai kejadian yang acak
karena tidak ada cara untuk mengetahui apakah suatu gen tertentu akan bermutasi
pada suatu sel tertentu atau suatu generasi tertentu. Untuk suatu gen tidak dapat
diramalkan individu mana yang akan mengalami mutasi.
C. Radiasi Sinar Ultraviolet
Matahari merupakan sumber radiasi sinar UV yang kuat, tetapi tidak
semuanya samapai ke bumi karena sebagian diserap oleh lapisan atmosfer.
Sumber radiasi sinar UV buatan yang sering digunakan adalah lampu hidrogen
dan lampu deuterium. Radiasi sinar UV merupakan salah satu contoh penyebab
mutasi yang bersifat fisik.
Sinar Ultraviolet merupakan jenis gelombang elektromagnetik yang dapat
dideteksi oleh sel-sel sensitif mata (Alcamo, 1990), memiliki panjang gelombang
berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi, memiliki daya tembus rendah
(Crawder, 1990). Berkenaan dengan rendahnya daya tembus sinar UV, pada
tumbuhan dan hewan tingkat tinggi, sinar UV dapat menembus lapisan
permukaan saja. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam
keadaan tereksitasi secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul yang memiliki
atom-atom dalam keadaan stabil. Reaktivitas yang meningkat dari atom-atom
molekul DNA merupakan dasar dari efek mutagenik radiasi sinar UV. Reaktifitas
yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia termasuk
mutasi (Gardner, dkk, 1991). Salah satu sifat sinar ultraviolet adalah daya
penetrasi yang sangat rendah. Selapis kaca tipis pun sudah mampu menahan
sebagian besar sinar UV. Oleh karena itu, sinar UV hanya dapat efektif untuk
mengendalikan mikroorganisme pada permukaan yang terkena langsung oleh
sinar UV, atau mikroba berada di dekat permukaan medium yang transparan.
Absorbsi maksimal sinar UV di dalam sel terjadi pada asam nukleat, maka
diperkirakan mekanisme utama perusakan sel oleh sinar UV pada ribosom,
sehingga mengakibatkan terjadinya mutasi atau kematian sel (Atlas, 1997).
Menurut Crawder (1990) embrio lebih sensitif terhadap kondisi
lingkungannya. Sel-sel embrio yang aktif tumbuh dan membelah memiliki tingkat
sensitivitas yang lebih tinggi terhadap radiasi.
Dalam hubungannya dengan molekul DNA, senyawa yang paling
tergiatkan adalah purin dan pirimidin, karena kedua senyawa tersebut menyerap
cahaya pada panjang gelombang 254-269 nm yang merupakan panjang
gelombang dari sinar UV. Pirimidin terutama timin sangat kuat menyerap sinar
pada panjang gelombang 254 nm sehingga menjadi sangat reaktif (Gardner, dkk,
1991). Efek utama dari radiasi sinar UV adalah dimerisasi timin. Dimer timin ini
dapat menimbulkan mutasi secara tidak lansung dengan cara:
1. Dimer timin dapat mengganggu double heliks DNA serta dapat menghambat
replikasi DNA.
2. Kesalahan yang kadang-kadang terjadi selama proses sel yang bertujuan untuk
memperbaiki kerusakan DNA, misalnya DNA mengandung dimer timin. Sinar
UV dapat menyebabkan patahnya pita DNA dan menyebabkan ikatan kovalen
T-T dan C-T. perbaikan kerusakan dapat menyebabkan bergesernya basa
misalnya CG menjadi TA. Dengan demikian menyebabkan perubahan dalam
sandi genetika (Anonim, tanpa tahun).
Menurut Stirckberger (1985) efek dari suatu mutasi tidak selalu sesuai
dengan target teori sebab hubungan antara mutasi dengan dosis penyinaran
Ultraviolet tidak selamanya selalu berbanding lurus. Lebih lanjut Gardner, dkk
(1991) menyebutkan bahwa hubungan antara rata-rata mutasi dan dosis ultraviolet
tergantung pada jenis mutasi, organisme dan kondisi ultraviolet.
D. Strain
Mutasi pada tubuh Drosophila melanogaster menyebabkan Drosophila
melanogaster memiliki tubuh berwarna hitam, disebut mutan black. Sedangkan
mutan yang memiliki warna tubuh gelap disebut ebony dan mutan yang memiliki
warna tubuh kuning disebut yellow. Ketiga mutan tersebut bersifat resesif. Mutasi
pada mata Drosophila melanogaster yang menyebabkan Drosophila
melanogaster memiliki mata berwarna putih adalah white. Warna putih pada mata
Drosophila melanogaster disebabkan karena tidak adanya pigmen pteridin.
eyemissing adalah mutan Drosophila melanogaster yang tidak memiliki mata.
