Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

36
Revisi 13 Mei 2011 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR __ TAHUN ____ TENTANG KETAHANAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan energi merupakan hal yang strategis dalam rangka mendukung pembangunan nasional melalui perwujudan ketersediaan energi yang cukup, aman, berkualitas dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (6), dan Pasal 24 (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Ketahanan Energi; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4746); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KETAHANAN ENERGI. BAB I KETENTUAN UMUM

Transcript of Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Page 1: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR __ TAHUN ____

TENTANG

KETAHANAN ENERGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketahanan energi merupakan hal yang strategis dalam rangka mendukung pembangunan nasional melalui perwujudan ketersediaan energi yang cukup, aman, berkualitas dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau;

b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (6), dan Pasal 24 (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Ketahanan Energi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4746);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KETAHANAN ENERGI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :1. Energi, Sumber energi, Sumber daya energi, sumber energi baru,

energi baru, sumber energi terbarukan, energi terbarukan, sumber energi tak terbarukan, energi tak terbarukan, cadangan energi, cadangan penyangga energi, penyediaan energi, pemanfaatan energi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, menteri, badan usaha, pengusahaan energi, pengusahaan jasa energi, rencana umum energi, adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

Page 2: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

2. Ketahanan Energi adalah kondisi terpenuhinya energi bagi kebutuhan rumah tangga, sarana umum, komersial, transportasi dan industri yang cukup dan merata, baik jumlah maupun mutunya, dengan harga yang terjangkau, baik dalam kondisi normal maupun krisis dan darurat energi.

3. Energi Primer adalah sumber energi yang belum mengalami proses konversi atau transformasi.

4. Sumber Energi Setempat adalah sumber energi baik sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan yang terdapat di suatu wilayah kabupaten/kota, provinsi, dan/atau pulau, yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah tersebut, antara lain batubara muda, gas marginal, air, panas bumi, biomassa, angin dan surya

5. Cadangan Penyangga energi adalah jumlah ketersediaan sumber energi dan energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada kurun waktu tertentu.

6. Neraca energi adalah laporan/data tentang keseimbangan penyediaan dan pemanfaatan energi.

7. Produksi energi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk energi.

8. Rencana Umum Energi Nasional yang selanjutnya disebut RUEN adalah rencana pengelolaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

9. Peredaran energi adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran energi kepada masyarakat, secara komersial maupun non komersial.

10. Pengangkutan energi adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan energi dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun.

11. Penganekaragaman energi adalah penyediaan dan pemanfaatan energi dari berbagai sumber energy.

12. Masalah Energi adalah keadaan kelebihan energi, kekurangan energi, dan/atau ketidak mampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan energy.

BAB IIKLASTERISASI ENERGI

Pasal 2(1) Sumber energi terdiri dari:

a. sumber energi fosil yang tidak terbarukan;b. sumber energi terbarukan.c. Sumber energi baru.

(2) Sumber energi fosil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:a. minyak bumi;

Page 3: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

b. gas alam;c. batubara;d. gambut (lihat UU no.4/2009 dalam penjelasan ayat

ditambahkan batubara sebagai bahan baku energi); dane. serpih bitumen.

(3) Sumber energi terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:a. Sumber energi terbarukan hayati; danb. Sumber energi terbarukan non-hayati.

(4) Sumber energi terbarukan hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah bioenergi.

(5) Sumber energi terbarukan non-hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri dari:a. panas bumi;b. aliran dan terjunan air yang disebut tenaga air;c. energi matahari yang disebut energi surya;d. energi angin; dane. energi samudera;

(6) Sumber energi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:

a. Nuklir;b. Hidrogen;c. Gas metana batubara;d. Batubara tercairkan; dane. Batubara tergaskan.

BAB IIIHAK MEMPEROLEH ENERGI

Pasal 3

(1) Setiap orang berhak memperoleh energi dalam jumlah yang cukup, aman, berkualitas dengan harga terjangkau.

(2) Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk memperoleh energi dari sumber energi setempat.

Pasal 4

(1) Harga terjangkau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disesuaikan secara bertahap sampai batas waktu tertentu menuju harga keekonomian dan berkeadilan.(akan diberikan penjelasan mengenai “secara bertahap sampai batas waktu tertentu menuju harga keekonomian dan berkeadilan” pada penjelasan)

Page 4: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(2) Penyesuaian harga secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya konservasi energi dan pengembangan diversifikasi energi.

Pasal 5

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menyediakan dana subsidi bagi pengguna energi untuk sektor: a. rumah tangga tidak mampu;b. komersial kecil;(akan dibuat penjelasan lebih lanjut merujuk

kepada UU Koperasi khususnya UKM)Usaha kecil, sesuai dengan UUU No. 20 Tahun 2008, tentang USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

c. industri kecil, dand. sarana Umum;e. transportasi umumf. sektor lain sesuai peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi dan dana subsidi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IVPENGUASAAN SUMBER DAYA

Bagian KesatuDefinisi Wilayah

Pasal 6

Wilayah hukum sumber daya energi Indonesia merupakan kekayaan nasional yang meliputi seluruh wilayah daratan, perairan, udara dan landas kontinen Indonesia.

