RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

21
NILAI DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (2) RESUME Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Karakter Dosen Pengampu: Bu Sri Susilaningsih Disusun Oleh : 1. Elsa Pradani Aprilia (1401411051) 2. Sabtian Sandra Pamula (1401411229) 3. Ida Sukmawati (1401411254) 4. Yayang Alif Panjaya (1401411259) 5. Nova Rombel 16 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

description

pendidikan karakter

Transcript of RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

Page 1: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

NILAI DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (2)

RESUME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Karakter

Dosen Pengampu: Bu Sri Susilaningsih

Disusun Oleh :

1. Elsa Pradani Aprilia (1401411051)

2. Sabtian Sandra Pamula (1401411229)

3. Ida Sukmawati (1401411254)

4. Yayang Alif Panjaya (1401411259)

5. Nova

Rombel 16

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

A. Pembelajaran Nilai dan Etika

Pembelajaran nilai yang selama ini dibangun atas dua hal, yakni pembelajaran dan

nilai. Dengan merujuk pada sintesis definisi, bahwa nilai adalah hakikat sesuatu yang

baik yang pantas dilakukan oleh manusia menyangkut keyakinan, kepercayaan, norma,

dan perilaku. Apabila dilihat dari makna tekstualnya, arti pembelajaran nilai adalah

upaya untuk membelajarkan siswa agar memahami hakikat sesuatu yang baik, yang

pantas dilakukan oleh manusia menyangkut keyakinan, kepercayaan, norma, dan

perilaku.

Berangkat dari konsepsi nilai dan pembelajaran, dapat dirumuskan bahwa

pembelajaran nilai adalah upaya untuk membentuk pribadi yang bermoral yang memiliki

kemampuan untuk mengelola hidupnya sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan

ketuhanan. Secara singkat pembelajaran nilai dapat didefinisikan sebagai penanaman dan

pengembangan nilai - nilai (kemanusiaan dan ketuhanan) dalam diri seseorang.

Pembelajaran nilai tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus seperti

mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

atau Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Ilmu Pengetahuan Sosial, dan sebagainya,

tetapi merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan sehingga pembelajaran

nilai dapat dimasukkan pada semua bidang mata pelajaran. Sebab, pada dasarnya

pembelajaran yang dilakukan di sekolah yang tercermin pada berbagai mata pelajaran itu

tidak hanya mengembangkan ilmu, keterampilan, teknologi, dan seni, tetapi juga ingin

mengembangkan aspek kepribadian, etik, moral, dan lainnya, yang kesemuanya dapat

disebut pembelajaran nilai.

Pemikiran tersebut relevan dengan pendekatan integratif pada pendidikan karakter

yang dinyatakan oleh Rusnak, bahwa : (1) pendidikan karakter bukan mata pelajaran

tersendiri, (2) pendidikan karakter terintegrasi pada semua kegiatan pendidikan, (3)

lingkungan sekolah yang positif membantu mengembangkan karakter, (4)

pengembangan karakter harus didukung oleh kebijakan pemimpin. (5) memberdayakan

guru mempromosikan pengembangan karakter, (6) sekolah dan masyarakat adalah vital

bagi pengembangan karakter.

Pemikiran tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter atau pembelajaran nilai

bukan tipu daya pendidikan hari ini, melainkan merupakan produk dari penelitian

bertahun – tahun yang bersifat praktis dan berdasarkan pendekatan akal sehat untuk

bahan mengajar guru. Pengenalan pendekatan yang fundamental ini penting untuk

menghilangkan kekuatan akademik pada berbagai sekolah, dan inilah kekuatan nilai

Page 3: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

yang sesumgguhnya. Oleh karena ruang lingkup nilai yang diajarkan di sekolah demikian

luas , proses penyadaran nilai – nilai dapat berlangsung secara integral dalam

keseluruhan proses pendidikan. Artinya, nilai – nilai itu dapat masuk ke semua mata

pelajaran sehingga menjadi ruh dalam setiap kegiatan pembelajran. Pada setiap

pembelajaran seperti ini, pembelajran nilai diperankan sebagai bagian dari keseluruhan

dimensi pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

Menurut Rachman, pembelajaran nilai mencakup kawasan budi pekerti, nilai, norma,

dan moral. Budi pekerti adalah buah dari budi nurani. Budi nurani bersumber pada

moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Budi

pekerti atau perbuatan manusia merupakan bahan tinjauan, tempat nilai etis diterapkan.

