RESPON AYAM RAS PEDAGING TERHADAP ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...10. Uji...
Transcript of RESPON AYAM RAS PEDAGING TERHADAP ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...10. Uji...
RESPON AYAM RAS PEDAGING TERHADAP
PEMBATASAN WAKTU AKSESIBILITAS PAKAN
RESPONSES OF BROILER
ON RESTRICTION TIME OF FEED ACCESIBILITY
TESIS
SAHIRUDDIN
PROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
RESPON AYAM RAS PEDAGING TERHADAP
PEMBATASAN WAKTU AKSESIBILITAS PAKAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar magister
Program Studi
Ilmu dan Teknologi Peternakan
Disusun dan diajukan oleh
SAHIRUDDIN
kepada
PROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : SahiruddinNomor Mahasiswa : P4000211002Program Studi : Ilmu dan Teknologi Peternakan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 28 Februari 2013
Yang menyatakan
Sahiruddin
i
PRAKATA
Bismillahirrohamanirrahim.
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas
segala Rohmat dan Hidayah-Nya sehingga kami masih diberi ruang dan
waktu yang lapang untuk terus berkarya. Salam dan Shalawat senantiasa
penulis haturkan pada junjungan Beliau Rosululloh SAW. sebagai suri
tauladan bagi semua umatnya.
Ayam ras pedaging saat ini telah mengalami kemajuan dari segi
produktivitas dan juga telah memperlihatkan peningkatan performa,
sehingga pengembangan budi daya dalam skala usaha yang besar
menjadi prioritas. Indonesia yang memiliki iklim tropis, tentunya menjadi
hambatan tersendiri dalam pengelolaan budi daya ayam ras pedaging. Hal
ini berkaitan dengan tingkat sensitivitas pada ayam ras pedaging terhadap
cuaca panas yang dapat berakibat terjadinya heat stress (cekaman
panas) yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap tingginya angka
mortalitas maupun penurunan tingkat produktivitas.
Gagasan penelitian ini muncul setelah dalam kurun waktu 9 tahun
terakhir, penulis sebagai praktisi perunggasan mengamati berbagai
persoalan yang muncul dalam industri perunggasan khususnya budidaya
ayam ras pedaging di Indonesia. Dari hasil penelitian ini penulis
ii
bermaksud menyumbangkan ide pemikiran untuk keberhasilan budidaya
ayam ras pedaging baik di tingkat peternakan rakyat maupun skala
industri.
Penulis sangat berterima kasih kepada bapak Prof.Dr.Ir. Djoni
Prawira Rahardja, M.Sc (Pembimbing Utama), Prof.Dr.Ir. Asmuddin Natsir,
M.Sc (Pembimbing Anggota), Prof.Dr.Ir. Laily Agustina, M.Sc, Dr.Ir.
Syahriani Syahrir, M.Si dan Dr.Ir. Raden Roro Sri Rachma Aprilita
Bugiwati, M.Sc selaku pembahas, Prof.Dr.Ir. Herry Sonjaya, DEA (Kepala
Laboratorium Fisiologi Ternak Unhas) atas bimbingan, saran, dan fasilitas
yang diberikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drh. Aris Handono
(Kepala Dinas Peternakan Bone), Drh. Prasetyo Nugroho, M.R. Hakim,
S.Pt, M.Si, Muh. Yunus, S.ST. Tidak lupa pula kepada semua rekan-rekan
mahasiswa pasca sarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan Unhas
Angkatan ke II, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas saran dan bantuan yang diberikan.
Dengan segala rasa hormat, karya ini akan kupersembahkan untuk
almarhum ayahanda Sabile Hannase, Ibunda Hasnah Sabile, kakanda
Suryana Sabile, adinda Faisal Sabile dan Indah Angriani Sabile. Secara
khusus teruntuk kekasih tercinta Suryani yang dengan kesabaran dan
kerendahan hati selalu setia mendampingi dalam setiap suka maupun
duka. Terima kasih untuk semuanya.
iii
Dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila
dalam penulisan tesis ini terdapat berbagai kekurangan. Semoga tesis ini
bisa bermanfaat bagi setiap kita yang selalu berkeinginan untuk
memajukan dunia peternakan khususnya perunggasan Indonesia.
Wassalau Alaikum Wr. Wb
Makassar, 28 Februari 2013
Sahiruddin
iv
ABSTRAK
SAHIRUDDIN. Respon ayam ras pedaging terhadap pembatasan waktu aksesibilitas pakan (dibimbing oleh Djoni Prawira Rahardja dan Asmuddin Natsir).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa dan respon fisiologi ayam ras pedaging yang diberi perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan.
Sebanyak 200 ekor ayam ras pedaging strain cobb (100 ekor jantan dan 100 ekor betina), dibagi secara acak berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan dan 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 10 ekor. Perlakuan dilakukan pada umur 21 - 35 hari dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan yang diterapkan : (1) 3 jam (jam 09.00 - 12.00), (2) 5 jam (jam 09.00 - 14.00), (3) 7 jam (jam 09.00 - 16.00), (4) tanpa pembatasan waktu aksesibilitas pakan (kontrol). Setiap perlakuan terdiri dari 10 ekor (5 ekor jantan dan 5 ekor betina).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 5 jam lebih baik (P<0,05) dibanding 2 kelompok perlakuan yang lain dan kontrol. Hal ini ditandai dengan pertambahan berat badan, konsumsi pakan, konsumsi air, konversi pakan yang lebih baik, frekuensi nafas rendah, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin yang tinggi.
Kata kunci : Performa, fisiologi, aksesibilitas, ayam ras pedaging
v
ABSTRACT
SAHIRUDDIN. Responses of broiler on restriction time of feed accessibility (Supervised by Djoni Prawira Rahardja and Asmuddin Natsir).
The research was conducted to determine the performance and physiological response of broiler on restriction time of feed accessibility.
There were 200 DOC (100 males and 100 females) of cobb strain used in the experiment, in accordance with completely randomized design (CRD), they were divided into 4 groups of treatment with 5 times of replication : (1) 3 h (09.00 am to 12.00 am), (2) 5 h (09.00 am to 02.00 pm), (3) 7 h (09.00 am to 04.00 pm), (4) feed were provided all the day time (control). Each group consisted of 10 chick (5 males and 5 females).
The results reveal that : performance of 5 h restriction time feed accessibility groups were significantly better compared with the other 2 groups and control. This is indicated by the increase of body weight gain, feed consumption, water consumption, feed conversion ratio, low frequency breath, higher hematocrite and hemoglobin.
Key words: Performance, physiology, accessibility, broiler
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Batasan Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Ayam Ras Pedaging
B. Pertambahan Berat Badan
C. Konsumsi Pakan
D. Konsumsi Air Minum
i
iv
v
vi
ix
x
xi
xiii
1
1
4
4
4
5
6
6
9
9
10
vii
E. Konversi Pakan
F. Pembatasan Aksesibilitas Pakan
G. Suhu Tubuh dan Mekanisme Termoregulasi
H. Cekaman Panas
I. Frekuensi Nafas
J. Profil Hematologis Darah
K. Kerangka Konseptual Penelitian
L. Hipotesis Penelitian
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
A. Materi Penelitian
1. Waktu dan Tempat
2. Perkandangan dan Peralatan
3. Sanitasi Kandang dan Peralatan
4. Ternak Penelitian
5. Pakan
6. Uji Sampel Darah
B. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
2. Parameter dan Teknik Pengukurannya
3. Manajemen Pemeliharaan
4. Analisa Data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Suhu dan Kelembaban Udara
11
12
13
16
18
20
24
26
27
27
27
27
27
27
28
28
29
29
29
32
33
34
34
viii
B. Performa Produksi
1. Pertambahan Berat Badan
2. Konsumsi Pakan
3. Konsumsi Air Minum
4. Konversi Pakan
C. Respon Fisiologi
1. Frekuensi Nafas
2. Profil Hematologis Darah
a. pH Darah
b. Nilai Hematokrit
c. Kadar Haemoglobin
V. KESIMPULAN DAN SARAN
VI. DAFTAR PUSTAKA
36
37
40
41
43
45
46
50
50
52
53
56
57
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi proksimat pakan ayam ras pedaging fase starter dan finisher
2. Rata-rata hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lokasi penelitian di minggu ke IV dan V
3. Rata-rata performa produksi ayam ras pedaging strain cobb
dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V
4. Rata-rata rasio konsumsi air minum per 100 g konsumsi
pakan ayam ras pedaging strain cob dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V.
5. Rata-rata frekuensi nafas, pH darah, nilai hematokrit, kadar hemoglobin ayam ras pedaging strain cobb dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V
28
34
36
41
45
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Zona termonetral ayam ras pedaging
2. Kerangka konseptual penelitian
13
24
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rata-rata pertambahan berat badan (g) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V
2. Rata-rata konsumsi pakan (g) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu Ke IV
3. Rata-rata konsumsi air minum (ml) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V
4. Rata-rata konversi pakan (g) ayam ras pedaging strain cobbdengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu Ke IV dan V
5. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 09.00 Wita)
6. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 12.00 Wita)
7. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 15.00 Wita)
8. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 18.00 Wita)
9. Uji pHdarah ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke V
61
62
63
64
65
66
67
68
69
xii
10. Uji darah nilai hematokrit (%) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke V
11. Uji darah kadar hemoglobin (g/dl) ayam ras pedaging strain cob dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke V
12. Rata-rata hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lokasi penelitian di minggu ke IV dan V.
70
71
72
xiii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
Istilah/singkatan Arti dan keterangan
Adlibitum Kontinyu/tidak terbatas
Broiler Ayam ras pedaging
CO2 Karbon dioksida, satuan kimia
Desinfektan Cairan untuk mensterilkan hama penyakit
DOC Day old chick, bibit ayam umur 1 hari
Fase finisher Fase Akhir, umur ayam 21 hari sampai panen
Fase starter Fase Awal, umur ayam 1 - 21 hari
Fe Ferum, zat besi
g Gram, satuan bobot
g/l Gram per liter, satuan bobot per volume
Heat stress Cekaman panas, kondisi dimana ayam tidak nyaman
Hipertermia Suhu tubuh lebih tinggi dari ambang batas
Hematopoiesis Proses pembentukan sel-sel darah
Homeotherm Suhu tubuh yang konstan
Kali/menit Satuan frekuensi nafas dalam setiap 1 menit
Kardiovaskuler Sistem sirkulasi (pembuluh darah)
kg Kilo gram, satuan bobot
ml Mili liter, satuan volume
Mmol/l Mili mol per liter, satuan volume
xiv
Mortalitas Angka kematian pada ayam
Panting Frekuensi nafas yang cepat dan dangkal
Pyruvat Nama senyawa kimia
SD Standar deviasi
Strain Klasifikasi jenis pada ayam ras pedaging
Zona thermoneutral Kondisi dengan kisaran suhu antara batas bawah (14 0C) dan batas atas (27 0C) suhu kritis
0C Derajat celcius, satuan suhu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ayam ras pedaging merupakan unggas penghasil daging sebagai
sumber protein hewani untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan
peningkatan penghasilan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
asupan protein hewani.
Ayam ras pedaging memiliki siklus produksi yang lebih singkat
apabila dibandingkan dengan ternak unggas komersial lain.Hal ini terkait
dengan sifat genetik yang semakin baik, khususnya untuk karakter
pertumbuhan. Keberhasilan peternakan ayam ras pedaging dipengaruhi
oleh mutu genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dengan
lingkungan.
Produksi ayam ras pedaging sama halnya dengan komoditi
peternakan lainnya, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi. Hal ini terlihat
dari peningkatan produktivitas dengan menggunakan biaya yang efisien.
Oleh karena ayam ras pedaging yang dipelihara menghabiskan sebagian
besar hidupnya di dalam kandang, agar dapat berproduksi optimum
sesuai dengan potensi genetiknya, maka pemeliharaan diusahakan tetap
dalam kondisi lingkungan yang sesuai.
2
Walaupun banyak faktor yang terlibat dalam menentukan
produktivitas ayam ras pedaging, suhu dan kelembaban udara yang tinggi
merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya heat stress
(cekaman panas). Hal ini menjadi tantangan utama dalam meningkatkan
performa ayam ras pedaging terutama di daerah tropis.
Pemeliharaan ayam ras pedaging pada sistem kandang terbuka di
daerah tropis, pada umumnya suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu
optimal untuk pertumbuhan. Suhu lingkungan yang tinggi dapat
mengganggu proses homeostatis dan metabolisme, melalui mekanisme
cekaman panas yang ditandai dengan kondisi panting pada ayam ras
pedaging.
Panting merupakan salah satu respon tingkah laku ayam ras
pedaging akibat cekaman panas, dari suhu lingkungan yang tinggi pada
mekanisme evaporasi melalui saluran pernafasan. Adanya peningkatan
laju pernafasan mengakibatkan pengeluaran CO2 secara berlebihan
dalam darah, yang kemungkinan dapat berakibat pada gangguan sirkulasi
darah.
Apabila suhu dan kelembaban udara meningkat, ayam ras
pedaging akan berusaha mengurangi kelebihan beban panas tubuh. Hal
ini dilakukan untuk menyesuaikan agar suhu tubuh tetap pada kondisi
normal. Pada kondisi suhu yang melebihi batas normal, masalah utama
yang selalu muncul adalah tingginya angka mortalitas sebagai akibat dari
terjadinya cekaman panas (Ahmad, 2006).
