RESUME Molecular Evolution
-
Upload
meeyghaa-thayhaankkszaiinyiikwu -
Category
Documents
-
view
244 -
download
10
description
Transcript of RESUME Molecular Evolution
NAMA: MEGAWATI
NIM: 120342422462
OFFERING: H-Z
RESUME EVLUSI MOLEKULER
Pengertian dan Ruang Lingkup Evolusi Molekuler
Evolusi molekuler meliputi dua area pembahasan, yaitu: (1) evolusi
molekuler dan (2) rekontruksi sejarah evolusi gen dan organisme. Area pertama,
evolusi makromolekuler menunjukan pembentukan gen dan pola perubahan yang
tampak pada materi genetik (misalnya urutan DNA) dan produkinya (missal
protein) selama waktu evolusi dan terhadap mekanisme yang bertanggung jawab
untuk sejumlah perubahan tersebut. Area kedua dikenal sebagai “molekuler
phylogeny” menjelaskan sejarah evolusi organisme dan makromolekul seperti
adanya keterlibatan data-data molekuler. Walaupun kenyataannya kedua disiplin
ilmu di atas saling berkait erat. Kemajuan di satu area akan memfasilitasi
perkembangan studi di area lain. Contoh, pengetahuan tentang filogeni adalah
sangat esensial untuk determinasi jenis perubahan pada karakter molekuler.
Sebaliknya, pengetahuan terhadap pola dan rata-rata perubahan melokul adalah
sangat krusial dalam usaha untuk rekontruksi sejarah evolusi kelompok
organisme. Evolusi molekuler (molecular evolution) pada dasarnya menjelaskan
dinamika daripada perubahan evolusi pada tingkat molekuler, disamping itu untuk
mendukung pemahaman tentang proses evolusi dan efek berbagai macam
mekanisme molekuler, termasuk di dalamnya adalah evolusi genom, gen, dan
produk.
Secara lebih sederhana menyatakan bahwa evolusi molekuler mengkaji
dan memandang evolusi dari rekaman sejarah dalam urutan DNA dan protein.
Berdasarkan beberapa rujukan dan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
pengertian dan lingkup dari evolusi molekuler adalah suatu pendekatan
pengkajian masalah evolusi yang berpijak pada populasi genetika dan biologi
molekuler dengan area atau lingkup pengkajian pada perubahan materi genetik
(urutan DNA atau RNA) dan produknya (protein atau molekul RNA) serta rata-
1
rata dan pola perubahannya serta mengkaji pula sejarah evolusi organisme dan
makromolekul yang didukung data-data molekuler (filogeni molekuler).
Molekul DNA mengandung informasi mengenai sejarah kehidupan. Molekul
DNA pada setiap makhluk hidup sekarang berasal dari nenek moyangnya sampai
kepada organisme pertama. Setiap molekul DNA merupakan hasil akhir dari
sebuah proses sejarah panjang yang diakibatkan oleh mutasi, rekombinasi, seleksi
dan genetic drift. Urutan nukleotida DNA disalin dari generasi ke generasi dengan
mengalami alternasi (dimutasi), cut and pasted (direkombinasi), terjaga (diseleksi)
dan tersebar acak (subjected to drift). Seorang peneliti awal bidang evolusi
molekuler, Emile Zuckerland menyebut bahwa ‘DNA merupakan dokumen
sejarah evolusi’.
Selain DNA, ruang lingkup bahasan evolusi molekuler adalah mengenai
molekul protein. Genetika juga dapat menyelidiki evolusi pada level molekuler
dengan mempelajari urutan nukleotida pada DNA atau asam amino pada protein.
Penggunaan DNA dan protein sebagai kajian untuk mempelajari evolusi
berdasarkan pada: pertama, DNA dan protein mengikuti peraturan sederhana dari
hereditas. Kedua, data urutan molekuler mudah diperoleh dan dapat diterima
secara analitis dalam konteks teori genetik evolusi. Ketiga, data urutan molekuler
bisa diteliti untuk menyelidiki hubungan evolusi antar organisme yang ciri
fenotipnya mirip (Snustad,et al. 2012).
A. Prinsip Evolusi Molekuler
Evolusi molekuler memiliki 3 prinsip dasar yaitu sebagai berikut.
