Resume Persiapan Bedah

download Resume Persiapan Bedah

of 42

Transcript of Resume Persiapan Bedah

1. Persiapan Pasien Prabedah1.1.Definisi Persiapan prabedah merupakan persiapan dan pengelolaan pasien sebelum operasi. Hal ini mencakup baik persiapan fisik maupun psikologis.

1.2.Persiapan prabedah pada pasien 1.2.1. Persiapan Mental Secara mental, penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena selalu ada rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, anesthesia, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati. Dalam hal ini, hubungan baik antara penderita, keluarga dan dokter sangat menentukan. Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan penerangan dari dokter dan petugas pelayanan kesehatan lainnya. Atas dasar

pengertian, penderita dan keluarganya dapat memberikan persetujuan dan izin untuk pembedahan.

1.2.2. Komunikasi prabedah Hubungan dokter-pasien sebaiknya dijalin melalui

komunikasi. Penting menunjukkan usaha yang diperlukan untuk mendapatkan hubungan prabedah yang memastikan bahwa pasien akan benar-benar yakin akan alasan operasi serta hasil yang diharapkannya.

Selain itu pertimbangan tentang keluarga pasien dan peranannya merupakan tanggung jawab utama lain bagi ahli bedah. Tuntutan hukum lebih cenderung terjadi pada keadaan dimana hubungan ini tidak terjadi. Waktu khusus untuk diskusi prabedah dengan pasien dan keluarga pasien (bila diperlukan) merupakan unsur penting

pada persiapan prabedah. Diskusi hanya boleh diakhiri bila dokter yakin bahwa pasien dan keluarganya sudah memahami indikasi operasi, sifat khusus tindakan dan risiko operasi tersebut. Semua pertanyaan harus dijawab dengan lengkap untuk memberi keterangan penting sebanyak mungkin, menghilangkan kecemasan atau ketakutan pasien yang tidak tahu serta mengurangi kecemasan yang tidak perlu terhadap masalah yang mungkin tidak akan terjadi Pada diskusi tentang perincian operasi, istilah yang digunakan harus dibuat agar benar-benar dipahami pasien. Semua aspek operasi yang harus dibicarakan mencakup daerah insisi, peralatan pemantau yang diperlukan dan infuse intravena, kemungkinan penggunaan sonde nasogaster, penggunaan drain dan tindakan perawatan khusus, yang membutuhkan kerjasama pasien pada saat pascabedah. Harus

dijelaskan keperluan dan perkiraan lama tinggal dalam pemulihan atau perawatan intensif. Tindakan yang banyak merubah bentuk dan fungsi tubuh, seperti trakeostomi atau kolostomi, harus dibicarakan dengan memperhatikan efek jangka pendek dan jangka panjangnya.

Komplikasi yang mungkin terjadi dalam hubungannya terhadap tiap operasi harus diberitahukan, tetapi hanya dibicarakn secara terperinci bila kemungkinannya besar atau akibatnya parah. Angka kematian operasi juga harus dibicarakan. Diskusi ini sebaiknya dilakukan oleh seorang ahli bedah yang akan melakukan operasi tersebut dan bukan asistennya. Dokumentasi tentang diskusi prabedah tersebut dibuat dalam bentuk bagan dan ijin operasi tertulis, merupakan tindakan standar yang harus dilakukan. Komunikasi prabedah juga diperlukan antara ahli bedah

dan anggota-anggota tim bedah lainnya, terutama komunikasi dengan dokter umum yang merujuknya, tentang indikasi dan rencana operasi. Anggota-anggota tim bedah juga harus diberitahukan tentang tindakan yang akan dilakukan, sehingga keahliannya terkordinasi

sebaik mungkin.Anggota-anggota tim operasi juga sebaiknya tidak membicarakan rencana operasi dengan pasien atau keluarganya. Selain penjabaran keteranganyang sama, interpretasi dari dua komunikasi yang berbeda dapat menimbulkan pertentangan dan keadaan ini akan menimbulkan kebingungan yang tidak perlu.

1.2.3. Penjabaran risiko operasi Faktor-faktor yang dibicarakan dalam penentuan risiko perioperasi berhubungan dengan keadaan pasien, penyakit, keadaan tubuh secara keseluruhan dan operasi yang akan dilakukan. Skala

keadaan fisik dari theAmerican Society of Anesthesiology dapat dilihat pada tabel dibawah ini. ASA I ASA II Pasien normal, sehat Pasien dengan penyakit sistemik yang ringan : diabetes tipe 2, hipertensi ASA III Pasien dengan penyakit sistemik yang berat : stable angina, diabetes tipe 1, chronic obstructive pulmonary disease ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik disease yang dapat membahayakan hidup : serangan jantung dalam kurun waktu 6 bulan, unstale angina, diabetes yang tidak terkontrol, dan epilepsi yang tidak terkontrol ASA V Pasien hampir mati apabila tidak dilakukan operasi: pasien tidak dapat selamat apabila tidak dilakukan interferensi medik >24 jam ASA VI Pasien yang mengalami kematian otak yang organnya akan didonorkan E Operasi gawat-darurat apabila terjadi

modifikasi dari klasifikasi di atas Angka kematian pascabedah dan yang berhubungan dengan anestesi,terbukti berhubungan baik dengan klasifikasi ini. Skala angka kematian terentang dari 0,01% (kategori 1) 18% (kategori 4).

Penambahan klasifikasi darurat menghasilkan angka kematian operasi dan anestesi kategori 1,2 dan 3menjadi dua kali lipat. Pasien kategori 4 dan 5 tidak mengalami peningkatanrisiko untuk keadaan darurat. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit akan sangat bermanfaat.Waktu operasi juga sangat berpengaruh penting pada hasil operasinya. Sebagaicontoh penggantian katup jantung lebih baik dilakukan sebelum ventrikel terlalu rusak oleh penyakit katup. Perdarahan hebat dan trauma tentu membutuhkan intervensi darurat, tetapi bahkan pada keadaan ini, keberhasilanhanya diperoleh bila dilakukan juga pemberian dukungan moral.

