Responsi Rehab Medik

39
RESPONSI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI OSTEOPOROSIS Pembimbing : dr. Lena Wijayaningrum, Sp.KFR Penyusun : Kaefana Eka Rahmeliya 2007.04.0.0023 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH

description

RESPONSI

Transcript of Responsi Rehab Medik

Page 1: Responsi Rehab Medik

RESPONSI

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

OSTEOPOROSIS

Pembimbing :

dr. Lena Wijayaningrum, Sp.KFR

Penyusun :

Kaefana Eka Rahmeliya 2007.04.0.0023

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2014

Page 2: Responsi Rehab Medik

LEMBAR PENGESAHAN

Responsi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

OSTEOPOROSIS

Oleh :

KAEFANA EKA RAHMELIYA

NIM. 2007.04.0.0023

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik

Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

RS Angkatan Laut dr. Ramelan

Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya

Surabaya, 03 0ktober 2014

Mengetahui,

Dokter pembimbing

dr. Lena Wijayaningrum, Sp.KFR

Page 3: Responsi Rehab Medik

A. PENDAHULUAN

Pada tahun 2003 WHO mencatat lebih dari 75 juta orang di Eropa,

Amerika,dan jepang menderita osteoporosis dan penyakit tersebut

mengakibatkan 2,3 juta kasus patah tulang pertahun di Eropa dan

Amerika. Sedangkan di Cina angka kesakitan nya sebesar 7% dari jumlah

populasi. (WHO, 2008)

Hasil analisa data risiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah

sampai 65.727 ( 22.799 lkaki-laki dan 42.928 perempuan) yang di lakukan

oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16

wilayah di Indonesia secara selected people ( Sumatera Utara & NAD,

Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka

belitung dan Bengkulu. Menunjukkan angka prevalensi osteopenia

(osteoporosis dini) sebesar 41,7 %dan prevalnsi osteoporosis sebesar

10,3% . Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia <55 tahun pada pria

cenderung lebih tinggi di banding wanita, sedangkan >55 bisa enam kali

lipat di bandingkan pria.(Depkes RI, 2008)

B. STRUKTUR TULANG

Jaringan tulang mempunyai banyak komponen jaringan yaitu Jaringan

tulang keras, Jaringan fibrosa, Cartilage, Jaringan vaskuler, Jaringan

limfe, dan Jaringan lemak dan saraf. Bagian tulang terdiri atas 2 bagian

Substantia spongiosa(berongga) trabeculae danSubstantia

compacta(padat). Penyusun tulang Sepertinya halnya jaringan pengikat

pada umumnya, jaringan tulang juga terdiri atas unsur-unsur yaitu sel,

substansi dasar, dan komponen fibriler tulang yang merupakan jaringan

yang tersusun oleh sel yang didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular

Matrix25%, water25%, collagen, fibers50%, garam yg mengkristal kalsium

fosfat.(Ganong, 2002)

Page 4: Responsi Rehab Medik
Page 5: Responsi Rehab Medik

C.HISTOLOGI SEL-SEL TULANG:

a. Sel osteogenik

Merupakan stem sel tulang dari mesenkim, yang akan

berkembang menjadi osteoblas. Sel osteogenik banyak

ditemukan di bagian dalam periosteum, endosteum, dan di

kanal dalam tulang yang mengandung pembuluh darah.

b. Osteoblas

Sel pembangun tulang. Mensintesis dan mensekresi serat

kolagen dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan oleh matrik

ekstraseluler dari jaringan tulang, dan memulai terjadinya

kalsifikasi. Osteoblas akan mengelilingi dirinya sendiri dengan

matrik ekstraseluler dan akan terjebak diantara sekresinya

dan menjadi osteosit.

c. Osteosit

Sel tulang matur dan sel utama di jaringan tulang,

mempertahankan metabolisme tulang setiap harinya, seperti

pertukaran nutrisidan pembuangan ke darah.

d. Osteoklas

Sel raksasa yang berasal dari monosit yang bergabung dan di

pusatkan di endosteum. Sel yang mengeluarkan enzim

lisosomal dan asam yang mencerna protein dan komponen

mineral pada matrik ekstraseluler yang kemudian dipecah

(diresorbsi).(junquera, 2002)

Page 6: Responsi Rehab Medik

D. Fungsi tulang

Tulang dalam tubuh kita berfungsi sebagai :

1. Penyangga. Penyangga dari jaringan lunak dan merupakan

tempat utama menyambungkan tendon dengan otot tulang

2. Proteksi. Sebagai proteksi kebanyakan organ vital dari injury.

Seperti contoh, tulang cranialis memproteksi otak, vertebra

memproteksi medula spinalis.