Lobe adalah mutan yang memiliki mata yang tereduksi atau mengecil. Mutasi
pada sayap Drosophila melanogaster yang menyebabkan Drosophila
melanogaster memiliki sayap melengkung keatas adalah curly. taxi adalah mutan
yang sayapnya saling menjauh. miniature adalah mutan yang memiliki sayap
sama dengan panjang tubuhnya. (Clasical Genetic Simulator, 2000 : 1)
Strain e-mal merupakan gabungan dari strain e (ebony) dan mal (maroon-
like). Strain ebony (e) adalah strain mutan pada warna tubuh yang memiliki
fenotip warna tubuh bersinar hitam. Puparia jauh lebih ringan dari tipe liar.
Diklasifikasikan sepanjang periode larva dengan warna gelap dari selubung
ventilator. Viabilitas diturunkan menjadi sekitar 80 persen tipe liar. Heterozigot
memiliki warna tubuh sedikit lebih gelap dari biasanya. Sedangkan strain mal -
(maroon-like) adalah strain mutan pada warna mata yaitu warna mata merah gelap
(Jacobs dan Brubaker, 1963, Ilmu 139: 1282-1283).
Strain tx (taxi) memiliki fenotip sayap mengulurkan sekitar 75° dari sumbu
tubuh, sering melengkung atau bergelombang, agak sempit dan gelap (Lindsley &
Grell, 1972, p. 256).
Viabilitas dari telur-telur dipengaruhi oleh jenis strain dan jumlah makanan
yang dimakan oleh larva betina (Shorrocks, 1972). Sel-sel prokariotik maupun
eukariotik memiliki sejumlah sistem perbaikan yang berhubungan dengan
kerusakan DNA. Semua sistem itu melakukan perbaikan DNA secara enzimatis.
Setiap organisme mempunyai tingkat kemampuan perbaikan DNA masing-masing
tergantung kondisi atau faktor internal dari organisme itu sendiri. Beberapa sistem
memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi secara langsung. Sebagian lainnya
memotong bagian yang rusak sehingga sementara terbentuk celah satu unting
DNA yang selanjutnya pulih karena polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh
polimerisasi DNA yang dikatalisis oleh polimerisasi DNA maupun karena
aktivitas penyambungan oleh ligase DNA.
E. Mekanisme Perbaikan DNA
Sel-sel prokariotik maupun eukariotik memiliki sejumlah sistem perbaikan
atas kerusakan DNA secara enzimatis, langsung atau melalui pemotongan
bagian yang rusak.
Perbaikan Kerusakan DNA Karena Mutasi yang Langsung
Aktivitas enzim polimerase DNA. Aktivitas endonuklease Berkenaan
dengan aktivitas endonuklease dari enzim polimerase DNA, ternyata aktvitas
semacam ini tidak dijumpai pada polimerase makhluk hidup eukariotik. Aktivitas
perbaikan semacam yang dimiliki polimerase DNA pada bakteri, pada makhluk
hidup eukariota diduga dimiliki oleh protein lain.
Fotoreaktivitas dimer pirimidin yang diinduksi oleh UV. Proses perbaikan ini
memerlukan bantuan cahaya tampak pada rentangan gelombang 320-370 nm.
Fotoreaktivasi itu dikatalisasi oleh enzim fotoitase. Enzim ini terbukti ditemukan
pada berbagai contok makhluk hidup yang pernah dikasi (bersifat universal).
Perbaikan kerusakan akibat alkilasi. Kerusakan akibat alkilasi dapat dipulihkan
oleh enzim perbaikan DNA khusus yang disebut metiltransferase yang dikode
oleh gen yang disebut ada.
Perbaikan Kerusakan DNA dengan Cara Membuang Pasangan Basa:
Pemotongan (excision repair) disebut juga perbaikan gelap (dark repair)
karena tidak membutuhkan cahaya. Memperbaiki dimer pirimidin yang terbentuk
akibat induksi cahaya UV. Sebagian besar sebab kealahan tersebut adalah
perpasangan yang tidak benar antara nukleotida baru dengan nukleotida pada
unting templat.
