Responsi Rehab Medik
description
Transcript of Responsi Rehab Medik
RESPONSI
ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
OSTEOPOROSIS
Pembimbing :
dr. Lena Wijayaningrum, Sp.KFR
Penyusun :
Kaefana Eka Rahmeliya 2007.04.0.0023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Responsi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
OSTEOPOROSIS
Oleh :
KAEFANA EKA RAHMELIYA
NIM. 2007.04.0.0023
Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
RS Angkatan Laut dr. Ramelan
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
Surabaya, 03 0ktober 2014
Mengetahui,
Dokter pembimbing
dr. Lena Wijayaningrum, Sp.KFR
A. PENDAHULUAN
Pada tahun 2003 WHO mencatat lebih dari 75 juta orang di Eropa,
Amerika,dan jepang menderita osteoporosis dan penyakit tersebut
mengakibatkan 2,3 juta kasus patah tulang pertahun di Eropa dan
Amerika. Sedangkan di Cina angka kesakitan nya sebesar 7% dari jumlah
populasi. (WHO, 2008)
Hasil analisa data risiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah
sampai 65.727 ( 22.799 lkaki-laki dan 42.928 perempuan) yang di lakukan
oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16
wilayah di Indonesia secara selected people ( Sumatera Utara & NAD,
Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka
belitung dan Bengkulu. Menunjukkan angka prevalensi osteopenia
(osteoporosis dini) sebesar 41,7 %dan prevalnsi osteoporosis sebesar
10,3% . Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia <55 tahun pada pria
cenderung lebih tinggi di banding wanita, sedangkan >55 bisa enam kali
lipat di bandingkan pria.(Depkes RI, 2008)
B. STRUKTUR TULANG
Jaringan tulang mempunyai banyak komponen jaringan yaitu Jaringan
tulang keras, Jaringan fibrosa, Cartilage, Jaringan vaskuler, Jaringan
limfe, dan Jaringan lemak dan saraf. Bagian tulang terdiri atas 2 bagian
Substantia spongiosa(berongga) trabeculae danSubstantia
compacta(padat). Penyusun tulang Sepertinya halnya jaringan pengikat
pada umumnya, jaringan tulang juga terdiri atas unsur-unsur yaitu sel,
substansi dasar, dan komponen fibriler tulang yang merupakan jaringan
yang tersusun oleh sel yang didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular
Matrix25%, water25%, collagen, fibers50%, garam yg mengkristal kalsium
fosfat.(Ganong, 2002)
C.HISTOLOGI SEL-SEL TULANG:
a. Sel osteogenik
Merupakan stem sel tulang dari mesenkim, yang akan
berkembang menjadi osteoblas. Sel osteogenik banyak
ditemukan di bagian dalam periosteum, endosteum, dan di
kanal dalam tulang yang mengandung pembuluh darah.
b. Osteoblas
Sel pembangun tulang. Mensintesis dan mensekresi serat
kolagen dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan oleh matrik
ekstraseluler dari jaringan tulang, dan memulai terjadinya
kalsifikasi. Osteoblas akan mengelilingi dirinya sendiri dengan
matrik ekstraseluler dan akan terjebak diantara sekresinya
dan menjadi osteosit.
c. Osteosit
Sel tulang matur dan sel utama di jaringan tulang,
mempertahankan metabolisme tulang setiap harinya, seperti
pertukaran nutrisidan pembuangan ke darah.
d. Osteoklas
Sel raksasa yang berasal dari monosit yang bergabung dan di
pusatkan di endosteum. Sel yang mengeluarkan enzim
lisosomal dan asam yang mencerna protein dan komponen
mineral pada matrik ekstraseluler yang kemudian dipecah
(diresorbsi).(junquera, 2002)
D. Fungsi tulang
Tulang dalam tubuh kita berfungsi sebagai :
1. Penyangga. Penyangga dari jaringan lunak dan merupakan
tempat utama menyambungkan tendon dengan otot tulang
2. Proteksi. Sebagai proteksi kebanyakan organ vital dari injury.
Seperti contoh, tulang cranialis memproteksi otak, vertebra
memproteksi medula spinalis.