1. Mutasi
Mutasi bersifat permanen dan dapat mengantar perubahan material genetik
(biasanya DNA atau RNA) sebuah sel. Mutasi dapat disebabkan oleh kesalahan
penggadaan pada material genetik, pada saat pembelahan sel dan dapat
disebabkan juga oleh efek radiasi, bahan kimia, virus atau dapat juga secara bebas
selama meiosis dan Hypermutation. Mutasi alami tidak mempengaruhi perubahan
kelangsungan hidup pada sebuah organisme pada habitatnya dan terakumulasi dari
waktu ke waktu.
2. Penyebab perubahan pada frekuensi alel
2
Ada beberapa proses yang dapat menyebabkan perubahan pada frekuensi alel,
yaitu sebagai berikut.
a. Penyimpangna genetik, merupakan akumulasi perubahn secara acak pada
kelompok gen.
b. Aliran genetik, merupakan sesuatu yang membuat populasi lebuh dekat
secara genetik pada saat membangun kelompok gen yang besar.
c. Seleksi, pada kenyataannya seleksi alami terbentuk oleh angka kematian dan
angka kelahiran yang berbeda.
3. Mempelajari filogeni pada tingkat molekuler
Sistematika molekuler merupakan bidang penting dari sistematik dan genetika
molekuler, yaitu suatu proses menggunakan data molekuler dari organisme
biologis (DNA, RNA. Atau keduanya untuk menyelesaikan masalah dalam
sistematik)
B. Hubungan Antara Evolusi Molekuler Dan Filogenik
Hubungan evolusi antar organisme dapat digambarkan pada diagram yang
disebut dengan pohon filogenetik. Pohon filogenetik ini menunjukkan hubungan
antar organisme, atau hubungan ke atas pada satu waktu untuk mengindikasi
bagaimana setiap organisme berkembang. Cabang garis-garis pohon filogenetik
menunjukkan hubungan organisme yang dipelajari. Setiap dua garis cabang
merepresentasikan nenek moyang dari organisme di bawahnya. Pada analisis
molekuler hubungan evolusi, organisme direpresentasikan dengan sekuens DNA
ataupun protein. Beberapa analisis berdasarkan gen tunggal atau produk gen. Data
kombinasi analisis lain didapat dengan mengurutkan gen berbeda atau produk
gen. Konstruksi dari pohon filogenetik selalu berdasarkan pada analisis sekuens
homolog baik dari DNA maupun protein.
Banyak metode yang sekarang bisa digunakan untuk membangun pohon
filogenetik dari data sekuens DNA maupun protein. Metode yang digunakan
umumnya memiliki kekhususan masing-masing.
1. Meluruskan rangkaian untuk menyediakan perbandingan diantara keduanya,
2. Memastikan jumlah perbedaan maupun persamaan antara dua sekuens,
3. Mengelompokkan sekuens dengan persamaan dasar, dan
4. Menempatkan sekuens pada ujung pohon filogenetik.
3
Salah satu contoh pohon filogenetik adalah antara hubungan antara
manusia dengan primata lain seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Pohon filogenetik dari primata berdasarkan 896 panjang
urutan basa DNA mitokondrial
Pohon filogenetik pada gambar menunjukkan perbandingan sekuens DNA
mitokondria pada manusia, simpanse, gorila, orangutan dan siamang. DNA
mitokondrial dari masing-masing primata ini berbentuk molekuler sirkuler yang
berisi 16.600 pasang pasa dan 896 diantaranya merupakan salinan dari sekuens
primata lain. Masing-masing gambar (A, B dan C) menunjukkan tiga
kemungkinan pembuatan pohon filogenetik.
Gambar 2. Pohon Filogenetik Yang Menunjukkan Hubungan Evolusioner
Diantara Empat Macam Spesies Modern
Pohon filogenetik molekuler dapat menjelaskan mengenai hubungan evolusi
antara sekuens DNA ataupun protein. Jika kita dapat menghubungkan poin-poin
4
ranting dari pohon untuk tiap waktu yang spesifik untuk sejarah evolusi, maka
kita dapat menentukan tingkat evolusi molekuler yang terjadi.
C. Kekerabatan Organisme dengan Melihat Pohon Filogeni berdasarkan
Sequens DNA mitokondria
Pada umumnya material DNA yang digunakan dalam analisa genetik berasal
dari DNA inti, tetapi sumber DNA untuk organisme eukariot dapat pula diperoleh
dari organel-organel sitoplasmik. Salah satu organel yang dapat menjadi sumber
bahan genetik adalah mitokondria (Duryadi 1994). Ukuran genome mitokondria
hewan relatif kecil dibandingkan dengan mitokondria dan khloroplast tanaman
yaitu berukuran kurang dari 40 Kb.
