Revisi Tugas Mandiri Mega Cakupan Tb

download Revisi Tugas Mandiri Mega Cakupan Tb

of 76

Transcript of Revisi Tugas Mandiri Mega Cakupan Tb

BAB I

PENDAHULUANI.1. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Pada tahun 2009 diperkirakan kasus meninggal tuberkulosis HIV negatif mencapai 1,3 juta kasus, dan kasus meninggal dengan HIV positif mencapai 380.000 kasus. (1)

Gambar 1. Angka Insidens TB di Dunia (WHO, 2009)

Di Indonesia, penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Di Indonesia pada tahun 2009 telah terjadi 61.000 kematian akibat TB atau 27 per 100.000 penduduk. Sedangkan kasus baru dengan BTA positif sebanyak 169.213 orang. Sedangkan kasus TB relaps sebanyak 3.710 orang. Dari golongan penyakit infeksi, TB merupakan penyebab kematian nomor 1. Diperkirakan setiap tahun terjadi 528,063 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000 secara kasar. Menurut WHO tahun 2009 diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif.(2)Dalam melaksanakan Pembangunan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di tingkat kecamatan yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dalam rangka mencapai kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat 2010 pemerintah telah menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu, salah satunya memanfaatkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di berbagai daerah sebagai pusat pelayanan kesehatan terdepan dan sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.(2)

Target Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang memiliki target 80% untuk pencapaian cakupan penemuan suspek TB, sedangkan pencapaian cakupan suspek TB di puskesmas mungkid masih 8,18%, masih jauh dari target.

Jumlah pasien dengan BTA (+) yang terdata di Puskesmas Mungkid selama tahun 2012 berjumlah 4 orang. Desa-desa yang terdapat pasien dengan BTA (+) adalah desa Rambeanak, Ambartawang dan Pabelan. Dua dari empat pasien dengan BTA (+) terdapat di Rambeanak.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mencari tahu faktor faktor yang melatarbelakangi cakupan suspek TB di Puskesmas Mungkid periode Januari Desember 2012.Maka dari itu penulis memilih judul laporan Rencana Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru Puskesmas Mungkid Periode Januari-Desember 2012.I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru pada Puskesmas Mungkidperiode Januari Desember 2012?2. Apa saja alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukan?

3. Bagaimana prioritas pemecahan masalah sesuai dengan penyebab masalah yang ada?

4. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut?

\1.3 Batasan JudulPenulis memilih judul Rencana Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru PuskesmasMungkid Kabupaten Magelang Periode Januari -Desember 2012. Penulisan tugas mandiri ini dilakukan untuk menganalisis faktor faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru, menentukan alternatif pemecahan masalah dan merencanakan kegiatan yang akan dilakukan. Cakupan penemuan suspek TB paru yang dianalisis selama satu tahun, yaitu bulan Januari-Desember 2012, dimana pencapaian cakupan suspek TB paru yang diraih Puskesmas Mungkid masih di bawah target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang.

1.4 Tujuan1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis faktor faktor yangmenyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru, menentukan dan merumuskan alternatif pemecahan masalah dan prioritas pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab masalah, bagaimana prioritas pemecahan masalah serta kegiatan yang dapat dilakukan untuk pemecahan masalah tersebut di Puskesmas Mungkid.1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mampu menganalisis faktor faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru dari faktor input,proses maupun lingkungan di Puskesmas Mungkid, Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang.2. Mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Mungkid Kabupaten Magelang.

3. Mampu menentukan prioritas pemecahan masalah yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Mungkid Kabupaten Magelang.

4. Mampu menyusun rencana kegiatan (POA) pemecahan masalah terpilih.1.5 Manfaat Kegiatan1.5.1 Manfaat bagi Penulis1. Melatih kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat.

2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan masalah terhadap penyebab masalah1.5.2 Manfaat bagi Puskesmas

1. Membantu puskesmas Mungkid dalammengidentifikasi penyebab rendahnya penemuan cakupan suspek TB paru.

2. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap masalah rendahnya cakupan suspek TB paru.

1.5.3 Manfaat bagi Masyarakat1. Pengetahuan tentang TB paru bagi masyarakat bertambah.

2. Masyarakat bisa berobat sedini mungkin apabila mengalami gejala penyakit TB paru.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex.(1)II.2. Tuberkulosis di Indonesia

Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target MilleniumDevelopment Goals (MDGs). Pada tahun 2008 prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per 100.000 penduduk, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000 penduduk.(3)Sementara itu, angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Hal itu disebabkan implementasi strategi DOTS di Indonesia telah dilakukan secara meluas dengan hasil cukup baik.Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus mencapai 71 % dan angka keberhasilan pengobatan mencapai 90 %. Keberhasilan ini perlu ditingkatkan agar dapat menurunkan prevalensi, insiden dan kematian akibat TB.(3)Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam Penanggulangan TB di Indonesia, tapi tantangan masalah TB ke depan masih besar. Terutama dengan adanya tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs Resistancy) TB. Menkes menyadari TB tidak bisa diberantas oleh Pemerintah atau jajaran kesehatan saja, tetapi harus melibatkan dan bermitra dengan banyak sektor.(2)Tahun 1995 Indonesia menerapkan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan TB yang direkomenasikan WHO. Strategi ini diterapkan sebagai Program TB Nasional di berbagai negara termasuk Indonesia.(3)Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

Gambar 2. Pencapaian Program Pengendalian TB Nasional 1995 - 2009

Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan disparitas antar wilayah. Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan.