3
Peningkatan beban panas tubuh ayam ras pedaging mengarah
pada kondisi terjadinya cekaman panas. Proses terjadinya cekaman
panas merupakan dampak dari pengaruh suhu dan kelembaban udara
tinggi. Pada saat yang sama, cekaman panas juga dapat disebabkan oleh
akumulasi beban panas tubuh akibat laju metabolisme energi dari
pemberian pakan secara ad libitum.
Solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
penurunan performa akibat terjadinya cekaman panas, yaitu dengan
melakukan pembatasan waktu aksesibilitas pakan. Strategi pemberian
pakan ayam ras pedaging dengan membatasi waktu aksesibilitas pakan
pada saat suhu dan kelembaban udara tinggi, dan sebaliknya memberikan
waktu aksesibilitas pakan secara leluasa pada saat suhu dan kelembaban
udara rendah, dilaporkan dapat memberikan hasil yang lebih baik (Altan
dkk., 2000).
Strategi ini masih memerlukan kajian lebih lanjut, sehubungan
dengan kelemahan yang timbul dari pelaksanaan pembatasan waktu
aksesibilitas pakan. Novele, dkk (2008) melaporkan bahwa strategi
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dengan durasi yang lama, pada
suhu dan kelembaban udara tinggi dapat berakibat kematian mendadak
saat ayam mengkonsumsi pakan berlebihan setelah waktu aksesibilitas
pakan tidak dibatasi. Hal ini terjadi akibat ayam belum sepenuhnya pulih
dari cekaman panas. Dengan dasar pemikiran tersebut, akan dilakukan
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dalam penelitian ini.
4
B. Rumusan Masalah
Pemeliharaan ayam ras pedaging pada daerah tropis akan
memberikan respon fisiologi yang ditandai dengan prilaku panting,
sebagai akibat peningkatan laju metabolisme yang dihasilkan dari
konsumsi pakan yang berlebihan pada kondisi cuaca panas. Cekaman
panas pada ayam ras pedaging telah banyak dilaporkan dapat
menurunkan tingkat pertumbuhan serta daya hidup, yang berakibat pada
penurunan profitabilitas (Cooper dan Washburn, 1998). Pembatasan
waktu aksesibilitas pakan pada kondisi suhu dan kelembaban udara
tinggi, diindikasikan dapat mengatasi terjadinya cekaman panas.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa dan respon
fisiologi pada ayam ras pedaging terhadap pembatasan waktu
aksesibilitas pakan.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi stake
holder bidang peternakan, baik itu akademisi, peternak, maupun industri
perunggasan, kaitannya dengan upaya mengatasi masalah cekaman
panas dalam rangka peningkatan performa ayam ras pedaging.
5
E. Batasan Penelitian
Secara umum performa dan respon fisiologi terhadap pembatasan
waktu aksesibilitas pakan pada ayam ras pedaging memiliki cakupan yang
luas. Namun dengan pertimbangan waktu dan sumber daya, maka dalam
penelitian ini dibatasi dengan perlakuan sebagai berikut :
1. Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 3 jam
2. Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 5 jam
3. Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 7 jam
Pengukuran dibatasi dengan parameter sebagai berikut :
a. Performa produksi ayam ras pedaging
1. Pertambahan berat badan
2. Konsumsi pakan
3. Konsumsi air minum
4. Konversi pakan
b. Respon fisiologi ayam ras pedaging
1. Frekuensi nafas
a. Pengukuran pada jam 09.00 Wita
b. Pengukuran pada jam 12.00 Wita
c. Pengukuran pada jam 15.00 Wita
d. Pengukuran pada jam 18.00 Wita
2. Profil Hematologis Darah
a. pH darah
b. Nilai hematokrit
c. Kadar hemoglobin
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Ayam Ras Pedaging
Budidaya ternak unggas tercatat sejak tahun 100 SM di India. Dari
14.000 spesies unggul yang ada, semuanya digolongkan ke dalam 25
ordo. Ternak Unggas didomestikasi dan diklasifikasikan menjadi 4 ordo
yaitu corinifes (Vertebrata bertulang belakang), anser formes (itik dan
angsa), galliformes (ayam mutiara dan kalkun), columbuformes (burung
tekukur dan merpati). Ordo galliformes memiliki peranan paling besar
dalam spesiesnya yang telah dibagi menjadi 3 famili yaitu phasianidae
(ayam), muminiodar (kalkun mutiara asal Afrika) dan mellagride (kalkun
Amerika).
Broiler merupakan jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara
ayam cornish dengan plymouth rock. Broiler ini terdiri dari sekelompok
ayam hasil perkawinan antar jenis yang berbeda dari persilangan
bertingkat (sampai 40 tingkat), dengan tujuan memperoleh produk daging
dengan waktu singkat dan kondisi lain yang mendukung (Atmomarsono,
2004).
Sejarah perkembangan broiler di Indonesia tidak lepas dari
perkembangan perunggasan itu sendiri. Perkembangan tersebut dapat
dikategorikan dalam tiga periode, yaitu :
7
1. Periode Perintisan (1953-1960)
Pada periode ini diimpor berbagai jenis ayam untuk memenuhi
pasar lokal. Jenis ayam yang diimpor adalah white leghorn (WL), island
red (IR), new hampshire (NHS) dan australop.
2. Periode Pengembangan (1961-1970)
Impor bibit ayam ras pedaging secara komersial mulai dilakukan
pada tahun 1967. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kehewanan saat itu
menyusun beberapa program startegis dengan tujuan untuk
memasyarakatkan ayam ras. Daging semakin sulit didapatkan saat itu,
sehingga diharapkan program tersebut dapat meningkatkan konsumsi
protein hewani.
3. Periode Pertumbuhan (1971-1980)
Sejalan dengan adanya program tersebut, permintaan konsumen
terhadap ayam ras pedaging meningkat seiring dengan meningkatnya
pendapatan per kapita. Namun, pada tahun 1998 Indonesia mengalami
krisis ekonomi sehingga kepemilikan ayam di Indonesia ditingkat peternak
menurun hingga lebih dari 50%. Pada akhir tahun 1999 kepemilikan usaha
ayam ras pedaging mulai mengalami kebangkitan (Rasyaf, 1994).
Sampai saat ini ayam ras pedaging telah dikenal masyarakat
Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Dengan waktu pemeliharaan
yang relatif singkat dan pertumbuhan yang cepat dapat memberikan
keuntungan yang tinggi. Dengan demikian, hal ini menyebabkan peternak
baru banyak yang bermunculan di berbagai wilayah Indonesia.
8
Ayam ras pedaging merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan
dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,
terutama dalam memproduksi daging ayam. Kelebihan ayam ras pedaging
adalah memiliki pertumbuhan yang cepat, perdagingan yang baik dan
mempunyai konversi pakan yang rendah.
Ayam ras pedaging sudah berubah seiring dengan rekayasa
genetika yang diterapkan untuk memperoleh bibit ayam ras pedaging
unggul. Ayam ras pedaging telah menjadi hasil rekayasa genetika dengan
tingkat pertumbuhan yang cepat. Dari tahun ke tahun ayam ras pedaging
terus menyesuaikan perubahan guna mengoptimalkan kemampuan
produksi, tetapi di sisi lain telah mengorbankan bagian lain, seperti sistem
kekebalan tubuh (Rasyaf, 1994).
Ayam ras pedaging merupakan ayam yang mempunyai sifat
tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu
merapat ke tubuh (Suprijatna dkk., 2005), memiliki daging lembut, kulit
halus, tulang dada yang lunak (Ensminger, 1980) dan merupakan ayam
penghasil daging yang memiliki kecepatan tumbuh pesat dalam kurun
waktu yang singkat (Yuwanta, 2004).
Pemilihan strain ayam ras pedaging sudah banyak dan mudah
ditemukan di pasaran. Strain yang ada saat ini antara lain lohman 202,
brahma, pilch, yabro, ISA, kim cross, hyline, hybro, missouri, hubbard,
goto, arbor arcres, tatum, cornish, langshans, super 77, ross, marshall,
euribrid, A.A 70, H & N, sussex, bromo, cobb 707 (Rasyaf, 1994).
9
B. Pertambahan Berat Badan
Jull (1982) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pertambahan berat badan ayam ras pedaging yaitu genetik, penyakit,
ransum yang diberikan dan kondisi klimatik. Selanjutnya Murtidjo (2003)
dinyatakan bahwa jika ransum yang diberikan banyak mengandung
protein, mineral, asam amino, maka ayam ras pedaging akan mengalami
pertumbuhan yang optimal.
Pembatasan waktu aksesibilitas pakan ayam ras pedaging (umur 3
- 6 minggu) pada siang hari dengan durasi 6 - 10 jam dimulai pada jam
09.00, menunjukkan kecenderungan pertambahan berat badan yang lebih
baik dibanding ayam tanpa pembatasan waktu aksesibilitas pakan (Sultan
dkk., 2005). Pada umur yang lebih muda (7 - 14 hari), Lee dan Leeson
(2001) melaporkan bahwa perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas
pakan selama 6 – 8 jam per hari pada kondisi ayam sedang mengalami
cekaman panas, memberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik.
C. Konsumsi Pakan
Bahan baku pakan yang digunakan sebagai sumber protein
merupakan bahan pakan yang mahal. Pemberikan pakan sebaiknya
dengan kandungan protein yang sesuai kebutuhan. Peningkatkan level
protein melebihi kebutuhan, dapat berpengaruh buruk terhadap ayam
yang dipelihara pada suhu dan kelembaban udara tinggi (Sultan dkk.,
2005).
10
D. Konsumsi Air Minum
Konsumsi air minum adalah fungsi dari laju kehilangan air dari
dalam tubuh terutama dengan melalui evaporasi. Pada suhu dan
kelembaban udara yang rendah, hewan homeotherm memerlukan jumlah
pakan yang lebih banyak sebagai bahan pakan untuk memanaskan
tubuhnya. Sebaliknya pada suhu dan kelembaban udara tinggi,
dibutuhkan jumlah air yang banyak untuk mendinginkan tubuhnya dengan
cara evaporasi.
Pengaturan lingkungan internal tubuh, termasuk keadaan
homeotherm sangat bergantung pada sifat-sifat kestabilan air. Secara
struktural, air merupakan ¾ bagian komponen tubuh. Dengan proses
evaporasi, air dapat berfungsi sebagai pendingin tubuh karena air memiliki
sifat penguapan yang tinggi. Berkaitan dengan keadaan lingkungan, ada
banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Suhu tubuh ayam akan
meningkat selama makan dan aktivitas fisik (otot). Sebaliknya kondisi
suhu tubuh akan menurun selama pembatasan aksesibilitas pakan
(Rahardja, 2010).
Jenis pakan yang diberikan pada ayam dapat mempengaruhi
konsumsi air minum. Hal ini disebabkan karena kandungan natrium,
kalium dan protein kasar yang tinggi dalam pakan akan meningkatkan
konsumsi air minum. Pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum kira-
kira 2 sampai 3 kali lebih banyak dari konsumsi pakan. Kekurangan air
dapat memperlambat gerakan makanan dari tembolok (Zuprisal, 1998).
11
E. Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan pembagian antara berat badan yang
dicapai dengan konsumsi pakan pada waktu yang sama. Nilai ini
merupakan suatu ukuran efisiensi penggunaan pakan oleh ayam ras
pedaging. Semakin rendah nilainya, maka efisiensinya dalam
menghasilkan bobot badan akhir semakin tinggi (Rasyaf, 2003).
Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor
ayam untuk memproduksi 1 kg berat badan (Whittow, 1976). Konversi
pakan dapat dilihat seberapa jauh efisiensi perubahan makanan ini
menjadi daging. Tidak semua makanan yang dikonsumsi oleh ayam
digunakan untuk pembentukan daging, melainkan sebagian untuk proses
fisiologis tubuh. Selain itu pula ada bagian makanan yang tidak dapat
dicerna oleh ayam lalu terbuang dalam feses dan untuk produksi daging
(Rasyaf, 1994).
Konversi pakan adalah rasio antara jumlah pakan yang diberikan
pada ayam sampai umur panen, dengan bobot hidup pada saat itu
(Siregar dkk.,1982). Konversi pakan erat kaitannya dengan konsumsi
pakan dan pertumbuhan. Semakin tinggi nilai konversi pakan, maka
konsumsi kurang efisien (North dan Bell, 1990). Selain kualitas pakan,
konversi pakan juga bisa dipengaruhi oleh mortalitas dan teknik
pemberian pakan. Teknik pemberian pakan yang baik dapat menekan
angka konversi pakan (Amrullah, 2004).
12
F. Pembatasan Aksesibilitas Pakan
Metode program pembatasan pakan dapat dilakukan secara
kuantitatif, dengan mengurangi jumlah pakan dari jumlah kebutuhan
normal untuk pertumbuhan. Selanjutnya secara kualitatif dengan
mengurangi jumlah kandungan nutrisi dalam batasan tertentu selama
periode singkat (Rincon dan Leeson, 2002).
Strategi yang berbeda dilaporkan oleh Hasegawa, dkk (1994) yang
menyatakan bahwa metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi
dampak cekaman panas ayam ras pedaging adalah dengan cara
membatasi waktu aksesibilitas ayam terhadap tempat pakan pada waktu
tertentu.
