BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

22
13101032 6 BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE) Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan pada sebuah projek dari Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk memperbaiki standar mobile phone generasi ke-3 (3G) yaitu UMTS WCDMA. LTE ini merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya, yaitu UMTS (3G) dan HSPA (3.5G) yang mana LTE disebut sebagai generasi ke-4 (4G). Pada UMTS kecepatan transfer data maksimum adalah 2 Mbps, pada HSPA kecepatan transfer data mencapai 14 Mbps pada sisi downlink dan 5.6 Mbps pada sisi uplink, pada LTE ini kemampuan dalam memberikan kecepatan dalam hal transfer data dapat mencapai 100 Mbps pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink. Selain itu, LTE ini mampu mendukung semua aplikasi yang ada baik voice, data, video, maupun IP TV.[1] Kemampuan dan keunggulan dari Long Term Evolution (LTE) terhadap teknologi sebelumnya selain dari kecepatannya dalam transfer data tetapi juga karena Long Term Evolution (LTE) dapat memberikan coverage dan kapasitas dari layanan yang lebih besar, mengurangi biaya dalam operasional, mendukung penggunaan multiple antena, fleksibel dalam penggunaan bandwidth dan juga dapat terhubung atau terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada.[1] Organisasi 3GPP merumuskan kriteria teknologi LTE sebagai berikut :[2] 1. Pesat data puncak downlink mencapai 100 Mbps saat pengguna bergerak cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan atau diam. Sementara itu, untuk uplink pesat data puncak adalah 50 Mbps. 2. Delay sistem berkurang hingga 10 ms. 3. Efisiensi spektrum meningkat dua hingga empat kali lipat dari teknologi 3.5 G High Speed Packet Access (HSPA) Release-6.

Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

Page 1: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 6

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Long Term Evolution (LTE)

Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang

diberikan pada sebuah projek dari Third Generation

Partnership Project (3GPP) untuk memperbaiki standar mobile

phone generasi ke-3 (3G) yaitu UMTS WCDMA. LTE ini

merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya, yaitu

UMTS (3G) dan HSPA (3.5G) yang mana LTE disebut sebagai

generasi ke-4 (4G). Pada UMTS kecepatan transfer data

maksimum adalah 2 Mbps, pada HSPA kecepatan transfer data

mencapai 14 Mbps pada sisi downlink dan 5.6 Mbps pada sisi

uplink, pada LTE ini kemampuan dalam memberikan

kecepatan dalam hal transfer data dapat mencapai 100 Mbps

pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink. Selain itu,

LTE ini mampu mendukung semua aplikasi yang ada baik

voice, data, video, maupun IP TV.[1]

Kemampuan dan keunggulan dari Long Term

Evolution (LTE) terhadap teknologi sebelumnya selain dari

kecepatannya dalam transfer data tetapi juga karena Long Term

Evolution (LTE) dapat memberikan coverage dan kapasitas dari

layanan yang lebih besar, mengurangi biaya dalam operasional,

mendukung penggunaan multiple antena, fleksibel dalam

penggunaan bandwidth dan juga dapat terhubung atau

terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada.[1]

Organisasi 3GPP merumuskan kriteria teknologi LTE

sebagai berikut :[2]

1. Pesat data puncak downlink mencapai 100 Mbps saat

pengguna bergerak cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan

atau diam. Sementara itu, untuk uplink pesat data puncak

adalah 50 Mbps.

2. Delay sistem berkurang hingga 10 ms.

3. Efisiensi spektrum meningkat dua hingga empat kali lipat

dari teknologi 3.5 G High Speed Packet Access (HSPA)

Release-6.

Page 2: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 7

4. Migrasi sistem yang hemat daya dari HSPA Release-6 ke

LTE.

5. Meningkatkan layanan broadcast.

6. Menggunakan penyambungan Packet Switch (PS)

sehingga memungkinkan sistem mengadopsi IP secara

menyeluruh.

7. Bandwidth yang fleksibel, mulai dari 1,4 Mhz, 3 Mhz, 5

Mhz, 10 Mhz, 15 Mhz, hingga 20 Mhz.

8. Dapat bekerja di berbagai spektrum frekuensi baik

berpasangan (paired) maupun tidak berpasangan

(unpaired).

9. Dapat bekerja sama (inter-working) dengan sistem 3GPP

maupun sistem non-3GPP yang sudah ada.