Bantuan enzim glikosilase. Enzim tersebut dapat mendeteksi basa yangtak
lazim dan selanjutnya mengkatalisis penyngkirannya (pemutusannya) dari gula
deoksiribosa. Hal tersebut menimbulkan suatu lubang. Lubang tersebut kemudian
ditemukan oleh enzim endonuklease AP yang selanjutnya memotong ikatan
fosfodiester disamping basa yang lepas tadi. Selanjutnya enzim polimerase I DNA
menyingkirkan beberapa nukleotida di depan basa yang lepas dan melakukan
polimerisasi mengisi celah yang terbentuk dengan menggunakan aktivitas
polimerisasinya. Akhirnya enzin ligase DNA menyambungkan penggalan
nukleotida tersebut dengan penggalan nukleotida lama.
Bantuan melalui koreksi pasangan basa yang salah. Perbaikan ini dikode oleh
tiga gen yaitu mut H, mut L dan mut S. selain melakukan koreksi atas pasangan
basa yang salah, enzim tersebut juga dapat memperbaiki delesi maupun adisi
sejumlah kecil pasangan basa.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. KERANGKA KONSEPTUAL
Untuk mempermudah dalam memahami bagaiamana pengaruh radiasi UV
terhadap jumlah penetasan telur D. melanogaster bisa dilihat dari kerangka
konseptual di bawah ini.
Radiasi sinar UV dapat menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik
Sinar UV merupakan jenis gelombang elektromagnetik yang memiliki daya tembus
rendah
Embrio lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dan replikasi DNA serta
sintesisnya lebih tinggi Sensitivitas telur tiap strain
berbeda-bedaSensitivitas telur Drosophila melanogaster tinggi
Jika sensitivitas telur tinggi maka telur tidak dapat menetas
menjadi larva
Jika sensitivitas telur rendah maka telur dapat menetas
menjadi larva
Pengaruh strain, lama penyinaran UV dan interaksi antara strain dengan lama penyinaran UV terhadap persentase penetasan telur D. Melanogaster hasil
persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀
17
B. HIPOTESIS
1. Ada pengaruh lama radiasi ultraviolet terhadap persentase penetasan telur D.
melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.
2. Ada pengaruh strain terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil
persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.
3. Ada pengaruh interaksi antara lama radiasi ultraviolet dengan strain terhadap
persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan
emal ♂x emal♀.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dalam rancangan acak
kelompok. Perlakuan dalam penelitian ini adalah penyinaran sinar ultraviolet pada
telur hasil persilangan Drosophila melanogaster strain tx♂>< tx♀ dan
emal♂><emal♀ dengan variasi waktu yaitu 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit,
dan 8 menit dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Perhitungan telur dilakukan
setiap hari selama 7 hari berturut-turut setelah penetasan telur pertama. Data yang
diperoleh dibuat persentase, kemudian ditransformasi dan dianalisis untuk
memperoleh hasil dari penelitian ini.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai bulan Januari – April 2015 di ruang 310 Laboratorium
Genetika Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan adalah lalat buah Drosophila melanogaster strain
emal dan tx sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Drosophila melanogaster strain emal dan tx yang didapatkan dari laboratorium
dan digunakan dalam penelitian ini.
D. Variabel Penelitian
Beberapa variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel bebas: strain Drosophila melanogaster yaitu strain tx dan emal,
serta lamanya penyinaran ultaviolet yaitu 0,2,4,6, dan 8 menit menit.
Variabel terikat: persentase hasil telur D. melanogaster yang menetas
menjadi larva.
Variabel kontrol: kondisi medium, suhu, intensitas cahaya, kondisi tempat
penelitian, panjang gelombang UV, jumlah lalat yang disilangkan, umur
lalat yang disilangkan.
E. Alat dan Bahan
Alat :
Botol selai
Penutup gabus
Blender
Panci
Pisau
Timbangan
Pengaduk
Selang
Kardus
Kain kasa
Kertas Label
Kuas
Gunting
Spidol
Kertas pupasi
Plastik
Botol penyemprot
Alat tulis
Mikroskop stereo
Gelas arloji
Pinset
Mesin Sinar UV
Bahan :
1. Drosophila melanogaster strain tx dan
emal
2. Pisang rajamala
3. Tape singkong
4. Gula merah
5. Yeast (fermipan)
6. Air
7. Alkohol 70%
8. Tisu
F. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Medium
Bahan untuk pembuatan medium ditimbang; yaitu pisang
Rajamala, tape, dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1.
Bahan-bahan yang sudah ditimbang dipotong kecil-kecil
menggunakan pisau.
Bahan-bahan tersebut dihaluskan menggunakan blender.
