The Evolution of Gajahmungkur Paleovolcano, Wonogiri, Central ...
BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)
13101032 6
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Long Term Evolution (LTE)
Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang
diberikan pada sebuah projek dari Third Generation
Partnership Project (3GPP) untuk memperbaiki standar mobile
phone generasi ke-3 (3G) yaitu UMTS WCDMA. LTE ini
merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya, yaitu
UMTS (3G) dan HSPA (3.5G) yang mana LTE disebut sebagai
generasi ke-4 (4G). Pada UMTS kecepatan transfer data
maksimum adalah 2 Mbps, pada HSPA kecepatan transfer data
mencapai 14 Mbps pada sisi downlink dan 5.6 Mbps pada sisi
uplink, pada LTE ini kemampuan dalam memberikan
kecepatan dalam hal transfer data dapat mencapai 100 Mbps
pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink. Selain itu,
LTE ini mampu mendukung semua aplikasi yang ada baik
voice, data, video, maupun IP TV.[1]
Kemampuan dan keunggulan dari Long Term
Evolution (LTE) terhadap teknologi sebelumnya selain dari
kecepatannya dalam transfer data tetapi juga karena Long Term
Evolution (LTE) dapat memberikan coverage dan kapasitas dari
layanan yang lebih besar, mengurangi biaya dalam operasional,
mendukung penggunaan multiple antena, fleksibel dalam
penggunaan bandwidth dan juga dapat terhubung atau
terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada.[1]
Organisasi 3GPP merumuskan kriteria teknologi LTE
sebagai berikut :[2]
1. Pesat data puncak downlink mencapai 100 Mbps saat
pengguna bergerak cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan
atau diam. Sementara itu, untuk uplink pesat data puncak
adalah 50 Mbps.
2. Delay sistem berkurang hingga 10 ms.
3. Efisiensi spektrum meningkat dua hingga empat kali lipat
dari teknologi 3.5 G High Speed Packet Access (HSPA)
Release-6.
13101032 7
4. Migrasi sistem yang hemat daya dari HSPA Release-6 ke
LTE.
5. Meningkatkan layanan broadcast.
6. Menggunakan penyambungan Packet Switch (PS)
sehingga memungkinkan sistem mengadopsi IP secara
menyeluruh.
7. Bandwidth yang fleksibel, mulai dari 1,4 Mhz, 3 Mhz, 5
Mhz, 10 Mhz, 15 Mhz, hingga 20 Mhz.
8. Dapat bekerja di berbagai spektrum frekuensi baik
berpasangan (paired) maupun tidak berpasangan
(unpaired).
9. Dapat bekerja sama (inter-working) dengan sistem 3GPP
maupun sistem non-3GPP yang sudah ada.
LTE diperkenalkan dalam satu rangkaian dengan
System Architecture Evolution (SAE) sebagai inti jaringan
generasi keempat menurut standar 3GPP. LTE dikenal juga
sebagai Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network
(E-UTRAN) sementara SAE juga memiliki nama lain Evolved
Packet Core (EPC). Perbedaan EPC dengan sentral
penyambungan generasi sebelumnya adalah bahwa EPC murni
bekerja berdasarkan prinsip Packet Switch (PS), tidak ada lagi
penyambungan Circuit Switch (CS).[2]
2.1.1 Arsitektur LTE
Arsitektur LTE terdiri atas dua bagian utama yakni
LTE itu sendiri dikenal juga sebagai E-UTRAN dan SAE
yang merupakan jantung dari sistem LTE yang dikenal juga
sebagai EPC.[2]
Gambar 2.1 Arsitektur LTE[1]
13101032 8
Berikut ini adalah penjelasan masing – masing bagian dari
arsitektur LTE di atas :[2]
1. Bagian Akses Radio (LTE) :
a. User Equipment (UE), adalah perangkat komunikasi
pengguna. Perangkat ini dapat berguna telepon
genggam, tablet, komputer, maupun segala
perangkat cerdas yang dapat terhubung dengan
internet.
b. Evolved NodeB (eNodeB), adalah antar muka
jaringan LTE dengan pengguna. Pada jaringan GSM
dikenal sebagai BTS dan pada jaringan UMTS
dikenal sebagai NodeB. Perbedaan eNodeB dengan
BTS maupun NodeB adalah kemampuannya untuk
melakukan fungsi kontrol sambungan dan handover.
Dengan demikian tidak ada lagi pengatur tambahan
seperti BSC atau RNC pada sistem LTE.