3. Membantu pergerakan

4. Homeostasis mineral. Tulang menyediakan beberapa mineral

seperti kalsium dan fosfor. Memproduksi sel darah. Dalam

tulang terdapat sumsum tulang merah (red bone marrow)

yang memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan

platelet. (Guyton, 2005)

Remodelling Tulang

Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur

padat dan rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih

nyata dan keadaan ini meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa

tulang juga tampak pada tulang berongga. Aktivitas remodeling tulang ini

melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik adalah

Hormonal hormonal yang berkainan dengan metabolisme Calsium, seperti

Parat hormone, Vitamin D, Calcitonin, estrogen, androgen, growth

hormon, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan

faktor pertumbuhan lain. Dalam proses remodeling tulang atau bone

turnover, intinya adalah terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion kalsium

yang berada dalam osteoklas akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas

akan digunakan sebagai bahan baku tulang di dalam osteocyte dan pada

akhirnya berperan dalam pembentukan tulang baru. Artinya metabolisme

kalsium inilah yang mempunyai peranan dominan dalam proses

pembentukan tulang. Seperti diketahui, asupan kalsium yang normal

berkisar 1000 – 1500 mg / hari, dan akan diekskresikan juga tidak jauh

Page 7: Responsi Rehab Medik

berbeda dengan asupan tersebut, melalui faeces ( 800 mg ) dan urine

(200 mg). Dalam perjalanannya Kasium akan mempunyai peran penting

dalam remodeling tulang, yaitu sebanyak 300 – 500 mg yang berasal dari

kalsium ekstra seluler sebanyak 900 mg. Artinya dalam proses remodeling

tulang Kalsium tersebut diperlukan kadar antara 300- 500 mg. Jumlah

inilah yang akan ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi

berkisar 1000 – 1500 mg, sehingga kalsium serum berada dalam keadaan

homeostatis ( seimbang ). Dalam mempertahankan keseimbangan

kalsium serum ini, dua hormon secara langsung berhubungan dengan

metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan calsitonin. Adanya

peningkatan asupan kalsium / kalsium darah makan akan merangsang

calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi tulang, dan

sebaliknya. Sedangkan dengan adanya kalsium yang rendah maka

hormon paratiroid akan meningkat sehingga proses remodeling tulang

tetap berjalan dalam keadaan seimbang. Apabila kalsium plasma

meningkat maka akan meningkatkan formasi tulang dan meningkatkan

Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyroid. Dengan adanya calsitonin,

maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya keadaan kalsium

darah yang rendah akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan

akan meningkatkan proses resopsi tulang serta peningkatan absorpsi

kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam darah

tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam

meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal,

dan meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Selain itu

hormon ini juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang

menyebabkan proses resorpsi tulang meningkat. Peran vitamin D dalam

mekanisme burn turn-over tulang melalui peningkatan absorpsi kalsium

dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini maka vitamin D berperan

dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses

mineralisasi tulang sehingga mempertinggi resorpsi tulang. Secara

pathofisiologi, viatmin D mempunyai peran penting pada kelainan tulang.

Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang

Page 8: Responsi Rehab Medik

diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap

keadaan baik fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan.

Adanya kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat

terutama.

E. OSTEOPOROSIS

e.1 Definisi

Adalah suatu penyakit yang di tandai dengan berkurangnya

masa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan

tulang yang berakibat menurun nya kekuatan tulang dan

meningkatnya kerapuhan tulang sehingga tulang mudah patah.

Definisi lain adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,

keropos dan mudah patah akibat berkurangnya masa tulang

yang terjadi dalam waktu yang lama. Secara statistik,

osteoporosis di definisikan sebagai keadaan dimana densitas

mineral tulang ( DMT) berada di bawah nilai rujukan menurut

umur atau standar defiasi berada di bawah nilai rata- rata

rujukan pada usia dewasa muda ( DEPKES, 2002). Sebelum

terjadi osteoporosis seseorang terlebih dahulu orang mengalami

proses osteopenia yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah masa

tulang akibat berbagai keadaan. Penyakit ini di juluki sebagai

Silent epidemic disease, karena menyerang secara diam-

diam tanpa danya tanda- tanda khusus sampai si pasien

mengalami patah tulang.( Depkes RI , 2008)

e.2 Epidemiologi

Faktor usia maka resiko terjadi pada pria sama dengan wanita,

tapi biasanya percepatan penurunan masa tulang terjadi setelah

menopause maka resiko fraktur pada wanita 2x lebih besar

daripada laki-laki dengan usia yang sama.(Depkes RI,2008)