1.3.Persiapan Fisik Persiapan fisik dapat terdiri dari riwayat medis yang lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk latar belakang pasien bedah dan anestesi. Pasien harus memberitahu dokter dan staf rumah sakit jika dia pernah memiliki reaksi negatif terhadap anestesi (seperti shock anafilaksis), atau jika ada riwayat keluarga hipertermia ganas. Uji laboratorium terdiri dari hitung darah lengkap, elektrolit, waktu prothrombin, waktu tromboplastin diaktifkan parsial, dan urine. Pasien kemungkinan besar akan dilakukan rekam jantung dengan elektrokardiogram (EKG) jika ia memiliki sejarah penyakit jantung, atau lebih dari 50 tahun. X-ray thorax biasanya dilakukan jika pasien memiliki riwayat penyakit pernapasan.

1.4.Pertimbangan prabedah menurut system 1.4.1. Secara Umum Kulit tubuh, khususnya di daerah lapangan operasi, harus bersih.Penderita harus mandi atau dimandikan dengan sabun atau larutan antiseptic,seperti klorheksidin atau larutan yang mengandung yodium. Selain itu, kulit harus bebas infeksi sehingga operasi elektif harus ditunda selama ada infeksi kulit. Suhu badan sebaiknya dipertahankan kurang lebih normal. Penderita yang demam, metabolismenya meningkat dan memerlukan banyak zat asam sehingga iritabilitas miokard meningkat dan keadaan syok tidak dapat dikompensasi seperti biasa. Suhu harus diturunkan dahulu, umpamanya dengan sediaan salisilat. Bila demam disertai menggigil, pasien dapat diberikan klorpromazin. Hipotermia di bawah 34,5 derajat C juga membawa risiko karena metabolism berlangsung terlalu lambat sehingga misalnya, pembekuandarah melambat. Iritabilitas miokard pun meningkat, terutama bila penderitasyok sehingga penderita terancam mengalami fibrilasi ventrikel. Penderita seperti itu harus dihangatkan dahulu perlahan-lahan dengan selimut hangat atau dimandikan dengan air hangat 40 derajat C. Suhuh air harus dipantau karena suhu air 42,2 derajat C sudah mengakibatkan luka bakar. Syok umumnya disertai dengan peredaran darah yang buruk danganggun perfusi organ vital, seperti jantung dan otak. Oleh karena

itu, sedapat mungkin keadaan syok harus diatasi sebelum pembedahan. Pada keadaan tertentu, seperti perdarahan massif, tekanan darah tidak dapat dinaikkan. Oleh dalam karena itu, terpaksa dilakukan

pembedahan darurat

keadaan syok

untuk menghentikan

perdarahannya. Sebaliknya, hipertensi pun harus dikoreksi sebelum pembedahan, dalam artian tekanan diastolic diusahakan di bawah 100mmHg, jika mungkin, dibawah 90 mmHg. Kateter buli-buli juga selalu harus dipasang.

1.4.2.

Kardiovaskular Faktor terpenting dalam memperkirakan risiko jantung dan komplikasi tindakan non jantung prabedah adalah dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan EKG. Faktor tunggal terpenting pada anamnesis adalah serangan infark myocardium yang terjadi 6 bulan terakhir. Infark myocardium berulang timbul pada 30% pasien dengan operasi yang dilakukan 3 bulan setelah infark myocardium dan 15% pada pasien dengan operasi yang dilakukan -6 bulan setelah timbulnya infark. Lama pembedahan, kedaruratannya dan perdarahan saat operasi yang menyebabkan hipotensi memperbesar kemungkinan terjadinya penyulit jantung berat pasca bedah.

Aritmia Aritmia dapat terjadi sewaktu pembedahan maupun dalam tiga hari pascabedah, khususnya pada bedah toraks. Aritmia saat

pembedahan biasa dicetuskan oleh anestetik (halotan, siklopropan), simpatomimetik, dan oleh keadaan hiperkapnia. Aritmia pascabedah biasanya berhubungan erat dengan hipokalemia, hipokalsemia, alkalosis, atau keracunan digoksin. Jika terjadi aritmia, pertama kali harus ditentukan penyebab atau pencetusnya supayadapat dikoreksi. Infark jantung Kejadian infark jantung pascabedah pada orang yang penah mengalami infark jantung mencapai 6%. Kejadian ini lebih tinggi lagi pada usia lanjut. Pada orang yang belum pernah mengalaminya mencapai 0,1%. Bila pembedahan dilakukan dalam waktu tiga bulan setelah serangan infark, risiko infark pascabedah mencapai 25%, sedangkan mortalitasnya mendekati 100%.Pembedahan pada masa 3-6 bulan setelah infark jantung, disertai risiko infark ulang pascabedah sebesar 20%. Angka risiko berangsur turun sampa 6% yang berlaku seumur hidup. Umumny infark jantung pascabedah terjadi cepat dalam waktu beberapa hari setelah pembedahan

1.4.3. Respirasi Penyulit pascabedah paling banyak terjadi di paru. Merokok jelas berhubungan dengan perkembangan berbagai penyakit paru-paru

serta (pada prabedah) dengan bertambahnya volume penutupan ( CV = closing volume). Kebiasaan merokok dianjurkan untuk dihentikan sebelum oper asi, untuk mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi

pernapasan. Periode berhenti merokok prabedah harus dimulai sekurangkurangnya 4 minggu sebelum operasi untuk benar-benar mengurangi tingkat komplikasi pascabedah. Risiko penyulit menurun secara bermakna jika penderita berhenti merokok.