2. Bagian Sentral (SAE) :
a. Serving Gateway (S-GW), bertugas mengatur jalan
dan meneruskan data yang berupa paket dari setiap
UE. S-GW bersama dengan SGSN juga berfungsi
sebagai penghubung antara LTE dengan teknologi
3GPP lainnya seperti GSM/EDGE Radio Access
Network (GERAN) dan UMTS Terrestrial Radio
Access Network (UTRAN).
b. Packet Data Network Gateway (P-GW), bertugas
mengatur hubungan jaringan data antara UE dengan
jaringan Packet data lain di luar 3GPP seperti
WLAN, Wimax, CDMA 2000 1x, dan EVDO.
c. Mobility Management Entity (MME), merupakan
pengatur utama setiap bagian dari LTE atau SAE.
Pada saat UE tidak aktif, MME bertugas untuk
senantiasa melacak keberadaan pelanggan dengan
melakukan tracking dan paging. Saat UE aktif,
MME bertugas untuk memilihkan S-GW yang tepat
selama berlangsungnya komunikasi.
13101032 9
d. Policy and Charging Rules Function (PCRF),
berfungsi menentukan Quality of Service (QoS) dan
charging untuk masing – masing UE.
e. Home Subscriber Server (HSS), berupa sistem
database yang bertugas untuk membantu MME
dalam melakukan manajemen pelanggan dan
pengamanan. Penerimaan atau penolakan UE pada
saat autentifikasi bergantung pada database HSS.
2.1.2 Teknologi Akses Jamak 4G
2.1.2.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Access
(OFDMA)
Orthogonal Frequency Division Multiple Access
(OFDMA) adalah teknik multiple access yang
merupakan kombinasi antara OFDM dan CDMA.
OFDMA digunakan untuk membagi sumber yang
ada pada OFDM agar dapat digunakan oleh banyak
user, yaitu menggunakan OFDM untuk modulasi
tiap stasiun dan menggunakan CDMA untuk
multiple access. Struktur simbol OFDMA terdiri
dari tiga jenis subcarrier seperti yang terlihat pada
gambar 2.2 berikut ini
Gambar 2.2 Struktur Simbol OFDMA[1]
Struktur subcarrier OFDMA :[1]
1. Data subcarrier
Untuk tansmisi data dan mengurangi interferensi.
Subcarrier ini dapat membawa simbol BPSK,
QPSK, 16 QAM, 64 QAM.
2. Pilot subcarrier
13101032 10
Untuk estimasi dan sinkronisasi serta mengurangi
interferensi.
3. Null subcarrier
Digunakan untuk guard band dan DC subcarrier.
Keuntungan dari sistem OFDMA adalah dapat
menghilangkan ISI dengan penggunaan guard time
yang lebih panjang dari nilai delay spread dan dapat
mengurangi ICI dengan penambahan cyclic prefix
pada tiap simbol OFDM, efisien terhadap
penggunaan spektral karena antar frekuensi
subcarrier saling orthogonal, lebih tahan terhadap
frequency selective fading dibandingkan sistem
single carrier, mampu memberikan data rate yang
tinggi sehingga mendukung aplikasi multimedia dan
dapat diintegrasikan dengan sistem pendukung lain
seperti MIMO, smart antenna, space-time coding
dan adaptive modulation.
Disamping kelebihan – kelebihan tersebut, terdapat
kelemahan utama yang harus diperhatikan dalam
penerapan sistem yaitu kebutuhan sinkronisasi yang
tepat karena sangat sensitif terhadap kesalahan
sinkronisasi waktu dan frekuensi, terutama jika
terjadi frekuensi offset akibat doppler spread serta
adanya Peak to Average Power Ratio (PAPR),
besarnya berbanding lurus dengan jumlah
subcarrier yang digunakan yang akan menyulistkan
implemetasi pada Digital to Analog Converter
(DAC) atau Analog to Digital Converter (ADC) dan
desain RF amplifier.[1]
2.1.2.2 Single Carrier Frequency Division Multiple Access
(SC-FDMA)
Single Carrier Frequency Division Multiple Access
(SC-FDMA) merupakan teknik multiple access
single carrier. Sistem SC-FDMA dianggap sebagai
sistem OFDMA yang ditambahkan operasi DFT,
dimana simbol data dalam domain waktu
13101032 11
ditransformasikan ke domain frekuensi dengan
menggunakan operasi DFT.[1] Teknologi SC-
FDMA digunakan pada sisi uplink yaitu dari arah
UE ke eNodeB karena mempunyai nilai Peak
Average Power Ratio (PAPR) yang kecil. Nilai
PAPR yang rendah dapat meningkatkan cakupan
dan kinerja dari cell-edge. PAPR merupakan
pengukuran dari gelombang yang dihitung dari
puncak bentuk gelombang dibagi dengan nilai RMS
dari bentuk gelombang. Perbedaan antara OFDMA
dan SC-FDMA dapat terlihat pada gambar 2.13
berikut ini
Gambar 2.3 Perbedaann OFDMA dan SC-FDMA[1]
Pada prinsipnya SC-FDMA memiliki kesamaan
dengan OFDMA. Jika pada OFDMA simbol
ditransmisikan dengan durasi yang lama dan berpita
sempit, maka pada SC-FDMA simbol ditansmisikan
pada durasi cepat (bit rate tinggi) namun dengan
pita yang lebar.[2]
2.1.3 Struktur Frame LTE
Pada komunikasi paket data dikenal dengan adanya
frame untuk mengelompokkan dan memetakan aliran data
pada kanal fisik. Frame pada LTE memiliki durasi
sepanjang 10 msec. Frame tersebut dipecah menjadi 10 sub-
frame yang memiliki panjang durasi tiap subframe 1 msec.