Program pembatasan waktu aksesibilitas pakan dianggap sebagai
salah satu metode yang tepat untuk mengurangi dampak cekaman panas,
akibat efek kalorigenik dari konsumsi pakan yang berlebihan pada sistem
pemberian pakan secara ad libitum. Ayam ras pedaging dengan
pembatasan waktu aksesibilitas pakan memiliki adaptasi metabolik lebih
baik, misalnya produksi panas metabolik yang lebih rendah selama
periode pembatasan, sehingga penggunaan pakan untuk pertumbuhan
menjadi lebih efisien (Hayazi dkk., 1990).
Pembatasan waktu aksesibiltas pakan dapat memberikan pengaruh
terhadap antisipasi terjadinya penyakit akibat metabolik (ascites). Selain
itu juga dapat mengurangi angka kematian tinggi pada akhir pemeliharaan
(Vacerek dkk., 2002).
13
G. Suhu Tubuh dan Mekanisme Termoregulasi
Suhu tubuh unggas relatif lebih tinggi dibanding dengan mamalia.
Terdapat perbedaan suhu tubuh diantara spesies unggas tergantung pada
ukuran tubuh. Spesies yang berukuran besar, suhu tubuhnya lebih rendah
dibandingkan dengan spesies yang berukuran lebih kecil. Hal ini berkaitan
dengan produksi panas yang relatif lebih tinggi pada unggas yang
berukuran lebih kecil (Whittow, 1976).
Pada fase starter, ayam memerlukan penambahan panas dalam
mempertahankan suhu tubuh untuk pertumbuhan. Hal ini disebabkan
karena hypothalamus belum berfungsi dengan baik untuk proses
metabolisme dalam mengatasi kekurangan panas. Seiring dengan
pertumbuhan, kebutuhan akan panas berkurang dengan berkembangnya
insulasi oleh bulu dan tingginya produksi panas hasil metabolisme.
Dirain dan Waldroup (2002) mengemukakan bahwa suhu tubuh pada
bangsa ayam sekitar 41 sampai 42 oC. Apabila suhu tubuh naik 4 oC,
maka ayam akan mati. Agar dapat mempertahankan produksi yang
optimum, sebaiknya ayam berada pada zona thermoneutral.
Gambar 1. Zona termonetral ayam ras pedaging
14
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada zona thermoneutral, ayam
mengeluarkan panas dengan perilaku normal. Ketika suhu telah
meningkat hingga melewati titik kritis atas (upper critical temperature),
maka cekaman panas mulai terjadi dan ayam akan mengeluarkan panas
secara aktif melalui panting. Apabila suhu terus bergerak naik hingga
mencapai titik maksimum saat ayam tidak dapat lagi mengeluarkan panas
tubuh, maka cekaman panas kronik terjadi dan ayam akan mati.
Dalam upaya mempertahankan produksi yang optimum, maka
sebaiknya ayam ras pedaging diusahakan agar tetap berada pada zona
thermoneutral. Zona thermoneutral merupakan suatu kondisi dengan
kisaran suhu lingkungan yang normal. Pada kondisi tersebut, ayam tidak
memperlihatkan aktivitas perubahan prilaku atau menunjukkan
ketidaknyamanan. Pada saat yang bersamaan, ayam ras pedaging akan
menggunakan energi metabolik minimum untuk tetap mempertahankan
suhu tubuhnya (Dirain dan Waldroup, 2002).
Zona thermoneutral ini ditandai dengan kondisi lingkungan tingkat
metabolik minimum sebagai batas terendah, dan terjadinya peningkatan
pengeluaran panas dengan cara evaporasi sebagai batas tertinggi. Zona
thermoneutral pada berbagai jenis ternak unggas berkisar antara 18,3
sampai 23,9 oC (North dan Bell, 1990), 18 – 20 oC (Toyomizu dkk., 2005).
Selanjutnya oleh Rahardja (2010) dinyatakan bahwa suhu lingkungan
ayam ras pedaging lebih efektif apabila berada pada suhu antara 17 - 20
oC.
15
Hubungan antara berbagai faktor yang dapat mempengaruhi zona
thermonetral, dapat diamati pada perbedaan performa produksi ayam ras
pedaging. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performa adalah
suhu lingkungan yang berbeda.
Ayam ras pedaging akan lebih sensitif terhadap pengaruh
lingkungan, dalam hal ini suhu dan kelembaban udara lebih tinggi.
Berbeda halnya pada lingkungan yang memiliki suhu dan kelembaban
udara yang lebih rendah, ayam akan lebih aktif dalam melakukan aktivitas
(Card dan Nesheim, 1966).
Tubuh ayam akan menghasilkan panas saat terjadi transformasi
energi kimia dari makanan menjadi kerja. Selanjutnya tubuh ayam
dapat mengabsorpsi panas dari lingkungan sekitar pada kondisi suhu
dan kelembaban udara yang tinggi. Panas yang diabsorpsi terakumulasi
dengan panas yang dihasilkan dari proses metabolisme, sehingga
keduanya menentukan suhu tubuh. Kondisi tersebut harus diimbangi
dengan pengeluaran panas ke luar tubuh, jika suhu tubuh akan
dipertahankan.
Suhu dan kelembaban udara yang tinggi pada daerah tropis,
produktivitas yang baik sulit untuk dicapai. Hal ini disebabkan karena
secara simultan tubuh unggas menghadapi kelebihan produksi panas,
akibat metabolisme pakan yang harus didepasikan. Pada saat yang sama,
ayam masih menghadapi penambahan beban panas dari lingkungan yang
memiliki suhu dan kelembaban udara tinggi (Rahardja, 2010)
16
H. Cekaman Panas
Cekaman panas adalah isitilah yang biasa digunakan untuk
menggambarkan respon fisiologi ayam ras pedaging, pada kondisi suhu
dan kelembaban udara tinggi. Hal ini ditandai dengan adanya respon
abnormal seperti halnya peningkatan frekuensi nafas (Dirain dan
Waldroup, 2002).
Kondisi suhu dan kelembaban udara tinggi telah menjadi
pertimbangan utama dalam usaha pengembangan industri perunggasan,
terutama di daerah tropis dengan iklim panas hampir sepanjang tahun.
Pertambahan berat badan yang rendah dan nilai konversi pakan yang
tinggi, lebih banyak disebabkan oleh kondisi suhu dan kelembaban udara
yang tinggi. (Cooper dan Washburn, 1998).
Peningkatan suhu lingkungan hingga mencapai lebih dari 27 oC,
mengakibatkan terjadinya proses pengeluaran panas melalui evaporasi.
Pada kondisi tersebut, ayam memerlukan energi untuk aktivitas panting
(hyperventilation). Agar panting efektif, maka pengeluaran panas yang
terjadi harus lebih besar dari pada panas yang dihasilkan oleh aktivitas
panting itu sendiri (North dan Bell, 1990).
Kondisi kelebihan beban panas tubuh yang tetap berlanjut pada
ayam ras pedaging, menyebabkan keseimbangan panas tersebut tidak
dapat berlangsung lebih lama. Peningkatan beban panas tubuh dapat
berakibat pada ayam akan menderita hipertemia (Pampori dan Saleem,
2007)
17
Hampir setengah dari terhambatnya pertumbuhan pada daerah
iklim panas, disebabkan oleh pengaruh langsung dari suhu dan
kelembaban udara yang tinggi (May dan Lott, 2000). Panas dari
lingkungan yang diabsorpsi akan bersatu dengan panas yang dihasilkan
dari metabolisme, sehingga keduanya menentukan suhu tubuh yang
harus diimbangi dengan pengeluaran panas ke luar tubuh jika suhu tubuh
akan dipertahankan relatif tetap (Rahardja, 2010).
Ayam tidak memiliki kelenjar keringat sehingga harus mengeluarkan
panas tubuh berlebih melalui cara yang lain untuk mempertahankan suhu
tubuh normalnya. Panas tubuh dikeluarkan melalui radiasi (radiation),
konduksi (conduction), konveksi (convection) dan evavorasi (evaporation).
Radiasi, konduksi, dan konveksi biasa juga disebut dengan sensible heat
loss. Proses tersebut hanya efektif apabila suhu lingkungan tidak jauh
berbeda atau masih berada pada zona thermoneutral ayam. Penggunaan
ventilasi kandang yang bertujuan untuk memudahkan pergerakan udara,
merupakan cara yang efektif agar pengeluaran panas melalui sensible
heat loss dapat terjadi (Ahmad dkk., 2006).
Salah satu teknik yang mulai dikembangkan dalam mengantisipasi
terjadinya cekaman panas, pada kondisi suhu dan kelembaban udara
tinggi adalah kandang tertutup (close house). Metode ini sangat modern
karena menggunakan alat dan sistem perkandangan yang memungkinkan
terjadinya aliran udara lebih dingin, namun disisi lain dianggap tidak
efisien karena membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
18
I. Frekuensi Nafas
Reaksi tubuh yang mengalami cekaman panas akan terjadi
peningkatan frekuensi pernafasan. Kondisi ini disertai dengan pernafasan
yang cepat dan dangkal, sebagai suatu indikasi berlangsungnya evaporasi
secara intensif melalui pernafasan (Rahardja, 2010)
Ketika suhu dan kelembaban udara lingkungan semakin meningkat,
maka ayam ras pedaging akan berusaha mempertahankan suhu tubuh
tetap konstan hingga batas teratas yang masih dapat ditoleransi. Ayam
ras pedaging mengeluarkan sebagian panas tubuh, baik dengan
mekanisme sensible heat loss melalui radiasi, konveksi dan konduksi
maupun melalui Insensible heat loss melalui evaporasi (Whittow, 1976).
1. Radiasi
Radiasi merupakan proses panas dalam bentuk gelombang
elektromagnetik yang dilepaskan ke udara dengan suhu rendah dari
permukaan kulit. Warna bulu memberikan pengaruh yang nyata dalam
menentukan jumlah panas yang dikeluarkan melalui jalan radiasi.
2. Konveksi
Panas yang dikeluarkan melalui konveksi melibatkan pergerakan
dari molekul udara. Udara yang mengadakan kontak dengan kulit yang
lebih hangat menjadi lebih ringan, kemudian terangkat dan digantikan oleh
molekul udara yang lebih dingin. Dengan demikian pengeluaran panas
dengan cara ini akan tergantung pada gerak atau kecepatan udara dan
19
juga luas pemukaan tubuh. Selain itu, adanya perbedaan suhu tubuh
dengan lingkungan juga mempengaruhi pengeluaran panas tubuh, di
mana semakin besar perbedaan keduanya maka semakin besar
pengeluaran panas tubuh.
3. Konduksi
Konduksi merupakan proses perpindahan energi dari suatu molekul
ke molekul lainnya. Berbeda halnya dengan konveksi, pada proses
konduksi tidak terdapat perpindahan molekul selama perpindahan energi.
Kulit dan bulu merupakan konduktor yang kurang baik, maka pengeluaran
panas melalui cara ini ini biasanya relatif kecil. Besarnya panas yang
dikeluarkan melalui radiasi, konduksi dan konvenksi sangat tergantung
pada perbedaan suhu antara tubuh dengan lingkungannya. Untuk
mempertahankan panas yang hilang melalui sensible heat loss, ayam
tidak memerlukan perubahan pola perilaku konsumsi pakan, maupun
metabolisme.
4. Evaporasi
Evaporasi merupakan proses pengeluaran panas melalui saluran
pernafasan. Pada saat terjadi peningkatan beban panas tubuh akibat
meningkatnya suhu lingkungan, maka proporsi panas yang dikeluarkan
melaui evaporasi juga meningkat. Frekuensi nafas akan meningkat dari 25
- 150 kali per menit ketika suhu lingkungan naik dari 27 oC hingga 44 oC
(Dirain dan Waldroup, 2002).
20
J. Profil Hematologis Darah
Darah berperan menyusun 5 – 8 % dari bobot tubuh ayam pada
umumnya. Komponen air dan elektrolit dalam darah berasal dari pakan
dan air yang dikonsumsi. Cekaman panas berpengaruh terhadap
karakteristik darah yaitu : distribusi sel-sel darah, komponen serum,
kapasitas pengikatan oksigen, koagulasi dan tekanan darah. Pada kondisi
suhu dan kelembaban udara lebih rendah dari suhu normal, saat mana
diperlukan peningkatan laju metabolisme, terjadi peningkatan pengaliran
darah ke paru-paru. Sementara itu pembuluh periver mengalami
vasokonstriksi, sehingga proporsi darah yang mengalir ke perifer
menurun. Sebaliknya pengaliran darah ke perifer meningkat selama ayam
mengalami cekaman panas.
Peningkatan pengaliran darah ke perifer setelah perangsangan
panas tidak hanya terbatas pada jaringan kulit, tetapi juga ke jaringan
paruh dan hidung pada ayam yang mengandalkan panting sebagai jalan
pengeluaran panas. Peningkatan pengaliran darah tersebut dapat
mencapai 5 kali dari keadaan normal. Reaksi sistem kardiovaskuler dalam
menghadapi cekaman panas, tampak menjadi beralasan bahwa
penurunan suplai darah ke perototan rangka dan saluran pencernaan
mempunyai konsekuensi menurunkan laju pertumbuhan. Selain itu dapat
menyebabkan tidak efisien dalam penggunaan pakan, terutama bagi
ayam yang tidak/belum beradaptasi di lingkungan dengan suhu dan
kelembaban udara tinggi (Rahardja, 2010).
21
1. Nilai Hematokrit
Nilai hematokrit pada ayam ras pedaging dilaporkan (Nowaczewski
dan Kontecka, 2012) pada jantan dan betina umur 44 hari adalah masing-
masing 36 dan 35 %. Selanjutnya hasil studi Suchy, dkk (2004) yang
melakukan penelitian tentang profil metabolik pada darah, diperoleh hasil
rata-rata nilai hematokrit 30 % pada ayam ras pedaging dengan kondisi
normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Vecerek, dkk (2002) pada ayam ras
pedaging, dengan perlakuan pemberian suhu yang semakin meningkat
seiring dengan peningkatan umur ayam, diperoleh nilai hematokrit 28
sampai 30 %.
2. Kadar Hemoglobin
Kondisi lingkungan dengan suhu yang tinggi dapat mempengaruhi
proses homeopoietic pada ayam ras pedaging (Vecerek dkk., 2002).
Dampak yang signifikan dari suhu dan kelembaban udara tinggi berupa
penurunan kadar hemoglobin, mengindikasikan adanya pengaruh pada
metabolisme intermedial, yang akan berdampak langsung pada
penghambatan pertumbuhan dan mortalitas yang tinggi (Suchy dkk.,
2004).
Penurunan kadar hemoglobin sebagai akibat dari tingginya suhu
dan kelembaban udara, menunjukkan adanya pengaruh terhadap proses
sintesis hemoglobin yang pada gilirannya akan berdampak pada
metabolisme secara keseluruhan.
22
Seleksi ayam ras pedaging ke arah pencapaian berat badan yang
tinggi dan konversi pakan rendah, akan menghasilkan galur ayam yang
rentan akan kelainan metabolik terutama pada lingkungan dengan kondisi
suhu dan kelembaban udara harian tinggi (Nowaczewski dan Kontecka,
2012).
Kelainan metabolik tersebut secara langsung dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban udara, sehubungan dengan kegagalan kerja sistem
sirkulasi dan respirasi pada ayam ras pedaging dengan pertumbuhan
yang tinggi. Asites (ascites syndrome) muncul berkaitan erat dengan
penurunan kadar oksigen terlarut dalam darah (hypoxemia). Tingkat
kejadian asites pada ayam ras pedaging sangat berkaitan dengan nilai
hematokrit yang rendah dan berkurangnya kadar hemoglobin terlarut
dalam darah.
Kadar hemoglobin darah ayam ras pedaging umur 44 hari
dilaporkan pada ayam jantan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar
hemoglobin pada betina (Nowaczewski dan Kontecka, 2012). Selanjutnya
dinyatakan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan diantara
parameter nilai hematokrit dengan kadar hemoglobin (r=0,351 - 0,426).
3. pH Darah
Ayam ras pedaging pada umumnya menunjukkan adanya respon
terhadap peningkatan suhu lingkungan, dengan meningkatkan laju
respirasinya. Peningkatan laju respirasi sebagai akibat dari peningkatan
suhu lingkungan, dapat berdampak pada gangguan asam basa darah.
23
Gangguan asam basa, akan berdampak terganggunya pola aliran
darah, distribusi cairan tubuh serta mengganggu keseimbangan ion tubuh.
yang akan mempengaruhi penggunaan zat nutrisi dan produksi daging
dalam tubuh ayam (Bayraktar dan Seremet, 2012).
Alkalosis dilaporkan mulai terjadi sekitar 1 jam setelah ayam
terpapar suhu lingkungan yang tinggi (35 oC), namun sekitar 1 jam
berikutnya terjadi penurunan pH darah seiring dengan peningkatan asam
laktat pada plasma (Toyomizu dkk., 2005).
Ayam ras pedaging yang mengalami cekaman panas selama 6 jam
pada suhu 34 oC dan kelembaban 55 %, tidak mengalami perubahan pH
darah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tidak ditemukannya perbedaan nilai
pH darah pada ayam dalam kondisi cekaman panas selama 6 jam
dibanding ayam kontrol, menunjukkan bahwa terdapat mekanisme
kompensatori dari sistem sirkulasi untuk mempertahankan keseimbangan
pH darah (Mujahid dkk., 2009).
Proses mekanisme kompensatori tidak ditemukan pada awal
terjadinya cekaman panas, sekitar 30 - 120 menit (Toyomizu dkk., 2005),
Apabila kondisi yang menyebabkan cekaman panas pada ayam
diperpanjang hingga 6 - 18 jam, ayam ras padaging dapat menyesuaikan
kembali pH darahnya berada dalam nilai batasan normal. Mekanisme
kompensasi ini masih memerlukan kajian mengenai batasan suhu dan
kelembaban udara yang masih dapat ditolelir ayam pada kisaran umur
yang berbeda (Mujahid dkk., 2009).
24
GENETIK LINGKUNGAN
KLIMATIK ? PENYAKIT ? SAPRONAK ? MANAJEMEN ?
PRODUKSI
- Suhu- Kelembaban
Cekaman Panas
Pembatasan aksesibilitas Pakan
- Konsumsi Pakan- Konsumsi Air
Minum
PENCERNAAN
- Frekuensi Nafas- pH Darah- Nilai Hematokrit- Kadar Hemoglobin
- Konversi Pakan
K. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2. Kerangka konseptual penelitian
25
Proses pertumbuhan pada ayam ras pedaging dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Secara umum, genetik dan lingkungan merupakan
faktor utama yang menentukan proses produksi. Faktor lingkungan dapat
dibagi dalam 4 variabel yaitu klimatik (suhu dan kelembaban udara),
penyakit, sarana produksi ternak (SAPRONAK) dan manajemen.
Kondisi klimatik lingkungan, dalam hal ini suhu dan kelembaban
udara dianggap penting karena secara keseluruhan akan memberikan
pengaruh pada mekanisme kerja fisiologi di dalam tubuh ayam. Kondisi
klimatik yang tinggi diindikasikan dapat menyebabkan terjadinya cekaman
panas. Selain kondisi klimatik lingkungan, munculnya penyakit juga dapat
menghambat proses pertumbuhan ayam. Selanjutnya Ketersediaan
kelengkapan sarana produksi juga menjadi bagian yang harus
diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan jumlah kapasitas tampung terhadap
populasi dalam kandang serta rasio perbandingan jumlah peralatan
kandang yang digunakan. Faktor penyakit dan sarana produksi tidak
menjadi bagian dari materi penelitian, sehingga dianggap memberikan
pengaruh yang sama.
Cekaman panas yang disebabkan oleh kondisi klimatik lingkungan
tinggi, juga dapat dipengaruhi oleh tingginya laju metabolisme energi
sebagai akibat dari konsumsi pakan yang berlebihan. Manajemen
pemberian pakan dengan memberikan akses waktu terbatas pada saat
kondisi klimatik tinggi, diindikasikan dapat mengatasi cekaman panas
pada ayam ras pedaging.
26
L. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini adalah :
1. Performa Ayam Ras Pedaging
H0 : Terdapat pengaruh pembatasan waktu aksesibiitas pakan terhadap
performa ayam ras pedaging.
H1 : Tidak terdapat pengaruh pembatasan waktu aksesibiitas pakan
terhadap performa ayam ras pedaging.
2. Respon Fisiologis Ayam Ras Pedaging
H0 : Terdapat pengaruh pembatasan waktu aksesibiitas pakan terhadap
respon fisiologi ayam ras pedaging.
H1 : Tidak terdapat pengaruh pembatasan waktu aksesibiitas pakan
terhadap respon fisiologi ayam ras pedaging.
27
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
A. Materi Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012, bertempat
di Kabupaten Bone dan Laboratorium Fisiologi Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Perkandangan dan Peralatannya
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang
panggung yang di dalamnya dibuat petak sebanyak 20 buah dengan
ukuran 1 x 1,25 m setiap petak. Peralatan kandang meliputi brooder
house (indukan buatan), gasolec (pemanas indukan), tempat minum,
tempat pakan, termometer dan timbangan.
3. Sanitasi Kandang dan Peralatan
Sebelum kandang digunakan, sebelumnya dilakukan sanitasi
kandang dan peralatan dengan menggunakan desinfektan.
4. Ternak Penelitian
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini day old chick (DOC)
ayam ras pedaging strain cobb sebanyak 200 ekor, dengan proporsi
masing-masing 100 ekor jantan dan 100 ekor betina.
28
5. Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersil,
terdiri dari 2 jenis yaitu fase starter dan finisher. Analisa proksimat dari
pakan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Analisa proksimat pakan ayam ras pedaging fase starter dan finisher
Fase Starter Fase Finisher
( % ) ( % )
Kadar Air Maximal 13,00 13,00
Protein 22,00 - 23,00 21 - 23,00
Lemak Minimal 5,00 5,00
Serat Maksimal 5,00 5,00
Abu Maksimal 7,00 7,00
Kalsium Minimal 0,90 0,90
Phosfor Minimal 0,60 0,60
6. Uji Sampel Darah
Sampel darah yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan uji di
laboratorium. Alat yang digunakan : vaccinostyle, tabung wintrobe, tabung
reaksi yang berisi antikoagulan, pipa kapiler, hemoglobinometer sahli,
centrifuge dan skala mikro-hematokrit. Bahan yang digunakan : kapas,
alkohol 70 %, kertas indikator, kertas saring, larutan HCL 0,1 N dan
aquades.
Analisa Proksimat
29
B. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan menggunakan ayam ras pedaging strain cobb umur 21 hari
sebanyak 200 ekor, dibagi secara acak berdasarkan perlakuan sebagai
berikut :
T0 : Tanpa pembatasan waktu aksesibilitas pakan (kontrol)
T1 : Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 3 jam
T2 : Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 5 jam
T3 : Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 7 jam
Terdapat 4 kelompok perlakuan, masing-masing 10 ekor dan
diulang sebanyak 5 kali sehingga keseluruhan digunakan 200 ekor
ayam percobaan.
2. Parameter dan Teknik Pengukuran
a. Performa Produksi
1. Pertambahan Berat Badan (PBB)
Pertambahan berat badan merupakan jumlah bobot badan (g) yang
dihasilkan selama 1 minggu. Pertambahan berat badan mingguan diukur
pada minggu ke IV dan V dengan melakukan penimbangan di awal dan
akhir minggu, selanjutnya hasil penimbangan di akhir minggu dikurangi
dengan hasil penimbangan di awal minggu.
30
2. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan (g) diukur setiap hari dengan melakukan
penimbangan pakan yang tersisa pada tempat pakan dan menghitung
selisihnya dengan jumlah pakan yang diberikan sebelumnya. Hasil
pengukuran direkap pada setiap akhir minggu.
3. Konsumsi Air Minum
Konsumsi air minum (ml) diukur setiap hari dengan mengukur air
yang tersisa pada tempat minum dan menghitung selisihnya dengan
jumlah air yang diberikan sebelumnya. Hasil pengukuran dikoreksi dengan
tingkat penguapan air dan direkap pada setiap akhir minggu.
4. Rasio Konsumsi Air Minum Per 100 g Konsumsi Pakan
Rasio konsumsi air minum setiap 100 g konsumsi pakan (ml)
dihitung dengan rumus :
5. Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mencapai produksi bobot badan 1 kg yang diperoleh dengan membagi
jumlah konsumsi pakan (g) dengan jumlah pertambahan berat badan (g)
pada setiap akhir minggu. Hasil yang diperoleh pada pengukuran minggu
ke IV dan V diambil nilai rata-rata.
Rasio Konsumsi Air Minum Konsumsi Air Minum
Konsumsi PakanX 100 =
31
b. Respon Fisiologis Ayam Ras Pedaging
1. Frekuensi Nafas
Frekuensi nafas diukur selama 1 menit dengan menghitung
frekuensi nafas dari masing-masing unit percobaan. Pengukuran
dilakukan pada jam 09.00, 12.00, 15.00 dan 18.00 Wita di minggu ke IV
dan V. Hasil pengukuran yang diperoleh diambil nilai rata-rata.
2. Pengambilan Sampel Darah
Darah diambil pada bagian vena jogularis dan ditampung dalam
tabung reaksi yang berisi anti koagulan. Pengambilan sampel dilakukan di
minggu ke V, dengan sampel 1 ekor ayam secara acak dari masing-
masing kelompok perlakuan sehingga keseluruhan digunakan 20 ekor.
a. pH Darah
pH darah diukur dengan mencelupkan kertas indikator pada darah
lalu mencocokkan angka yang tertera di kertas indikator (Sturkie’s, 2000).
b. Nilai Hematokrit
Nilai hematokrit (%) ditentukan setelah darah disentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit dan diukur dengan menggunakan
mikrohematokrit (Sturkie’s, 2000).
c. Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin (g/dl) darah diukur dengan menggunakan
metode cyanomethaemoglobin (Sturkie’s, 2000).
32
3.MManajemen Pemeliharaan
a. Periode Indukan
Periode indukan adalah pemeliharaan ayam yang dilakukan sejak
umur 1 - 14 hari. Pada saat DOC tiba di kandang langsung dimasukkan ke
dalam brooder house (indukan buatan) yang telah dilengkapi dengan
tempat pakan, tempat minum, gasolec (pemanas indukan) dan
menggunakan alas litter dari sekam padi yang diatasnya ditutupi dengan
kertas Koran.
b. Periode Adaptasi
Periode adaptasi adalah pemeliharaan ayam antara umur 15 - 20
hari, saat mana gasolec (pemanas indukan) tidak digunakan lagi sampai
akhir panen. Pada umur 16 hari alas sekam sudah mulai dibuang
sebagian dan sisanya pada umur 17 hari alas sekam dibuka semua. Pada
periode ini juga sekaligus sebagai tahap persiapan untuk perlakuan
penelitian.
c. Periode Perlakuan
Periode perlakuan adalah periode dimana dimulainya penelitian
pada umur 21 - 35 hari dengan memberikan perlakuan pembatasan
waktu aksesibilitas pakan yang berbeda selama 3 jam (jam 09.00 - 12.00),
5 jam (jam 09.00 - 14.00), 7 jam (jam 09.00 - 16.00) dan tanpa
pembatasan waktu aksesibilitas pakan (kontrol).