(1) Wilayah jaringan distribusi adalah wilayah tertentu dari jaringan distribusi Energi yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Energi Nasional.(akan dipindahkan ke Pasal 18)

Pasal 7(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya menyelenggarakan kegiatan pengelolaan sumber daya energi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kegiatan pengelolaan sumber daya energi akan diatur oleh Peraturan Menteri.

Page 5: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

Bagian KeduaPemegang Kuasa Sumber daya

Pasal 8

(1) Sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(2) Sumber daya energi baru dan sumber daya energi terbarukan diatur oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(3) Penguasaan dan pengaturan sumber daya energi oleh negara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Semua data dan informasi yang diperoleh sesuai dengan ketentuan di bidang energi merupakan milik negara dan pengaturan pemanfaatannya dilakukan oleh Menteri.

BAB VKEMUDAHAN DAN INSENTIF

Pasal 9

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah memberi kemudahan dan insentif kepada kegiatan usaha dibidang penyediaan dan pemanfaatan energi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

(2) Ketentuan mengenai pemberian kemudahan dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VITANGGUNG JAWAB

Bagian KesatuUmum

Pasal 10

(1) Pemerintah sebagai pemegang kuasa sumber daya energi berkewajiban mengelola sumber daya energi untuk terjaminnya ketahanan penyediaan energi nasional.

(2) Penyediaan energi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil dan daerah pedesaan dengan menggunakan sumber energi setempat, khususnya sumber energi terbarukan.

Page 6: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(3) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan/atau badan usaha di bidang energi bertanggungjawab mengupayakan ketersediaan energi.

(4) Setiap pengguna sumber energi dan pengguna energi berkewajiban menggunakan energi secara efisien.

Pasal 11

(1) Tanggung jawab Pemerintah dalam penyediaan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), yaitu:a. menyusun kebijakan konservasi dan diversifikasi energi

nasional.b. melakukan inventarisasi sumber daya energi yang meliputi

pendataan dan pemetaan potensi sumber daya energi; serta roadmap pengembangan potensi sumber daya energi nasional, yang dievaluasi setiap tahun dan ditetapkan oleh Menteri;

c. meningkatkan cadangan energi nasional berdasarkan status potensi sumber daya energi yang telah diinventarisasi dalam rangka intensifikasi energi;

d. menyusun neraca energi nasional yang diperbarui setiap tahun;

e. menjamin kelancaran penyaluran, transportasi, transmisi dan penyimpanan energi dengan meningkatkan jumlah dan kemampuan infrastruktur energi nasional;

f. mengutamakan tingkat kandungan dalam negeri baik barang maupun jasa. (cq pasal 50) (batas rapat tgl 10062011)

(2) Tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam hal penyediaan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), yaitu:a. menyusun kebijakan diversifikasi dan konservasi energi di

tingkat provinsi dengan mangacu pada kebijakan diversifikai dan konservasi energi nasional;

b. melakukan inventarisasi dan evaluasi sumber daya energi yang meliputi pendataan dan pemetaan potensi sumber daya energi, serta roadmap pengembangan potensi sumber daya energi di tingkat provinsi yang dievaluasi setiap tahun;

c. menyusun neraca energi provinsi yang diperbarui setiap tahun;

d. menjamin kelancaran transportasi energi dengan meningkatkan jumlah dan kemampuan infrastruktur energi di tingkat provinsi; dan

e. melaporkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai d kepada Menteri.

(3) Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam hal penyediaan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), adalah:a. menyusun kebijakan diversifikasi dan konservasi energi di

tingkat kabupaten/kota dengan mangacu pada kebijakan

Page 7: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

diversifikai dan konservasi energi nasional.b. melakukan inventarisasi dan evaluasi sumber daya energi

yang meliputi pendataan dan pemetaan potensi sumber daya energi, serta roadmap pengembangan potensi sumber daya energi kabupaten/kota yang dievaluasi setiap tahun;

c. menyusun neraca energi kabupaten/kota yang diperbarui setiap tahun;

d. menjamin kelancaran penyaluran dan transmisi dengan meningkatkan jumlah dan kemampuan infrastruktur energi di tingkat kabupaten/kota; dan

e. melaporkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai d kepada gubernur.

(4) Tanggung jawab masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok dalam penyediaan energi, yaitu :a. ikut berperan aktif dalam pengembangan penyediaan dan

pemanfaatan energi secara efisien guna terjaminnya ketahanan energi nasional dan setempat.

b. Memberikan masukan kepada Pemerintah, Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota dalam perencanaan pengembangan energi nasional dan daerah.

Bagian KetigaPeran Masyarakat, Kewajiban dan Tanggung Jawab

Pasal 12

(1) Masyarakat, baik secara perseorangan maupun kelompok, dapat berperan dalam pengembangan dan penyediaan energi untuk kepentingan umum.

(2) Masyarakat, baik secara perseorangan maupun kelompok berperan aktif dalam penggunaan energi secara efisien dan penerapan pola konservasi energi guna terjaminnya ketahanan energi.

(3) Masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok wajib mendukung Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyediaan energi nasional dan atau setempat.