Setiap sub-frame terdiri atas dua slot yang disebut juga
13101032 12
sebagai Resource Block. Jumlah resource block yang
tersedia bergantung pada jumlah bandwidth.[2] Setiap slot
atau resource block yang panjangnya 0.5 msec, terdiri atas 7
simbol yang terbagi menjadi dalam 12 subcarrier yang
memiliki lebar 180 kHz. Sementara itu satu simbol
merupakan satu subcarrier OFDM yang memiliki panjang
0.0714 ms dan lebar 15 KHz.[2]
Gambar 2.4 Struktur Frame LTE[1]
Tabel 2.1 Jumlah Resource Block LTE Untuk Setiap Bandwidth[2]
Bandwidth
Tersedia (MHz) 1,4 3 5 10 15 20
Jumlah
Resource Block
(Nrb)
6 15 25 50 75 100
Jumlah
Sub-Carrier 72 180 300 600 900 1200
Teknologi yang dibawa oleh 3GPP seperti LTE
berangkat dari sistem telepon. Sistem telepon
mengutamakan interaksi real time antara uplink dan
downlink pada saat yang bersamaan. Kemampuan ini disebut
duplexing. Ada 2 metode duplexing yaitu Frequency
Division Duplex (FDD) dan Time Division Duplexing
(TDD). Sistem FDD merupakan sistem yang full duplex
sementara sistem TDD sebenarnya adalah sistem yang half-
duplex dimana ada jeda antara giliran uplink dan downlink.
Sistem TDD lebih populer digunakan pada teknologi yang
dibawa oleh IEEE seperti WiMax. LTE dapat
mengakomodasikan kedua bentuk duplexing baik FDD
13101032 13
maupun TDD.[2] Pada FDD kesepuluh sub-frame mengalir
bersamaan di sisi uplink maupun downlink melalui kanal
frekuensi yang terpisah. Hal ini menuntut terjadinya
frekuensi yang berpasangan (paired) sementara TDD bisa
diterapkan pada frekuensi yang tidak berpasangan
(unpaired). Pada TDD sub-frame mendapatkan giliran
mengalir sesuai dengan perbandingan UL : DL yang telah
ditetapkan sebelumnya. FDD dan TDD menggunakan lebar
bandwidth yang sama yaitu dari 1,4 MHz sampai 20 MHz.
Dengan menggunakan frekuensi yang sama untuk uplink dan
downlink maka throughput maksimum yang didapat oleh
TDD dengan konfigurasi sama akan menjadi lebih rendah
dibanding FDD.
a. Struktur Frame FDD[1]
Struktur frame FDD dibagi menjadi 20 slot dimana
setiap slot memiliki durasi waktu 0,5 ms. Transmission
Time Interval (TTI) terdiri dari 2 slot atau sering
disebut dengan satu subframe. Frame FDD pada LTE
mempunyai panjang durasi 10 msec. Panjang frame 10
msec dibagi kedalam 10 subframe dengan panjang
durasi tiap subframe sebesar 1 msec. Setiap 1 frame
dibagi lagi menjadi 2 slot, yang panjang durasi tiap
slot-nya 0,5 msec. Tiap slot terdiri dari 6 sampai 7
simbol OFDM. Pada struktur LTE FDD, kanal uplibk
dan downlink dibedakan berdasarkan frekuensi yang
digunakan. Sehingga pada proses komunikasi dapat
berlangsung secara full duplex.