Analisis DNA mitokondria telah digunakan secara luas dalam mempelajari
evolusi, struktur populasi, aliran gen, hibridisasi, biogeografi dan filogeni suatu
spesies hewan (Moritz et al. 1987). Di samping itu, hal yang mendukung
penggunaan mtDNA sebagai penanda genetik salah satunya adalah karena
mtDNA terdapat dalam copy yang tinggi, sehingga memudahkan dalam
pengisolasian dan purifikasi untuk berbagai keperluan analisa genomnya. Selain
itu, laju evolusinya tinggi (yaitu 10x lebih cepat dibandingkan pada DNA inti),
diturunkan secara maternal (maternal inheritance) dan mempunyai jumlah copy
tinggi. Basa-basa dari gen mitokondria ini dapat di buat copynya dalam jumlah
besar dengan mengamplifikasinya melalui Polymerase Chain Reaction (PCR).
Satu kekurangan bila kita memakai DNA mitokondria adalah bahwa semua
mitokondria merupakan hasil turunan dari ibu. Walaupun sperma juga
mengandung mitokondria, itu tidak dilepaskan saat fertilisasi sel telur dan tidak
diwariskan ke keturunannya. Di sisi lain, analisis mitokondria memberikan hasil
yang jelas mengenai silsilah dari wanita tersebut, sebagaimana komplikasi akibat
rekombinasi dapat diabaikan. Lebih jauh lagi, sel eukaryotik mengandug hanya
satu nukleus tapi memiliki banyak mitokondria sehingga bisa didapatkan ribuan
DNA mitokondria. Hal ini membuat ekstraksi dan sekuensing DNA mitokondria
menjadi lebih mudah dari segi teknikal.
Sekitar 99% dari material genetik organisme eukariot terdapat dalam inti
dan sisanya 1% terdapat di dalam mitokondria. Mitokondria adalah organel di
sitoplasma tempat berlangsungnya respirasi. DNA mitokondria mengandung
5
sejumlah gen penting untuk respirasi dan fungsi lainnya. Secara fisik mtDNA ini
terpisah dari DNA lainnya, sehingga relatif lebih mudah untuk mengisolasinya
(berukuran relatif kecil yaitu hanya 16.000-20.000 pasang basa) dibandingkan jika
harus mengisolasi milyaran nukleotida dari genom inti.
DNA mitokondria berbentuk sirkuler berutas ganda. Setiap mtDNA memberi
kode untuk terbentuknya 2 RNA ribosom, 22 RNA transfer dan 13 polipeptida
(beberapa belum diketahui fungsinya). Posisi pada mtDNA telah terpetakan, yang
terdiri dari daerah 12SrRNA, 16SrRNA, ND1, ND2, CO I, CO II, ATP, CO III,
ND3, ND4, ND5, ND6, Cyt b dan D-loop (displacement loop) yang terkait dalam
proses replikasi (Brown et al. 1979). Adapun genom mitokondria mamalia dapat
dilihat pada gambar 4 berikut ini.
Gambar 5. Genom Mitokondria Mamalia
Posisi yang berbeda dari masing-masing gen-gen mitokondria tersebut ternyata
memiliki laju evolusi dengan kecepatan yang berbeda pula, yaitu ada yang bersifat
relatif konserve (laju perubahannya kecil) seperti 16S rRNA dan 12S rRNA,
lajunya sedang (cytokrom b) dan lajunya cepat (CO I & D-Loop).