3. Membantu pergerakan
4. Homeostasis mineral. Tulang menyediakan beberapa mineral
seperti kalsium dan fosfor. Memproduksi sel darah. Dalam
tulang terdapat sumsum tulang merah (red bone marrow)
yang memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan
platelet. (Guyton, 2005)
Remodelling Tulang
Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur
padat dan rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih
nyata dan keadaan ini meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa
tulang juga tampak pada tulang berongga. Aktivitas remodeling tulang ini
melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik adalah
Hormonal hormonal yang berkainan dengan metabolisme Calsium, seperti
Parat hormone, Vitamin D, Calcitonin, estrogen, androgen, growth
hormon, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan
faktor pertumbuhan lain. Dalam proses remodeling tulang atau bone
turnover, intinya adalah terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion kalsium
yang berada dalam osteoklas akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas
akan digunakan sebagai bahan baku tulang di dalam osteocyte dan pada
akhirnya berperan dalam pembentukan tulang baru. Artinya metabolisme
kalsium inilah yang mempunyai peranan dominan dalam proses
pembentukan tulang. Seperti diketahui, asupan kalsium yang normal
berkisar 1000 – 1500 mg / hari, dan akan diekskresikan juga tidak jauh
berbeda dengan asupan tersebut, melalui faeces ( 800 mg ) dan urine
(200 mg). Dalam perjalanannya Kasium akan mempunyai peran penting
dalam remodeling tulang, yaitu sebanyak 300 – 500 mg yang berasal dari
kalsium ekstra seluler sebanyak 900 mg. Artinya dalam proses remodeling
tulang Kalsium tersebut diperlukan kadar antara 300- 500 mg. Jumlah
inilah yang akan ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi
berkisar 1000 – 1500 mg, sehingga kalsium serum berada dalam keadaan
homeostatis ( seimbang ). Dalam mempertahankan keseimbangan
kalsium serum ini, dua hormon secara langsung berhubungan dengan
metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan calsitonin. Adanya
peningkatan asupan kalsium / kalsium darah makan akan merangsang
calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi tulang, dan
sebaliknya. Sedangkan dengan adanya kalsium yang rendah maka
hormon paratiroid akan meningkat sehingga proses remodeling tulang
tetap berjalan dalam keadaan seimbang. Apabila kalsium plasma
meningkat maka akan meningkatkan formasi tulang dan meningkatkan
Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyroid. Dengan adanya calsitonin,
maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya keadaan kalsium
darah yang rendah akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan
akan meningkatkan proses resopsi tulang serta peningkatan absorpsi
kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam darah
tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam
meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal,
dan meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Selain itu
hormon ini juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang
menyebabkan proses resorpsi tulang meningkat. Peran vitamin D dalam
mekanisme burn turn-over tulang melalui peningkatan absorpsi kalsium
dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini maka vitamin D berperan
dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses
mineralisasi tulang sehingga mempertinggi resorpsi tulang. Secara
pathofisiologi, viatmin D mempunyai peran penting pada kelainan tulang.
Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang
diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap
keadaan baik fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan.
Adanya kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat
terutama.
E. OSTEOPOROSIS
e.1 Definisi
Adalah suatu penyakit yang di tandai dengan berkurangnya
masa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan
tulang yang berakibat menurun nya kekuatan tulang dan
meningkatnya kerapuhan tulang sehingga tulang mudah patah.
Definisi lain adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,
keropos dan mudah patah akibat berkurangnya masa tulang
yang terjadi dalam waktu yang lama. Secara statistik,
osteoporosis di definisikan sebagai keadaan dimana densitas
mineral tulang ( DMT) berada di bawah nilai rujukan menurut
umur atau standar defiasi berada di bawah nilai rata- rata
rujukan pada usia dewasa muda ( DEPKES, 2002). Sebelum
terjadi osteoporosis seseorang terlebih dahulu orang mengalami
proses osteopenia yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah masa
tulang akibat berbagai keadaan. Penyakit ini di juluki sebagai
Silent epidemic disease, karena menyerang secara diam-
diam tanpa danya tanda- tanda khusus sampai si pasien
mengalami patah tulang.( Depkes RI , 2008)
e.2 Epidemiologi
Faktor usia maka resiko terjadi pada pria sama dengan wanita,
tapi biasanya percepatan penurunan masa tulang terjadi setelah
menopause maka resiko fraktur pada wanita 2x lebih besar
daripada laki-laki dengan usia yang sama.(Depkes RI,2008)
e.3 Etiologi dan klasifikasi
1. Osteoporosis primer
Bentukan penyakit osteporosis yang paling banyak ditemukan,
terjadi pada usia 56-65 tahun, dapat dibagi menjadi 2 tipe:
a. Tipe 1
Osteoporosis post menopause
Akibat dari perubahan hormonal, sehingga terjadi
penurunan tingkat estrogen yang bersirkulasi, hal ini
terlihat pada wanita setelah menopause. Osteoporosis
ini terlihat pada orang-orang pada usia lebih dari 70
tahun, dengan perbandingan perempuan dibanding laki-
laki 6:1. Terjadi penurunan masa tulang yang cepat,
dimana terjadi penurunan tulang trabecular yang sangat
cepat (8%/tahun), sementara tulang kortikal hilang
0,5%/tahun. Biasanya fraktur terjadi di lokasi hilangnya
tulang trabecular seperti di vertebrae dan tulang di
bagian distal
b. Tipe 2
Osteoporosis senilis
Akibat dari proses penuaan, dan termasuk defisiensi
kalsium, penurunan vitamin D, dan peningkatan aktivitas
parathormon. Menyebabkan hilangnya bagian tulang
yang lebih menyeluruh, mempengaruhi tulang kortikal
dan cancelous seperti pada leher tulang femoralis.