Gambar 2.5 Struktur Frame LTE FDD[1]
13101032 14
b. Struktur Frame TDD[1]
Pada struktur frame TDD mempunyai panjang durasi
frame 10 ms, terdiri dari dua half-frame dengan
panjang durasi masing – masing 5 ms. Setiap half-
frame terdiri dari 5 subframe dengang panjang durasi 1
ms. Struktur frame TDD terdiri dari 7 konfigurasi yaitu
konfigurasi 0 sampai dengan konfigurasi 6. Pada
konfigurasi 0, 1, 2 dan 7 struktur frame berulang setiap
5 ms. Pada konfigirasi 3, 4 dan 5 struktur frame
berulang setiap 10 ms.
Gambar 2.6 Struktur Frame LTE TDD[1]
2.1.4 Skema Modulasi Pada LTE[1]
Berdasarkan standar 3GPP, LTE mendukung skema
modulasi QPSK, 16QAM dan 64QAM.
2.1.4.1 QPSK
Modulasi QPSK merupakan skema modulasi low
order karena hanya terdiri dari 4 simbol dan
setiap simbol terdiri dari 2 bit. Kelebihan dari
modulasi QPSK yaitu lebih tahan terhadap noise
sedangkan kekurangan modulasi ini yaitu laju bit
yang rendah.
13101032 15
Gambar 2.7 Diagram Konstelasi Modulasi QPSK[1]
2.1.4.2 16QAM
Modulasi 16QAM merupakan skema modulasi
yang terdiri dari 16 simbol dan setiap simbolnya
terdiri dari 4 bit.
Gambar 2.8 Diagram Konstelasi Modulasi 16QAM[1]
2.1.4.3 64QAM
Modulasi 64QAM merupakan skema modulasi
high order yang terdiri dari 64 simbol dan setiap
simbolnya terdiri dari 6 bit. Kelebihan dari
modulasi 64QAM yaitu dapat memberikan laju
data yang tinggi sedangkan kekurangan modulasi
ini adalah rentan terhadap kesalahan.
13101032 16
Gambar 2.9 Diagram Konstelasi Modulasi 64QAM[1]
2.1.5 Code Rate[1]
Nilai code rate pada jaringan LTE yang paling besar yaitu 1
sedangkan nilai yang paling kecil yaitu 1
3. Pemilihan nilai
code rate tergantung pada kondisi kanal. Jika kondisi kanal
buruk maka digunakan code rate yang kecil sedangkan jika
kondisi kanal baik maka digunakan code rate yang besar.
Tabel 2.2 Modulasi, Code Rate, SNR pada LTE[9]
MCS
index
Downlink Uplink
Modulation Coding
Rate SNR,dB Modulation
Coding
Rate SNR,dB
0 QPSK 0.1172 -6.475 QPSK 0.1000 -7.231
1 QPSK 0.1533 -5.182 QPSK 0.1250 -6.164
2 QPSK 0.1885 -4.131 QPSK 0.1550 -5.113
3 QPSK 0.2452 -2.774 QPSK 0.2050 -3.701
4 QPSK 0.3008 -1.649 QPSK 0.2500 -2.658
5 QPSK 0.3701 -0.469 QPSK 0.3100 -1.480
6 QPSK 0.4385 0.561 QPSK 0.3650 -0.544
7 QPSK 0.5137 1.564 QPSK 0.4300 0.440
8 QPSK 0.5879 2.479 QPSK 0.4900 1.263
9 QPSK 0.6631 3.335 QPSK 0.5550 2.085
10 16QAM 0.3320 3.335 QPSK 0.6150 2.794
11 16QAM 0.3691 4.140 16QAM 0.3075 2.794
12 16QAM 0.4238 5.243 16QAM 0.3525 3.789
13 16QAM 0.4785 6.285 16QAM 0.4000 4.771
14 16QAM 0.5400 7.403 16QAM 0.4500 5.748
15 16QAM 0.6016 8.478 16QAM 0.5025 6.727
16 16QAM 0.6426 9.168 16QAM 0.5350 7.313
17 64QAM 0.4277 9.168 16QAM 0.5700 7.931
18 64QAM 0.4551 9.846 16QAM 0.6300 8.963
19 64QAM 0.5049 11.060 16QAM 0.6925 10.010
20 64QAM 0.5537 12.250 16QAM 0.7525 10.994
21 64QAM 0.6016 13.398 64QAM 0.5017 10.994
22 64QAM 0.6504 14.534 64QAM 0.5417 11.961
23 64QAM 0.7021 15.738 64QAM 0.5850 12.995
24 64QAM 0.7539 16.934 64QAM 0.6283 14.017
25 64QAM 0.8027 18.067 64QAM 0.6700 14.991
26 64QAM 0.8525 19.196 64QAM 0.7100 15.920
13101032 17
27 64QAM 0.8887 20.032 64QAM 0.7417 16.652
28 64QAM 0.9256 20.866 64QAM 0.7717 17.343
2.1.6 Sistem Antena
LTE telah menggunakan sistem multiple antena untuk
mendukung kecepatan dalam pengiriman data. Sistem yang
digunakan adalah Multiple Input Multiple Output (MIMO).