1.4.4. Endokrin Masalah disfungsi endokrin spesifik tertentu cukup lazin atau cukup berbahaya, untuk membenarkan perhatian khusus. Pada umumnya untuk insufisiensi endokrin kurang lazim seperti

hipitiroidisme, maka persiapan prabedah meliputi tes diagnosis sederhana untuk memastikan bahwa kecurigaan klinik tentang insufisiensi endokrin dapat diikuti dengan terapi penggantian yang tepat. Juga bila gambaran klinik sesuai dengan keadaan kelebihan sekresi hormone dan keadaan ini dibuktikan secara biokimia, maka harus diambil tindakan prabedah untuk menghilangkan atau

membuang kelebihan homon tersebut.

1.4.5. Gastrointestinal Sebelum pembedahan (dengan anesthesia umum) dimulai, lambung harus kosong. Refluks esophagus mudah terjadi, terutama pada permulaanan esthesia, sehingga dapat terjadi aspirasi isi lambung yang merupakan suatu penyulit berbahaya karena menimbulkan pneumonia yang tidak mudah diatasi. Oleh karena itu, pasien dipuasakan enam jam sebelum pembedahan. Kekuatiran utama dalam pasien prabedah dengan

memperhatikan sistem gastrointestinal adalah kemampuan fungsional saluran pencernaan dan organ-oragan pencernaan penyerta untuk mempertahankan kebutuhan gizi pasien. Gangguan faal hati sering ditemukan dan akibatnya, seperti hipoalbuminemia, anemia dan gangguan pembekuan darah, sedapat mungkindikoreksi.Pada obstruksi saluran cerna harus dilakukan dekompresi dengan memasang pipa lambung. Kadang diperlukan dekompresi kolon dengansekostomi. Dekompresi saluran empedu kadang diperlukan untuk menurunkankadar bilirubin.

1.4.6. Serebrovaskular Penyakit penyumbatan serebrovaskular ekstrakranial tersering terlihat pada orang lanjut usia. Pada pasien ini, hipotensi intraoperasi, anoksia atau peningkatan viskositas darah dapat memperberat perfusi cerebrum yang sudah terganggu sejak semula dan menimbulkan stroke

intraoperasi. Karena ituevaluasi penyakit serebrovaskular prabedah perlu dilakukan untuk menentukan risiko stroke peribedah.

1.4.7. Renalis Pasien insufisiensi atau gagal ginjal memiliki beberapa kesulitan khusus pada masa prabedah. Tes diagnosis yang

menggunakan zat warna kontras memiliki risiko khusus pada pasien dengan fungsi ginjal perbatasan. Hidrasi penting pada pasien ini untuk mencegah atau mengurangi kelalaian lebih lanjut dalam fungsi ginjal akibat pemaparan ke zat warna hipertonik. Diuresis menjadi pegangan penting dalam menentukan keseimbangancairan. Jika diuresis mencapai 30 ml/jam, lidah lembab, mukosa lain tampak basah dan turgor kulit memadai, hidrasi penderita dapat dianggap normal. Bila hidrasi berlebihan seperti pada keadaan gagal jantung kiri, tindakan koreksi dilakukan dengan memberikan diuretik. Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa juga harus dikoreksi. Pada penderita diabetes mellitus, bila perlu, dilakukan koreksi kadar gula darah dan ketonuria.

1.4.8. Kelainan darah dan pembekuannya 1.4.8.1.Gangguan perdarahan dan transfusi

Pasien dengan riwayat pembekuan darah yang lama, hematoma atau perdarahan intraartikular setelah trauma atau mudah

memar,membuktikan evaluasi laboratorium tentang adanya kelainan perdarahan.Sebelum tindakan vascular yang besar seperti pada operasi yang mungkinakan banyak mengeluarkan darah atau tindakan pungsi struktur vascular perkutis seperti arteriogram, maka normalnya dilakukan pemeriksaan koagulasi.

1.4.8.2.Pasien yang didasari kelainan darah Pasien kelainan darah yang mendasari seperti anemia, trombositopeni, leukemia dan polisitemia membutuhkan persiapan prabedah khusus. Anemia meningkatkan risiko operasi dan anestesi pada pasien dengan kadar hemoglobin kurang dari 10g per 100 ml, melalui gangguan kemampuan jaringan untuk membawa oksigen semaksimum mungkin selama periode streeoperasi. Karena itu, transfuse prabedah diperlukan pada beberapa penderita anemia. Bila sudah diputuskan untuk melakukan transfusi, sebaiknya darah diberikan sekurang-kurangnya 24 jam sebelum operasi dengan batas maksimum 2 unit darah per hari. Tindakan ini memungkinkan waktu yang adekuat bagi tubuh untuk mengumpulkan kembali 2,3 difofogliserat (DPG)serta menghindari beban volume yang berlebihan.

1.4.8.3.Transfusi Adanya penyediaan adekuat darah yang telah di cocok silang merupakan prasyarat bagi tindakan bedah terencana apa pun. Pada keadaanyang sangat gawat, transfuse dapat dilakukan dengan darah spesifik golongan atau bahkan darah O negative, tergantung atas sifat mendesak keadaan tersebut..Jumlah darah yang diperlukan untuk transfuse intra-operasi tergantung padalama tindakan operasi. Namun harus disebutkan bahwa jumlah unit darahyang diberikan sebelum banyak tindakan elektif, sering melebihi jumlah yang sebenarnya.

1.4.9. Keadaan Gizi Keadaan gizi pasien merupakan faktor pertimbangan penting prabedah. Karena malnutrisi memiliki banyak pengaruh buruk terhadap kemampuan tubuh untuk melawan stress dari periode peribedah. Pengurangan tenaga karena penyerapan kalori yang buruk dapat memperbesar ketidakaktifan pascabedah dan merupakan pemicu komplikasi seperti thrombosis vena dan ulkuas dekubitalis.