Nilai yang diambil adalah nilai tinggi, luhur, mulia, suci, dan luhur. Norma yang diambil

juga mendekatkan hidupnya kepad sang pencipta. Moral memberikan petunjuk,

pertimbangan, dan tuntutan untuk berbuat dengan tanggung jawab sesuai dengan nilai,

norma yang dipilih. Dengan demikian, mempelajari budi pekerti tidak lepas dari

mempelajari nilai, norma, dan moral.

Menurut Winecoff pembelajran nilai meliputi sedikitnya empat dimensi pokok, yaitu :

(1) mengidentifikasi suatu inti dari nilai personal dan sosial, (2) menemukan secara

filosofisif dan rasional suatu inti, (3) respons afektif dan emosi menuju suatu inti, (4)

membuat keputusan hubungannya dengan basis inti pada penemuan dan respons.

Sementara pembelajaran moral berkaitan dengan pertanyaan baik dan buruk pada

kehidupan antarpribadi, mencakup konsep HAM , martabat kemanusiaan, nilai

kemanusiaan, keadilan, pertimbangan, persamaan hak, dan hubungan timbal balik.

Tujuan dari pembelajaran moral adalah membentu siswa untuk lebih bertanggung jawab,

adil, dan mempertimbangkan secara matang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya

sendiri dan orang lain.

Ada 18 nilai yang relevan untuk diterapkan di Sekolah Dasar (SD) sesuai dengan

karakteristik siswa. Nilai tersebut antar lain : (1) cinta dan kasih saying, (2) peduli dan

empati, (3) kerja sama, (4) berani, (5) keteguhan hati dan komitmen, (6) adil, (7) suka

menolong, (8) kejujuran dan integritas, (9) humor, (10) mandiri dan percaya diri. (11)

disiplin diri, (12) loyalitas, (13) sabar, (14) rasa bangga, (15) banyak akal, (16) sikap

hormat, (17) tanggung jawab , (18) toleransi.

Masing – masing nilai tersebut mempunyai indikator yang terukur. Indikator yang

dimaksud sebagaimana dalam table berikut :

Page 4: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

No NILAI INDIKATOR

1. Cinta dan Kasih Sayang Ungkapan hati, pikiran, dan perbuatan untuk

menunjukkan kasih sayang yang tinggi pada

seseorang, baik dalam bentuk fisik maupun

nonfisik.

Sikap memahami dan memperhatikan orang lain

secara sungguh – sungguh.

2. Kepedulian dan Empati Menanggapi perasaan, pikiran, dan pengalaman

orang lain karena merasakan kepedulian terhadap

sesama.

Berupaya mengenali pribadi orang lain dan ingin

membantu orang lain yang sedang dalam keadaan

susah.

Mengenali rasa kemanusiaan sendiri terhadap

orang lain.

3. Kerja sama Menggabungkan tenaga diri pribadi dengan orang

lain untuk bekerja demi mencapai satu tujuan.

Membagi pekerjaan dengan orang lain untuk suatu

tujuan.

4. Berani Kemampuan menghadapi suatu kesulitan, bahaya,

atau sakitdengan cara dapat mengendalikan

situasi.

Mengenali sesuatu yang menakutkan atau

menantang dan kemudian memikirkan strategi

untuk menghadapinya.

5. Keteguhan hati dan

komitmen

Bertahan dalam mencapai cita – cita, pekerjaan,

dan segala urusan.