LTE diperkenalkan dalam satu rangkaian dengan

System Architecture Evolution (SAE) sebagai inti jaringan

generasi keempat menurut standar 3GPP. LTE dikenal juga

sebagai Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network

(E-UTRAN) sementara SAE juga memiliki nama lain Evolved

Packet Core (EPC). Perbedaan EPC dengan sentral

penyambungan generasi sebelumnya adalah bahwa EPC murni

bekerja berdasarkan prinsip Packet Switch (PS), tidak ada lagi

penyambungan Circuit Switch (CS).[2]

2.1.1 Arsitektur LTE

Arsitektur LTE terdiri atas dua bagian utama yakni

LTE itu sendiri dikenal juga sebagai E-UTRAN dan SAE

yang merupakan jantung dari sistem LTE yang dikenal juga

sebagai EPC.[2]

Gambar 2.1 Arsitektur LTE[1]

Page 3: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 8

Berikut ini adalah penjelasan masing – masing bagian dari

arsitektur LTE di atas :[2]

1. Bagian Akses Radio (LTE) :

a. User Equipment (UE), adalah perangkat komunikasi

pengguna. Perangkat ini dapat berguna telepon

genggam, tablet, komputer, maupun segala

perangkat cerdas yang dapat terhubung dengan

internet.

b. Evolved NodeB (eNodeB), adalah antar muka

jaringan LTE dengan pengguna. Pada jaringan GSM

dikenal sebagai BTS dan pada jaringan UMTS

dikenal sebagai NodeB. Perbedaan eNodeB dengan

BTS maupun NodeB adalah kemampuannya untuk

melakukan fungsi kontrol sambungan dan handover.

Dengan demikian tidak ada lagi pengatur tambahan

seperti BSC atau RNC pada sistem LTE.

2. Bagian Sentral (SAE) :

a. Serving Gateway (S-GW), bertugas mengatur jalan

dan meneruskan data yang berupa paket dari setiap

UE. S-GW bersama dengan SGSN juga berfungsi

sebagai penghubung antara LTE dengan teknologi

3GPP lainnya seperti GSM/EDGE Radio Access

Network (GERAN) dan UMTS Terrestrial Radio

Access Network (UTRAN).

b. Packet Data Network Gateway (P-GW), bertugas

mengatur hubungan jaringan data antara UE dengan

jaringan Packet data lain di luar 3GPP seperti

WLAN, Wimax, CDMA 2000 1x, dan EVDO.

c. Mobility Management Entity (MME), merupakan

pengatur utama setiap bagian dari LTE atau SAE.

Pada saat UE tidak aktif, MME bertugas untuk

senantiasa melacak keberadaan pelanggan dengan

melakukan tracking dan paging. Saat UE aktif,

MME bertugas untuk memilihkan S-GW yang tepat

selama berlangsungnya komunikasi.

Page 4: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 9

d. Policy and Charging Rules Function (PCRF),

berfungsi menentukan Quality of Service (QoS) dan

charging untuk masing – masing UE.

e. Home Subscriber Server (HSS), berupa sistem

database yang bertugas untuk membantu MME

dalam melakukan manajemen pelanggan dan

pengamanan. Penerimaan atau penolakan UE pada

saat autentifikasi bergantung pada database HSS.

2.1.2 Teknologi Akses Jamak 4G

2.1.2.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Access

(OFDMA)

Orthogonal Frequency Division Multiple Access

(OFDMA) adalah teknik multiple access yang

merupakan kombinasi antara OFDM dan CDMA.

OFDMA digunakan untuk membagi sumber yang

ada pada OFDM agar dapat digunakan oleh banyak

user, yaitu menggunakan OFDM untuk modulasi

tiap stasiun dan menggunakan CDMA untuk

multiple access. Struktur simbol OFDMA terdiri

dari tiga jenis subcarrier seperti yang terlihat pada

gambar 2.2 berikut ini

Gambar 2.2 Struktur Simbol OFDMA[1]

Struktur subcarrier OFDMA :[1]

1. Data subcarrier

Untuk tansmisi data dan mengurangi interferensi.

Subcarrier ini dapat membawa simbol BPSK,

QPSK, 16 QAM, 64 QAM.

2. Pilot subcarrier

Page 5: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 10

Untuk estimasi dan sinkronisasi serta mengurangi

interferensi.

3. Null subcarrier

Digunakan untuk guard band dan DC subcarrier.

Keuntungan dari sistem OFDMA adalah dapat

menghilangkan ISI dengan penggunaan guard time

yang lebih panjang dari nilai delay spread dan dapat

mengurangi ICI dengan penambahan cyclic prefix

pada tiap simbol OFDM, efisien terhadap

penggunaan spektral karena antar frekuensi

subcarrier saling orthogonal, lebih tahan terhadap

frequency selective fading dibandingkan sistem

single carrier, mampu memberikan data rate yang

tinggi sehingga mendukung aplikasi multimedia dan

dapat diintegrasikan dengan sistem pendukung lain

seperti MIMO, smart antenna, space-time coding

dan adaptive modulation.

