Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

5
Review Jurnal Ekonomi Industri: Tugas akhir kelas Industri Andi M. Fachmi Oleh : Wisnu Harto Adi Wijoyo (0706286350) I. “Growth and Agglomeration”. Ottaviano, G.I.P, et-al. International Economic Review: Vol. 42, No. 4, November 2001 (JSTOR) Dalam perkembangan ekonomi dunia, perdagangan inter nasional menjadi salah satu faktor penting bagi pertumbuhan ekonomi Negara (economic of growth). Akan tetapi dengan makin luasnya pasar perdagangan terkadang memicu persaingan yang tak diinginkan, maupun bentuk bentuk persaingan yang tidak sehat antar in dustri. Salah satu bentuk persaingan yang tidak diinginkan adalah kompetisi teknologi antar pelaku usaha, fenomena ini biasa disebut “Technological Externalities” atau eksternalitas teknologi. Eksternalitas teknologi hanya menjadi biaya (cost) tambahan dalam berproduksi sebuah perusahaan, sebab pelaku usaha selalu ingin melakukan inovasi (yang kadang tak perlu), agar bisa melampaui teknologi / kapasitas pelaku usaha lainnya. Oleh sebab itu, di awal era 90’an, beberapa ekonom, termasuk Krugman dan Ottavian o megemukakan bahwa aglomerasi 1 / perikatan industri akan menjadikan ekonomi menjadi lebih efisien. “Konsensus umum dalam paradigma geografi ekonomi baru adalah bahwa liberalisasi  perdagangan mendorong penyebaran kegiatan menufaktur (Hanson, 1998; Ottavia no & Puga, 1998). Krugman, misalnya, menyatakan bahwa perdagangan dan penghematan aglomerasi menghasilkan lebih banyak spesialisasi regional yang secara sistematis menarik industri dari daerah-daerah pinggiran (Krugman, 1991; Krugman, 1995).” 2 Sesuai yang dikatakan oleh Krugman, dalam studinya terhadap indeks gini lokasi (locational gini) pada 106 industri di Amerika di era 90’an me nunjukkan fenomena yang relatif berbeda dengan klusterisasi industri di beberapa Negara Eropa (Itali, Jerman, Inggris), yang me mperlihatkan tendensi untuk melakukan perikatan industri spasial di beberapa sektor. Contoh nyatanya adalah daerah aglomerasi industri di Silicon Valley, dimana daerah kawasan berikat ini terdiri atas beberapa perusahaan silikon / mikrokunduktor yang berop erasi di tempat yang sama. 1 Aglomerasi industri adalah kawasan berikat (kawasan khusus) untuk industri industri khusus yang sejenis, dengan tujuan melakukan efisiensi produksi atas biaya biaya produksi yang tak diperlukan. Penggunaan metode klusterisasi spasial ini cenderung dipakai setelah era 90’an. Diperk enalkan pertama kali di Amerika serikat, seperti di wilayah Silicon Valley. 2 “Adakah Perubahan Kontsentrasi Spasial Industri Manufaktur di Indonesia, 1976 – 2001”, Mudradjad Kuncoro. Jurnal Fakultas Ekonomi UGM

description

Review Jurnal Ekonomi Industri: Tugas akhir kelas Industri Andi M. FachmiOleh : Wisnu Harto Adi Wijoyo (0706286350)

Transcript of Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

Page 1: Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

5/9/2018 Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-jurnal-growth-and-agglomeration-ottaviano-et-al 1/5

 

Review Jurnal Ekonomi Industri: Tugas akhir kelas Industri Andi M. Fachmi

Oleh : Wisnu Harto Adi Wijoyo (0706286350)

I. “Growth and Agglomeration”. Ottaviano, G.I.P, et-al. International Economic Review: Vol. 42,

No. 4, November 2001 (JSTOR)

Dalam perkembangan ekonomi dunia, perdagangan inter nasional menjadi salah satu faktor

penting bagi pertumbuhan ekonomi Negara (economic of growth). Akan tetapi dengan makin

luasnya pasar perdagangan terkadang memicu persaingan yang tak diinginkan, maupun bentuk –

bentuk persaingan yang tidak sehat antar in dustri. Salah satu bentuk persaingan yang tidak

diinginkan adalah kompetisi teknologi antar pelaku usaha, fenomena ini biasa disebut

“Technological Externalities” atau eksternalitas teknologi. Eksternalitas teknologi hanya menjadi

biaya (cost) tambahan dalam berproduksi sebuah perusahaan, sebab pelaku usaha selalu ingin

melakukan inovasi (yang kadang tak perlu), agar bisa melampaui teknologi / kapasitas pelaku usaha

lainnya.

Oleh sebab itu, di awal era 90’an, beberapa ekonom, termasuk Krugman dan Ottavian o

megemukakan bahwa aglomerasi 1

/ perikatan industri akan menjadikan ekonomi menjadi lebih

efisien.

