RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

37
RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT DI KOTA AMBON OLEH FANNY AGUSTIEN LATUMAERISSA 802013111 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019

Transcript of RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

Page 1: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS

STADIUM LANJUT DI KOTA AMBON

OLEH

FANNY AGUSTIEN LATUMAERISSA

802013111

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 2: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …
Page 3: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …
Page 4: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …
Page 5: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …
Page 6: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …
Page 7: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERIKS

STADIUM LANJUT DI KOTA AMBON

Fanny Agustien Latumaerissa

Aloysius Lukas Soesilo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 8: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

i

ABSTRAK

Kanker serviks stadium lanjut merupakan salah satu penyebab kematian utama

bagi wanita saat ini. Hal ini membuat penderitanya measa depresi, tidak bisa

menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi, tidak bisa menerima

keadaan dirinya. Resiliensi dibutuhkan bagi penderita kanker dalam menjalani

perubahan dalam kehidupannya yang diakibatkan oleh kanker serviks. Oleh

karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan

resiliensi pada penderita kanker serviks stadium lanjut. Penelitian kualitatif ini

menggunankan pendekatan fenomenologis. Data diperoleh dengan melakukan

wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi. Paritispan dalam

penelitian adalah 3 orang penderita kanker serviks stadium lanjut : 2 orang berusia

40 tahun, sudah berkeluarga dan 1 orang berusia 25 tahun yang masih berstatus

lajang. Hasil Penelitian menunjukan bahwa respon awal diagnosis dapat menjadi

prediktor dalam penyesuaian diri tiap individu. Status pernikahan, status sosial

ekonomi yang rendah, serta pandangan negatif dari masyarakat menjadi beban

bagi ketiga partisipan dan berpengaruh pada penyesuaian diri. Ketiga partisipan

memiliki kemampuan resiliensi yang baik. Penelitian ini juga menunjukan bahwa

spiritulitas, dukungan sosial, dan harapan menjadi faktor protektif bagi ketiga

partisipan dalam menghadapi keadaan sulit sebagai seorang penderita kanker

serviks,.

Kata kunci : Kanker serviks, penderita kanker serviks stadium lanjut,

penyesuaian diri, resiliensi .

Page 9: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

ii

ABSTRACT

Cervical cancer at an advanced stage is one of the leading causes of death for

women today. This makes the sufferer depressed, unable to adjust to various

changes that occurred and inability to accept the situation herself. Resilience is

needed for cancer sufferers in undergoing the changes in their lives caused by

cervical cancer. Therefore this study was conducted to identify and describe

resilience in patients with advanced cervical cancer. This qualitative research

used a phenomenological approach. The data was colleted through in-depth

interviews and observations. The participants in the study were 3 people with

cervical cancer at an advanced stage: 2 people aged 40 years and already

married, and 1 person aged 25 years who was single. The results showed that the

initial response to the diagnosis could be a predictor of adjustment in each

individual. Marital status, low socioeconomic status, and negative views from the

community were a burden for the three participants and affected their adjustment.

All three participants had good resilience skills. This research also showed that

spirituality, social support, and hope were protective factors for all three

participants in facing difficult conditions as a patient with cervical cancer.

Keywords: cervical cancer, patients with advanced cervical cancer,

adjustment, resilience.

Page 10: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

1

PENDAHULUAN

Kanker merupakan penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat

mengakibatkan kematian yang membuat kanker menjadi salah satu momok bagi

semua orang. Cara, sikap, dan reaksi orang dalam menghadapi penyakit kanker

berbeda satu sama lain tergabtung pada kemampuan individu tersebut dalam

menyesuaikan diri terhadap situasi yang mengancam kehidupannya (Lubis, 2009).

Prevalensi kanker pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang atau sekitar 13 %

kematian di dunia disebabkan karena kanker dan terus bertambah setiap tahunnya

(WHO, 2015). Jenis kanker tertinggi di dunia adalah kanker payudara dan kanker

serviks (Globacan/IARC, 2012). Meskipun kanker serviks adalah nomor dua

terbanyak setelah kanker payudara namun menurut WHO, Indonesia merupakan

negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbanyak di dunia (Suara.com,

2015).

Data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia menunjukan bahwa pada tahun 2013 terdapat

98.92 penderita kanker serviks di Indonesia (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2015). Sementara di Maluku, tercatat sedikitnya dalam satu tahun, rata-

rata 10 orang perempuan di Maluku meninggal dunia akibat penyakit kanker

serviks (Suara.com, 2015). Provinsi Maluku sebelum tahun 2007 jumlah kematian

perempuan produktif di Maluku akibat kanker serviks tercatat hanya dua orang

dari 10.000 perempuan, namun pada tahun-tahun berikutnya meningkat

meningkat menjadi 10 orang dari 10.000 perempuan produktif (dalam

AntaraNews, 2015).

Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada salah satu organ

reproduksi wanita serviks atau leher rahim, yaitu bagian bawah rahim yang

menghubungkan rahim dengan vagina (Emilia, 2010). Kanker serviks terjadi

ketika sel kanker di serviks mulai tumbuh tidak terkontrol dan kemudian dapat

menyerang jaringan terdekat atau seluruh tubuh (Diandra, 2008). Kanker serviks

terdiri dari stadium 0-4 dan tingkat keparahan kanker serviks ditentukan

berdasarkan stadiumnya semakin tinggi stadium kanker serviks semakin tinggi

stadium kanker serviks, menunjukan bahwa kanker serviks yang diderita semakin

Page 11: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

2

parah (Riksani, 2013). Tingginya angka kematian karena sebagian besar dari

penderita kanker serviks mengetahui penyakitnya setelah berada di stadium lanjut

karena pada stadium awal penderita tidak merasakan adanya keluhan atau gejala-

gejala. Jika sudah stadium lanjut, maka penderita kanker serviks akan lebih

banyak menimbulkan komplikasi fisik dan kematian (Affandi, 2008).

Kanker serviks stadium lanjut merupakan penyakit yang seringkali tidak

bisa disembuhkan dan mempunyai perjalanan penyakit kronik dan akhirnya

mematikan sehingga dianggap mengerikan (Shally & Prasetyanigrum, 2017). Ada

tiga fase reaksi emosional penderita ketika diberitahu kanker yang dideritanya

sudah memasuki stadium lanjut diantaranya fase pertama yaitu penderita akan

mengalami syok mental, kemudian rasa takut dan depresi. Setelah itu muncul fase

kedua dimana ada reaksi penolakan, kemurugan, dan terkadang penderita panik,

melakukan hal-hal yang tidak berarti dan sia-sia. Setelah kedua fase ini berlalu,

penderita akhirnya sadar dan menerima bahwa jalan hidupnya telah berubah

(Hawari, 2004).

Pengobatan kanker serviks stadium lanjut tidak cukup dengan pengobatan

secara lokal. Pengobatan untuk stadium lanjut dapat dilakukan dengan

pengangkatan rahim dan jaringan yang terkena perkembangan sel kanker serviks

stadium lanjut tersebut dilakukan terapi paliatif dengan radioterapi atau

kombinasi kemoterapi (Gandasentana, dalam Yani, 2007). Penyakit kanker

serviks juga menimbulkan permasalahan terkait dengan perubahan fungsi seksual

wanita yang membuat penyakit ini sangat ditakuti oleh wanita karena akan

mempengaruhi perannya sebagai seorang istri dan ibu. Seperti yang dikemukakan

oleh Spinetta (dalam Yani, 2007) bahwa kehilangan salah satu anggota badan

karena proses penyembuhan kanker merupakan pengalaman traumatic dan

memalukan bagi sebagian besar wanita. Sebagian dari penderita kanker memilih

untuk tidak melakukan perawatan daripada menerima salah satu anggota tubuhnya

diambil seperti dalam perawatan kanker serviks. Kompleksnya masalah dialami

oleh individu yang mengalami kanker menyebabkan munculnya kebutuhan

spiritual. Penelitan Halstead dan Hull (dalam Mauk dan Shmidt, 2004) mengenai

pengalaman spiritual pada 10 orang perempuan dengan limfoma, non-Hodgkin,

Page 12: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

3

kanker payudara dan kanker ovarium diketahui tiga tema antara lain makna

kanker bagi dirinya, menyadari adanya keterbatasan, belajar hidup dalam

ketidakpastian.