Disamping kelebihan – kelebihan tersebut, terdapat

kelemahan utama yang harus diperhatikan dalam

penerapan sistem yaitu kebutuhan sinkronisasi yang

tepat karena sangat sensitif terhadap kesalahan

sinkronisasi waktu dan frekuensi, terutama jika

terjadi frekuensi offset akibat doppler spread serta

adanya Peak to Average Power Ratio (PAPR),

besarnya berbanding lurus dengan jumlah

subcarrier yang digunakan yang akan menyulistkan

implemetasi pada Digital to Analog Converter

(DAC) atau Analog to Digital Converter (ADC) dan

desain RF amplifier.[1]

2.1.2.2 Single Carrier Frequency Division Multiple Access

(SC-FDMA)

Single Carrier Frequency Division Multiple Access

(SC-FDMA) merupakan teknik multiple access

single carrier. Sistem SC-FDMA dianggap sebagai

sistem OFDMA yang ditambahkan operasi DFT,

dimana simbol data dalam domain waktu

Page 6: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 11

ditransformasikan ke domain frekuensi dengan

menggunakan operasi DFT.[1] Teknologi SC-

FDMA digunakan pada sisi uplink yaitu dari arah

UE ke eNodeB karena mempunyai nilai Peak

Average Power Ratio (PAPR) yang kecil. Nilai

PAPR yang rendah dapat meningkatkan cakupan

dan kinerja dari cell-edge. PAPR merupakan

pengukuran dari gelombang yang dihitung dari

puncak bentuk gelombang dibagi dengan nilai RMS

dari bentuk gelombang. Perbedaan antara OFDMA

dan SC-FDMA dapat terlihat pada gambar 2.13

berikut ini

Gambar 2.3 Perbedaann OFDMA dan SC-FDMA[1]

Pada prinsipnya SC-FDMA memiliki kesamaan

dengan OFDMA. Jika pada OFDMA simbol

ditransmisikan dengan durasi yang lama dan berpita

sempit, maka pada SC-FDMA simbol ditansmisikan

pada durasi cepat (bit rate tinggi) namun dengan

pita yang lebar.[2]

2.1.3 Struktur Frame LTE

Pada komunikasi paket data dikenal dengan adanya

frame untuk mengelompokkan dan memetakan aliran data

pada kanal fisik. Frame pada LTE memiliki durasi

sepanjang 10 msec. Frame tersebut dipecah menjadi 10 sub-

frame yang memiliki panjang durasi tiap subframe 1 msec.

Setiap sub-frame terdiri atas dua slot yang disebut juga

Page 7: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 12

sebagai Resource Block. Jumlah resource block yang

tersedia bergantung pada jumlah bandwidth.[2] Setiap slot

atau resource block yang panjangnya 0.5 msec, terdiri atas 7

simbol yang terbagi menjadi dalam 12 subcarrier yang

memiliki lebar 180 kHz. Sementara itu satu simbol

merupakan satu subcarrier OFDM yang memiliki panjang

0.0714 ms dan lebar 15 KHz.[2]

Gambar 2.4 Struktur Frame LTE[1]

Tabel 2.1 Jumlah Resource Block LTE Untuk Setiap Bandwidth[2]

Bandwidth

Tersedia (MHz) 1,4 3 5 10 15 20

Jumlah

Resource Block

(Nrb)

6 15 25 50 75 100

Jumlah

Sub-Carrier 72 180 300 600 900 1200

Teknologi yang dibawa oleh 3GPP seperti LTE

berangkat dari sistem telepon. Sistem telepon

mengutamakan interaksi real time antara uplink dan

downlink pada saat yang bersamaan. Kemampuan ini disebut

duplexing. Ada 2 metode duplexing yaitu Frequency

Division Duplex (FDD) dan Time Division Duplexing

(TDD). Sistem FDD merupakan sistem yang full duplex

sementara sistem TDD sebenarnya adalah sistem yang half-

duplex dimana ada jeda antara giliran uplink dan downlink.

Sistem TDD lebih populer digunakan pada teknologi yang

dibawa oleh IEEE seperti WiMax. LTE dapat

mengakomodasikan kedua bentuk duplexing baik FDD

Page 8: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 13

maupun TDD.[2] Pada FDD kesepuluh sub-frame mengalir

bersamaan di sisi uplink maupun downlink melalui kanal

frekuensi yang terpisah. Hal ini menuntut terjadinya

frekuensi yang berpasangan (paired) sementara TDD bisa

diterapkan pada frekuensi yang tidak berpasangan

(unpaired). Pada TDD sub-frame mendapatkan giliran

mengalir sesuai dengan perbandingan UL : DL yang telah

ditetapkan sebelumnya. FDD dan TDD menggunakan lebar

bandwidth yang sama yaitu dari 1,4 MHz sampai 20 MHz.