Daerah D-loop atau dikenal juga dengan nama ”daerah kontrol” (control
region) yaitu tempat yang mengatur replikasi dan transkripsi mtDNA yaitu awal
dari replikasi rantai berat (Ho) (Foran et al. 1988). Daerah ini telah dibuktikan
merupakan bagian yang paling bervariasi pada genom mitokondria. Laju mutasi
pada daerah ini diperkirakan lima kali lebih cepat dibandingkan dengan bagian
6
lain pada genom mitokondria ((Douzery & Randi 1997). Mamalia mempunyai D-
Loop terletak antara tRNAPRO dan tRNA Phe (Foran et al. 1988). Daerah ini
terdiri dari 3 bagian yaitu : a) bagian kanan D-Loop (region I) yang mengandung
Promotor Rantai Berat (HSP) dan Promotor Rantai Ringan. Pada bagian ini juga
terdapat daerah Sekuen Conserve Bloks (CSB 1-3) serta repeat tandem; b) bagian
tengah yang merupakan Daerah Central Conserve (CCR) berfungsi pada
pengaturan dari replikasi (Saccone et al. 1991). Diluar CCR masih pada bagian
tengah ini terdapat tiga Conserve Sekuen Bloks (CSB 1-3) pada ujung tiga dari
rantai ringan yang berlokasi antara promotor rantai ringan (L- Strand) dan rantai
berat (H-strand). CSB ini diasosiasikan sebagai inisiasi dari replikasi rantai berat.;
c) bagian kiri D-Loop yang terdiri dari daerah termination associated sequence
(TAS) dan bagian lain berupa beberapa dari daerah repeat tendem yang terletak
dekat dengan tRnaPro (Saconne et al. 1991). Panjang fragment sekuensi yang
terkecil berukuran 20 bp (Cunningham & Meghen 2001).
Analisis pada daerah CR (D-loop) digunakan untuk melihat keragaman antar
subspecies ataupun antar populasi (Brown 1985). Daerah yang mengandung D-
Loop ini diketahui amat cepat berkembang dari bagian mtDNA lainnya. Hal ini
karena terjadinya akumulasi subtitusi basa, proses insersi dan delesi yang lajunya
amat cepat bila dibandingkan dengan DNA inti (Foran et al. 1988). Pada manusia
diketahui laju subtitusi daerah tersebut kira-kira 2,8 – 5 kali lebih tinggi dari pada
laju daerah genom Mt lainnya (Taylor et al. 2001). D-loop cocok digunakan untuk
mendeteksi perbedaan sekuen nukleotida pada hewan vertebrata (Aquadro &
Greenberg 1982). Analisis mtDNA pada D-loop juga telah digunakan untuk
menduga keragaman genetik dan struktur populasi pada hewan avertebrata
(Brown et al.1988).
Cytochrome c oxidase (CO I) merupakan enzim mitokondria, terdiri atas
Cytochrome c oxsidase I, II dan III (Michel et al. 1998). CO I dapat digunakan
sebagai DNA barcoding (Moritz & Cicero 2004) telah digunakan diantaranya
pada jenis burung di Amerika utara dan jenis burung yang telah di barcoding
tersebut dilaporkan berjumlah (260- 667 spesies). CO I merupakan gen kandidat
sebagai DNA barcoding karena memiliki konsentrasi sekuens asam amino yang
tinggi dan besar kemampuan pada primer yang digunakan. Menurut (Hebert et al.
7
(2003) CO I merupakan resolasi dalam mengetahui keanekaragaman pada semua
jenis hewan. Hal ini menunjukkan bahwa gen CO I cukup variable diantara
spesies yang dapat digunakan sebagai marker dalam menentukan filogeni dan
studi populasi. Selain itu gen CO I mutasinya lebih besar di bandingkan dengan
12S dan 16S (Hebert et al. 2003).
D. Teori Asal Kehidupan Oleh Oparin
Radiasi ultraviolet matahari dan pelepasan listrik (lightning-discharge)
menyebabkan gas dalam atmosfer purba bereaksi, sehingga terbentuklah senyawa
organik sederhana. Senyawa ini larut dalam laut purba dan terus bereaksi,
membentuk apa yang dikenal dengan “sup purba”. Sup ini mengandung asam
amino, gula, dan basa asam nukleat serta molekul-molekul lain yang tersintesis
secara acak. Reaksi lanjutan membentuk polimer, yang akan berasosiasi
membentuk globulus. Dari globulus inilah sel primitif akan terbentuk. Teori asal
kehidupan diatas diusulkan oleh ahli biokimia dari Rusia bernama Alexander
Oparin pada tahun 1920an. Charles Darwin sendiri pernah mengusulkan bahwa
kehidupan mungkin berasal dari genangan air hangat yang terdiri dari ammonia
dan unsur kimia penting lainya. Akan tetapi Oparinlah yang menjelaskan langkah
yang diperlukan dan poin terpenting dalam proses tersebut, yaitu bahwa
kehidupan berevolusi sebelum terdapat oksigen di udara. Karena Oksigen bersifat
sangat reaktif, ia akan bereaksi dengan molekul prekusor yang terbentuk di
atmosfer, dan mengoksidasi molekul-molekul tersebut kembali menjadi CO2 dan
H2O.