33
Analisa Data
Data diolah dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan
rancangan acak lengkap. Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilakukan uji
lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan (Gaspersz, 1994) dengan
model matematik sebagai berikut :
Yij = + i + €ij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan
= Nilai tengah populasi (rata-rata)
i = Pengaruh aditif pembatasan aksesibilitas pakan pada (i : 1,2,3,4)
€ij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke i dan ulangan ke j
4.
34
BAB. IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Suhu dan Kelembaban Udara
Faktor klimatik (suhu dan kelembaban udara) merupakan bagian
penting dalam mendukung peningkatan performa ayam ras pedaging. Hal
ini berkaitan dengan respon fisiologi yang ditimbulkan, sebagai akibat dari
peningkatan suhu dan kelembaban udara. Rata-rata pengukuran suhu
dan kelembaban udara pada lokasi penelitian, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lokasi penelitian di minggu ke IV dan V.
Waktu Pengukuran Suhu (0C) Kelembaban (%)(Wita) Minimum-Maksimum Minimum-Maksimum
Jam 06.00 - 09.00 24,40 - 28,20.
82 - 83Jam 10.00 - 12.00 30,60 - 33,70 84 - 88Jam 13.00 - 15.00 33,30 - 35,20 87 - 88Jam 16.00 - 18.00 32,00 - 32,50 85 - 87
Suhu dan kelembaban udara pada penelitian ini terlihat bervariasi.
Pada pagi hari jam 06.00-09.00, rata-rata suhu dan kelembaban udara
tergolong rendah (26,13 0C dan 82,50 %), jam 10.00-12.00 mengalami
peningkatan (31,90 0C dan 86 %), jam 13.00-15.00 merupakan kondisi
klimatik paling tinggi (34,37 0C dan 87,67 %) tetapi saat sore menjelang
petang jam 16.00-18.00 sudah mulai menurun (32,23 0C dan 86 %).
35
Upaya untuk mempertahankan performa produksi yang optimal,
ayam ras pedaging diusahakan agar tetap berada pada zona
thermoneutral, yaitu kondisi dengan kisaran suhu lingkungan yang normal
(Dirain dan Waldroup., 2002).
Zona thermoneutral ayam berkisar antara 17 - 20 oC (Rahardja,
2010), 18 - 20 oC (Toyomizu dkk., 2005) ,18,3 - 23,9 oC (North dan Bell,
1990). Kondisi ini ditandai dengan lingkungan tingkat metabolik minimum
sebagai batas terendah dan terjadinya peningkatan pengeluaran panas
dengan cara evaporasi sebagai batas tertinggi.
Pemberian pakan secara ad libitum (tanpa pembatasan waktu
aksesibilitas), diindikasikan dengan performa yang kurang baik, karena
secara mekanisme fisiologi tubuh ayam menghadapi kelebihan beban
panas, yang harus dikeluarkan. Saat yang sama juga menghadapi
penambahan beban panas dari lingkungan dengan suhu dan kelembaban
udara tinggi.
Berdasarkan Tabel 2. data hasil pengukuran klimatologi
menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban udara pada lokasi penelitian
dapat dikategorikan sebagai wilayah dengan klimatik yang tergolong
tinggi. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya cekaman panas
pada ayam ras pedaging. Hal ini diindikasikan bahwa sejumlah pakan
yang dikonsumsi pada kondisi suhu klimatik yang tinggi, proses fisiologi
tubuh tidak dapat bekerja dengan baik untuk mencapai pertumbuhan yang
optimal.
36
B. Performa Produksi
Performa produksi ayam ras pedaging strain cobb terhadap
pembatasan aksesibilitas pakan, yang meliputi parameter pertambahan
berat badan, konsumsi pakan, konsumsi air minum dan konversi pakan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata performa produksi ayam ras pedaging strain cobbdengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan yang berbeda pada minggu ke IV dan V.
PerformaPembatasan Waktu Aksesibilitas Pakan
T0 T1 T2 T3
PertambahanBerat Badan(g/ekor)
609 ± 16,90a 615 ± 25,66ab 661 ± 12,70c 636 ± 12,66b
Konsumsi Pakan (g/ekor)
1.019 ± 12,39b 1.010 ± 2,12b 995 ± 5,49a 991 ± 4,08a
Konsumsi Air Minum (ml/ekor)
2.427 ± 28,10b 2.395 ± 24,10b 2.310 ± 53,75a 2.281± 23,20a
Konversi Pakan
1,67 ± 0,04b 1,64 ± 0,06b 1,50± 0,02a 1,56 ± 0,03a
abc Superskrip yang berbeda mengikuti nilai rata-rata pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)
Keterangan :
T0 : Tanpa pembatasan waktu aksesibilitas pakan (kontrol)
T1 : Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 3 jam
T2 : Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 5 jam
T3 : Pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 7 jam
37
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pembatasan
waktu aksesibilitas pakan pada ayam ras pedaging, menunjukkan
pengaruh (P<0,05) terhadap pertambahan berat badan, konsumsi pakan,
konsumsi air minum, dan konversi pakan.
1. Pertambahan Berat Badan
Uji lanjut menunjukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas
pakan selama 5 dan 7 jam, diperoleh pertambahan berat badan yang lebih
tinggi (P<0,05) dibanding kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Pada kondisi penelitian ini, pembatasan waktu aksesibilitas pakan
selama 5 dan 7 jam pada ayam menunjukkan efektifitas yang lebih baik
dalam mengurangi beban panas tubuh yang disebabkan oleh pengaruh
cekaman panas. Hal ini ditandai dengan pertambahan berat badan yang
lebih tinggi (661 dan 636 g). Hasil yang berbeda diperoleh pada
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dengan durasi singkat (3 jam) dan
tanpa pembatasan waktu akses (kontrol) dengan pertambahan berat
badan yang rendah (615 dan 609 g).
Pemberian pakan pada ayam ras pedaging dengan cara
melakukan pembatasan waktu aksesibiltas terhadap tempat pakan,
bertujuan untuk membatasi kemampuan setiap ayam dalam
mengkonsumsi pakan pada siang hari. Hal ini berarti bahwa konsumsi
yang rendah pada saat suhu dan kelembaban udara tinggi, akan
mengurangi dampak cekaman panas akibat dari efek kalorigenik pakan.
38
Beberapa hasil penelitian lain pada wilayah tropis menunjukkan
adanya kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian ini. Sultan, dkk
(2005) yang memberikan perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas
pakan pada ayam ras pedaging (umur 3 - 6 minggu) pada siang hari
dengan durasi 6 - 10 jam yang dimulai pada jam 09.00, menunjukkan
pertambahan berat badan yang lebih baik dibanding kontrol.
Pada umur yang lebih muda (7 - 14 hari), Lee dan Leeson (2001)
melaporkan bahwa perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan
selama 6 - 8 jam per hari pada kondisi ayam sedang mengalami cekaman
panas, memberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik.
Pembatasan waktu aksesibilitas pakan yang singkat (3 jam) pada
penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbaikan pertambahan berat
badan (609 g). Hal ini berarti bahwa ayam dalam kondisi cekaman panas
akan sulit untuk pencapaian pertumbuhan yang optimum.
Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Banong dan Hakim
(2011) bahwa pada pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 2 - 4
jam (umur 2 - 5 minggu), diperoleh pertambahan berat badan yang tidak
berbeda dibandingkan kontrol. Pada perlakuan tersebut terlihat bahwa
pakan dalam crop (tembolok) masih tersisa dengan kondisi telah
mengalami pencampuran dengan air minum. Pembatasan waktu
aksesibilitas pakan yang dilakukan selama 4 jam, kondisi crop,
proventriculus dan gizzard ayam sudah kosong, namun dengan usus
halus yang masih penuh.
39
Pada kondisi tersebut menandakan bahwa saluran pencernaan
masih terisi dengan sisa pakan yang dikonsumsi sebelumnya, sehingga
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dengan durasi lama (5 - 7 jam),
kebutuhan ayam akan energi masih dapat dipenuhi sehingga tidak
berdampak pada pertumbuhan.
Penjelasan lain mengenai tingginya pertumbuhan ayam dengan
pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada kondisi klimatik tinggi
dikemukakan oleh Francis, dkk (1991) bahwa dengan tidak adanya
produksi panas dari pakan yang dikonsumsi pada siang hari, ayam akan
lebih mudah mengeluarkan panas berlebihan dari dalam tubuh melalui
sistem pernafasan.
Beberapa studi memperoleh hasil yang kontradiksi dengan hasil
penelitian ini. Pembatasan aksesibilitas pakan tidak memperbaiki performa
ayam ras pedaging, bahkan memiliki performa yang lebih rendah
dibanding kontrol (Zubair dan Leeson 1994; Zhong, dkk 1995). Perbedaan
hasil yang diperoleh pada berbagai laporan tersebut, terkait dengan
perbedaan waktu dan umur dimulainya program pembatasan aksesibilitas
pakan, serta lama pembatasan aksesibilitas pakan yang diterapkan.
Faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan ayam ras
pedaging, yaitu suhu dan kelembaban udara dimana ayam dipelihara (Jull,
1982). Dampak dari kondisi klimatik tersebut dilaporkan oleh May dan Lott
(2000) bahwa hampir setengah dari terhambatnya pertumbuhan pada
daerah iklim panas, disebabkan suhu dan kelembaban udara tinggi.
40
2. Konsumsi Pakan
Uji lanjut menunjukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas
pakan dengan durasi 5 dan 7 jam diperoleh konsumsi pakan lebih rendah
(P<0,05) dibanding kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Ayam ras pedaging dengan perlakuan pembatasan waktu
aksesibilitas pakan yang lebih lama (5 dan 7 jam) memiliki konsumsi
pakan yang rendah (995 g dan 991 g). Hal ini disebabkan karena
kesempatan ayam untuk aktivitas makan lebih terbatas. Hasil yang
berbeda diperoleh pada ayam dengan pembatasan waktu aksesibilitas
pakan lebih singkat dan tanpa pembatasan (3 dan 0 jam). Pada kondisi
ini, ayam memiliki kesempatan makan lebih banyak sehingga konsumsi
pakannya lebih tinggi (1.010 g dan 1.019 g).
Ayam ras pedaging yang diberikan pakan dalam jumlah banyak,
tidak berarti bahwa akan mencapai pertambahan berat badan yang tinggi
pula. Rendahnya pertambahan berat badan ayam dengan pemberian
pakan secara ad libitum (609 g), berkaitan dengan efek cekaman panas.
Cekaman panas bersumber dari tingginya suhu lingkungan di luar tubuh.
Dari dalam tubuh, terjadi laju metabolisme energi akibat konsumsi pakan
yang berlebih. Kondisi ini akan mengakibatkan beban panas tubuh ayam
bertambah sebagai respon terjadinya efek kalorigenik pakan, dari
sejumlah pakan yang dikonsumsi, yang berdampak pada rendahnya
pertambahan berat badan.
41
3. Konsumsi Air Minum
Uji lanjut menunjukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas
pakan 5 dan 7 jam diperoleh konsumsi air minum lebih rendah (P<0,05)
dibanding kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila pembatasan
waktu aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Ayam ras pedaging dengan perlakuan pembatasan waktu
aksesibilitas pakan yang lebih lama (5 dan 7 jam) memiliki konsumsi air
minum yang lebih rendah (2.310 ml dan 2.281 ml). Hasil yang berbeda
diperoleh pada ayam dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan lebih
singkat dan tanpa pembatasan (3 dan 0 jam), konsumsi air minumnya
lebih tinggi (2.359 ml dan 2.427 g).
Data konsumsi pakan yang diperoleh menunjukkan kaitan dengan
konsumsi air minum. Hubungan antara konsumsi air minum dan pakan,
dapat dilihat dari rasio perbandingan keduanya. Rasio konsumsi ini
diperhitungkan untuk melihat secara detail besaran kebutuhan konsumsi
pakan, yang diikuti dengan kebutuhan konsumsi air minum.
Tabel 4. Rata-rata rasio konsumsi air minum per 100 g konsumsi pakan ayam ras pedaging strain cobb dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V.
PerformaPembatasan Waktu Aksesibilitas Pakan
T0 T1 T2 T3
Rasio KonsumsiAir Minum per 100g Pakan (ml/ekor)
232 231 223 219
42
Pembatasan waktu aksesibilitas pakan yang lebih lama (5 dan 7
jam) memiliki rasio konsumsi air minum terhadap konsumsi pakan yang
rendah (223 ml dan 219 ml), tetapi dengan pencapaian pertambahan
berat badan yang lebih baik (661 g dan 636 g). Hasil yang berbeda
diperoleh pada ayam dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan lebih
singkat dan tanpa pembatasan (3 dan 0 jam), dengan rasio konsumsi air
minum terhadap konsumsi pakan yang tinggi (231 ml dan 232 ml), tetapi
dengan hasil pertambahan berat badan yang rendah (615 g dan 609 g).