Dengan menggunakan frekuensi yang sama untuk uplink dan

downlink maka throughput maksimum yang didapat oleh

TDD dengan konfigurasi sama akan menjadi lebih rendah

dibanding FDD.

a. Struktur Frame FDD[1]

Struktur frame FDD dibagi menjadi 20 slot dimana

setiap slot memiliki durasi waktu 0,5 ms. Transmission

Time Interval (TTI) terdiri dari 2 slot atau sering

disebut dengan satu subframe. Frame FDD pada LTE

mempunyai panjang durasi 10 msec. Panjang frame 10

msec dibagi kedalam 10 subframe dengan panjang

durasi tiap subframe sebesar 1 msec. Setiap 1 frame

dibagi lagi menjadi 2 slot, yang panjang durasi tiap

slot-nya 0,5 msec. Tiap slot terdiri dari 6 sampai 7

simbol OFDM. Pada struktur LTE FDD, kanal uplibk

dan downlink dibedakan berdasarkan frekuensi yang

digunakan. Sehingga pada proses komunikasi dapat

berlangsung secara full duplex.

Gambar 2.5 Struktur Frame LTE FDD[1]

Page 9: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 14

b. Struktur Frame TDD[1]

Pada struktur frame TDD mempunyai panjang durasi

frame 10 ms, terdiri dari dua half-frame dengan

panjang durasi masing – masing 5 ms. Setiap half-

frame terdiri dari 5 subframe dengang panjang durasi 1

ms. Struktur frame TDD terdiri dari 7 konfigurasi yaitu

konfigurasi 0 sampai dengan konfigurasi 6. Pada

konfigurasi 0, 1, 2 dan 7 struktur frame berulang setiap

5 ms. Pada konfigirasi 3, 4 dan 5 struktur frame

berulang setiap 10 ms.

Gambar 2.6 Struktur Frame LTE TDD[1]

2.1.4 Skema Modulasi Pada LTE[1]

Berdasarkan standar 3GPP, LTE mendukung skema

modulasi QPSK, 16QAM dan 64QAM.

2.1.4.1 QPSK

Modulasi QPSK merupakan skema modulasi low

order karena hanya terdiri dari 4 simbol dan

setiap simbol terdiri dari 2 bit. Kelebihan dari

modulasi QPSK yaitu lebih tahan terhadap noise

sedangkan kekurangan modulasi ini yaitu laju bit

yang rendah.

Page 10: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 15

Gambar 2.7 Diagram Konstelasi Modulasi QPSK[1]

2.1.4.2 16QAM

Modulasi 16QAM merupakan skema modulasi

yang terdiri dari 16 simbol dan setiap simbolnya

terdiri dari 4 bit.

Gambar 2.8 Diagram Konstelasi Modulasi 16QAM[1]

2.1.4.3 64QAM

Modulasi 64QAM merupakan skema modulasi

high order yang terdiri dari 64 simbol dan setiap

simbolnya terdiri dari 6 bit. Kelebihan dari

modulasi 64QAM yaitu dapat memberikan laju

data yang tinggi sedangkan kekurangan modulasi

ini adalah rentan terhadap kesalahan.

Page 11: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 16

Gambar 2.9 Diagram Konstelasi Modulasi 64QAM[1]

2.1.5 Code Rate[1]

Nilai code rate pada jaringan LTE yang paling besar yaitu 1

sedangkan nilai yang paling kecil yaitu 1

3. Pemilihan nilai

code rate tergantung pada kondisi kanal. Jika kondisi kanal

buruk maka digunakan code rate yang kecil sedangkan jika

kondisi kanal baik maka digunakan code rate yang besar.

Tabel 2.2 Modulasi, Code Rate, SNR pada LTE[9]