E. Asal Mula Dari Makromalekul Informational (Pembawa Informasi)
Informasi biologis disalurkan melalui polimerisasi template specific
(cetakan spesifik) dari nukleotida. Gabungan dari polifosfat, purin, dan pirimidin
akan menghasilkan rantai asam nukleat acak jika ribose dan deoksiribosa
diikutkan dalam reaksi. Satu permasalahan yang belum dapat dipecahkan adalah
bahwa kehidupan menggunakan asam nukleat ikatan 3‟,5‟ sedangkan sintesis
purba menghasilkan molekul RNA dengan ikatan yang bervariasi, yang
kebanyakan adalah 2‟,5‟. Sebaliknya deoksiribosa tidak memiliki 2‟-OH
sehingga tidak dapat meberi ikatan 2‟,5‟. Walaupun begitu, RNA dianggap
menyediakan molekul informational pertama, sedangkan DNA akan terbentuk
8
setelahnya, yang dirancang untuk menyimpan informasi dalam bentuk yang lebih
akurat dan stabil.
F. Ribosom dan ‘Dunia RNA’
Melihat kasus ayam, telur lebih dulu protein atau asam nukleat, Karena
molekul RNA acak dapat menyusun dan berduplikasi sendiri dibawah kondisi
purba, maka diduga bahwa asam amino terbentuk terlebih dahulu. Walaupun
kebanyakan enzim modern adalah protein, contoh-contoh RNA yang bertindak
sebagai enzim dan mengkatalis rekasi tanpa protein telah ditemukan. Kondisi ini
menunjukan bahwa asam nukleat primitif bereplikasi sendiri, baru nantinya
ditambahkan protein.
G. Sel Pertama
Membentuk molekul biologis primitif merupakan langkah pertama.
Kemungkinan, protein dan molekul lipid terkumpul disekitar RNA (atau DNA)
primitif, sehingga membentuk gumpalan mikroskopik ber-membran. Pada
akhirnya proto-sel diatas akan belajar menggunakan RNA untuk mengkode
sekuen protein. Lipid akan membentuk membran dibagian luar untuk menjaga
agar komponen lainya tetap ditempat. Awalnya protein dan RNA saling berbagi
fungsi enzimatis. Namun kemudian RNA akan kehilangan sebagian besar fungsi
enzimatisnya ketika digantikan protein yang lebih cocok. Diduga bahwa RNA
merupakan molekul pertama yang digunakan untuk menyimpan informasi, dan
akan digantikan oleh DNA dikemudian hari. Karena DNA lebih stabil
dibandingkan RNA, maka ia dapat menyampaikan informasi dengan lebih akurat.
H. Kebiasaan Molekular (Molecular Clocks) Untuk Melacak Evolusi
Protein yang berevolusi secara cepat, lambat laun akan memiliki sekuen
yang sangat berbeda antar organisme dari asal yang sama, sehingga tidak dapat
dikenali lagi. Sebaliknya, protein yang berevolusi sangat lamban akan
menunjukan perbedaan yang kecil diantara dua orgnasime. Maka dari itu, kita
perlu menggunakan sekuen yang lambat berubahnya, untuk menunjukan
hubungan evolutioner yang jauh serta sekuen yang berevolusi secara cepat pada
organisme yang berkerabat dekat.
Kebanyakan protein manusia memiliki sekuen yang identik dengan
simpanse, yang berkerabat dekat dengan manusia. Walaupun kita menelusuri
9
evolusi cepat pada ebrinopeptida, manusa dan simpanse akan berada pada cabang
yang sama dalam silisilah evolusi. Jadi bagaimana membedakan manusia dengan
simpanse. Mutasi yang tidak mepengaruhi sekeuen protein lebih cepat
menuumpuk selama evolusi, karena mereka tidak memiliki efek merugikan. Jadi
jika kita melihat sekuen DNA (bukan sekuen protein) dari beberapa organisme,
akan terlihat banyak perbedaan lain. Perbedaan ini cenderung ditemukan pada
sekuen non koding dan pada posisi kodon ketiga. Dengan mengubah basa ketiga
pada sebagian besar kodon tidak akan mengubah asam amino yang dikodenya.