Meningkatnya beban panas tubuh yang disebabkan oleh tingginya
suhu lingkungan dan laju metebolisme energi akibat konsumsi pakan yang
berlebihan (efek kalorigenik pakan), merupakan indikasi yang mengarah
pada cekaman panas. Kondisi ini berdampak pada pertambahan berat
badan yang rendah. Sebagai upaya untuk mengurangi beban panas
tubuh, ayam akan mengkonsumsi air minum lebih banyak.
Ayam ras pedaging yang waktu aksesibilitas pakannya dibatasi
dengan durasi yang lebih lama dan telah mengalami dehidrasi, akan
menggunakan subtansi dalam jaringan untuk menghasilkan energi
metabolik, yang dapat digunakan untuk mempertahankan homeostatis
tubuh (Pires dkk., 2007). Dengan demikian, pembatasan waktu
aksesibilitas pakan pada penelitian ini, masih dapat mempertahankan
kebutuhan tubuh ayam untuk pertumbuhan. Walaupun waktu aksesibilitas
pakan dibatasi dengan durasi yang lebih lama (5 - 7 jam), ayam ras
pedaging masih memperlihatkan tingkat performa yang lebih baik.
43
4. Konversi Pakan
Uji lanjut menunjukkan bahwa pembatasan aksesibilitas pakan 5
dan 7 jam diperoleh konversi pakan lebih rendah (P<0,05) dibanding
kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila pembatasan waktu
aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Perbedaan konversi pakan yang diperoleh dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa ayam ras pedaging dengan perlakuan pembatasan
waktu aksesibilitas pakan yang lebih lama (5 dan 7 jam) memiliki nilai
efiisiensi pengunaan pakan yang lebih baik (1,50 dan 1,56). Demikian pula
sebaliknya bila pemberian pakan dengan pembatasan waktu aksesibilitas
lebih singkat dan tanpa pembatasan (3 dan 0 jam) menunjukkan konversi
pakan yang lebih tinggi (1,64 dan 1,67).
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan laporan
Mahmood, dkk (2005) yang menunjukkan nilai efisiensi penggunaan
pakan lebih baik pada ayam ras pedaging dengan memberikan waktu
akses pakan yang terbatas pada saat suhu harian mencapai kondisi
maksimum.
Hasil serupa juga dilaporkan oleh Zubair dan Leeson (1994), Zhong
dkk (1995), Lee dan Leeson (2001) serta Rincon dan Leeson (2002), yang
menunjukkan adanya konversi pakan yang lebih baik pada ayam ras
pedaging, dengan pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada saat
mengalami cekaman panas dibanding dengan pemberian pakan secara
ad libitum.
44
Efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik pada ayam dengan
pembatasan waktu aksesibilitas pakan kondisi klimatik tinggi, disebabkan
karena berkurangnya dampak cekaman panas, sebagai bentuk respon
berkurangnya panas metabolik dari berkurangnya konsumsi pakan. Salah
satu indikasi berkurangnya dampak cekaman panas sehubungan
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dilihat pada penurunan beban
panas tubuh dibanding ayam yang tanpa pembatasan aksesibilitas pakan.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian pakan secara ad libitum saat kondisi suhu dan kelembaban
udara tinggi (mencapai 35,20 0C dan 88 %), akan meningkatkan beban
panas tubuh. Peningkatan beban panas tubuh disebabkan oleh adanya
mekanisme absorpsi panas dari tingginya suhu lingkungan dan efek
kalorigenik pakan. Kondisi ini berakibat pada rendahnya pencapaian
angka pertambahan berat badan (609 g), sehingga nilai konversi pakan
pun menjadi tinggi (1,67).
Ayam ras pedaging dalam kondisi normal, energi yang diperoleh
dari konsumsi pakan akan terdistribusi dengan baik berdasarkan proporsi
kebutuhan untuk hidup pokok, aktivitas maupun pertumbuhan. Berbeda
halnya pada ayam yang mengalami cekaman panas, energi yang
diperoleh sebagian digunakan untuk mengatasi cekaman panas tersebut,
sehingga energi yang seharusnya untuk pertumbuhan akan berkurang.
Hal ini akan berdampak pada rendahnya pencapaian pertambahan berat
badan dan efisiensi penggunaan pakan
45
C. Respon Fisiologis
Hasil pengukuran respon fisiologi (jumlah frekuensi nafas dan profil
hematologis darah) ayam ras pedaging terhadap perlakuan pembatasan
waktu aksesibilitas pakan yang berbeda, yang diperoleh pada penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata frekuensi nafas, pH, nilai hematokrit, kadar hemoglobin ayam ras pedaging strain cobb dengan pembatasan aksesibilitas pakan yang berbeda pada minggu ke IV dan V.
Waktu Pengukuran
(Wita)
Frekuensi Nafas (Kali/Menit/ekor)
T0 T1 T2 T3
Jam 09.00 47 ± 4,00 46 ± 2,16 44 ± 2,19 46 ± 3,53
Jam 12.00 131 ± 1,92b 127 ± 1,09a 126 ± 1,92a 127 ± 0,44a
Jam 15.00 134 ± 2,60b 132 ± 1,67b 124 ± 2,38a 124 ± 3,43a
Jam 18.00 134 ± 1,81b 132 ± 1,92b 126 ± 1,14a 124 ± 2,28a
pH Darah 7,1 ± 0,83 7,0 ± 0,27 7,2 ± 0,11 7,1 ± 0,13
NilaiHematokrit(%)
28,80 ± 1,30a 28,40 ± 0,54a 31,20 ± 1,30b 32,20 ± 0,83b
KadarHemoglobin(g/dl)
13,02 ± 0,81a 13,76 ± 0,98a 16,12 ± 1,15b 16,48 ± 1,44b
ab Superskrip yang berbeda mengikuti nilai rata-rata pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Profil Hematologis Darah
46
1. Frekuensi Nafas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pembatasan
waktu aksesibilitas pakan yang berbeda menunjukkan pengaruh (P<0,05)
terhadap frekuensi nafas pada pengukuran jam 12.00, 15.00 dan 18.00,
tetapi tidak berpengaruh (P>0,05) pada pengukuran jam 09.00.
Tidak adanya perbedaan jumlah frekuensi nafas pada pengukuran
jam 09.00 disebabkan karena pada saat pengukuran, sebelumnya ayam
belum mengalami perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan.
Selain itu kondisi lingkungan masih berada pada suhu dan kelembaban
udara yang relatif masih rendah (28,20 0C dan 83 %), sehingga kondisi
klimatik lingkungan masih dapat ditolerir.
Uji lanjut menunujukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas
pakan selama 3, 5 dan 7 jam pada pengukuran jam 12.00 diperoleh
frekuensi nafas yang lebih rendah (P<0,05) dibanding kontrol. Hasil ini
mengindikasikan bahwa konsumsi pakan yang tinggi (1.019 g) pada
kelompok ayam yang waktu akses pakannya tidak terbatas (kontrol),
memperlihatkan respon fisiologi yang ditandai dengan frekuensi nafas
yang tinggi (131 kali/menit).
Hasil yang berbeda terlihat pada ayam dengan pembatasan
aksesibilitas pakan 3, 5 dan 7 jam, bahwa dengan konsumsi pakan yang
rendah (1.010 g, 995 g dan 991 g) juga memperlihatkan frekuensi nafas
yang rendah (127, 126 dan 127 kali/menit). Frekuensi nafas yang tinggi
merupakan efek kalorigenik pakan dari sejumlah pakan yang dikonsumsi.
47
Waktu pengukuran yang berbeda menunjukkan perbedaan jumlah
frekuensi nafas. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembatasan
waktu aksesibilitas pakan (3, 5 dan 7 jam) pada pengukuran jam 12.00,
memiliki jumlah frekuensi nafas yang lebih tinggi (127, 126 dan 127
kali/menit) dibanding saat pengukuran jam 09.00 (46, 44 dan 46
kali/menit).
Peningkatan jumlah frekuensi nafas tersebut disebabkan karena
suhu dan kelembaban udara yang telah mengalami peningkatan (33,70 0C
dan 88 %) pada saat pengukuran jam 12.00. Hasil penelitian lain
melaporkan bahwa frekuensi nafas akan meningkat dari 25 hingga 150
kali/menit ketika suhu lingkungan naik dari 27 0C hingga mencapai 44 0C
(Dirain dan Waldroup, 2002).
Peningkatan jumlah frekuensi nafas pada ayam ras pedaging
merupakan prilaku untuk mengurangi beban panas tubuh yang tinggi.
evaporasi merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh ayam untuk
melakukan proses pendinginan tubuh.
Proses tersebut merupakan mekanisme kerja fisiologi sebagai
upaya dalam mempertahankan suhu tubuh dengan mengeluarkan panas
secara berlebihan dari dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Whittow (1976) bahwa ketika suhu dan kelembaban udara semakin
meningkat, maka ayam ras pedaging akan berusaha mempertahankan
suhu tubuh tetap konstan hingga batas teratas yang masih dapat
ditoleransi.
48
Peningkatan jumlah frekuensi nafas pada saat suhu dan
kelembaban udara tinggi, merupakan akibat dari prilaku ayam yang telah
mengabsorbsi panas dari lingkungannya. Pada saat yang sama,
peningkatan beban panas di dalam tubuh ayam masih bertambah. Hal ini
disebabkan karena proses laju metebolisme dari konsumsi pakan.
Rahardja (2010) menyatakan bahwa panas dari lingkungan yang
diabsorpsi akan bersatu dengan panas yang dihasilkan dari metabolisme,
sehingga keduanya menentukan suhu tubuh yang harus diimbangi
dengan pengeluaran panas ke luar tubuh jika suhu tubuh akan
dipertahankan relatif tetap.
Uji lanjut yang dilakukan baik pada pengukuran jam 15.00 maupun
jam 18.00 menunjukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas pakan 5
dan 7 jam diperoleh frekuensi nafas yang lebih rendah (P<0,05) dibanding
kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila pembatasan waktu
aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Ahmad, dkk (2006)
bahwa metode pemberian pakan dengan waktu akses yang terbatas pada
ayam ras pedaging yang mengalami cekaman panas, memberikan
pengaruh yang siginifikan terhadap perubahan frekuensi nafas.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa frekuensi nafas pada
pagi hari lebih rendah dibanding dengan siang dan sore hari. Hal ini lebih
banyak dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang lebih tinggi pada siang
dan sore dibandingkan pagi hari.
49
Besaran jumlah frekuensi nafas yang terus mengalami
peningkatan pada kedua waktu pengukuran tersebut (jam 15.00 dan
18.00), disebabkan karena kondisi klimatik pada saat pengukuran yang
masih tinggi (33,30 0C dan 87 %) pada jam 15.00 dan (32,00 0C dan 85
%) di jam 18.00. Pada kondisi yang sama, juga disebabkan karena efek
dari upaya ayam dalam mempertahankan suhu tubuh pada waktu yang
relatif lebih lama (jam 12.00 sampai 18.00), sehingga kemampuan
absorpsi panas dari lingkungan juga lebih banyak.
Rendahnya frekuensi nafas pada ayam ras pedaging dengan
pemberian pakan yang waktu aksesnya dibatasi, merupakan indikasi
kemampuan sirkulasi aerobik yang baik untuk proses pertumbuhan.
Kondisi yang berbeda pada pemberian pakan secara ad libitum, dengan
frekuensi nafas yang tinggi merupakan respon fisiologi sebagai efek dari
laju metabolisme energi yang diawali dengan peningkatan konsumsi
pakan.
Secara umum terlihat bahwa ayam ras pedaging dengan
kemampuan konsumsi pakan tinggi, diikuti dengan peningkatan konsumsi
air minum dan frekuensi nafas (Tabel 3 dan 5). Hal ini menunjukkan
bahwa meningkatnya konsumsi air minum merupakan upaya untuk
mendinginkan tubuh dan peningkatan frekuensi nafas untuk
mempertahankan suhu tubuh, dengan mengeluarkan sebagian besar
panas melalui evaporasi.
50
2. Profil Hematologis Darah
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pembatasan
waktu aksesibilitas pakan yang berbeda menunjukkan pengaruh (P<0,05)
terhadap nilai hematokrit dan kadar hemoglobin, tetapi tidak berpengaruh
(P>0,05) terhadap pH.
a. pH darah
Tidak adanya perbedaan pH pada semua kelompok perlakuan
terhadap kontrol, disebabkan oleh adanya proses fisiologis yang terjadi
dalam sistem peredaran darah sehingga keseimbangan pH darah tetap
dapat dipertahankan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat mekanisme
kompensatori dari sistem sirkulasi untuk mempertahankan keseimbangan
pH darah, pada kondisi suhu dan kelembaban udara yang tinggi.
Hasil penelitian ini didukung oleh Mujahid, dkk (2009) yang
menyatakan bahwa ayam ras pedaging yang mengalami cekaman panas
selama 6 jam pada suhu kelembaban tinggi (34 0C dan 85 %), tidak
ditemukan perubahan pH darah. Pemberian pakan pada ayam ras
pedaging tanpa pembatasan waktu akses, yang terindikasi mengalami
kondisi cekaman panas, akan mengalami gangguan keseimbangan asam
basa dalam darah (alkalosis).
Gangguan keseimbangan asam basa, akan berdampak
terganggunya pola aliran darah, distribusi cairan tubuh serta mengganggu
keseimbangan ion tubuh. Kondisi ini akan mempengaruhi penggunaan zat
nutrisi dan produksi daging dalam tubuh ayam ras pedaging.
51
Toyomizu, dkk (2005) melaporkan bahwa alkalosis mulai terjadi
sekitar 1 jam setelah ayam terpapar suhu lingkungan yang tinggi (35 0C),
namun sekitar 1 jam berikutnya terjadi penurunan pH darah seiring
dengan peningkatan asam laktat pada plasma.
Penurunan nilai pH darah 1 jam setelah terjadinya alkalosis, tidak
teridentifikasi dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena pengambilan
sampel darah dilakukan pada saat malam hari, sehingga kemungkinan
adanya gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah akibat
cekaman panas pada siang hari, sudah normal kembali pada malam
harinya. Proses tersebut terjadi karena adanya mekanisme kompensatori
dalam darah.
Hasil pengukuran pH darah yang diperoleh pada penelitian ini
sesuai dengan laporan Mujahid, dkk (2009) mengenai adanya mekanisme
kompensatori dari sistem sirkulasi darah pada ayam yang dalam kondisi
cekaman panas selama 6 jam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa apabila
kondisi yang menyebabkan cekaman panas pada ayam diperpanjang
6 - 18 jam, ayam ras pedaging dapat menyesuaikan kembali pH darahnya.
Prilaku panting yang ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas,
akan meningkatkan pengeluaran karbondioksida (CO2) dari paru-paru.
Pada saat yang sama, tekanan parsial CO2 dalam darah mengalami
penurunan yang akan berdampak pada penurunan konsentrasi ion HCO3
dan H+. Proses ini dapat menyesuaikan kembali pH darah.
52
Nilai Hematokrit
Uji lanjut menunjukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas
pakan selama 5 dan 7 jam diperoleh nilai hematokrit lebih tinggi (P<0,05)
dibanding kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila pembatasan
waktu aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Suchy, dkk (2004) yang
melaporkan nilai hematokrit 30 % pada ayam ras pedaging dalam kondisi
normal (tanpa perlakuan). Selanjutnya Vacerek, dkk (2002) dengan
perlakuan pemberian suhu yang semakin meningkat seiring dengan
peningkatan umur ayam, diperoleh nilai hematokrit 28 - 30 %.
Perbedaan nilai hematokrit pada semua kelompok perlakuan,
berkaitan dengan jumlah konsumsi pakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai
hematokrit yang diperoleh pada ayam dengan pembatasan waktu
aksesibilitas pakan selama 3 jam dan kontrol lebih rendah (28,40 dan
28,80 %) dibanding kelompok perlakuan dengan pembatasan waktu
asesibilitas selama 5 dan 7 jam (31,20 dan32,20 g/dl).
Konsumsi pakan yang tidak terbatas, menyebabkan metabolisme
energi dalam tubuh akan tinggi. Peningkatan beban panas tubuh akibat
metabolisme dan suhu serta kelembaban yang tinggi, akan mengalami
cekaman panas yang dapat mempengaruhi nilai metabolik darah termasuk
nilai hematokrit. Vecerek, dkk (2002) menyatakan bahwa suhu dan
kelembaban udara tinggi dapat mempengaruhi proses homeopoietic pada
ayam ras pedaging.
53
Komponen air dan elektrolit dalam darah berasal dari pakan dan air
minum yang dikonsumsi. Cekaman panas berpengaruh terhadap
karakteristik darah yaitu distribusi sel-sel darah, komponen serum,
kapasitas pengikatan oksigen, koagulasi dan tekanan darah.
Pada keadaan suhu lingkungan lebih rendah dari kisaran suhu
netral, saat mana diperlukan peningkatan laju metabolisme, terjadi
peningkatan pengaliran darah ke paru-paru, sementara itu pembuluh
periver mengalami vasokonstriksi, sehingga proporsi darah yang mengalir
ke perifer menurun. Sebaliknya, pengaliran darah ke perifer meningkat
dengan nyata selama hewan mengalami cekaman panas (Rahardja,
2010).
b. Kadar Hemoglobin
Uji lanjut menunjukkan bahwa pembatasan waktu aksesibilitas
pakan selama 5 dan 7 jam diperoleh kadar hemoglobin lebih tinggi
(P<0,05) dibanding kontrol, tetapi tidak berbeda (P>0,05) apabila
pembatasan waktu aksesibilitas pakan dilakukan selama 3 jam.
Kadar hemoglobin yang terlihat lebih tinggi pada ayam dengan
perlakuan pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 5 dan 7 jam
(16,12 dan 16,48 g/dl) dibanding pembatasan waktu akses 3 jam dan
kontrol (13,76 dan 13,02). Kadar hemoglobin yang diperoleh terlihat
memiliki kaitan dengan nilai hematokrit, yaitu keduanya menunjukkan hasil
yang lebih tinggi pada ayam yang berada pada kelompok perlakuan
pembatasan waktu aksesibilitas pakan selama 5 dan 7 jam.
54
Kadar hemoglobin darah juga ada kaitannya dengan metabolisme
energi dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam. Ayam yang memiliki waktu
makan yang lebih banyak, cenderung mengkonsumsi pakan yang lebih
banyak pula (Tabel 3). Pemberian pakan secara ad libitum, dapat
menimbulkan konsumsi pakan yang berlebih yang berakibat pada
terjadinya cekaman panas sebagai proses dari metabolisme energi.
Frekuensi nafas yang rendah merupakan indikasi bahwa ayam ras
pedaging belum mengalami kondisi cekaman panas, sehingga usaha
yang dilakukan untuk menurunkan beban panas tubuh melalui pernafasan
belum diperlukan.
Pada kondisi cekaman panas yang berkepanjangan, proses
pembentukan sel darah merah (erytropoiesis) terhambat. Cekaman panas
rendah, menciptakan suatu kondisi dimana proses penghambatan
erytropoiesis tidak terjadi. Dalam hal ini pembentukan sel darah merah
menjadi baik (tinggi) sehingga kemampuan aerobik sistem sirkulasi
menjadi lebih baik. Proses tersebut bertujuan untuk pengangkutan nutrisi
dan oksigen, agar kebutuhan pertumbuhan dapat terpenuhi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Vacerek, dkk (2002) yang
melaporkan bahwa pada ayam ras pedaging yang diberi perlakuan
pemberian suhu yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan
umur ayam, diperoleh kadar hemoglobin yang lebih rendah dibanding
kontrol.
55
Pembatasan waktu aksesibilitas pakan dalam waktu yang relatif
lebih lama (5 dan 7 jam) pada kondisi suhu dan kelembaban udara tinggi,
dapat mencegah terjadinya kelebihan beban panas tubuh ayam. Kondisi
ini dapat memberikan suasana nyaman pada ayam, sehingga prilaku
panting yang ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas dapat
diminimalkan. Frekuensi nafas yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
metabolik darah seperti halnya nilai hematokrit dan hemoglobin.
Dampak yang signifikan dari suhu dan kelembaban udara tinggi
berupa penurunan kadar hemoglobin, mengindikasikan adanya pengaruh
pada metabolisme intermedial, yang akan berdampak langsung pada
penghambatan pertumbuhan dan mortalitas yang tinggi (Suchy dkk.,
2004).
Profil metabolik darah, dalam hal ini nilai hematokrit dan kadar
hemoglobin merupakan komponen penting dalam sirkulasi darah yang
dapat berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ayam ras
pedaging.
Penurunan nilai hematokrit dan kadar hemoglobin, pada gilirannya
akan mempengaruhi proses metabolisme secara keseluruhan dalam
tubuh. Nilai hematokrit dan kadar hemoglobin merupakan indikator secara
tidak langsung jumlah sel darah merah. Semakin tinggi nilai hematokrit
dan kadar hemoglobin, kemampuan aerobik sirkulasi lebih baik untuk
pertumbuhan, sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dapat terpenuhi
secara normal.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada ayam ras pedaging
selama 5 jam lebih baik dalam mengurangi dampak cekaman panas,
yang diindikasikan dengan pertambahan berat badan, konsumsi
pakan dan air minum serta nilai konversi pakan yang lebih baik.
2. Pembatasan aksesibilitas pakan pada ayam ras pedaging selama 5
jam menunjukkan mekanisme kerja fisiologi yang baik, yang
diindikasikan dengan jumlah frekuensi nafas rendah, nilai hematokrit
dan hemoglobin yang tinggi.
B. Saran
Performa yang rendah, sebagai dampak dari pengaruh lingkungan
yang memiliki suhu dan kelembaban udara tinggi, maka penerapan teknik
pembatasan waktu aksesibilitas pakan pada dengan durasi 5 jam, dapat
dijadikan sebagi solusi alternatif, dalam meningkatkan performa ayam ras
pedaging.
57
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M., Mahmood, S., Rehman, M., Ashraf, M., Alam. and Muzaffar, A. 2006. Effect of Feeding Management on Thermoregulation, Production Performance and Immunological Response of Broiler During Summer. Int. J. Agri. Biol. 8(4): 550 – 553.
Altan, O., Altan, I., Ogus, A., Pabuccuoglu, P. and Konyalioglu, S. 2000. Effect of Heat Stress on Growth, Some Blood Variables and Lipid Oxidation in Broiler Exposed to High Temperature at an Early Age. British Poult. Sci. 41: 489 – 493.
Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Lembaga Satu Gunung Budi: Bogor.
Anjum, M. S. 2000. Productive Performance and Physiological Behavior of White Leghorn Caged Layers Under Different Heat Combating Practices During Summer. Thesis. Pakistan: Department of Poultry Husbandry Univesity of Agriculture Faisalabad.
Atmomarsono, U. 2004. Upaya Menghasilkan Daging Broiler Aman dan Sehat. Pidato Pengukuhan disajikan pada Upacara Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Ternak Unggas,Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang 6 Oktober 2004.
Banong, S. dan Hakim, M.R. 2011. Pengaruh Umur dan Lama Pemuasaan terhadap Performa dan Karakteristik Karkas Ayam Pedaging. JITP. 1(2): 98 – 106.
Bayraktar, H. and Seremet, C. 2012. The Effect of Water Carbonation on Performance and Blood Gases and pH in Heat Stressed Male Broilers. J. Anim. Vet. Adv. 11(7): 983 – 987.
Card, L.E. and Nesheim, M.C. 1966. Poultry Production. Lea and Febiger:Philadelphia.
Cooper, M.A. and Washburn, K.W. 1998. The Relationship of Body Temperature to Weight Gain, Feed Consumption and Feed Utilization in Broiler under Heat Stress. Poult. Sci. 77: 273 – 282.
58
Dirain, C.P.O. and Waldroup, P.W. 2002. Protein and Amino Acid Needs of Broilers in Warm Weather. Int.J. Poult. Sci. 1(4): 40 – 46.
Ensminger. 1980. Feed Nutrition Complete. The Ensminger Publishing Company Clovis: California.
Francis, C.A., Macleod, M. G. and Anderson, J.E.M. 1991. Alleviation of Heat Stress Withdrawal or Darkness. British Poult. Sci. 32: 219 –225.
Gaspersz, V. 1994. Metode rancangan Percobaan. Armico: Bandung.
Hasegawa, S., Hatano, S.K., Ushima. and Hikami, Y. 1994. Effect of Fasting on Adipose Tissue Accumulation in Chicks with Reference to Change in Chemical Composition and Lipase Activity. Anim. Sci. Tech. 65: 89 – 98.
Haves, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Fibiger Philadelphia Washington State University: Washington.
Hayazy, K., Nakano, M.M., Toyomizu, Y., Tomita, T., Iwamoto. and Shika, A. 1990. Effect of Fasting Erly in Life on Performance, Mortality and Mucle Protein Metabolism of Broiler Chicken in Hight Temperature Environment. Jpn. Zootech. Sci. 61: 264 – 270.
Jamadar, S.J. and Jalnapurkar, B.V. 1995. Effect of High Ambient Temperature on Iron Status of Broilers. Indian Vet. J. 72: 577-579.
Jull, M.A. 1982. Poultry Husbandry. Mc.Graw-Hill Book Company, Inc. New York Toronto: London.
Lee, K.H. and Leeson, S. 2001. Performance of Broilers Limite Quantities of Feed or Nutrients During Seven to Fourteen Days of Age. Poult. Sci. 80: 446 – 454.
Mahmood, S., Hasan, F., Ahmad, M., Ashraf, M., Alam. and Muzaffar, A.2005. Influencee of Feed Withdrawal for Different Duration on The Performance of Broiler in Summer. Int. J. Agric. Biol. 7(6): 975 –978.
May, J.D. and Lott, B.D. 2000. The Effect of Environmental Temperature on Growth and Feed Conversion of Broiler to 21 Days of Age. Poult. Sci. 79: 669 – 671.
59
Mujahid, A., Akiba, Y. and Toyomizu, M. 2009. Progressive Changes in Physiological Responses of Heat Stressed Broiler Chickens. Poult. Sci. 46: 163 – 167.
Murtidjo, B.A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius:Yogyakarta.
North, M.O. and Bell, D.D. 1990. Commercial Chicken production.Nostralnd Reinhold: New York.
Novele, D.J., Ng’Ambi, J.W., Norris, D. and Mbajiorgu, C.A. 2008. Effect of Sex, Level and Period of Feed Restriction during The Starter Stage on Productivity and Carcass Characteristics of Ross 308 Broiler Chickens in South Africa. Int. J. Poult. Sci. 7(6): 530 – 537.
Nowaczewski, S. and Kontecka, H. 2012. Haematological Indices, Size of Eritrocytes and Hemoglobin Saturation in Broiler Chickens Kept in Commercial Condition. Anim. Sci. 30(2): 181 – 190.