Tabel 1. Pencapaian target pengendalian TB per provinsi 2009II.3. Penularan TB

Tuberkulosisadalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Cara penularan : Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin,pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikandahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jamdalam keadaan yang gelap dan lembab.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalamu dara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan : Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien. TBparu dengan BTA negatif.

Risiko penularan setiap tahunnyaditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection ( ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negative menjadi positif.Risiko menjadi sakit TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.

Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

HIV merupakan factor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit

Orang dengan BTA (+) dapat menginfeksi hingga 10-15 orang lain melalui kontak dekat selama setahun. Tanpa pengobatan yang tepat, i dua pertiga orang dengan sakit TB akan meninggal dunia.(6)II.4. Strategi Nasional Program Pengendalian TB

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi, terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi fungsional. Ketujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi nasional sebelumnya, dengan rumusan strategi yang mempertajam respons terhadap tantangan pada saat ini. Strategi nasional program pengendalian TB nasional sebagai berikut(5):1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya.

3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB Care.

4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.

5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB.

6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.

7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana strategi ini harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada strategi 5 sampai dengan strategi 7 untuk memperkuat fungsi-fungsi manajerial dalam program pengendalian TB.(5)Salah satu program yang akan dikembangkan untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu, yaitu:Menjamin Deteksi Dini dan Diagnosis Melalui Pemeriksaan Bakteriologis yang Terjamin Mutunya. (5)Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi pemeriksaan laboratorium untuk TB berkembang dengan pesat, deteksi dini dan diagnosis melalui pemeriksaan sputum mikroskopis tetap merupakan kunci utama dalam penemuan kasus TB. Validasi berbagai metode diagnosis baru juga akan dilaksanakan seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi laboratorium untuk TB serta perluasan kegiatan DST di tingkat provinsi.(5)Selain strategi untuk meningkatkan ketersediaan, akses dan akurasi dalam pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis TB secara tepat, diperlukan pula strategi untuk mengurangi keterlambatan diagnosis, baik yang disebabkan oleh faktor pelayanan kesehatan maupun faktor pasien. Intervensi yang dilakukan mencakup(5):1. Meningkatkan intensitas penemuan aktif dengan cara skrining pada kelompok rentan tertentu (a.l. HIV, anak kurang gizi, rutan/lapas, daerah kumuh, diabetes dan perokok)

2. Memprioritaskan pemeriksaan kontak

3. Meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan penyedia pelayanan terhadap simtom TB dan pelaksanaan ISTC

4. Meningkatkan kepatuhan terhadap alur standar diagnosis

5. Melaksanakan upaya meningkatkan kesehatan paru secara komprehensif.II.5. Pelaksana Pengendalian TB di Indonesia

Pada saat ini, pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara administrative berada di bawah dua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan, yaitu Bina Upaya Kesehatan, dan P2PL (Subdit Tuberkulosis yang bernaung di bawah Ditjen P2PL). Pembinaan Puskesmas berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulang punggung layanan TB dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaan rumah sakit berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Pelayanan TB juga diselenggarakan di praktik swasta, rutan/lapas, militer dan perusahaan, yang seperti halnya rumah sakit, tidak berada di dalam koordinasi Subdit Tuberkulosis. Dengan demikian kerja sama antar Ditjen dan koordinasi yang efektif oleh subdit TB sangat diperlukan dalam menerapkan program pengendalian TB yang terpadu.(5)Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan tulang punggung dalam program pengendalian TB. Setiap kabupaten/kota memiliki sejumlah FPK primer berbentuk Puskesmas, terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas Satelit (PS) dan Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Pada saat ini Indonesia memiliki 1.649 PRM, 4.140 PS dan 1.632 PPM. Selain Puskesmas, terdapat pula fasilitas pelayanan rumah sakit, rutan/lapas, balai pengobatan dan fasilitas lainnya yang telah menerapkan strategi DOTS. Tenaga yang telah dilatih strategi DOTS berjumlah 5.735 dokter Puskesmas, 7.019 petugas TB dan 4.065 petugas laboratorium. Pada tingkat Kabupaten/kota, Kepala Dinas Kesehatan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program kesehatan, termasuk perencanaan, pembiayaan dan pemantauan pelayanannya. Di seksi P2M Wakil supervisor (wasor) TB bertanggung jawab atas pemantauan program, register dan ketersediaan obat.(5)Di tingkat Provinsi, telah dibentuk tim inti DOTS yang terdiri dari Provincial Project Officer (PPO) serta staf Dinas Kesehatan, khususnya di provinsi dengan beban TB yang tinggi. Di beberapa provinsi dengan wilayah geografis yang luas dan jumlah FPK yang besar, telah mulai dikembangkan sistem klaster kabupaten/kota yang bertujuan utama untuk meningkatkan mutu implementasi strategi DOTS di rumah sakit. Rutan, lapas serta tempat kerja telah terlibat pula dalam program pengendalian TB melalui jejaring dengan Kabupaten/kota dan Puskesmas.