Dengan teknologi MIMO sebuah receiver dan transmitter
menggunakan lebih dari 1 antena. Tujuannya adalah untuk
menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama
sehingga tidak saling menggagalkan. Kelemahan dari sistem
MIMO ini adalah sedikit adanya delay pada antena ketika
mengirimkan sinyal meskipun pengiriman sinyalnya sendiri
lebih cepat.[1]
Beberapa tipe dari sistem antena MIMO antara lain
sistem MIMO dengan dua antena transmit dan dua antena
receive atau MIMO 2x2, sistem MIMO dengan dua antena
transmit dan empat antena receive atau MIMO 2x4, serta
sistem MIMO dengan empat antena transmit dan empat
antena receive atau MIMO 4x4.[1] Sistem MIMO sendiri
dibedakan menjadi dua, yaitu spatial diversity dan spatial
multiplexing. Spatial diversity bertujuan untuk
meningkatkan SNR dengan cara mengurangi fading dan
meningkatkan kualitas link antara pengirim dan penerima.
Sedangkan spatial multiplexing bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas dengan cara mengirimkan beberapa
aliran data secara paralel pada waktu yang bersamaan.
Gambar 2.10 MIMO Spatial Multiplexing dan Transmit Diversity
13101032 18
2.2 Alokasi Frekuensi 4G Menurut 3GPP[2]
Alokasi frekuensi untuk jaringan 4G LTE menurut
standar 3GPP ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.3 Alokasi Frekuensi Jaringan 4G LTE[2]
2.3 Teknik Manajemen Interferensi[1]
LTE yang memakai OFDMA sebagai teknik akses
jamaknya mempunyai kelebihan dalam mengatasi interferensi
antarsimbol (ISI) dan interferensi dalam satu sel karena
subcarrier yang dipakai setiap user yang berada pada sel yang
sama saling orthogonal. Akan tetapi, jika implementasi
OFDMA dikombinasikan dengan frekuensi reuse 1 maka akan
menimbulkan interferensi antar sel yang tinggi. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu teknik guna mengatasi serta untuk
mengurangi efek interferensi dari sel tetangga serta dapat
meningkatkan performansi user yang berada di perbatasan sel
(tepian sel).[1]
Teknik manajemen interferensi dibedakan menjadi 3
macam skema, yaitu :[1]
13101032 19
1. Interference Averanging atau Randomization
Skema interferensi Averanging atau Randomization adalah
menjaga nilai rata – rata interferensi secara konstan pada
domain frekuensi dan domain waktu. Dengan cara ini
konsentrasi interferensi yang mengganggu user pada
interval waktu tertentu dapat diminimalisasi. Beberapa
contoh teknik interferensi averanging atau randomization
adalah interleaving, frekuensi hopping dan scrambling.
2. Interference Cancellation
Skema interferensi Cancellation adalah menghilangkan
atau mengurangi interferensi. Beberapa contoh teknik
interferensi cancellation adalah penggunaan beberapa
antena (antena diversity) dan antena MIMO.
3. Interference Coordination
Skema interferensi coordination adalah teknik
mengurangi interferensi berdasarkan pengaturan sumber
radio (daya pancar dan frekuensi) baik pada arah downlink
(eNodeB ke UE) dan arah uplink (UE ke eNodeB) pada
seluruh jaringan sehingga gangguan yang di alami oleh
pengguna dapat berkurang dan akibatnya SINR yang
dialami pengguna meningkat (khususnya pengguna yang
berada di perbatasan sel). Contoh dari skema interferensi
koordinasi yaitu frekuensi reuse.
