RESUME WEBINAR TATALAKSANA COVID-19 di FKTP
Transcript of RESUME WEBINAR TATALAKSANA COVID-19 di FKTP
RESUME WEBINAR
TATALAKSANA COVID-19 di FKTP
PT. MultimedikaDigital Indonesia
PenulisEditor
: Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.: Lutifta Hilwana, dr.
i
RESUM WEBINAR DIAGNOSIS DAN
TATALAKSANA COVID-19 DI FKTP Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.
DAFTAR ISI
1. Diagnosis dan Tatalaksana Covid 19 1
di FKTP
2. Screening dan Triage Pasien Curiga
Covid-19 12
3. Gejala Klinis dan Pemeriksaan
Penunjang pada Covid – 19 22
4. Aplikasi Klinis Rapid Test Covid-19 34
5. Konseling dan Edukasi Pasien dan
Keluarga Mengenai Covid 19 48
6. Dukungan Nutrisi Pasien dan Tenaga
Medis dalam Upaya Pencegahan Covid 19 56
7. Program Pengendalian Infeksi dan
Surveilans Covid – 19 65
8. Alat Pelindung Diri di FKTP:
Pemakaian, Pelepasan dan Penyimpanan 78
9. Pemulasaran Jenazah Pasien Covid 19 97
1
Diagnosis dan Tatalaksana
Covid 19 di FKTP
Coronavirus Disease – 19 atau biasa dising-
kat menjadi Covid – 19 telah menyebar ke selu-
ruh Indonesia, ke hampir semua provinsi dan
tidak mengenal lokasi. Covid-19 dapat menye-
rang penduduk kota, penduduk desa, kaya atau
miskin dan dari berbagai latar belakang. Dokter
umum adalah garda terdepan dalam menghadapi
Covid – 19 karena dokter umum adalah penjaga
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
FKTP menjadi garda terdepan penanganan Covid
terutama untuk fungsi promotif preventif serta
sebagai screener sebelum merujuk pasien ke
fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
Covid – 19 adalah sebuah penyakit yang
baru saja menyebar dan saat ini menjadi
pandemi, secara umum, dokter masih terus
mencari cara paling mudah namun akurat untuk
mendiagnosis penyakit ini. Apalagi dengan latar
belakang FKTP yang tidak memiliki berbagai
macam perangkat diagnosis canggih, sehingga
mempersulit dokter umum untuk melakukan
2
diagnosis Covid-19. Untuk itu artikel ini mencoba
membantu mempertajam kemampuan anamne-
sis dan pemeriksaan fisik dari dokter umum agar
dapat menegakkan dan melakukan tatalaksana
Covid dengan baik.
Gejala Klinis
Gejala Covid 19 adalah gejala yang juga
muncul pada infeksi saluran pernapasan atas
akibat virus lainnya. Umumnya ditandai dengan
batuk pilek, panas, dan sesak. Namun terkadang
juga dapat diikuti oleh gejala-gejala lain seperti
gejala gastrointestinal dan munculnya ruam pada
tubuh. Berikut ini adalah data yang dikumpulkan
dari beberapa penelitian yang telah dilaukan di
Cina mengenai gejala Covid 19.
Data pertama datang dari Huang et al.
Studi ini memiliki sampel 41 orang. Studi ini
melaporan gejala yang paling banyak muncul
adalah demam (98%), batuk (76%), nyeri otot
dan kelelahan (44%), produksi sputum (28%),
nyeri kepala (5%), hemoptysis (5%), diare (3%),
dan dyspnea (55%).
3
Selanjutnya adalah studi oleh Chen et al.
Studi yang dilakukan di Wuhan ini memiliki
sampel lebih banyak yaitu 99 pasien. Gejala yang
dilaporkan pada studi ini adalah demam (83%),
batuk (82%), sesak napas (31%), nyeri kepala
(8%), nyeri tenggorokan (5%), dan nyeri dada
(2%).
Data ketiga merupakan studi yang
dilakukan Song et al. dengan jumlah pasien
sebanyak 51 pasien. Gejala yang ditunjukan
adalah demam (96%), batuk (47%), nyeri otot
dan kelelahan (31%), nyeri kepala (16%), sesak
dan nyeri dada (14%), diare (10%), dan nyeri
tenggorokan (6%), serta mual muntah (6%).
Diagnosis
Menegakkan diagnosis Covid-19 dilakukan
dengan menggunakan rapid test (sensitivitas
lebih rendah) dan swab nasofaring untuk
kemudian diperiksa di laboratorium dengan
metode polymerase chain reaction (PCR).
Namun, tentu saja alat ini tidak tersedia di FKTP.
Namun FKTP memang tidak ditugaskan untuk
melakukan hal ini, FKTP dalam upaya kesehatan
perorangan bertugas untuk mengkategorikan
4
pasien (yang datang dengan gejala) menjadi
Orang Dalam Pengawasan (ODP) atau Pasien
Dalam Pengawasan (PDP). Berikut ini adalah
kriteria ODP :
1. Orang yang mengalami demam (≥380C) atau
riwayat demam; atau gejala gangguan sistem
pernapasan seperti pilek/sakit tenggoro-
kan/batuk DAN tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi
lokal.
2. Orang yang mengalami gejala gangguan
sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggo-
rokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi Covid-19.
Sedangkan untuk kriteria PDP adalah
sebagai berikut :
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yaitu demam (≥38oC) atau
riwayat demam; disertai salah satu
5
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan / pilek /
pneumonia ringan hingga berat
DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan
DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi
lokal.
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat
demam atau ISPA
DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi Covid-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat**
yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit
DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.
6
Pedoman diagnosis dan tatalaksana dari
Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa
diagnosis awal harus dilakukan dengan alat rapid
test. Baik ODP maupun PDP harus dilakukan
rapid test (jika tersedia) dengan panduan hasil
seperti ini.
Jika hasil negatif, tatalaksana selanjutnya
adalah sesuai kondisi: ringan (isolasi diri di
rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat), berat
(rujuk ke RS Rujukan); pemeriksaan ulang pada
10 hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang
positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT
PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut,
di laboratorium pemeriksa yang mampu
melakukan pemeriksaan RT PCR.
Jika hasil positif, tatalaksana selanjutnya
adalah adalah sesuai kondisi: ringan (isolasi diri
di rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat), berat
(rujuk ke RS Rujukan). Pada kelompok ini juga
akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR
sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di
laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan
pemeriksaan RT PCR.
7
Tatalaksana
Tatalaksana Covid-19 didasarkan pada
keadaan pasien. Umumnya pasien yang memiliki
gejala ringan diwajibkan melakukan isolasi
mandiri di rumah hingga proses pengawasan
selesai dan pasien dinyatakan negatif. Pasien
disarankan untuk makan cukup dan bergizi,
minum yang cukup serta istirahat. Untuk
mengatasi gejala, dapat diberikan terapi
simptomatis. World Health Organization
merekomendasikan menggunakan paracetamol
sebagai terapi untuk meredakan demam dan
nyeri. Dosis yang dapat diberikan tidak melebihi
3000 mg dalam sehari. Tidak disarankan untuk
memberikan obat antiviral karena sampai artikel
ini ditulis, (13 April 2020) belum ada bukti yang
kuat akan efektivitas kerjanya.
Jika terjadi perburukan, pasien dapat
dirujuk ke rumah sakit yang dapat menangani
pasien Covid-19. Beberapa pasien yang
membutuhkan perujukan adalah pasien dengan
pneumonia berat. Kriteria yang termasuk
pneumonia berat adalah :
8
1. Pasien remaja atau dewasa dengan demam
atau dalam pengawasan infeksi saluran
napas, ditambah satu dari: frekuensi napas
>30 x/menit, distress pernapasan berat, atau
saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara
kamar.
2. Pasien anak dengan batuk atau kesulitan
bernapas, ditambah setidaknya satu dari
berikut ini:
- sianosis sentral atau SpO2 <90%;
- distres pernapasan berat (seperti
mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat);
- tanda pneumonia berat: ketidakmampuan
menyusui atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu adanya
tarikan dinding dada.
Takipnea pada anak didasarkan pada
frekuensi pernafasan sesuai umur, sebagai
berikut:
<2 bulan ≥60x/menit;
2–11 bulan, ≥50x/menit;
1–5 tahun, ≥40x/menit;
9
>5 tahun, ≥30x/menit.
Tatalaksana Covid-19 didasarkan pada
gejala yang sedang diderita, baik ODP maupun
PDP. Kriteria untuk gejala Covid-19 adalah
sebagai berikut.
10
Jika gejala ringan maka pasien dapat
diterapi dengan terapi simptomatis sambil
menjalankan isolasi mandiri di rumah, sedangkan
untuk gejala sedang dapat dirujuk ke RS darurat.
Sementara itu, pasien dengan gejala berat perlu
dirujuk ke rumah sakit rujukan covid 19.
Daftar Pustaka
Chen N, Zhou M, Dong X, et al. Epidemiological
and clinical characteristics
of 99 cases of 2019 novel coronavirus
pneumonia inWuhan, China:
a descriptive study. Lancet. 2020; pii:
S0140-6736(20)30211-7. https://
doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30211-7.
[Epub ahead of print]
Harvard Medical School Publishing. Treatments
for Covid 19. March 2020. Accessed 13th
April 2020. Available online at :
https://www.health.harvard.edu/diseases-
and-conditions/treatments-for-covid-19.
Huang C, Wang Y, Li X, et al. Clinical features of
patients infected with
11
2019 novel coronavirus in Wuhan, China.
Lancet. 2020; pii: S0140-6736(20)30183-5.
https://doi.org/10.1016/S01406736(20)301
83-5. [Epub ahead of print]
Jiang, F. et al. (2020) ‘Review of the Clinical
Characteristics of Coronavirus Disease 2019
(COVID-19)’, Journal of General Internal
Medicine. Journal of General Internal
Medicine, 2019. doi: 10.1007/s11606-020-
05762-w.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020.
Pedoman Pencegahan Pengendalian Covid
19. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Wang D, Hu B, Hu C, et al. Clinical
Characteristics of 138 Hospitalized
Patients With 2019 Novel Coronavirus-
Infected Pneumonia in Wuhan,
China. JAMA. 2020.
https://doi.org/10.1001/jama.2020.1585.
[Epub ahead of print]
12
Screening dan Triage
Pasien Curiga Covid-19
Triage adalah proses untuk memilah pasien
untuk menentukan prioritas dan tempat
pelayanan yang tepat. Pada pandemi Corona-
virus Disease 19 atau Covid-19 atau outbreak
penyakit infeksi lain, triage memainkan peran
penting. Triage berperan untuk memisahkan
pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi
dan yang bukan. Triage ini bukan untuk
menggantikan sistem triage yang sudah ada di
fasilitas kesehatan, namun hanya menjadi
tambahan dalam konteks pandemi Covid 19.
Artikel ini membahas cara untuk melakukan dan
menyiapkan triage, terutama di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama. Artikel ini ber-
sumber dari arahan Center for Disease Control
and Prevention, sebuah lembaga nasional
pencegahan infeksi dari Amerika Serikat. Artikel
ini dimaksudkan untuk membantu memberikan
gambaran bagi para tenaga medis untuk
mendirikan dan menjalankan triage saat pandemi
13
dan bukan untuk menggantikan sistem-sistem
sebelumnya yang sudah berjalan.
