Resume administrasi keuangan daearah
Transcript of Resume administrasi keuangan daearah
RESUMEADMINISTRASI KEUANGAN
DAERAH
DOSEN :
Dra. HERA NUGRAHAYU, M.Si
DISUSUN OLEH:
EKA FAISYAL ARIF, SH
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA
2015
ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH
Layaknya pengelolaan sebuah kegiatan, selalu diawali dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan terakhir evaluasi dan
pertanggungjawaban, maka pengelolaan keuangan pun harus melalui
tahapan tersebut. Namun, pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan
harus dilakukan pada setiap tahapan mulai dari tahapan perencanaan
sampai tahap pertanggungjawaban.
Secara umum pengelolaan keuangan daerah identik dengan alur
siklus anggaran, yang terdiri dari 4 tahapan :
a. Tahap Persiapan dan penyusunan anggaran
b. Tahap ratifikasi
c. Tahap Implementasi
d. Tahap pelaporan dan evaluasi
Pengawasan terhadap penyelenggaraan keuangan daerah dapat
dilakukan dari luar maupun dari dalam. Dari luar dilakukan oleh DPRD dan
masyarakat, sedangkan pengawasan dari dalam dilakukan oleh
inspektorat yang ada di daerah.
Adapun pengendalian, dilakukan oleh pimpinan masing-masing unit
organisasi, mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota dan seterusnya.
Sedangkan pemeriksaan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah adanya peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan
demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta adanya
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Keadaan tersebut hanya akan tercapai apabila daerah dapat mengelola
pemerintahannya dengan diantaranya adalah Administrasi Keuangan.
Sistem pengelolaan Keuangan yang baik akan memberikan manfaat pada
efektivitas pelayanan public dengan pemberian pelayanan yang tepat
sasaran, meningkatkan mutu pelayanan publik, biaya pelayanan yang
murah karena hilangnya inefisiensi dan penghematan dalam penggunaan
resources, alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan
publik, dan meningkatkan public costs awareness sebagai akar
pelaksanaan pertanggung jawaban publik.
Dalam konsekwensi yang logis manajemen keungan merupakan hal
yang sangat logis bagi pemerintahan daerah. Pengelolahan keuangan
daerah dapat digambarkan sebuah pengelolaan keuangan yang
menitikberatkan keseimbangannya dengan keuangan pusat.
Dalam era reformasi yang terjadi menungkatkan pada penekanan
akuntabilita publik yang bertenggangjawab secara penuh , khusunya bagi
aparat pemerintahan di daerah, tanpa mengesampingkan
pertanggungjawaban vertical kepada pemerintahan atasan dalam segala
aspek pemerintahan.
Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal
156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah sebagai berikut :
“Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang
dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut”.
Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya keuangan daerah
mengandung unsur pokok yaitu:
• Hak Daerah yang dapat dinilai
• Kewajiban Daerah dengan uang
• Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut.
Keuangan daerah merupakan semua hak serta kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah itu sendiri
yang segalanya dinilai dengn uang. Kekayaan yang berhubungan dengan
keuangan daerah dianggap sebagai sumber dana dalam rangka
penganggaran APBD.
Sedangkan APBD sendiri merupakan suatu alat public untuk
mensejahterakan publik dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata
serta bertanggung jawab.
Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang
melekat pada Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah.
Hak Daerah tersebut meliputi antara lain :
1. Hak menarik pajak daerah dan Retribusi Daerah (UU No. 28 Tahun
2009).
2. Hak mengadakan pinjaman (UU No. 33 tahun 2004 ).
3. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No. 33
tahun 2004).
Menurut UU No. 17 tahun 2003 Keuangan Daerah/Negara adalah
semua dan kewajiban Daerah/Negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapay dijadikan milik negara/daerah berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
1. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah
serta melakukan pinjaman;
2. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. penerimaan daerah;
4. pengeluaran daerah;
5. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau
kepentingan umum
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, Keuangan
Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban. Sementara pengelolaan keuangan daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah tersebut. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan
daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003
pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah
dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.
Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.
Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam
APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua
Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan
semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka
APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan
pengawasan keuangan daerah.