MCS

index

Downlink Uplink

Modulation Coding

Rate SNR,dB Modulation

Coding

Rate SNR,dB

0 QPSK 0.1172 -6.475 QPSK 0.1000 -7.231

1 QPSK 0.1533 -5.182 QPSK 0.1250 -6.164

2 QPSK 0.1885 -4.131 QPSK 0.1550 -5.113

3 QPSK 0.2452 -2.774 QPSK 0.2050 -3.701

4 QPSK 0.3008 -1.649 QPSK 0.2500 -2.658

5 QPSK 0.3701 -0.469 QPSK 0.3100 -1.480

6 QPSK 0.4385 0.561 QPSK 0.3650 -0.544

7 QPSK 0.5137 1.564 QPSK 0.4300 0.440

8 QPSK 0.5879 2.479 QPSK 0.4900 1.263

9 QPSK 0.6631 3.335 QPSK 0.5550 2.085

10 16QAM 0.3320 3.335 QPSK 0.6150 2.794

11 16QAM 0.3691 4.140 16QAM 0.3075 2.794

12 16QAM 0.4238 5.243 16QAM 0.3525 3.789

13 16QAM 0.4785 6.285 16QAM 0.4000 4.771

14 16QAM 0.5400 7.403 16QAM 0.4500 5.748

15 16QAM 0.6016 8.478 16QAM 0.5025 6.727

16 16QAM 0.6426 9.168 16QAM 0.5350 7.313

17 64QAM 0.4277 9.168 16QAM 0.5700 7.931

18 64QAM 0.4551 9.846 16QAM 0.6300 8.963

19 64QAM 0.5049 11.060 16QAM 0.6925 10.010

20 64QAM 0.5537 12.250 16QAM 0.7525 10.994

21 64QAM 0.6016 13.398 64QAM 0.5017 10.994

22 64QAM 0.6504 14.534 64QAM 0.5417 11.961

23 64QAM 0.7021 15.738 64QAM 0.5850 12.995

24 64QAM 0.7539 16.934 64QAM 0.6283 14.017

25 64QAM 0.8027 18.067 64QAM 0.6700 14.991

26 64QAM 0.8525 19.196 64QAM 0.7100 15.920

Page 12: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 17

27 64QAM 0.8887 20.032 64QAM 0.7417 16.652

28 64QAM 0.9256 20.866 64QAM 0.7717 17.343

2.1.6 Sistem Antena

LTE telah menggunakan sistem multiple antena untuk

mendukung kecepatan dalam pengiriman data. Sistem yang

digunakan adalah Multiple Input Multiple Output (MIMO).

Dengan teknologi MIMO sebuah receiver dan transmitter

menggunakan lebih dari 1 antena. Tujuannya adalah untuk

menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama

sehingga tidak saling menggagalkan. Kelemahan dari sistem

MIMO ini adalah sedikit adanya delay pada antena ketika

mengirimkan sinyal meskipun pengiriman sinyalnya sendiri

lebih cepat.[1]

Beberapa tipe dari sistem antena MIMO antara lain

sistem MIMO dengan dua antena transmit dan dua antena

receive atau MIMO 2x2, sistem MIMO dengan dua antena

transmit dan empat antena receive atau MIMO 2x4, serta

sistem MIMO dengan empat antena transmit dan empat

antena receive atau MIMO 4x4.[1] Sistem MIMO sendiri

dibedakan menjadi dua, yaitu spatial diversity dan spatial

multiplexing. Spatial diversity bertujuan untuk

meningkatkan SNR dengan cara mengurangi fading dan

meningkatkan kualitas link antara pengirim dan penerima.

Sedangkan spatial multiplexing bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas dengan cara mengirimkan beberapa

aliran data secara paralel pada waktu yang bersamaan.

Gambar 2.10 MIMO Spatial Multiplexing dan Transmit Diversity

Page 13: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 18

2.2 Alokasi Frekuensi 4G Menurut 3GPP[2]

Alokasi frekuensi untuk jaringan 4G LTE menurut

standar 3GPP ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.3 Alokasi Frekuensi Jaringan 4G LTE[2]

2.3 Teknik Manajemen Interferensi[1]

LTE yang memakai OFDMA sebagai teknik akses

jamaknya mempunyai kelebihan dalam mengatasi interferensi

antarsimbol (ISI) dan interferensi dalam satu sel karena

subcarrier yang dipakai setiap user yang berada pada sel yang

sama saling orthogonal. Akan tetapi, jika implementasi

OFDMA dikombinasikan dengan frekuensi reuse 1 maka akan

menimbulkan interferensi antar sel yang tinggi. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu teknik guna mengatasi serta untuk

mengurangi efek interferensi dari sel tetangga serta dapat

meningkatkan performansi user yang berada di perbatasan sel

(tepian sel).[1]

Teknik manajemen interferensi dibedakan menjadi 3

macam skema, yaitu :[1]

Page 14: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 19

1. Interference Averanging atau Randomization

Skema interferensi Averanging atau Randomization adalah

menjaga nilai rata – rata interferensi secara konstan pada

domain frekuensi dan domain waktu. Dengan cara ini

konsentrasi interferensi yang mengganggu user pada

interval waktu tertentu dapat diminimalisasi. Beberapa

contoh teknik interferensi averanging atau randomization

adalah interleaving, frekuensi hopping dan scrambling.

2. Interference Cancellation

Skema interferensi Cancellation adalah menghilangkan

atau mengurangi interferensi. Beberapa contoh teknik

interferensi cancellation adalah penggunaan beberapa

antena (antena diversity) dan antena MIMO.

3. Interference Coordination

Skema interferensi coordination adalah teknik

mengurangi interferensi berdasarkan pengaturan sumber

radio (daya pancar dan frekuensi) baik pada arah downlink

(eNodeB ke UE) dan arah uplink (UE ke eNodeB) pada

seluruh jaringan sehingga gangguan yang di alami oleh

pengguna dapat berkurang dan akibatnya SINR yang

dialami pengguna meningkat (khususnya pengguna yang

berada di perbatasan sel). Contoh dari skema interferensi

koordinasi yaitu frekuensi reuse.