Pampori Z.A. and Saleem, I. 2007. Haematology, Serum Chemistry and Electrocardiographic Evaluation in Native Chicken of Kashmir. Poult. Sci. 6: 578 – 582.
Pires, D.L., Malheiros, E.B. and Boleli, I.C. 2007. Influence of Sex, Ageand Fasting on Blood Parameters and Body, Bursa, Spleen and Yolk Sac Weights of Broiler Chicks. Rev. Brasileira de Ciê Avíc. 9(4): 233 – 240.
Rahardja, D.P. 2010. Ilmu lingkungan Ternak. Masagena Press:Makassar.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Yayasan Kanisius: Yogyakarta.
Rincon, M.U. and Leeson, D.S. 2002. Quantitative and Qualitative Feed Restriction on Growth Characteristics of Male Broiler Chickens. Poult. Sci. 81: 679 – 688.
Siregar, A.P., Sabrani, M. dan Pramu, S. 1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group: Jakarta.
Sorensen and Kestin, S.C. 1999. Meal Feeding is more Effective than Early Feed Restriction at Reducing the Prevalence of Leg Weakness in Broiler Chickens. Poult. Sci. 78: 949-955.
Sturkie’s, F.E. 2000. Avian Physiology. Departement of Physiology. Academic Press: Germany.
60
Suchy, P., Strakova, E., Jarka, B., Thiemel, J. and Vecerek, V. 2004. Differences between Metabolic Profile of Egg-type and Meat-type Hybrid Hens. Czech. Anim. Sci. 49(8): 323 – 328.
Sudaryani, T. dan Santosa, H. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya: Jakarta.
Sultan, M., Hasan, S., Ahmad, F., Ashraf, M., Alam, M. and Muzaffar, A.2005. Influencee of Feed Withdrawal for Different Duration on The Performance of Broiler in Summer. Int. J. Agric. Biol. 7(6): 975 –978.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U. dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya: Jakarta.
Toyomizu, M., Tokuda, M., Mujahid, A. and Akiba, Y. 2005. Progressive Alteration to Core Temperature, Respiration and Acid-base Balance in Broiler Chicken Exposed to Acute Heat Stress. Poult. Sci. 42: 110 – 118.
Vecerek, V., Strakova, E., Suchy, P., Voslarova, E. 2002. Influence of High Environmental Temperature on Production and Haematological and Biochemical Indexes in Broiler Chicken. Czech. Anim. Sci. 47: 176 -182.
Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.
Whittow, G.C. 1976. Regulation of Body Temperature in Sturkie, P.D. Avian Physiology. Springer-verlag New York Heidelberg: Berlin.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Zhong, C., Nakaue, H.S., Hu, C.Y. and Mirosh, L.W. 1995. Effect of Full Feed and Feed Restriction on Broiler Performance, Abdominal Fat Level, Cellularity and Fat Metabolism in Brolier. Poult. Sci. 1634 –1643.
Zubair, A.K. and Leeson, D.S. 1994. Effect of Varying Period of Early Nutrient Restriction on Growth Compensation and Carcass Characteristics Male Broilers. Poult. Sci. 73: 129 – 136.
Zuprisal. 1998. Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
61
Lampiran 1. Rata-rata pertambahan berat badan (g) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V.
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata PBB Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 609.60 16.906 5
T1 615.60 25.667 5
T2 661.00 12.708 5
T3 636.00 12.669 5
Total 630.55 26.321 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata PBB Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 8096.550a 3 2698.850 8.523 .001
Intercept 7951866.050 1 7951866.050 25112.478 .000
Perlakuan 8096.550 3 2698.850 8.523 .001
Error 5066.400 16 316.650
Total 7965029.000 20
Corrected Total 13162.950 19
a. R Squared = ,615 (Adjusted R Squared = ,543)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata PBB Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2 3
Duncana T0 5 609.60
T1 5 615.60 615.60
T3 5 636.00
T2 5 661.00
Sig. .601 .089 1.000
62
Lampiran 2. Rata-rata konsumsi pakan (g) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V.
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Konsumsi Pakan Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 1019.00 12.390 5
T1 1010.00 2.121 5
T2 995.80 5.495 5
T3 991.80 4.087 5
Total 1004.15 12.987 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Konsumsi Pakan Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2384.950a 3 794.983 15.519 .000
Intercept 2.017E7 1 2.017E7 393681.688 .000
Perlakuan 2384.950 3 794.983 15.519 .000
Error 819.600 16 51.225
Total 2.017E7 20
Corrected Total 3204.550 19
a. R Squared = ,744 (Adjusted R Squared = ,696)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata Konsumsi Pakan Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T3 5 991.80
T2 5 995.80
T1 5 1010.00
T0 5 1019.00
Sig. .390 .064
63
Lampiran 3. Rata-rata konsumsi air minum (ml) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V.
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Konsumsi Air Minum Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 2427.80 28.102 5
T1 2395.60 24.100 5
T2 2310.80 53.756 5
T3 2281.00 23.206 5
Total 2353.80 69.227 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Konsumsi Air Minum Minggu Ke Iv dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 71860.400a 3 23953.467 19.967 .000
Intercept 1.108E8 1 1.108E8 92364.589 .000
Perlakuan 71860.400 3 23953.467 19.967 .000
Error 19194.800 16 1199.675
Total 1.109E8 20
Corrected Total 91055.200 19
a. R Squared = ,789 (Adjusted R Squared = ,750)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata Konsumsi Air Minum Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T3 5 2281.00
T2 5 2310.80
T1 5 2395.60
T0 5 2427.80
Sig. .193 .161
64
Lampiran 4. Rata-rata konversi pakan ayam ras pedaging strain cobbdengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V.
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Konversi Pakan Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 1.67 .041603 5
T1 1.64 .067337 5
T2 1.50 .028254 5
T3 1.56 .035019 5
Total 1.59 .079540 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Konversi Pakan Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .087a 3 .029 14.001 .000
Intercept 50.925 1 50.925 24572.744 .000
Perlakuan .087 3 .029 14.001 .000
Error .033 16 .002
Total 51.045 20
Corrected Total .120 19
a. R Squared = ,724 (Adjusted R Squared = ,672)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata Konversi Pakan Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T2 5 1.50
T3 5 1.56
T1 5 1.64
T0 5 1.67
Sig. .079 .326
65
Lampiran 5. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitaspakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 09.00Wita)
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 09.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 47 4.000 5
T1 46 2.168 5
T2 44 2.191 5
T3 46 3.536 5
Total 46 2.989 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 09.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 17.800a 3 5.933 .625 .609
Intercept 42504.200 1 42504.200 4474.126 .000
Perlakuan 17.800 3 5.933 .625 .609
Error 152.000 16 9.500
Total 42674.000 20
Corrected Total 169.800 19
a. R Squared = ,105 (Adjusted R Squared = -,063)
66
Lampiran 6. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 12.00 Wita)
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 12.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 131 1.924 5
T1 127 1.095 5
T2 126 1.924 5
T3 127 .447 5
Total 128 2.128 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 12.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 50.800a 3 16.933 7.697 .002
Intercept 307520.000 1 307520.000 139781.818 .000
Perlakuan 50.800 3 16.933 7.697 .002
Error 35.200 16 2.200
Total 307606.000 20
Corrected Total 86.000 19
a. R Squared = ,591 (Adjusted R Squared = ,514)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 12.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T2 5 126
T1 5 127
T3 5 127
T0 5 131
Sig. .155 .531
67
Lampiran 7. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitaspakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 15.00 Wita)
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 15.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 134 2.608 5
T1 132 1.673 5
T2 124 2.387 5
T3 124 3.435 5
Total 129 5.170 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 15.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 399.400a 3 133.133 19.651 .000
Intercept 333336.200 1 333336.200 49200.915 .000
Perlakuan 399.400 3 133.133 19.651 .000
Error 108.400 16 6.775
Total 333844.000 20
Corrected Total 507.800 19
a. R Squared = ,787 (Adjusted R Squared = ,747)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 15.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T3 5 124
T2 5 124
T1 5 132
T0 5 134
Sig. .905 .200
68
Lampiran 8. Rata-rata frekuensi nafas (kali/menit) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke IV dan V (pengukuran jam 18.00 Wita)
a. Deskriptif
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 18.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 134 1.817 5
T1 132 1.924 5
T2 126 1.140 5
T3 124 2.280 5
Total 129 4.637 20
b. Anova
Dependent Variable : Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 18.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 354.550a 3 118.183 35.017 .000
Intercept 334628.450 1 334628.450 99149.170 .000
Perlakuan 354.550 3 118.183 35.017 .000
Error 54.000 16 3.375
Total 335037.000 20
Corrected Total 408.550 19
a. R Squared = ,868 (Adjusted R Squared = ,843)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Rata-rata Frekuensi Nafas Jam 18.00 Wita Minggu Ke IV dan V
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T3 5 124
T2 5 126
T1 5 132
T0 5 134
Sig. .077 .055
69
Lampiran 9. Uji pH darah ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke V
a. Deskriptif
Dependent Variable : Nilai pH Darah
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 7.0 .2775 5
T1 7.2 .1140 5
T2 7.1 .1304 5
T3 7.1 .0837 5
Total 7.1 .1669 20
b. Anova
Dependent Variable : Nilai pH Darah
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .074a 3 .025 .860 .482
Intercept 1023.880 1 1023.880 35925.632 .000
Perlakuan .074 3 .025 .860 .482
Error .456 16 .029
Total 1024.410 20
Corrected Total .530 19
a. R Squared = .139 (Adjusted R Squared = -.023)
70
Lampiran 10. Uji darah nilai hematokrit (%) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakan pada minggu ke V
a. Deskriptif
Dependent Variable : Nilai Hematokrit
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 28 .548 5
T1 31 1.304 5
T2 32 .837 5
T3 28 1.304 5
Total 30 1.899 20
b. Anova
Dependent Variable : Nilai Hematokrit
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 50.950a 3 16.983 15.439 .000
Intercept 18180.450 1 18180.450 16527.682 .000
Perlakuan 50.950 3 16.983 15.439 .000
Error 17.600 16 1.100
Total 18249.000 20
Corrected Total 68.550 19
a. R Squared = .743 (Adjusted R Squared = .695)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Nilai Hematokrit
Perlakuan NSubset
1 2
Duncana T1 5 28
T0 5 28
T2 5 31
T3 5 32
Sig. .555 .151
71
Lampiran 11. Uji darah kadar hemoglobin (g/dl) ayam ras pedaging strain cobb dengan perlakuan pembatasan aksesibilitas pakanpada minggu ke V
a. Deskriptif
Dependent Variable:KadarHemoglobin
Perlakuan Mean Std. Deviation N
T0 13.02 .81670 5
T1 13.76 .98894 5
T2 16.12 1.15629 5
T3 16.48 1.44291 5
Total 14.84 1.83947 20
b. Anova
Dependent Variable:KadarHemoglobin
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 44.033a 3 14.678 11.594 .000
Intercept 4407.480 1 4407.480 3481.422 .000
perlakuan 44.033 3 14.678 11.594 .000
Error 20.256 16 1.266
Total 4471.770 20
Corrected Total 64.289 19
a. R Squared = .685 (Adjusted R Squared = .626)
c. Uji Jarak Berganda Duncan
Kadar Hemoglobin
perlakuan NSubset
1 2
Duncana,,bT0 5 13.02
T1 5 13.76
T2 5 16.12
T3 5 16.48
Sig. .314 .620
72
Lampiran 12. Rata-rata hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lokasi penelitian di minggu ke IV dan V.
Waktu Pengukuran (Wita) Suhu (oC) Kelembaban (%)
Jam 06.00 24,40 82
Jam 07.00 25,20 82
Jam 08.00 26,70 83
Jam 09.00 28,20 83
Jam 10.00 30,60 84
Jam 11.00 31,40 86
Jam 12.00 33,70 88
Jam 13.00 35,20 88
Jam 14.00 34,60 88
Jam 15.00 33,30 87
Jam 16.00 32,50 87
Jam 17.00 32,20 86
Jam 18.00 32,00 85
BIODATA
A. Data Pribadi1. Nama : Sahiruddin2. Tempat, tgl. Lahir : Watampone, 9 Januari 19793. Alamat : Jalan Ahmad Yani 57 Watampone4. Status : Menikah
a. Nama istri : Suryani, S.Pdb. Nama Anak : - Gheavvirra Maharani
- Taufiqurrahman Sani Sabile
B. Riwayat Pendidikan Tamat SD tahun 1992 di SD Negeri 22 Macege Kab. Bone Tamat SLTP tahun 1995 di SLTP Negeri 2 Watampone Tamat SLTA tahun 1998 di SPP Negeri Rappang Kab. Sidrap Sarjana (S1) tahun 2003 di Fak. Peternakan Univ. Hasanuddin
C. Riwayat Pekerjaan Technical Service (TS) PT. BPS Makassar tahun 2004 Technical Service (TS) PT. BSM Samarinda tahun 2005 Technical Service (TS) PT. CKS Samarinda tahun 2006 Technical Service (TS) PT. BSB Makassar tahun 2007 Branch Head (BH) PT. BSB Kendari tahun 2008 Branch Head (BH) PT. PUC Bone tahun 2009 - 2012.
D. Riwayat Organisasi LK II Himpunan Mahasiswa Islam Sekertaris Dewan Pertimbangan Organisasi HIMAPROTEK-UH Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fapet UNHAS Presidium Aliansi Mahasiswa Universitas Hasanuddin Himpunan Kerukunan Tani lndonesia (HKTI) Kalimantan Timur