Page 9: Responsi Rehab Medik

e.3 Etiologi dan klasifikasi

1. Osteoporosis primer

Bentukan penyakit osteporosis yang paling banyak ditemukan,

terjadi pada usia 56-65 tahun, dapat dibagi menjadi 2 tipe:

a. Tipe 1

Osteoporosis post menopause

Akibat dari perubahan hormonal, sehingga terjadi

penurunan tingkat estrogen yang bersirkulasi, hal ini

terlihat pada wanita setelah menopause. Osteoporosis

ini terlihat pada orang-orang pada usia lebih dari 70

tahun, dengan perbandingan perempuan dibanding laki-

laki 6:1. Terjadi penurunan masa tulang yang cepat,

dimana terjadi penurunan tulang trabecular yang sangat

cepat (8%/tahun), sementara tulang kortikal hilang

0,5%/tahun. Biasanya fraktur terjadi di lokasi hilangnya

tulang trabecular seperti di vertebrae dan tulang di

bagian distal

b. Tipe 2

Osteoporosis senilis

Akibat dari proses penuaan, dan termasuk defisiensi

kalsium, penurunan vitamin D, dan peningkatan aktivitas

parathormon. Menyebabkan hilangnya bagian tulang

yang lebih menyeluruh, mempengaruhi tulang kortikal

dan cancelous seperti pada leher tulang femoralis.

Osteoporosis ini terlihat pada orang-orang usia lebih dari

70 tahun, dengan perbandingan perempuan dibanding

laki-laki 2:1. Bagian tulang yang mengalami penurunan

dibagian tulang trabecular dan kortikal sekitar

03-0,5%/tahun. Fraktur banyak terjadi di bagian pinggul,

Page 10: Responsi Rehab Medik

pelvis, humerus, tibia, dan corpus vertebrae ( Akhyar Y,

2006)

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder akibat dari penyebab yang bermacam-

macam. Penyebab terbanyak karena pemakaian kortikosteroid

yang kronik atau berkepanjangan. Penyakit metabolik yang

berhubungan osteoporosis hiperparatiroidism, diabetes,

penyakit Cushing, dll. Berhubungan dengan penyakit kelainan

hepar, merokok, penggunaan kafein yang berlebihan. (Akhyar

Y, 2006)

e.4 Patogenesa

1. patogenesa post menepause

Setelah menepause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama

pada dekade awal setelah menepause, sehingga insiden fraktur terutama

fraktur vertebrae regio distal meningkat penurunan densitas tulang

terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas

dan hal ini dapat di cegah dengan terapi esterogen petanda resorpsi

tulang dan formasi tulang keduanya meningkat menunjukkan adanya

peningkatan bone turn over. Esterogen juga berperan menurunkan

produksi berbagai citokine oleh bone marrow stromal celisi dan sel-sel

mononuklear seperti IL1,IL6,dan TNF-α yang berperan meningkatkan

kerja osteoklas. Dengan demikina penurunan kadar esterogen akibat

menepause akan meningkatkan berbagai citokine tersebut singga aktivitas

osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktivitas osteoklas menepause

juga munurunkan arbsorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi

kalsium di ginjal selain itu, menepause menurunkan sintesis berbagai

protein.( Akhyar Y, 2006)

2. Patogenesa osteoporosis senilis

Pada orang usia lanjut terjadi penurunan aktivitas fisik dan juga

penurunan sekresi GH dan IGF-1 selain itu juga penurunan sekresi

Page 11: Responsi Rehab Medik

esterogen. Penurunan sekresi esterogen dan penurunan sekresi GH

menyebabkan gangguan fungsi osteoblast. Turn over tulang sering juga di

sebabkan penurunan sekresi esterogen dan juga hiperparatiroidisme

sekunder. Osteoporosis sering di sebabkan adanya gangguan fungsi

osteoblas dan turn over tulang serta bisa menimbulkan fraktur oleh karena

usia lanjut yang dapat mudah terjatuh, penurunan kekuatan otot,

penurunan aktivasi otot, keseimbangan dan gangguan penglihatan.

(Akhyar Y,2006)

e.5 Faktor resiko

C. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko osteoporosis pada dasarnya terdiri dari faktor risiko

yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi.

A. Fakor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Umur usia

Osteoporosis lebih mungkin sebagai orang bertambah tua dan

tulang mereka kehilangan jaringan.

2. Gender

Wanita dengan tubuh yang lebih kecil dan mulai dengan sedikit

tulang. Mereka juga kehilangan jaringan tulang lebih cepat

dengan bertambahnya usia mereka. Sementara wanita

umumnya kehilangan 30-50% dari massa tulang mereka selama

masa hidup mereka, pria kehilangan hanya 20-33%.

3. Ras

Ras kaukasia dan wanita asia adalah yang paling berisiko untuk

penyakit ini, namun wanita Amerika dan Hispanik Afrika bisa

mendapatkannya juga.( Akhyar Y,2006)

4. Gangguan hormonal

Page 12: Responsi Rehab Medik

a. Wanita yang memasuki masa menaupouse mengalami

pengurangan hormone estergen, sehingga pada umumnya

wanita diatas usia 40 tahun lebih banyak terkena

osteoporosis disbanding dengan pria

b. Pria yang mengalami defist testosterone (hormone ini dalam

darah diubah menjadi esterogen)

c. Gangguan hormonal lain seperti: tiroid, para retiroid, insulin

dan glucokortikoid

Penurunan hormone estrogen secra fisiologik dimulai dari usia

35 tahun dan berakhir sampai usia 65 tahun disebut masa

klimakterium.