Mendirikan dan Menyiapkan Triage
Untuk menyiapkan triage dalam kaitan
teknis dan alur, ada beberapa hal yang perlu
disiapkan. Langkah langkah untuk menyiapkan
triage adalah:
Berikan tanda yang jelas di bagian depan
fasilitas kesehatan. Tanda ini menginstruksikan
pasien dengan gejala ISPA seperti batuk pilek,
demam, dan sesak untuk melapor pada
petugas administrasi. Fasilitas kesehatan
sebaiknya membedakan meja registrasi pasien
ISPA dengan pasien non ISPA. Tanda jelas ini
mengarahkan pasien dengan gejala ISPA ke
meja registrasi khusus pasien ISPA.
Sediakan masker dan tissue pada meja
registrasi pasien ISPA. Seidakan hand rub
dengan bahan dasar alkohol atau tempat cuci
tangan dengan air mengalir dan sabun.
Tempat sampah medis dan non medis juga
harus disediakan di lokasi ini
14
Pasang pelindung fisik seperti kaca atau
pelindung plastik untuk meja registrasi untuk
membatasi kontak dengan petugas
administrasi dengan pasien ISPA.
Pastikan ada sarana cuci tangan untuk area
triage dan ruang tunggu pasien.
Pasang berbagai poster soal etika batuk di
ruang tunggu dan area lain yang strategis soal
etika batuk, physical distancing, dan perilaku
hidup bersih sehat. Materi lain yang juga bisa
dimasukkan adalah cara menutup mulut dan
hidung ketika batuk dan bersin, dan
membuang barang-barang terkontaminasi
seperti tisu di tempat sampah yang benar.
Tentukan tenaga medis untuk melakukan
triage dan pemeriksaan fisik pada pasien ISPA.
Tenaga medis ini harus terlatih untuk
melakukan pemeriksaan awal dan familiar
dengan kasus Covid-19. Tenaga medis yang
bertugas di triage harus menggunakan alat
pelindung diri seperti masker, gown, googles,
dan sarung tangan.
15
Latih tenaga administrasi yang bekerja di meja
registrasi ISPA untuk melakukan cuci tangan,
menjaga jarak aman, dan mengajarkan pada
pasien untuk mencuci tangan, menggunakan
masker, dan menjaga jarak dengan pasien
lain.
Sediakan kuisioner dan algoritma standar
dalam melakukan triage, untuk menentukan
apakah seorang pasien memiliki kemungkinan
tinggi terinfeksi Covid 19.
Menyiapkan Ruang Tunggu Covid-19
Untuk pasien yang dicurigai menderita
Covid-19, jika memungkinkan, disediakan ruang
tunggu tersendiri, Hal ini dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya infeksi. Menyiapkan
ruang tunggu ini dapat dilakukan dalam
beberapa cara, di antaranya sebagai berikut:
Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki
ruang isolasi tunggal atau yang berada di
area transmisi lokal sebaiknya menye-
diakan ruang tunggu terpisah dengan
ventilasi yang baik. Area ini harus memiliki
16
kursi atau bangku panjang yang bisa
diduduki dengan jarak 1 meter. Ruangan
ini juga harus memiliki tempat cuci tangan
dan toilet tersendiri.
Tempel di dinding yang dapat terlihat
orang banyak tanda bahwa ruangan
tersebut adalah “Ruang Tunggu Pasien
ISPA”. Latih petugas administrasi yang
menjaga meja registrasi untuk
mengarahkan pasien pada ruang tunggu
tersebut.
Sediakan tisu, hand rub berbasis alkohol,
dan tempat sampah untuk ruang tunggu
pasien ISPA.
Lakukan hal-hal yang dapat mengurangi
waktu tunggu pasien di ruang tunggu ISPA
dengan menambah jumlah staf yang
bertugas di area tersebut dan membuat
sistem yang menyebabkan pasien dapat
menunggu di luar untuk menjaga physical
distancing.
17
Proses Triage
Setelah fasilitas kesehatan siap mulai dari
meja registrasi hingga ruang tunggu pasien
ISPA, sekarang saatnya memulai proses triage.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses triage. Beberapa hal tersebut adalah:
Masker harus diberikan pada pasien ISPA
sesegera mungkin sebelum mereka
memasuki fasilitas kesehatan jika pasien
ISPA sebelumnya tidak menggunakannya.
Semua pasien yang berada di ruang
tunggu ISPA harus menggunakan masker.
Jika masker tidak tersedia maka sediakan
tisu atau minta pasien menutup mulut
dengan selendang, bandana, sapu tangan,
atau baju selama proses triage. Masker
yang dibuat dari kain juga dapat digunakan
jika pasien memiliki. Ingatkan pasien
bahwa benda-benda tadi dapat menjadi
sumber infeksi dan dapat menularkan
penyakit pada orang di rumah. Minta
pasien untuk segera mencuci benda-benda
18
tersebut dengan deterjen sesegera
mungkin.
Ikuti prosedur protokol triage (dijelaskan
pada gambar di bawah) dan segera
pisahkan pasien dengan risiko tinggi Covid-
19 pada ruang tunggu isolasi tunggal
(berisi satu orang) atau jika tidak ada
dapat diletakkan pada ruang tunggu ISPA.
Batasi penunggu pasien atau keluarga
pasien yang menuggu di Ruang Tunggu
ISPA. Larang anak-anak di bawah usia 18
tahun untuk berada di ruangan tersebut
kecuali pasien. Siapapun di area ini harus
menggunakan masker.
Area triage dan ruang tunggu ISPA harus
dibersihkan dua hari sekali dan berfokus
pada tempat-tempat yang disentuh orang
banyak. Pembersihan dapat dilakukan
dengan larutan klorin 0,5 % atau alkohol
70% pada lapisan-lapisan yang rusak jika
dibersihkan dengan klorin.
19
Alur triage yang disarankan adalah jika
menemui pasien dengan demam di atas 38
derajat Celsius DAN satu saja gejala ISPA seperti
batuk atau sesak, segera pasang masker pada
pasien dan pisahkan pasien dengan pasien yang
lain. Jika tidak ada gejala tersebut maka
lanjutkan triage sebagaiamana dilakukan
menurut sistem yang ada.
20
Persiapan Tenaga Medis
Tenaga medis juga perlu melakukan
persiapan sebelum menjalankan triage. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan adalah:
Tenaga medis harus menjalakan standard
precautions yang berupa cuci tangan,
memilih APD berdasarkan risiko terpapar,
dan desinfeksi yang tepat.
Tenaga medis yang bekerja di triage
ataupun terlibat dalam penanganan pasien
curiga Covid-19 harus sudah dilatih
mengenai program pengendalian infeksi,
cuci tangan, memakai dan melepas APD
serta familiar dengan kasus-kasus Covid-
19.
Tenaga kesehatan yang kontak dengan
pasien curiga Covid-19 harus
menggunakan gown, sarung tangan,
masker medis, dan proteksi mata
(menggunakan googles atau face shield).
Petugas kebersihan yang membersihkan
area triage atau ruang tunggu ISPA harus
menggunakan gown, sarung tangan,
21
masker medis, dan pelindung mata, boots
atau sepatu kerja yang tertutup untuk
meminimalisasi risiko terpapar.
Tenaga medis yang mengalami gejala ISPA
seperti batuk dan sesak tidak boleh
bekerja, berada pada area triage, atau
mengerjakan tugas lain di fasilitas
kesehatan. Tenaga medis yang mengalami
gejala ISPA harus berada di rumah dan
melakukan isolasi mandiri jika gejala
ringan.
Daftar Pustaka
Center for Disease Control and Prevention.
Triage of Suspected Covid-19 Patients in
non US – Healthcare Settings. 27th of
March 2020. Accesed at 15th of April 2020.
Available online at
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-
ncov/hcp/non-us-settings/sop-triage-
prevent-transmission.html
22
Gejala Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
pada Covid – 19
Coronavirus Disease – 19 atau biasa
disingkat menjadi Covid – 19 telah menyebar
hingga seluruh provinsi di Indonesia. Sebanyak
9771 orang telah terjangkit virus ini dan telah
menyebabkan kematian pada 784 orang (per 30
April 2020). Angka ini pun diprediksi lebih rendah
dari keadaan di lapangan akibat terjadinya
bottleneck karena kapasitas tes yang cukup
terbatas. Berkaca dari keadaan ini, dapat
diprediksi bahwa pasien dengan positif Covid –
19, namun tidak terdiagnosis, masih berada di
luar sana akibat minimnya sarana untuk
menegakkan diagnosis dan rumah sakit rujukan.
Oleh karena itu, pasien Covid – 19 kemungkinan
masih tersebar di berbagai rumah sakit maupun
fasilitas kesehatan lain yang bukan merupakan
rumah sakit rujukan Covid – 19.
Covid – 19 adalah sebuah penyakit yang
baru. Secara umum, dokter masih terus meraba-
raba akan metode diagnostik yang paling akurat
untuk mendiagnosis penyakit ini. Selain itu,
23
variasi gejala dan tanda yang muncul juga
terkadang dapat meneyebabkan penegakan
diagnosis menjadi abu-abu, apalagi jika disertai
dengan penyakit penyerta lainnya. Artikel ini
berusaha merangkum berbagai literatur terbaru
mengenai gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis, atau
paling tidak meningkatkan kecurigaan terhadap
Covid – 19 sehingga bisa dilakukan perujukan ke
fasilitas kesehatan yang merupakan rujukan
Covid – 19.
Gejala Klinis
Gejala klinis dari Covid – 19 umumnya
memang seperti infeksi saluran pernapasan atas
seperti batuk, sesak, dan demam. Sebagian
besar pasien akan datang dengan keluhan
tersebut. Namun terkadang, pasien akan muncul
dengan gejala lain seperti adanya rash atau
gejala gastrointestinal. Gejala-gejala di luar
gejala ISPA tersebut perlu diwaspadai dan
sebaiknya tidak lengah. Berikut akan disajikan
data mengenai beberapa studi literatur yang
melaporkan kasus-kasus awal dari Covid – 19.
24
Data pertama datang dari penelitian oleh
Huang et al. Studi ini memiliki sampel sebanyak
41 orang. Studi ini melaporkan gejala yang
paling banyak muncul adalah demam (98%),
batuk (76%), nyeri otot dan kelelahan (44%),
produksi sputum (28%), nyeri kepala (5%),
hemoptysis (5%), diare (3%), dan dyspnea
(55%). Studi ini juga melaporkan adanya
bilateral ground glass opacity pada CT Scan dada
dan foto toraks.
Selanjutnya adalah studi oleh Chen et al.
Studi yang dilakukan di Wuhan ini memiliki
sampel lebih banyak yaitu 99 pasien. Gejala yang
dilaporkan pada studi ini adalah demam (83%),
batuk (82%), sesak napas (31%), nyeri kepala
(8%), nyeri tenggorokan (5%), nyeri dada (2%).
Sedangkan dari CT Scan dada dan foto toraks
ditemukan adanya ground glass opacity pada
14% pasien.
Data ketiga merupakan studi yang
dilakukan Song et al. dengan jumlah pasien
sebanyak 51 pasien. Gejala yang ditunjukkan
adalah demam (96%), batuk (47%), nyeri otot
25
dan kelelahan (31%), nyeri kepala (16%), sesak
dan nyeri dada (14%), diare (10%), dan nyeri
tenggorokan (6%), serta mual muntah (6%).