2.4 Frekuensi Reuse[1]

Frekuensi reuse adalah skema pengulangan frekuensi

yang sama pada sel lain pada sistem komunikasi seluler. Latar

belakang dari penggunaan frekuensi reuse adalah penghematan

pemakaian sumber frekuensi untuk memperluas cakupan

implementasi jaringan. Penerapan dari skema frekuensi reuse

akan menentukan performansi jaringan baik dari kualitas

sinyal, cakupan dan kapasitas sel.[1]

Frekuensi reuse factor adalah faktor pengulangan

frekuensi yang sama pada sel lain. Semakin besar reuse faktor

maka performansi jaringan akan semakin bagus (interferensi

yang kecil) tetapi kapasitas sel yang dapat dilayani dalam satu

eNodeB sangat kecil.[3]

Page 15: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 20

a. Frekuensi Reuse 1

Frekuensi Reuse 1 adalah setiap sel (sector)

menggunakan frekuensi yang sama dari band frekuensi

yang disediakan.[1]

Gambar 2.11 Frequency Reuse 1[1]

Kelebihan dari frekuensi reuse 1, antara lain

1. Efisiensi spektrum frekuensi yang tinggi

2. Frekuensi reuse planning tidak rumit

3. Kapasitas sel besar dan tinggi datarate

Kekurangan dari frekuensi reuse 1, antara lain

1. Interferensi di cell edge besar

2. Performansi jaringan di cell edge buruk

3. Tepi sel datarate yang rendah

4. Sedikit SINR di tepi sel

b. Fractional Frequency Reuse

Fractional Frequency Reuse adalah skema

frekuensi reuse dimana area cakupan dibagi menjadi dua

area yaitu cell centre dan cell edge.[7] Cell centre adalah

area cakupan sel dengan jari – jari sel Ro, menggunakan

frekuensi reuse 1 dan menggunakan daya pancar Po. Cell

edge adalah area cakupan sel dengan jari – jari sel R,

menggunakan skema frekuensi reuse lebih besar dari satu

dan menggunakan daya pancar P, dimana P lebih besar

dari Po.

Page 16: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 21

Gambar 2.12 Fractional Frequency Reuse[3]

Kelebihan dari Fractional Frequency Reuse, antara lain

1. Intercell interference rendah

2. SINR yang tinggi di tepi sel

3. Performansi yang bagus pada user di pinggir sel

Kekurangan dari Fractional Frequency Reuse, antara lain

1. Ada sebagian bandwidth yang tidak terpakai pada

setiap sektor

2. Maksimum kapasitas per sektornya kecil

3. Memerlukan algoritman yang komplek untuk

penjadwalan

c. Soft Frequency Reuse

Soft Frequency Reuse adalah skema frekuensi

reuse dimana area cakupan dibagi menjadi dua area yaitu

cell centre dan cell edge. Dalam skema soft frequency

reuse sangat dibutuhkan frequency planning dan power

planning untuk mendapatkan performansi yang bagus.[6]

Gambar 2.13 Soft Frequency Reuse[3]

Page 17: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 22

Kelebihan dari Soft Frequency Reuse, antara lain

1. Intercell interference rendah

2. Performansi yang bagus pada user di pinggir sel

3. Setiap sektor dapat memakai semua bandwidth yang

tersedia

4. Kapasitas per sel besar

5. Meningkatkan kapasitas di sel tengah

6. Meningkatkan SINR di tepi sel

Kekurangan dari Soft Frequency Reuse, antara lain

1. Perencanaan frekuensi yang komplek

2. Membutuhkan frequency schedulling untuk

mengurangi interferensi antar sel

2.5 Model Propagasi

2.5.1 Model Propagasi Okumura Hatta[2]

Model propagasi Okumura Hatta adalah pemodelan

yang digunakan untuk di luar ruangan atau outdoor.

Model propagasi Okumura Hatta diaplikasikan untuk

perencanaan LTE pada frekuensi 700 MHz. Persamaan

yang digunakan sebagai berikut :

Lp = 69,55 + 26,16 (logfc) – 13,82 log hT – a (hR) +

[44,9 – 6,55 log hT)] logd (2.1)

Dimana :

- f = frekuensi dari 150 MHz sampai 1500 MHz

- hT = tinggi efektif antena pemancar (base station)

dari 30 m sampai 200 m

- hR = tinggi efektif antena penerima (mobile

station) dari 1 m sampai 10 m

- d = jarak antara pemancar dan penerima

- a(hR) = faktor koreksi untuk tinggi efektif antena

mobile station

Untuk daerah perkotaan dengan luas yang kecil dan

menengah dapat menggunakan faktor koreksi dengan

persamaan berikut :

a (hR) = 0,8 + (1,1 log fc – 0,7) hR – (1,56 logfc) (2.2)