Menurut Santi (2010), Dampak fisik yang dialami misalnya nafsu makan

yang berkurang, penurunan berat badan, kerontokan rambut, terjadi rasa nyeri

diarea punggul, perut bawah terasa sesak. Sedangkan dampak psikologis yang

dialami pasien kanker serviks menurut Lubis (2009) diantaranya adalah ketakutan,

trauma, shock, stress, tertekan, kesepian, kesedihan, dan kecemasan kematian.

Penyakit kanker serviks mengakibatkan penderita tidak bisa melakukan aktifitas

sehari-hari secara normal dan juga menimbulkan perasaan menjadi beban bagi

orang lain (becoming burden on others) dan menilai diri sendiri negatif

(discrediting definition self). Rasa cemas akibat penyakit kanker juga membuat

penderita menarik diri dari pergaulan (social isolation). Ketidakmampuan yang

dialami oleh penderita kanker juga menimbulkan perasaan bersalah (guilt) pada

penderitanya.

Terdapat kasus penderita kanker serviks yang mengalami depresi, tidak

bisa menyesuaikan diri baik secara individual maupun sosial, tidak bisa menerima

diri sendiri, dan tergantung pada orang lain dalam berbagai pemenuhan kebutuhan

baik secara fisiologis maupun psikologis. Namun, dari hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Shally (2017), menyatakan bahwa tidak semua

penderita merasa hopless dan depresi namun, ada juga penderita kanker yang

dapat bangkit dan menerima keadaan dirinya dan dapat menjalankan

kehidupannya dengan baik, bahkan merasa tidak putus asa, tetap optimis serta

memiliki keyakinan bahwa penyakitnya hanya bersifat sementara dan dapat

disembuhkan. Beberapa penderita kanker serviks mengatakan bahwa mereka bisa

mengatur emosi dengan baik sehingga mereka juga dapat mengendalikan

rangsangan yang berpengaruh atas penyakit mereka, mampu berpikir jenih dan

melakukan pemecahan masalah secara akurat, memiliki kemauan dan semangat

yang tinggi serta optimis untuk sembuh, mereka juga dapat mengetahui penyebab

penyakit mereka, memiliki keyakinan yang tinggi untuk dapat sembuh, mereka

juga bisa merasakan perasaan anggota keluarga atau orang-orang di sekitar

Page 13: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

4

mereka terhadap penyakit yang mereka alami, beberapa diantara mereka juga

memiliki kegiatan-kegiatan sendiri untuk meningkatkan kemampuan mereka1.

Bobey (1999) mengatakan bahwa orang-orang seperti ini yang disebut sebagai

individu yang resilien, yaitu individu yang dapat bangkit, berdiri atas penderitaan,

dan memperbaiki kekecewaan dalam hidupnya.

Individu yang memiliki resiliensi mampu untuk secara cepat kembali

kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwa-peristiwa

kehidupan yang negatif, serta mampu beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan

kesengsaraan (Holaday, 1997). Yang dimaksud dengan resiliensi dalam penelitian

ini adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi dalam kondisi sulit dan

bangkit kembali dari pengalaman emosional yang negatif. Grotberg (dalam Rini,

2007) menyatakan bawa resilensi merupakan kapasitas individu untuk

menghadapi, mengatasi, dan memperkuat diri dan tetap melakukan perubahan

dengan ujian yang ia alami. Dari penelitian yang dilakukan oleh Santi & Sulastri

(2010) pada pasien kanker seviks dapat dilihat bahwa pasien kanker

memperlihatkan adanya stess yang memperngaruhi kondisi fisik dan

psikologsinya seperti takut terhadap kematian dan ditinggalkan, ketergantungan

pada orang lain, putus asa, tidak bisa menjalankan fungsi peran dengan baik, dan

juga penipisan secara finansial.

Stress yang dialami oleh penderita kanker cederung membuat cara berpikir

menjadi tidak akurat. Hal itu membuat individu menjadi tidak resilien dalam

menghadapi masalah. Stress membahayakan sistem kekebalan, yang

memungkinkan individu menjadi lebih sering sakit. Individu dengan resiliensi

yang baik mampu menghadapi masalah dengan baik, mampun mengontrol diri,

mampu mengelola stress dengan baik dan mengubah cara berpikir ketika

berhadapan dengan stress. Individu dengan resiliensi yang baik adalah individu

yang optimis, yang percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih

baik, mempunyai harapan masa, dapat mengontrol arah kehidupannya, optimis

untuk membuat fisik menjadi lebih sehat dan mengurangi kemungkianan

1 EL dan N penderita kanker serviks stadium lanjut di kota Ambon, Wawancara singkat yang dilaksanakan pada 2 Juni 2016.

Page 14: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

5

menderita depresi (Rini, 2007). Resiliensi memungkinkan individu untuk tetap

fokus pada persoalan sesungguhnya, dan tidak menyimpang ke dalam perasaan

dan pikiran yang negatif, sehingga individu bisa mengatasi resiko depresi dan

banyak tantangan. Pikiran dan perasaan adalah inti dalam memahami individu

dalam rangka meningkatkajn resiliensi. Sejumlah fakta menujukan bahwa terapi

kognitif yang berbasis aspek-aspek dari resiliensi sangat efektif dalam mengatasi

depresi (Reivich dan Shatte, 2002). Dari situasi yang seperti ini, peneliti tertarik

untuk mengungkap lebih lanjut mengenai cara penderita kanker stadium lanjut

untuk bangkit kembali dari keadaan yang sulit yang cukup menekan, masalah

yang dihadapi serta apa saja yang dilakukan partisipan yang sebagai kemampuan

resiliensi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan

mendeskripsikan mengenai resiliensi pada penderita kanker serviks stadium lanjut

yang akan membantu penderita menangani terhadap penyakit yang dialaminya

secara personal.

Penelitian secara teoritis, dapat digunakan untuk menambah khasanah teori

tentang resiliensi individu yang mengalami kanker serviks. Selain itu penelitian

ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi pasien penderita kanker

serviks stadium lanjut, sebagai masukan dan informasi pada keluarga untuk tetap

memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang mengalami kanker serviks,

dan penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya komunikasi

pada pasien untuk mencegah terjadinya dampak fisik dan dampak psikologis pada

pasien dengan kanker serviks.

METODE

Partisipan

Paritispan dalam penelitian adalah 3 orang penderita kanker serviks

stadium lanjut : 2 orang berusia 40 tahun, sudah berkeluarga dan 1 orang berusia

25 tahun yang masih berstatus lajang. Ketiga partisipan berdomisili di kota

Ambon dan sudah melakukan pengobatan berupa operasi dan kemoterapi.

Page 15: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

6

Prosedur Pengumpulan Data

Dalam metode tersebut peneliti menerapkan wawancara dan observasi.