Hasil bahan yang telah diblender ditambahkan air dan dimasak
selama ± 45 menit.
Botol selai dan penutup gabus yang akan digunakan harus
disterilkan dengan cara duapi dengan uap air yang sedang dimasak.
Medium yang sudah dimasak langsung dimasukkan ke dalam botol
selai yang sudah disterilkan dan ditutup dengan penutup gabus.
Ketika medium sudah dingin, yeast ditambahkan kedalam medium
kurang lebih 7 butir.
Kertas pupasi dimasukkan kedalam medium dalam posisi berdiri.
2. Peremajaan Stok
Peneliti membuat medium sebanyak 3 botol untuk masing-masing
strain, seperti prosedur diatas.
Pada tiap-tiap botol dimasukkan ± 3 pasang D. melanogaster strain
emal dan tx dan diberi label sesuai jenis strain dan tanggal
peremajaan.
3. Isolasi pupa
Pisang rajamala diiris setebal 1 cm.
Kemudian pisang tersebut dimasukkan ke tengah selang yang
panjangnya ± 8 cm.
Pupa yang hitam dimasukkan ke selang di kanan dan kiri pisang.
Selang ditutup dengan busa.
Pupa dalam selang ditunggu maksimal 2 hari agar keluar menjadi
lalat.
Jika lebih dari 2 hari, selang harus dibersihkan dari pupa dan pisang
didalamnya.
4. Penyilangan lalat
Strain ♂tx><♀tx sebanyak 3 pasang dalam 1 botol. Strain
♂emal><♀emal dlam 1 botol sebanyak 3 pasang
Penyilangan tersebut dilakukan di dalam botol selai yang berisi
irisan pisang rajamala
Setelah 2 hari penyilangan, semua lalat dalam botol persilangan
tersebut dilepas
Telur yang ada pada pisang dihitung dan dicatat dalam jurnal. Jika
dalam peghitungan telur terlali kecil dapat menggunakan
mikroskop stereo atau lup.
5. Penyinaran UV
Kotak penyinaran UV harus dibersihkan menggunakan alkohol.
Begitu pula dengan gelas arloji yang akan digunakan.
Telur lalat hasil persilangan pada irisan pisang tersebut ditaruh
pada di gelas arloji untuk disinari dengan sinar UV.
Penyinaran UV dilakukan selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6
menit, dan 8 menit.
Setelah selesai penyinaran, irisan pisang dikembalikan ke dalam
botol.
Telur yang menetas dihitung selama 7 hari dimulai dari larva
pertama yang menetas.
G. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
menghitung jumlah telur awal dan menghitung jumlah seluruh telur yang menetas
(telur akhir) yang dilakukan dari hari pertama telur menetas selama 7 hari
berturut-turut.
PersilanganPerlakuanUV
Ulangan1 2 3
∑ telur awal
∑ telur akhir
∑ telur awal
∑ telur akhir
∑ telur awal
∑ telur akhir
♂tx X ♀tx
0 menit2 menit4 menit6 menit8 menit
♂emal x ♀emal
0 menit2 menit4 menit6 menit8 menit
H. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang didapat kemudian dijadikan
persentase dengan rumus :
Persentase penetasan telur = Jumlah telur yang menetas
Jumlah telur awalX 100 %
kemudian ditransformasikan Arcus Sinus (Arcsin) dan dianalisis dengan
Analisis varian Ganda dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Jika F hitung
lebih kecil dari F tabel maka hipotesis penelitian ditolak dan jika F hitung lebih
besar dari F tabel maka hipotesis diterima. Jika hasilnya signifikan maka
dilanjutkan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT), pada teraf signifikansi 0,05.
BAB V
ANALISIS DATA
A. Data Hasil Pengamatan
D. melanogaster yang digunakan dalam proyek ini antara lain strain tx dan
emal dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Strain tx
- Sayap membuka dengan
sumbu 75°
- Warna mata merah
- Faset mata halus
- Warna tubuh kuning
kecoklatan(sumber: dokumen pribadi, 2015)
2. Strain emal
- Sayap menutup tubuh
dengan sempurna
- Warna mata merah gelap
- Faset mata halus
- Warna tubuh kuning
kecoklatan (sumber: dokumen pribadi, 2015)
A. ANALISIS DATA
Tabel 1. Hasil Pengamatan Telur yang Menetas
Persilangan
Perlakuan
UV
Ulangan1 2 3
∑ telur awal
∑ telur akhir
∑ telur awal
∑ telur akhir
∑ telur awal
∑ telur akhir
♂tx >< ♀tx
0 menit 16 14 20 18 32 27
2 menit 4 0 28 25 41 27
4 menit 6 0 4 0 34 18
6 menit 7 0 10 3 22 11
8 menit 14 4 21 4 35 12
♂emal >< ♀emal
0 menit 120 114 19 18 67 61
2 menit 74 68 28 23 70 52
4 menit 130 38 43 32 53 33
6 menit 156 40 40 28 81 45
8 menit 202 31 63 44 82 28
Data yang diperoleh dirubah dalam bentuk persentase untuk mengetahui
pengaruh UV terhadap penetasan telur.
Tabel 2. Persentase hasil penetasan
PersilanganPerlakuan UV
persentasejumlah rerata
1 2 3
♂tx >< ♀tx 0 menit 87.5 90 84.4 177.5 88.75
2 menit 12.5 89.2 65.9 101.7 50.85
4 menit 12.5 12.5 52.9 25 12.5
6 menit 12.5 30 50 42.5 21.25
8 menit28 19 34.2
947 23.5
♂emal >< ♀emal
0 menit95 94.7 91.0
4189.7 94.85
2 menit91.8 82.1 74.2
9173.9 86.95
4 menit29.2 74.4 62.2
6103.6 51.8
6 menit25.6 70 55.5
695.6 47.8
8 menit15.3 69.8 34.1
585.1 42.55
Setelah mencari persentase , kemudian data ditransformasi dengan
transformasi arcsin.
0 2 4 6 80.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
txemal
lama penyinaran (menit)
rata
-rat
a pe
neta
san
telu
r (%
)
Grafik 1. Persentase PenetasanTelur Hasil Persilangan tx dan emal terhadap lama
penyinaran UV
Grafik diatas memperlihatkan persentase hasil penetasan telur setelah
mendapat perlakuan penyinaran UV selama 0 menit sampai 8 menit. Pada strain
emal grafik memperlihatkan pola dimana pada penyinaran 0 menit hampir semua
telur menetas, yaitu sebanyak 95%. Pada perlakuan 2 menit jumlahnya sudah
berkurang menjadi 87%, pada perlakuan 4 menit penyinaran telur yang menetas
sebanyak 52%, kemudian pada penyinaran 6 menit hasil telur yang menetas
sebanyak 48%, dan terakhir pada perlakuan penyinaran 8 menit telit yang menetas
hanya 43%. Dari grafik strain emal diatas dapat disimpulkan sementara bahwa
lama penyinaran memperngaruhi jumlah telur yang menetas. Tetapi pada strain tx
grafik tidak memperlihatkan pola yang sama. Hasil telur yang menetas terbanyak
adalah pada penyinaran 0 menit yaitusebanyak 89%, diikuti hasil dari penyinaran
2 menit yaitu 51%, kemudian pada penyinaran 4 menit memberikan hasil yang
paling rendah yaitu 12% dan pada penyinaran 6 menit sebanyak 21% dan pada
penyinarn 8 menit meningkat menjadi23%. Dari kedua jenis strain, hasil
penetasan strain emal dan tx, strain emal lebih banyak yang menetas jika
dibandingkan dengan hsail penetasan strain tx. Sehingga dapat disimpulkan
sementara bahwa jenis strain mempengaruhi persentase penetasan telur, dimana
strain tx lebih sensitif terhadap penyinaran UV.
Tabel 3. Tabel transformasi persentase hasil penetasan
persilanganperlakua
n
arsinJumlah
1 2 3
♂tx >< ♀tx0 menit
69.2951889
5
71.565051 66.71626
8
207.5765
1
2 menit20.7048110
5
70.814142 54.24300
7
145.7619
6
4 menit20.7048110
5
20.704811 46.68614
3
88.09576
5
6 menit 20.7048110 33.210911 45 98.91572
5 2
8 menit31.9480594
3
25.841933 35.84115
1
93.63114
3
♂emal >< ♀emal
0 menit77.0790336
2
76.690135 72.58727 226.3564
4
2 menit73.3600545
3
64.970558 59.52964
1
197.8602
5
4 menit32.7088464
8
59.604606 52.09928 144.4127
3
6 menit30.3953940
3
56.789089 48.18968
5
135.3741
7
8 menit23.0262082 56.664178 35.75699
3
115.4473
8
Jumlah399.927218
4
536.85541 516.6494
4
1453.432
1
Setelah data ditransformasi, kemudian dihitung dengan menggunakan
anava ganda, karena dalam perlakuan terdapat dua variabel bebas. Kemudian
dilanjutkan dengan rancangan acah kelompok (RAK), karena waktu pelaksanaan
percobaan tidak sama.