Osteoporosis ini terlihat pada orang-orang usia lebih dari
70 tahun, dengan perbandingan perempuan dibanding
laki-laki 2:1. Bagian tulang yang mengalami penurunan
dibagian tulang trabecular dan kortikal sekitar
03-0,5%/tahun. Fraktur banyak terjadi di bagian pinggul,
pelvis, humerus, tibia, dan corpus vertebrae ( Akhyar Y,
2006)
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder akibat dari penyebab yang bermacam-
macam. Penyebab terbanyak karena pemakaian kortikosteroid
yang kronik atau berkepanjangan. Penyakit metabolik yang
berhubungan osteoporosis hiperparatiroidism, diabetes,
penyakit Cushing, dll. Berhubungan dengan penyakit kelainan
hepar, merokok, penggunaan kafein yang berlebihan. (Akhyar
Y, 2006)
e.4 Patogenesa
1. patogenesa post menepause
Setelah menepause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menepause, sehingga insiden fraktur terutama
fraktur vertebrae regio distal meningkat penurunan densitas tulang
terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas
dan hal ini dapat di cegah dengan terapi esterogen petanda resorpsi
tulang dan formasi tulang keduanya meningkat menunjukkan adanya
peningkatan bone turn over. Esterogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai citokine oleh bone marrow stromal celisi dan sel-sel
mononuklear seperti IL1,IL6,dan TNF-α yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas. Dengan demikina penurunan kadar esterogen akibat
menepause akan meningkatkan berbagai citokine tersebut singga aktivitas
osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktivitas osteoklas menepause
juga munurunkan arbsorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi
kalsium di ginjal selain itu, menepause menurunkan sintesis berbagai
protein.( Akhyar Y, 2006)
2. Patogenesa osteoporosis senilis
Pada orang usia lanjut terjadi penurunan aktivitas fisik dan juga
penurunan sekresi GH dan IGF-1 selain itu juga penurunan sekresi
esterogen. Penurunan sekresi esterogen dan penurunan sekresi GH
menyebabkan gangguan fungsi osteoblast. Turn over tulang sering juga di
sebabkan penurunan sekresi esterogen dan juga hiperparatiroidisme
sekunder. Osteoporosis sering di sebabkan adanya gangguan fungsi
osteoblas dan turn over tulang serta bisa menimbulkan fraktur oleh karena
usia lanjut yang dapat mudah terjatuh, penurunan kekuatan otot,
penurunan aktivasi otot, keseimbangan dan gangguan penglihatan.
(Akhyar Y,2006)
e.5 Faktor resiko
C. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko osteoporosis pada dasarnya terdiri dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi.
A. Fakor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Umur usia
Osteoporosis lebih mungkin sebagai orang bertambah tua dan
tulang mereka kehilangan jaringan.
2. Gender
Wanita dengan tubuh yang lebih kecil dan mulai dengan sedikit
tulang. Mereka juga kehilangan jaringan tulang lebih cepat
dengan bertambahnya usia mereka. Sementara wanita
umumnya kehilangan 30-50% dari massa tulang mereka selama
masa hidup mereka, pria kehilangan hanya 20-33%.
3. Ras
Ras kaukasia dan wanita asia adalah yang paling berisiko untuk
penyakit ini, namun wanita Amerika dan Hispanik Afrika bisa
mendapatkannya juga.( Akhyar Y,2006)
4. Gangguan hormonal
a. Wanita yang memasuki masa menaupouse mengalami
pengurangan hormone estergen, sehingga pada umumnya
wanita diatas usia 40 tahun lebih banyak terkena
osteoporosis disbanding dengan pria
b. Pria yang mengalami defist testosterone (hormone ini dalam
darah diubah menjadi esterogen)
c. Gangguan hormonal lain seperti: tiroid, para retiroid, insulin
dan glucokortikoid
Penurunan hormone estrogen secra fisiologik dimulai dari usia
35 tahun dan berakhir sampai usia 65 tahun disebut masa
klimakterium.