Masa klimakterum terbagi atas:

1) Masa klimakterum awal usia 35-45 tahun, dengan keluhan-

keluhan gangguan haid yang menonjol (kadar estrogen

mulai rendah)

2) Masa perimenaoupause usia 46-55 tahun keluhan klinis

defisiensi estrogen pada vasomotor (gejolak panas, vertigo,

keringat banyak), konstitusional (berdebar-debar, migraine,

nyeri otot/pinggang, dan mudah tersinggung) psikiaterik dan

neurotic (merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatik, susah

tidur), disparem, fluor alus, libido menurun, osteoporosis,

kenaikan kolesterol, adepositosis (keemukan karena

gangguan metabolisme karbohidrat).

3) Masa perimenoupause dengan kadar estrogen rendah

sampai sangat rendah yang terjadi dari:

a) Masa premenoupause usia 46-50 tahun

b) Masa menoupause usia 50 (49-51 tahun)

c) Masa post menoupause 51-55 tahun

4) Masa klimakterium akhir usia 56-65 tahun dengan kadar

estrogen sangat rendah sampai tidak ada, dengan keluhan

dan ancaman kejadian Alzheimer. Aterosklerosis, masalah

jantung, frakur osteoporosis, ancaman Ca colon.

Page 13: Responsi Rehab Medik

B. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi

1. Lifestyle

Orang yang merokok atau minum terlalu banyak, atau tidak

mendapatkan cukup latihan memiliki kesempatan peningkatan

osteoporosis.

2. Diet

Mereka yang tidak mendapatkan cukup kalsium atau protein

lebih mungkin untuk mengalami osteoporosis. Itu sebabnya

orang yang terus-menerus diet lebih rentan terhadap penyakit.

3. Postur tubuh kurus

Postur tubuh kurus cenderung mengalami osteoporosis

dibandingkan dengan posur ideal (dengan berat badan ideal),

karena dengan postr tubuh yang kurus sangat mempengaruhi

tingkat pencapaian massa tulang.

4. Imobilitas

Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki resiko yang lebih

tinggi untuk terkena osteoporosis dibandingkan menopause.

Page 14: Responsi Rehab Medik

Imobilitas akan berakibat pada pengecilan tulang dan

pengeluaran kalsium dari tubuh (hierkalsiura). Imobilitas

umumnya dialami orang yang berbedadalam masa

penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk

waktu lama.

5. Kurang terkena sinar matahari

Oaang yang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada

pagi dan sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan

untuk memicu kulit membenuk vit D3, dimana vit D(D3+D2

berasal dari makanan) diubah oleh hepar dan ginjal menjadi

kalsitriol

6. Kurang aktifitas fisik

Kurangnya olahraga dan latihan secara teratur, menimbulkan

efek negatife yang menghambat proses pemadatan massa

tulang dan kekuatan tulang. Namun olahraga yang sangat

berlebihan (marathon, atlit) pada usia muda , terutama anak

perempuan yang telah haid akan menyebabkan haidnya

terhenti, karena kekurangan estrogen, sehingga penyerapan

kalsium berkurang dengan segala akibatnya

7. Penggunaan obat dalam waktu yang lama

Pasien dengan osteoporosis sering dikaikan dengan istirahat

total yang terlalu lama akibat sakit, kelianan tulang, kekurangan

bahan pembentuk dan yang terutama adalah pemakaian obat

yang enggau metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara

lain: kortikosteroid, sitostatika (metotrksat), anti kejang, anti

koagulan (heparin, warfarin)

8. Lingkungan

Lingkungan yang berisiko osteoporosis adalah lingkungan yang

memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalamjangka

waktu yang lama, seperti daerah padat hunian, rumah susun,

apartemen, dan lain-lain.

Page 15: Responsi Rehab Medik

e.6 Gejala Dan Diagnosis

Osteoporosis sering disebut silent disease, karena seringkali

terjadi tanpa gejala. Orang sering tidak tahu bahwa mereka

memiliki penyakit ini sampai terjadi patah tulang. Yang paling sering

terjadi adalah fraktur akibat kompresi tulang belakang. Ini dapat

terjadi bahkan setelah kegiatan yang tampaknya normal, seperti

membungkuk atau memutar untuk mengambil sebuah benda

ringan. Fraktur bisa menyebabkan sakit punggung yang parah, tapi

kadang-kadang tidak diketahui, dan semakin lama postur tubuh

semakin membungkuk. Munculnya bungkuk banyak wanita lanjut

usia, efek ini merupakan osteoporosis pada tulang belakang.

