Revisian UV

54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap mahkluk hidup memiliki karakter atau ciri- ciri yang berbeda satu sama lain. Karakter tersebut dapat diamati dari luar misalnya morfologi, tingkah laku dan lain. Karakter tersebut muncul dari warisan gen orang tua. Namun adapula karakter yang menyimpang dari induk atau karakter yang tidak normal yang disebabkan karena adanya mutasi. Drosophila melanogaster sering digunakan untuk penelitian karena memiliki sifat-sifat yang mudah diteliti dibandingkan hewn lain. Sifat atau ciri tersebut antara lain ukurannya relatif kecil sehingga memiliki populasi yang besar dan dapat dipelihara dalam laboratorium, memiliki daur hidup yang relatif singkat, memiliki tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mampu mengahasilkan ratusan telur yang dibuahi, dan memiliki banyak strain mutan. Drosophila melanogaster memiliki banyak strain mutan. Mutan dapat terjadi pada warna mata, warna tubuh, dan sayap pada Drosophila melanogaster. Salah satu mutan pada sayap adalah strain tx. Strain tx memiliki ciri morfologi sayapnya mengulurkan 75° dari sumbu tubuh. Sedangkan salah satu mutan pada mata dan warna tubuh adalah strain e-mal. Strain e-mal merupakan gabungan dari stain e

description

ed

Transcript of Revisian UV

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap mahkluk hidup memiliki karakter atau ciri-ciri yang berbeda satu

sama lain. Karakter tersebut dapat diamati dari luar misalnya morfologi, tingkah

laku dan lain. Karakter tersebut muncul dari warisan gen orang tua. Namun

adapula karakter yang menyimpang dari induk atau karakter yang tidak normal

yang disebabkan karena adanya mutasi.

Drosophila melanogaster sering digunakan untuk penelitian karena memiliki

sifat-sifat yang mudah diteliti dibandingkan hewn lain. Sifat atau ciri tersebut

antara lain ukurannya relatif kecil sehingga memiliki populasi yang besar dan

dapat dipelihara dalam laboratorium, memiliki daur hidup yang relatif singkat,

memiliki tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mampu mengahasilkan ratusan

telur yang dibuahi, dan memiliki banyak strain mutan.

Drosophila melanogaster memiliki banyak strain mutan. Mutan dapat terjadi

pada warna mata, warna tubuh, dan sayap pada Drosophila melanogaster. Salah

satu mutan pada sayap adalah strain tx. Strain tx memiliki ciri morfologi sayapnya

mengulurkan 75° dari sumbu tubuh. Sedangkan salah satu mutan pada mata dan

warna tubuh adalah strain e-mal. Strain e-mal merupakan gabungan dari stain e

(ebony) mutan warna tubuh dan strain mal (maroon-like) mutan warna mata.

Strain e-mal memiliki ciri fenotipe warna tubuh coklat kehitaman dan warna mata

merah gelap. Setiap strain dari Drosophila melanogaster memiliki sensitivitas

yang berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Muliati (2000) yang

menyimpulkan ada pengaruh perbedaan strain terhadap jumlah turunan

Drosophila melanogaster pada persilangan strain Normal, ebony dan White.

Penelitian dari Karmana (2010) juga menyimpulkan ada pengaruh perbedaan

strain terhadap penetasan telur strain N, Vg, dan tx.

Mutasi adalah peristiwa perubahan materi genetik baik DNA maupun RNA.

(Jenkins,1990 dalam Sa’adah, 2000). Bahan-bahan yang menyebabkan mutasi

disebut mutagen. Mutagen dibagi menjadi tiga yaitu: mutagen kimia, fisika dan

biologi. Sinar ultraviolet adalah salah satu mutagen yang dapat menyebabkan

1

mutasi. Sinar UV mempunyai daya tembus yang rendah sehingga tidak semua

organisme yang terkena UV akan mengalami mutasi. Lama dari penyinaran juga

dapat menyebabkan mutasi tersebut memungkinkan terjadi pada suatu organisme,

namun itu juga tergantung dari tingkat sensitivitas dan perbaikan DNA dari setiap

organisme.

Sinar Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki

panjang gelombang yang berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi, dan memiliki

daya tembus rendah. Sinar Ultraviolet digunakan untuk menyinari telur

Drosophila melanogaster karena memiliki daya tembus yang rendah sehingga

tidak semua bagian dalam telur akan terkena radiasinya hanya pada lapisan atau

permukaan telur luar saja dan masih ada telur yang dapat menetas. Hal tersebut

juga tergantung pada kemampuan perbaikan DNA pada setiap individu.

Telur Drosophila melanogaster adalah salah satu bahan yang dapat

digunakan untuk mengetahui pengaruh sinar UV karena menurut Crawder (1990)

embrio lebih sensitif terhadap kondisi lingkungannya. Sel-sel embrio yang aktif

tumbuh dan membelah memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap

radiasi.

Dari dasar di atas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh

Strain, dan Lama Radiasi Ultraviolet Terhadap Persentase Penetasan Telur

Drosophila melanogaster Hasil Persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂ x emal ♀”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. adakah pengaruh lama radiasi ultraviolet terhadap persentase penetasan telur

D. melanogaster hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀?

2. adakah pengaruh macam strain terhadap persentase penetasan telur D.

melanogaster hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀?

3. adakah pengaruh interaksi macam strain dengan lama radiasi Ultraviolet

terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan strain

tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀?

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang berkepentingan, yaitu:

1. Peneliti

sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dalam

bentuk eksperimen

mendorong minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut di

bidang genetika

2. Pembaca

memberi wawasan dan memberikan informasi mengenai

pengaruh strain, radiasi sinar ultraviolet dan interaksi antara strain

dengan lama penyinaran UV terhadap jumlah penetasan telur

D.melanogaster.

mendorong minat pembaca untuk melakukan suatu eksperimen

atau penelitian di bidang genetika

sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang

bidang terkait

D. Asumsi penelitian

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa:

kondisi fisik medium yang digunakan dan nutrisi yang diberikan kepada D.

melanogaster dianggap sama

faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu, intensitas cahaya dan

kelembaban dianggap sama.

Faktor fisiologis dan umur Drosophila melanogaster yang disilangkan

dianggap sama.

E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian ini, ruang lingkup

dan keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:

1. pengambilan data hanya dibatasi pada penghitungan jumlah telur D.

melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀ masing-masing

sebanyak 3 pasang.