Masa klimakterum terbagi atas:
1) Masa klimakterum awal usia 35-45 tahun, dengan keluhan-
keluhan gangguan haid yang menonjol (kadar estrogen
mulai rendah)
2) Masa perimenaoupause usia 46-55 tahun keluhan klinis
defisiensi estrogen pada vasomotor (gejolak panas, vertigo,
keringat banyak), konstitusional (berdebar-debar, migraine,
nyeri otot/pinggang, dan mudah tersinggung) psikiaterik dan
neurotic (merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatik, susah
tidur), disparem, fluor alus, libido menurun, osteoporosis,
kenaikan kolesterol, adepositosis (keemukan karena
gangguan metabolisme karbohidrat).
3) Masa perimenoupause dengan kadar estrogen rendah
sampai sangat rendah yang terjadi dari:
a) Masa premenoupause usia 46-50 tahun
b) Masa menoupause usia 50 (49-51 tahun)
c) Masa post menoupause 51-55 tahun
4) Masa klimakterium akhir usia 56-65 tahun dengan kadar
estrogen sangat rendah sampai tidak ada, dengan keluhan
dan ancaman kejadian Alzheimer. Aterosklerosis, masalah
jantung, frakur osteoporosis, ancaman Ca colon.
B. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi
1. Lifestyle
Orang yang merokok atau minum terlalu banyak, atau tidak
mendapatkan cukup latihan memiliki kesempatan peningkatan
osteoporosis.
2. Diet
Mereka yang tidak mendapatkan cukup kalsium atau protein
lebih mungkin untuk mengalami osteoporosis. Itu sebabnya
orang yang terus-menerus diet lebih rentan terhadap penyakit.
3. Postur tubuh kurus
Postur tubuh kurus cenderung mengalami osteoporosis
dibandingkan dengan posur ideal (dengan berat badan ideal),
karena dengan postr tubuh yang kurus sangat mempengaruhi
tingkat pencapaian massa tulang.
4. Imobilitas
Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk terkena osteoporosis dibandingkan menopause.
Imobilitas akan berakibat pada pengecilan tulang dan
pengeluaran kalsium dari tubuh (hierkalsiura). Imobilitas
umumnya dialami orang yang berbedadalam masa
penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk
waktu lama.
5. Kurang terkena sinar matahari
Oaang yang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada
pagi dan sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan
untuk memicu kulit membenuk vit D3, dimana vit D(D3+D2
berasal dari makanan) diubah oleh hepar dan ginjal menjadi
kalsitriol
6. Kurang aktifitas fisik
Kurangnya olahraga dan latihan secara teratur, menimbulkan
efek negatife yang menghambat proses pemadatan massa
tulang dan kekuatan tulang. Namun olahraga yang sangat
berlebihan (marathon, atlit) pada usia muda , terutama anak
perempuan yang telah haid akan menyebabkan haidnya
terhenti, karena kekurangan estrogen, sehingga penyerapan
kalsium berkurang dengan segala akibatnya
7. Penggunaan obat dalam waktu yang lama
Pasien dengan osteoporosis sering dikaikan dengan istirahat
total yang terlalu lama akibat sakit, kelianan tulang, kekurangan
bahan pembentuk dan yang terutama adalah pemakaian obat
yang enggau metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara
lain: kortikosteroid, sitostatika (metotrksat), anti kejang, anti
koagulan (heparin, warfarin)
8. Lingkungan
Lingkungan yang berisiko osteoporosis adalah lingkungan yang
memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalamjangka
waktu yang lama, seperti daerah padat hunian, rumah susun,
apartemen, dan lain-lain.
e.6 Gejala Dan Diagnosis
Osteoporosis sering disebut silent disease, karena seringkali
terjadi tanpa gejala. Orang sering tidak tahu bahwa mereka
memiliki penyakit ini sampai terjadi patah tulang. Yang paling sering
terjadi adalah fraktur akibat kompresi tulang belakang. Ini dapat
terjadi bahkan setelah kegiatan yang tampaknya normal, seperti
membungkuk atau memutar untuk mengambil sebuah benda
ringan. Fraktur bisa menyebabkan sakit punggung yang parah, tapi
kadang-kadang tidak diketahui, dan semakin lama postur tubuh
semakin membungkuk. Munculnya bungkuk banyak wanita lanjut
usia, efek ini merupakan osteoporosis pada tulang belakang.
Penurunan kepadatan tulang berlangsung secara progresif
selama bertahun-tahun tanpa disadari dan tanpa disertai adanya
gejala.
Gejal-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
patah tulang
punggung yang semakin membungkuk
hilangnya tinggi badan
nyeri punggung
Tulang mudah sekali menjadi hancur jika volume kepadatan
tulang menjadi sangat kurang. Hal ini akan menimbulkan nyeri
tulang dan kelainan bentuk atau deformitas. Hancurnya tulang
belakang menyebabkan nyeri punggung hingga menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan
ataupun karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah
tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita
berdiri atau berjalan. Diikuti rasa sakit jika disentuh yang kemudian
akan menghilang secara bertahap setelah beberapa pekan atau
beberapa bulan.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius)
di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang
disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis,
patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Apabila seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis
osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik
dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan
untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang dapat menjadi
penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.
1. Anamnesis
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan
osteoporosis ialah :
a. Adanya faktor resiko
b. Terjadinya patah tulang secara tiba-tiba karena trauma yang
ringan atau tanpa trauma
c. Timbul rasa nyeri yang hebat sehingga pasien tidak dapat
melakukan pergerakan
d. Tubuh makin pendek dan bongkok
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis
osteoporosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gejala
2. Pemeriksaan fisik
3. Rontgen tulang.
4. Radiografi ditemukan osteopenia (tampak > 30% kehilangan
mineral), hilangnya trabeculae horizontal; fraktur end-plate
lumbal-spinalis fraktur humerus, pergelangan tangan, panggul,
femur supracondilaris dan tibial.
5. Pemeriksaan laboraturium: pengukuran serum kalsium,
fosfat, tes fungsi thyroid.
6. Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah
tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang.
Kemajuan yang cukup besar dalam pengembangan metode
untuk menilai kerangka sekarang memungkinkan untuk
mendeteksi osteoporosis noninvasively dan lebih dini.
Umumnya, osteoporosis dapat dideteksi setelah fraktur yang
terjadi dengan trauma minimal, sebagai temuan insidental pada
film x-ray, atau dengan pengukuran BMD dengan (bone
densitometry / densitometri tulang), yang juga dikenal sebagai
scan kepadatan tulang. Scan ini, juga digunakan untuk
mendeteksi jumlah massa tulang di tulang belakang, pinggul,
pergelangan tangan, tangan, tumit, atau seluruh tubuh dan
untuk mengevaluasi kepadatan. Beberapa teknik yang tersedia
untuk mengukur berbagai BMD secara noninvasif. Teknik
pemindaian tulang yang paling banyak digunakan saat ini
termasuk tunggal absorptiometry x-ray, dual energy x-ray
absortiometry (DEXA), computed tomography kuantitatif, perifer
computed tomography kuantitatif, absortiometry radiografi, USG
kuantitatif, sederhana foton absorptiometry, dan dual foton
absortiometry.
Pemeriksaan yang paling banyak digunakan adalah DEXA
(dual-energy x-ray absorption) karena radiasi yang rendah,
cukup tersedia, dan mudah digunakan. Energi dual x-ray
absortiometry dapat mengukur komposisi jaringan lunak
(massa dan lemak) dan massa tulang atau kepadatan tulang di
tulang belakang lumbal, pinggul, dan lengan, serta total tubuh
BMD, dengan lebih presisi dan waktu scanning lebih cepat dari
absortiometry dual-foton. Pemeriksaan ini aman dan tidak
menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.
Sebagai skrining prosedur, DEXA dibatasi oleh biaya peralatan
yang relatif tinggi. Keakuratan teknik ini belum sepenuhnya
didokumentasikan untuk semua situs skeletal yang dapat
diukur. Kriteria untuk diagnosa berdasarkan scan DEXA:
Normal – 1 SD untuk nilai normal dewasa
Osteopenia- antara 1.0-2.4 SD dibawah nilai normal
Osteoporosis- ≥2.5 dibawah nilai normal
Osteoporosis berat- 2.5 plus 1 atau lebih, mudah terjadi
kerapuhan
DEXA sangat berguna untuk:
wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
penderita yang diagnosisnya belum pasti
e.7 Penata laksaan
Penatalaksanaan osteoporosis dapat dibagi menjadi 2, yaitu
penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
Medikamentosa
1. Suplemen Vitamin D dan Kalsium
Menurunkan resorbsi tulang, meningkatkan mineralisasi oleh
osteoid, dan menurunkan resiko fraktur pada tulang pinggul.
Meskipun tidak menormalkan resorbsi tulang tapi suplemen
ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik dan
direkomendasikan pada orang-orang dengan usia lebih dari
50 tahun.
Dosis kalsium: 1500mg/hari
Untuk vitamin D penting untuk membantu absorbsi kalsium
Dosis: 400-800 IU/hari,
2. Suplemen calcium citrate atau calcium carbonate
Absorbsinya membutuhkan asam lambung
Dosis: ≤ 500mg
3. Bifosfonat
Analog phyrosphosphat yang berikatan dengan permukaan
kristal hydroxyapatit. Mencegah terjadinya resorbsi dengan
mengganggu signal intraselular dari osteoklas. Biphosphonat
tidak dimetabolisme dan di ekskresikan melalui urin.
Alendronate (10mg/hari) dan risredonate (5mg/hari)
Diminum saat perut kosong dengan air putih, karena kalsium
dan makanan menurunkan absorbsinya. Dan pasien harus
posisi tegak (berdiri tau duduk) selama 30 menit setelah
meminum obat untuk meminimalisir efek samping
gastrointestinal yaitu esofagitis dan dispepsia yang terjadi
pada 10% kasus
4. Calcitonin
Hormon yang bekerja langsung pada osteoklas untuk
menurunkan resorbsinya. Obat ini juga menunjukan dapat
menstabilkan masa tulang spinal dan menurunkan fraktur
vertebral tapi tidak ada efek terhadap tulang panggul. Selain
itu kalsitonin juga memiliki efek analgesik pada nyeri akibat
fraktur vertebral.
Tersedia dalam bentuk nasal spray dan dosis yang diberikan
200IU/hari.
Non medikamentosa
1. Edukasi
a. Duduk pada kursi sandaran yang tegak dan lunak; kaki harus
dapat menyentuh lantai. Kursi terbaik untuk pasien adalah
kursi dengan sandaran tangan. Hindari duduk pada
kursi/tempat duduk yang terlampau rendah atau tempat
duduk reclining
b. Saat membersihkan rumah: usahakan tubuh tetap tegak.
Jangan melakukan gerakan rotasi tubuh. Tekuk lutut dan
jangan membungkuk.
2. Rehab medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam
penatalaksanaan penderita osteoporosis
• Latihan/exercise
Latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan menambah
massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang
lebih besar dari pada resorbsi tulang. Berikut ini merupakan latihan-
latihan yang dapat dilakukan oleh penderita osteoporosis :
OSTEOPOROSIS : EXERCISE PROGRAMMING
JENIS TUJUAN INTENSITAS/FREKUENSI/
DURASI
AEROBIK
Berjalan
Bersepeda
Berenang
Senam
aerobik
Meningkatkan/
mempertahankan
kapasitas fungsional
Intensitas sedang
3 – 5 hari/minggu
20 – 30 menit/sesi
KEKUATAN
Dumbbells
Calisthenic
s
Alat beban
Meningkatkan kekuatan
lengan, bahu, kaki dan
panggul
Memberi pembebanan
pada otot panggul dan
punggung
50% kemampuan (tingkat
kesulitan 3-4 dari skala 1-
10)
2 – 3 sets, 8 repetitions
2 – 3 hari/minggu (tak
berurutan)
FLEKSIBILITA
S
Stretching
Latihan
pereganga
n
Meningkatkan/
mempertahankan
fleksibilitas
5 – 7 hari/minggu
FUNGSIONAL
Latihan
koordinasi
dan
keseimban
gan
Meningkatkan/
mempertahankan
aktivitas sehari-hari
Hal yang penting diperhatikan bagi penderita osteoporosis adalah jangan
melakukan gerakan menekuk berlebihan pada sendi punggung maupun
leher. Hal ini berlaku bukan hanya pada olahraga, tetapi juga pada
aktivitas sehari-hari, misalnya saat mengangkat barang berat harus
menekuk lutut sehingga punggung tidak membungkuk terlalu banyak.
Hydrotherapy atau terapi air
Bagi seseorang yang terkena osteoporosis, saat ini banyak pengobatan
yang ditawarkan. Segala jenis pengobatan ditujukan untuk mengurangi
risiko patah tulang. Salah satunya adalah Aquatic Therapy atau Terapi
Air yaitu metode terapi yang mengandalkan pada respon-respon tubuh
terhadap air. Aquatic Therapy sangat aman untuk latihan bagi penderita
osteoporosis. Jenis fisioterapi di dalam kolam renang ini menyediakan
tempat yang aman untuk latihan tanpa menimbulkan risiko terjatuh atau
mengalami patah tulang. Misalnya, terapi dilakukan di kolam renang atau
kolam terapi.
Terapi Air ini berfungsi untuk:
Meningkatkan kekuatan otot,
Mengurangi nyeri dengan mengurangi tekanan penumpuan berat
badan pada sendi dan tulang,
Meningkatkan keseimbangan,
Mempercepat kesembuhan, dan
Meningkatkan propioseptif (reseptor sendi).