Bodgam dan Taylor (dalam Maleong, 2010) mengatakan prosedur penelitian

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati. Sebelum peneliti melakukan wawancara dengan

partisipan, peneliti mengunjungi rumah partisipan untuk melakukan wawancara

awal dan membangun rapport dengan partisipan juga mengadakan kesepakatan

dengan partisipan dengan menandatangani inform consent. Wawancara dengan

masing –masing partisipan dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan waktu sekitar 50

menit hingga 2 jam dengan menggunakan alat perekam atas seijin partisipan.

Dalam menganalisis data, pertama data atau informasi yang telah diterima

disusun untuk membuat laporan verbatim. Kedua, membuat laporan verbatim dari

hasil wawancara. Ketiga, mereduksi data yang tidak relevan dengan tujuan

penelitian. Keempat, mengkatagorisasikan dan mengklarifikasi data berdasarkan

aspek-aspek dan mebuat penafsiran data (Moleong, 2004).

HASIL

Deskripsi Partisipan 1

Partisipan pertama (P1) dalam penelitian ini berinisial EL, berusia 40

tahun merupakan seorang ibu rumah tangga dan memiliki 3 orang anak

perempuan yang masih berusia remaja. Suami P1 (ML) bekerja sebagai seorang

buruh bangunan yang memiliki penghasilan tidak tetap. P1 saat ini tinggal besama

dengan suami dan ketiga anaknya di kota Ambon.

Kanker serviks yang diderita oleh P1 bermula dari rasa sakit yang tidak

wajar pada bagian perut diikuti oleh pendarahan yang tidak normal saat

mengalami haid pada bulan April 2015 sampai pada pertengahan bulan Mei 2015.

Namun karena kurangnya pengetahuan, P1 menganggap wajar dan menyangka

bahwa hal tersebut merupakan salah satu gejala yang ia alami menjelang masa

Page 16: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

7

menopause. Setelah sebulan kemudian pada bulan Juni 2015, P1 memeriksakan

dirinya ke dokter dan saat itu ia didiagnosa menderita penyakit kista dan harus

rutin mengadakan pemeriksaan dan pengobatan dari dokter. Beberapa minggu

setelah pengobatan karena merasa tidak kunjung sembuh akhirnya P1

memeriksakan diri ke salah satu dokter kandungan di kota Ambon dan saat itu ia

didiagnosa menderita kanker serviks stadium IIB dan harus segera mejalani

operasi jika ingin sembuh. Keterbatasan ekonomi serta biaya operasi yang mahal

membuat P1 memilih untuk menunda melakukan operasi.

Pada akhir Juni 2015, P1 melakukan operasi di Rumah Sakit Umum di

Ambon dan dirujuk ke Makassar karena keterbatasan tenaga medis dan peralatan.

Setelah melakukan kemoterapi sebanyak tiga kali akhirnya P1 diperbolehkan

untuk pulang karena dirasa kondisinya sudah mulai membaik. Beberapa bulan

kemudian, P1 masih merasakan sakit disertai pendarahan yang lebih berat dan

ketika diperiksa oleh dokter ternyata penyakit kanker serviks yang dideritanya

telah berkembang menjadi stadium kanker serviks stadium IIIB dan telah menjalar

ke bagian tubuh lainnya. Meskipun keadaan tubuh P1 semakin lemah akibat

penyakit yang ia derita, P1 tetap membantu penghasilan suami untuk keperluan

rumah tangga dan biaya sekolah anak-anaknya membangun usaha untuk

membantu mencukupi kebutuhan keluarganya seperti bejualan bahan sembako

dan kue di rumahnya.

Deskripsi Partisipan 2

Partisipan kedua (P2) dalam penelitian ini berinisial MW, berusia 41 tahun

merupakan seorang ibu rumah tangga. Suami P2 bekerja seorang anggota TNI

angkatan darat dan memiliki seorang anak laki-laki yang berusia 23 tahun. P2

tinggal bersama suami dan anaknya di dusun Seri kecamatan Nusaniwe, kota

Ambon. Selain itu ia juga tinggal bersama salah seorang keponakan perempuan

yang merupakan saudara dari suaminya berusia 15 tahun yang sekarang duduk di

bangku SMK kelas 2.

Kanker serviks yang dirasakan oleh P2 bermula saat ia megalami

pendarahan yang berlebihan saat ia megalami menstruasi disertai dengan rasa

Page 17: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

8

sakit yang tidak wajar pada daerah sekitar perut dan pinggang. Karena merasa

takut dengan keadaan dirinya ia segera memeriksakan diri ke dokter dan saat itu

hasil pemerikasaan menyatakan bahwa P2 mengalami kanker serviks stadium II ia

pun disarankan untuk segera melakukan pengobatan agar tidak bertambah parah.

Namun ia tidak langsung melakukan operasi bahkan tidak memberi tahu suaminya

karena tidak ingin menambah beban pikiran bagi suaminya yang sedang bertugas

di Sudan, Afrika Selatan. Sebulan kemudian P2 kembali untuk memeriksakan

dirinya, kemudian dirujuk ke luar kota untuk mendapatkan pengobatan yang lebih

baik. P2 melakukan pengobatan yaitu kemoterapi. Setelah kondisinya mulai

membaik akhirnya P2 diperbolehkan pulang dan tetap melakukan kemterapi tetap

dilakukan setiap 21 hari sekali. Perkembangan penyakit P2 saat ini telah mncapai

stadium IIIB.

Deskripsi Partisipan 3

Partisipan ketiga (P3) berinisial N, berusia 25 tahun merupakan salah satu

penderita kanker serviks yang masih berstatus lajang. P3 adalah anak ke 3 dari 5

bersaudara. Orang tua partisipan adalah pedagang bakso. Kedua kakaknya telah

bekerja dan berkeluarga sedangkan kedua adik partisipan masih menempuh

pendidikan di bangku sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. P3 tinggal

bersama kedua adiknya di salah satu rumah kontrakan yang berada dekat pusat

kota Ambon. Ia bekerja sebagai seorang guru honorer di sebuah sekolah dasar

negeri di kota Ambon. Penghasilan yang diperoleh oleh P3 bukan saja dipakai

untuk biaya hidup namun juga pengobatannya namun juga membantu biaya hidup

kedua adiknya yang masih sekolah dan tinggal bersamanya.

Gejala awal penyakit ini telah dirasakan oleh P3 yakni berupa sakit pada

bagian perut sejak duduk di bangku perkuliahan dan mendekati akhir

perkuliahannya P3 ditemani kakaknya memeriksakan diri ke dokter karena rasa

sakit yang dialaminya tidak kunjung sembuh atau bahkan makin parah dan setelah

diperiksakan ke dokter pada tahun 2015 dinyatakan mengalami kanker serviks

stadium II dan sekarang telah berkembang menjadi stadium lanjut.

Page 18: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

9

Hasil wawancara yang dibuat dalam bentuk transkrip selanjutnya

dilakukan analisis verbatim. Dari analisis verbatim kemudian dibuat makna

psikologis. Dari berbagai makna yang diperoleh kemudian dihasilkan sejumlah

kategori. Setelah itu kategori yang diperoleh kemudian dipilih sesuai dengan

karakteristik ketiga partisipan untuk menjadi tema sentral dalam penelitian

dibawah ini :

Respon emosional saat terdiagnosis kanker

Diagnosa kanker serviks yang diterima menjadi hal yang cukup

mengagetkan bagi ketiga partisipan. Reaksi emosional yang negatif seperti syok,

bingung dan putus asa muncul sebagai respon awal partisipan pertama (P1) ketika

mendengar diagnosa kanker serviks dari dokter dan kemudian diikuti dengan rasa

putus asa dan bingung dengan kondisinya saat itu

Meskipun ketiga partisipan menunjukan reaksi yang sama ketika

mendengar diagnosa, namun ada perbedaan dalam intensitas respon yang

diberikan. Hal ini terjadi pada P2 yang memberikan respon emosi negatif yang

cenderung berlebihan seperti reaksi terkejut mendalam yang ditunjukan dengan

keadaan hampir pingsan, muncul perasaan takut dan putus asa yang berlebihan

serta bayang-bayang kematian yang muncul dalam pikiran P2 ketika mendengar

diagnosa kanker serviks yang dikatakan “kaget setengah mati kalau bisa untuk

mati badiri-badiri juga saat itu tante mati”

Kanker serviks yang dialami oleh seorang perempuan muda yang berstatus

lajang bukanlah hal yang mudah bagi P3. Perasaan takut dan khawatir dari P3

muncul karena adanya pandangan negatif terhadap keadaan tubuhnya dan

gambaran dirinya sebagai seorang perempuan.