2. penelitian ini dibatasi pada penghitungan jumlah telur yang menetas menjadi

larva selama 7 hari.

3. penetasan telur diketahui dengan menghitung persentase telur yang berhasil

menetas setelah diberi perlakuan dengan sinar UV pada waktu dan dosis

tertentu.

4. radiasi sinar UV yang digunakan adalah radiasi yang sinar UV buatan yang

berasal dari lampu UV dengan panjang gelombang 254-269 nm.

5. radiasi sinar UV yang diberikan selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit,

dan 8 menit dengan tiga kali ulangan.

6. dalam penelitian ini fase yang digunakan untuk perlakuan UV adalah fase

telur dari D. melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.

F. Definisi Operasional

1. Sinar Ultraviolet adalah jenis gelombang elektromagnetik yang dapat

dideteksi oleh sel-sel sensitif mata (Alcamo, 1990 dalam Sa’adah 200),

memiliki panjang gelombang berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi,

memiliki daya tembus rendah (Crawder, 1990). Sinar UV yang digunakan

berasal dari alat UV buatan yang biasa digunakan adalah lampu hidrogen

dan lampu deuterium dengan panjang gelombang 254-269 nm.

2. Penetasan telur adalah kemampuan telur untuk menetas menjadi larva

setelah mendapatkan perlakuan dengan radiasi sinar UV. Penetasan telur

ditunjukkan dengan persentase yang dihitung dengan membandingkan telur

awal dan telur setelah menetas.

3. Mutasi adalah suatu perubahan pada rangkaian nukleotida dari suatu asam

nukleat. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan

keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan

fenotip yang berbeda dari keadaan normalnya. Karena merupakan

perubahan pada materi genetik, maka mutasi diwariskan pada keturunannya

(Wahyudi, 2002). Mutasi akibat sinar UV pada telur D.melanogaster yang

mempengaruhi penetasan telur.

4. Strain adalah kelompok intraspesifik yang hanya memiliki satu atau

sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot untuk

ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima, 2003). Pada penelitian ini

strain yang dimaksud adalah strain tx dan emal.

5. Interaksi adalah hubungan atau kaitan antara sesuatu yang berbeda atau

sama. Interaksi dalam penelitian ini adalah interaksi antara strain dan lama

penyinaran UV (Corebima, 2003).

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Drosophilla melanogaster

Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang dapat ditemukan

di buah-buahan busuk. Drosophila melanogaster telah digunakan secara bertahun-

tahun dalam kajian genetika dan perilaku hewan. Drosophila melanogaster dapat

hidup hampir di semua wilayah di muka bumi Menurut Miller (2000), habitat

Drosophila melanogaster hanya dibatasi oleh temperatur dan ketersediaan air.

Drosophila melanogaster dewasa tidak dapat bertahan di tempat dengan suhu

yang sangat rendah. Suhu yang sangat rendah dapat mengganggu siklus hidup

spesies ini. Selain itu, pada daerah bersuhu rendah makanan sulit diperoleh

walaupun sering ditemukan pada buah-buahan busuk, makanan Drosophila

melanogaster baik lalat dewasa maupun larva, bukanlah glukosa yang terdapat

pada buah-buahan tersebut. Drosophila melanogaster memakan mikroorganisme

yang tumbuh pada buah yang membusuk, terutama ragi (Shorrocks, 1972).

Klasifikasi Drosophila melanogaster :

6

Lalat buah mempunyai empat stadium metamorfosis, yaitu telur, larva,

pupa, dan imago (serangga dewasa).

1. Telur 

Telur Drosophila berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya

diletakkan di permukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua

setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina

meletakkan 50-75 telur perhari dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10

hari. (Silvia, 2003). Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput

vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat

(Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion

mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut (Borror, 1992).

Gambar 1. Telur Drosophila melanogaster

(sumber :Nilson, Laura. 2012)

2. Larva

Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva. Larva Drosophila berwarna

putih, keruh bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut

berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang

spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003).

Larva berkembang selama 6—9 hari,. Larva instar 3 berkembang maksimum

dengan ukuran  7mm.

Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit

untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru

diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit,

larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai

pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi

pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga)

makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar

ketiga merayap ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan

berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Drosophila, destruksi sel-sel

larva terjadi pada prose pergantian kulit (molting) yang berlangsung empat kali

dengan tiga stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke

instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago (Ashburner, 1985).

Gambar 2. Larva Drosophila melanogaster

(sumber : Staveley, Brian E. 2013)

3. Pupa

Selama makan, larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika

terdapat banyak saluran maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung

baik. Larva yang dewasa biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada

kertas tissue dalam botol. Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat

kering dengan cairan seperti lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan

kemudian membentuk pupa.

Larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula

menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4.

Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki.

Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada

stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva

berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner, 1985)

Pupa (kepompong) berbentuk oval, warna kecoklatan, dan panjangnya 5 mm. 

Masa pupa adalah 4—10 hari dan setelah itu keluarlah serangga dewasa (imago)

lalat buah.

Gambar 3. Pupa Drosophila melanogaster

(Sumber: E. Beers. 2010)

4. Imago

Imago lalat buah rata-rata berukuran 0,7mm x 0,3mm dan terdiri atas

menjadi kepala, toraks dada), dan abdomen.

Toraks terdiri atas 3 ruas; berwarna oranye, merah kecoklatan, coklat, atau

hitam; dan memiliki sepasang sayap. Pada B. dorsalis complex, biasanya terdapat

dua garis membujur dan sepasang sayap transparan. 

Pada abdomen umumnya terdapat dua pita melintang dan satu pita

membujur warna hitam atau bentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas.

Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur

(ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan pada lalat

jantan abdomennya lebih bulat.

Gambar 4. Imago Drosophila melanogaster

(Sumber:Borror, 1992)

Daur hidup lalat buah dari telur sampai dewasa di daerah tropis berlangsung

25 hari.  Setelah keluar dari pupa, lalat membutuhkan sumber protein untuk

makanannya dan persiapan bertelur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada siklus hidup

Drosophila melanogaster diantaranya sebagai berikut:

a. Suhu lingkungan

Drosophila melanogaster mengalami siklus selama 8-11 hari

dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-

28°C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara

optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 180C, waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan

lambat yaitu sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30°C, lalat dewasa yang

tumbuh akan steril.

b. Ketersediaan media makanan

Jumlah telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan akan

menurun apabila kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang

kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil. Larva ini

mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal

berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa

yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini

juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva

betina (Shorrocks, 1972).

c. Tingkat kepadatan botol pemeliharaan

Botol medium sebaiknya diisi dengan medium buah yang cukup

dan tidak terlalu padat. Selain itu, lalat buah yang dikembangbiakan di

dalam botol pun sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup beberapa pasang

saja. Pada Drosophila melanogaster dengan kondisi ideal dimana tersedia

cukup ruang (tidak terlalu padat) individu dewasa dapat hidup sampai

kurang lebih 40 hari. Namun apabila kondisi botol medium terlalu padat

akan menyebabkan menurunnya produksi telur dan meningkatnya jumlah

kematian pada individu dewasa.

d. Intensitas cahaya

Drosophila melanogaster lebih menyukai cahaya remang-remang

dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat

yang gelap.

B. Mutasi

Mutasi adalah suatu perubahan pada rangkaian nukleotida dari suatu asam

nukleat. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini

jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda

dari keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka

mutasi diwariskan pada keturunannya (Wahyudi, 2002). 

Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah

daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit

mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun radioaktif, serta

loncatan energi listrik seperti petir.

Bahan-bahan yang dapat menyebabkan mutasi disebut mutagen. Mutagen

dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Mutagen bahan kimia, contohnya kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah

zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada

proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase.

2. Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan lain-

lain. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit.

3. Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakteri dapat menyebabkan mutasi.

Bagian virus yang dapat menyebabkan mutasi yaitu DNA virus tersebut

(Gardner, dkk, 1991)

Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi

disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan dengan individu

yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau "wild type").

Mutasi dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Mutasi dapat

terjadi secara spontan dan terinduksi. Mutasi spontan terjadi tanpa adanya

penyebab yang jelas, sedangkan mutasi terinduksi terjadi karena adanya agen

mutagenic seperti radiasi sinar X, sinar ultraviolet dan bahan kimia yang bereaksi

dengan DNA (gardner, dkk, 1991)

Mutasi sering dinyatakan sebagai kejadian yang bersifat kebetulan, tidak

terarah serta acak (Ayala, dkk, 1984). Mutasi disebut sebagai kejadian kebetulan

karena merupakan perkecualian terhadap keteraturan proses replikasi DNA. Selain

itu mutasi tidak diarahkan untuk kepentingan adaptasi sehingga disebut sebagai

kejadian yang tidak terarah. Dalam hal ini mutasi terjadi begitu saja tanpa

memperhatikan apakah mutan yang terbentuk adaptif atau tidak adaptif terhadap

lingkungan makhluk hidup. Mutasi juga disebut sebagai kejadian yang acak

karena tidak ada cara untuk mengetahui apakah suatu gen tertentu akan bermutasi

pada suatu sel tertentu atau suatu generasi tertentu. Untuk suatu gen tidak dapat

diramalkan individu mana yang akan mengalami mutasi.

C. Radiasi Sinar Ultraviolet

Matahari merupakan sumber radiasi sinar UV yang kuat, tetapi tidak

semuanya samapai ke bumi karena sebagian diserap oleh lapisan atmosfer.

Sumber radiasi sinar UV buatan yang sering digunakan adalah lampu hidrogen

dan lampu deuterium. Radiasi sinar UV merupakan salah satu contoh penyebab

mutasi yang bersifat fisik.

Sinar Ultraviolet merupakan jenis gelombang elektromagnetik yang dapat

dideteksi oleh sel-sel sensitif mata (Alcamo, 1990), memiliki panjang gelombang

berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi, memiliki daya tembus rendah

(Crawder, 1990). Berkenaan dengan rendahnya daya tembus sinar UV, pada

tumbuhan dan hewan tingkat tinggi, sinar UV dapat menembus lapisan

permukaan saja. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam

keadaan tereksitasi secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul yang memiliki

atom-atom dalam keadaan stabil. Reaktivitas yang meningkat dari atom-atom

molekul DNA merupakan dasar dari efek mutagenik radiasi sinar UV. Reaktifitas

yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia termasuk

mutasi (Gardner, dkk, 1991). Salah satu sifat sinar ultraviolet adalah daya

penetrasi yang sangat rendah. Selapis kaca tipis pun sudah mampu menahan

sebagian besar sinar UV. Oleh karena itu, sinar UV hanya dapat efektif untuk

mengendalikan mikroorganisme pada permukaan yang terkena langsung oleh

sinar UV, atau mikroba berada di dekat permukaan medium yang transparan.

Absorbsi maksimal sinar UV di dalam sel terjadi pada asam nukleat, maka

diperkirakan mekanisme utama perusakan sel oleh sinar UV pada ribosom,

sehingga mengakibatkan terjadinya mutasi atau kematian sel (Atlas, 1997).

Menurut Crawder (1990) embrio lebih sensitif terhadap kondisi

lingkungannya. Sel-sel embrio yang aktif tumbuh dan membelah memiliki tingkat

sensitivitas yang lebih tinggi terhadap radiasi.

Dalam hubungannya dengan molekul DNA, senyawa yang paling

tergiatkan adalah purin dan pirimidin, karena kedua senyawa tersebut menyerap

cahaya pada panjang gelombang 254-269 nm yang merupakan panjang

gelombang dari sinar UV. Pirimidin terutama timin sangat kuat menyerap sinar

pada panjang gelombang 254 nm sehingga menjadi sangat reaktif (Gardner, dkk,

1991). Efek utama dari radiasi sinar UV adalah dimerisasi timin. Dimer timin ini

dapat menimbulkan mutasi secara tidak lansung dengan cara:

1. Dimer timin dapat mengganggu double heliks DNA serta dapat menghambat

replikasi DNA.

2. Kesalahan yang kadang-kadang terjadi selama proses sel yang bertujuan untuk

memperbaiki kerusakan DNA, misalnya DNA mengandung dimer timin. Sinar

UV dapat menyebabkan patahnya pita DNA dan menyebabkan ikatan kovalen

T-T dan C-T. perbaikan kerusakan dapat menyebabkan bergesernya basa

misalnya CG menjadi TA. Dengan demikian menyebabkan perubahan dalam

sandi genetika (Anonim, tanpa tahun).

Menurut Stirckberger (1985) efek dari suatu mutasi tidak selalu sesuai

dengan target teori sebab hubungan antara mutasi dengan dosis penyinaran

Ultraviolet tidak selamanya selalu berbanding lurus. Lebih lanjut Gardner, dkk

(1991) menyebutkan bahwa hubungan antara rata-rata mutasi dan dosis ultraviolet

tergantung pada jenis mutasi, organisme dan kondisi ultraviolet.

D. Strain

Mutasi pada tubuh Drosophila melanogaster menyebabkan Drosophila

melanogaster memiliki tubuh berwarna hitam, disebut mutan black. Sedangkan

mutan yang memiliki warna tubuh gelap disebut ebony dan mutan yang memiliki

warna tubuh kuning disebut yellow. Ketiga mutan tersebut bersifat resesif. Mutasi

pada mata Drosophila melanogaster yang menyebabkan Drosophila

melanogaster memiliki mata berwarna putih adalah white. Warna putih pada mata

Drosophila melanogaster disebabkan karena tidak adanya pigmen pteridin.

eyemissing adalah mutan Drosophila melanogaster yang tidak memiliki mata.

Lobe adalah mutan yang memiliki mata yang tereduksi atau mengecil. Mutasi

pada sayap Drosophila melanogaster yang menyebabkan Drosophila

melanogaster memiliki sayap melengkung keatas adalah curly. taxi adalah mutan

yang sayapnya saling menjauh. miniature adalah mutan yang memiliki sayap

sama dengan panjang tubuhnya. (Clasical Genetic Simulator, 2000 : 1)

Strain e-mal merupakan gabungan dari strain e (ebony) dan mal (maroon-

like). Strain ebony (e) adalah strain mutan pada warna tubuh yang memiliki

fenotip warna tubuh bersinar hitam. Puparia jauh lebih ringan dari tipe liar.

Diklasifikasikan sepanjang periode larva dengan warna gelap dari selubung

ventilator. Viabilitas diturunkan menjadi sekitar 80 persen tipe liar. Heterozigot

memiliki warna tubuh sedikit lebih gelap dari biasanya. Sedangkan strain mal -

(maroon-like) adalah strain mutan pada warna mata yaitu warna mata merah gelap

(Jacobs dan Brubaker, 1963, Ilmu 139: 1282-1283).

Strain tx (taxi) memiliki fenotip sayap mengulurkan sekitar 75° dari sumbu

tubuh, sering melengkung atau bergelombang, agak sempit dan gelap (Lindsley &

Grell, 1972, p. 256).

Viabilitas dari telur-telur dipengaruhi oleh jenis strain dan jumlah makanan

yang dimakan oleh larva betina (Shorrocks, 1972). Sel-sel prokariotik maupun

eukariotik memiliki sejumlah sistem perbaikan yang berhubungan dengan

kerusakan DNA. Semua sistem itu melakukan perbaikan DNA secara enzimatis.

Setiap organisme mempunyai tingkat kemampuan perbaikan DNA masing-masing

tergantung kondisi atau faktor internal dari organisme itu sendiri. Beberapa sistem

memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi secara langsung. Sebagian lainnya

memotong bagian yang rusak sehingga sementara terbentuk celah satu unting

DNA yang selanjutnya pulih karena polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh

polimerisasi DNA yang dikatalisis oleh polimerisasi DNA maupun karena

aktivitas penyambungan oleh ligase DNA.

E. Mekanisme Perbaikan DNA

Sel-sel prokariotik maupun eukariotik memiliki sejumlah sistem perbaikan

atas kerusakan DNA secara enzimatis, langsung atau melalui pemotongan

bagian yang rusak.

Perbaikan Kerusakan DNA Karena Mutasi yang Langsung

Aktivitas enzim polimerase DNA. Aktivitas endonuklease Berkenaan

dengan aktivitas endonuklease dari enzim polimerase DNA, ternyata aktvitas

semacam ini tidak dijumpai pada polimerase makhluk hidup eukariotik. Aktivitas

perbaikan semacam yang dimiliki polimerase DNA pada bakteri, pada makhluk

hidup eukariota diduga dimiliki oleh protein lain.

Fotoreaktivitas dimer pirimidin yang diinduksi oleh UV. Proses perbaikan ini

memerlukan bantuan cahaya tampak pada rentangan gelombang 320-370 nm.

Fotoreaktivasi itu dikatalisasi oleh enzim fotoitase. Enzim ini terbukti ditemukan

pada berbagai contok makhluk hidup yang pernah dikasi (bersifat universal).

Perbaikan kerusakan akibat alkilasi. Kerusakan akibat alkilasi dapat dipulihkan

oleh enzim perbaikan DNA khusus yang disebut metiltransferase yang dikode

oleh gen yang disebut ada.

Perbaikan Kerusakan DNA dengan Cara Membuang Pasangan Basa:

Pemotongan (excision repair) disebut juga perbaikan gelap (dark repair)

karena tidak membutuhkan cahaya. Memperbaiki dimer pirimidin yang terbentuk

akibat induksi cahaya UV. Sebagian besar sebab kealahan tersebut adalah

perpasangan yang tidak benar antara nukleotida baru dengan nukleotida pada

unting templat.

Bantuan enzim glikosilase. Enzim tersebut dapat mendeteksi basa yangtak

lazim dan selanjutnya mengkatalisis penyngkirannya (pemutusannya) dari gula

deoksiribosa. Hal tersebut menimbulkan suatu lubang. Lubang tersebut kemudian

ditemukan oleh enzim endonuklease AP yang selanjutnya memotong ikatan

fosfodiester disamping basa yang lepas tadi. Selanjutnya enzim polimerase I DNA

menyingkirkan beberapa nukleotida di depan basa yang lepas dan melakukan

polimerisasi mengisi celah yang terbentuk dengan menggunakan aktivitas

polimerisasinya. Akhirnya enzin ligase DNA menyambungkan penggalan

nukleotida tersebut dengan penggalan nukleotida lama.

Bantuan melalui koreksi pasangan basa yang salah. Perbaikan ini dikode oleh

tiga gen yaitu mut H, mut L dan mut S. selain melakukan koreksi atas pasangan

basa yang salah, enzim tersebut juga dapat memperbaiki delesi maupun adisi

sejumlah kecil pasangan basa.

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. KERANGKA KONSEPTUAL

Untuk mempermudah dalam memahami bagaiamana pengaruh radiasi UV

terhadap jumlah penetasan telur D. melanogaster bisa dilihat dari kerangka

konseptual di bawah ini.

Radiasi sinar UV dapat menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik

Sinar UV merupakan jenis gelombang elektromagnetik yang memiliki daya tembus

rendah

Embrio lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dan replikasi DNA serta

sintesisnya lebih tinggi Sensitivitas telur tiap strain

berbeda-bedaSensitivitas telur Drosophila melanogaster tinggi

Jika sensitivitas telur tinggi maka telur tidak dapat menetas

menjadi larva

Jika sensitivitas telur rendah maka telur dapat menetas

menjadi larva

Pengaruh strain, lama penyinaran UV dan interaksi antara strain dengan lama penyinaran UV terhadap persentase penetasan telur D. Melanogaster hasil

persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀

17

B. HIPOTESIS

1. Ada pengaruh lama radiasi ultraviolet terhadap persentase penetasan telur D.

melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.

2. Ada pengaruh strain terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil

persilangan tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.

3. Ada pengaruh interaksi antara lama radiasi ultraviolet dengan strain terhadap

persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan tx ♂x tx♀ dan

emal ♂x emal♀.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dalam rancangan acak

kelompok. Perlakuan dalam penelitian ini adalah penyinaran sinar ultraviolet pada

telur hasil persilangan Drosophila melanogaster strain tx♂>< tx♀ dan

emal♂><emal♀ dengan variasi waktu yaitu 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit,

dan 8 menit dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Perhitungan telur dilakukan

setiap hari selama 7 hari berturut-turut setelah penetasan telur pertama. Data yang

diperoleh dibuat persentase, kemudian ditransformasi dan dianalisis untuk

memperoleh hasil dari penelitian ini.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai bulan Januari – April 2015 di ruang 310 Laboratorium

Genetika Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan adalah lalat buah Drosophila melanogaster strain

emal dan tx sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Drosophila melanogaster strain emal dan tx yang didapatkan dari laboratorium

dan digunakan dalam penelitian ini.

D. Variabel Penelitian

Beberapa variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel bebas: strain Drosophila melanogaster yaitu strain tx dan emal,

serta lamanya penyinaran ultaviolet yaitu 0,2,4,6, dan 8 menit menit.

Variabel terikat: persentase hasil telur D. melanogaster yang menetas

menjadi larva.

Variabel kontrol: kondisi medium, suhu, intensitas cahaya, kondisi tempat

penelitian, panjang gelombang UV, jumlah lalat yang disilangkan, umur

lalat yang disilangkan.

E. Alat dan Bahan

Alat :

Botol selai

Penutup gabus

Blender

Panci

Pisau

Timbangan

Pengaduk

Selang

Kardus

Kain kasa

Kertas Label

Kuas

Gunting

Spidol

Kertas pupasi

Plastik

Botol penyemprot

Alat tulis

Mikroskop stereo

Gelas arloji

Pinset

Mesin Sinar UV

Bahan :

1. Drosophila melanogaster strain tx dan

emal

2. Pisang rajamala

3. Tape singkong

4. Gula merah

5. Yeast (fermipan)

6. Air

7. Alkohol 70%

8. Tisu

F. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Medium

Bahan untuk pembuatan medium ditimbang; yaitu pisang

Rajamala, tape, dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1.

Bahan-bahan yang sudah ditimbang dipotong kecil-kecil

menggunakan pisau.

Bahan-bahan tersebut dihaluskan menggunakan blender.

Hasil bahan yang telah diblender ditambahkan air dan dimasak

selama ± 45 menit.

Botol selai dan penutup gabus yang akan digunakan harus

disterilkan dengan cara duapi dengan uap air yang sedang dimasak.

Medium yang sudah dimasak langsung dimasukkan ke dalam botol

selai yang sudah disterilkan dan ditutup dengan penutup gabus.

Ketika medium sudah dingin, yeast ditambahkan kedalam medium

kurang lebih 7 butir.

Kertas pupasi dimasukkan kedalam medium dalam posisi berdiri.

2. Peremajaan Stok

Peneliti membuat medium sebanyak 3 botol untuk masing-masing

strain, seperti prosedur diatas.

Pada tiap-tiap botol dimasukkan ± 3 pasang D. melanogaster strain

emal dan tx dan diberi label sesuai jenis strain dan tanggal

peremajaan.

3. Isolasi pupa

Pisang rajamala diiris setebal 1 cm.

Kemudian pisang tersebut dimasukkan ke tengah selang yang

panjangnya ± 8 cm.

Pupa yang hitam dimasukkan ke selang di kanan dan kiri pisang.

Selang ditutup dengan busa.

Pupa dalam selang ditunggu maksimal 2 hari agar keluar menjadi

lalat.

Jika lebih dari 2 hari, selang harus dibersihkan dari pupa dan pisang

didalamnya.

4. Penyilangan lalat

Strain ♂tx><♀tx sebanyak 3 pasang dalam 1 botol. Strain

♂emal><♀emal dlam 1 botol sebanyak 3 pasang

Penyilangan tersebut dilakukan di dalam botol selai yang berisi

irisan pisang rajamala

Setelah 2 hari penyilangan, semua lalat dalam botol persilangan

tersebut dilepas

Telur yang ada pada pisang dihitung dan dicatat dalam jurnal. Jika

dalam peghitungan telur terlali kecil dapat menggunakan

mikroskop stereo atau lup.

5. Penyinaran UV

Kotak penyinaran UV harus dibersihkan menggunakan alkohol.

Begitu pula dengan gelas arloji yang akan digunakan.

Telur lalat hasil persilangan pada irisan pisang tersebut ditaruh

pada di gelas arloji untuk disinari dengan sinar UV.

Penyinaran UV dilakukan selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6

menit, dan 8 menit.

Setelah selesai penyinaran, irisan pisang dikembalikan ke dalam

botol.

Telur yang menetas dihitung selama 7 hari dimulai dari larva

pertama yang menetas.

G. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menghitung jumlah telur awal dan menghitung jumlah seluruh telur yang menetas

(telur akhir) yang dilakukan dari hari pertama telur menetas selama 7 hari

berturut-turut.

PersilanganPerlakuanUV

Ulangan1 2 3

∑ telur awal

∑ telur akhir

∑ telur awal

∑ telur akhir

∑ telur awal

∑ telur akhir

♂tx X ♀tx

0 menit2 menit4 menit6 menit8 menit

♂emal x ♀emal

0 menit2 menit4 menit6 menit8 menit

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang didapat kemudian dijadikan

persentase dengan rumus :

Persentase penetasan telur = Jumlah telur yang menetas

Jumlah telur awalX 100 %

kemudian ditransformasikan Arcus Sinus (Arcsin) dan dianalisis dengan

Analisis varian Ganda dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Jika F hitung

lebih kecil dari F tabel maka hipotesis penelitian ditolak dan jika F hitung lebih

besar dari F tabel maka hipotesis diterima. Jika hasilnya signifikan maka

dilanjutkan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT), pada teraf signifikansi 0,05.

BAB V

ANALISIS DATA

A. Data Hasil Pengamatan

D. melanogaster yang digunakan dalam proyek ini antara lain strain tx dan

emal dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Strain tx

- Sayap membuka dengan

sumbu 75°

- Warna mata merah

- Faset mata halus

- Warna tubuh kuning

kecoklatan(sumber: dokumen pribadi, 2015)

2. Strain emal

- Sayap menutup tubuh

dengan sempurna

- Warna mata merah gelap

- Faset mata halus

- Warna tubuh kuning

kecoklatan (sumber: dokumen pribadi, 2015)

A. ANALISIS DATA

Tabel 1. Hasil Pengamatan Telur yang Menetas

Persilangan

Perlakuan

UV

Ulangan1 2 3

∑ telur awal

∑ telur akhir

∑ telur awal

∑ telur akhir

∑ telur awal

∑ telur akhir

♂tx >< ♀tx

0 menit 16 14 20 18 32 27

2 menit 4 0 28 25 41 27

4 menit 6 0 4 0 34 18

6 menit 7 0 10 3 22 11

8 menit 14 4 21 4 35 12

♂emal >< ♀emal

0 menit 120 114 19 18 67 61

2 menit 74 68 28 23 70 52

4 menit 130 38 43 32 53 33

6 menit 156 40 40 28 81 45

8 menit 202 31 63 44 82 28

Data yang diperoleh dirubah dalam bentuk persentase untuk mengetahui

pengaruh UV terhadap penetasan telur.

Tabel 2. Persentase hasil penetasan

PersilanganPerlakuan UV

persentasejumlah rerata

1 2 3

♂tx >< ♀tx 0 menit 87.5 90 84.4 177.5 88.75

2 menit 12.5 89.2 65.9 101.7 50.85

4 menit 12.5 12.5 52.9 25 12.5

6 menit 12.5 30 50 42.5 21.25

8 menit28 19 34.2

947 23.5

♂emal >< ♀emal

0 menit95 94.7 91.0

4189.7 94.85

2 menit91.8 82.1 74.2

9173.9 86.95

4 menit29.2 74.4 62.2

6103.6 51.8

6 menit25.6 70 55.5

695.6 47.8

8 menit15.3 69.8 34.1

585.1 42.55

Setelah mencari persentase , kemudian data ditransformasi dengan

transformasi arcsin.

0 2 4 6 80.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

txemal

lama penyinaran (menit)

rata

-rat

a pe

neta

san

telu

r (%

)

Grafik 1. Persentase PenetasanTelur Hasil Persilangan tx dan emal terhadap lama

penyinaran UV

Grafik diatas memperlihatkan persentase hasil penetasan telur setelah

mendapat perlakuan penyinaran UV selama 0 menit sampai 8 menit. Pada strain

emal grafik memperlihatkan pola dimana pada penyinaran 0 menit hampir semua

telur menetas, yaitu sebanyak 95%. Pada perlakuan 2 menit jumlahnya sudah

berkurang menjadi 87%, pada perlakuan 4 menit penyinaran telur yang menetas

sebanyak 52%, kemudian pada penyinaran 6 menit hasil telur yang menetas

sebanyak 48%, dan terakhir pada perlakuan penyinaran 8 menit telit yang menetas

hanya 43%. Dari grafik strain emal diatas dapat disimpulkan sementara bahwa

lama penyinaran memperngaruhi jumlah telur yang menetas. Tetapi pada strain tx

grafik tidak memperlihatkan pola yang sama. Hasil telur yang menetas terbanyak

adalah pada penyinaran 0 menit yaitusebanyak 89%, diikuti hasil dari penyinaran

2 menit yaitu 51%, kemudian pada penyinaran 4 menit memberikan hasil yang

paling rendah yaitu 12% dan pada penyinaran 6 menit sebanyak 21% dan pada

penyinarn 8 menit meningkat menjadi23%. Dari kedua jenis strain, hasil

penetasan strain emal dan tx, strain emal lebih banyak yang menetas jika

dibandingkan dengan hsail penetasan strain tx. Sehingga dapat disimpulkan

sementara bahwa jenis strain mempengaruhi persentase penetasan telur, dimana

strain tx lebih sensitif terhadap penyinaran UV.

Tabel 3. Tabel transformasi persentase hasil penetasan

persilanganperlakua

n

arsinJumlah

1 2 3

♂tx >< ♀tx0 menit

69.2951889

5

71.565051 66.71626

8

207.5765

1

2 menit20.7048110

5

70.814142 54.24300

7

145.7619

6

4 menit20.7048110

5

20.704811 46.68614

3

88.09576

5

6 menit 20.7048110 33.210911 45 98.91572

5 2

8 menit31.9480594

3

25.841933 35.84115

1

93.63114

3

♂emal >< ♀emal

0 menit77.0790336

2

76.690135 72.58727 226.3564

4

2 menit73.3600545

3

64.970558 59.52964

1

197.8602

5

4 menit32.7088464

8

59.604606 52.09928 144.4127

3

6 menit30.3953940

3

56.789089 48.18968

5

135.3741

7

8 menit23.0262082 56.664178 35.75699

3

115.4473

8

Jumlah399.927218

4

536.85541 516.6494

4

1453.432

1

Setelah data ditransformasi, kemudian dihitung dengan menggunakan

anava ganda, karena dalam perlakuan terdapat dua variabel bebas. Kemudian

dilanjutkan dengan rancangan acah kelompok (RAK), karena waktu pelaksanaan

percobaan tidak sama.