Intron adalah sekuen non koding yang akan dikeluarkan dari transkrip
primer sehingga tidak akan muncul pada mRNA. Sekuen introm tidak
merepresentasikan protein akhir yang akan dibentuk. Disamping batas intron dan
situs pengenal daerah splicing, sekuen intron pada suatu DNA bebas bermutasi.
Sekuen non koding lain terdapata diantara gen, dan jika tidak terlibat dalam proses
regulasi, maka mereka bebas untuk bermutasi.
Data awal mengenai sitokrom c, hemoglobin, dll diperoleh melalui
sekuensing langsung protein. Karena DNA sequencing lebih mudah dilakukan dan
lebih akurat, protein sekuen yang ditemukan baru-baru ini dideduksi
menggunakan sekuen DNA. Maka dari itu terdapat banyak sekali informasi DNA
menganai hewan yang berkerabat dekat. Dengan menggunakan data ini, maka
kekerabatan evolutioner antar hewan, seperti manusia dengan simpansee, dapat
diperjelas..
I. RNA Ribosomal – Agen Evolusi yang Lamban
Salah satu kendala besar adalah bagaimana menyusun silsilah evolusi yang
mengandung seluruh organsime, serta menunjukan hubungan antara setiap
kelompok besar organisme. Untuk mencapai tujuan ini, pertama-tama kita
membutuhkan molekul yang dapat ditemukan pada setiap organisme. Kedua,
molekul tersebut harus berevolusi dengan sangat lamban, sehingga tetap dapat
dikenali pada setiap kelompok besar bentuk kehidupan.
Walaupun histon berevolusi dengan sangat lamban, namun ia hanya
dimilki oleh sel eukariot sel bakteri tidak memilikinya, Maka dari itu digunakan
RNA ribosomal. Dalam kejadian sebenarnya, DNA dari gen yang mengkode RNA
suatu sub unit kecil ribosom (16S atau 18S rRNA) disusun (sequenced), dan
10
kemudian sekuen rRNA di deduksi. Semua orgnisme hidup harus membuat
protein dan semuanya memiliki ribosom. Terlebih lagi, karena sintesis protein
begitu penting, komponen ribosomal sangatlah dijaga dan ber-evolusi dengan
lambat. Pengecualian dalam hal ini adalah virus, yang tidak memiliki ribosom.
(Apakah virus dapat disebut „hidup‟ atau tidak banyak dipertanyakan, dan juga
silsilah evolusi (asal) dari virus masih kontoversial.
Penggunaan kekerabatan berdasarkan RNA ribosom memungkinkan
pembuatan silsilah evolusi yang mencakup seluruh kelompok besar makhluk
hidup. Organsime tingkat tinggi terdiri atas 3 kelompok besar: hewan, tanaman,
dan fungi. Analisis RNA mengindikasikan bahwa fungi purba tidak pernah
berfotosintesis, dimana perkembangan mereka bercabang dengan tanaman
sebelum terdapatnya kloroplas. Walaupun biasanya dipelajari dalam bidang
botani, fungi sebenarnya lebih mirip hewan daripada tanaman. Banyak jenis
organisme sel tunggal bercabang dari bagian eukariot pada bagian bawah silsilah,
dan tidak termasuk dalam 3 kingdom tadi.
Kebanyakan sel eukariot mengandung mitokondria, dan sebagai tambahan,
sel tumbuhan memiliki kloroplast. Organel tersebut berasal dari bacteria simbiot
dengan yang mengandung ribosom. Sekuen RNA mitokondria dan kloroplast
menunjukan hubungan organel-organel tersebut dengan bacteria. Hubungan antara
eukariot terbentuk dari penggunaan RNA dari ribosom yang ditemukan pada
sitoplasma sel eukariot. Ribosom tersebut memiliki rRNA yang dikode oleh gen
dalam inti sel.
Pada silsilah berdasarkan rRNA yang mencantumkan prokariot dan
eukariot, dapat dilihat bahwa kehidupan di bumi terdiri atas tiga garis keturunan.
Tiga kelompok kehidupan ini adalah eubacteria (bacteria sejati, yang mengandung
organel), archaea atau archaebacteria (bacteria purba) dan eukariot. Perbedaan
antara dua prokariot dengan tipe gen yang berbeda sama bedanya dengan
perbedaan antara prokariot dan eukariot. Sekuencing dari organell rRNA
mengindikasikan bahwa mitokondria dan kloroplast berasa dari garis keturunan
eubacteria.