Pada studi ini juga didapatkan adanya ground
glass opacity pada CT Scan dada serta foto
toraks pada 77% pasien.
Wang et al. melaporkan sebanyak 138
pasien yang menjadi subjek penelitian,
diantaranya menunjukkan adanya demam
(98%), kelelahan (69%), anoresia (39%), nyeri
otot (34,8%), sesak (31,2%), diare (10,1%),
nyeri epala (6,5%), muntah (3,6%), nyeri perut
(2,2%). Pada studi ini juga dilaporkan adanya
ground glass opacity pada 100% pasien yang
menjalani pemeriksaan foto toraks dan CT Scan
dada.
Dapat disimpulkan bahwa demam, batuk,
serta sesak napas adalah gejala-gejala yang
perlu diwaspadai. Gejala ini tidak selalu muncul
bersamaan, dapat muncul secara bertahap, atau
dapat muncul sendiri-sendiri. Sebagian kecil
pasien juga datang dengan gejala
gastrointestinal. Hal ini juga sering menyebabkan
26
ke abu-abuan dalam mendiagnostik karena
pasien tidak datang dengan gejala klasik Covid-
19. Untuk pasien-pasien seperti ini, apalagi
dengan riwayat kontak atau riwayat bepergian
ke zona transmisi lokal, penulis menyarankan
untuk tetap melakukan pemeriksaan screening
Covid -19 pada umumnya menggunakan fasilitas
yang ada di layanan kesehatan. Minimal lakukan
pemeriksaan darah lengkap serta foto toraks.
Selanjutnya, muncul studi terbaru yang
dilakukan oleh Dr. Sebastiano Recalcati yang
menyelidiki manifestasi kulit dari Covid – 19.
Studi ini adalah studi pertama yang membahas
manifestasi kulit pada Covid – 19. Dr. Recalcati
melaporkan dari 88 pasien yang menjadi subyek
penelitian, terdapat 18 pasien (20,4%) yang
menunjukkan adanya manifestasi pada kulit.
Sebanyak 8 pasien menunjukan gejala kulit dari
awal sakit, sedangkan 10 pasien baru
menunjukkan gejala setelah masuk ke rumah
sakit. Terdapat 14 pasien yang menderita ruam
kemerahan, 3 pasien mengalami urtikaria yang
menyebar, sedangkan 1 pasien mengalami gejala
vesikel yang mirip seperti cacar. Dada dan
27
punggung adalah bagian yang paling umum
terkena. Gatal dilaporkan hanya minimal atau
tidak ada sama sekali. Biasanya lesi menghilang
dalam beberapa hari, dan tidak ada
hubungannya dengan keparahan dari penyakit.
Dr. Recalcati kemudian menarik kesimpulan
bahwa manifestasi kulit mirip dengan manifestasi
yang muncul pada serangan virus pada
umumnya.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan Covid – 19 perlu
dilakukan pemeriksaan swab untuk kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan polymerase chain
reaction (PCR). Namun, tentu saja pemeriksaan
ini tidak tersedia di berbagai fasilitas Kesehatan,
hanya pada beberapa fasilitas kesehatan tertentu
saja. Pemeriksaan darah lengkap merupakan
pemeriksaan yang cepat, murah, dan dapat
membantu menguatkan kecurigaan terhadap
Covid – 19. Menurut beberapa literatur, ada
beberapa biomarker yang dapat digunakan untuk
meguatkan kecurigaan terhadap Covid – 19
melalui pemeriksaan darah lengkap.
28
Biomarker yang pertama adalah limfosit.
Pada Covid – 19 limfositopenia telah disarankan
untuk dapat digunakan sebagai salah satu
prediktor keparahan gejala. Limfosit memiliki
peran sentral untuk mempertahankan sistem
imun. Beberapa mekanisme terjadinya
limfositopenia adalah virus dapat diserang
langsung oleh limfosit. Kedua, virus dapat
menghancurkan organ-organ limfati. Ketiga,
sitokin inflamasi dapat terus rusak sehingga
menyebabkan apoptosis limfosit. Terakhir,
penghambat limfosit dapat muncul karena
kelainan metabolik seperti keadaan yang asam
akibat laktat. Presentasi limfosit (LYM%)
merupakan sebuah parameter yang signifikan
dan konsisten serta dapat menunjukan
progresivitas penyakit.
Biomarker kedua yang juga dapat
digunakan adalah trombosit. Trombosit sudah
banyak digunakan terutama di unit-unit intensif
sebagai prediktor prognosis penyakit.
Trombositopenia dikaitkan dengan malfungsi
organ dan dekompensasi fisiologis.
Trombositopenia dikaitkan dengan bentuk infeksi
29
Covid – 19 yang parah dan dikaitkan dengan
mortalitas yang tinggi terutama pada pasien-
pasien kritis di unit intensif.
Gambaran Radiologis
Sebuah studi yang dilakukan oleh Wong et
al. berusaha menjawab gambaran foto toraks
pada Covid -19. Namun perlu diingat bahwa
sensitivitas foto toraks untuk Covid – 19 hanya
sekitar 69%, hal ini menunjukkan bahwa masih
terdapat kemungkinan pasien yang terinfeksi
Covid – 19 menunjukkan gambaran foto toraks
yang normal. Wong mendeskripsikan bahwa
terdapat 69% pasien yang datang dengan foto
thoras tidak normal, dan 31% yang datang
dengan dengan foto toraks normal. Sebanyak
11% pasien yang memiliki foto toraks normal
kemudian berubah menjadi tidak normal.
Sedangkan untuk gambaran opasitas,
sekitar 59% pasien menunjukkan konsolidasi dan
41% menunjukkan ground glass opacity. Untuk
distribusi kelainan yang paling sering ditemukan
adalah predominan perifer, yang kemudian
disusul pada lokasi tidak perifer maupun
30
perihilar, dan terakhir pada perihilar. Kemudian
kelainan kebanyakan ditemukan bilateral dan
predominan zona bawah. Berikut adalah salah
satu gambaran foto toraks pada pasien Covid –
19
Sumber gambar :
https://radiologyassistant.nl/chest/lk-jg-1
31
Pada gambar tersebut ditemukan adanya
ground glass opacity serta konsolidasi yang
bilateral dan perifer, serta predominan di bawah,
walaupun juga ditemukan sedikit opasitas di
atas.
Hingga saat ini, penelitian terhadap Covid –
19 masih terus dilakukan dan dikembangkan
untuk mengetahui dengan lebih baik mengenai
penyakit ini.
Daftar Pustaka
Chen N, Zhou M, Dong X, et al. Epidemiological
and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia inWuhan, China: a descriptive study. Lancet. 2020; pii: S0140-6736(20)30211-7. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30211-7. [Epub ahead of print]
Huang C, Wang Y, Li X, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020; pii: S0140-6736(20)30183-5. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(20)30183-5.[Epub ahead of print]
32
Jiang, F. et al. (2020) ‘Review of the Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)’, Journal of General Internal Medicine. Journal of General Internal Medicine, 2019. doi: 10.1007/s11606-020-05762-w.
Kanal, E., Tweedle, M. and Pan, X. (2016) ‘This copy is for personal use only. To order printed copies, contact reprints@ rsna. org’, Imaging, 279(3), pp. 849–858.
Lippi, G., Plebani, M. and Michael Henry, B. (2020) ‘Thrombocytopenia is associated with severe coronavirus disease 2019
(COVID-19) infections: A meta-analysis’, Clinica Chimica Acta. Elsevier, 506(March), pp. 145–148. doi: 10.1016/j.cca.2020.03.022.
Recalcati, S. (2020) ‘Cutaneous manifestations in COVID-19: a first perspective’, Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology, n/a(n/a), pp. 0–1. doi: 10.1111/jdv.16387.
Tan, L. et al. (2020) ‘Lymphopenia predicts disease severity of COVID-19: a descriptive and predictive study’, medRxiv, (627), p. 2020.03.01.20029074. doi: 10.1101/2020.03.01.20029074.
33
Song F, Shi N, Shan F, et al. Emerging Coronavirus 2019-nCoV Pneumonia. Radiology. 2020; 6:200274.
https://doi.org/10.1148/radiol.2020200274. Wang D, Hu B, Hu C, et al. Clinical
Characteristics of 138 Hospitalized Patients With 2019 Novel Coronavirus-Infected
Pneumonia in Wuhan, China. JAMA. 2020. https://doi.org/10.1001/jama.2020.1585. [Epubahead of print]
Sumber Gambar https://radiologyassistant.nl/chest/lk-jg-1
34
Aplikasi Klinis Rapid Test Covid-19
Coronavirus Disease 19, bukan hanya
mimpi buruk bagi masyarakat umum. Namun,
juga bagi tenaga medis. Coronavirus Disease 19
atau Covid-19 adalah varian dari virus
Coronavirus yang ditemukan pertama kali di kota
Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Secara
umum, dokter di seluruh dunia sudah mengenal
varian lain dari Covid-19 yaitu Middle East
Respiratory Syndrome atau kadang disebut MERS
Cov, dan Severe Acute Respiratory Syndrome
atau SARS. SARS sendiri sebelumnya juga telah
menyebabkan outbreak di Cina pada tahun 2002.
Menegakkan diagnosis Covid-19 merupakan hal
yang sulit karena virus ini relatif baru sehingga
gejala fisik, anamnesis, serta pemeriksaan
laboratorium dari Covid-19 belum dikenali
dengan baik. Untuk menegakkan diagnosis pasti
suatu penyakit seperti Covid-19 dapat digunakan
tiga cara yaitu kultur (merupakan pemeriksaan
yang paling tinggi), swab tenggorokan yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan polymerase
chain reaction (PCR), dan rapid test untuk
35
mendeteksi antibodi di tubuh pasien. Kultur
Covid-19 masih belum ditemukan caranya, untuk
itu penegakkan diagnosis selama ini masih
menggunakan swab tenggorokan yang dilanjut-
kan dengan pemeriksaan PCR. Sayangnya,
pemeriksaan PCR ini terbatas karena masih
minimnya laboratorium dan alat yang tersedia
untuk melakukan metode ini. Belum lagi tidak
semua daerah di Indonesia dapat melakukannya
karena keterbatasan sarana dan prasarana.
Pemerintah kemudian memberikan solusi
dengan melakukan impor alat rapid test bagi
masyarakat yang terindikasi menderita Covid-19.
Pengguna-an alat ini tentunya tidak bisa
dilakukan sem-barangan karena memiliki banyak
kekurangan, namun, alat ini memiliki kelebihan
yaitu dapat memberikan hasil yang cepat dan
dapat dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Artikel ini akan membahas mengenai aplikasi
klinis rapid test Covid-19 dan beberapa rambu-
rambu yang harus dipatuhi.
36
Kekurangan dan Kewaspadaan
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia
atau PDS PatKlin telah melakukan konferensi
pers mengenai kehati-hatian dalam
menggunakan rapid test sebagai alat diagnostik
untuk Covid-19. Menurut keterangan yang
diambil dari laman resmi PDS PatKlin
(www.pdspatklin.or.id), ada beberapa poin yang
perlu diwaspadai sebagai berikut:
Rapid test adalah metode diagnostik
terendah di bawah kultur dan metode PCR.
Jika dapat dilakukan metode PCR
sebaiknya lakukan metode tersebut dan
tidak bergantung pada rapid test.
Penjelasan kinetika antibodi untuk Covid-19
belum ada. Melakukan tes dengan metode
immunokromatografi (rapid test) harus
dilakukan secara hati-hati karena antibodi
belum diketahui waktu terbentuknya pada
kasus Covid-19. Satu studi mengatakan
bahwa antibodi paling awal terdeteksi
dengan metode immunofluoresensi pada
37
hari ke–6 dan mencapai level maksimal
pada hari ke-8 – 12.
Antibodi SARS–Cov-2 (penyebab infeksi
Covid-19) belum dapat dijadikan patokan
adanya infeksi akut, sehingga tidak bisa
dijadikan acuan diagnostik. Contohnya
infeksi dengue dinyatakan akut jika
terdapat peningkatan 4x dari level normal.
Hal ini belum ditemukan pada Covid-19.
Berbagai rapid test (terdapat beberapa
perusahaan dan negara yang
memproduksinya) belum diketahui cara
kerjanya, batas deteksi, batasan
pengambilan spesimen, dan berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan positif
palsu (false positive) dan negative palsu
(false negative).
Hasil positif tidak bisa memastikan bahwa
seseorang terkena Covid-19, sedangkan
hasil negatif belum tentu dapat
menyingkirkan infeksi Covid-19 sehingga
masih dapat menularkan ke orang lain.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan
38
negatif palsu adalah antibody yang belum
terbentuk saat pengambilan sampel atau
pasien masuk dalam kategori immuno-
compromised.
Pasien yang memiliki hasil rapid test positif
harus dikonfirmasi dengan metode PCR.
Jika hasil negatif harus dilakukan
pemeriksaan ulang dengan selang waktu 7-
10 hari.
Melakukan Rapid Test
Berikut merupakan pedoman tatalaksana
yang dikeluarkan oleh PDS PatKlin. Ada beberapa
langkah yang harus dilakukan saat melakukan
rapid test, langkah tersebut adalah sebagai
berikut:
Rapid test diperuntukkan kepada Orang
Tanpa Gejala, ODP, dan PDP. Orang Tanpa
Gejala (OTG) adalah orang yang sedang
tidak memiliki gejala namun memiliki
riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi
Covid-19 atau memiliki risiko tertular
Covid-19.
39
Pengerjaan rapid test harus disupervisi dan
diinterpretasi oleh dokter spesialis patologi
klinik.
Tenaga medis yang melakukan
pemeriksaan wajib menggunakan alat
pelindung diri, minimal sarung tangan,
masker bedah, dan jas laboratorium.
Fasilitas kesehatan yang memeriksa
diwajibkan meneyediakan tempat sampah
infeksius. Tenaga medis yang memeriksa
disarankan menggunakan face shield.
Pengambilan darah sebaiknya dilakukan
dengan closed system, jadi darah langsung
dialirkan via tabung vakum. Namun bila
tidak memungkinkan, jarum suntik dapat
digunakan dengan kewaspadaan tinggi.
Disarankan menggunakan spesimen whole
blood, namun, spesimen juga dapat
menggunakan EDTA, heparin, atau sitrat.
Spesimen kemudian langsung diperiksa.
Spesimen darah kapiler dapat diambil
menggunakan lancet.
40
Pelaporan Hasil Rapid Test
Hasil rapid test dinyatakan reaktif jika salah
satu dari:
Anti SARS-COV–2 IgM reaktif, Anti SARS-
COV–2 IgG non reaktif
Anti SARS-COV–2 non IgM reaktif, Anti
SARS-COV–2 IgG reaktif
Anti SARS-COV–2 IgM reaktif, Anti SARS-
COV–2 IgG reaktif
Hasil ini tidak dapat digunakan sebagai
metode monitoring atau penentuan terapi. Hasil
ini dapat bertahan berbulan-bulan lamanya.
Hasil rapid test dinyatakan non reaktif jika
Anti SARS-COV–2 IgM non reaktif, Anti
SARS-COV–2 IgG non reaktif. Untuk
pasien-pasien dalam kondisi ini sebaiknya
lakukan pemeriksaan rapid test antibody
ulang dalam waktu 7 – 10 hari.
41
Setelah pengulangan rapid test antibody
selang waktu 7-10 hari. Langkah yang harus
dilakukan selanjutnya adalah:
Jika reaktif, maka dilakukan Langkah
selanjutnya menurut tatalaksana pasien
reaktif di atas.
Jika hasil non reaktif, maka nyatakan Anti
SARS-COV–2 IgM non reaktif, Anti SARS-
COV–2 IgG non reaktif. Hal tersebut
memiliki makna bahwa:
o Pasien tidak terpapar pada infeksi
Covid-19
o Pasien dalam keadaan immunocom-
promised sehingga tidak terbentuk
antibodi karena pasien mengalami
gangguan antibodi.
Tatalaksana rapid test menurut PDS PatKlin
dirangkum dalam tabel dan algoritma di bawah
ini :
42
Pemeriksaan Pertama Kali
Anti SARS–
COV–2
IgM
Anti
SARS–
COV–2
IgG
Interp
retasi Saran
(+) (+) Reaktif Pasien dalam
kategori OTG dan
ODP lakukan
physical distancing
dan perilaku hidup
bersih sehat.
Pasien dalam
kategori PDP,
lakukan sesuai
gejala, yaitu:
o Gejala ringan
isolasi mandiri di
rumah.
o Gejala sedang,
lakukan isolasi di
rumah sakit
darurat.
o Gejala memberat
lakukan isolasi di
rumah sakit
(+) (-) Reaktif
(-) (+) Reaktif
43
rujukan dan
konfirmasi
dengan
menggunakan
metode PCR.
(-) (-) Non
Reaktif
Lakukan Karantina
Mandiri dengan
menerapkan
perilaku hidup
bersih sehat dan
physical
distancing.
Rapid test antibodi
ulang dalam waktu
7-10 hari.
Pemeriksaan Ulang
Anti
SARS–
COV–2
IgM
Anti
SARS–
COV–2
IgG
Interpretasi Saran
(+) (+) Reaktif Pasien dalam
kategori OTG
dan ODP (+) (-) Reaktif
44
(-) (+) Reaktif
lakukan physical
distancing dan
perilaku hidup
bersih sehat.
Pasien dalam
kategori PDP,
lakukan sesuai
gejala, yaitu:
o Gejala ringan
isolasi mandiri
di rumah
o Gejala sedang,
lakukan isolasi
di rumah sakit
darurat
o Gejala
memberat
lakukan isolasi
di rumah sakit
rujukan dan
konfirmasi
dengan
menggunakan
metode PCR
45
(-) (-) Non Reaktif
Pasien tidak
terpapar infeksi
SARS–COV–2
Pasien
immunocompro
mised sehingga
antibodi tidak
terbentuk akibat
adanya
gangguan
pembentukan
antibodi
Untuk pasien
immunocompro
mised lakukan
pemeriksaan
PCR.
46
47
Daftar Pustaka
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia. 21 Maret 2020. Diakses Tanggal 17 April 2020. Panduan Tatalaksana Rapid Test SARS – COV – 2. Tersedia online di :https://www.pdspatklin.or.id/post/pandua
n-tata-laksana-px-rapid-test-ab-sars-cov-2-metode-ict
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia. 19 Maret 2020. Diakses Tanggal 17 April 2020. Press Release Kewaspadaan Tes Cepat (Rapid Test) Covid 19 IgM/IgG Berbasis Serologi. Tersedia online di : https://www.pdspatklin.or.id/post/kewaspadaan-rapid-test-covid-19
48
Konseling dan Edukasi Pasien dan
Keluarga Mengenai Covid 19
Konseling dan edukasi merupakan salah
satu bagian penting dalam praktik kedokteran.
Ilmu kedokteran tidak melulu tentang anamnesis
dan pemeriksaan penunjang saja, namun juga
harus disertai dengan konseling dan edukasi
mengenai keadaan pasien. Konseling dan
edukasi penting untuk memberikan transparansi
mengenai kondisi pasien dan terapi yang sedang
dijalankan. Konseling dan edukasi yang baik
dapat menyebabkan pasien menjadi lebih
tenang. Konseling dan edukasi fungsinya menjadi
semakin mendasar terutama saat adanya
pandemic Coronavirus Disease 19 atau yang
biasa disebut Covid-19. Saat pandemi, pasien
merasa kebingungan dan tidak jarang dapat
menyebabkan keadaan pasien menjadi mudah
stress, depresi, dan cemas. Konseling dan
edukasi yang baik dapat mengurangi ketakutan
pasien dan menyebaban kepatuhan akan
pengobatan menjadi baik. Artikel ini berusaha
menjelasakan poin-poin edukasi yang perlu
disampaikan pada pasien Covid 19 dan keluarga.
49
Coronavirus Disease 19
Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus. Virus ini masuk dalam keluarga
coronavirus yang juga bertanggungjawab
terhadap Middle East Respiratory Syndrome dan
Severe Acute Respiratory Syndrome yang juga
menyebabkan kehebohan dunia beberapa waktu
lalu. Penyebab munculnya Covid 19 belum
diketahui, namun outbreak pertama terjadi di
Wuhan, Republik Rakyat Cina pada Desember
2019.
Gejala dan Tanda Covid 19
Gejala paling umum dari Covid 19 adalah
batuk kering, panas, dan kelelahan. Beberapa
pasien juga menunjukkan gejala gastroinsteinal
seperti mual muntah dan diare. Selain itu
beberapa gejala penyerta juga dapat muncul
seperti hidung berair, hidung buntu, dan nyeri
tenggorokan. Gejala-gejala ini umumnya ringan.
Sebagian orang dapat terinfeksi, namun, tidak
menunjukkan gejala sama sekali, dan dapat
menularkan ke orang lain. Sebagian besar pasien
yang tertular Covid 19 (sekitar 80%) tidak
membutuhan perawatan di rumah sakit. Namun
50
sekitar 1 dari 6 pasien akan menderita sakit
berat dan sesak napas. Pasien usia tua dengan
penyakit penyerta seperti tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, dan diabetes memiliki risiko
tinggi untuk menderita sakit berat akibat Covid-
19. Pasien yang batuk, demam, dan sesak dan
mengalami perburukan keadaan harap segera
mencari bantuan medis di rumah sakit.
Penularan Covid-19
Sejauh ini Covid-19 tercatat hanya menular
dari manusia ke manusia. Covid-19 menular dari
seseorang yang sudah tertular penyakit ini
sebelumnya. Penularan terjadi melalui droplet
yaitu titik-titik air yang keluar dari mulut atau
hidung ketika seseorang batuk, bersin, atau
bernapas. Droplet dapat menempel pada
berbagai benda-benda dan permukaan seperti
gagang pintu, pegangan pada tangga, hingga
tombol elevator. Orang lain yang menyentuh
permukaan-permukaan ini dapat tertular jika
setelahnya mereka menyentuh mata, hidung,
atau mulut. Seseorang juga dapat tertular jika
menghirup droplet dari pasien Covid-19.
Penularan jarak dekat ini terjadi jika berdekatan
51
dengan pasien Covid-19 (jarak 1 meter). Maka
itu penting sekali untuk menjaga jarak atau
physical distancing. Namun, bukan berarti harus
mengusir pasien keluar dari rumah, yang penting
menjaga jarak dan tidak menyentuh benda-
benda sekitar pasien, niscaya tidak akan tertular.
Masih belum diketahui secara jelas berapa
lama Covid 19 dapat bertahan pada berbagai
permukaan seperti coronavirus yang lain. Studi-
studi yang dilakukan para peneliti menunjukkan
bahwa berbagai varian coronavirus dapat
bertahan beberapa jam hingga beberapa hari di
berbagai permukaan. Walaupun begitu hal ini
bervariasi tergantung permukaan, suhu,
kelembaban dan kondisi lingkungan lain. Untuk
menghindari hal ini, bersihkan permukaan-
permukaan seperti meja, kursi, gagang pintu,
dan tempat-tempat lain di rumah yang umumnya
dilalui dan disentuh banyak orang. Pembersihan
dapat dilakukan dengan desinfektan yang banyak
ditemukan di pasaran, sebagian besar desin-
fektan tersebut efektif untuk membunuh virus
corona yang menempel di permukaaan benda.
Setelah membersihkan, cuci tangan dengan air
52
dan sabun atau dengan hand rub berbasis
alkohol. Hindari menyentuh mulut, hidung, dan
mata.
Melindungi Diri dari Covid-19
Ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah tertular Covid-19.
Langkah-langkah ini penting dilakukan agar
keluarga tetap sehat dan dapat menjalani masa-
masa pandemi dengan selamat. Beberapa
langkah tersebut adalah:
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
atau menggunakan hand rub berbasis
alkohol. Mencuci tangan berulang dapat
membunuh virus dan memutus rantai
penularan.
Pertahankan jarak minimal satu meter
antara Anda dan seseorang yang sedang
batuk atau bersin. Seseorang yang sedang
batuk atau bersin dapat menularkan
penyakitnya melalui droplet yang keluar
melalui bersin dan batuk.
Hindari menyentuh mulut, mata, dan
hidung. Tangan kita cenderung menyentuh
53
banyak permukaan selama aktivitas. Hal ini
dapat menularkan virus jika setelah
menyentuh banyak permukaan, kemudian
menyentuh mata, mulut, dan hidung.
Pastikan (terutama jika sakit) Anda dan
keluarga memahami etika batuk. Gunakan
masker bedah jika ada, namun jika tidak
tersedia dapat menggunakan masker kain.
Tutupi mulut dan hidung ketika batuk
menggunakan masker. Jika tidak ada
masker, tutup dengan tisu, dan buang tisu
setelah digunakan kemudian cuci tangan.
Jika tidak ada tisu, tutupi mulut dan hidung
menggunakan siku. Dengan melakukan
etika batuk yang benar dapat mencegah
penularan Covid-19.
Jika merasa sakit, tidak enak badan,
dengan gejala ringan, isolasi mandiri di
rumah. Redakan gejala-gejala dengan
minum obat yang dapat dibeli tanpa resep
dokter, namun tetap perlu memperhatikan
indikasi, kontraindikasi, serta dosis. Jika
gejala memburuk seperti adanya demam,
batuk kering, dan sesak napas, segera cari
54
bantuan medis. Jika memungkinkan
sebaiknya hubungi dulu fasilitas kesehatan
via telepon atau perangkat lain untuk
menentukan langkah selanjutnya.
Tetaplah update informasi dari sumber-
sumber resmi Covid-19 seperti WHO dan
Kementrian Kesehatan. Terlalu banyak
informasi yang diserap dapat menyebabkan
perasaan takut dan cemas, namun jika
tidak mengkonsumsi informasi sama sekali
dapat menyebabkan abai pada keadaan
sekitar.
Hal yang Perlu Dilakukan Saat Timbul
Gejala Covid-19
Ikuti langkah - langkah yang sudah dijelas-
kan di atas mengenai pencegahan penu-
laran
Karantina mandiri/isolasi mandiri di rumah
selama 14 hari sejak timbulnya gejala. Jika
ada gejala ringan seperti demam, batuk,
dan pilek dapat diobati dengan obat yang
dapat dibeli tanpa resep dokter, namun
tetap harus memperhatikan indikasi,
kontraindikasi, dan dosis obat. Jika gejala
55
memburuk dan timbul sesak napas,
hubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk
langkah selanjutnya, atau langsung
memperiksakan diri jika memungkinkan.
Saat memperiksakan diri di fasilitas
kesehatan, tetap perhatikan physical
distancing, cuci tangan, dan etika batuk.
Sampaikan gejala, riwayat bepergian,
riwayat kontak dengan sejujur-jujurnya
agar tenaga medis dapat melaksanakan
tatalaksana dengan tepat.
Daftar Pustaka
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020.
Pedoman Pencegahan Pengendalian Covid
19. Jakarta : Kementrian Kesehatan
WHO. Q and A on Coronaviruses. 2020. 8th April
2020. Accesed on 15th April 2020. Available
online at : https://www.who.int/news-
room/q-a-detail/q-a-coronaviruses
56
Dukungan Nutrisi Pasien dan Tenaga Medis
dalam Upaya Pencegahan Covid 19
Infeksi virus Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2) yang
menyebabkan Covid-19 (Coronavirus Disease-
2019) telah menjadi pandemi dan menjangkiti
banyak negara termasuk Indonesia. Virus ini
telah menyebar ke seluruh pelosok negeri di 34
provinsi.
Seperti penyakit infeksi saluran nafas atas
(ISPA) lainnya, Covid-19 menyebabkan gejala
seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam
hingga pneumonia. Pada sebagian besar kasus
(sekitar 80%) mereka yang terinfeksi dapat tidak
bergejala atau hanya mengalami gejala ringan
seperti batuk, pilek, meriang dan dapat pulih
tanpa perlu perawatan khusus. Namun 20%
sisanya mungkin akan menderita sakit yang
parah dan dapat juga disertai pneumonia
sehingga membutuhkan perawatan intensif
bahkan sampai dengan menggunakan ventilator.
Secara global angka kematian Covid-19 sekitar
6,2%. Kelompok yang sangat mungkin
57
mengalami gejala berat biasanya adalah orang
berusia lanjut atau orang-orang yang memiliki
penyakit komorbid sebelumnya seperti diabetes
mellitus, tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
atau asma.
Covid-19 menular melalui droplet yang
dikeluarkan dari seseorang yang terinfeksi–baik
bergejala maupun tidak—saat mereka batuk atau
bersin. Penyebaran Covid-19 begitu cepat,
namun belum diikuti dengan penemuan obat
ataupun vaksin. Oleh karena itu, pencegahan
agar tidak terinfeksi Covid-19 adalah pilihan yang
paling tepat untuk dijalankan saat ini.
Konsumsi Makanan untuk
Mencegah Covid 19
Sebenarnya kita tidak dapat "meningkat-
kan" sistem kekebalan tubuh melalui diet. Tidak
ada makanan atau suplemen spesifik yang
mampu mencegah kita dari infeksi Covid-19.
Melakukan pola hidup yang sehat dan bersih dan
mengkonsumsi makanan yang seimbang tetap
menjadi cara terbaik untuk menghindari infeksi.
58
Ada banyak nutrisi yang harus terpenuhi
agar sistem kekebalan tubuh bisa berfungsi
menjadi baik. Inilah mengapa diet seimbang
dengan mengkonsumsi berbagai jenis makanan
yang sehat dianjurkan agar kebutuhan vitamin
dan mineral yang membantu kekebalan tubuh
(seperti copper, folate, iron, selenium, zinc and
vitamins A, B6, B12, C and D) dapat terpenuhi
semuanya.
Konsumsi makanan segar dan tidak
diproses
Makanan yang segar dan tidak diproses
memiliki kandungan vitamin, mineral, serat
makanan, protein, dan antioksidan yang
dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi makanan yang
disarankan oleh WHO untuk menjaga daya tahan
tubuh di masa pandemi Covid-19 adalah :
- 2 cangkir buah (4 porsi)
- 2,5 cangkir sayuran (5 porsi)
- 180 g biji-bijian (misalnya jagung yang
belum diolah, gandum, beras merah
atau umbi-umbian seperti kentang, ubi,
talas atau singkong)
59
- 160 g daging dan kacang-kacangan.
Daging putih seperti unggas dan ikan
umumnya lebih rendah lemak daripada
daging merah. Daging merah
dikonsumsi 1-2 kali/minggu, dan unggas
2 −3 kali/minggu. Hindari daging olahan
karena biasanya lebih tinggi lemak dan
garam.
- Batasi asupan garam harian hingga
kurang dari 5 g (1 sendok teh)/hari, dan
gunakan garam beryodium. Salah satu
cara yang bisa diterapkan adalah batasi
jumlah garam dan bumbu natrium tinggi
seperti kecap asin dan kecap ikan saat
memasak dan menyiapkan makanan
- Batasi jumlah total gula harian. WHO
merekomendasikan idealnya jumlah gula
yang dikonsumsi kurang dari 5% dari
total asupan energi untuk orang dewasa
(sekitar 6 sendok teh). Bila ingin
mengkonsumsi yang manis, utamakan
untuk memakan buah segar.
60
- Batasi lemak dan minyak. Konsumsi
lemak tak jenuh (ada pada ikan,
alpukat, kacang-kacangan, minyak
zaitun, kedelai, kanola, minyak bunga
matahari dan jagung) lebih disarankan
daripada lemak jenuh (ada pada daging
berlemak, mentega, minyak kelapa dan
kelapa, krim, keju). Lemak yang
diproduksi secara massal juga sebaiknya
dihindari. Lemak jenis ini sering
ditemukan pada makanan olahan seperti
makanan cepat saji, makanan ringan,
makanan yang digoreng, pizza beku,
pai, kue, margarine.
- Jika memungkinkan pilih produk susu
yang rendah lemak.
Minum air putih 8-10 gelas setiap hari
Dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air.
Kebutuhan cairan tubuh akan terpenuhi dengan
minum air yang cukup sebanyak 8-10 gelas
setiap hari. Air yang cukup akan berguna untuk
mengangkut nutrisi dan senyawa dalam darah,
mengatur suhu tubuh, mentransport sisa
61
metabolisme hingga melumasi persendi.
Pemenuhan kebutuahan air dengan air putih
lebih disarankan. Kebutuhan cairan juga bisa
dipenuhi melalui konsumsi buah-buahan atau
sayuran yang mengandung banyak air seperti
timun, semangka, jus lemon yang diencerkan
dalam air dan tanpa pemanis, teh dan kopi tanpa
pemanis. Perlu diingat untuk membatasi jumlah
kafein karena efek diuresis yang dapat
menyebabkan dehidrasi dan memiliki dampak
negatif pada pola tidur. Sebaiknya hindari
minuman dengan kandungan gula yang tinggi
seperti jus buah yang manis, sirup, konsentrat
jus buah atau minuman bersoda.
Kudapan sehat dengan mengindari gula,
lemak dan garam berlebihan
Pembatasan konsumsi gula, lemak, dan
garam secara signifikan dapat menurunkan risiko
kelebihan berat badan, obesitas, penyakit
jantung, stroke, diabetes, dan jenis kanker
tertentu. Perlu diingat bahwa orang yang
memiliki penyakit jantung, diabetes mellitus bila
terinfeksi Covid-19 memiliki kecenderungan
untuk mengalami gejala yang berat bahkan
62
sampai membutuhkan bantuan ventilator. Ganti
camilan yang memiliki kandungan gula, lemak,
atau garam berlebih seperti kue, cokelat,
makanan cepat saji dengan sayuran mentah dan
buah segar. Bila pilihan buah dan sayur hanya
ada kalengan, pilihlah yang tidak memiliki garam
atau gula tambahan.