Page 18: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 23

Sedangkan untuk daerah perkotaan dengan luas daerah

yang luas dapat menggunakan faktor koreksi dengan

persamaan berikut :

a (hR) = 8,29 (log(1,54hR)2 – 1,1 dB untuk fc ≤ 300 MHz (2.3)

a (hR) = 3,2 (log11,75hR)2 – 4,97 dB untuk fc ≥ 300 MHz (2.4)

2.5.2 Model Propagasi Cost 231[2]

Model propagasi Cost 231 adalah pengembangan dari

perumusan rugi – rugi lintasan Hatta yang memiliki

frekuensi kerja hingga 2 GHz.[2] Persamaan yang

digunakan sebagai berikut :

Lurban = 46,3 + 33,9 (logfc) + 13,82 loghT – a(hR) + (44,9 – 6,55

log hT) logd + CM (2.5)

Dimana :

CM = 0 dB untuk ukuran medium kota dan daerah suburban

CM = 3 dB untuk daerah pusat kota pusat kota (metropolitan)

Untuk pemodelan propagasi Cost 231 dibatasi oleh beberapa

parameter, yaitu :

- f = 1500 MHz sampai 2000 Mhz

- hT = 30 m sampai 200 m

- hR = 1 m sampai 10 m

- d = 1 km sampai 20 km

2.6 Perencanaan Jaringan LTE

Perencanaan jaringan merupakan suatu teknik yang

bertujuan untuk membangun jaringan yang efektif dan efisien.

Dalam perencanaan jaringan LTE ini banyak hal yang harus

diperhatikan, diantaranya yaitu standar yang telah ditetapkan

dan permintaan untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang

termasuk kapasitas dan cakupannya.[5]

Bagian utama pada perencanaan jaringan LTE terbagi

menjadi beberapa bagian yaitu perencanaan sel dan

perencanaan jaringan LTE.[5] Untuk perencanaan jaringan

LTE meliputi beberapa sudut pandang, contohnya dari sudut

pandang coverage dan capacity. Coverage planning merupakan

langkah untuk merencanakan jaringan dari spesifikasi alat dan

parameter input jaringan secara teknik yang dapat berupa daya

pancar, data terima, path loss, sensitivitas receiver dll yang

Page 19: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 24

harus dipertimbangkan dalam sebuah perencanaan sedangkan

planning capacity mempunyai parameter input trafik yang

diperlukan oleh user.[5]

2.6.1 Capacity Planning

Perencanaan berdasarkan kapasitas mempunyai

beberapa aspek diantaranya adalah estimasi jumlah pelanggan,

pehitungan kebutuhan trafik pelanggan dan perhitungan

kapasitas sel. Pengestimasian jumlah pelanggan menggunakan

data jumlah pelanggan dari operator telekomunikasi untuk

perhitungan pelanggan beberapa tahun ke depan. Perhitungan

jumlah pelanggan dapat dihitung menggunakan persaman

sebagai berikut :

Un = Uo (1 + fp)n (2.6)

Dimana :

- Un = Jumlah pelanggan tahun ke-n

- Uo = Jumlah pelanggan pada tahun perencanaan

- fp = Faktor pertumbuhan pelanggan

- n = Jumlah tahun prediksi

Perencanaan jaringan berdasarkan kapasitas terdiri dari

beberapa perhitungan, antara lain perhitungan throughput per

layanan, single user throughput, network throughput, cell

throughput dan perhitungan jumlah sel.[3] Dalam melakukan

perhitungan throughput per layanan menggunakan persamaan

sebagai berikut :

Throughput = Bearer rate * Session Time * Session Duty ratio *

1

(1−𝐵𝐿𝐸𝑅) (2.7)

Dimana :

- Session duty ratio = Data transmission ratio per

session

- Session Time = Durasi per layanan

- Bearer rate = Application layer bit rate

- BLER = Tolerated Block Error Rate

Perhitungan selanjutnya yaitu single user throughput. Single

user throughput merupakan banyaknya throughput yang

dibutuhkan pada masing – masing layanan.[3] Persamaan yang

digunakan untuk menghitung single user throughput yaitu :

Page 20: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 25

Single User Throughput :

[∑(𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡

𝑆𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛)∗BHSA∗Penetration Ratio∗(1+PAR)]

3600 (2.8)

Dimana :

- BHSA = Busy Hour Service Attempt

- Penetration rate = Pelayanan yang baik untuk customer

- PAR = Pear to Average Ratio

Setelah didapatkan single user throughput selanjutnya yaitu

perhitungan network throughput. Network throughput

merupakan kebutuhan throughput yang didapatkan pada suatu

daerah layanan.[3] Persamaan yang digunakan untuk

menghitung network throughput yaitu :