Uji Hipotesis:
FK= Y 2
ral=¿70415.49286
JKTotal=Ʃi , j , k Y ijk2 −FK=¿10977.0355
JKU langan=u12+u 22
perlakuan−FK=¿1092.722968
JKPerlakuan Kombinasi=(total perlakuan)2
r−FK =¿7431.75653
JKgalat=JKT−JKP−JKU=54812.47163= 2452.555999
Tabel 3. Table 2 arah lama penyinaran UV dan jenis strain
lama penyinaran
(B)
strain (A)
total rata-ratatx emal
0 207.5765084 226.3564387 433.932947 216.9664736
2 145.7619608 197.8602534 343.622214 171.8111071
4 88.09576545 144.4127324 232.508498 116.2542489
6 98.91572182 135.3741684 234.28989 117.1449451
8 93.63114299 115.4473789 209.078522 104.5392609
total 633.9810995 819.4509718 1453.43207
JK A=Ʃi(ai)2
rb−FK=¿ 1146.635784
JK B=Ʃi(bi )2
ra−FK =¿ 6091.142345
JK AB=JKP−JK A−JK B=¿ 193.9784009
Tabel 4. Table ringkasan anava pengaruh lama radiasi UV terhadap penetasan
telur Drodophila melanogaster
SK db JK KT F hitung F5%
Ulangan 21092.72296
8perlakuan 14 7431.75653
A (strain) 11146.63578
4 1146.635784.20774166
2 5.12
B (lama penyinaran) 46091.14234
5 1522.78559 5.58807639 3.63
AB 4193.978400
9 48.49460020.17795777
2 3.63
galat 92452.55599
9 272.506222
total 3418408.7920
3
Dari tabel diatas diketahui nilai F hitung strain (4.207741662)lebih kecil
dari F tabel (5.12), sehingga hipotesis penelitian ditolak, dan hipotesis nol
diterima. Tidak ada pengaruh perbedaan strain terhadap persentase penetasan telur
Drosophila melanogaster. F hitung lama penyinaran (5.58807639) lebih besar dari
F table (3.63), sehingga hipotesis penelitian diterima. Ada pengaruh perbedaan
lama penyinaran terhadap persentase penetasan telur. F hitung interaksi jenis
strain dan lama penyinaran (0.337837742) lebih kecil dari F tabel (3.63), sehingga
hipotesis penelitian diolak. Tidak ada pengaruh interaksi jenis strain dan lama
penyinaran terhadap persentase penetasan telur
UjiLanjutan (Uji BNT)
BNT 0.05 = t 0.05 (9) 2√ 2 x1092.7229689
= 2.262 √242.8273262
= 2.262 x 15.582918
= 35.24856
Tabel 6. Tabel Notasi BNT 0.05
lama penyinaran (B) rata-rataNotasi
8 104.539 A
4 116.254 A B
6 117.145 A B C
2 171.811 B C
0 216.966 C
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh lama penyinaran
terhadap persentase penetasan telur hasil persilangan Drosophila melanogaster
persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀. Perlakuan dengan lama
penyinaran 0 menit memberikan rerata penetasan telur tertinggi dan berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya. Penyinaran 2 menit juga meberikan rerata penetasan
yang tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Penyinaran 4 menit
memberikan rerata paling rendah dan tidak berbeda nyata dengan penyinaran 6
menit dan 8 menit.
BAB VI
PEMBAHASAN
1. Perbedaan jenis strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan
telur Drosophila melanogaster
Dari data hasil analisis didapat kesimpulan yang menyatakan bahwa jenis
strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan telur Drosophila
melanogaster. Menurut King dalam Fowler, 1973 dalam karmana 2010 bahwa
jumlah telur pada D. melanogaster antara lain dipengaruhi oleh faktor umur betina
dan genotif (strain) (Karmana, 2010). Strain yang digunakan adalah strain tx (taxi)
dan emal yaitu strain mutan ganda e (ebony) dan mal (maroon-like). Dari data
hasil pengamatan dan perhitungan jumlah telur yang dihasilkan, ttrain tx jika
dibandingkan dengan strain emal memiliki kemampuan bertelur yang lebih
rendah. Seperti yang tertera pada tabel 5.1. Dalam penelitian ini, kedua jenis strain
tidak berpengarug terhadap persentase penetasan telur. Strain tx maupun emal
sama-sama mengalami penurunan persentase penetasan setelah disinari UV.