Penurunan kepadatan tulang berlangsung secara progresif

selama bertahun-tahun tanpa disadari dan tanpa disertai adanya

gejala.

Gejal-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:

patah tulang

punggung yang semakin membungkuk

hilangnya tinggi badan

nyeri punggung

Tulang mudah sekali menjadi hancur jika volume kepadatan

tulang menjadi sangat kurang. Hal ini akan menimbulkan nyeri

Page 16: Responsi Rehab Medik

tulang dan kelainan bentuk atau deformitas. Hancurnya tulang

belakang menyebabkan nyeri punggung hingga menahun. Tulang

belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan

ataupun karena cedera ringan.

Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah

tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita

berdiri atau berjalan. Diikuti rasa sakit jika disentuh yang kemudian

akan menghilang secara bertahap setelah beberapa pekan atau

beberapa bulan.

Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius)

di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang

disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis,

patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.

Apabila seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis

osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik

dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan

untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang dapat menjadi

penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.

1. Anamnesis

Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan

osteoporosis ialah :

a. Adanya faktor resiko

b. Terjadinya patah tulang secara tiba-tiba karena trauma yang

ringan atau tanpa trauma

c. Timbul rasa nyeri yang hebat sehingga pasien tidak dapat

melakukan pergerakan

d. Tubuh makin pendek dan bongkok

Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis

osteoporosis ditegakkan berdasarkan :

1. Gejala

2. Pemeriksaan fisik

3. Rontgen tulang.

Page 17: Responsi Rehab Medik

4. Radiografi ditemukan osteopenia (tampak > 30% kehilangan

mineral), hilangnya trabeculae horizontal; fraktur end-plate

lumbal-spinalis fraktur humerus, pergelangan tangan, panggul,

femur supracondilaris dan tibial.

5. Pemeriksaan laboraturium: pengukuran serum kalsium,

fosfat, tes fungsi thyroid.

6. Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah

tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang.

Kemajuan yang cukup besar dalam pengembangan metode

untuk menilai kerangka sekarang memungkinkan untuk

mendeteksi osteoporosis noninvasively dan lebih dini.

Umumnya, osteoporosis dapat dideteksi setelah fraktur yang

terjadi dengan trauma minimal, sebagai temuan insidental pada

film x-ray, atau dengan pengukuran BMD dengan (bone

densitometry / densitometri tulang), yang juga dikenal sebagai

scan kepadatan tulang. Scan ini, juga digunakan untuk

mendeteksi jumlah massa tulang di tulang belakang, pinggul,

pergelangan tangan, tangan, tumit, atau seluruh tubuh dan

untuk mengevaluasi kepadatan. Beberapa teknik yang tersedia

untuk mengukur berbagai BMD secara noninvasif. Teknik

pemindaian tulang yang paling banyak digunakan saat ini

termasuk tunggal absorptiometry x-ray, dual energy x-ray

absortiometry (DEXA), computed tomography kuantitatif, perifer

computed tomography kuantitatif, absortiometry radiografi, USG

kuantitatif, sederhana foton absorptiometry, dan dual foton

absortiometry.

Pemeriksaan yang paling banyak digunakan adalah DEXA

(dual-energy x-ray absorption) karena radiasi yang rendah,

cukup tersedia, dan mudah digunakan. Energi dual x-ray

absortiometry dapat mengukur komposisi jaringan lunak

(massa dan lemak) dan massa tulang atau kepadatan tulang di

tulang belakang lumbal, pinggul, dan lengan, serta total tubuh

Page 18: Responsi Rehab Medik

BMD, dengan lebih presisi dan waktu scanning lebih cepat dari

absortiometry dual-foton. Pemeriksaan ini aman dan tidak

menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.

Sebagai skrining prosedur, DEXA dibatasi oleh biaya peralatan

yang relatif tinggi. Keakuratan teknik ini belum sepenuhnya

didokumentasikan untuk semua situs skeletal yang dapat

diukur. Kriteria untuk diagnosa berdasarkan scan DEXA:

Normal – 1 SD untuk nilai normal dewasa

Osteopenia- antara 1.0-2.4 SD dibawah nilai normal

Osteoporosis- ≥2.5 dibawah nilai normal

Osteoporosis berat- 2.5 plus 1 atau lebih, mudah terjadi

kerapuhan

DEXA sangat berguna untuk:

wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis

penderita yang diagnosisnya belum pasti

e.7 Penata laksaan

Penatalaksanaan osteoporosis dapat dibagi menjadi 2, yaitu

penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.

Medikamentosa

1. Suplemen Vitamin D dan Kalsium

Menurunkan resorbsi tulang, meningkatkan mineralisasi oleh

osteoid, dan menurunkan resiko fraktur pada tulang pinggul.