Bagian KeempatBadan Usaha

Pasal 13

(1) Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha energi berkewajiban, antara lain:a. memberdayakan masyarakat setempat;b. menjaga dan memelihara fungsi kelestarian lingkungan;c. memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan energi;

dand. memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bidang energi.

(2) Kegiatan usaha energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan eksploitasi sumber energi dan produksi energi.

Page 8: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

Pasal 14

Dalam rangka menjaga dan memelihara fungsi kelestarian lingkungan, masyarakat dan badan usaha wajib mengikuti persyaratan dan ketentuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIIRENCANA UMUM PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN

Masukan dari DENBAB VII

PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN

Bagian KesatuRencana Umum Penyedian

Pasal 15

(1) Penyediaan energi diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam menunjang perekonomian dan kebutuhan energi masyarakat.

(2) Untuk meningkatkan ketahanan energi, Pemerintah menyusun proyeksi penyediaan dan pemanfaatan energi dengan mempertimbangkan target dan asumsi-asumsi perekonomian untuk penyusunan rencana anggaran dan pendapatan belanja negara yang akan ditetapkan Pemerintah.

(3) Penyusunan proyeksi penyediaan dan pemanfaatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dilakukan setiap tahun.

Pasal 16

(1) Sumber penyediaan energi berasal dari :a. produksi energi dalam negeri;b. cadangan energi, dan c. impor energi.

(2) Produksi energi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sepenuhnya diutamakan dimanfaatkan untuk ketahanan penyediaan energi dalam negeri.

(3) Cadangan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk mengantisipasi kondisi kekurangan energi, gejolak harga , keadaan darurat energi dan/atau krisis energi.

(4) Impor energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan apabila produksi energi dalam negeri dan cadangan energi tidak mencukupi kebutuhan energi dengan tetap memperhatikan pasokan energi dalam negeri.

(5) Pelaksanaan impor energi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 9: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

Pasal 17

(1) Dalam rangka pemerataan ketersediaan energi dilakukan distribusi energi ke seluruh wilayah sampai tingkat konsumen.

(2) Untuk mewujudkan pemerataan ketersediaan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:a. mengembangkan sistem distribusi energi yang menjangkau

seluruh wilayah secara efisien;b. mengelola sistem distribusi energi yang dapat

mempertahankan keamanan, pasokan energi; dand. menjamin keamanan distribusi energi.

(3) Wilayah jaringan distribusi adalah wilayah tertentu dari jaringan distribusi Energi yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Energi Nasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai distribusi energi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 18

(1) Cadangan Penyangga energi nasional terdiri dari cadangan energi pemerintah, dan cadangan energi badan usaha.

(2) Cadangan Penyangga energi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas cadangan Penyangga energi:a. Pemerintah kabupaten/kota;b. Pemerintah propinsi; danc. Pemerintah.

(3) Ketentuan jumlah dan lokasi cadangan penyangga energi ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(4) Untuk mewujudkan cadangan Penyangga energi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan :a. melakukan prakiraan kekurangan energi dan/atau keadaan

darurat; danb. menyelenggarakan pengadaan, pengelolaan dan penyaluran

cadangan energi.(5) Cadangan Penyangga energi pemerintah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) ditetapkan secara berkala dan dilakukan secara terkoordinasi mulai dari penetapan cadangan Penyangga energi.

Masukan dari DEN

1) Cadangan penyangga energi adalah jumlah ketersediaan sumber energi dan energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada kurun waktu tertentu.

2) Cadangan penyangga energi terdiri dari cadangan penyangga energi publik dan cadangan energi industri.

3) Cadangan penyangga energi publik wajib disediakan oleh Pemerintah.4) Cadangan penyangga energi publik digunakan Pemerintah untuk melakukan

tindakan penanggulangan krisis dan darurat energi.5) Cadangan energi industri wajib diadakan oleh bandan usaha energi itu sendiri.6) Cadangan energi industri digunakan untuk keperluan komersial dan/atau

Page 10: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

kebutuhan operasional badan usaha itu sendiri.7) Ketentuan jenis, jumlah, waktu dan lokasi cadangan penyangga energi publik

diatur oleh Dewan Energi Nasional.8) Jenis dan jumlah cadangan energi industri ditetapkan Pemerintah atau [Badan

Pengatur?] sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menugaskan badan pemerintah atau badan usaha yang bergerak dibidang energi untuk mengadakan dan mengelola cadangan penyangga energi tertentu yang bersifat pokok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masukan dari DENPasal …

1) Ketersediaan cadangan penyangga energi publik dapat disediakan Pemerintah secara bertahap sesuai kemampuan pengelolaan.

2) Pemerintah dapat menugaskan badan pengelola yang dibentuk Pemerintah dan/atau badan usaha yang bergerak di bidang energi untuk mengadakan dan mengelola cadangan penyangga energi publik sesuai peraturan perundang-undangan.

3) Badan sebagaimana dimaksud ayat 2) di atas memperoleh dana dari APBN, dana hasil pengelolaan cadangan dan/atau kerja sama dengan lembaga keuangan yang besarnya ditentukan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi Menteri.