Hindari makan di luar
Makan di rumah lebih dianjurkan karena
dapat mengurangi kontak dengan orang lain dan
menurunkan peluang terkena Covid-19. Makan
bersama di rumah bisa menjadi media untuk
memperkuat hubungan keluarga. Bila terpaksa
dan tidak dapat memasak sendiri, lebih baik
gunakan layanan pesan antar. Bila layanan
pesan antar makanan tidak tersedia dan harus
membeli makan di luar, tetap lakukan jaga jarak
setidaknya 1 meter dengan orang lain dan
sebaiknya makanan dibawa pulang. Jangan lupa
untuk melakukan desinfeksi diri setelah sampai
di rumah dan cuci tangan dengan langkah yang
benar sebelum makan.
63
Konsumsi Vitamin C dalam pencegahan
Covid-19
Sebagian pasien kritis akibat Covid 19
diterapi menggunakan dosis tinggi vitamin C
intravena, hal ini dimaksudkan untuk memper-
cepat penyembuhan pasien. Namun, tidak ada
bukti saintifik yang jelas bahwa terapi ini
berguna bagi pasien dengan infeksi Covid-19,
dan sampai artikel ini ditulis (15 April 2020), hal
tersebut bukan merupakan standar terapi untuk
Covid-19. Berbagai macam studi telah dilakukan
dan sedang berjalan untuk meneliti efektivitas
terapi menggunakan vitamin C.
Mengenai apakah konsumsi vitamin C
dapat mencegah Covid-19, sampai saat ini belum
ada bukti ilmiah bahwa konsumsi vitamin C
dapat membantu mencegah covid 19. Dosis
vitamin C harian yang ideal untuk dewasa adalah
sekitar 75-100 mg. Dosis vitamin c harian ini
umumnya tidak berbahaya, namun jika
dkonsumsi pada dosis tinggi, vitamin C dapat
menyebabkan batu ginjal, mual muntah, dan
kram.
64
Daftar Pustaka
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/
http://www.emro.who.int/nutrition/nutrition-
infocus/nutrition-advice-for-adults-during-
the-covid-19-outbreak.html
https://www.bda.uk.com/resource/covid-19-
corona-virus-advice-for-the-general-
public.html
https://nutrition.org/making-health-and-
nutrition-a-priority-during-the-coronavirus-
covid-19-pandemic/
http://www.euro.who.int/en/health-
topics/health-emergencies/coronavirus-
covid-19/novel-coronavirus-2019-ncov-
technical-guidance/food-and-nutrition-tips-
during-self-quarantine
https://www.health.harvard.edu/diseases-and-
conditions/treatments-for-covid-19
65
Program Pengendalian Infeksi dan
Surveilans Covid – 19
Coronavirus Disease 19 adalah pandemi
yang sekarang sudah menyebar ke hampir
seluruh negara di dunia, tidak terkecuali di
Indonesia. Saat artikel ini ditulis (14 April 2020)
Covid -19 telah menyebar ke seluruh provinsi di
Indonesia dan telah menyebabkan kematian
pada ratusan pasien. Infeksi ini menyebar
dengan sangat cepat dan sejauh ini hanya
menular dari manusia ke manusia. Oleh karena
itu, manusia yang sedang kontak erat dengan
pasien Covid-19 memiliki risiko tinggi untuk
tertular, termasuk para tenaga medis. Artikel ini
mencoba menjawab tantangan tersebut dengan
membahas mengenai Program Pengendalian
Infeksi pada Covid-19, dan sedikit akan dibahas
mengenai Surveilans Covid-19. Artikel ini
sebagian besar diambil dari Pedoman Pence-
gahan Pengendalian Covid 19 yang dikeluarkan
oleh Kementrian Kesehatan, dengan sedikit
modifikasi agar nyaman dibaca, serta guideline
oleh World Health Organization (WHO).
66
Pencegahan Infeksi pada Seluruh Pasien
Bukan berarti saat Indonesia sedang
bersiap menghadapi Covid-19, pasien dengan
penyakit lain akan sembuh dengan sendirinya.
Pasien dengan berbagai kondisi akan tetap
datang di fasilitas Kesehatan tingkat pertama
(FKTP), sebagian dengan gejala yang mirip
dengan Covid-19. Oleh karena itu, pencegahan
infeksi pada seluruh pasien juga tidak boleh
dilupakan. Untuk memastikan pencegahan infeksi
pada seluruh pasien ada beberapa langkah yang
bisa dilakukan, beberapa langkah tersebut
adalah:
Pastikan semua pasien melakukan
kebersihan respirasi dan etika batuk yang
benar.
Pasien diminta untuk menutup mulut dan
hidung menggunakan tisu dan siku ketika
batuk, dan meminta pasien menggunakan
masker jika tersedia.
Pada pasien yang dicurigai menderita
Covid-19 berikan masker medis apabila
67
mereka sedang menunggu di area publik
atau ruangan sementara.
Minta pasien untuk selalu melakukan cuci
tangan atau membersihkan tangan
menggunakan hand rub terutama jika telah
kontak dengan sekret pernapasan.
Tenaga kesehatan juga harus selalu
melakukan perilaku hidup bersih sehat sebelum
memegang pasien, terutama mencuci tangan.
Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan
sesudah menyentuh pasien, sebelum suatu
prosedur, setelah menyentuh sekitar pasien, atau
setelah kontak dengan cairan tubuh. Mencuci
tangan harus dilakukan lima langkah sesuai
petunjuk WHO, dan dilakukan dengan hand rub
yang berbahan dasar alkohol atau dengan sabun
dan air. Cuci tangan dengan hand rub lebih baik
jika tangan tidak terlihat kotor. Jika tangan
terlihat kotor, bersihkan tangan dengan sabun
dan air mengalir.
Selain itu alat pelindung diri (APD) harus
digunakan dengan baik, rasional, serta konsisten.
Pemakaian APD juga hendaknya dilakukan pada
68
tenaga kesehatan yang sedang bekerja, dan
sebelum pemakaian perlu dilakukan pelatihan
terlebih dahulu. Poin lain yang juga sering
dilupakan adalah pembersihan lingkungan
fasilitas kesehatan. Prosedur desinfeksi yang
tepat harus dilakukan menggunakan desinfektan
yang sering digunakan seperti sodium hipoklorit.
Desinfektan yang dijual bebas umumnya cukup
efektif.
Pencegahan Terhadap Droplet
Selain pencegahan pada seluruh pasien,
sekarang perlu dibahas pencegahan pada pasien
yang menjadi suspek Covid-19. Penunggu atau
pengantar pasien, dan tenaga kesehatan perlu
berhati-hati dan melindungi diri dari droplet
sebelum memasuki ruangan pasien yang
dicurigai menderita Covid-19. Beberapa hal itu
dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Pasien harus diletakan pada ruangan
individu berventilasi baik. Untuk ruangan
rawat inap umum dengan ventilasi natural,
ventilasi baik jika ruangan memiliki 60 liter
oksigen per menit untuk satu pasien.
69
Jika ruangan individu tidak ada, pasien
yang dicurigai menderita Covid-19 dapat
dikelompokkan menjadi satu ruangan.
Dalam kondisi seperti ini masing-masing
bed pasien harus diletakkan dengan jarak
satu meter.
Jika dimungkinkan, satu tim tenaga
kesehatan sebaiknya ditunjuk untuk
bertanggung jawab secara eksklusif pada
pasien Covid-19 agar menurunkan risiko
penularan.
Tenaga medis harus menggunakan masker
medis.
Tenaga medis harus menggunakan
proteksi mata seeerti googles atau face
shield untuk menghindari kontaminasi dari
membran mucus.
Tenaga medis harus menggunakan gown
lengan panjang non-steril yang bersih.
Tenaga medis harus menggunakan gloves
atau handscoen.
70
Penggunaan boots, coverall, dan apron
tidak diperlukan untuk perawatan rutin.
Setelah menangani pasien, APD harus
dibuang sebagaimana mestinya dan cuci
tangan harus dilakukan.
Alat dan bahan yang single use harus
dibuang, dan alat yang bisa dibersihkan,
maka dibersihkan dengan desinfektan
seperti stetoskop, spingomanometer, dan
termometer. Jika alat harus digunakan oleh
banyak pasien, sebelum berpindah pasien
alat dibersihkan dengan etil alkohol.
Pencegahan Infeksi dalam Prosedur yang
Menghasilkan Aerosol
Suatu prosedur dikatakan menimbulkan
aerosol jika menghasilkan aerosol dalam
berbagai ukuran termasuk berbagai partikel kecil
yang memiliki ukuran < 5 mikrometer. Tindakan
ini harus dilakukan secara waspada dan hati-hati
karena dapat menciptakan paparan Covid-19
dalam bentuk aerosol. Beberapa prosedur yang
dapat menyebabkan terjadinya aerosol adalah
71
intubasi trakea, ventilasi non-invasive, trakeos-
tomi, resusitasi jantung paru, ventilasi manual
sebelum intubasi dan bronkoskopi.
Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur
medis yang menimbulkan
aerosol:
• Memakai respirator partikulat seperti N95
sertifikasi NIOSH, EU FFP2 atau setara.
Ketika mengenakan respirator partikulat
disposable, periksa selalu kerapatannya (fit
tes).
• Memakai pelindung mata (yaitu kacamata
atau pelindung wajah).
• Memakai gaun lengan panjang dan sarung
tangan bersih, tidak steril,
(beberapa prosedur ini membutuhkan sarung
tangan steril).
• Memakai celemek kedap air untuk beberapa
prosedur dengan volume cairan yang tinggi
diperkirakan mungkin dapat menembus gaun.
• Melakukan prosedur di ruang berventilasi
cukup, yaitu di sarana-sarana yang dilengkapi
ventilasi mekanik, minimal terjadi 6 sampai
12 kali pertukaran udara setiap jam dan
72
setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di sarana–
sarana dengan ventilasi alamiah.
• Membatasi jumlah orang yang berada di
ruang pasien sesuai jumlah minimum yang
diperlukan untuk memberi dukungan
perawatan pasien. Kewaspadaan isolasi juga
harus dilakukan terhadap pasien PDP dan
terkonfirmasi Covid- 19 sampai hasil
pemeriksaan laboratorium rujukan negatif.
Surveilans dan Karantina
Surveilans merupakan pemantuan yang
terjadi terus menerus terhadap kelompok yang
memiliki risiko tinggi. Surveilans biasanya diikuti
dengan karantina. Karantina adalah pembatasan
seseorang atau kelompok orang dalam suatu
wilayah yang dicurigai menderita suatu penyakit
dan/atau untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
73
Status
Orang
Tanpa
Gejala
ODP PDP
Waku
Karantina 14 hari 14 hari 14 hari
RT PCR Pada hari 1
dan 14
Pada hari
1 dan 2
Pada hari
1 dan 2
Rapid Test
(jika tidak
ada RT PCR)
Negatif:
Karantina
mandiri,
periksa
ulang 10
hari
berikutnya.
Jika pada
periksa
ulang positif,
lakukan RT
PCR dua
kali.