Meskipun tidak menormalkan resorbsi tulang tapi suplemen

ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik dan

direkomendasikan pada orang-orang dengan usia lebih dari

50 tahun.

Dosis kalsium: 1500mg/hari

Untuk vitamin D penting untuk membantu absorbsi kalsium

Dosis: 400-800 IU/hari,

2. Suplemen calcium citrate atau calcium carbonate

Absorbsinya membutuhkan asam lambung

Dosis: ≤ 500mg

Page 19: Responsi Rehab Medik

3. Bifosfonat

Analog phyrosphosphat yang berikatan dengan permukaan

kristal hydroxyapatit. Mencegah terjadinya resorbsi dengan

mengganggu signal intraselular dari osteoklas. Biphosphonat

tidak dimetabolisme dan di ekskresikan melalui urin.

Alendronate (10mg/hari) dan risredonate (5mg/hari)

Diminum saat perut kosong dengan air putih, karena kalsium

dan makanan menurunkan absorbsinya. Dan pasien harus

posisi tegak (berdiri tau duduk) selama 30 menit setelah

meminum obat untuk meminimalisir efek samping

gastrointestinal yaitu esofagitis dan dispepsia yang terjadi

pada 10% kasus

4. Calcitonin

Hormon yang bekerja langsung pada osteoklas untuk

menurunkan resorbsinya. Obat ini juga menunjukan dapat

menstabilkan masa tulang spinal dan menurunkan fraktur

vertebral tapi tidak ada efek terhadap tulang panggul. Selain

itu kalsitonin juga memiliki efek analgesik pada nyeri akibat

fraktur vertebral.

Tersedia dalam bentuk nasal spray dan dosis yang diberikan

200IU/hari.

Non medikamentosa

1. Edukasi

a. Duduk pada kursi sandaran yang tegak dan lunak; kaki harus

dapat menyentuh lantai. Kursi terbaik untuk pasien adalah

kursi dengan sandaran tangan. Hindari duduk pada

kursi/tempat duduk yang terlampau rendah atau tempat

duduk reclining

b. Saat membersihkan rumah: usahakan tubuh tetap tegak.

Jangan melakukan gerakan rotasi tubuh. Tekuk lutut dan

jangan membungkuk.

2. Rehab medik

Page 20: Responsi Rehab Medik

Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam

penatalaksanaan penderita osteoporosis

• Latihan/exercise

Latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan menambah

massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang

lebih besar dari pada resorbsi tulang. Berikut ini merupakan latihan-

latihan yang dapat dilakukan oleh penderita osteoporosis :

OSTEOPOROSIS : EXERCISE PROGRAMMING

JENIS TUJUAN INTENSITAS/FREKUENSI/

DURASI

AEROBIK

Berjalan

Bersepeda

Berenang

Senam

aerobik

 

Meningkatkan/

mempertahankan

kapasitas fungsional

 

Intensitas sedang

3 – 5 hari/minggu

20 – 30 menit/sesi

KEKUATAN

Dumbbells

Calisthenic

s

Alat beban

 

Meningkatkan kekuatan

lengan, bahu, kaki dan

panggul

Memberi pembebanan

pada otot panggul dan

punggung

 

50% kemampuan (tingkat

kesulitan 3-4 dari skala 1-

10)

2 – 3 sets, 8 repetitions

2 – 3 hari/minggu (tak

berurutan)

FLEKSIBILITA

S

Stretching

Latihan

pereganga

n

 

Meningkatkan/

mempertahankan

fleksibilitas

 

5 – 7 hari/minggu

FUNGSIONAL    

Page 21: Responsi Rehab Medik

Latihan

koordinasi

dan

keseimban

gan

Meningkatkan/

mempertahankan

aktivitas sehari-hari

 

Hal yang penting diperhatikan bagi penderita osteoporosis adalah jangan

melakukan gerakan menekuk berlebihan pada sendi punggung maupun

leher. Hal ini berlaku bukan hanya pada olahraga, tetapi juga pada

aktivitas sehari-hari, misalnya saat mengangkat barang berat harus

menekuk lutut sehingga punggung tidak membungkuk terlalu banyak.

Hydrotherapy atau terapi air

Bagi seseorang yang terkena osteoporosis, saat ini banyak pengobatan

yang ditawarkan. Segala jenis pengobatan ditujukan untuk mengurangi

risiko patah tulang. Salah satunya adalah Aquatic Therapy atau Terapi

Air yaitu metode terapi yang mengandalkan pada respon-respon tubuh

terhadap air. Aquatic Therapy sangat aman untuk latihan bagi penderita

osteoporosis. Jenis fisioterapi di dalam kolam renang ini menyediakan

tempat yang aman untuk latihan tanpa menimbulkan risiko terjatuh atau

mengalami patah tulang. Misalnya, terapi dilakukan di kolam renang atau

kolam terapi.

Terapi Air ini berfungsi untuk:

Meningkatkan kekuatan otot,

Mengurangi nyeri dengan mengurangi tekanan penumpuan berat

badan pada sendi dan tulang,

Meningkatkan keseimbangan,

Mempercepat kesembuhan, dan

Meningkatkan propioseptif (reseptor sendi).

Aquatic Therapy juga dapat membantu untuk rileks dan meningkatkan

sirkulasi darah, lingkup gerak sendi, tonus otot, dan kepercayaan diri.

Page 23: Responsi Rehab Medik

Walaupun Aquatic Therapy ini tergolong aman, sebaiknya

penderita osteoporosis tetap didampingi oleh therapist atau orang

terdekat. Pendampingan ini diperlukan untuk mengawasi dan

memberikan pertolongan sigap jika tiba-tiba terjadi sesuatu

penderita osteoporosis.

AQUATIC THERAPY atau Terapi Air TERBUKTI BERHASIL

Berdasarkan jurnal Bruce E. Becker, MD, MS yang

mengulas tentang Aquatic Therapy : Scientific Foundations and

Clinical Rehabilitation Applications, penelitian Bravo et al. pada

wanita post-menopause selama lebih dari 1 tahun, membuktikan

bahwa kelompok yang melakukan terapi air, terjadi

peningkatan pada kelenturan, kekuatan, daya tahan, kekuatan

jantung dan pernafasan tubuh, serta psikologi dibandingkan

yang tidak melakukan terapi air. Kelompok ini juga membuktikan

bahwa selama 1 tahun lebih, tidak terjadi penurunan massa dan

mineral tulang. Begitu pula penelitian yang dilakukan di Turki dan

Jepang.Terapi air yang mereka lakukan bermacam-macam, seperti

(1) melakukan aerobik “jongkok-berdiri”, berlompat, dan berendam

di dalam kolam dengan kedalaman air sepinggang; (2) berenang;

dan (3) terapi air seperti pada gambar di atas dengan kedalaman

kolam sebahu. Serta masih banyak ragam aquatic therapy yang

lainnya.

Terapi air ini tidak hanya baik untuk pengobatan penderita

osteoporosis, tetapi juga untuk mencegah osteoporosis. Masih di

dalam jurnal Bruce E. Becker, MD, MS, penelitian menunjukkan

bahwa anak-anak atau remaja yang rutin berenang, memiliki massa

dan mineral tulang lebih baik beberapa tahun berikutnya daripada

kelompok yang tidak berenang.

Page 24: Responsi Rehab Medik

c. Saat merapikan tempat tidur: tarik sprei pada satu sisi.

Jangan membungkuk tetapi lekuk lutut. Hindari menarik sprei

dari sisi yang bersebrangan.

d. Saat mengangkat barang bawaan: gunakan tas plastik

dengan bagian yang ada pegangannya dan bawalah sedikit

demi sidekit barang. Angkat barang bawaan dekat dengan

tubuh.

e. Posisi dari duduk ke berbaring pada satu sisi tubuh dulu dan

sebaliknya saat akan duduk dari posisi berbaring.

f. Karena batuk dan bersin dapat menyebabkan patah tulang

belakang pada orang dengan osteoporosis, maka gunakan

satu tangan untuk menahan punggung ketika batuk atau

bersin. Jangan membungkukan pinggang ke depan.

g. Hindari kemungkinan jatuh yaitu antara lain:

Harus mengetahui obat-obatan yang menimbulkan efek

samping mengantuk, pusing, gangguan keseimbangan atau

koordinasi yang dapat meningkatkan resiko jatuh

Hindari terpapar suhu dingin dalam jangka waktu lama

karena dapat menyebabkan timbul rasa pusing

Pakailah tongkat atau walker bila berjalan, berhati-hati

berrjalan pada permukaan basah atau licin

Pakai alas kaki dengan tumit rendah dan beralas karet untuk

mencegah resiko jatuh.

3. Latihan fisik

Latihan menyangga beban berat badan (seperti berjalan,

berlari, menaiki tangga, mengangkat berat, aerobik, tenis)

dan penguatan merupakan unsur penting dalam

pencegahaan dan terapi osteoporosis. Latihan penguatan

membantu menurunkan resiko jatuh dengan cara

memperbaiki kekuatan dan keseimbangan. Semua jenis

latihan harus dikerjakan secara teratur dengan waktu kurang

kebih 30 menit perhari.

Page 25: Responsi Rehab Medik

4. Orthestik-prothestik

Ortosis atau alat bantu diberikan terutama di daerah

punggung yang mempunyai beberapa tujuan, yaitu

memperkecil terjadinya kifosis pada mereka yang beresiko,

mengurangi gaya tekanan pada tulang punggung sebagai

tindakan pencegahan untuk kompresi tulang belakang, dan

untuk membantu menopang tulang belakang sebagai

kompensasi otot punggung yang lemah. Selain itu ortosis

juga dapat digunakan untuk menangani nyeri punggung,

bahkan saat aktifitas pasien.