Tabel 2. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) yang Telah Menerapkan Strategi DOTSII. 6. Penemuan Kasus Tuberkulosis

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.(2)

Strategi penemuan pasien TB adalah(2) : Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.

Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :

a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),

b. Kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif,c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau pegobatan pencegahan.

d. Kontak dengan pasien TB resisten obat,e. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktismenuju kesehatan paru (PAL = practical approach to lung health), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya misopportunity kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke sarana pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.(2)Pemeriksaan dahakberfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).(2) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana pelayanan kesehatan.

S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Peran biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis (Mt) pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.(2)

II.7. Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa

Gambar 3. Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewas

II.8. Faktor Budaya, dan lingkungan dalam Penemuan Suspek TB. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut dikucilkan dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan masyarakat berobat ke dukun kampung.Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang menderita TB dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85% mengetahui bahwa TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TB gratis.Stigma TB di masyarakat terutama dapat dikurangi dengan meningkatkan pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB, mengurangi mitos-mitos TB melalui kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi penyuluhan yang sesuai dengan budaya setempat.Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis dapat dilakukan dengan penyuluhan perorangan dan kelompok. Penyuluhan perorangan kepada penderita tuberkulosis yang dilakukan dengan baik dan berkesinambungan dapat meningkatkan pemahaman penderita terhadap penyakit yang dideritanya sehingga dapat menghindari penderita dari kemungkinan drop out dalam minum obat dan dapat mencegah terjadinya penularan penyakit kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Penyuluhan juga dilakukan kepada keluarga penderita dan pengawas minum obat (PMO) yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap penyakit tuberkulosis yang menyebabkan keluarga dan PMO dapat memberikan dorongan kepada penderita untuk melakukan pengobatan sampai selesai.Penyuluhan kelompok mengenai peyakit tuberkulosis dapat dilakukan puskesmas dengan cara memadukan dengan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti mejelis taklim, wirid-wirid pengajian, kegiatan PKK dan kegiatan di kecamatan sehingga kesulitan puskesmas dalam mengumpulkan masyarakat dapat teratasi.Dalam melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis, pengelola program TB puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan petugas Promosi Kesehatan (Promkes) puskesmas sehingga penyuluhan yang dilakukan dapat terintegrasi dengan kegiatan Promkes yang menyebabkan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dapat berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan.Disamping itu untuk melakukan penyuluhan perorangan kepada penderita tuberkulosis dan keluarganya, pengelola program TB puskesmas dapat juga melakukan kerjasama lintas program dengan petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) dimana petugas Perkesmas sering mengunjungi pasien tuberculosis ke rumahnya sehingga petugas Perkesmas dapat dimintai untuk memberikan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dan pentingnya penderita memakan OAT sampai selesai dan sembuh.Survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian pelayanan kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TB, 66% akan memilih berkunjung ke Puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta dan sebesar 11% ke bidan atau perawat praktik swasta. Namun pada responden yang pernah menjalani pengobatan TB, tiga FPK utama yang digunakan adalah rumah sakit, Puskesmas dan praktik dokter swasta. Analisis lebih lanjut di tingkat regional menunjukkan bahwa Puskesmas merupakan FPK utama di KTI, sedangkan untuk wilayah lain rumah sakit merupakan fasilitas yang utama. Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS untuk diagnosis dan pengobatan TB merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas. Untuk meningkatkan penemuan penderita tuberkulosis, dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas dapat melakukan modifikasi metode penemuan suspek tuberkulosis dengan memperhatikan budaya daerah setempat.II.9. Pencatatan dan Pelaporan

Salah satu komponen penting dari surveilans yaitupencatatan dan pelaporan dengan maksudmendapatkandatauntukdiolah,dianalisisdiinterpretasi,disajikan dandisebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan padakegiatan surveilans harusvalid (akurat, lengkap dantepat waktu)sehinggamemudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program Tuberkulosis dapat diperolehdari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistemyang baku.(2)

1. Pencatatan di Unit Pelayanan Kesehatan(2)UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir :

Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS

Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak, bagian atas.

Kartu pengobatan TB

Kartu identitas pasien

Register TB UPK

Formulir rujukan/ pindah pasien

Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan.

2. Pencatatan di Laboratorium(2)Laboratorium yang melaksanakan perwarnaan dan pembacaan sediaan dahak di PRM, PPM, RS, BP-4, BLK dan laboratorium lainnya yang melaksanakan pemeriksaan dahak, menggunakan formulir pencatatan sebagai berikut:

Register laboratorium TB

Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak bagian bawah

(mengisi hasil pemeriksaan).

3. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/ Kota(2)Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut :

Register TB Kabupaten

Laporan Triwulan Penemuan Pasien Baru dan Kambuh

Laporan Triwulan Hasil Pengobatan

Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif

Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang

Analisis Hasil Uji silang Kabupaten

Laporan Penerimaan dan Permintaan OAT

Laporan Pengembangan Ketenagaan (Staf) Program TB

Laporan Pengembangan Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB

4. Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi.(2)Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut :

Rekapitulasi Penemuan Pasien Baru dan Kambuh per kabupaten/ kota.

Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/ kota.

Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/ kota

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi) per kabupaten/ kota

Rekapitulasi Penerimaan dan Pemakaian OTA) per kabupaten/ kota

Rekapitulasi Pengembangan Ketenagaan (Staf) Program TB

Rekapitulasi Pengembangan Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB

Jenis formulir yang digunakan :1. TB 01 = Pengobatan penderita

2. TB 02 =.Identitas penderita

3. TB 04 = Register laboratorium puskesmas

4. TB 05 = Permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak

5. TB 06 = Penderita tersuspek TB

6. TB 09 = Rujukan/Pindahan penderita

7. TB 10 = Hasil akhir pengobata penderita TB pindahan

Disamping formulir tersebut diatas terdapat juga formulir rekapansebagai berikut :

1. Rekapitulasi TB 02 tanggal perjanjian (mengambil obat,konsultasi dokter, periksa ulangdahak)

2. Rekapitulasi TB 05 puskesmas (tanggal pemeriksaan,specimen dahak, hasil, tingkat positif).II.10. Strategi Kemitraan untuk Penjaringan TB Paru

Kemitraan dengan praktisi swasta dalam program penanggulangan tuberkulosis jika terlaksana dengan baik akan mampu meningkatkan penemuan penderita tuberculosis serta dapat melaksanakan pengobatan berdasarkan strategi DOTS. Dokter praktik swasta memiliki potensi untuk dilibatkan dalam penemuan dan pengobatan penderita TB paru berdasarkan strategi DOTS. Dokter praktik swasta berperan dalam penemuan kasus TB dan mengirim pasien tersangka TB untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum ke puskesmas, melakukan pengobatan sampai tuntas dengan strategi DOTS, menunjuk PMO, membuat catatan dan pelaporan yang nantinya akan dijemput oleh petugas puskesmas. Penderita tersangka TB yang telah melakukan pemeriksaan BTA sputum di puskesmas hasil kiriman dokter praktik swasta, dikembalikan lagi ke dokter praktik swasta. Supaya dokter praktik swasta tertarik dengan program ini, maka pihak puskesmas dapat memberikan OAT secara cuma-cuma kepada dokter praktik swasta dan mempersilahkan dokter praktik swasta mengambil biaya konsultasinya. Bidan dan perawat praktik swasta dalam kemitraan program penanggulangan TB berperan dalam menemukan penderita tersangka tuberkulosis dan mengirimnya ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum. Peran dari Dinkes dan Puskesmas adalah dengan menyediakan sarana yang dibutuhkan praktisi swasta dalam program penanggulangan tuberkulosis seperti pot sputum, OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan.Kemitraan yang terjalin perlu dilakukan pemantauan secara berkala, apakah masing-masing pihak telah menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Dalam melakukan pemantauan, sebaiknya dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten dan organisasi profesi kesehatan seperti IDI, IBI dan PPNI. Dinas kesehatan kabupaten juga membuat kesepakatan dengan masing-masing organisasi profesi kesehatan tersebut.II. 10. Urutan Siklus Pemecahan MasalahMasalah adalah kesenjangan antara keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, yang menimbulkan rasa tidak puas, dan keinginan untuk memecahkannya.Dengan demikian didapatkan ciri-ciri masalah(7) : Menyatakan hubungan dua atau lebih variable

Dapat diukur

Dapat diatasi (Hartoyo,2007)

Urutan dalam siklus pemecahan masalah antara lain:

1. Identifikasi / inventarisasi masalah

Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja, misalnya SPM.Kemudian mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil pencapaian.Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah ditetapkan.

2. Penentuan prioritas masalah

Penyusunan peringkat masalah lebih baik dilakukan oleh banyak orang daripada satu orang saja. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: Hanlon, Delbeq, CARL, Pareto, dll.

3. Penentuan penyebab masalah

Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah pendapat.Penentuan penyebab masalah hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.

4. Memilih penyebab yang paling mungkin

Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi.

5. Menentukan alternatif pemecahan masalah

Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif pemecahan masalah.

6. Penetapan pemecahan masalah terpilih

Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan pemecahan terpilih.Apabila diketemukan beberapa alternatif maka digunakan Hanlon kualitatif untuk menentukan/memilih pemecahan terbaik.

7. Penyusunan rencana penerapan

Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan of Action atau Rencana Kegiatan)

8. Monitoring dan evaluasi

Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan.

Gambar 4. Diagram Analisis Masalah

II.11. Analisis Penyebab Masalah

Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan-pendekatan masalah, dari pendekatan sistern ini dapat ditelusuri hal-hal yang mungkin menyebabkan munculnya permasalahan rendahnya Cakupan Suspek TB paru di wilayah Puskesmas Mungkid. Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Adapun sistern yang diutarakan disini adalah sistern terbuka pelayanan kesehatan yang dijabarkan sebagai berikut(7) :

Gambar 5. Analisis Pemecahan Masalah Dengan Pendekatan SistemMasalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan pendekatan sistern masalah dapat terjadi pada input, lingkungan maupun proses.(7)II.12. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks MIVCSetelah prioritas masalah didapatkan, langkah selnjutnya adalah penentuan prioritas pemecahan masalah dengan kriteria matriks dengan umus seperti di bawah ini (7):Keterangan:

Magnitude (m)

Artinya besarnya penyebab masalah yang dapat diselesaikan, semakin besar atau banyak penyebab masalah dapat diselesaikan maka akan semakin efektif.

Importancy (i)

Artinya pentingnya penyelesaian masalah, semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka akan semakin efektif.

Vunerability (v)

Artinya sensitifitas cara penyelesaian masalah, semakin sensitive maka akan semakin efektif.Skor untuk (magnitude, importancy dan vunerability):1. Sangat kurang efektif

2. Kurang efektif

3. Cukup efektif

4. Efektif

5. Sangat efektif

Cost (c)

Artinya biaya.

Skor untuk (cost):1. Bila biaya atau sumber daya yang digunakan semakin kecil.

2. Bila biaya atau sumber daya yang digunakan kurang besar

3. Bila biaya atau sumber daya yang digunakan cukup besar

4. Bila biaya atau sumber daya yang digunakan besar

Bila biaya atau sumber daya yang digunakan semakin atau sangat besar.II.14. Pembuatan Plan of Action dan Gantt Chart

Setelah melakukan penentuan pemecahan masalah maka selanjutnya dilakukan pembuatan plan of action serta Gantt Chart, hal ini bertujuan untuk menentukan perncanaan kegiatan.(7)II.15. Pengetahuan

II.15.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai (Drs. Sidi Gazalba).Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledgement is justified true beliefed).Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketehui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan :

1. Awarenes, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru.

5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikap.II.15.2. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):

1. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.

2. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.

4. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.

5. Sintesis (Sinthesis)

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).

II.15.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%

b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%

II.16.Perilaku

II.16.1. Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Robert kwick (1974) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.

Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.II.16.1. Determinan Perilaku

Green (1980), mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes) (Notoatmodjo, 1993: 102-103). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor, yakni :

1. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kehamilan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Di samping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi, sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil, misalnya orang hamil tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntik bisa menyebabkan anak cacat. Karena faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

2. Faktor-faktor sarana dan prasarana (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan tersebut di atas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil; misalnya Puskesmas, Polindes, Bidan Praktek, ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung

3. Faktor-faktor sikap (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini Undang-Undang, peraturan-peraturan bayik dari Pusat maupun Pemerintah Daerah yang terkait dengan kesehatan.Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, malainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu Undang-Undang, peraturan-peraturan, dan sebagainya diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti contoh perilaku periksa hamil tersebut di atas; di samping pengetahuan dan kesadaran pentingnya periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan perilaku contoh dari tokoh masyarakat setempat. Demikian juga diperlukan peraturan atau perundanganundangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, dan sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. (7)11.17 Rumah Sehat

Kriteria rumah sehat pada masingmasing parameternya adalah sebagai berikut.

1.Komponen rumah meliputi:a.Langitlangit b.Dinding

c. Jendela kamar tidurd.Jendela ruang keluarga e. Ventilasi

f. Sarana pembuangan asap dapur g. Pencahayaan2.Sarana sanitasi meliputi:a.Sarana air bersihb.Sarana pembuangan kotoranc. Sarana pembuangan limbah d. Sarana pembuangan sampah3.Kolompok perilaku meliputi;

a.Membuka jendela kamar tidur

b.Membuka jendelaruang keluarga

c.Membersihkan rumah dan halaman d. Membuang tinja ke WC

e.Membuang sampah pada tempat sampahb. Kondisi rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia1.KelembabanKelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen.

Faktorfaktor kelembaban udara meliputi:

a. Keadaan bangunan1. Dinding

Air hujan masuk dan meresap melalui poripori dinding sehingga akan mengakibatkan kelembaba nudara dalam ruangan.

2. Iklim dan CuacaKelembaban udara secara menyeluruh dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.Syaratsyarat kelembaban yang memenuhi standar kesehatan adalah sebagai berikut:a. Lantai dan dinding harus kering