Pengurangan protein serum menahun dapat menimbulkan retensi natirum dan air pascabedah, yang menimbulkan edema, penyembuhan luka yang buruk dan bertambah parahnya payah jantung kongestif. Malnutrisi juga mengurangi kemampuan imun tubuh,menyebabkan penderita malnutrisi lebih mudah terkena komplikasi infeksi pascabedah. Tambahan gizi prabedah selama sekurang-kurangnya 5 hari pada

pasien dengan gangguan gizi tertentu terbukti dapat mengurangi komplikasi pascabedah. Malnutrisi berat mempengaruhi morbiditas karena

terganggunya penyembuhan luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Namun,malnutrisi protein-kalori yang ringan tidak banyak mempengaruhi hasil operasi.Berbeda dengan malnutrisi akibat kelaparan, pada penderita bedah terdapat beberapafactor lain yang menyebabkan malnutrisi. Dua factor utama adalah kurangnya asupan makanan dan proses radang yang mengakibatkan

katabolisme meningkat dan anabolisme menurun. Keadaan ini dapat langsung tampak pada penurunan kadar serum albumin dan hipotrofi otot

1.4.9.1.Penentuan status gizi Puasa selama 3-4 hari yang pada umumnya dijalankan oleh pasien bedah, termasuk yang menderita malnutrisi protein-kalori ringan, tidak banyak memengaruhi status gizinya. Ada beberapa pertanda yang dapt dijadikan patokan, yaitu perbandingan tinggi/ berat badan, lingkaran lengan atas, dan kadar serum albumin. Tanda keadaan gizi yang kurang memuaskan adalah bila berat badan turun lebih dari 10% dalam waktu singkat, berat badan terakhir kurang dari 80% berat badan ideal, dan kadar serum albumin kurang dari 3gr%.

1.4.9.2.Kebutuhan nutrisi Untuk menentukan kebutuhan kalori harus diketahui

metabolisme basal, sedangkan untuk menetukan basal energy expenditure (BEE) ini digunakan suaturumus Harris-Benedict. Perempuan : 65,5 + (96 x BB) + (1,7 x tinggi badan)(4,7 x umur) Laki-laki : 66,0 + (1,7 x BB) + (5,0 x tinggi badan) (6,8 x umur)

1.4.9.3.Gizi kurang Asupan nutrisi yang baik adalah melalui makanan dan minuman, Ini dapat berupa diet yang dapat diberikan secara oral, melalui sonde hidung atau secara intravena. Makanan biasa yang dicairkan dapat diberikan kepada penderita obstruksi esophagus atau pada orang yang tidak dapat mengunyah, seperti pada patah tulang rahang. Kadang penderita begitu lemah dan mengalami anoreksia atau terdapat gangguan mekanik dan obstruksi saluran cerna yang mengakibatkan proses faali itutak dapat berlangsung. Fungsi saluran dan cerna bisa sangat terganggu sehingga dan

proses pencernaan

penyerapan

sedemikian

terganggu

kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi. Keadaan ini disebut kegagalan intestinal. Keadaan ini terdapat pada sindrom usus pendek akibat reseksi sebagian besar ileum dan yeyunum, fistel usus,gangguan motilitas usus misalnya pada paralisis usus dan pada peradangan usus yang luas seperti pada penyakit Crohn dan colitis ulserosa. Pada kasus

khusus dan sulit ini diperlukan tambahan nutsi secara enteral dan parenteral.

1.4.9.4.Nutrisi enteral dan parenteral Nutrisi enteral memberi hasil yang lebih baik karena prosesnya berlangsung baik. Nutrisi parenteral hanya diberikan bila nutrisi enteral tak dapat dilakukan,misalnya karena kelainan gastrointestinal sedemikian berat sehingga fungsi digestidan dan absorbs terganggu. Jadi, pertama-tama harus diusahakan agar pasien bisamakan melalui mulut dalam bentuk makanan lunak atau makanan cair. Bila ini tidak berhasil, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa lambung melalui hidung(nasogastric tube), atau bila perlu, sonde dapat dimasukkan lebih dalam lagi sampaike duodenum, bahkan bagian proksimal yeyunum. Kadang-kadang makanan ini perludiberikan melalui sonde gastrostomi atau yeyunostomi. Diet lengkap berbentuk cairan yang menghasilkan ampas terbatas, biasanya diberikan melalui pipa lambung, duodenum, atau jejunum. Makanan dan minumanyang sudah separuh dicerna ini digunakan untuk orang yang keadaanya payah karena malnutrisi berat, koma lama, penderita yang sedang menggunakan respirator,

dan penderita sakit berat di ruang rawat intensif. Nutrisi parenteral total terdiri atas nutrisi intravena yang mengandung semua nutrient yang diperlukan. Nutrisi ini dipakai pada

penderita dengan ileus lama ataufistel usus. Nutrisi parenteral total ini melalui vena sentral, sebaiknya ujung kateter berada di v.kava superior. Dalam memberikan nutrisi enteral maupun parenteral,

perhitungan kebutuhan protein dan kalori sama seperti yang telah dibahas di atas. Komplikasi nutrisi enteral, antara lain aspirasi, muntah, diare, salah letak pipa, sedangkan komplikasi nutrisi parenteral serupa denga masalah kateter vena, seperti salah letak, menembus vena, atau tersumbat. Penyulit lain ialah tromboflebitis, infeksidan sepsis umum, serta gangguan metabolic yang bisa terjadi karena pemberian cairanterlalu cepat.