Perubahan fisik, aktifitas, peran, dan sikap dari anggota keluarga

Kanker serviks yang dialami oleh ketiga partisipan membawa perubahan

besar bagi setiap aspek kehidupan partsipan secara fisik, peran dan aktivitas dalam

keluarga serta pekerjaan, juga dapat menimbulkan perbahan sikap dari anggota

keluarga. Perubahan secara fisik dirasakan oleh P1 seperti penurunan drastis yang

Page 19: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

10

ia rasakan pada bobot tubuhnya yang menimbulkan perasaan tidak berdaya pada

dirinya hal ini dikatakan seperti “Dulu sebelum sakit dan berobat tante gemuk

sekali, tapi waktu berobat tuh tante tidak bisa apa-apa lagi”. Perubahan fisik

ketika menderita kanker serviks dan efek pengobatannya sangat berpengaruh

besar bagi P3. Keadaan dirinya yang mengalami kerontokan rambut hingga

menyebabkan kebotakan membuat P3 tidak percaya diri dan takut untuk

menjalani pengobatan selanjutnya.

Perubahan dalam aktivitas dan peran dalam keluarga juga dirasakan oleh

ketiga partisipan.P1 merasa bahwa keadaannya sebagai seorang penderita kanker

serviks yang membebaninya secara fisik membuat dirinya tidak mampu untuk

mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebaik kondisinya terdulu.Keadaan sebagai

seorang penderita kanker serviks membuat P1 harus mengurangi pekerjaannya

sebagai seorang yang mempunyai usaha kecil untuk membantu penghasilan

suaminya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Hal tersebut berdampak pada

menurunnya pengahasilan sehingga menyebabkan masalah ekonomi yang terjadi

pada keadaan keluarganya. Salah satunya keterlambatan untuk membayar biaya

pendidikan dari anak-anaknya.

Perubahan sikap dari anggota keluarga juga dirasakan P1 terhadap sikap

suaminya setelah didiagnosa menderita kanker serviks. P1 merasa suaminya lebih

banyak meluangkan waktu untuk mendampinginya setelah sebelumnya sering

bekerja di luar kota. P1 juga merasa suaminya lebih sabar dan memahami kondisi

keadaan dirinya yang tidak bisa melakukan pekerjaan dengan baik:

“… sebelum sakit suka marah kalau ada yang tidak beres tapi pas tahu

sakit apalagi akhir-akhir ini setelah dapa kabar kalo dokter prediksi umur

tinggal 4 tahun lai suami makin mengerti beta punya beban nona” (P1W2)

Perubahan sikap dari suami dan anak juga dirasakan oleh P2 yang merasa

suami dan anaknya menjadi lebih meluangkan waktu lebih banyak dengannya.P2

merasa perubahan sikap dari anaknya yang semula cuek menjadi lebih perhatian

dengan keadaan dirinya. Sikap suaminya lebih sering marah-marah yang

membuatnya bingung dan memberikan pilihan bagi suaminya untuk

Page 20: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

11

meninggalkannya yang diungkapkan oleh P2 : Tante bingung sampe tante pernah

bilang kalo kamu bosan lebe bae kasi tinggal beta saja.”

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan penderita kanker serviks tentu

membawa dampak tersendiri bagi partisipan. Berbagai cara dilakukan oleh

penderita kanker serviks dalam menyikapi dan menyesuaikan dan menerima

keadaan dirinya diri terhadap perubahan yang dialami. P3 menyesuaikan dirinya

terhadap perubahan fisik yang membuat ia merasa tidak percaya diri dengan cara

menggunakan jilbab. P3 menganggap hal tersebut dapat memberikan

kepercayaan diri terhadap P3 sekaligus membantunya dalam menjalankan

kewajiban keagamannyanya: berhijab bukan hanya untuk menutupi kekurangan

kakak tapi untuk jalankan kewajiban kakak sebagai umat islam”

P1 tetap menjalankan perannya sebagai seorang istri dan ibu di dalam

keluarga. Partisipan pertama tetap berusaha untuk mejalankan peran sebagai

seorang ibu bagi anak-anaknya juga tetap berusaha untuk menjalankan perannya

sebagai seorang istri bagi suaminya sendiri. selain itu, penerimaan diri yang

terjadi pada diri P1 menimbulkan sikap optimis dari P1 untuk sembuh dari

penyakit kanker serviks yang dialaminya. Sikap optimis P1 untuk sembuh yang

didukung oleh keyakinan P1 yang kuat secara spiritual akan campur tangan Tuhan

terhadap kesembuhan penyakitnya :“Memang kalau tante harus mengalami hal

ini memang sudah rencana Tuhan untuk tante.”

Kanker serviks yang dialami diusia muda dan bersatus lajang tentu bukan

hal yang mudah bagi P3. Untuk menerima keadaan dirinya yang menderita kanker

serviks P3 membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan. P3 bisa mererima keadaan

dirinya melalui hasil perenungan akan kehidupannya yang dikaitkan dengan

keyakinan religiusitasnya bahwa kanker serviks yang ia alami merupakan salah

satu bentuk kasih sayang dari Tuhan terhadap dirinya. Dukungan positif dari

keluarga, rekan kerja, dan masyarakat juga merupakan hal penting bagi P3 yang

membantunya dalam penerimaan dirinya sebagai penderita kanker serviks.

Tidak mudah bagi seorang diagnosis menderita kanker serviks mampu

menerima kondisi dirinya. Terlebih setelah mengalami perubahan setelah

Page 21: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

12

melakukan kemoterapi. Berbeda dengan partisipan pertama dan kedua, P2 tidak

menerima keadaan dirinya dengan adanya perasaan malu terhadap kondisi

tubuhnya yang berubah yang diekspresikan P2 dengan mengutuki penyakit yang

ia derita dan munculnya peraaan takut terhadap kondisi fisiknya.

“.. tante sudah paling malu hati dengan tante kondisi fisik waktu itu

terhadap om Ines dan anak-anak juga keluarga dan tetangga-tetangga

yang datang untuk jenguk tante, tante seng tahu mau taru muka dimana

lai deng tante pung fisik yang su ancor bagitu. Tante malu (menangis).

(P2W2).”

Beban sebagai penderita kanker serviks

Kanker serviks yang diderita membawa menimbulkan beban yang

mendalam bagi ketiga partisipan. Perkembangan penyakit yang semakin

bertambah parah dari P1 dan prediksi dari dokter akan umurnya yang semakin

pendek karena perkembangan penyakit yang telah menyebar jauh hingga ke

bagian tubuh yang lain menimbulkan bayang-bayang akan kematian sehingga

menyebabkan beban yang mendalam akan perannya sebagai seorang ibu terhadap

keadaan anak-anaknya.

“Cuma khawatir jangan sampai tante Enny tiba-tiba meninggal lalu sapa

(siapa) yang mau lia dong (mereka) lai nona karena biar siapapun tidak

bisa merawat anak-anak tante seperti tante Enny sendiri merawat mereka.