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%

Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah Higrometer, digantung pada papan yang terbuat dari kayu kemudian dapat dilihat berapa angka kelembaban yang tertera pada alat tersebut kemudian melakukan pencataan hasil. Keterkaitan antara kelembaban dan penyakit pneumoni adalah saling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia. Kelembaban ini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan etiologi pneumonia yang berupa virus, bakteri dan jamur. Faktor etiologi tersebut dapat tumbuh dengan baik jika kondisi optimal. Penghuni ruangan biasanya akan mudah menderita sakit infeksi saluran nafas karena situasi tersebut.2.PencahayaanPencahayaan adalah proses masuknya cahaya kedalam ruanganuntuk keperluan aktifitas.Pencahayaan dibagi menjadi dua kelompok:

a. Pencahayaan alami

Cahaya alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam ruangan melalui jendela, celahcelah dan bagianbagian bangunan yang terbuka. Cahaya matahari berguna selain untuk penerangan dapat juga untuk mengurangi kelembaban ruangan,mengusir nyamuk dan membunuh kuman penyebab penyakit.Pencahayaan alam maupun buatan baik langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60lux dan sebaiknya tidak menyilaukan.Menurut WHO standa rminimal cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah kamar keluarga dan kamar tidur adalah 60lux .Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur, luas jendela minimal 1020% dari luas lantai.Jarak masuk cahaya juga diusahakan dengan memakai genteng kaca.b.Pencahayaan buatan.Pencahayaanbuatanyang baik danmemenuhi standar dapat

Dipengaruhi oleh:1.Cara memasang sumber cahaya pada dinding atau langitlangit

2.Kontruksi sumber cahaya dengan ornament yang dipergunakan

3.Luas dan bentuk ruangan

4.Penyebaran sinar dari sumber cahayaAlat yang dipakai untuk mengukur pencahayaan adalah lux meter.Cara penggunaannya adalah alat langsung diletakkan pada ruangan yang akan diperiksa, lihat dan dicatat hasilnya. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum (DPU) telah menetapkan bahwa untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi harus masuk kedalam ruangan minimal 1 jam sehari atau bila penerangan matahari tidak langsung minimal 8 jam.3. VentilasiVentilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan keputusan menteri Kesehatan No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan,luaspenghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

Berdasarkan peraturan bangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Luas jendela / lubang hawa sekurang -kurangnya 10% dari luas lantai ruangan.

b. Jendela atau lubang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi minimal 1,95 m dari permukaan lantai.

c.Adanya lubang hawa yang berlokasi dibawah langit-langit sekurang-kurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan.Ventilasi rumah berfungsi :a. Untuk menjaga aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah yang berarti kadar karbondioksida yang bersifat racun akan meningkat. Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam rumah akan naik karena terjadinya penguapan cairan.b. Kelembaban ini merupakan media paling baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.

c. Membersihkan udara ruangan dari bakteri bakteri patogen, karena terjadi aliran udara yang terus menerus.

4. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal didalam rumah dibandingkan dengan luas ruangan. Berdasarkan keputusan menteriKesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruangan tidur kecuali anak umur dibawah 5tahun.Salah satu cara mencegah penularan penyakit infeksi saluran pernafasan terutama pneumonia maka jarak tempat tidur satu dengan tempat tidur lain minimal 90 cm. Dalam hubungan dengan penyakit pneumonia Balita maka kepadatan hunian akan menyebabkan infeksi silang dengan penderita pneumonia di suatu ruangan dan penularan penyakit melalui udara atau droplet akan cepat terjadi.Pada saat batuk, agent penyebab penyakit keluar dalam bentuk droplet. Dan akan dibawa udara yang selanjutnya masuk ke host barumelalui saluran pernafasan.Kepadatan hunian rumah perlu diperhatikan karena:a. Semua orang memerlukan tempat untuk melakukan aktiftasnya didalam rumah.

b. Keadaan rumah yang penuh sesak oleh penghuni akan mengurangi kenyamanan dalam melakukan aktifitas.

c. Rumah yang padat penghuni akan lebih memungkinkan cepat terjadinya penularan oleh virus dan kontak perorangan.

d. Rumah padat penghuni akan mempengaruhi psikologis penghuninya sehingga produktifitas kerja akan menurun.Tingkat kepadatan memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia khususnya Balita. Hal ini terjadi karena tingkat kepadatan hunian rumah dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan dan dapat mempermudah penularan penyakit untuk tingkat hunian rumah yang padat, berarti banyak penghuninya sehingga menghasilkan banyak karbondioksida sebagai hasil proses pernafasan.Karbondioksida tersebut mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan karena semakin banyak jumlah orang yang menghuni ruangan, maka semakin banyak jumlah udara segar yang dibutuhkan untuk pernafasan, sedangkan jumlah karbondioksida yang dihasilkan jauh lebih besar.BAB IIIANALISIS MASALAH

III. 1. Analisis Masalah

Cakupan suspek TB paru di Puskesmas Mungkid memiliki skor pencapaian 8,18%, jauh dibawah target yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang yaitu sebesar 80%.Kegiatan

PokokIndikator KerjaTarget DinKes Kab. Magelang 2012CakupanPencapaian

Hasil kegiatan%100%

P2 TB ParuCakupan suspek TB paru80%446,55%8,18%

Tabel 3. Pencapaian cakupan suspek TB paru Puskesmas Mungkid tahun 2012Hasil Cakupan Penemuan suspek TB paru di Puskesmas Mungkid Kabupaten Magelang