1.4.10. Cairan dan elektrolit Yang paling sering ditemui pada gangguan keseimbangan cairan prabedah adalah karena kurangnya volume intravascular. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh penyakit tertentu seperi, perdarahan, muntah atau diare. Takikardi, hipotensi, oliguria, bertambahnya osmolalitas urin, berkurangnya konsentrasi natrium urin dan

tidak adanya edema, dapat mempertegas diagnosis. Hidrasi dengan cairan yang tepat untuk mengganti cairan yang hilang, merupakan indikasi. Umumnya transfusi produk darahdiperlukan untuk

menggantikan darah yang hilang bersamaan dengan larutan saline

isotonic yang diberikan untuk hipotensi yang tidak terlalu parah dan kekurangan volume.

1.5. Premedikasi 1.5.1. Pemberian Antibiotik Penggunaan antibiotik pada masa prabedah berguna untuk menanggulangi adanya infeksi agar resiko pembedahn ditekan serendah mungkin. Jika terdapatadanya infeki maka operasi harus ditunda dahulu. Tetapi infeksi pascabedah dapat terjadi juga akibat tempat pembedahan yang tidak steril atau kuman masuk melalui luka bedah. Sehingga diberikan antibiotik profilaksis agar menjadi pelengkap tindakan antisepsis dan asepsis.

1.5.2. Antibiotik Profilalaksis Antibiotik profilaksis yang diberikan harus diperhatikan dalam hal indikasi, saat pemberian dan lama pemberian, serta pilihan antibiotiknya. Karena fungsinya agar mencegah infeksi pascabedah maka antibiotik profilaksis diberikan dalam jangka waktu pendek yaitu saat dilakukan tindakan bedah dan sesaat setelah pembedahan yaitu saat daya tahan tubuh pasien masih rendah. Sangat disarankan untuk digunakan jika pembedahan dilakukan di tempat atau luka yang sangat terkontaminasi dengan kuman.

Antibiotik profilaksis diperlukan juga pada orang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh seperti pada pasien HIV atau terapi steroid jangka panjang. Juga diberikan pada operasi yang berlangsung sangat lama yang biasa menyebabkan depresi faal tubuh yang besar. Antibiotika profilaksis diindikasikan jika resiko morbiditas infeksi pada saat operasi sangat tinggi dan jika infeksi luka mengancam nyawa pasien. Pemilihan antibiotika yang akan digunakan tergantung atas tipe organisme kontaminasi yang paling mungkin pada tindakan tertentu. Obat yang diberikan harus efektif membunuh sebagian besar bakteri yang ada , sehingga jumlah bakteri dan kemungkinan infeksi dapat diperkecil. Pemberian antibiotik profilaksis diutamakan pada pasien dengan infeksi atau kontaminasi berat; penurunan imunitas; usia lanjut; keadaan atau penyakit tertentu, seperti: DM, anemia, malnutrisi, obesitas; pemasangan protesis; bedah ortopedi; bedah pada trauma multiple; bedah vaskular; dan bedah jantung. Berbagai antibiotik membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk mencapai kadar dalam darah yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan kuman. Antibiotik profilaksis biasa diberikan secara parenteral. Untuk menceapai kadar antibiotik di jaringan yang cukup tinggi pada waktu dilakukan pembedahan dianjurkan untuk diberikan 1-2 jam prabedah dilanjutkan dengan 1-2 kali pascabedah.

Resiko infeksi pasca bedah meningkat pada pasien dengan usia lanjut, penderita penyakit krnis, seperti DM, anemia, malnutrissi dan obesitas. Pada kontaminasi berat seperti patah tulang terbuka atau cedera tembus di saluran cerna sebaiknya pemberian dilakukan pada saat di rumah sakit.

1.5.3. Pemilihan antibiotik Pilihan antibiotic yang akan diberikan ditentukan oleh jenis kuman penyebab infeksi dan kepekaanya terhadap antibiotic. Pada kuman harus diperkirakan berdasarkan kuman yang lazim ada pada daerah infeksi tersebut, misalnya kuman gram negative dan anaerob di kolon., E.coli di kandung kemih. Selain itu harus dipertimbangkan keadan penderita , terutama fungsi hepar dan ginjal , status imunitas bahkan juga harga antibiotic. Pemberian antibiotik tanpa dasar bakteriologi menimbulkan resistensi. Pemberian kombinasi antibiotic : Pacabedah perut yang tercemar berat Pengobatan awal sepsis atau meningitis purulenta Jika dipelukan efek sinergi Pengobatan tuberkulosa

1.5.4. Antibiotik Kombinasi Pemberian anibiotik sebaiknya tidak dicampur dengn antibioik lain karena cara ini memudahkan terjadinya superinfeksi dan resistensi kuman,Tetapi dapat dilaukan pada kedaan tertentu yaitu pada infeksi campuranmisalnya pasda pembedahan reseksi usus yang selalu tercemar banyak kuman yang kepekaannya berbeda. Kombinasi pengobatan antibiotic juga diberikan pada pengobatan awal infeksi berat yang penyebabnya belum jelas , misalny asepticemia atau meningitis urulenta. Kadang diperlukan antibitok kombinasi untuk mendapatkan efek sinergi , misalnya golongan penisilin

dikombinasikan dengan gologan aminiglikosida Sementara itu, anti tuberkulosis tuberculosis. justru menghambat terjadinya resistensi kuman

1.5.5. Profilaksis trombosis vena pasca bedah Trombosis vena pascabedah dan tromboembolisme dapat menimbulkan komplikasi pascabedah yang fatal karena timbulnya embolus pulomonalis. Perkiraan 2,5 juta kasus thrombosis vena terjadi per tahun dengan lebih dari 600.000 kasus emboli pulmonalis dan 200.000 kematian. Sekitar 15 % dari semua kematian padar umah sakit besar akibat emboli pulmonalis. Emboli merupakan kejadian paling fatal setelah tindakan operasi.