Janji yang dipegang teguh terhadap keyakinan.

6. Adil Memperlakukan orang lain dengan sikap tidak

memihak dan wajar.

Mempunyai pandangan yang jujur dalam

kehidupan sehari – hari dan di dalam situasi

khusus, tanpa pengaruh dari mana pun dan siapa

Page 5: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

pun.

7. Suka Menolong Kebiasaan membantu orang lain.

Selalu siap mengulurkan tangan dan secara aktif

mencari kesempatan untuk menyumbang.

8. Kejujuran dan integritas Berbicara tidak bohong dan memperlakukan orang

lain secra adil.

Jujur terhadap diri sendiri dan berpegang teguh

pada nilai – nilai moral sendiri.

9. Humor Kemampuan untuk merasakan dan menanggapi

kelucuan di luar dan di dalam drinya sendiri.

Menciptakan kecerahan dalam kehidupan sehari –

hari dengan tersenyum pada situasi senang dan

tertawa pada situasi yang menggelikan.

10. Mandiri dan percaya diri Kebebasan melakukan kebutuhan diri sendiri

Mempertimbangkan pilihan dan membuat

keputusan sendiri.

11. Disiplin diri Membiasakan diri mematuhi peraturan atau

kesepakatan yang telah dibuat.

Melakukan suatu perbuatan yang baik secara ajeg.

12. Loyalitas Tetap setia terhadap komitmen dengan orang lain

(keluarga atau teman) atau dengan kelompok

tertentu.

Tetap berkomitmen dalam keadaan sulit maupun

adanya rintangan.

13. Sabar Mampu mengendalikan diri dari kelambatan

mencapai cita – cita atau kesempatan khusus.

Menunggu segala kebutuhan dan kepentingan

dengan tenang.

Mampu mengendalikan diri dari gangguan orang

lain.

Menunda keinginan yang dapat merugikan

dirinya.

14. Rasa bangga Menghargai diri sendiri

Page 6: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

Merasa senang ketika dapat menyelesaikan suatu

tugas yang menantang atau mendapatkan sesuatu

yang diinginkan.

15. Banyak akal Mampu berfikir secara kreatif tentang metode dan

bahan yang berbeda dalam upaya menanggulangi

situasi yang baru dan sukar.

Mampu membuat pertimbangan, menggunakan

imajinasi, dan semua pilihan yang terbaik dalam

menemukan pemecahan suatu masalah.

16. Sikap hormat Menghormati orang lain ketika mengagumi,

menghargai, dan mempunyai penghargaan khusus.

Sopan kepada orang lain dan memperlakukan

mereka dengan baik.

17. Tanggung jawab Dapat dipercaya dan dapat diandalkan atas suatu

perbuatan atau tindakan.

Dapat mempertanggungjawabkan semua

perbuatan dan tindakan yang dilakukan.

18. Toleransi Saling menghormati antarsesama tanpa

memandang suku, ras, agama, dan aliran.

Saling membantu antarsesama dalam kebaikan.

B. Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah

Teknik pembelajaran yang berorientasi pada nilai (afek) menurut Noeng Muhadjir

(Muhaimin, 2002) dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu: teknik

indoktrinasi, teknik moral reasoning (pemikiran moral), teknik meramalkan

konsekuensi, teknik klarifikasi, dan teknik internalisasi.

1. Teknik indoktrinasi.

Ada beberapa tahap untuk melakukan prosedur teknik indoktrinasi, yaitu (1) tahap

brainwashing, yakni guru memulai penanaman nilai dengan jalan merusak atau

mengacaukan terlebih dahulu tata nilai yang sudah mapan dalam diri siswa,

sehingga mereka tidak mempunyai pendirian lagi. Metode yang dapat digunakan

guru untuk mengacakau pikiran siswa, antara lain dengan tanya jawab, wawancara

Page 7: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

mendalam dengan teknik dialektik, dan lain sebagainya. Pada saat pikirannya

sudah kosong dan kesadaran rasionalnya tidak lagi mampu mengontrol dirinya,

dan pendiriannya sudah hilang, maka dilanjutkan dengan tahap kedua; (2) tahap

mendirikan fanatisme, yakni guru berkewajiban menanamkan ide-ide baru yang

dianggab benar, sehingga nilai-nilai yang ditanamkan dapat masuk kepala anak

tanpa melalui pertimbangan rasional yang mapan. Dalam menanamkan fanatisme

ini lebih banyak digunakan pendekatan emosional daripada pendekatan rasional.