Uji Hipotesis:

FK= Y 2

ral=¿70415.49286

JKTotal=Ʃi , j , k Y ijk2 −FK=¿10977.0355

JKU langan=u12+u 22

perlakuan−FK=¿1092.722968

JKPerlakuan Kombinasi=(total perlakuan)2

r−FK =¿7431.75653

JKgalat=JKT−JKP−JKU=54812.47163= 2452.555999

Tabel 3. Table 2 arah lama penyinaran UV dan jenis strain

lama penyinaran

(B)

strain (A)

total rata-ratatx emal

0 207.5765084 226.3564387 433.932947 216.9664736

2 145.7619608 197.8602534 343.622214 171.8111071

4 88.09576545 144.4127324 232.508498 116.2542489

6 98.91572182 135.3741684 234.28989 117.1449451

8 93.63114299 115.4473789 209.078522 104.5392609

total 633.9810995 819.4509718 1453.43207

JK A=Ʃi(ai)2

rb−FK=¿ 1146.635784

JK B=Ʃi(bi )2

ra−FK =¿ 6091.142345

JK AB=JKP−JK A−JK B=¿ 193.9784009

Tabel 4. Table ringkasan anava pengaruh lama radiasi UV terhadap penetasan

telur Drodophila melanogaster

SK db JK KT F hitung F5%

Ulangan 21092.72296

8perlakuan 14 7431.75653

A (strain) 11146.63578

4 1146.635784.20774166

2 5.12

B (lama penyinaran) 46091.14234

5 1522.78559 5.58807639 3.63

AB 4193.978400

9 48.49460020.17795777

2 3.63

galat 92452.55599

9 272.506222

total 3418408.7920

3

Dari tabel diatas diketahui nilai F hitung strain (4.207741662)lebih kecil

dari F tabel (5.12), sehingga hipotesis penelitian ditolak, dan hipotesis nol

diterima. Tidak ada pengaruh perbedaan strain terhadap persentase penetasan telur

Drosophila melanogaster. F hitung lama penyinaran (5.58807639) lebih besar dari

F table (3.63), sehingga hipotesis penelitian diterima. Ada pengaruh perbedaan

lama penyinaran terhadap persentase penetasan telur. F hitung interaksi jenis

strain dan lama penyinaran (0.337837742) lebih kecil dari F tabel (3.63), sehingga

hipotesis penelitian diolak. Tidak ada pengaruh interaksi jenis strain dan lama

penyinaran terhadap persentase penetasan telur

UjiLanjutan (Uji BNT)

BNT 0.05 = t 0.05 (9) 2√ 2 x1092.7229689

= 2.262 √242.8273262

= 2.262 x 15.582918

= 35.24856

Tabel 6. Tabel Notasi BNT 0.05

lama penyinaran (B) rata-rataNotasi

8 104.539 A

4 116.254 A B

6 117.145 A B C

2 171.811 B C

0 216.966 C

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh lama penyinaran

terhadap persentase penetasan telur hasil persilangan Drosophila melanogaster

persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀. Perlakuan dengan lama

penyinaran 0 menit memberikan rerata penetasan telur tertinggi dan berbeda nyata

dengan perlakuan lainnya. Penyinaran 2 menit juga meberikan rerata penetasan

yang tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Penyinaran 4 menit

memberikan rerata paling rendah dan tidak berbeda nyata dengan penyinaran 6

menit dan 8 menit.

BAB VI

PEMBAHASAN

1. Perbedaan jenis strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan

telur Drosophila melanogaster

Dari data hasil analisis didapat kesimpulan yang menyatakan bahwa jenis

strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan telur Drosophila

melanogaster. Menurut King dalam Fowler, 1973 dalam karmana 2010 bahwa

jumlah telur pada D. melanogaster antara lain dipengaruhi oleh faktor umur betina

dan genotif (strain) (Karmana, 2010). Strain yang digunakan adalah strain tx (taxi)

dan emal yaitu strain mutan ganda e (ebony) dan mal (maroon-like). Dari data

hasil pengamatan dan perhitungan jumlah telur yang dihasilkan, ttrain tx jika

dibandingkan dengan strain emal memiliki kemampuan bertelur yang lebih

rendah. Seperti yang tertera pada tabel 5.1. Dalam penelitian ini, kedua jenis strain

tidak berpengarug terhadap persentase penetasan telur. Strain tx maupun emal

sama-sama mengalami penurunan persentase penetasan setelah disinari UV.

Menurut Sa’adah (2000), rendahnya jumlah penetasan telur serta tingginya

tingkat kematian telur D. Melanogaster, diduga berhubungan dengan sensitivitas

telur terhadap radiasi sinar UV. Seperti yang telah dikemukakan oleh Crawder

(1990) bahwa embrio lebih sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungannya.

Sel yang aktif tumbuh dan membelah lebih sensitif terhadap radiasi. Dalam hal ini

ada kemungkinan bahwa telur yang berhasil menetas adalah telur yang

mempunyai viabilitas cukup tinggi terhadap radiasi sinar UV. Secara lebih

spesifik, sensitivitas telur terhadap radiasi dan viabilitas telur D. Melanogaster

berkaitan dengan perubahan materi genetik akibat radiasi yang diterimanya. Dlam

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sensitivitas telur kedua jenis strain tidak

berbeda. Telur kedua jenis strain sama-sama mudah terpengaruh dengan adanya

penyinaran UV. Begitu pula dengan kemampuannya dalam melakukan perbaikan

DNA. Kedua strain menunjukkan kemampuan perbaikan DNA yang relatif sama.

2. Lama penyinaran UV berpengaruh terhadap persentase penetasan telur

Drosophla melanogaster

Perlakuan lama penyinaran UV selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit, dan

8 menit berpengaruh terhadap penetasan telur D. Melanogaster. Persentase

penetasan telur kedua strain berbanding terbalik terhadap lama penyinaran UV.

Menit ke 8 memberikan hasil persentase terendah, yang sangat jauh dari

persentase telur yang tidak disinari UV.

Akibat dari penyinaran tersebut adalah DNA yang terdapat didalam telur D.

melanogaster mengalami mutasi yang berefek dimer timin. Ketika dua molekul

timin berdekatan pada suatu urutan DNA, maka ikatan kovalen akan terbentuk

diantara keduanya sehingga terbentuk dimer timin (Karmana, 2010). Dimer timin

ini merupakan saling terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah

untai DNA. Dengan adanya dimer timin, replikasi DNA akan terhalang pada

posisi terjadinya dimer timin tersebut. Mekanisme perbaikan yang bekerja dalam

setiap sel, dapat menghilangkan dimer melalui pergantian basa nitrogen.

Kerusakan pada DNA ini dapat diperbaiki salah satunya dengan mekanisme

fotoreaktivasi.

Gardner dkk, (1991) menyebutkan bahwa adanya perubahan materi genetik

yang dikenal dengan istilah mutasi didasari oleh peningkatan reaktivitan atom-

atom yang secara langsung terinduksi oleh radiasi. Bisa jadi hal yang sama juga

tejadi pada telur D. Melanogaster. Peningkatan reaktivitas atom-atom dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada gen dan dapat menyebabkan berbagai

kelainan genetik. Kelainan genetik yang terjadi mungkin berupa adanya

perubahan pada fenotip dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kematian pada

individu yang bersangkutan.