Positif:
Negatif:
Karantina
mandiri,
periksa
ulang 10
hari
berikutnya
. Jika pada
periksa
ulang
positif,
lakukan
RT PCR
dua kali.
Negatif:
Sesuai
gejala
(lihat
kolom
perujukan)
Periksa
ulang 10
hari
berikutnya
. Jika pada
periksa
ulang
positif,
lakukan
74
Karantina
mandiri,
konfirmasi
dengan RT
PCR dua
kali.
Positif:
Karantina
mandiri,
konfirmasi
dengan RT
PCR dua
kali.
RT PCR
dua kali.
Positif:
Sesuai
gejala,
konfirmasi
dengan RT
PCR dua
kali.
Bentuk
Pemantauan
Kunjungan
harian atau
via telepon
berupa
anamnesis
gejala dan
pemeriksaan
suhu tubuh
Kunjungan
harian
atau via
telepon
berupa
anamnesis
gejala dan
pemeriksa
an suhu
tubuh
Kunjungan
harian
atau via
telepon
berupa
anamnesis
gejala dan
pemeriksa
an suhu
tubuh
Perujukan Gejala
Ringan:
isolasi
Gejala
Sedang:
isolasi di
Gejala
Ringan:
isolasi
75
mandiri
Gejala
Sedang:
isolasi di RS
darurat
Gejala Berat:
isolasi di RS
Rujukan
RS darurat
Gejala
Berat:
isolasi di
RS
Rujukan
mandiri
Gejala
Sedang:
isolasi di
RS darurat
Gejala
Berat:
isolasi di
RS
Rujukan
Bentuk
Karantina
Karantina
Rumah
(Isolasi Diri)
Karantina
Fasilitas
Khusus /RS
Darurat
Covid 19
Karantina
Rumah
Sakit
Status
OTG, ODP,
PDP, Gejala
ringan
ODP usia 60
tahun
penyakit
penyerta
yang
terkontrol
PDP Gejala
Berat
76
PDP Gejala
Sedang
PDP ringan
tanpa
fasiltias
karantina
rumah yang
tidak
memadai
Tempat
Rumah
sendiri/fasilitas
sendiri
Tempat
yang
disediakan
Pemerintah
(Rumah
Sakit
Darurat
Covid-19)
Rumah
Sakit
Pengawasan
Dokter,
perawat
dan/atau
tenaga
kesehatan lain
Dapat dibantu
oleh bhabin-
kabtibnas,
babinsa dan
atau relawan
Dokter
perawat
dan atau
tenaga
kesehan
lain
Dokter
perawat
dan atau
tenaga
kesehatan
lain
77
Pembiaayaan
Mandiri
Pihak lain yang
dapat
membantu
(filantropi)
Pemerintah
BNPB,
Gubernur,
Bupati,
Walikota,
Camat,
ades
Pemerintah
BNPB,
gubernur,
walikota,
camat, dan
kades
Monitoring
dan Evaluasi
Dilakukan oleh
Dinas
Kesehatan
setempat
Dilakukan
oleh Dinas
Kesehatan
Setempat
Dilakukan
oleh Dinas
Kesehatan
Setempat
Demikian program pengendalian infeksi
dan surveilans Covid-19. Dengan mengetahui hal
ini, diharapkan dapat diterapkan sehingga dapat
memutus rantai penularan Covid-19.
Daftar Pustaka
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020.
Pedoman Pencegahan Pengendalian Covid
19. Jakarta : Kementrian Kesehatan
WHO. 2020. Infection prevention and control
during health care when COVID-19 is
suspected. Geneva: WHO
78
Alat Pelindung Diri di FKTP: Pemakaian,
Pelepasan dan Penyimpanan
Coronavirus Disease 19 adalah pandemi
yang sekarang sudah menyebar ke hampir
seluruh negara di dunia, tidak terkecuali di
Indonesia. Saat artikel ini ditulis (14 April 2020)
Covid -19 telah menyebar ke seluruh provinsi di
Indonesia dan telah menyebabkan kematian
ratusan pasien. Infeksi ini menyebar dengan
sangat cepat dan sejauh ini hanya menular dari
manusia ke manusia. Oleh karena itu, manusia
yang kontak erat dengan pasien Covid-19
memiliki risiko tinggi untuk tertular, termasuk
para tenaga medis. Alat pelindung diri (APD)
adalah satu jenis alat yang dapat mencegah
penularan penyakit dari pasien ke tenaga medis.
Alat ini harus selalu digunakan selama
menangani pasien Covid 19. Namun tidak semua
orang familiar dengan cara menggunakan,
melepas, dan menyimpan APD. Artikel ini akan
berusaha menjelaskan hal tersebut.
Sebelum menggunakan APD untuk
menangani pasien dengan Covid-19, mencuci
79
tangan adalah hal yang sangat penting dan
harus dilakukan dengan baik sesuai dengan
arahan dari WHO atau standar internasional
yang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan larutan
alkohol sesuai dengan petunjuk pabrikan, atau
menggunakan sabun dan air mengalir kemudian
dikeringkan dengan tisu atau kain bersih.
APD yang pertama kali digunakan adalah
gown. Gown ini memiliki banyak bentuk dan tipe.
Ada yang bersifat sekali pakai lalu dibuang atau
single use, dan ada yang bisa digunakan
kembali. APD yang ada dalam artikel ini bersifat
reusable atau dapat digunakan kembali. Gown
yang digunakan sebaiknya memiliki tipe lengan
panjang dan tahan air. Saat menggunakan gown
dengan tali/kancing belakang, seorang asisten
sebaiknya membantu pemakaian. Foto yang ada
pada guideline ini diambil dari European Centre
for Disease Prevention and Control tentang
pemakaian dan pelepasan APD.
80
Gambar 1. Menggunakan Gown lengan panjang
(ECDC, 2020)
Gambar 2. Asisten membantu mengancing
(ECDC, 2020)
81
Setelah menggunakan gown, disarankan
untuk menggunakan masker (N95, atau masker
bedah, tergantung ketersediaan) untuk
melindungi tubuh dari droplet dan partikel. ECDC
menyarankan bahwa semua prosedur harus
menggunakan masker N95 (atau yang sejenis)
dalam penanganan pasien Covid 19. Sebelum
melakukan pemasangan masker, pastikan
masker memiliki ukuran yang cukup untuk
tenaga medis, sesuai dengan instruksi pabrik.
Klip besi yang ada pada bagian hidung
harus diatur dengan baik, dan karet strap harus
dikencangkan hingga masker tidak mudah lepas
dan nyaman dipakai. Jika menggunakan masker
bedah (saat ketiadaan masker N95), klip hidung
juga perlu untuk diatur dengan baik hingga
posisi yang nyaman. Pastikan masker menutupi
hidung dan mulut dan terpasang secara
sempurna.
82
Gambar 3. Memakai masker dengan memegang
bagian karet
Gambar 4. Membetulkan klip besi pada hidung
83
Saat masker sudah dipasang dengan baik,
pakailah googles untuk melindungi mata.
Googles memilki dua tipe, yang dipasang dengan
strap karet di belakang kepala dan yang
berbentuk seperti kaca mata dan dipasang di
telinga. Pastikan karet terpasang dengan baik
dan tidak terlalu ketat.
Gambar 5. Menggunakan
kaca mata dengan strap karet
84
Gambar 6. Menggunakan kaca mata dan masker
Setelah kacamata, sarung tangan adalah
APD terakhir. Pastikan sraung tangan panjang
dan dapat menutupi seluruh bagian pergelangan
tangan hingga mencapai bagian lengan panjang
dari gown. Untuk tenaga medis yang alergi
dengan lateks, dapat menggunakan sarung
tangan nitrile jika tersedia.
85
Gambar 7. Menggunakan Sarung Tangan
Menggunakan APD dengan benar dapat
melindungi tenaga medis dari tertular Covid-19.
Setelah pelayanan medis dilakukan, pelepasan
APD juga merupakan hal yang penting untuk
mencegah penularan Covid-19. Perlu dipikirkan
bahwa semua permukaan APD bagian luar
adalah bagian yang telah terkontaminasi.
Sebelum melepas sarung tangan, gunakan
disinfektan berbasis alkohol pada tangan.
Lakukan langkah melepas sarung tangan dengan
langkah berikut.
86
1. Cubit dan pegang bagian sarung tangan
(dengan tangan lain yang masih
menggunakan sarung tangan) antara
bagian palm dan pergelangan tangan (lihat
gambar)
2. Tarik sarung tangan menjauhi pergelangan
3. Lanjutkan hingga bagian sebelum jari-jari
4. Dengan tangan yang sekarang hanya
separuh terlindung sarung tangan, lakukan
langkah 1 pada tangan lain yang masih
menggunakan sarung tangan secara penuh
5. Tarik sarung tangan menjauhi pergelangan
tangan
6. Lanjutkan hingga bagian dalam menutupi
bagian luar, sekarang kedua tangan hanya
separuh terlindung sarung tangan
7. Lepas seluruh bagian sarung tangan
dengan memegang bagian dalam dari
sarung tangan dan lakukan ini pada kedua
tangan
8. Buang sarung tangan di tempat sampah
medis
87
Gambar 8. Melepas Sarung Tangan
Setelah melepas sarung tangan, lakukan
cuci tangan menggunakan sabun atau cairan
berbasis alkohol. Lalu gunakan sarung tangan
baru untuk mencegah kontaminasi. Dengan
sarung tangan baru, lepas gown. Jika menggu-
nakan gown dengan tali/kancing bagian
88
belakang, minta asisten untuk melepas ikatan.
Asisten harus menggunakan sarung tangan dan
masker bedah, yang juga harus dibuang setelah
melepas gown. Asisten kemudian melakukan cuci
tangan menggunakan sabun dan air atau larutan
berbasis alkohol. Setelah bagian ikatan dilepas
gown dapat dilepas dengan memegang bagian
belakang luar gown, untuk kemudian ditarik
menjauhi tubuh dengan bagian luar berada di
dalam gown. Kemudian buang gown jika gown
bersifat sekali pakai. Letakkan gown pada
tempat disinfeksi jika dapat digunakan lagi.
Gambar 9. Asisten Membantu membuka
kancing/tali gown
89
Gambar 10. Memegang gown bagian luar untuk dilepas
Gambar 11 Menarik gown jauh dari tubuh dan membuang gown di tempat sampah
medis/dekontaminasi
90
Setelah gown, googles harus dilepas dan
dibuang (jika bersifat sekali pakai) atau
diletakkan pada bak disinfeksi jika dapat
digunakan lagi. Jempol tangan harus diletakkan
pada karet googles di belakang kepala, kemudian
satu jari lagi diletakkan di karet googles bagian
samping kemudian dilepas. Langkah ini dilakukan
tanpa menyentuh bagian luar dari googles.
Gambar 12. Melepas googles dengan menari
bagian karet dengan jempol dan telunjuk
91
Gambar 13. Melepas googles dengan gagang
Masker adalah APD selanjutnya yang harus
di lepas. Mirip dengan melepas googles, bagian
karet di belakang kepala harus ditarik ke
belakang kemudian satu jari lagi diletakkan di
bagian samping kepala kemudian masker dapat
dilepas. Pastikan saat melepas masker tidak
menyentuh bagian luar masker karena
merupakan area yang sudah terkontaminasi.