Pasal 20

(1) Penyaluran cadangan penyangga energi nasional ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Penyaluran cadangan penyangga energi daerah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Masukan dari DEN

Pasal ...

1) Pelepasan sebagian dan/atau seluruh cadangan penyangga energi publik diputuskan oleh Menteri setelah Dewan Energi Nasional menetapkan langkah-langkah penanggulangan krisis dan darurat energi.

2) Untuk kepentingan teknis pengelolaan, badan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat 2) dapat melakukan penyaluran dan pengadaan kembali cadangan penyangga energi publik tanpa mengurangi jumlah cadangan pada periode tertentu, yang mekanismenya diatur oleh Menteri.

Pasal 21

(1) Penyediaan dan pemanfaatan energi berpedoman pada RUEN(2) Penyediaan energi dilakukan melalui:

a. eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi;

Page 11: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

b. peningkatan cadangan energi;c. penyiapan infrastruktur yang cukup;d. diversifikasi, konservasi sumber daya energi; dane. penjaminan kelancaran penyaluran, transmisi, dan

penyimpanan.

Bagian KeduaRencana Umum Pemanfaatan

Masukan dari DEN, judul bab dirubah menjadi Pemanfaatan Energi

Pasal 22

(1) Pemanfaatan energi dilakukan dengan:a. mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi;b. mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi,

konservasi dan lingkungan; danc. memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan

peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber energi.

(2) Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(3) Pemanfaatan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya.

Masukan dari DENPasal …..

1) Dewan Energi Nasional menetapkan Rencana Umum Energi Nasional yang disusun Pemerintah berdasarkan Kebijakan Energi Nasional.

2) Rencana Umum Energi Nasional sebagai pedoman penyediaan dan pemanfaatan energi nasional.

3) Penyediaan energi merupakan objek vital prioritas nasional, yang meliputi kegiatan:a. eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi;b. pengolahan dan pembangkitan energi;c. penyimpanan, transmisi dan distribusi energi; d. transportasi dan perniagaan energi; dane. standardisasi dan keselamatan teknik.

4) Pemanfaatan energi mengutamakan:a. kemandirian pengelolaan energi;b. penggunaan sumber daya energi setempat;c. diversifikasi dan konservasi energi; dand. pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.

Page 12: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

Pasal 23

(1) Sektor pengguna energi adalah sektor rumah tangga, komersial, industri dan transportasi.

(2) Dalam hal dipandang perlu diberlakukan mandatori pemanfaatan jenis energi tertentu kepada setiap sektor pengguna yang ditentukan melalui Peraturan Menteri.

Pasal 24

(1) Pemanfaatan energi memprioritaskan penggunaan sumber daya energi dan produksi energi setempat.

(2) Peningkatan pemanfaatan energi listrik dengan cara menaikkan tingkat rasio elektrifikasi, terutama di daerah perdesaan.

Pasal 25

(1) Dalam rangka pemanfaatan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal .24 ayat (1), Pemerintah:a. menyusun dan melaksanakan program pemanfaatan energi

setempat, berkoordinasi dengan pemerintah daerah; danb. menyediakan dana melalui APBN.

(2) Dalam rangka pemanfaatan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pemerintah daerah:a. melakukan inventarisasi daerah yang belum berkembang,

daerah terpencil, dan daerah perdesaan, serta potensi sumber energi setempat;

b. menyusun dan melaksanakan program pemanfaatan energi setempat;

c. menyediakan dana melalui APBD.(3) Sumber energi setempat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik

dan non-listrik.

Pasal 26

Pemanfaatan energi mengacu pada rencana induk konservasi energi yang disusun dan ditetapkan oleh Menteri.

BAB VIIIINFRASTRUKTUR ENERGI

Pasal 27

Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk masa datang dalam jumlah yang memadai, berkesinambungan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup serta dalam upaya menyediakan akses berbagai macam jenis energi untuk segala lapisan masyarakat, maka arah kebijakan pembangunan infrastruktur energi adalah sebagai berikut :

Page 13: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

a. Pengembangan bauran energi ( energimix) untuk mendapatkan komposisi penggunaan energi yang optimum pada suatu kurun waktu tertentu bagi seluruh wilayah Indonesia ;

b. Penentuan harga energi dilakukan dengan memperhitungkan biaya produksi dan kondisi ekonomi masyarakat ;

c. Diversifikasi energi diarahkan untuk penganekaragaman pemanfaatan energi ;

d. Pengupayaan penerapan konservasi energi pada seluruh tahap pemanfaatan ; dan

e. Pengupayaan pengendalian lingkungan hidup dengan memperhatikan semua tahapan pembangunan energi.

BAB IXPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Pasal 28

(1) Penelitian dan pengembangan di sektor energi diarahkan untuk peningkatan komponen dalam negeri untuk pengadaan sarana dan prasarana dalam pengembangan penyediaan dan pemanfatan energi yang efisien melalui pembangunan industri dalam negeri dengan prinsip kerjasama melalui penerapan konsep pembelian lisensi pabrik.

(2) Kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi di sektor energi dilakukan untuk meningkatkan penguasaan teknologi di bidang energi khususnya untuk pengembangan energi baru dan terbarukan serta konservasi energi.