(menangis).” (P1W1)

Menjalankan peran sebagai seorang istri yang menderita kanker serviks

membawa beban emosional tersendiri bagi partisipan P1 dan P2. Perasaan

terbeban dan takut untuk tergantikan sebagai seorang istri karena merasa tidak

merasa sempurna sebagai seorang perempuan, tidak dapat melayani kebutuhan

suaminya dan tidak dapat memuaskan suaminya secara seksual membuat kedua

partisipan merasa khawatir sehingga memberikan pilihan bagi suaminya untuk

meninggalkannnya.

Sebagai seorang penderita kanker serviks yang masih berusia muda dan

berstastus lajang, kanker serviks tentu membawa beban tersendiri terhadap P3.

Beban akan keadaan tubuh yang ia anggap tidak sempurna juga ketakutan akan

penolakan dari lawan jenis karena perubahan fisik yang ia alami akibat kanker

Page 22: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

13

serviks menjadi beban tersendiri bagi partisipan kedua. “Hal ini buat beta susah

buka hati buat orang lain.apalagi laki-laki beta takut dong hanya permainkan

beta apalagi beta seng cantik lagi muka sudah kaya gini. badan su abis (sudah

sangat kurus), baru rambut sudah seng ada lagi ini.” Selain itu, pandangan

negatif dari masyarakat mengenai kanker serviks yang dialami oleh wanita lajang

juga membawa beban tersendiri bagi P2.

Keadaan status sosial ekonomi yang rendah dari ketiga partisipan

menambah beban tersendiri baik secara materi maupun emosional.

Ketidakmampuan untuk membiayai pengobatan seperti kemoterapi dan operasi

serta melakukan pengobatan secara rutin karena keterbatasan biaya membuat

kondisi tubuh semakin memburuk. Keinginan yang kuat untuk sembuh juga

keharusan untuk berobat dan kenyataan bahwa partisipan memiliki keadaan status

sosial ekonomi yang rendah sehingga tidak dapat melakukan pengobatan

memunculkan dilema bagi ketiga partisipan. Mahalnya biaya pengobatan

membuat muncul perasaan bersalah bagi ketiga partisipan karena merasa dengan

penyakit yang ia derita hanya membebani keluarganya.

Pengaruh pandangan masyarakat tentang kanker serviks

Pandangan negatif dari masyarakat mengenai kanker serviks dirasakan

oleh ketiga partisipan dan hal tersebut turut berpengaruh pada cara mereka

memandang diri mereka. Pandangan masyarakat bahwa kanker serviks merupakan

penyakit yang sulit untuk disembuhkan dan memerlukan biaya besar untuk

pengobatan juga anggapan bahwa kanker serviks merupakan penyakit yang

mematikan sangat berpengaruh bagi P1 yang menyebabkan rasa takut baginya

ketika mendengar hal tersebut.

Banyak sekali yang masyarakat yang menakut nakuti dengan bilang

seperti ini “Penyaki itu seng bisa bae, nanti seng lama skang mati” atau

“penyakit itu nanti uang kaluar abis banya Cuma par berobat sa tapi

nanti seng bisa bae jua”. Itu saya sendiri sering mendengar kata-kata

seperti itu dari masyarakat dan sempat membuat nyali saya ciut.” (P1W1)

Perasaan negatif terhadap pandangan negatif masyarakat tentang kanker

serviks juga dialami oleh P2. Kanker serviks yang sering dianggap hanya

memiliki peluang hidup yang kecil serta untuk disembuhkan memunculkan

Page 23: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

14

perasaan takut, cemas, khawatir bagi P2 sendiri akan keadaan tubuhnya.

Pandangan masyarakat yang negatif juga membuat harga dirinya menjadi rendah

serta menurunnya semangat untuk hidup dari P2.

Sebagai seorang wanita lajang, pandangan masyarakat berpengaruh besar

terhadap cara P3 dalam memandang dirinya. Pandangan masyarakat yang ia

dengar memunculkan perasaan negatif dan membuat P3 merasa tidak berguna

sebagai seorang perempuan yang berstatus lajang. “Sedih.minder, malu, rasa

seperti tidak ada gunanya sebagai perempuan. Apalagi belum menikah. (menarik

napas).” Sikap stress juga muncul sebagai salah satu reaksi P3 terhadap

pandangan masyarakat tersebut.

“Heh… (menghela napas) jadi ada juga yang bilang “mau harap untuk

nikah buat apa, sudah tidak berguna lagi. Diri saja tidak bisa diurus

apalagi orang lain. Tidak bisa kasih keturunan juga(menangis).

dong(mereka) bilang tinggal tunggu mati saja.” (P3W2).

Usaha yang dilakukan untuk memperoleh kesembuhan

Keadaan sebagai seorang penderita kanker serviks membuat ketiga

partisipan memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh sehingga membuat mereka

tetap menguasahakan berbagai macam pengobatan baik secara medis seperti;

kemoterapi dan operasi maupun dengan pengobatan alternatif untuk mendapatkan

kesembuhan. Meskipun berat untuk menjalani pengobatan medis memiliki resiko

tinggi diasmping itu harus menahan rasa sakit dan menanggung efek samping

ketika pengobatan seperti rambut yang rontok tapi perkembangan penyakit yang

bertambah parah memunculkan motivasi yang kuat untuk sembuh demi anak-

anaknya mampu mengalahkan ketakutan P1 untuk menjalani pengobatan medis

salah satunya kemoterapi.

“….tante hanya pasrah karena motivasi tante untuk sembuh juga anak-

anak. Biar kata orang kemoterapi itu menyakitkan tapi tante tetap ingin

sembuh dan menjalani pengobatan. (P1W1)

Motivasi yang kuat untuk sembuh membuat ketiga partisipan tidak hanya

begantung pada pengobatan medis melainkan juga melakukan pengobatan

alternatif sebagai salah satu bentuk usaha untuk mendapatkan kesembuhan

terhadap kanker serviks yang mereka derita. Pengobatan alternatif diyakini oleh

Page 24: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

15

partisipan pertama dapat membuat keadaannya menjadi lebih baik yang ia lihat

berdasarkan pengalaman dari orang lain. “Yakin, nona masa orang laeng saja bisa

sembuh dengan minum obat itu masa tante seng bisa bagaimana hehe. (tertawa)”.

Selain pengobatan tradisional ketiga partisipan juga mengusahakan kesembuhan

mereka dengan mengubah pola hidup mereka.Perubahan pola hidup diyakini oleh

ketiga partisipan dapat membantu mereka dalam medapatkan kesembuhan untuk

penyakit kanker serviks yang mereka alami.

Dukungan yang dirasakan

Dukungan dari orang-orang sekitar penderita kanker serviks adalah hal

yang sangat penting.Dukungan Dukungan finansial, emosional, dan spiritual,

dinyatakan partisipan sebagai pemberi semangat menjalani kehidupan. Dukungan

secara finansial dirasakan oleh ketiga partisipan dari berbagai pihak seperi dari

saudara, teman, atau, dari masyarakat dalam membantu untuk melakukan

pengobatan.

Selain itu, Dukungan secara emosional juga penting untuk mendukung

kesembuhan. P3 merasakan dukungan secara emosional ia dapatkan dari saudara-

saudaranya maupun dari orang tuanya yang diibaratkan partisipan sebagai vitamin

yang menguatkan bagi dirinya.