92
Gambar 13. Melepas masker
Langkah terakhir adalah melepas sarung
tangan kedua. Sebelum melepas sarung tangan
gunakan cairan berbasis alkohol. Lakukan
langkah yang sama sebagaimana melepas
sarung tangan, kemudian cuci tangan dengan air
bersih dan sabun atau cairan berbasis alkohol.
Penyimpanan APD
APD harus disimpan di tempat yang bersih
dan kering seperti lemari jika tidak digunakan.
Jika APD bersifat reusable (dapat digunakan
93
kembali) harus dibersihkan dan diletakkan di
tempat yang baik. Jika APD rusak, selalu
gunakan merk dan perangkat yang serupa untuk
mengganti. Pastikan selalu ada cadangan untuk
APD yang siap sedia, yang sewaktu-waktu dapat
digunakan. Sedangkan untuk setting FKTP,
pastikan ada petugas yang bertanggungjawab
serta cakap dalam mengelola APD. Pastikan
semua orang yang menggunakan APD dapat
melaporkan jika APD rusak atau cacat.
Perhatikan APD dan cek secara berkala jika
APD tidak digunakan. Letakkan gambar langkah-
langkah penggunaan APD pada tempat yang
dapat dilihat oleh tenaga kesehatan. Pastikan
juga APD terdata dengan baik mengenai
penggunaan, siapa yang menggunakan, kapan
digunakan, dan kondisi APD saat digunakan.
Sedangkan versi dari Kementerian
Kesehatan mengadopsi sistem pemakaian dan
pelepasan APD versi WHO. Berikut ini dirangkum
dalam gambar-gambar yang diambil dari
Guideline yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
94
95
96
Daftar Pustaka
European Centre for Disease Prevention and
Control. Guidance for wearing and
removing personal protective equipment in
healthcare settings for the care of patients
with suspected or confirmed COVID-19.
Stockholm: ECDC; 2020
HSE. 2020. Risk at Work Personal
Protective Equipment. 14th April 2020.
Available Online :
https://www.hse.gov.uk/toolbox/ppe.htm
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman
Pencegahan Pengendalian Coronavirus
Diesase Revisi ke-4. Jakarta : Kementrian
Kesehatan
97
Pemulasaran Jenazah Pasien Covid 19
Perlu diakui bahwa dalam pandemi
Coronavirus Disease 19 atau Covid-19 mengubah
berbagai sistem kesehatan. Mulai dari perubahan
sistem triage, isolasi pasien, hingga rawat
jenazah. Virus umumnya tidak bisa bertahan
lama di luar tubuh inang. Namun, tentu saja ada
pertimbangan-pertimbangan khusus mengenai
rawat jenazah pasien Covid-19. Rawat jenazah
pasien memang tidak selalu dilakukan oleh
dokter umum, namun di setting-setting lokasi
perifer informasi mengenai rawat jenazah yang
benar merupakan hal yang esensial. Rawat
jenazah harus dilakukan dengan baik agar dapat
memutus rantai penularan. Artikel ini akan
membahas mengenai rawat jenazah pasien
Covid-19. Sumber yang digunakan adalah
guideline Kementrian Kesehatan mengenai
Covid-19, dan guideline rawat jenazah yang
dikeluarkan oleh World Health Organization.
Menurut Kementrian Kesehatan, ada
beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam
98
pemulasaran jenazah pasien Covid 19, Langkah-
langkah tersebut adalah:
Tanamkan kewasapadaan bahwa pasien
yang sudah meninggal adalah pasien yang
meninggal akibat penyakit menular
sehingga perlu penanganan yang hati-hati.
APD harus digunakan semua petugas yang
kontak dekat dengan jenazah. Penggunaan
APD dapat dilihat pada artikel mengenai
APD.
Jenazah harus dibungkus dalam kantong
jenazah yang tidak mudah rusak sebelum
dipindahkan ke kamar jenazah.
Pastikan tidak ada cairan tubuh yang bocor
dan keluar mencemari bagian luar kantong
jenazah.
Rawat jenazah harus dilakukan dalam
waktu yang cepat, sebaiknya tidak ada
penundaaan kecuali memang sangat
diperlukan.
Jika pasien ingin melihat jenazah sebelum
dimasukkan ke kantong jenazah, hal ini
diperbolehkan. Keluarga dapat dibekali
dengan APD jika tersedia. Namun jika tidak
99
tersedia atau tidak memungkinkan maka
keluarga tidak dapat melihat jenazah
Edukasi harus diberikan kepada keluarga
pasien bahwa rawat jenazah yang sedang
dilakukan adalah proses rawat jenazah
penyakit menular dan bertujuan untuk
memutus rantai penularan. Selama
melakukan edukasi harus dilakukan dengan
penuh empati dan memperhatikan faktor
agama, sosial budaya, dan adat idtiadat
yang berlaku.
Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik
dengan pegawet.
Otopsi harus diakukan oleh petugas khusus
dan harus sesuai izin keluarga dan direktur
rumah sakit.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh
dibuka lagi.
Jenazah diantar oleh mobil jenazah khusus.
Waktu yang diberikan untuk disemayamkan
di pemulasaran jenazah sebaiknya tidak
lebih dari 4 jam.
Langkah-langah di atas juga harus
dilakukan pada pasien dengan status PDP
100
walaupun belum terkonfirmasi Covid-19
melalui pemeriksaan laboratorium.
Selanjutnya artikel ini akan membahas
mengenai langkah-langkah pemulasaran jenazah
menurut WHO. WHO memberikan beberapa
saran dan larangan yang tidak dimuat oleh
Kementrian Kesehatan dan dapat dijadikan
acuan, terutama untuk kondisi-kondisi yang tida
umum.
Transportasi Jenazah
Sebelum melakukan pemindahan jenazah
ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Langkah
tersebut adalah :
Pastikan semua petugas yang berinteraksi
dengan jenazah harus melakukan
precaution seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan,
menggunaan APD tergantung dari interaksi
dengan jenazah termasuk gown dan
sarung tangan. Jika terdapat risiko adanya
cipratan dari cairan tubuh atau sekret,
petugas harus menggunakan face shield
dan masker.
101
Lepas seluruh perangkat medis yang
menempel seperti infus, kateter, dan alat-
alat lain.
Pastikan tidak ada cairan tubuh yang
bocor.
Lakukan pemulasaran jenazah dengan
manipulasi yang se-minimal mungkin pada
jenazah.
Segera bungkus jenazah dan transfer ke
kamar jenazah secepat mungkin. Body bag
atau kantong jenazah tidak selalu
diperlukan kecuali terdapat kondisi
tertentu seperti keluarnya cairan tubuh
secara terus menerus.
Transfer ke kamar jenazah tidak
membutuhkan kendaraan khusus.
Jika jenazah dilakukan perawatan seperti
dimandikan, memotong kuku, atau
rambut, maka petugas yang melakukan
perlu melakukan standard precaution
seperti menggunakaan sarung tangan,
gown, masker, dan proteksi mata.
Keluarga diizinkan untuk melihat jenazah
namun tidak boleh disentuh. Cuci tangan
102
harus dilakukan setelah melihat jenazah.
Berikan keluarga larangan yang keras agar
tidak menyentuh atau mencium jenazah
Embalming tidak direkomendasikan karena
menyebabkan manipulasi yang besar pada
jenazah. Hal ini sebaiknya dihindari.
Lansia dan pasien yang memiliki sistem
imun yang terganggu sebaiknya tidak
kontak langsung dengan jenazah.
Persiapan Penguburan
Pasien yang meninggal akibat Covid-19
dapat dikubur atau dikremasi
Perhatikan guideline lokal dan nasional
dalam cara penguburan jenazah
Keluarga boleh melihat jenazah setelah
dipersiapkan untuk dikubur, dan menurut
keadaan sosial budaya, namun dilarang
keras untuk memegang dan mencium
jenazah dan diharuskan mencuci tangan
dengan air dan sabun setelah melihat
jenazah.
Petugas yang menguburkan harus
menggunakan sarung tangan dan setelah
103
selesai melakukan tugasnya melakukan
cuci tangan dengan air dan sabun.
Jika pemakaman dilakukan tanpa petugas
atau tiadanya jasa pemakaman/relawan maka
dapat dikuuburkan sendiri oleh keluarga atau
masyarakat sekitar dengan mematuhi beberapa
aturan, yaitu :
Pastikan semua petugas yang berinteraksi
dengan jenazah harus melakukan
precaution seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan,
menggunaan APD tergantung dari interaksi
dengan jenazah termasuk gown dan
sarung tangan. Jika terdapat risiko adanya
cipratan dari cairan tubuh atau sekret,
petugas harus menggunakan face shield
dan masker.
Siapapun yang membantu dalam proses
pemakaman harus mencuci tangan dengan
sabun ketika selesai.
Dengan mempertahankan masalah sosial,
budaya, dan agama, pastikan keluarga
sesedikit mungkin kontak dengan jenazah.
Anak-anak, lansia, atau masyarakat de-
104
[gngan penyakit penyerta seperti penyakit
jantung, paru, diabetes, atau sistem imun
rendah tidak boleh terlibat dalam proses
pemakaman. Pemakaman harus dilakukan
denan orang yang sesedikit mungkin.
Keluarga boleh melihat tanpa mencium
dan menyentuh jenazah dan menjaga
jarak dengan jarak minimal 1 meter.
Keluarga, teman, dan kolega dapat melihat
jenazah setelah dipersiapkan untuk
dimakamkan menurut budaya setempat.
Namun tetap tidak boleh menyentuh dan
mencium jenazah dan harus mencuci
tangan dengan sabun dan air setelah
melihat jenazah. Pastikan saat melihat
jenazah, aturan physical distancing tetap
berlaku dengan jarak 1 meter antar orang.
Pasien dengan gejala infeksi saluran
pernapasan atas sebaiknya tidak ikut hadir
di acara pemakaman atau jika terpaksa
harus menggunakan masker medis untuk
mencegah penularan.
Petugas yang bertugas untuk memakam-
kan jenazah harus menggunakan sarung
105
tangan dan mencuci tangan dengan sabun
dan air ketika selesai.
Pembersihan dan penggunaan kembali
APD harus dilakukan menurut instruksi
pabrik pembuat APD.
Anak-anak, lansia, pasien dengan sistem
imun yang buruk sebaiknya tidak kontak
langsung dengan jenazah.
Upacara-upacara pemakaman sebaiknya
ditunda hingga pandemi selesai. Namun
jika terpaksa dilakukan, jumlah pelayat
harus sangat dibatas dan aturan-aturan
physical distancing tetap harus dijalankan,
begitu juga dengan etika batuk dan cuci
tangan
Barang-barang pasien yang meninggal
tidak perlu dibuang atau dibakar, namun
dapat dibersihkan dengan desinfeksi
menggunakan alkohol 70% dan petugas
yang membersihkan barang tersebut tetap
menggunakan APD sesuai dengan kondisi.
106
Daftar Pustaka
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman
Pencegahan Pengendalian Covid 19.
Jakarta : Kementrian Kesehatan.
WHO (2020) ‘Infection Prevention and Control
for the safe management of a dead body in
the context of COVID-19’, (March), pp.
1–6.
RESUME WEBINAR
TATALAKSANA COVID-19 di FKTP
Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
PenulisEditor
: Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.: Lutifta Hilwana, dr.