5. Surgery

Untuk patah tulang yang rumit, seperti pinggul patah, rawat

inap dan prosedur bedah diperlukan. Dalam operasi

penggantian pinggul, pinggul patah akan diganti dengan

pinggul baru yang terbuat dari plastik, atau logam dan

plastik. Meskipun operasi itu sendiri biasanya berhasil,

komplikasi dari patah tulang pinggul bisa serius. Orang-

orang memiliki risiko 5-20% lebih besar untuk meninggal

dalam tahun pertama setelah cedera daripada orang lain

dalam kelompok usia mereka. Sebagian besar dari mereka

yang bertahan hidup tidak dapat kembali ke aktivitas mereka

semula, dan pindah ke kondisi kehidupan yang mendapat

pengawasan, seperti panti jompo. Itulah sebabnya

mendapatkan perawatan dini dan mengambil langkah-

langkah untuk mencegah pengeroposan tulang sangat

penting.

e. 7 Prognosis

kebanyakan pasien meninggal bukan karena osteoporosis.

Patah tulang panggul dapat menyebabkan penurunan mobilitas

dan risiko tambahan berbagai komplikasi (seperti trombosis

vena dalam dan / atau emboli paru, pneumonia).

Page 26: Responsi Rehab Medik

e.8 preventif

1.Penyuluhan Penderita

Kemungkinan jatuhnya pada lansia terkait dengan faktor resiko:

1. Mobilitas sudah berkurang

2. Berjalan dengan tongkat atau walker

3. Gangguan fungsi kognitif (cognitive inpairment)

4. Gangguan penglihatan (visual inpairment)

5. Hipotensi postural

6. Pusing-pusing berat (vertigo)

7. Ketidakmampuan fisik yang berat

8. Pernah mengalami stroke

9. Pernah jatuh

10. Pemakaian obat yang dapat menekan fungs saraf pusat

11. Menderita radang sendi (arthritis)

12. Pendengaran yang berkurang

13. Kelainan jiwa (psikiatri)

14. Kelainan neuromuscular

15. Kurang gizi

16. Penyakit-penyakit jantung

17. Minum alkohol

18. Keadaan rumah yang tidak aman (banyak tangga, drempel dan

licin)

Supaya tidak jatuh diperlukan tindakan keamanan yang memadai

baik di dalam maupun di luar rumah.

Keamanan di dalam rumah

Keamanan Lantai

• Semua karpet harus lengket pada lantai

• Lantai jangan digosok lilin atau dikilapkan dengan minyak

Page 27: Responsi Rehab Medik

• Jangan berjalan di lantai yang basah

• Bersihkan semua kawat, tali temali, mainan anak dan barang lain

dari lantai

• Jangan injak kucing atau anjing yang sedang tidur di lantai

Keamanan tangga

• Usahakan tidak tinggal pada lantai atas rumah

• Pegangan dan undakan tangga harus kencang dan tidak licin

• Karpet di tangga harus dilengketkan pada tangga

Keamanan kamar mandi

• Sekitar tembok kamar mandi dipasang pegangan

• Lantai kamar mandi harus anti slip

Keamanan berupa penerangan

• Pintu, ruangan dan tangga harus cukup penerangan

• Pasang lampu kecil (lampu malam) di kamar tidur dan kamar

mandi

• Siapkan satu senter di samping tempat tidur untuk dipakai kalau

listrik padam

Keamanan Dapur

• Pasanglah keset anti slip di depan wastafel dan kompor

Keamanan di luar rumah

Keamanan dalam mobil

• Pasanglah seat belt bila naik mobil

• Pasanglah pengganjal pinggang

• Pasanglah pengganjal kepala

Keamanan sepatu dan sandal

• Pakailah sepatu yang kuat, bertumit rendah, dengan dasar yang

lunak

• Hindarilah jalan yang basah atau berlumpur

• Kalau perlu pakailah tongkat, walker atau minta tuntunan orang

lain.

Page 28: Responsi Rehab Medik

DAFTAR PUSTAKA

1. Http://www.who.int/chp/topics/osteoporosis.pdf

2. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/

patogenesis dan metabolisme osteoporosis pada manula.pdf.

3. SMF/Instalasi Rehabilitasi Medik dan Promosi Kesehatan

Rumah Sakit &Hubungan Masyarakat,

2012,Osteoporosis.Surabaya:RSUD Dr.Soetomo.

http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download

&gid=398&itemid=112.

4. Sudoyo, Setiyobudi, Alwi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

II. Edisi IV. Jakarta FKUI,2006.Hal 201-211