(3) Mendorong partisipasi swasta dalam penelitian dan pengembangan terkait kegiatan penyediaan, pemanfaatan dan konservasi energi.

(4) Memberikemudahan / insentif kepada swasta dan masyarakat dalam penelitian / pengem-bangan energi di bidang penyediaan, pemanfaatan, konservasi dan pengelolaan energi menuju tercapainya ketahanan energi.

Pasal 29

(1) Pemerintah wajib meningkatkan pendanaan melalui mekanisme smart funding untuk kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi energi sampai tahap komersial khususnya untuk mempercepat pemanfaatan energi baru dan terbarukan dan efisiensi energi.

(2) Menyusun roadmap, penelitian dan pengembangan serta rekayasa industri dan lokasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan serta distribusi pembagian tugas dan tanggung jawabnya.

Lukman, 02/05/11,
Saran: Mendorong partisipasi swasta dalam penelitian dan pengembangan terkait kegiatan penyediaan, pemanfaatan dan konservasi energi Memberikemudahan / insentif kepada swasta dan masyarakat dalam penelitian / pengem-bangan energi di bidang penyediaan, pemanfaatan, konservasi dan pengelolaan energi menuju tercapainya ketahanan energi
Page 14: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(3) Meningkatkan pemberian insentif bagi masyarakat yang berhasil mengembangkan teknologi inti untuk pemanfaatan energi baru dan terbarukan.

BAB X

TATA NIAGA (PENGUSAHAAN)Bagian KesatuWilayah Usaha

Pasal 30

(1) Pengusahaan energi meliputi pengusahaan sumber daya energi, sumber energi, dan energi.

(2) Pengusahaan energi dapat dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan.

(3) Pengusahaan jasa energi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha dan perseorangan.

(4) Pengusahaan jasa energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan klasifikasi jasa energi.

(5) Klasifikasi jasa energi ditetapkan antara lain untuk melindungi dan memberikan kesempatan pertama dalam penggunaan jasa energi dalam negeri.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi jasa energi diatur dengan Peraturan Menteri.

(7) Pengusahaan energi dan jasa energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31

(1) Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha energi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berkewajiban, antara lain:a. Memberdayakan masyarakat setempat;b. Menjaga dan memelihara fungsi kelestarian lingkungan;c. Memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan energi;

dand. Memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bidang energi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pengusahaan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeduaHarga Jual

Pasal 32

(1) Dalam rangka menjamin penyediaan energi primer dalam negeri, pengusaha energi primer wajib mendukung penyediaan energi

Page 15: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

dalam negeri, dengan cara menjual energi primer yang diproduksinya kepada pengguna energi primer dalam negeri berdasarkan kebutuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengusaha energi primer tidak diperbolehkan menjual energi primer yang diproduksinya ke luar negeri kecuali atas izin menteri setelah kebutuhan energi primer dalam negeri terpenuhi.

Pasal 33

(1) Dalam rangka kewajiban pengusaha energi untuk menyediakan energi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Menteri menetapkan Persentase Minimal Penjualan Energi Primer Dalam Negeri atas produksi energi primer dari badan usaha yang bergerak di bidang energi primer, baik secara langsung maupun melalui perusahaan niaga (trader) energi.

(2) Besarnya Persentase Minimal Penjualan Energi Primer Dalam Negeri atas produksi energi primer dari badan usaha yang bergerak di bidang energi primer ditentukan oleh Menteri dengan masukan dari :a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang industri; b. pengguna energi primer; c. asosiasi industri; d. asosiasi badan usaha energi primer; dan e. asosiasi perusahaan niaga (trader) energi primer.

(3) Penetapan persentase minimal penjualan energi primer dalam negeri atas produksi primer dari badan usaha yang bergerak di bidang energi primer oleh Menteri dilakukan setiap bulan Juni tahun berjalan.

(4) Penetapan persentase minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai patokan penyusunan rencana kerja dan anggaran biaya badan usaha pada tahun selanjutnya.

Pasal 34

(1) Harga energi primer yang dijual di dalam negeri mengikuti patokan harga energi primer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengendalian harga energi tertentu yang bersifat pokok di tingkat masyarakat diselenggarakan untuk:a. menghindari terjadinya gejolak harga energi yang dapat

menambah beban masyarakat; dan/atau b. mengurangi beban masyarakat dalam keadaan darurat karena

bencana. (3) Pengendalian harga energi sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dilakukan melalui:a. pengelolaan dan pemeliharaan cadangan energi pemerintah;b. pengaturan dan pengelolaan pasokan energi;c. penetapan kebijakan pajak dan/atau tarif; dan/ataud. pengaturan kelancaran distribusi energi.

Page 16: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(4) Langkah pengendalian harga energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek niaga yang wajar dan perlunya keberlangsungan penyediaan energi.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai patokan dan pengendalian harga energi diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KetigaPerlindungan Konsumen

Pasal 35

(1) Perlindungan konsumen bertujuan :a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri;b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produk barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

(2) Setiap kegiatan usaha di sektor energi wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.

Bagian KelimaKlasifikasi Jasa Energi

Pasal 36

Penyelenggaraan Usaha Penunjang bertujuan untuk :a. menunjang usaha penyediaan dan pemanfaatan barang dan

jasa Kegiatan Usaha Energi;b. mewujudkan tertib penyelenggaraan Usaha Penunjang Energi

yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna dan penyedia barang dan jasa dalam hak dan kewajiban serta rneningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang undangan;

Page 17: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

c. mewujudkan kegiatan Usaha Penunjang Energi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan mendorong perkembangan potensi dan kemampuan nasional;

d. membina dan mengarahkan Usaha Penunjang Energi menjadi Usaha Penunjang Energi Nasional.

Pasal 37

(1) Usaha Penunjang Energi dapat dilakukan oleh Perusahaan atau Perseorangan.

(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. Perusahaan Usaha Penunjang Energi Nasional;b. Perusahaan Usaha Penunjang Energi Lokal;c. Perusahaan Usaha Penunjang Energi Transnasional/

Multinasional. (3) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi CV,

Firma dan Perseorangan yang mempunyai keahlian untuk memberikan pelayanan usaha jasa konsultasi non konstruksi Energi.

Pasal 38

Usaha Penunjang Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 diklasifikasikan sebagai berikut :a. Usaha Jasa Penunjang Energi; danb. Usaha Industri Penunjang Energi.

Pasal 39

(1) Usaha Jasa Penunjang Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a terdiri dari:a. Bidang Usaha Jasa Konstruksi Energi;b. Bidang Usaha Jasa Non-Konstruksi Energi;

(2) Bidang Usaha Jasa Konstruksi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. Usaha Jasa Perencanaan Konstruksi termasuk rancang bangun dan rekayasa (design engineering);

b. Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi termasuk Engineering, Procurement, and Construction (EPC), usaha instalasi, dan komisioning;

c. Usaha Jasa Pengawasan Konstruksiyang pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi.

(3) Bidang Usaha Jasa Non-Konstruksi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdlri dari :a. survei seismik:b. survei non seismik;c. geologi dan geofisika;d. pemboran;e. operasi sumur pemboran;f. pengelolaan bahan peledak dan bahan berbahaya;

Page 18: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

g. logistic (catering)h. pengoperasian dan pemeliharaan;i. inspeksi teknis;j. pengujian peralatan;k. instalasi peralatanl. Sertifikasi personilm. Keselamatan dan Kesehatan Kerjan. Lembaga Inspeksio. Lembaga Pengujian dan Sertifikasip. Lembaga Sertifikasi Personilq. pekerjaan paska operasi (decommisioning);r. penelitian dan pengembangan;s. pendidikan dan pelatihan;t. jasa konsultan pengembangan energi (studi kelayakan,

kajian pengembangan usaha, dll.)u. jasa pengelolaan efisiensi dan konservasi energit. pengelolaan Iimbah pemboran dan produksi; dan/atauu. jasa lainnya.

Pasal 40

Usaha Industri Penunjang Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b terdiri dari :a. industri material;b. industri peralatan (equipment); danc. industri pemanfaatan Energi.

BAB XIKETEKNIKAN DAN LINGKUNGAN

Bagian KesatuPengaturan Pengendalian Emisi Karbon

Pasal 41

(1) Pengelolaan energi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip energi bersih/rendah karbon.

(2) Pemerintah mengendalikan penurunan emisi dari energi tak terbarukan dan energi terbarukan.

(3) Menteri melakukan pengaturan pengendalian emisi karbon dari sektor energi.

(4) Ketentuan lebih lanjut akan diatur melalui keputusan menteri.

Standardisasi

Pasal 42

(1) Setiap kegiatan pada usaha di sektor energi wajib memenuhi ketentuan keselamatan keenergian.

Page 19: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(2) Keselamatan keenergian mencakup keselamatan pekerja, keselamatan instalasi, keselamatan umum dan keselamatan lingkungan.

(3) Ketentuan keselamatan keenergian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan kondisi:a. Andal dan aman bagi instalasi;b. Aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya,

danc. Ramah lingkungan.

(4) Ketentuan keselamatan keenergian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. Pemenuhan standardisasi peralatanb. Pengamanan instalasi energi,c. Keamanan bagi masyarakat umum dan lingkungan.

(5) Setiap instalasi keenergian yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi,

(6) Setiap peralatan keenergian wajib memenuhi ketentuan standar nasional Indonesia,

(7) Setiap tenaga teknik dalam usaha keenergian wajib memiliki sertifikat kompetensi,

(8) Ketentuan mengenai keselamatan keenergian, sertifikat laik operasi, standar nasional Indonesia dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 43

Tujuan kegiatan standardisasi di sektor energi adalah untuk :a. Menunjang usaha di sektor energi dalam mewujudkan penyediaan

energi yang efisien, andal, aman, dan akrab lingkungan,b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan pada usaha di

sektor energi.

Bagian KeduaAkreditasi dan Sertifikasi

Pasal 44

(1) Komite Akreditasi Nasional melakukan akreditasi terhadap Lembaga Sertifikasi Produk, Laboratorium Uji dan Lembaga Sertifikasi Laik Operasi,

(2) Komite Akreditasi Kompetensi melakukan akreditasi terhadap Lembaga Sertifikasi Kompetensi,

(3) Lembaga Sertifikasi Produk yang telah diakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan sertifikasi terhadap peralatan instalasi di sektor energi.

(4) Laboratorium Uji yang telah diakreditasi melakukan pengujian terhadap peralatan instalasi di sektor energi,

(5) Lembaga Sertifikasi Laik Operasi yang telah diakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan sertifikasi terhadap kelaikan operasi instalasi di sektor energi.

Page 20: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(6) Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang telah diakreditasi sebagaimana dimaksud ayat (2) melakukan sertifikasi kepada tenaga teknik di sektor energi.

Bagian KetigaPeneraan

Pasal 45

(1) Setiap peralatan meteran pada usaha di sektor energi wajib dilakukan peneraan secara berkala,

(2) Peneraan meteran pada usaha di sektor energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu Badan atau Lembaga yang terakreditasi yang berwenang dalam pelaksanaan peneraan.

(3) Ketentuan mengenai peneraan peralatan pada usaha di sektor energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeempatLingkungan

Pasal 46

Setiap kegiatan usaha di sektor energi wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

BAB XIIPENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

DAN KERJASAMA INTERNASIONAL

Pasal 47(1)Dalam rangka mewujudkan ketahanan energidilakukan

pengembangan sumber daya manusia dan kerjasama internasional.(2) Pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilakukan melalui:a. pendidikan dan pelatihan dibidang energi;b. penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang energi;c. penyuluhan energi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 48(1) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47

ayat (1) meliputi bidang:a. produksi, perdagangan dan distribusi energi;b. cadangan energi;c. pencegahan dan penanggulangan masalah energi;

Page 21: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

d. riset dan teknologi energi.(2) Kerjasama internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIIIPENCEGAHAN KONDISI KRISIS DAN DARURAT ENERGI

Pasal 49Masukan dari Den, materi bab ini supaya dipindah menjadi bagian dari bab VII

(1) Kondisi krisis energi merupakan kondisi kekurangan energi baik secara nasional dan atau per wilayah.

(2) Kondisi darurat energi merupakan kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.

(3) Pencegahan kondisi krisis dan darurat energi diselenggarakan untuk menghindari terjadinya kondisi krisis dan darurat energi.

(4) Pencegahan kondisi krisis dan darurat energi diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri berdasarkan ketetapan Dewan Energi Nasional tentang langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.

(5) Dalam hal Dewan Energi Nasional belum menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, keputusan menteri seperti disebut dalam ayat (4) ditetapkan sebagai acuan dalam pencegahan kondisi krisis dan darurat energi.

BAB XIVPENINGKATAN KEMAMPUAN DALAM NEGERI

Pasal 50

(1) Tingkat kandungan dalam negeri baik barang maupun jasa, wajib dimaksimalkan dalam ketahanan energi.

(2) Pemerintah wajib mendorong kemampuan penyediaan barang dan jasa dalam negeri guna menunjang industri energi yang mandiri, efisien dan kompetitif.

BAB XVPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 51

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap menyelengaraan kegiatan pengelolaan sumber daya energi, sumber energi, dan energi.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap menyelengaraan kegiatan pengelolaan sumber daya energi, sumber energi, dan energi.

Lukman, 02/05/11,
Dalam Penjelasan UU 30/2007 Ps 2 dinyatakan: Azas ketahanan nasional adalah asas dalam pengelolaan energi yang harus mencapai kemampuan nasional dalam pengelolaan energi
Page 22: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah diatur sesuai dengan unit kerja masing-masing.

(4) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing wajib melaporkan hasil pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dalam pengelolaan Ketahanan Energi kepada Pemerintah.

BAB XVISANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 52

(1) Pelanggaran terhadap Pasal 11 ayat (3), Pasal 14, Pasal 32, Pasal 42, dan Pasal 45 dikenakan sanksi administratif berupa:a. Peringatan tertulis sebanyak tiga kali;b. penghentian sementara kegiatan usaha;c. pencabutan ijin usaha

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu peringatan masing-masing 1 (satu) bulan.

(3) Dalam hal badan usaha yang mendapat peringatan tertulis setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum melaksanakan kewajibannya, Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menghentikan sementara kegiatan usaha badan usaha yang bersangkutan.

(4) Dalam hal badan usaha dalam jangka waktu satu bulan sejak sementara kegiatan usaha tidak melaksanakan kewajibannya, Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mencabut ijin usaha badan usaha yang bersangkutan.

(5) Ketentuan ayat (1), (2), (3), (4), dan ayat (5) ini tidak berlaku bagi Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melakukan kegiatan usaha hulu migas.