“Konsensus umum dalam paradigma geografi ekonomi baru adalah bahwa liberalisasi 

 perdagangan mendorong penyebaran kegiatan menufaktur (Hanson, 1998; Ottavia no & Puga,

1998). Krugman, misalnya, menyatakan bahwa perdagangan dan penghematan aglomerasi 

menghasilkan lebih banyak spesialisasi regional yang secara sistematis menarik industri dari 

daerah-daerah pinggiran (Krugman, 1991; Krugman, 1995).” 2

Sesuai yang dikatakan oleh Krugman, dalam studinya terhadap indeks gini lokasi (locational gini)

pada 106 industri di Amerika di era 90’an me nunjukkan fenomena yang relatif berbeda dengan

klusterisasi industri di beberapa Negara Eropa (Itali, Jerman, Inggris), yang me mperlihatkan

tendensi untuk melakukan perikatan industri spasial di beberapa sektor. Contoh nyatanya adalah

daerah aglomerasi industri di Silicon Valley, dimana daerah kawasan berikat ini terdiri atas

beberapa perusahaan silikon / mikrokunduktor yang berop erasi di tempat yang sama.

1Aglomerasi industri adalah kawasan berikat (kawasan khusus) untuk industri – industri khusus yang sejenis,

dengan tujuan melakukan efisiensi produksi atas biaya – biaya produksi yang tak diperlukan. Penggunaan

metode klusterisasi spasial ini cenderung dipakai setelah era 90’an. Diperk  enalkan pertama kali di Amerika

serikat, seperti di wilayah Silicon Valley.2

“Adakah Perubahan Kontsentrasi Spasial Industri Manufaktur di Indonesia, 1976 – 2001”, MudradjadKuncoro. Jurnal Fakultas Ekonomi UGM

Page 2: Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

5/9/2018 Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-jurnal-growth-and-agglomeration-ottaviano-et-al 2/5

 

Dengan melakukan aglomerasi industri, diharapkan akan mengurangi eksternalitas teknologi yang

yang menyebabkan biaya produksi makin tinggi. S elain itu, kawasan berikat (aglomerasi industri)

yang juga digabungkan dengan aglomera si buruh (labor agglomeration) akan mempermudah

pekerja untuk mencari pekerjaan di daerah kluster, serta mempercepat mobilitas kerja mereka,

sebab tempat kerja relatif jadi lebih dekat. Lalu keuntungan lainnya adalah mempercepat distribusi

output, sebab para distributor tak perlu kesulitan lagi mencari bahan / produk yang akan mereka

pasarkan di kawasan industri berikat (wilayah aglomerasi industri).

“Indeed, the emergence and dominance of spatial concentration of economic activities is one of the

 facts that Kuznets (1966) associated with modern economic growth.” 

Dari keterangan diatas, Kuznets (1966), sudah meramalkan fenomena ini, serta mengaitkan

masalah aglomerasi industri dengan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Konsetrasi geografis, sebutan untuk kawasan industri berikat, memiliki keuntungan tambahan,

yaitu menurunkan biaya inovasi akibat persaingan usaha. Lewat perhitungan dan pengujian

kompleks dari Martin dan Ottaviano (2001), atas beberapa negara di Eropa, yaitu Inggris dan Itali,

pengurangan biaya – biaya inovasi ini berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi negara di

kawasan tersebut.

Dengan melihat dan menggabungkan semua keterangan empiris di paragraph – paragraph

sebelumnya, maka dapat dibilang aglomerasi industri menjadi salah satu al ternatif akselerasi

pertumbuhan ekonomi. Terlebih lagi bagi Negara berkembang yang masih dalam tahapan “infant

industry” (industri yang masih baru berdiri, biasanya masih memiliki banyak masalah, terutama

modal dan skill / keahlian yang kurang).

“Growth fos-ters agglomeration because, as the sector at the origin of innovation expands, new 

 firms tend to locate close to this sector ” 3

Jadi kesimpulan dari jurnal milik Ottaviano (et -al), mengindikasikan terjadinya tren aglomerasi

industri dunia, dimulai dari Ame rika, Uni Eropa, dan baru – baru ini China, dan aglomerasi industri

dapat membantu negara – Negara tersebut untuk mempercepat angka pertumbuhan ekonominya.

3 “Growth and Agglomeration”. Ottaviano, G. I.P, et-al. International Economic Review: Vol. 42, No. 4, November 2001

Page 3: Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

5/9/2018 Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-jurnal-growth-and-agglomeration-ottaviano-et-al 3/5

 

           E

        n

          t        r        o

        p

           i

II. Konsentrasi Industri Indonesia: Kompleksitas Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Kondisi

Persebaran Industri Masa Kini

Mengacu pada jurnal dari Ottaviano (2001) yang telah di – review sebelumnya, sekarang mari kita

kaitkan konsep pertumbuhan dan aglomerasi industri dengan keadaan konsentrasi spasial industri

di Indonesia pada masa sekarang.