Menurut Mamesah (1995:16) APBD sebagai sarana atau alat utama
dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab,
karena fungsi APBD adalah sebagai berikut:
1) Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat dari
daerah yang bersangkutan;
2) Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi;
3) Memberikan isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah
umumnya dan kepala daerah khususnya, karena APBD itu
menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah;
4) Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan
terhadap daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil
guna; dan
5) Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah dalam
batas-batas tertentu.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu
penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah).
b. Dana Perimbangan
Merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk
mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik. Dana Perimbangan terdiri dari :
1. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004).
2. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004).
3. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai prioritas nasional (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004).
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Menurut Pasal 43 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lain-lain
pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana
darurat. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari
pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga
internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau
perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang
dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu
dibayar kembali. Sedangkan Dana Darurat adalah dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana
nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.
Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana Perimbangan, adalah Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain
pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian
dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang,
barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan
usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3
ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan
dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja
daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah
yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi
atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program
dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi
disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.
Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan
manfaat untuk masyarakat.
Tujuan keuangan daerah sendiri meliputi akuntabilitas,
terpenuhinya kewajiban keuangan, kejujuran, hasil dan daya guna
kegiatan daerah, dan yang terakhir pengendalian.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa
1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan
kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran.
Pada dasarnya, siklus anggaran terdiri atas empat tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan dan penyusunan anggaran;
Pada tahap persiapan dan penysuunan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran
atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut,
yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran,
hendaknya terlebih dahulku dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih
akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika
anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan
keputusan tentang anggaran pengeluaran.
2. Tahap ratifikasi;
Tahap berikutnya, adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang
melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif
(kepala daerah) dituntut tidak hanya memiliki “managerial skill” namun juga
harus mempunyai “political skill”, “salesmanship”, dan “coalition building” yang
memadai, integritas dan kesiapan mental yang tinggi dan eksekutif sangat
penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan
eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan
argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-
bantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap implementasi; dan
Setelah anggaran disetujui oleh legislatif, tahap berikutnya adalah pelaksanaan
anggaran. Dalam tahap ini, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer
keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem
pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung
jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk
perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan
dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem
akuntansi yang digunakan hendaknya juga mendukung pengendalian anggaran.
4. Tahap pelaporan dan evaluasi.
Tahap terakhir dari siklus anggaran asalah pelaporan dan evaluasi anggaran.
Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek
operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan
aspek akuntabilitas. Apabila pada tahap implementasi telah didukung dengan
sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka pada
tahap pelaporan dan evaluasi anggaran biasanya tidak akan menemui banyak
masalah.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah
Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan
dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah
Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran,
khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan
hingga penetapan APBD.
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin
kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya.
Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan
pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas
beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang
penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau
desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang
penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan
atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik
dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang
berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan
dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran.
Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban
pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
Pelaksanaan APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja,
dan pembiayaan
Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang
kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala
pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para
bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para
pengelola keuangan daerah tersebut adalah:
1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD).
2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB).
4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(PPK-SKPD),
6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.
Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang
selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau
disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah
Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD
dengan persetujuan Sekretaris Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD
adalah sebagai berikut. APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua
kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.
Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima
pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau
penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung
untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus
disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1(satu) hari kerja oleh
Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh bukti yang lengkap.
Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum
daerah. SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan
dalam peraturan daerah. SKPD yang mempunyai tugas memungut
dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada penerimaan
daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut.
Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera
disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/asset
daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah. Pengembalian atas
kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan
sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan
yang bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam
tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja
tidak terduga. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan
batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat
dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Setiap SKPD dilarang
melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain
dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran belanja daerah
menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah
mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas
yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum
rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan
dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja
yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat
Penyediaan Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD
(DPA-SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus
untuk biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah
dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah dapat memberikan
tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan
pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan
keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan
pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum
Daerah.
Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening
dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan
rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan yang berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling
tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk
mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai
dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan
dana cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke
rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas
penjualan kekayaan daerah didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang
akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan
yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan
pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah.
Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada
perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian
pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi
tanggungan pihak peminjam.
Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan
pembentukan dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok
utang, dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah pendapatan daerah yang
disisihkan untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran
bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan
daerah. Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan
yang ditransfer dari rekening kas umum daerah ke rekening dana
cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa
BUD atas persetujuan PPKD.
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara
penerimaan, bendahara pengeluaran dan orang atau badan yang
menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah wajib
menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada
bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD
menerima nota kredit.
Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, Pemerintah
daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu
kepada standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah
daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD) sebagai entitas pelaporan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) sebagai entitas akuntansi.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian
prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara
manual atau menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut
didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila
diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya
meliputi:
1. prosedur akuntansi penerimaan kas;
2. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
3. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan
4. prosedur akuntansi selain kas.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan
berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan
pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD. Sistem akuntansi SKPD
dilaksanakan oleh PPKSKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan
sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran.
Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas
pelaporan menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. laporan realisasi anggaran;
2. neraca;
3. laporan arus kas; dan
4. catatan atas laporan keuangan.
Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas
akuntansi menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. laporan realisasi anggaran;
2. neraca; dan
3. catatan atas laporan keuangan.
Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan
kepatutan. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam
tahun anggaran tertentu. Ketentuan ini berarti, bahwa APBD merupakan
rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran
tertentu. Dengan demikian, pemungutan semua penerimaan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk memenuhi
target yang ditetapkan dalam APBD. Semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD,
sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan
dan pengawasan keuangan daerah.
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. Semua penerimaan
daerah dan pengeluaran daerah yang tidak berkaitan dengan
pelaksanaan dekosentrasi atau tugas pembantuan merupakan
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan
peraturan daerah dan merupakan dokumen daerah.
Penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai berikut :
a. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan
melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban
yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan negara, wajib
menggantikan kerugian tersebut.
c. Setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi
setelah mengetahui bahwa dalam kementrian negara/lembaga/SKPD
yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak
manapun.
d. Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau
oleh kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan
kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian
daerah itu diketahui.
e. Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyatanyata
melanggar hukum dapat segera dimintakan surat pernyataan
kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi
tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.
f. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah,
maka gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera
mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara kepada yang bersangkutan.
g. Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh
BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur
pidana, maka BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
h. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
i. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat
dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
j. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah maupun
pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain diatur dengan peraturan pemerintah yang
merupakan petunjuk pelaksanaan ketiga paket undang-undang di atas.
Ketentuan tersebut diharapkan dapat digunakan oleh pihakpihak yang
terkait dalam menangani dan menyelesaikan kerugian negara/daerah
yang semakin hari semakin bertambah besar, sehingga dapat diantisipasi
terjadinya kerugian daerah, dicegah penyelesaian kerugian daerah yang
berlarut-larut, serta dipercepat proses pemulihan kerugian daerah
maupun diperkecil terjadinya kerugian daerah.
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui upaya damai
dilakukan apabila penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan
secara tunai sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu
selambatlambatnya 2 (dua) tahun dengan menandatangani Surat
Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM).
Pada tahap terakhir yaitu keuangan daerah, seorang manajer
Keuangan Daerah, DPRD dan aparat fungsional pemeriksaan harus
melakukan pengendalian agar semua tujuan dapat tercapai. Harus selalu
memantau melalui akses informasi
Dari sinilah diketahui pula bahwa manajemen keuangan memiliki
fungsi. Fungsi manajemen terbagi atas tiga tahapan utama yaitu adanya
proses perencanaan, adanya tahapan pelaksanaan, dan adanya tahapan
pengendalian/ pengawasan.
Oleh karena itu fungsi manajemen keuangan daerah terdiri dari
unsur-unsur pelaksanaan tugas yang terdiri dari tugas :
1. Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah;
2. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
3. Tolok ukur kinerja dan Standarisasi;
4. Pelaksanaan Anggaran yang sesuai dengan Prinsip-prinsip
Akuntansi;
5. Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan Kepala Daerah; dan
Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah