Restorasi Inlay
-
Upload
muga-restunaesha -
Category
Documents
-
view
373 -
download
38
description
Transcript of Restorasi Inlay
JENIS RESTORASI INLAY
Berkembangnya penemuan bahan restorasi di bidang kedokteran gigi serta teknik
penumpatan yang bermacam-macam akan mempermudah penumpatan kavitas gigi. Restorasi di
bidang kedokteran gigi terbagi atas dua yaitu restorasi plastis dan restorasi rigid. Restorasi plastis
yaitu bahan restorasi yang dimasukan kedalam kavitas masih dalam keadaan plastis dan masih
dapat dibentuk dan kelak mengeras menjadi rigid, contohnya amalgam, komposit, dan semen
ionomer kaca. Sedangkan restorasi rigid adalah restorasi yang dibentuk diluar mulut dari bahan
yang rigid dan kemudian disemenkan kedalam gigi yang telah dipreparasi yang tentu saja tidak
boleh mempunyai undercut. Salah satu contoh restorasi rigid adalah inlay. (Kidd.2000)
Inlay adalah restorasi tidak langsung yang terbuat dari emas atau porselen yang
dimasukkan kedalam kavitas dan kemudian disemenkan. Perkembangan restorasi tuang modern
adalah atas jasa seorang dokter gigi Amerika, Dr. William H. Taggart, yang pada tahun 1907
menguraikan satu tekhnik pembuatan emas tuang yang lepas dengan gigi yang telah dipreparasi
dengan presisi yang baik. Tekhnik yang diuraikannya dikenal sebagai the lost wax process. Inlay
terbuat dari logam tuang dan porselen yang memiliki keuntungan dan kerugian terhadap
kekuatan, ketahanan terhadap abrasi, penampilan, versatilitas, biaya dan penyemenan.
Pembahasan tentang restorasi inlay, akan kami uraikan lebih jelas pada bab selanjutnya
Definisi inlay
Dental Inlay adalah restorasi gigi yang digunakan untuk memperbaiki gigi yang rusak
ringan hingga sedang. Inlay juga dapat digunakan untuk mengembalikan gigi yang retak atau
patah jika kerusakan tidak cukup parah untuk memerlukan mahkota gigi. Inlay biasanya terbuat
dari porselen, resin komposit, dan kadang-kadang dari emas. Inlay disebut juga restorasi
intrakorona , yaitu restorasi yang terdapat di dalam kavitas oklusal. Restorasi ini dibentuk di luar
mulut dari bahan yang rigid dan kemudian disemenkan ke dalam gigi yang telah dipreparasi,
yang tentu saja tidak boleh mempunyai undercut.
Inlay serupa dengan onlay, yaitu tambalan yang dibuat di dental lab kemudian dicekatkan
ke gigi pasien dengan semen kedokteran gigi. Umumnya gigi yang dibuatkan inlay atau onlay
adalah gigi yang karies dan sudah berlubang besar atau gigi dengan tambalan yang kondisinya
1
sudah buruk dan harus diganti, bila ditambal secara direct dengan amalgam ataupun resin
komposit dikhawatirkan tambalan tersebut tidak akan bertahan lama karena patah atau lepas.
Beberapa restorasi intrakorona (inlay) yang sering digunakan adalah (Kidd.2000):
a. inlay logam tuang dengan teknik direk
b. inlay dan onlay logam tuang dengan teknik indirek
c. inlay porselen
d. Inlay Resin
Bahan yang digunakan
a. Logam tuang
Logam tradisional bagi inlay adalah emas. Emas murni (24 karat, 100 persen atau
1000 fine) jarang sekali digunakan karena merupakan bahan yang sangat lunak. Logam lain
lalu ditambahkan kedalamnya untuk meningkatkan sifat fisiiknya dan karena itu bahan yang
digunakan dalam inlay ”emas” tradisional adalah suatu aloi emas. Aloi tersebut ada yang
terdiri dari 60 persen emas atau lebih dan ada pula yang hanya mengandung 20 persen emas.
Aloi-aloi lain sama sekali tidak mengandung emas tetapi hanya mengandung kombinasi-
kombinasi logam-logam lain, sehingga sering disebut sebagai logam cor. (Kidd.2000)
b. Porselen
Ceramic inlays adalah restorasi intracoronal dan biasa digunakan utamanya untuk
lesi keci dari gigi posteriror dimana estetik dibutuhkanInlay dan vinir porselen dibuat
dengan salah satu dari dua teknik yang sangat berbeda. Pada teknik pertama,cetakan gigi
dicor dalam bahan refraktori yang dapat dipanaskan sampai suhu tinggi sekali tanpa
mengalami kerusaka. Bubuk porselen dicampur dengan cairan sampai menjadi pasta dan
dimasukkan ke dalam kavitas inlay atau ke dalam permikaan labial model refraktori ini,
kemudian dibakar dalam tungku pembakaran sampai partikel-partikel porselennya
menyatu. Proses diulang beberapa kali hingga restorasi menjadi berbentuk dan berwarna
seperti yang diinginkan. Model refraktori kemudian dibuka,biasanya dengan sand blasting
atau glass bead blasting.
Teknik kedua adalah mengecor suatu batangan kaca yang layak cor ke dalam mould
dengan lost wax technique. Restorasi kaca ini kemudian dimasukkan ke dalam tungku
2
pembakaran keramik yang akan mengubah bahan menjadi keramik yang kemudian
diwarnai dan dibakar untuk mengubah penampilannya. Kedua teknik menghasilkan
restorasi keramik (biasanya disebut porselen walaupun sebetulnya tidak akurat), tetapi
bahan-bahan ini agak berbeda sifatnya.
c. Inlay Resin
Cara tradisional untuk membuat restorasi dalam bentuk inlay atau mahkota adalah
dengan menggunakan logam tuang. Porselen bisa ditambahkan pada logam atau digunakan
berdiri sendiri demi mendapatkan unsur estetis yang lebih baik. Sekarang
banyak pembuatan inlay dari kombinasi resin. Inlay resin ini dianggap
lebih stabul dan lebih tahan lama dibandingkan dengan tambalan resin
biasa. Juga dari segi estetis lebih unggul. Bila dibanding dengan inlay
logam misalnya emas, harganya juga sebanding dengan dilihat dari segi
waktu yang digunakan untuk prosedur klinis dan laboratories. Inlay resin
ini amat baik untuk restorasi yang kecil sampai sedang dan bisa
mengungguli tambalan resin direk jika ditempatkan pada lokasi yang
sama.
Keuntungan dan kerugian restorasi logam tuang dan porselen
a. Kekuatan
Pada daerah yang tipis, logam cor lebih kuat daripada amalgam, komposit, atau
semen ionomer kaca dan mempunyai kesanggupan melawan kekuatan tensil yanglebih
besar. Oleh karena itu, bahan ini merupakan bahan pilihan untuk melindungi tonjol gigi
yang telah melemah, yang dengan ketebalan logam 1,0 mm atau kurang sudah cukup
dibandingkan dengan ketebalan minimal amalgam yang 3mm. Sifatnya yang kuat walau
dalam potongan tipis juga membuat bahan ini lebih ideal bagi restorasi vinir ekstrakorona
seperti onlay, dan mahkota lengkap atau sebagian. Bergatung pada aloi logam yang
digunakannya, logam cor bersifat agak duktil, yang memungkinkan tepi restorasi diburnis
agar adaptasinya lebih baik. Untuk itu, preparasi diakhiri dengan bevel atau bahu pada tepi
agar ujung logam nya bisa tipis.
3
Di pihak lain, porselen mempunyai kekuatan kompresif yang tinggi tetapi rendah
dalam kekuatan tensilnya. Ini berarti bahan ini relative getas dalam potongan tipis, paling
sedikit sampai bahan ini disemenkan pada gigi dan mendapatkan dukungan dari jaringan
gigi. Oleh karena itu restorasi porselen jangan diberi bevel, dan diperlukan ketebalan
minimal agar restorasi tidak pecah. Bagi porselen konvensional, ketebalan ini minimal
sekitar 1,5mm, tapi bagi vinir porselen yang tidak terkena tekanan oklusal, 0,5mm atau
kurang sudah memadai.
b. Ketahanan terhadap abrasi
Walaupun amalgam menyerupai email dalam ketahananya terhadap abrasi, baik
komposit maupun semen ionomer kaca cenderung aus dengan lebih cepat dari pada email,
terutama dipermukaan oklusal. Logam tuang dan porselen paling sedikit sama kuatnya
dengan email dalam menahan abrasi, dan memang ada keyakinan bahwa porselen lebih
resisten daripada email sehingga restorasi porselen berantagonis dengan gigi asli, gigi
aslinya itu yang akan aus lebih cepat. Ini akan benar-benar terjadi jiuka pengupaman
(glazing) porselen tidak sempurna atau tidak terkikis. Jika terdapat kavitas abrasi dileher
gigi, komposit atau semen ionomer mungkin sudah cukup menahan abrasi selanjutnya.
Kadang-kadang untuk mengulangi hal ini dipakai inlay porselen atau inlay logam cor.
c. Penampilan
Pernah suatu saat, ketika pilihan restorasi adalah amalgam, emas atau silikat. Emas
sering merupakan bahan yang paling disukai untuk alasan estetika karena lebih menarik
daripada amalgam dan tidak rusak seperti silikat. Selain itu, dilingkungan masyarakat tertentu,
emas di anggap sebagai symbol status jika diletakkan di depan atau di pinggir mulut. Dengan
di perkenalkannya bahan restorasi sewarna dengan gigi yang lebih andal, mode tersebut
lambat laun menghilang dan kini relative sedikit pasien yang meminta tambalan emas.
d. Versatilitas
Logam cor merupakan bahan yang sangat serbaguna. Dengan teknik indirek, restorasi
oklusal dan konturaksial serta daerah kontaknya dapat di bentuk dengan akurat di
laboratorium. Jika restorasi tuang di buat pada pasien yang harus juga di buatkan gigi tiruan
4
sebagian lepas, bidang pemandu, dudukan test,dan reciprocal ledge dapat sekaligus di bentuk
pada restorasinya sewaktu dalam tahap laboratorium.
e. Biaya
Biaya merupakan kelemahan terbesar dari restorasi logam tuang dan porselen.
Penyebab tingginya biaya adalah jumlah waktu yang harus dialokasikan. Selalu ada tahap
laboratorium sehingga minimal harus ada dua perjanjian klinis dengan pasien. Pertama untuk
preparasi gigi dan pencetakan, dan kedua untuk pengepasan restorasi setelah dibuat di
laboratorium. Waktu ekstra yang harus di keluarkan oleh dokter gigi dan peteknik gigi tak
terhindarkan lagi menyebabkan biaya yang beberapa kali lebih mahal dari pada restorasi
plastisnya yang setara
f. Penyemenan
Factor yang lemah pada setiap restorasi yang di semenkan adalah penyemenan. Tepi
suatu restorasi yang tepat-rapat sekalipun masih mempunyai celah beberapa micrometer (10-
16 mikrometer) dari dinding kavitas. Kerapatan tepi restorasi dengan demikian bergantung
seluruhnya pada semen.
Secara ringkas, keuntungan dan kekurangan inlay dirangkum di bawah ini
1) Inlay akan menambah kekuatan gigi lebih besar daripada tumpatan biasa
2) Inlay lebih kuat dan tahan lama daripada tumpatan biasa.
3) Lebih sederhana dibanding crown karena lebih sedikit jaringan gigi yang diambil
4) Karena melalui proses laboratorium, inlay lebih mahal dibanding tambalan biasa.
DAFTAR PUSTAKA
5
1. Anusavice, Kenneth J. (2003). Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. (Johan Arief Budiman & Susi Purwoko, Penerjemah). Jakarta: EGC
2. Kidd, AM., Smith, BGN., & Pickard, HM. (2000). Manual Konservasi Restoratif. Ed 6. ( Narlan Sumawinata, Penerjemah). Jakarta: Widya Medika..
3. Baum, Llyod, et al. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Edisi III. Jakarta : EGC
4. Wataha, C John, and Powers, John M. 2008. Dental Materials Properties and
manipulation. Ninth Edition. USA : Elsavier.
6