Menurut Sa’adah (2000), rendahnya jumlah penetasan telur serta tingginya
tingkat kematian telur D. Melanogaster, diduga berhubungan dengan sensitivitas
telur terhadap radiasi sinar UV. Seperti yang telah dikemukakan oleh Crawder
(1990) bahwa embrio lebih sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungannya.
Sel yang aktif tumbuh dan membelah lebih sensitif terhadap radiasi. Dalam hal ini
ada kemungkinan bahwa telur yang berhasil menetas adalah telur yang
mempunyai viabilitas cukup tinggi terhadap radiasi sinar UV. Secara lebih
spesifik, sensitivitas telur terhadap radiasi dan viabilitas telur D. Melanogaster
berkaitan dengan perubahan materi genetik akibat radiasi yang diterimanya. Dlam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sensitivitas telur kedua jenis strain tidak
berbeda. Telur kedua jenis strain sama-sama mudah terpengaruh dengan adanya
penyinaran UV. Begitu pula dengan kemampuannya dalam melakukan perbaikan
DNA. Kedua strain menunjukkan kemampuan perbaikan DNA yang relatif sama.
2. Lama penyinaran UV berpengaruh terhadap persentase penetasan telur
Drosophla melanogaster
Perlakuan lama penyinaran UV selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit, dan
8 menit berpengaruh terhadap penetasan telur D. Melanogaster. Persentase
penetasan telur kedua strain berbanding terbalik terhadap lama penyinaran UV.
Menit ke 8 memberikan hasil persentase terendah, yang sangat jauh dari
persentase telur yang tidak disinari UV.
Akibat dari penyinaran tersebut adalah DNA yang terdapat didalam telur D.
melanogaster mengalami mutasi yang berefek dimer timin. Ketika dua molekul
timin berdekatan pada suatu urutan DNA, maka ikatan kovalen akan terbentuk
diantara keduanya sehingga terbentuk dimer timin (Karmana, 2010). Dimer timin
ini merupakan saling terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah
untai DNA. Dengan adanya dimer timin, replikasi DNA akan terhalang pada
posisi terjadinya dimer timin tersebut. Mekanisme perbaikan yang bekerja dalam
setiap sel, dapat menghilangkan dimer melalui pergantian basa nitrogen.
Kerusakan pada DNA ini dapat diperbaiki salah satunya dengan mekanisme
fotoreaktivasi.
Gardner dkk, (1991) menyebutkan bahwa adanya perubahan materi genetik
yang dikenal dengan istilah mutasi didasari oleh peningkatan reaktivitan atom-
atom yang secara langsung terinduksi oleh radiasi. Bisa jadi hal yang sama juga
tejadi pada telur D. Melanogaster. Peningkatan reaktivitas atom-atom dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada gen dan dapat menyebabkan berbagai
kelainan genetik. Kelainan genetik yang terjadi mungkin berupa adanya
perubahan pada fenotip dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kematian pada
individu yang bersangkutan.
Dalam DNA terdapat mekanidme untuk memperbaiki DNA yang rusak akibat
radiasi. Salah satunya adalah mekanisme fotoreaktivasi. Terjadinya kerusakan
pada gen baik secara langsung maupun tidak langsung bertanggung jawab
terhadap viabilitas dan perkembangan telur dapat diperbaiki, maka masih ada
peluang bagi telur tersebut untuk melanjutkan pembelahan sel dan terus
berkembang menuju ke tahap perkembangan selanjutnya. Hal tersebut dibuktikan
dengan banyaknya telur yang menetas pada penyinaran 2 menit sampai 6 menit.
Pada penyinaran 8 menit banyak individu yang tidak menetas hal ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar perbaikan kerusakan DNA akibt radiasi
sinar UV belum atau bahkan tidak sempat diperbaiki.
3. Interaksi antara jenis strain dan lama penyinaran tidak berpengaruh
terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster
Analisis tentang interaksi antara jenis strain dan lama penyinaran tidak
berpengaruh terhadap penetasan telur. Perbedaan jenis strain lebih berpengaruh
terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Bukan pada kemampuan penetasan telur.
Sedangkan perlakuan penyinaran UV pada kedua jenis strain menghasilkan hasil
yang tidak signifikan. Sehingga interaksi antara jenis strain dan lama penyinaran
UV tidak berpengaruh terhadap penetasan telur.
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. tidak ada pengaruh lama radiasi Ultraviolet terhadap persentase penetasan
telur D. melanogaster hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x
emal♀.
2. ada pengaruh strain terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster
hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.
3. tidak ada pengaruh interaksi strain dengan lama radiasi Ultraviolet
terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan
strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.
B. SARAN
1. Pada penelitian ini dilakukan dengan sabar, tekun dan teliti untuk
mendapatkan data yang lengkap dan benar.
2. Kebersihan tempat, medium dan perlakuan harus selalu dijaga agar
terhindar dari kontaminan seperti jamur dan kutu sehingga mendapat hasil
yang akurat.
3. Konsultasi dengan asisten harus sering dilakuakan agar penelitian berjalan
lancar.
4. Dapat pula ditambahkan penelitian lanjutan tentang pengaruh radiasi
terhadap fenotip anakan Drosophila melanogaster untuk menambahkan
keakuratan hasil penelitian.
DAFTAR RUJUKAN
Ashburner, Michael. 1985. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA : Coldspring Harbor Laboratory Press.
Atlas, RM. 1997. Principles of Microbiology Edisi 2. Iowa: WNC Brown
Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. California : The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. Menlo Park California.
Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. Menlo Park California : The Benyamin/Cummings PublishingCompany, Inc.
Beers, E. 2010. (online:http://jenny.tfrec.wsu.edu/opm/displayspecies.php?pn=165) diakses tanggal 23 April 2015.
Borror, D. J.,Charles, A. T., & Norman, F, J. 1982. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan oleh Soetiyono Partosoejono. 1992. Yogyakarta: UGM-Press
Campbell, et. Al. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Corebima. A. D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: FMIPA UM
Corebima. A. D. 2003. Genetekia Mendel. Surabaya : Airlangga University Press.
Crowder, L.V., 1999. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.
Crowder. L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gadjah Mada Uiversity Press, Yogyakarta.
Gardner dalam Corebima. 2000. Genetika Mutasi dan rekombinasi. Malang: UM.
Gardner, E. J., Simmons, M. J.,Snustad, D. P. 1991. Principles of Genetic Eight Edition. New York:Jhon Wiley & Sons, Inc.
Jacobs dan Brubaker, 1963. Science. 139: 1282-1283. Online : (http://cgslab.com/phenotypes/) diakses tanggal 5 April 2015.
Karmana, IW. 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap Jumlah Turunan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Ganec Swara Vol. 4, No.2, September 2010.
Lindsley & Grell, 1972. Tanpa Judul. p. 256. Online : (http://cgslab.com/phenotypes/) diakses tanggal 5 April 2015).
Miller, C. 2000. Drosophila melanogaster [online]. Michigan : University of Michigan. Available from : http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Drosophila_melanogaster.html [Accessed 5 April 2015].
Muliati, L. 2000.Pengaruh Strain dan Umur Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan dan BetinaDrosophilamelanogaster . Skripsi tidak diterbitkan.Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang.
Nilson, Laura. 2012. (Online : http://biology.mcgill.ca/faculty/nilson/research.html) diakses tanggal 24 April 2015.
Sa’adah, 2000. Pengaruh Radiasi Sinar UV Terhadap Penetasan Telur dan Kestabilan Genetik Drosophila melanogaster strain N dan b dalam Kaitan dengan Mutasi Gen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang.
Shorrocks. 1972. Genetika Dasar. Bandung : ITB Press.
Silvia, Triana. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Formaldehida.
Bandung : Jurusan Biologi Universitas Padjdjaran.
Simpson C.C., 1967. The Meaning of Evolution. New York:YaleUniv. Press.
Staveley, Brian E. 2013. Molecular & Developmental Biology. (Online : http://www.mun.ca/biology/desmid/brian/BIOL3530/DEVO_02/devo_02.html) diakses tanggal 23 April 2015.
Stirckberger, M.W. 1985. Genetics Third Edition. New York : Macmillan Publishing Company.
Strickberger, M.W. 1962. Experimen In Genetic with Drosophila. New York : John Wiley and Sons Inc.
Widodo, dkk. 2003. Evolusi (Program Semi Que-IV) Direktorat Pendidikan Tinggi. Proyek Peningkatan Manajemen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta
PENGARUH MACAM STRAIN DAN LAMA RADIASI ULTRAVIOLET TERHADAP PERSENTASE PENETASAN TELUR Drosophila
melanogaster HASIL PERSILANGAN tx ♂>< tx♀ DAN emal ♂ >< emal ♀”
LAPORAN PROYEK
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Genetika I
yang dibina oleh Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd
Oleh
Kelompok 6 / OFF C
Melania Primasta (130341614846)
Rofika Ajeng Brilia (130341614851)