Apabila siswa telah mau menerima nilai-nilai itu secara emosional, barulah

ditanamkan doktrin sesungguhnya; (3) tahap penanaman doktrin. Pada tahap ini

guru dapat memakai pendekatan emosional; keteladanan. Pada waktu penanaman

doktrin ini hanya dikenal satu nilai kebenaran yang disajikan, dan tidak ada

alternatif lain. Semua siswa harus menerima kebenaran itu tanpa harus

mempertanyakan hakekat kebenaran itu.

2. Teknik moral reasoning.

Teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu dengan jalan: (1) penyajian

dilema moral. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan problematik nilai yang

bersifat kontradiktif, dari yang sifatnya sederhana hingga yang kompleks. Metode

penyajiannya dapat melalui observasi, membaca koran/majalah, mendengarkan

sandiwara, melihat film dan sebagainya; (2) setelah disajikan problematik

dilemma moral, dilanjutkan dengan pembagian kelompok diskusi. Siswa dibagi ke

dalam beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan beberapa hasil pengamatan

terhadap dilemma moral tersebut; (3) membawa hasil diskusi kelompok ke dalam

diskusi kelas, dengan tujuan untuk klarifikasi nilai, membuat alternatif dan

konsekuensinya; (4) setelah siswa berdiskusi secara intensif dan melakukan

seleksi nilai yang terpilih sesuai dengan alternatif yang ajukan, selanjunya siswa

dapat mengorganisasikan nilai-nilai yang terpilih tersebut ke dalam dirinya. Untuk

mengetahui apakah nilai-nilai tersebut telah diorganisasikan siswa ke dalam

dirinya dapat diketahui lewat pendapat siswa, misalnya melalui karangan-

karangannya yang disusun setelah diskusi, atau tindakan follow up dari kegiatan

diskusi tersebut.

3. Teknik meramalkan konsekuensi.

Teknik ini sesungguhnya merupakan penerapan dari pendekatan rasional dalam

mengajarkan nilai. Teknik ini mengandalkan kemampuan berpikir ke depan bagi

siswa untuk membuat proyeksi tentang hal-hal yang akan terjadi dari penerapan

Page 8: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

suatu nilai tertentu. Adapun langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai

berikut: tahap pertama, siswa diberikan suatu kasus melalui cerita, membaca

majalah, melihat film, atau melihat kejadian konkret di lapangan; tahap kedua,

siswa diberi beberapa pertanyaan melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan

dengan nilai-nilai yang pernah ia lihat, ketahui, dengarkan, dan rasakan.

Pertanyaan itu adakalanya bersifat memperdalam wawasan tentang nilai yang

dilihat, alasan dan kemungkinan yang akan terjadi dari nilai-nilai tersebut, atau

menghubungkan kejadian itu dengan kejadian-kejadian lain yang berkaitan

dengan kasus tersebut; tahap ketiga, upaya membandingkan nilai-nilai yang

terdapat dalam kasus itu dengan nilai lain yang bersifat kontradiktif; tahap

keempat, adalah kemampuan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi dari

pemilihan dan penerapan suatu tata nilai tertentu.