BAB XVIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 53Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku semua peraturan pelaksanaan yang mengatur ketahanan energi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 54Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 23: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR …

TENTANG

KETAHANAN ENERGI

Page 24: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

I. UMUMKetahanan energi merupakan kondisi terpenuhinya energy bagi rumah tangga, sarana umum, komersial, transportasi dan industry yang cukup dan merata baik jumlah maupun mutunya dengan harga yang terjangkau.. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energy mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat mewujudkan Ketahanan energy bagi seluruh rakyat Indonesia.Karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan energy merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa. Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya alam dan sosial budaya yang beragam harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk mewujudkan ketahanan pangan.Upaya mewujudkan Ketahanan energy nasional harus bertumpu pada sumberdayaenergi lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan dimulainya penggunaan energy baru dan energy terbarukan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota harus berperan secara aktif untuk meningkatkan strategi demi mewujudkan Ketahanan energy nasional.Oleh karena Ketahanan energy tercermin pada ketersediaan energisecara nyata, makaharus secara jelas dapat diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan energi.Penyediaan energy ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tanggayang terus terus berkembang dari waktu kewaktu. Untuk mewujudkan penyediaan energy tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem produksi, efisiensi energi, penggunaan teknologi a, sarana dan prasarana produksi energidan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.Sumber penyediaan energidiwujudkan berasal dari produksi dalam negeri, cadanganpangan dan pemasukan pangan. Pemasukan energidilakukan apabila produksi pangandalam negeri dan cadangan energitidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri.Pemerataan ketersediaan energimemerlukan pendistribusian energikeseluruh wilayahbahkan sampai rumah tangga.Oleh sebab itu perwujudan distribusi energimemerlukan suatu pengembangantransportasi darat, laut dan udara yang sistemnya melalui pengelolaan pada peningkatankeamanan terhadap pendistribusian pangan.Cadangan energinasional diwujudkan dengan cadangan energimasyarakat dancadangan energipemerintah. Cadangan energipemerintah dibatasi pada energitertentuyang bersifat pokok, karena tidak mungkin pemerintah mencadangkan semua panganyang dibutuhkan masyarakat. Cadangan energipemerintah terdiri dari cadangan energiPemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat yang perwujudannya memerlukan inventarisasi cadangan pangan, memperkirakan kekurangan energidan keadaaan darurat, sehingga penyelenggaraan pengadaan dalam pengelolaan cadangan energidapat berhasil dengan baik. Cadangan energipemerintah dilakukan untuk menanggulangi masalah energidan disalurkan dalam bentuk mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga. Namunpenyaluran tersebut dilakukan dengan tidak merugikan kepentingan masyarakat

Page 25: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

konsumen dan produsen. Peran dan tanggung jawab masyarakat dalam hal cadangan energidilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, swasta, koperasi dan/atau perorangan.Penganekaragaman energimerupakan suatu hal yang harus ditingkatkankeanekaragaman pangannya, sejalan dengan teknologi pengolahan, yang bertujuanmenciptakan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam energidengan prinsip gizi seimbang.Dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah energiperlu dilakukanperencanaan dan pelaksanaan program dan analisis serta evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan. Pencegahan masalah energidimaksudkan sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya masalah pangan. Dalam hal penanggulangan masalah energiharus terlebih dahulu diketahui secara dini tentang kelebihan pangan, kekurangan energidan ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Oleh sebab itu, penanggulangan masalah energikegiatannya antara lain pengeluaran energiapabila terjadi kelebihan pangan, peningkatan produksi dan/atau pemasukan energiapabila terjadi kekurangan pangan.Selain dari pada itu, penyaluran energisecara khusus diutamakan bagi ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan, dan memberikan bantuan energikepada penduduk miskin.Ketentuan pengendalian harga khususnya terhadap energitertentu yang bersifat pokok bertujuan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang berakibat resahnya masyarakat seperti keadaan darurat yang meliputi bencana alam, konflik sosial dan paceklik yang berkepanjangan. Dengan demikian pengendalian harga energiharus mengetahui mekanisme pasar atau adanya intervensi pasar dengan cara mengelola dan memelihara cadangan energipemerintah, mengatur dan mengelola pasokan pangan, mengatur kelancaran distribusi energidan menetapkan kebijakan pajak dan/atau tarif.Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desamelaksanakan kebijakan Ketahanan energidi wilayahnya masing-masing, denganmemperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat.Disamping itu, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam Ketahanan energidengan cara memberikan informasi dan pendidikan, membantu kelancaran, meningkatkan motivasi masyarakat serta meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam meningkatkan ketahanan pangan.Dalam mewujudkan ketahanan pangan, masyarakat mempunyai peran yang luas misalnya melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi pangan, menyelenggarakan cadangan energiserta melakukan pencegahan dan penanggu-langan masalah pangan. Ketahanan energidiwujudkan pula melalui pengembangan sumber daya manusia dan kerjasama internasional. Selanjutnya untuk mewujudkan Ketahanan energy dilakukan perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian Ketahanan energiyang dilakukan dengan berkoordinasi dengan Dewan Energi Nasional.

PASAL DEMI PASAL

Page 26: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011

Pasal 1Cukup jelas.

Pasal 2Cukup jelas.

Pasal 3Cukup jelas.

Pasal 4Ayat (1)

Yang dimaksud secara bertahap sampai batas waktu tertentu menuju harga keekonomian adalah …

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 5Ayat (1)

Huruf bUsaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria sebagai berikut:a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Kriteria sebagaimana tersebut diatas nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

Page 27: Revisi RPP Ketahanan Energi (2106)

Revisi 13 Mei 2011