2.4 Frekuensi Reuse[1]
Frekuensi reuse adalah skema pengulangan frekuensi
yang sama pada sel lain pada sistem komunikasi seluler. Latar
belakang dari penggunaan frekuensi reuse adalah penghematan
pemakaian sumber frekuensi untuk memperluas cakupan
implementasi jaringan. Penerapan dari skema frekuensi reuse
akan menentukan performansi jaringan baik dari kualitas
sinyal, cakupan dan kapasitas sel.[1]
Frekuensi reuse factor adalah faktor pengulangan
frekuensi yang sama pada sel lain. Semakin besar reuse faktor
maka performansi jaringan akan semakin bagus (interferensi
yang kecil) tetapi kapasitas sel yang dapat dilayani dalam satu
eNodeB sangat kecil.[3]
13101032 20
a. Frekuensi Reuse 1
Frekuensi Reuse 1 adalah setiap sel (sector)
menggunakan frekuensi yang sama dari band frekuensi
yang disediakan.[1]
Gambar 2.11 Frequency Reuse 1[1]
Kelebihan dari frekuensi reuse 1, antara lain
1. Efisiensi spektrum frekuensi yang tinggi
2. Frekuensi reuse planning tidak rumit
3. Kapasitas sel besar dan tinggi datarate
Kekurangan dari frekuensi reuse 1, antara lain
1. Interferensi di cell edge besar
2. Performansi jaringan di cell edge buruk
3. Tepi sel datarate yang rendah
4. Sedikit SINR di tepi sel
b. Fractional Frequency Reuse
Fractional Frequency Reuse adalah skema
frekuensi reuse dimana area cakupan dibagi menjadi dua
area yaitu cell centre dan cell edge.[7] Cell centre adalah
area cakupan sel dengan jari – jari sel Ro, menggunakan
frekuensi reuse 1 dan menggunakan daya pancar Po. Cell
edge adalah area cakupan sel dengan jari – jari sel R,
menggunakan skema frekuensi reuse lebih besar dari satu
dan menggunakan daya pancar P, dimana P lebih besar
dari Po.
13101032 21
Gambar 2.12 Fractional Frequency Reuse[3]
Kelebihan dari Fractional Frequency Reuse, antara lain
1. Intercell interference rendah
2. SINR yang tinggi di tepi sel
3. Performansi yang bagus pada user di pinggir sel
Kekurangan dari Fractional Frequency Reuse, antara lain
1. Ada sebagian bandwidth yang tidak terpakai pada
setiap sektor
2. Maksimum kapasitas per sektornya kecil
3. Memerlukan algoritman yang komplek untuk
penjadwalan
c. Soft Frequency Reuse
Soft Frequency Reuse adalah skema frekuensi
reuse dimana area cakupan dibagi menjadi dua area yaitu
cell centre dan cell edge. Dalam skema soft frequency
reuse sangat dibutuhkan frequency planning dan power
planning untuk mendapatkan performansi yang bagus.[6]
Gambar 2.13 Soft Frequency Reuse[3]
13101032 22
Kelebihan dari Soft Frequency Reuse, antara lain
1. Intercell interference rendah
2. Performansi yang bagus pada user di pinggir sel
3. Setiap sektor dapat memakai semua bandwidth yang
tersedia
4. Kapasitas per sel besar
5. Meningkatkan kapasitas di sel tengah
6. Meningkatkan SINR di tepi sel
Kekurangan dari Soft Frequency Reuse, antara lain
1. Perencanaan frekuensi yang komplek
2. Membutuhkan frequency schedulling untuk
mengurangi interferensi antar sel
2.5 Model Propagasi
2.5.1 Model Propagasi Okumura Hatta[2]
Model propagasi Okumura Hatta adalah pemodelan
yang digunakan untuk di luar ruangan atau outdoor.