Salah satu yang aneh dalam pengelempokan makhluk hidup menggunakan
rRNA adalah bahwa mahluk hidup itu sendiri tidak diperlukan. Sampel DNA
11
yang mengandung gen 16S rRNA sudah cukup. Walaupun mikroorganisme pada
laut maupun tanah dipernah berhasil dikultur dengan sukses, DNA dapat
diekstraksi langsung dari tanah maupun laut. Menggunakan PCR, pengandaan
DNA dari satu sel dapat menghasilkan 16S rRNA yang cukup untuk memperoleh
suatu sekuen. Beberapa kelompok bakteria telah banyak ditemukan menggunakan
metode diatas, walaupun tidak ter-kultur dengan sukses.
J. Evolusi Instan RNA Ribosom
Bayangkan sebuah molekul esensial yang berkembang secara perlahan,
seperti histon atau RNA ribosom. Ada kemungkinan kombinasi tertentu dari dua
mutasi terjadi pada molekul fungsional, namun hal itu sendiri akan menjadi tidak
berpengaruh. Sebagai contoh, sebuah mutasi dari G ke C dapat berakibat fatal
pada rRNA 16S. Namun, dengan mengganti GC menjadi pasangan basa CG hal
tersebut dapat diatasi. Selama evolusi normal, pergantian ini hampir tidak
mungkin terjadi karena mutasi tunggal sekalipun merupakan mutasi yang letal dan
kemungkinan terjadinya mutasi beruntun hanya pada dua jenis basa sangat kecil.
Akibatnya, pasangan CG pada mutasi ini akan menjadi sangat langka di dalam
rRNA 16S pada makhluk hidup yang masih ada. Untuk menganalisis seluruh
hubungan struktur dan fungsi molekul seperti rRNA, beberapa mutasi buatan
harus dipaparkan secara berturut-turut.
Hal ini dapat dilakukan dengan prosedur yang dikenal dengan nama
“evolusi instan” yang dikembangkan di dalam laboratorium Dr. Philip R.
Cunningham di Wayne State University. Pada pendekatan ini, rRNA 16S
dimutasikan dan mutasi yang mencegah sintesis protein diisolasi. Kemudian,
mutasi supresor yang mengembalikan sintesis protein diseleksi. Pilihan lain,
beberapa mutasi acak dapat dipaparkan secara beruntun pada suatu daerah kecil
rRNA yang diduga memiliki peran penting dalam sintesis protein. Pada kedua
cara tersebut, kebanyakan mutasi yang terjadi bersifat letal pada keadaan normal
untuk menghindari matinya bakteri maka dilakukan manipulasi agar mutan dari
rRNA 16S tidak mempengaruhi sintesis protein sel normal.
12
Teknologi berikut dikembangakan untuk mencegah bentukan rRNA yang
termutasi mempengaruhi fungsi normal dari bakteri.
a. Salinan gen rRNA 16S dimasukkan ke dalam plasmid dan dimutasikan. Karena
salinan genom rRNA 16S masih berfungsi, sebagian besar ribosom sel akan masih
tetap normal. Hanya sebagian kecil ribosom yang akan memiliki mutan rRNA
16S.
b. Sekuen anti-Shine-Dalgarno pada plasmid rRNA 16S diubah sehingga tidak
dapat mengenali mRNA sel normal, sehingga mutasi letal pada salinan rRNA 16S
tidak akan mempengaruhi sintesis protein normal.
c. Gen reporter didesain dengan sekuen Shine-Dalgarno yang telah diubah
menjadi cocok dengan plasmid atau mutan rRNA 16S. Sehingga hanya translasi
mRNA dari gen reporter yang merespon mutasi dalam salinan rRNA 16S yang
berasal dari plasmid. Gen reporter yang digunakan ada dua, chlorampenicol acetyl
transferase (CAT), yang membuat bakteri menjadi kebal terhadap chlorampenicol,
dan green fluorescent protein (GFP), yang menyebabkan bakteria menjadi
berwarna hijau saat menampakkan fluorescent. Mutan rRNA 16S secara
fungsional terisolasi dari bagian sel yang lain dan dapat dianalisis dengan
memonitor ekspresi dua protein CAT dan GFP. Mutasi letal pada rRNA 16S
hanya mencegah CAT dan GFP tanpa mempengaruhi sintesis protein normal dari
bakteri.
13