Dong kasih dukungan yang buat kaka sendiri rasa kuat sekali. Biar mau

minum vitamin atau apalagi tapi perhatian dari orang lain terutama

perhatian dan dukungan dari saudara maupun dari keluarga lebih

menguatkan dan member semangat hidup bagi kaka tersendiri (tersenyum

dengan mata yang berkaca). (P3W2)

P1 mengatakan bahwa dukungan emosional dari keluarga khususnya dari

suami dan anak-anak sangat menguatkan dirinya. Bukan hanya dari keluarga inti

namun dukungan emosial dari keluarga besar sangat dirasakan oleh ketiga

partisipan dalam mendukung kesembuhan mereka.

“…..Jadi mereka juga selalu kasih semangat buat saya, berdoa buat saya

supaya bisa sembuh dan umur panjang lihat suami dan anak-anak sampe

anak-anak sukses .Itu yang buat tante hati rasa tambah kuat.Paskali.”

(P1W3).

Page 25: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

16

Dukungan secara spiritual juga dirasakan oleh ketiga partisipan seperti

yang diungkapkan oleh P1 dukungan yang ia terima secara spiritual didapakan

dari masyarakat sekitar yang dirasa oleh partisipan sebagai salah satu hal yang

sangat menguatkannya secara rohani.

Spiritualitas penderita kanker serviks

Kanker serviks yang diderita juga turut berpengaruh besar terhadap aspek

religiusitas dan spiritualitas yang berpengaruh pada relasi partisipan dengan

Tuhan. P1 sempat meragukan kuasa Tuhan karena merasa bahwa usaha yang ia

lakukan untuk kesembuhan penyakitnya tidak sebanding dengan kesembuhan

yang ia peroleh. Perkembangan penyakitnya yang bertambah parah membuat

partisipan sering mempertanyakan keyakinan religiusitasnya:

“Tante sempat ragu dengan kuasa Tuhan nona tante rasa kok tante su

usaha macang bagitu tante tetap saja menderita (menangis).” (P1W2).

Ditengah keraguannya, P1 masih percaya akan adanya mujizat dan

kekuatan doa yang diyakini dapat membantunya memperoleh kesembuhan. Selain

itu kanker serviks yang dinilai sebagai salah satu teguran untuk lebih dekat

dengan Tuhan membuat P1 juga berusaha membangun hubungan religiusitas

ditengah kondisinya sebagai seorang penderita kanker serviks.

Dalam hal membangun hubungan religiusitas, hal yang sama juga

diungkapkan oleh P3 yang merasa dengan menjalankan kewajiban agamanya akan

membawa ketenangan tersendiri baginya ditengah beban yang ia alami sebagai

seorang penderita kanker seviks diungkapkan P3 sebagai berikut :. “Kakak rasa

semua masalah pasti akan selesai kalo kakak doa atau shalat”

Selain itu, Nilai yang diberikan oleh seseorang pada pengalaman

pribadinya juga berpengaruh pada relasi dengan Tuhan. Setiap manusia akan

memberikan nilai yang berbeda terhadap suatu peristiwa yang mereka alami.

Kanker serviks yang dialami sering membuat partisipan memaknai dan

mempunyai nilai tersendiri terhadap kanker serviks yang dialaminya. P1 menilai

kanker serviks sebagai teguran dari Tuhan dan sarana untuk mendekatkan diri

pada Tuhan:

Page 26: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

17

“….mungkin Antua tegur supaya bertobat dan supaya lebih dekat deng

Tuhan toh, supaya segera berbalik dan perbaiki diri lalu balik buat Antua

dan supaya jangan terlalu berlama-lama dalam dosa, tante yakin kalau

tante sadar dari semua ini tante bisa terima mujizat yang luar biasanya

dari Tuhan.” (P1W3)

Sedangkan P3 Partisipan menilai kanker serviks sebagai bentuk rasa

sayang Tuhan dan penghapus dosa. Yang diungkapkan “…mungkin melalui ini

karena ka Nu disayang Tuhan maka Ia mau tegur supaya kakak lebih baik dalam

hidup sehari-hari maupun hidup beragama”

Harapan terhadap kesembuhan

Harapan terhadap kesembuhan menjadi salah satu motivasi utama

penderita kanker serviks.P1 mengungkapkan harapannya terhadap kesembuhan

terkait dengan perannya sebagai seorang istri dan ibu agar bisa merawat suami

dan anak-anaknya.

“Tante harap bisa terus hidup umur panjang dan bisa terus merawat

suami dan anak-anak .” (P1W2).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh P2 yang memiliki harapan untuk

bertahan hidup dan kesembuhan ditengah parahnya penyakit kanker serviks yang

ia derita. P2 memiliki harapan terhadap kesembuhan dan memiliki harapan untuk

diberikan umur yang panjang untuk membahagiakan orang-orang yang ia sayangi.

Selain itu terkait dengan status P3 sebagai seorang wanita lajang harapan untuk

memiliki pendamping hidup dan menikah juga diungkapkan oleh partisipan

sebagai berikut :

“…cuma bisa harap dikasih jodoh yang terbaik dari Allah yang bisa

terima kakak apa pun kondisi kakak. itu saja kakak. Kalau memang tidak

dikasih kita Cuma bisa terima saja.” (P3 W2).

Page 27: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

18

PEMBAHASAN

Diagnosa kanker serviks yang diterima bukanlah hal yang mudah bagi

ketiga partisipan. Respon awal ketiga partisipan yang didiagnosa mengalami

kanker serviks adalah syok, bingung, serta muncul perasaan dan putus asa.

Perasaan takut dan reaksi terkejut yang berlebihan hingga mempengaruhi kondisi

fisik juga muncul dari P2 sebagai responnya dalam menerima diagnosa kanker

serviks terhadap dirinya. Respon emosi yang ditunjukan oleh penderita kanker

serviks terhadap diagnosa juga dapat menjadi salah satu prediktor dalam cara

partisipan dalam beradaptasi dalam menghadapi situasi sulit yang ia alami. Gale

dan Charette (1995) yang menyatakan bahwa diagnosa kanker mempunyai

dampak penting terhadap proses adaptasi pasien dengan penyakit tersebut.

Kanker serviks serviks yang dialami menimbulkan beban tersendiri bagi

individu yang mengalaminya. Sebagai seorang ibu dan istri beban muncul dari P1

dan P2 karena tidak dapat menjalankan perannya. Rasa khawatir juga muncul

terhadap keadaan keluarga dari kedua partisipan terutama anak-anaknya. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Susanti, Hamid, dan Afiyanti (2011) kanker

serviks dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik dan psikologis yang

berpengaruh terhadap fungsi dan peran sebagai seorang ibu dan istri harus

diserahkan kepada orang lain. Selain itu, muncul perasaan takut tergantikan dari

P1 dan P2 sebagai seorang istri dalam relasinya dengan suami karena merasa tidak

dapat mejalankan peran sebagai seorang istri dengan baik. Otto (2007),

menyatakan bahwa masalah fungsi peran tersebut dirasakan sebagai masalah yang

mengancam identitas perempuan seperti halnya kehilangan fungsi seksualitas.

Status pernikahan juga mempegaruhi kecemasan terhadap penderita

kanker serviks. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nabila dan Irfani (dalam

Fauziah, 2016), juga menyatakan bahwa partisipan yang bestatus menikah

memiliki ketakukan akan kematian yang lebih tinggi dibadingkan dengan

partisipan yang belum menikah.Kanker serviks yang diderita oleh P3 sebagai

seorang perempuan muda yang berstatus lajang bukan merupakan hal yang mudah

baginya. Pandangan negatif terhadap keadaan tubuhnya sebagai seorang

perempuan. Hal ini berkaitan dengan body image pada P3. Body Image

Page 28: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

19

didefenisikan sebagai sikap terhadap penampilan dirinya, kesehatan, dan fungsi

seksualitas sebagai persepsi subjektif yang dibentuk dalam konteks sosial.