Model propagasi Okumura Hatta diaplikasikan untuk
perencanaan LTE pada frekuensi 700 MHz. Persamaan
yang digunakan sebagai berikut :
Lp = 69,55 + 26,16 (logfc) – 13,82 log hT – a (hR) +
[44,9 – 6,55 log hT)] logd (2.1)
Dimana :
- f = frekuensi dari 150 MHz sampai 1500 MHz
- hT = tinggi efektif antena pemancar (base station)
dari 30 m sampai 200 m
- hR = tinggi efektif antena penerima (mobile
station) dari 1 m sampai 10 m
- d = jarak antara pemancar dan penerima
- a(hR) = faktor koreksi untuk tinggi efektif antena
mobile station
Untuk daerah perkotaan dengan luas yang kecil dan
menengah dapat menggunakan faktor koreksi dengan
persamaan berikut :
a (hR) = 0,8 + (1,1 log fc – 0,7) hR – (1,56 logfc) (2.2)
13101032 23
Sedangkan untuk daerah perkotaan dengan luas daerah
yang luas dapat menggunakan faktor koreksi dengan
persamaan berikut :
a (hR) = 8,29 (log(1,54hR)2 – 1,1 dB untuk fc ≤ 300 MHz (2.3)
a (hR) = 3,2 (log11,75hR)2 – 4,97 dB untuk fc ≥ 300 MHz (2.4)
2.5.2 Model Propagasi Cost 231[2]
Model propagasi Cost 231 adalah pengembangan dari
perumusan rugi – rugi lintasan Hatta yang memiliki
frekuensi kerja hingga 2 GHz.[2] Persamaan yang
digunakan sebagai berikut :
Lurban = 46,3 + 33,9 (logfc) + 13,82 loghT – a(hR) + (44,9 – 6,55
log hT) logd + CM (2.5)
Dimana :
CM = 0 dB untuk ukuran medium kota dan daerah suburban
CM = 3 dB untuk daerah pusat kota pusat kota (metropolitan)
Untuk pemodelan propagasi Cost 231 dibatasi oleh beberapa
parameter, yaitu :
- f = 1500 MHz sampai 2000 Mhz
- hT = 30 m sampai 200 m
- hR = 1 m sampai 10 m
- d = 1 km sampai 20 km
2.6 Perencanaan Jaringan LTE
Perencanaan jaringan merupakan suatu teknik yang
bertujuan untuk membangun jaringan yang efektif dan efisien.
Dalam perencanaan jaringan LTE ini banyak hal yang harus
diperhatikan, diantaranya yaitu standar yang telah ditetapkan
dan permintaan untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang
termasuk kapasitas dan cakupannya.[5]
Bagian utama pada perencanaan jaringan LTE terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu perencanaan sel dan
perencanaan jaringan LTE.[5] Untuk perencanaan jaringan
LTE meliputi beberapa sudut pandang, contohnya dari sudut
pandang coverage dan capacity. Coverage planning merupakan
langkah untuk merencanakan jaringan dari spesifikasi alat dan
parameter input jaringan secara teknik yang dapat berupa daya
pancar, data terima, path loss, sensitivitas receiver dll yang
13101032 24
harus dipertimbangkan dalam sebuah perencanaan sedangkan
planning capacity mempunyai parameter input trafik yang
diperlukan oleh user.[5]
2.6.1 Capacity Planning
Perencanaan berdasarkan kapasitas mempunyai
beberapa aspek diantaranya adalah estimasi jumlah pelanggan,
pehitungan kebutuhan trafik pelanggan dan perhitungan
kapasitas sel. Pengestimasian jumlah pelanggan menggunakan
data jumlah pelanggan dari operator telekomunikasi untuk
perhitungan pelanggan beberapa tahun ke depan. Perhitungan
jumlah pelanggan dapat dihitung menggunakan persaman
sebagai berikut :
Un = Uo (1 + fp)n (2.6)
Dimana :
- Un = Jumlah pelanggan tahun ke-n
- Uo = Jumlah pelanggan pada tahun perencanaan
- fp = Faktor pertumbuhan pelanggan
- n = Jumlah tahun prediksi
Perencanaan jaringan berdasarkan kapasitas terdiri dari
beberapa perhitungan, antara lain perhitungan throughput per
layanan, single user throughput, network throughput, cell
throughput dan perhitungan jumlah sel.[3] Dalam melakukan
perhitungan throughput per layanan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Throughput = Bearer rate * Session Time * Session Duty ratio *
1
(1−𝐵𝐿𝐸𝑅) (2.7)
Dimana :
- Session duty ratio = Data transmission ratio per
session
- Session Time = Durasi per layanan
- Bearer rate = Application layer bit rate
- BLER = Tolerated Block Error Rate
Perhitungan selanjutnya yaitu single user throughput. Single
user throughput merupakan banyaknya throughput yang
dibutuhkan pada masing – masing layanan.[3] Persamaan yang
digunakan untuk menghitung single user throughput yaitu :
13101032 25
Single User Throughput :
[∑(𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡
𝑆𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛)∗BHSA∗Penetration Ratio∗(1+PAR)]
3600 (2.8)
Dimana :
- BHSA = Busy Hour Service Attempt
- Penetration rate = Pelayanan yang baik untuk customer
- PAR = Pear to Average Ratio
Setelah didapatkan single user throughput selanjutnya yaitu
perhitungan network throughput. Network throughput
merupakan kebutuhan throughput yang didapatkan pada suatu
daerah layanan.[3] Persamaan yang digunakan untuk
menghitung network throughput yaitu :
Network Throughput = Total Target User x Single User
Throughput (2.9)
Cell throughput merupakan kemampuan suatu sel untuk
membangkitkan banyaknya throughput. Dengan kata lain, cell
throughput dapat diartikan sebagai kapasitas maksimum dari
suatu sel yang dibangkitkan.[3] Persamaan yang digunakan
untuk menghitung cell throughput yaitu :
Cell throughput uplink = DL Cell Capacity + CRC = (168-36-12) x
Code Bits x Code Rate x Nrb x C x 1000 (2.10)
Cell Throughput downlink = UL Cell Capacity + CRC = (168-24) x
Code Bits x Code Rate x Nrb x C x 1000 (2.11)
Dimana :
- CRC = 24
- Code bits = Efisiensi modulasi
- Code Rate = Channel Coding Rate
- Nrb = Jumlah RB
- C = Model antena MIMO
Perhitungan jumlah cell dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
Jumlah Cell = 𝑁𝑒𝑡𝑤𝑜𝑟𝑘 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡
𝐶𝑒𝑙𝑙 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 (2.12)
2.6.2 Coverage Planning
Coverage planning dilakukan untuk memperhitungkan
nilai propagation loss dan perhitungan power link budget.