Dalam DNA terdapat mekanidme untuk memperbaiki DNA yang rusak akibat

radiasi. Salah satunya adalah mekanisme fotoreaktivasi. Terjadinya kerusakan

pada gen baik secara langsung maupun tidak langsung bertanggung jawab

terhadap viabilitas dan perkembangan telur dapat diperbaiki, maka masih ada

peluang bagi telur tersebut untuk melanjutkan pembelahan sel dan terus

berkembang menuju ke tahap perkembangan selanjutnya. Hal tersebut dibuktikan

dengan banyaknya telur yang menetas pada penyinaran 2 menit sampai 6 menit.

Pada penyinaran 8 menit banyak individu yang tidak menetas hal ini

mengindikasikan bahwa sebagian besar perbaikan kerusakan DNA akibt radiasi

sinar UV belum atau bahkan tidak sempat diperbaiki.

3. Interaksi antara jenis strain dan lama penyinaran tidak berpengaruh

terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster

Analisis tentang interaksi antara jenis strain dan lama penyinaran tidak

berpengaruh terhadap penetasan telur. Perbedaan jenis strain lebih berpengaruh

terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Bukan pada kemampuan penetasan telur.

Sedangkan perlakuan penyinaran UV pada kedua jenis strain menghasilkan hasil

yang tidak signifikan. Sehingga interaksi antara jenis strain dan lama penyinaran

UV tidak berpengaruh terhadap penetasan telur.

BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. tidak ada pengaruh lama radiasi Ultraviolet terhadap persentase penetasan

telur D. melanogaster hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x

emal♀.

2. ada pengaruh strain terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster

hasil persilangan strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.

3. tidak ada pengaruh interaksi strain dengan lama radiasi Ultraviolet

terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan

strain tx ♂x tx♀ dan emal ♂x emal♀.

B. SARAN

1. Pada penelitian ini dilakukan dengan sabar, tekun dan teliti untuk

mendapatkan data yang lengkap dan benar.

2. Kebersihan tempat, medium dan perlakuan harus selalu dijaga agar

terhindar dari kontaminan seperti jamur dan kutu sehingga mendapat hasil

yang akurat.

3. Konsultasi dengan asisten harus sering dilakuakan agar penelitian berjalan

lancar.

4. Dapat pula ditambahkan penelitian lanjutan tentang pengaruh radiasi

terhadap fenotip anakan Drosophila melanogaster untuk menambahkan

keakuratan hasil penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

 

Ashburner, Michael. 1985. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA : Coldspring Harbor Laboratory Press.

Atlas, RM. 1997. Principles of Microbiology Edisi 2. Iowa: WNC Brown

Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. California : The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. Menlo Park California.

Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. Menlo Park California : The Benyamin/Cummings PublishingCompany, Inc.

Beers, E. 2010. (online:http://jenny.tfrec.wsu.edu/opm/displayspecies.php?pn=165) diakses tanggal 23 April 2015.

Borror, D. J.,Charles, A. T., & Norman, F, J. 1982. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan oleh Soetiyono Partosoejono. 1992. Yogyakarta: UGM-Press

Campbell, et. Al. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Corebima. A. D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: FMIPA UM

Corebima. A. D. 2003. Genetekia Mendel. Surabaya : Airlangga University Press.

Crowder, L.V., 1999. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.

Crowder. L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gadjah Mada Uiversity Press, Yogyakarta.

Gardner dalam Corebima. 2000. Genetika Mutasi dan rekombinasi. Malang: UM.

Gardner, E. J., Simmons, M. J.,Snustad, D. P. 1991. Principles of Genetic Eight Edition. New York:Jhon Wiley & Sons, Inc.

Jacobs dan Brubaker, 1963. Science. 139: 1282-1283. Online : (http://cgslab.com/phenotypes/) diakses tanggal 5 April 2015.

Karmana, IW. 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap Jumlah Turunan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Ganec Swara Vol. 4, No.2, September 2010.

Lindsley & Grell, 1972. Tanpa Judul. p. 256. Online : (http://cgslab.com/phenotypes/) diakses tanggal 5 April 2015).

Miller, C. 2000. Drosophila melanogaster [online]. Michigan : University of Michigan. Available from : http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Drosophila_melanogaster.html [Accessed 5 April 2015].

Muliati, L. 2000.Pengaruh Strain dan Umur Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan dan BetinaDrosophilamelanogaster . Skripsi tidak diterbitkan.Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang.

Nilson, Laura. 2012. (Online : http://biology.mcgill.ca/faculty/nilson/research.html) diakses tanggal 24 April 2015.

 Sa’adah, 2000. Pengaruh Radiasi Sinar UV Terhadap Penetasan Telur dan Kestabilan Genetik Drosophila melanogaster strain N dan b dalam Kaitan dengan Mutasi Gen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang.

Shorrocks. 1972. Genetika Dasar. Bandung : ITB Press.

Silvia, Triana. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Formaldehida.

Bandung : Jurusan Biologi Universitas Padjdjaran.

Simpson C.C., 1967. The Meaning of Evolution. New York:YaleUniv. Press.

Staveley, Brian E. 2013. Molecular & Developmental Biology. (Online : http://www.mun.ca/biology/desmid/brian/BIOL3530/DEVO_02/devo_02.html) diakses tanggal 23 April 2015.

Stirckberger, M.W. 1985. Genetics Third Edition. New York : Macmillan Publishing Company.

Strickberger, M.W. 1962. Experimen In Genetic with Drosophila. New York : John Wiley and Sons Inc.

Widodo, dkk. 2003. Evolusi (Program Semi Que-IV) Direktorat Pendidikan Tinggi. Proyek Peningkatan Manajemen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta

PENGARUH MACAM STRAIN DAN LAMA RADIASI ULTRAVIOLET TERHADAP PERSENTASE PENETASAN TELUR Drosophila

melanogaster HASIL PERSILANGAN tx ♂>< tx♀ DAN emal ♂ >< emal ♀”

LAPORAN PROYEK

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Genetika I

yang dibina oleh Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd

Oleh

Kelompok 6 / OFF C

Melania Primasta (130341614846)

Rofika Ajeng Brilia (130341614851)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

April 2015