Faktor risiko tromboembolisme pascabedah terdiri dari penyakit jantung (terutama fibrilasi atriumdan payah jantung kongestif), karsinoma paru, traktus gastrointestinal atau

genitourinarius, paraplegi, trauma. Dekstran secara tidak langsung mengurangi sifat lekat thrombosis dan merubah kemampuan plasminogen untuk

mendegradasi polimer fibrin. Beberapa percobaan klinik dengan dekstran menunjukkan hasil yang kurang mengesankan dalam mencegah trmbosis vena profunda pascabedah dibandingkan dengan heparin. Aspirin terbukti hanya memiliki hasil meragukan dan umumnya tidak diberikan. Beberapa kombinasi teknik mekanis dan heparin ataskemoterapi dekstran dapat memberi jalan keluar.

1.6. Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain: Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat

meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan diatas perut Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik)kemudian secara perlahan lahan,udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali) Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif

Latihan Batuk Efektif Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi pasien terutama pasien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketikasadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan.

Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara: Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hatihati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

Latihan Penguatan Otot Latihan penguatan otot merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien.

Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.

2. Persiapan Operator StafPenentu keberhasilan rencana pengontrolan infeksi di bedah mulut ialah dokter gigi. Tindakan kontrol infeksi yang rutin yang dibuat untuk membatasi atau mengurangi kontaminasi silang ialah cerminan langsung dari sikap dokter gigi.

Dokter bedah dental harus menyiapkan dirinya untuk prosedur pembedahan dalam ruang operasi sama dengan cara dokter bedah umum menyiapkan dirinya untuk bekerja. Walaupun tidak mungkin untuk mensterilkan rongga mulut, ritual teknik steril sangat penting dalam

meminimalisir kemungkinan masuknya organisme patogen ke dalam luka bedah. Selain itu, keistimewaannya adalah untuk membantu menyediakan kenyamanan dan perlindungan pada dokter bedah mulut. Persiapan prabedah untuk operator dan staff adalah sebagai berikut:

2.1.Dressing operator dan asisten

Operator dan masing-masing asistennya, memakai pakaian katun bersih yang terdiri dari celana panjang dan baju. Pakaian katun tidak menghasilkan percikan dari elektrik statis yang dapat berkembang ketika pakaian nylon atau wool dikenakan. Percikan elektrik statis dapat menyebabkan ledakan tragis pada ruang operasi. Clean scrub suits, juga mengeliminasi baju penuh debu dari ruang operasi, menyediakan kenyamanan untuk operator, dan melindungi pakaian dokter dari kerusakan.

Dipilih

yang

lengannya

tidak

melebihi

siku

sehingga

memungkinkan tangan dicuci hingga ke siku. Apabila pembedahan yang dilakukan kemungkinan menyebabkan darah atau saliva mengotori pakaian, maka dapat digunakan baju dengan lengan panjang, baik yang dapat digunakan ulang, atau lebih baik lagi bila digunakan yang disposable. Apabila dipakai baju yang digunakan ulang, maka sesudah dipakai harus dicuci dengan air panas dan detergen. Pakaian klinik harus diganti setiap hari apabila tercemar oleh darah.

Selanjutnya operator mengenakan sepasang sepatu atau boots konduktif disposable. Saat ini peralatan Rumah Sakit yang baik memiliki lantai ruang operasi kondiktif khusus untuk mencegah ledakan atau letupan dan seluruh personel harus menggunakan sol sepatu konduktif atau boots konduktif khusus yang menutupi seluruh sepatu jalanan. Hal ini mencegah elektrik statis dari akumulasi pada operator, yang dapat menghasilkan sebuah percikan ketika dokter mendekati lingkungan grounded.

2.2.Persiapan tangan dan lengan

Pencucian

tangan

yaitu

menggosok,

mengawali

teknik

asepsis/sterilisasi, digunakan pada bedah mulut. Pemakaian sabun anti kuman harus sesuai dengan rekomendasi pabriknya. Biasanya diperlukan paling tidak penggosokan 5-6 menit menggunakan sikat disposable/ yang sudah diautoklaf, baik yang sederhana atau yang berisi sabun. Untuk

prosedur non bedah, sabun biasa sudah dianggap cukup layak oleh CDC (Centre for Disease Control). Alternatif lain ialah mencuci tangan dengan sabun antikuman (chlorhexidine gluconat 4%) selama satu menit.

Berikut

ini

merupakan

urutan

yang

dilakukan

dalam

mempersiapkan tangan dan lengan:

1) Persiapan, menempatkan topi untuk menutupi rambut seluruhnya, dan menempatkan masker untuk menutupi hidung dan mulut. Gulung lengan sampai di atas siku. Lepaskan seluruh perhiasan dan jam tangan. Kuku harus pendek dan halus. 2) Prosedur, Alirkan air dari wastafel sampai suhu yang diinginkan. Cuci tangan dan lengan bawah dengan seksama, dan bersihkan kuku jari dengan orangewood stik. Sikat sekarang disuplai dalam container steril atau kemasan steril individu dilengkapi dengan konsentrat germicidal dan mengandung pembersih kuku plastik. Dimulai dengan menyikat telapak tangan, mengunakan parallel strokes. Sikat telapak dalam tiga bagian : dari kelingking ke ibu jari sikat seluruh empat permukaan tiap jari; kemudian balik tangan dan sikat buku-buku jari;

kemudian sikat lengan dan siku, yakinkan untk menggosok ruang interdigital secara seksama ketika menggosok punggung masing masing jari, sampai ke pergelangan tangan. Setelah menggosok satu tangan dan lengan, lakukan prosedur yang sama untuk tangan yang lain. Pembilasan tangan dan lengan, secara seksama menguras mereka dari ujung jari sampai siku. Bilas sikat. Matikan air dengan dikat dan singkirkan sikat. Berjalanlah ke ruang operasi, angkat tangan ke atas, dan perawat akan menyediakan handuk kering.