Network Throughput = Total Target User x Single User

Throughput (2.9)

Cell throughput merupakan kemampuan suatu sel untuk

membangkitkan banyaknya throughput. Dengan kata lain, cell

throughput dapat diartikan sebagai kapasitas maksimum dari

suatu sel yang dibangkitkan.[3] Persamaan yang digunakan

untuk menghitung cell throughput yaitu :

Cell throughput uplink = DL Cell Capacity + CRC = (168-36-12) x

Code Bits x Code Rate x Nrb x C x 1000 (2.10)

Cell Throughput downlink = UL Cell Capacity + CRC = (168-24) x

Code Bits x Code Rate x Nrb x C x 1000 (2.11)

Dimana :

- CRC = 24

- Code bits = Efisiensi modulasi

- Code Rate = Channel Coding Rate

- Nrb = Jumlah RB

- C = Model antena MIMO

Perhitungan jumlah cell dapat dihitung dengan persamaan

sebagai berikut :

Jumlah Cell = 𝑁𝑒𝑡𝑤𝑜𝑟𝑘 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡

𝐶𝑒𝑙𝑙 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 (2.12)

2.6.2 Coverage Planning

Coverage planning dilakukan untuk memperhitungkan

nilai propagation loss dan perhitungan power link budget.

Perhitungan link budget pada komunikasi nirkabel merupakan

Page 21: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 26

perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan

bahwa level daya di penerima lebih besar atau sama dengan

ambang level daya. Tujuannya adalah untuk menjaga

keseimbangan antara gain dan rugi – rugi (loss) guna mencapai

kualitas sinyal Signal to Interference Noise Ratio (SINR) yang

diinginkan.

Untuk menentukan jumlah eNodeB perhitungan

pertama yang dilakukan yaitu menghitung luas cakupan cell

dengan persamaan 2.11.

Lcell = 2,6 x d2 (2.13)

Dimana :

Lcell = luas cakupan cell

d = radius cell

sehingga didapatkan jumlah eNodeB dengan persamaan 2.13.

Jumlah eNodeB = Larea

L𝑐𝑒𝑙𝑙 (2.14)

Dimana :

Larea = luas area perencanaan

Lcell = luas cakupan cell

2.6.3 Link Budget

Perhitungan radio link budget digunakan untuk

mengetahui Maximum Allowable Path Loss (MAPL) antara

eNodeB dengan User Equipment (UE) dan untuk mengetahui

radius sel digunakan pemodelan propagasi. Hasil Maximum

Allowable Path Loss (MAPL) sebuah perangkat akan didapat

jari – jari sel di cell edge dan cell centre. Perbedaan power pada

cell edge dan cell centre mempengaruhi nilai MAPL di sisi

downlink.

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan

besaran yang menyatakan suatu kekuatan daya pancar antena.

Untuk perhitungan EIRP menggunakan persaman sebagai

berikut :

EIRP = Ptx + Gtx – Loss system (2.15)

Dimana :

- Ptx = daya yang dikirimkan oleh transmitter

(dBm)

- Gtx = Gain dari sisi transmitter (dB)

Page 22: BAB II DASAR TEORI 2.1 Long Term Evolution (LTE)

13101032 27

- Loss system = loss yang dimiliki sistem (dB)

Kemudian perhitungan Received Signal Level (RSL)

dengan persamaan 2.16. RSL merupakan level suatu sinyal

yang dapat diterima oleh penerima. Nilai yang dihasilkan oleh

received signal level harus lebih besar dibandingkan dari

sensitivitas perangkat di penerima. Sensitivitas sendiri terjadi

karena adanya kepekaan suatu perangkat tertentu pada

penerima.[4]

RSL = EIRP – Lpropagasi - GRx - LRX (2.16)

Dimana :

- EIRP = Effective Isotropic Radiated Power

(dBm)

- Lpropagasi = loss propagasi (dB)

- GRX = penguatan pada antena penerima (dB)

- LRX = loss saluran penerima (dB)

Selanjutnya perhitungan Sensitivity Receiver (SR). SR

merupakan rata – rata nilai minimum dari kuat sinyal yang

akan diterima oleh receiver.[4]

SR = kTB + NF + SNR + IM (2.17)

Dimana :

- k = konstanta Boltzman (1,38 x 10-23 J/K)

- T = temperatur (oK)

- B = Bandwidth (Hz)

- NF = Noise Figure (dB)

- SNR = Signal to Noise Ratio

- IM = Implementation Margin

Besarnya sistem bandwidth yang digunakan dihitung

menggunakan persamaan berikut

System Bandwidth = BW x Nrb x 12 (2.18)

Keterangan :

Nrb = jumlah resource block

12 = jumlah subcarrier per resource block