4. Teknik klarifikasi.

Teknik ini merupakan salah satu cara untuk membantu anak dalam menentukan

nilai-nilai yang akan dipilihnya. Dalam teknik ini dapat dilakukan melalui tiga

tahap, yaitu: (1) tahap pemberian contoh. Pada tahap ini guru mengenalkan

kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh penerapannya. Hal ini

bisa ditempuh dengan jalan observasi, melibatkan siswa dalam kegiatan nyata,

pemberian contoh secara langsung dari guru kepada siswa, dan sebagainya; (9)

tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa

lewat contoh-contoh tersebut di atas. Hal ini bisa ditempuh melalui diskusi atau

tanya jawab guna melihat kelebihan dan kekurangan nilai tersebut. Dari kegiatan

ini akhirnya siswa dapat memilih nilai-nilai yang ia setujui dan yang dianggab

paling baik dan benar; (3) tahap mengorganisasikan tata nilai pada diri siswa.

Setelah nilai ditentukan, maka siswa dapat mengorganisasikan system nilai

tersebut dalam dirinya dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.

5. Teknik internalisasi.

Teknik internalisasi merupakan teknik penanaman nilai yang sasarannya sampai

pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke dalam kepribadian siswa, atau

sampai pada taraf karakterisasi atau mewatak. Tahap-tahap dari teknik

internalisasi ini adalah (1) tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar

mentransformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa,

yang semata-mata merupakan komunikasi verbal; (2) tahap transaksi nilai, yaitu

suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau

Page 9: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

interaksi antara siswa dengan guru yang bersifat interaksi timbale balik. Kalau

pada tahap transformasi interaksi masih bersifat satu arah, yakni guru yang aktif,

maka dalam transaksi ini guru dan siswa sama-sama bersifat aktif. Tekanan dari

tahap ini masih menampilkan sosok fisiknya daripada sosok mentalnya. Dalam

tahap ini guru tidak hanya menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi

juga terlihat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan

siswa diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima dan

mengamalkan nilai tersebut; (3) tahap transinternalisasi. Tahap ini jauh lebih

dalam dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa

bukan lagi sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadiannya).

Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan hanya gerakan

atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh

karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi

dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.

Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks,

yaitu mulai dari: (1) menyimak (receiving), (2) menanggapi (responding), (3) memberi

nilai (valuing), (4) mengorganisasi nilai (organisasi of value), (5) karakteristik nilai

(characterization by a value or value complex), yakni dengan membiasakan nilai-nilai

yang benar yang diyakini, dan yang telah diorganisir dalam laku pribadinya sehingga

nilai tersebut sudah menjadi watak (kepribadiannya). Dengan demikian nilai tersebut

tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupannya. Nilai yang sudah mempribadi inilah yang

dalam Islam disebut dengan kepercayaan/keimanan yang istikomah, yakni keimanan

yang sulit digoyahkan oleh kondisi apapun.

Sedang ditinjau dari pendekatan penanaman nilai, ada beberapa pendekatan

penanaman nilai yang dapat digunakan guru dalam proses pembelajaran, antara lain yaitu

pendekatan: pengalaman, pembiasaan, emosional, rasional, fungsional, dan keteladanan

(Ramayulis, 2004).

Pertama, pendekatan pengalaman. Pendekatan pengalaman merupakan proses

penanaman nilai-nilai kepada siswa melalui pemberian pengalaman langsung. Dengan

pendekatan ini siswa diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman spiritual baik

secara individual maupun kelompok.

Page 10: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

Kedua, pendekatan pembiasaan. Pendekatan pembiasaan adalah suatu tingkah laku

tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu

saja tanpa dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pembelajaran memberikan kesempatan

kepada peserta didik terbiasa mengamalkan konsep ajaran nilai-nilai universal, baik

secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, pendekatan emosional. Pendekatan emosional adalah upaya untuk

menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini konsep ajaran nilai-nilai universal

serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Keempat, pendekatan rasional. Pendekatan rasional merupakan suatu pendekatan

mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran nilai-nilai

universal yang di ajarkan

Kelima, pendekatan fungsional. Pengertian fungsional adalah usaha menanamkan

nilai-nilai yang menekankan kepada segi kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan

sehari-hari, sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

Keenam, pendekatan keteladanan. Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan

keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab

antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain yang

mencerminkan sikap dan perilaku yang menjungjung

Dalam pembentukan nilai dan etika di sekolah, keterlibatan semua komponen mulai

dari kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, dan wali murid akan sangat menentukan

keberhasilan. Dengan adanya kerja sama dari semua pihak proses pembentukan serta

penanaman nilai dan etika akan lebih muda dilakukan. Sehingga hasil yang didapat

sesuai dengan apa yang diharapkan pada tujuan yang diinginkan.

C. Cara mengajarkan nilai dan etika di sekolah

Mengajarkan nilai dan etika sebaiknya lebih bersifat contoh. Pepatah mengatakan

bahwa tindakan lebih baik daripada kata-kata. Lutan mengatakan bahwa nilai moral itu

beraneka ragam, termasuk loyalitas, kabajikan, kehormatan, kebenaran, hormat,

keramahan, integritas, keadilan, kooperasi, tugas, dan lain sebagainya.

Empat nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal adalah

Page 11: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

1. Keadilan

Keadilan ada dalam beberapa bentuk, yaitu

- Keadilan distributif, merupakan keadilan yang mencakup pembagian

keuntungan dan beban secara relatif.

- Keadilan prosedural, mencakup persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif

dalam menentukan hasil

- Keadilan retributif, mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman

yang dijatuhkan pada pelanggar hukum

- Keadilan kompensasi, mencakup persepsi mengenai kebaikan atau

keuntungan yang diperole penderita atau yang diderita pada waktu

sebelumnya.

2. Kejujuran

Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya. Terpercaya selalu

terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud

dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa hakin da[at

mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang adil. Ia

terpercaya bahwa keputusannya mencerminkan kejujuran.

3. Tanggung jawab

Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Tanggung jawab adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang siswa harus

bertanggung jawab kepada guru, orangtua, dan diri sendiri.

4. Kedamaian

Kedamaian mengandung pengertian: tidak akan menganiaya, mencegah

penganiayaan, menghilangkan penganiayaan, dan berbuat baik.

Freeman dalam buku Physical Education and Sport in Changing Society

enyarankan lima area dasar etika yang harus diberikan. Lima area dasar etika tersebut

adalah

1. Keadilan dan persamaan

Peserta didik mengharapkan perlakuan yang adil dan sama. Anak didik ingin

kesempatan yang sama dalam belajar. Sering kali anak didik yang

kemampuannya di bawah rata-rata diabaikan

2. Hormat terhadap diri sendiri

Page 12: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

Peserta didik membutuhkan hormat terhadap diri sendiri dan image positif

tentang dirinya untuk menjadi sukses. Guru harus megambil langkah tepat

agar anak didiknya merasa dirinya penting dan layak di mata guru.

3. Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain

Peserta didik membutuhkan rasa hormat kepada orang lain. Mereka perlu

belajar tentang bagaiman pentingnya memperlakukan orang lain dengan

hormat.

4. Menghormati peraturan dan kewenangan

Peserta didik perlu menghormati kewenangandan peraturan karena tanpa

kedua hal ini suatu perhimpunan tidak akan berfungsi dengan baik.

5. Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif

Proses pendidikan sebaiknya mengembangkan karakter. Kaakter menurut

David Shield dan Brenda Bredemier adalah empat kebajikan, yakni

compassion (rasa balas kasih), fairness (keadilan), sportmanship

(ketangkasan), dan integritas.

Page 13: RESUME Pembentukan Nilai dan Etika di Sekolah.docx

DAFTAR PUSTAKA

Agus Zaenul Fitri. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.

Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

TEKNIK DAN PENDEKATAN PENANAMAN NILAI DALAM PROSES

PEMBELAJARAN DI SEKOLAH. http://staff.uny.ac.id/