3) Jubah ( pakaian ) dan sarung tangan, Tangan dan lengan dikeringkan dengan handuk bersih, dan tiap anggota dari tim bedah memakai jubah steril. Tangan diberikan bedak steril oleh suster sebelum menggunakan sarung tangan steril. Teknik aseptic yang sempurna mengharuskan sarung tangan dipasang tanpa menyentuh permukaan luar dengan tangan. Dari poin ini operator dan semu

personel steril harus peduli bahwa lingkungan di bawah bidang operasi dipertimbangkan kontaminasinya dan tidak boleh disentuh.

2.3.Triad barrier

Untuk membatasi kontaminasi silang pada dokter gigi, staf dan pasiennya, maka digunakan triad barrier yaitu masker, sarung tangan dan kacamata pelindung. Sarung tangan uji disposable yang non steril bisa digunakan untuk kebanyakan prosedur bedah mulut. Apabila sterilitas sangat diperlukan, misalnya pemasangan implan atau bahan aloplastik untuk menambah linggir (ridge), dapat digunakan sarung tangan steril. Kekurangan sarung tangan uji ialah bahwa hanya mempunyai satu ukuran saja atau berukuran S, M, L yang membatasi akurasi pemakaian dengan tepat. Juga agak sedikit tebal dibandingkan sarung tangan bedah, sehingga mengurangi sensasi taktil pada tangan. Meski demikian, keuntungan utamanya ialah harganya yang murah.

Masker dapat dengan mudah dibeli di toko. Masker dengan tali lebih mudah digunakan untuk jangka panjang daripada yang

menggunakan elastik. Keuntungan masker elastik ialah dapat dilepas dengan cepat dan mudah bila ingin dibuka sewaktu-waktu. Seperti halnya sarung tangan, masker harus diganti setiap kali ganti pasien.

Kacamata pelindung yang terbuat dari plastic dan ringan melengkapi triad barier tersebut. Perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol, dan debris sangat diperlukan untuk operator maupun asistennya.

2.4.Imunisasi

Pelindung yang paling mudah digunakan dan yang paling jarang digunakan sebagai sumber perlindungan untuk dokter gigi dan staf adalah imunisasi, misalnya Heptavax-B untuk perlindungan terhadap hepatitis B.

3. Persiapan Alat dan Ruangan3.1.Persiapan Alat 3.1.1. Langkah-langkah Persiapan Alat Langkah langkah persiapan alat adalah sebagai berikut: 1) Menghilangkan debris Semua saliva, darah, atau sisa jaringan dibersihkan sebelum dilakukan sterilisasi dan desinfeksi. Dianjurkan memakai pembersih ultrasonik. 2) Pengemasan peralatan Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang bisa dipakai ulang, atau menggunakan bungkus sekali pakai dengan dua lapis. Pengemasan ini dilengkapi dengan pita indikator yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya bisa menunjukkan bahwa bungkusan tersebut sudah diautoklaf. Sebaiknya alat dibungkus dalam plastik jernih yang diklip, diplester, atau direkat dengan pita indikator. Tanggal dilakukannya autoklaf dicatat pada bagian luar setiap bungkusan. Peralatan yang dibungkus hanya satu lapis harus diautoklaf lagi dalam 30 hari, sedangkan yang dibungkus rangkap dua dapat bertahan sampai enam bulan. 3) Peralatan siap pakai/disposable Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis alat-alat siap pakai. Yang paling penting ialah jarum suntik

yang digunakan untuk anestesi lokal atau bahan yang lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya jangan dilakukan dengan tangan. Apabila tidak ada alternatif lain untuk memasang selubung jarum, maka bisa digunakan hemostat/needle holder. Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk siap pakai. Scalpel dan mata pisau juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Sarung tangan steril baik yang panjang maupun yang pendek menjamin adanya asepsis dan dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa pada waktu pemakaian tidak terkontaminasi. Sebagian besar agen hemostatik, bahan pengganti tulang aloplastik, dan material untuk implan tidak membutuhkan sterilisasi lagi. Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam bungkusan steril yang terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan pelindung plastik digunakan apabila diperkirakan akan terjadi kontaminasi oleh darah atau saliva. Sebagian peralatan dibungkus dengan sistem peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga memungkinkan orang yang tidak menggunakan sarung tangan membuka dan menyerahkan isinya kepada orang lain yang sudah memakai sarung tangan atau menaruh isinya di atas tempat yang steril. Apabila bungkusnya sobek, peralatan tersebut

sebaiknya jangan digunakan. Meskipun bisa diautoklaf, tidak ada peralatan disposable yang boleh digunakan ulang. 4) Meja tempat instrumen steril (1) (2) Meja instrumen diatur oleh perawat. Terdiri dari alat-alat yang steril dan semua instrumen yang dapat digunakan dalam bedah mulut. (3) Meja ini tidak boleh sampai terkontaminasi selama operasi sedang berlangsung. (4) (5) Meja instrumen sebaiknya ditutupi oleh kain steril. Peralatan yang dibutuhkan ditransfer ke rak mayo dengan penjepit instrumen yang steril.

Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya, antara lain adalah: 1) Alat-alat kritis Alat-alat kritis adalah alat yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit/mukosa, karena semua ini mudah terserang infeksi. Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan. Termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik, scalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi (misalnya implan, bahan

aloplastik dan bahan hemostatik). Apabila memungkinkan sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf. Kelayakan tingkat sterilitas bisa diuji seminggu sekali dengan menggunakan peralatan tes spora. Kontrol berikutnya untuk membuktikan bahwa autoklaf sudah dilakukan adalah menggunakan indikator yang peka terhadap panas/uap yang ditempelkan di luar pembungkus alat. Apabila penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency (EPA), waktu pemaparan tergantung pada instruksi pabrik. Diikuti dengan pembasuhan menggunakan air steril. Cara lain untuk mensterilkan adalah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10 menit. 2) Alat-alat semi kritis Peralatan semikritis adalah alat-alat yang bisa bersentuhan tetapi sebenarnya tidak digunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Meskipun terkontaminasi oleh saliva dan darah, alat tersebut biasanya tidak membawa kontaminan ke daerah steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece digunakan untuk bedah mulut idealnya bisa diautoklaf.

3) Alat-alat non kritis Adalah peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membran mukosa. Meliputi countertops, pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol kotak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi dengan darah, saliva atau kedua-duanya, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan antikuman yang cocok, misal 5000 ppm (pengenceran larutan pemutih 1:10, clorox) atau 500 ppm (pengenceran 1:100 sodium hipoklorit). Harus hati-hati karena sodium hipoklorit korosif terhadap logam.

3.1.2. Sterilisasi Alat Prinsip: Mematikan semua mikroorganisme Menggunakan metode fisik atau kimiawi Menggunakan autoklaf Direbus dalam air mendidih hanya men-disinfeksi Metode fisik dan kimiawi digunakan sekarang ini. Metode fisik meliputi pemanasan kering dan basah, serta radiasi gamma (umumnya digunakan untuk mensterilisasi peralatan yang sudah dikemas seperti mata pisau). Merebus dalam air mendidih bukan merupakan metode yang baik untuk sterilisasi karena metode ini hanya mendisinfeksi dan tidak membunuh spora.

Autoklaf menggunakan uap dengan tekanan. Metode ini digunakan untuk handuk dan dressing, tetapi alat tersebut harus dikemas tidak terlalu rapat agar uap dapat bersirkulasi dengan baik. Peralatan seperti bur dapat dikemas dahulu dengan Vapous Phase Inhibitor (VPI) sebelum diautoklaf agar tidak berkarat. Sterilisisasi kimiawi tidak terlalu dianjurkan oleh bakteriologis karena tidak semua larutan yang digunakan dapat bekerja dengan baik. Glutaraldehid efektif membunuh organisme vegetatif dan spora jika peralatan direndam dengan larutan ini selama 10 jam, dan setelah itu peralatan harus dicuci dengan air steril karena larutan glutaraldehid dapat mengiritasi jaringan. Oleh karena itu, sterilisasi dengan glutaraldehid dibatasi hanya untuk peralatan yang tidak dapat disterlisisasi dengan cara pemanasan. Larutan glutaraldehid atau hipoklorit dapat digunakan untuk mendisinfeksi peralatan yang berpotensi terkontaminasi virus berbahaya (seperti hepatitis) sebelum peralatan dibersihkan dan disterilisasi. Radiasi gamma dan ethylene oxide digunakan untuk

mensterilisasi peralatan disposable seperi mata pisau.

3.1.3. Peralatan dalam Prosedur Bedah Mulut Peralatan yang dibutuhkan dalam prosedur bedah mulut antara lain adalah: Surgical unit dan Handpiece

Surgical unit meliputi: 1) Surgical micromotor yang memiliki kemampuan memotong yang baik 2) Mesin yang berteknologi tinggi, yang dapat berfungsi secara elektrik atau dengan nitrous dioksida dan memiliki kemampuan memotong yang lebih baik daripada mikromotor yang telah disebutkan di atas.

Gambar. Mikromotor bedah elektrik

Surgical handpiece dihubungkan dengan alat yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis, dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan bedah mulut. Beberapa keuntungannya antara lain: Memiliki kecepatan tinggi dan kemampuan memotong yang sangat baik Tidak mengeluarkan udara ke lingkungan luar (ruang operasi)

3.2.Persiapan Ruangan Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan selain

memperhatikan kebersihan ruangan antara lain: Dekontaminasi Dekontaminasi ruangan bertujuan untuk menghindari

kontaminasi silang yang dapat terjadi dari permukaan-permukaan yang terkena saliva pasien, darah, dan bahan lainnya. dekontaminasi ruangan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia.

Permukaan yang akan dibersihkan dapat dilakukan dengan mengelap permukaan yang rentan terkontaminasi dengan handuk penghisap, kemudian diberikan larutan desinfektan seperti Clorox

diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100. Pelindung permukaan Pada permukaan yang sulit untuk dilakukan desinfeksi yang rentan terkena darah dan saliva pasien seperti pada permukaan pegangan lampu dan tumpuan tangan pasien pada dental chair, atau permukaan lainnya, dapat dilakukan penutupan dengan kertas kedap air, aluminium foil, atau plastik berwarna bening/jernih. Lapisan tersebut diganti ketika akan dilakukan pembedahan yang lainnya (penutup pelindung tersebut dibuka oleh operator dengan

menggunakan sarung tangan, setiap selesai pembedahan yang kemudian diganti dengan penutup yang baru).

Persiapkan alat yang akan digunakan yang telah disterilkan. Serta memastikan alat resusitasi jantung dan oksigen dapat berfugnsi

dengan baik, sebagai persiapan jika terjadi hal-hal kegawatadaruratan.

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Persiapan Prabedah. Edisi 2.Jakarta. EGC. 1997. Hal 231-2382. Sabiston,DC. Alih bahasa: Andrianto, Editor: Ronardy DH. Buku Ajar Bedah. EGC,Jakarta. 1994. Hal 77 973. American Society of Anesthesiologists : Classification of Physical status. Anesthesiology.24:111. 19634. Lewin, L, Lemer, A.G, S.H.,et al : Physical class and physiologic status in the prediction of operative mortality in the aged ick. Ann. Surg, 174:217.19715.