(Cohen, Mabjish, & Zidan, 2010).

Usia dewasa muda merupakan fase hidup yang ditandai dengan perubahan

dalam tugas pekembangan seperti membangun finansial dan kemandirian sosial,

merencanakan keluarga dan memulai karir profesional. Dengan adanya diagnosa

kanker ini pasien dipaksa untuk mengesampingkan tahap perkembangan

personalnya agar bisa fokus untuk bertahap hidup (Geue & kawan-kawan, dalam

Nova & Sumintardja, 2016). Sebagai seorang perempuan yang menderita kanker

serviks di usia dewasa awal atau usia produktif, P3 merasa terbeban dengan

kondisinya karena merasa tidak bisa membangun rumah tangga dalam usia yang

mengharuskannya berumah tangga dan belum memiliki kemapanan secara

finansial. Menurut Hurlock (1986), salah satu tugas perkembangan di masa

dewasa awal adalah masa usia reproduktif. Masa ini ditandai dengan membentuk

rumah tangga. Pada masa ini khususnya wanita, siap menerima tanggung jawab

sebagai seorang ibu. Penyakit kanker serviks yang dideritanya membuat P3

semakin merasa terbeban karena tidak bisa menjalankan salah satu tugas

perkembangan di usianya tersebut.

Partisipan dengan tingkat sosialekonomi/ pendapatan rendah

mempengaruhi akses untuk mendapatkan deteksi dini, sehingga berisiko

mengalami keterlambatan diagnosis dan pengobatan kanker leher rahim (Ward E

dalam Singh G. K, 2004).. Keadaan status sosial ekonomi yang rendah menambah

beban tersendiri bagi ketiga pertisipan karena keterbatasan biaya yang

menimbulkan dilema karena keinginan untuk yang kuat sembuh yang hanya bisa

dilakukan dengan pengobatan secara rutin.

Pandangan negatif masyarakat tentang penyakit kanker serviks juga

menambah beban bagi ketiga partisipan. Ketakukan akan kematian menimbulkan

reaksi emosional negatif yang berlebihan seperti takut, cemas,dan khawatir. Hal

tersebut juga dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Santi, Hamid, dan

Afiyanti (2011) bahwa beban psikologis perempuan dengan kanker bukan hanya

karena kondisi fisik yang dialami terapi juga persepsi negatif masyarakat

mengenai kanker. Stigma bahwa kanker merupakan penyakit yang mematikan dan

Page 29: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

20

berbahaya menyebabkan perempuan dengan kanker serviks memilih untuk

menarik diri dari lingkungannya. (Sellors, Muhombe, dan Castro dalam Susanti,

Hamid, dan Afiyanti, 2011).

Penerimaan diri juga menjadi salah satu hal yang berpengaruh bagi

penderita kanker serviks dalam menghadapi perubahan yang dialami pasca

mengalami kanker serviks. Hasil penelitian menunjukan P1 dan P3 mampu

menerima keadaan dirinya sebagai seorang penderita kanker serviks. Meskipun

sempat menolak penyakitnya namun atas kesadaran dirinya, P1 dan P3 mampu

menerima pemahaman dirinya sebagai penderita kanker serviks walaupun dengan

proses yang cukup lama yang menunjukan keduanya sudah ada dalam tahap

penerimaan diri. Tahap penerimaan diri adalah suatu tahap dimana individu mulai

menerima apa yang terjadi pada hidupnya,pemahaman diri, dan terjadinya

perubahan sikap (Lubis. N, 2009). Hal tersebut dikatakan oleh Bastman (1996),

bahwa Tahap penerimaan diri, dimana individu mulai menerima apa yang terjadi

pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap karena adanya

kesadaran untuk melakukan perenungan diri, konsultasi dengan para ahli,

mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari orang lain,

dan lain-lain.

Penerimaan diri masih menjadi salah satu problem bagi P2 yang masih

belum bisa menerima keadaan dirinya yang ia tunjukan dengan mengutuki

penyakitnya .Menurut Wiryasaputra (2007), pasien kanker yang masih belum

mencapai tahap penerimaan diri masih berada dalam tahap penolakan terhadap

keadaan dirinya. Kemudian tahap tawar-menawar dengan Tuhan,kemudian tahap

marah dan depresi yang ditunjukan oleh P2 dengan mengutuki penyakitnya.

Berbagai perubahan yang dialami seorang penderita kanker serviks

membuat ketiga partisipan harus melakukan adaptasi terhadap perubahan yang

terjadi dalam aspek kehidupannya secara fisik, peran dalam keluarga dan

pekerjaan. Perubahan dalam kehidupan tersebut dapat berpengaruh terhadap sikap

dan adaptasi individu berdapatasi dengan keadaannya sebagai seorang penderita

kanker serviks. Hal ini juga dapat berhubungan dengan mekanisme koping.

Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap

Page 30: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

21

situasi yang mengancam (Taylor, 2003). Meskipun berada dalam kondisi yang

cukup membuat ketiga partispan merasa stress namun keputusan-keputusan yang

diambil oleh ketiga partisipan berdasarkan pada kesadaran akan keadaan dirinya

seperti yang dilakukan oleh P2 yang memilih untuk menggunakan hijab untuk

mengatasi perubahan fisiknya akibat penyakit kanker serviks yang diderita. Hal

ini juga diungkap oleh Nasir dan Munith (2011), bahwa jika individu berada pada

posisi stres manusia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya,

individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia.

Seseorang yang menghadapi penyakit yang serius dan dianggap sebagai penyakit

terminal seperti kanker serviks akan menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap

kepercayaannya yang tampak pada perilakunya sehari- hari. Oleh karena itu

individu memerlukan segala usaha untuk mengatasi stress akibat kondisi yang

dialaminya.

Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi proses adaptasi penderita kanker

serviks . P3 mengatakan bahwa dukungan sosial yang ia terima dari keluarga

sangat berarti bagi P3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari (2017),

menyatakan bahwa dukungan keluarga dapat memberikan efek positif dan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mekanisme koping. Selain itu

dukungan dari keluarga juga dapat memenuhi kebutuhan pasien, dapat mengakses

layanan kesehatan yang lebih baik, dapat meningkatkan status psikologis, nutrisi

yang lebih baik, dan meningkatkan sistem imun. Dukungan dari suami sangat

berarti dirasakan oleh P1 dan P2. Dukungan suami adalah bentuk interaksi yang

mengandung hubungan memberi dan menerima antara suami dan istrinya.

Dukungan suami adalah bentuk interaksi sosial termasuk saling memberi dan

menerima hubungan, yaitu nyata, menempatkan individu dalam sistem sosial yang

akan mampu menciptakan cinta, perhatian dan rasa keterikatan baik pada keluarga

maupun pasangan (Ingela dalam Yunitasari, 2017).