Aquatic Therapy juga dapat membantu untuk rileks dan meningkatkan
sirkulasi darah, lingkup gerak sendi, tonus otot, dan kepercayaan diri.
Berikut ini beberapa bentuk latihan di kolam renang untuk penderita
osteoporosis diambil dari Bates A, & Hansen N. The Principles and
Properties of Water: Aquatic Exercise and Therapy (1996:21-28).
Walaupun Aquatic Therapy ini tergolong aman, sebaiknya
penderita osteoporosis tetap didampingi oleh therapist atau orang
terdekat. Pendampingan ini diperlukan untuk mengawasi dan
memberikan pertolongan sigap jika tiba-tiba terjadi sesuatu
penderita osteoporosis.
AQUATIC THERAPY atau Terapi Air TERBUKTI BERHASIL
Berdasarkan jurnal Bruce E. Becker, MD, MS yang
mengulas tentang Aquatic Therapy : Scientific Foundations and
Clinical Rehabilitation Applications, penelitian Bravo et al. pada
wanita post-menopause selama lebih dari 1 tahun, membuktikan
bahwa kelompok yang melakukan terapi air, terjadi
peningkatan pada kelenturan, kekuatan, daya tahan, kekuatan
jantung dan pernafasan tubuh, serta psikologi dibandingkan
yang tidak melakukan terapi air. Kelompok ini juga membuktikan
bahwa selama 1 tahun lebih, tidak terjadi penurunan massa dan
mineral tulang. Begitu pula penelitian yang dilakukan di Turki dan
Jepang.Terapi air yang mereka lakukan bermacam-macam, seperti
(1) melakukan aerobik “jongkok-berdiri”, berlompat, dan berendam
di dalam kolam dengan kedalaman air sepinggang; (2) berenang;
dan (3) terapi air seperti pada gambar di atas dengan kedalaman
kolam sebahu. Serta masih banyak ragam aquatic therapy yang
lainnya.
Terapi air ini tidak hanya baik untuk pengobatan penderita
osteoporosis, tetapi juga untuk mencegah osteoporosis. Masih di
dalam jurnal Bruce E. Becker, MD, MS, penelitian menunjukkan
bahwa anak-anak atau remaja yang rutin berenang, memiliki massa
dan mineral tulang lebih baik beberapa tahun berikutnya daripada
kelompok yang tidak berenang.
c. Saat merapikan tempat tidur: tarik sprei pada satu sisi.
Jangan membungkuk tetapi lekuk lutut. Hindari menarik sprei
dari sisi yang bersebrangan.
d. Saat mengangkat barang bawaan: gunakan tas plastik
dengan bagian yang ada pegangannya dan bawalah sedikit
demi sidekit barang. Angkat barang bawaan dekat dengan
tubuh.
e. Posisi dari duduk ke berbaring pada satu sisi tubuh dulu dan
sebaliknya saat akan duduk dari posisi berbaring.
f. Karena batuk dan bersin dapat menyebabkan patah tulang
belakang pada orang dengan osteoporosis, maka gunakan
satu tangan untuk menahan punggung ketika batuk atau
bersin. Jangan membungkukan pinggang ke depan.
g. Hindari kemungkinan jatuh yaitu antara lain:
Harus mengetahui obat-obatan yang menimbulkan efek
samping mengantuk, pusing, gangguan keseimbangan atau
koordinasi yang dapat meningkatkan resiko jatuh
Hindari terpapar suhu dingin dalam jangka waktu lama
karena dapat menyebabkan timbul rasa pusing
Pakailah tongkat atau walker bila berjalan, berhati-hati
berrjalan pada permukaan basah atau licin
Pakai alas kaki dengan tumit rendah dan beralas karet untuk
mencegah resiko jatuh.
3. Latihan fisik
Latihan menyangga beban berat badan (seperti berjalan,
berlari, menaiki tangga, mengangkat berat, aerobik, tenis)
dan penguatan merupakan unsur penting dalam
pencegahaan dan terapi osteoporosis. Latihan penguatan
membantu menurunkan resiko jatuh dengan cara
memperbaiki kekuatan dan keseimbangan. Semua jenis
latihan harus dikerjakan secara teratur dengan waktu kurang
kebih 30 menit perhari.
4. Orthestik-prothestik
Ortosis atau alat bantu diberikan terutama di daerah
punggung yang mempunyai beberapa tujuan, yaitu
memperkecil terjadinya kifosis pada mereka yang beresiko,
mengurangi gaya tekanan pada tulang punggung sebagai
tindakan pencegahan untuk kompresi tulang belakang, dan
untuk membantu menopang tulang belakang sebagai
kompensasi otot punggung yang lemah. Selain itu ortosis
juga dapat digunakan untuk menangani nyeri punggung,
bahkan saat aktifitas pasien.
5. Surgery
Untuk patah tulang yang rumit, seperti pinggul patah, rawat
inap dan prosedur bedah diperlukan. Dalam operasi
penggantian pinggul, pinggul patah akan diganti dengan
pinggul baru yang terbuat dari plastik, atau logam dan
plastik. Meskipun operasi itu sendiri biasanya berhasil,
komplikasi dari patah tulang pinggul bisa serius. Orang-
orang memiliki risiko 5-20% lebih besar untuk meninggal
dalam tahun pertama setelah cedera daripada orang lain
dalam kelompok usia mereka. Sebagian besar dari mereka
yang bertahan hidup tidak dapat kembali ke aktivitas mereka
semula, dan pindah ke kondisi kehidupan yang mendapat
pengawasan, seperti panti jompo. Itulah sebabnya
mendapatkan perawatan dini dan mengambil langkah-
langkah untuk mencegah pengeroposan tulang sangat
penting.
e. 7 Prognosis
kebanyakan pasien meninggal bukan karena osteoporosis.
Patah tulang panggul dapat menyebabkan penurunan mobilitas
dan risiko tambahan berbagai komplikasi (seperti trombosis
vena dalam dan / atau emboli paru, pneumonia).
e.8 preventif
1.Penyuluhan Penderita
Kemungkinan jatuhnya pada lansia terkait dengan faktor resiko:
1. Mobilitas sudah berkurang
2. Berjalan dengan tongkat atau walker
3. Gangguan fungsi kognitif (cognitive inpairment)
4. Gangguan penglihatan (visual inpairment)
5. Hipotensi postural
6. Pusing-pusing berat (vertigo)
7. Ketidakmampuan fisik yang berat
8. Pernah mengalami stroke
9. Pernah jatuh
10. Pemakaian obat yang dapat menekan fungs saraf pusat
11. Menderita radang sendi (arthritis)
12. Pendengaran yang berkurang
13. Kelainan jiwa (psikiatri)
14. Kelainan neuromuscular
15. Kurang gizi
16. Penyakit-penyakit jantung
17. Minum alkohol
18. Keadaan rumah yang tidak aman (banyak tangga, drempel dan
licin)
Supaya tidak jatuh diperlukan tindakan keamanan yang memadai
baik di dalam maupun di luar rumah.
Keamanan di dalam rumah
Keamanan Lantai
• Semua karpet harus lengket pada lantai
• Lantai jangan digosok lilin atau dikilapkan dengan minyak
• Jangan berjalan di lantai yang basah
• Bersihkan semua kawat, tali temali, mainan anak dan barang lain
dari lantai
• Jangan injak kucing atau anjing yang sedang tidur di lantai
Keamanan tangga
• Usahakan tidak tinggal pada lantai atas rumah
• Pegangan dan undakan tangga harus kencang dan tidak licin
• Karpet di tangga harus dilengketkan pada tangga
Keamanan kamar mandi
• Sekitar tembok kamar mandi dipasang pegangan
• Lantai kamar mandi harus anti slip
Keamanan berupa penerangan
• Pintu, ruangan dan tangga harus cukup penerangan
• Pasang lampu kecil (lampu malam) di kamar tidur dan kamar
mandi
• Siapkan satu senter di samping tempat tidur untuk dipakai kalau
listrik padam
Keamanan Dapur
• Pasanglah keset anti slip di depan wastafel dan kompor
Keamanan di luar rumah
Keamanan dalam mobil
• Pasanglah seat belt bila naik mobil
• Pasanglah pengganjal pinggang
• Pasanglah pengganjal kepala
Keamanan sepatu dan sandal
• Pakailah sepatu yang kuat, bertumit rendah, dengan dasar yang
lunak
• Hindarilah jalan yang basah atau berlumpur
• Kalau perlu pakailah tongkat, walker atau minta tuntunan orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Http://www.who.int/chp/topics/osteoporosis.pdf
2. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/
patogenesis dan metabolisme osteoporosis pada manula.pdf.
3. SMF/Instalasi Rehabilitasi Medik dan Promosi Kesehatan
Rumah Sakit &Hubungan Masyarakat,
2012,Osteoporosis.Surabaya:RSUD Dr.Soetomo.
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download
&gid=398&itemid=112.
4. Sudoyo, Setiyobudi, Alwi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
II. Edisi IV. Jakarta FKUI,2006.Hal 201-211