Perhitungan link budget pada komunikasi nirkabel merupakan
13101032 26
perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan
bahwa level daya di penerima lebih besar atau sama dengan
ambang level daya. Tujuannya adalah untuk menjaga
keseimbangan antara gain dan rugi – rugi (loss) guna mencapai
kualitas sinyal Signal to Interference Noise Ratio (SINR) yang
diinginkan.
Untuk menentukan jumlah eNodeB perhitungan
pertama yang dilakukan yaitu menghitung luas cakupan cell
dengan persamaan 2.11.
Lcell = 2,6 x d2 (2.13)
Dimana :
Lcell = luas cakupan cell
d = radius cell
sehingga didapatkan jumlah eNodeB dengan persamaan 2.13.
Jumlah eNodeB = Larea
L𝑐𝑒𝑙𝑙 (2.14)
Dimana :
Larea = luas area perencanaan
Lcell = luas cakupan cell
2.6.3 Link Budget
Perhitungan radio link budget digunakan untuk
mengetahui Maximum Allowable Path Loss (MAPL) antara
eNodeB dengan User Equipment (UE) dan untuk mengetahui
radius sel digunakan pemodelan propagasi. Hasil Maximum
Allowable Path Loss (MAPL) sebuah perangkat akan didapat
jari – jari sel di cell edge dan cell centre. Perbedaan power pada
cell edge dan cell centre mempengaruhi nilai MAPL di sisi
downlink.
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan
besaran yang menyatakan suatu kekuatan daya pancar antena.
Untuk perhitungan EIRP menggunakan persaman sebagai
berikut :
EIRP = Ptx + Gtx – Loss system (2.15)
Dimana :
- Ptx = daya yang dikirimkan oleh transmitter
(dBm)
- Gtx = Gain dari sisi transmitter (dB)
13101032 27
- Loss system = loss yang dimiliki sistem (dB)
Kemudian perhitungan Received Signal Level (RSL)
dengan persamaan 2.16. RSL merupakan level suatu sinyal
yang dapat diterima oleh penerima. Nilai yang dihasilkan oleh
received signal level harus lebih besar dibandingkan dari
sensitivitas perangkat di penerima. Sensitivitas sendiri terjadi
karena adanya kepekaan suatu perangkat tertentu pada
penerima.[4]
RSL = EIRP – Lpropagasi - GRx - LRX (2.16)
Dimana :
- EIRP = Effective Isotropic Radiated Power
(dBm)
- Lpropagasi = loss propagasi (dB)
- GRX = penguatan pada antena penerima (dB)
- LRX = loss saluran penerima (dB)
Selanjutnya perhitungan Sensitivity Receiver (SR). SR
merupakan rata – rata nilai minimum dari kuat sinyal yang
akan diterima oleh receiver.[4]
SR = kTB + NF + SNR + IM (2.17)
Dimana :
- k = konstanta Boltzman (1,38 x 10-23 J/K)
- T = temperatur (oK)
- B = Bandwidth (Hz)
- NF = Noise Figure (dB)
- SNR = Signal to Noise Ratio
- IM = Implementation Margin
Besarnya sistem bandwidth yang digunakan dihitung
menggunakan persamaan berikut
System Bandwidth = BW x Nrb x 12 (2.18)
Keterangan :
Nrb = jumlah resource block
12 = jumlah subcarrier per resource block