Besar sasaran

= 10.7 x jumlah penduduk Kecamatan Mungkid

Suspek TB paru

1000

= 10.7 x 63.193

1000

= 672

Dalam perhitungan hasil pencapaian cakupan suspek TB paru, maka perlu ditentukan terlebih dahulu persentase cakupannya dengan rumus:Cakupan%=Hasil Kegiatan

x 100 %

Sasaran Berjalan

=Hasil Kegiatan ( Januari Desember 2012 ) x 100 %

Sasaran

=44 x 100 %

672

=6,55%

Hasil kegiatan: Jumlah suspek TB paru Sasaran: Jumlah perkiraan suspek TB paru (10,7/1000 x jumlah penduduk)Kemudian setelah didapatkan cakupan (%) dihitung persentase pencapaian indikator kinerja tersebut dengan menggunakan rumus:

Pencapaian= Cakupan (%)x 100%

Target

= 6,55 x 100%

80%

= 8,18%Dari hasil perhitungan pencapaian program P2 TB Paru cakupan suspek TB paru periode Januari Desember 2012 didapatkan hasil sebesar 8,18 %. Hasil tersebut belum memenuhi target Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang sebesar 80%. Kurangnya pencapaian tersebut merupakan suatu masalah yang harus dicari penyebab dan upaya penyelesaiannya.Jumlah suspek TB di setiap Desa di wilayah kerja Puskesmas Mungkid :No.DesaJumlah Suspek TB

1.Mungkid4

2.Pagersari5

3.Bojong6

4.Gondang0

5.Senden0

6.Treko0

7.Blondo2

8.Bumirejo1

9.Ambartawang3

10.Paremono5

11.Pabelan3

12.Ngrajek1

13.Rambeanak11

14.Progowati3

Jumlah44

Tabel 5. Jumlah Suspek TB di Desa Wilayah Kerja Puskesmas MungkidDari tabel jumlah suspek TB didapatkan 44 suspek TB yang terdapat di Kecamatan Mungkid. Jumlah suspek terbanyak terdapat di Desa Rambeanak yaitu sebanyak 11 suspek.Jumlah BTA (+) di setiap Desa di wilayah kerja Puskesmas Mungkid :

No.DesaJumlah pasien

dengan BTA (+)

1.Mungkid0

2.Pagersari0

3.Bojong0

4.Gondang0

5.Senden0

6.Treko0

7.Blondo0

8.Bumirejo0

9.Ambartawang1

10.Paremono0

11.Pabelan1

12.Ngrajek0

13.Rambeanak2

14.Progowati0

Jumlah4

Tabel 4. Jumlah BTA (+) di Desa Wilayah Kerja Puskesmas Mungkid

Dari data diatas terlihat bahwa pasien dengan BTA (+) terdapat di tiga desa, yaitu Rambeanak, Pabelan dan Ambartawang. Pasien dengan BTA (+) terbanyak terdapat di Rambeanak yaitu sebanyak 2 pasien.III. 2. Kerangka Pemecahan MasalahUrutan dalam siklus pemecahan masalah antara lain :

a.Identifikasi/ inventarisasi masalah

Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja, misalnya SPM.Kemudian mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil pencapaian.Kemudian membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah ditetapkan.

c.Penentuan penyebab masalah

Penentuan penyebab masalah dilihat berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah pendapat.Penentuan penyebab masalah hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.

d.Memilih penyebab yang paling mungkin

Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih berdasarkan sebab-sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi.e. Menentukan alternatif pemecahan masalah

Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang sudah diidentifikasi.Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif pemecahan masalah.

f.Penetapan pemecahan masalah terpilih

Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan pemecahan masalah terpilih.Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan Hanlon kualitatif untuk menentukan atau memilih pemecahan terbaik.g.Penyusunan rencana penerapan

Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan of Action atau rencana kegiatan)

h.Monitoring dan evaluasi

Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan.BAB IVKERANGKA TEORI DAN PENELITIANIV.1. Kerangka Teori

Gambar 6. Kerangka TeoriIV.2. Kerangka PenelitianKoordinasi lintas program di puskesmas.

Pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru.

Kerjasama antara puskesmas dengan unit pelayanan kesehatan swasta serta mengenai pendataan suspek TB paru.

Kepatuhan penggunaan SOP TB Paru.

Gambar 7. Kerangka PenelitianBAB VMETODE PENELITIANV.1. Jenis data yang diambil

Dalam melakukan penelitian tugas mandiri mengenai cakupan suspek TB, jenis data yang diambil adalah data primer yang didapatkan dengan cara pengamatan langsung, wawancara dan pengisian kuisioner dan data sekunder diperoleh dari laporan koordinator P2M TB Paru Puskesmas Mungkid. Wawancara dilakukan dengan koordinator P2M TB Paru Puskesmas Mungkid, koordinator laboratorium, dan Bidan Desa Rambeanak. Pengisian kuisioner dilakukan di Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, sebanyak 20 responden yang terdiri dari pasien BTA (+) dan orang-orang yang kemungkinan kontak lama dengan pasien BTA (+), . Pengumpulan data data tersebut dilakukan tanggal 24-26 Maret 2013. Data yang diperoleh dianalisis melalui pendekatan sistem, baik input, proses, dengan tujuan mengetahui permasalahan secara menyeluruh. Data kemudian diolah untuk mengidentifikasi permasalahan. Lalu dilakukan analisis masalah dengan mencari kemungkinan penyebab melalui pendekatan sistem dengan diagram fishbone. Kemudian dilakukan konfirmasi penyebab yang paling mungkin ke koordinator P2M TB Paru. Kemudian menentukan prioritas alternatif pemecahan masalah secara sistematis yang paling mungkin dilaksanakan dengan menggunakan kriteria matriks. Setelah itu, dibuat plan of action berdasarkan prioritas pemecahan masalah.