Indonesia, sejak sekitar 1976 sudah melakukan konsentrasi spasial industrinya, terutama di dua

daerah, yaitu ujung barat pulau Jawa (Jakarta) dan ujung timur pulau Jawa (Surabaya). Fenomena

aglomerasi spasial ini biasa disebut bi-polar phenomenon, atau berarti konsentrasi dua kutub. Sejak

saat itu pertumbuhan ekonomi dari sektor industri terus meningkat, sebab seperti yang disebutkan

sebelumnya, dengan adanya konsentrasi spasial industri tertentu, hal itu akan memberikan

manfaat lebih bagi ekonomi suatu negara.

Akan tetapi kasus Indonesia, seperti yang dikatakan oleh M udrajad Kuncoro (2001) dalam jurnal

yang ia tulis, Indonesia bisa dibilang sebagai laboratorium menarik bagi para pengamat persebaran

industri. Indonesia memiliki pola aglomerasi industri yang cukup un ik, dimana setelah diamati oleh

Ottaviano memiliki tren entropi yang terus naik sejak tahun 1978.

2.65

2.60

2.55

2.50

RSqCubic =0.722

2.45

1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002

Tahun (Sumber: Diolah dari BPS (berbagai tahun))

Page 4: Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

5/9/2018 Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-jurnal-growth-and-agglomeration-ottaviano-et-al 4/5

 

Pola kenaikan entropi ini mengindikasikan adanya ketimpangan yang tinggi dalam penyebaran /

konsentrasi industri di Indonesia. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, fenomena bi -polar

dalam aglomerasi memang menyajikan angka pertumbuhan nominal yang cukup menja njikan

karena prinsip efisiensi kerjanya, akan tetapi indeks gini spasial yang ditunjukkan lewat nilai

entropi menunjukkan pola persebaran kekayaan dari pertumbuhan ini tidak seimban g. Inilah

yang membuat beberapa ahli tertarik meneliti pola persebaran industri di Indonesia. Pulau Jawa

dinilai terlalu menjadi pusat, dan daerah lain hanya meneri ma jatah kue yang sedikit sekali dari

pertumbuhan. Hal ini juga memicu terjadinya konsentrasi buruh / pekerja di pulau Jawa, yang

mengakibatkan peningkatan populasi penduduk di pulau jawa secara besar – besaran sejak awal

1976.

Peta 1. Distribusi Tenaga Kerja Menurut P ulau Utama dan Pusat-pusat Kota di Indonesia(2001)

TABEL 2. Distribusi Tenaga Kerja IBS M enurut Pulau Utama (% dari total), 1976-2001

Pulau Utama 1976 1980 1985 1990 1995 1999 2001

Sumatra6.7 8.7 12.1 13.0 10.8 11.7 11,1

Java89.1 85.8 78.6 78.0 82.2 81.1 82,0

Kalimantan1.8 3.5 5.6 5.3 3.9 3.8 3,7

Sulawesi0.9 1.0 1.7 1.5 1.4 1.6 1,5

Pulau bagian Timur 1.5 1.0 1.9 2.2 1.8 1.9 1,6

INDONESIA100 100 100 100 100 100 100

1 Perincian provinsi untuk setiap pulau utama dapat dilihat dalam Lampiran 4.1 .Sumber: Dihitung dari BPS, Survei Tahunan Industri Besar dan Sedang , data CD,berbagai tahun

Page 5: Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al

5/9/2018 Review Jurnal "Growth and Agglomeration" Ottaviano, et-al - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-jurnal-growth-and-agglomeration-ottaviano-et-al 5/5

 

Pada beberapa negara, seperti Amerika, ataupun Meksiko memang juga melakukan konstentrasi

spasial terhadap industrinya, akan tetapi mereka memiliki persebaran konsentrasi yang bisa

dibilang memiliki entropi rendah / merata. Sehingga permasalahan seperti di Indonesia tidak

terjadi.

Jadi, sekalipun aglomerasi Industri di dua kutub industri Indonesia sejak masa deregulasi

(1980an awal) telah meningkatkan angka pertumbuhan nominal (diukur dari perubahan PCI dan

GDP nominal dari tahun ke tahun), akan tetapi diimbangi oleh p ersebaran tak merata hanya

akan menimbulkan beberapa masalah baru, terutama pembagian kue yang timpang antar -

daerah di luar jawa dengan jawa, serta over – populated di satu sektor.

Referensi: “Adakah Perubahan Kontsentrasi Spasial Industri Manufaktur di Indonesia, 1976 –

2001”, Mudradjad Kuncoro. Jurnal Fakultas Ekonomi UGM

“Growth and Agglomeration”. Ottaviano, G. I.P, et-al. International Economic Review:

Vol. 42, No. 4, November 2001

http://id.wikipedia.org/wiki/Metropolitan