V. 2 .Ruang Lingkup

Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi :

a. Lingkup lokasi : Wilayah kerja Puskesmas Mungkid, Kabupaten Magelang

b. Lingkup waktu : Januari 2012 sampai Desember 2012

c. Lingkup sasaran : Cakupan suspek TB (10,7/1000 x jumlah penduduk)d. Lingkup metode : Pengamatan, wawancara, kuesioner.V. 3. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dimana penelitian dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran menegenai suatu keadaan secara objektif.

Rancangan penelitian yang digunakan berupa survey dengan tujuan untuk membuat penlaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program dan hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut.V. 4. Definisi Operasionala. TB paru: penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.b. Suspek TB paru adalah ditemukan gejala klinis TB, berupa batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih dengan gejala tambahan berupa dahak yang bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun berat badan menurun, malaise, keringat malam walaupun tanpa kegiatan dan dilanjutkan pemeriksaan BTA sputum SPS dengan hasil negatif.c. SOP adalah standar operasional prosedur adalah prosedur yang telah ditetapkan dan harus dijalankan oleh petugas kesehatand. Sasaran adalah perkiraan suspek TB paru yaitu 10,7/1000x jumlah penduduk.e. Cakupan adala jumlah suspek TB paru dibandingkan dengan sasaran bulan berjalan dikalikan 100 persen.

f. Pencapaian adalah cakupan dibandingkan dengan target dinkes dikalikan 100 persen. g. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Menurut Notoadmojo (2003) kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat dikategorikan sebagai berikut Tingkat pengetahuan baik bila skor 75-100 %

Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60-75 %

Tingkat pengetahuan kurang bila skor 3 mingguc. Keluhan Lain : Keringat malam Sesak nafas Nyeri dada Sering merasa lelah Berat badan menurun Batuk berdarah

2Apakah petugas mengukur : Suhu tubuh

Berat badan

3Apakah petugas meminta pasien memeriksakan dahak ke laboratorium

4Apakah petugas memberi pot dahak dan menjelaskan cara mengeluarkan dahak yang benar

5Apakah petugas mengisi formulir TB 05 untuk permohonan pasien periksa dahak ke laboratorium

7Apakah petugas emasukkan data ke status masing-masing pasien

Tabel 8. Checklist hasil pengamatanTingkat Kepatuhan= Ya

x 100% = 12 x 100% = 80%

Ya + Tidak

12 + 3

Tingkat kepatuhan petugas kesehatan dalam pelaksanaan SOP TB sebesar 80% tingkat kepatuhan petugas kurang baik karena petugas tidak melakukan penanganan sesuai SOP TB. VI.6. Hasil Pengisian Kuesioner

Berikut di bawah ini merupakan kuisioner yang dibagikan kepada 20 responden warga yang dicurigai dengan suspek TB paru dan warga dengan BTA (+) di Desa Rambeanak Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang.a. Pertanyaan tentang pengetahuanNoPertanyaan1234567891011121314151617181920

1Apakah anda mengetahui tentang penyakit flek paru/TBC?YYYYYYYTTYYYTTTYYTTT

2Apakah anda mengetahui gejala gejala flek paru/TBC?YTYYTYTYY

YYTTTTYTYTT

3Apakah flek paru dapat disembuhkan?YYYTYYYYYYYYYYYYYTYY

4Apakah flek paru/TBC menular?YTYYYYYYYYYYYYYTYYYT

5Apa yang menyebabkan flek paru/TBC?

Virus((((((((((((((((((((

Bakteri

Jamur

6Bagaimana cara penularannya?

Makanan(((

Dahak, udara((((((((((((((((

Kulit(

7Berapa lama pengobatan flek paru/TBC hingga sembuh?

2 bulan (

4 bulan(

6 bulan((((((((((((((

8Apakah anda tahu obat-obatan flek paru/TBC gratis dari pemerintah?TTTTTTYTTTTTYYYTTTYY

9Apakah anda pernah mendapat penyuluhan tentang TB paru dari tenaga kesehatan?TTYTTTYTTTYTTTTTTYTT

Skoring64435474566445546544

KriteriaSKKKSKBKSSSKKSSKSSKK

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Pengetahuan Penyakit TBKeterangan :

Benar (B): 1

Y: Ya

( : Pilihan jawaban respondenSalah (S): 0

T: TidakSkoring :

7-9

: Baik

5-6

: Sedang