Pengalaman spiritualitas dan religiusitas penderita kanker serviks stadium lanjut

merupakan hal yang sangat penting bagi ketiga partisipan yang berpengaruh

terhadap cara memaknai dan menilai kanker serviks secara berbeda dan beragam

yang dikaitkan dengan aspek religiusitas. Kanker serviks dinilai sebagai salah satu

teguran dari Tuhan agar lebih dekat dan lebih mempercayai mujizat,cara dari

Page 31: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

22

Tuhan untuk menghapus dosa dan ujian dari Tuhan. Ketiga partisipan memaknai

kanker serviks yang dideritanya secara beragam. Craven dan Hirnle (2003)

mengungkapkan bahwa seseorang yang merasakan suatu peristiwa yang

menimpanya merupakan suatu ujian kepadanya akan meningkatkan kedalaman

spiritual dan kopingnya untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Harapan dan keinginan yang kuat untuk sembuh dari penyakit kanker

serviks yang dideritanya membuat ketiganya melakukan berbagai usaha melalui

berbagai pengobatan dari medis sampai tradisional sekalipun dilakukan oleh

ketiga partisipan untuk mendapatkan kesembuhan. Dalam keadaan kanker serviks

stadium lanjut yang sulit untuk disembuhkan ketiga pertisipan masih memiliki

semangat dan rasa optimis membuat ketiga partisipan. Kemampuan ketiga

partisipan untuk tetap teguh dalam situasi sulit ini disebut resiliensi. Revich and

Shatte (2002), menyatakan bahwa resiliensi adalah kapasitas individu untuk

merespon secara sehat dan produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan atau

trauma, yang diperlukan untuk mengelola tekanan hidup.

Ketiga partisipan memiliki keyakianan terhadap Spiritualitas, dukungan

sosial, dan harapan cukup membantu partisipan untuk terus bertahan dalam

keadaan sulit yang menunjukan bahwa ketiga partisipan memiliki faktor

proterktif resiliensi yang dapat mengurangi atau menghilangkan efek dari situasi

sulit yang dihadapi individu (Masten, dalam Karatas & Cakar, 2011). Hasil

penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang turut

mendukung pembentukan resiliensi pada penderita kanker serviks stadium lanjut

yaitu keyakinan dan optimisme akan kesembuhan, spiritualitas dan dukungan

keluarga serta lingkungan sekitar (Shally & Prasetyanigrum, 2013).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Diagnosa kanker serviks yang diterima dapat menjadi perediktor

mekanisme koping dari partispan. Kanker serviks yang diderita juga menimbulkan

beban bagi penderitanya yang berpengaruh pada perubahan secara fisik dan

psikologis terhadap fungsi dan peran sebagai seorang perempuan. P1 dan P2

Page 32: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

23

sebagai seorang ibu merasa terbeban karena tidak menjalankan peran sebagai

seorang ibu juga relasi dengan suami dan hal tersebut dirasakan sebagai masalah

yang mengancam identitas perempuan seperti kehilangan fungsi seksualitas.

Kanker serviks yang dialami oleh P3 di usia muda membuatnya merasa terbeban

karena tidak dapat melaksanakan tugas perkembangannya yaitu berkeluarga dan

memiliki kemapanan secara finansial.

Status sosial dan ekonomi yang rendah dari ketiga partisipan membuat

keterlambatan diagnosis dan pengobatan sehingga menimbulkan dilema antara

keinginan partisipan untuk sembuh namun tidak bisa melakukan pengobatan rutin

karena biaya yang terbatas. Penerimaan diri masih menjadi salah satu problem

bagi P2, dimana ia tidak bisa menerima keadaan dirinya sebagai seorang penderita

kanker serviks dan hal ini menunjukan bahwa P2 masih ada dalam tahap

penolakan dan marah terhadap kondisi yang dialami.

Berbagai macam perubahan terjadi dalam kehidupan ketiga partisipan

membuat mereka harus menyesuaikan diri dengan keadan tersebut. Dukungan

sosial sangat dirasakan penting bagi ketiga partisipan dalam proses adaptasi bagi

ketiga partisipan. Dukungan suami bagi P1 dan P2 dirasakan sangat penting bagi

mereka. Aspek spiritual dan religiusitas membuat partisipan memberikan

pemaknaan yang berbeda dalam melihat kanker serviks yang ia alami. Setiap

pemaknaan yang diberikan dapat meningkatkan kedalaman spiritual dan

kopingnya untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Keyakinan dan harapan untuk sembuh ditunjukan dengan usaha ketiga

partisipan untuk memperoleh kesembuhan melalui berbagai pengobatan membuat

ketiga partisipan tetap merasa tenang serta memiliki semangat menunjukan untuk

sembuh bahwa ketiga partisipan memiliki kemampuan untuk bangkit dan tetap

teguh dalam situasi sulit yang disebut resiliensi. Penelitian ini juga menunjukan

bahwa spiritulitas, dukungan sosial, dan penerimaan diri menjadi faktorn protektif

bagi ketiga partisipan dalam menghadapi keadaan sulit sebagai seorang penderita

kanker serviks.

Page 33: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

24

Saran

Dalam penyusunan tugas akhir ini, peneliti menyadari adanya keterbatasan

dalam penelitian. Kecilnya jumlah partisipan untuk perbandingan partisipan yang

sudah menikah dan yang belum menikah.. Selain itu kurang luasnya

penganggalian data dan pengambilan data yang hanya melihat dari sudut pandang

partisipan membuat penelitian ini kurang maksimal. Trigulasi data dengan

melakukan wawancara dengan significant other juga perlu dilakukan agar dapat

mengetahui relasi antara partisipan dengan keluarga atau kerabatnya.

Peneliti menyarankan bagi penderita kanker serviks agar lebih dapat

menambah pengetahuan tentang mengenai penyakit kanker serviks yang diderita

serta lebih terbuka terhadap keluarga dan lingkungan karena sangat berpengaruh

terhadap kondisi penderita kanker serviks. Dukungan sosial dari keluarga

merupakan salah satu faktor protekor bagi partisipan dalam menghadapi keadaan

sulit. Keluarga sangat diharapkan agar dapat memberikan dukungan secara

psikologis dan spiritual yang lebih kepada partisipan. Dukungan dari masyarakat

juga penting bagi penderita kanker serviks. Masyarakat disarankan untuk lebih

mengenal tentang kanker serviks dari berbagai sumber seperti buku, televisi,

internet, atau berbagai macam acara penyuluhan agar dapat memberikan motivasi

dan dorongan secara moral pada penderita kanker serviks karena dukungan serta

penerimaan secara terbuka dari masyarakat juga dapat menjadi penyemangat bagi

penderita kanker serviks dan dapat berpengaruh bagi pembentukan resiliensi dari

penderita kanker serviks.

Peneliti juga mengaharpkan petugas medis, bukan hanya memberikan

bantuan medis namun tenaga kesehatan juga perlu memperhatikan aspek-aspek

psikologis agar bisa memberikan dukungan moral untuk membantu pasien

khususnya mereka dalam keadaan terminal illness. Dinas Kesehatan Provinsi

Maluku diharapkan agar dapat lebih memperhatikan kesehatan masyarakat

Maluku dengan memperhatikan biaya pengobatan dan penyediaan layanan

kesehatan terutama alat-alat kesehatan serta tenaga kesehatan salah satunya untuk

kemoterapi, operasi kanker serviks, serta pengobatan lainnya agar seluruh

Page 34: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

25

masyarakat Maluku salah satunya penderita kanker serviks bisa mendapatkan

pengobatan yang layak untuk memperoleh kesembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I. (2008). Mengatasi Kecemasan Penderita Kanker Leher Rahim Stadium

Akhir. Diakses dari:

https://imamaffandi.wordpress.com/2008/02/07/mengatasi-kecemasan-

penderita-kanker-leher-rahim-stadium-akhir/, pada 1 September 2016.

Antaramaluku.com. (2015). Pemeriksaan Kanker Serviks Sasar 393.609

Perempuan Maluku. Diakses dari:

http://ambon.antaranews.com/berita/28093/pemeriksaan-kanker-serviks-

sasar-393609-perempuan-maluku, pada 29 Juli 2016.

Bastaman, H.P. (1996). Meraih Hidup Bermakna Kisah Pribadi Dengan

Pengalaman Tragis. Jakarta : Penerbit Paradigma.

Bobey. (1999). Recilience : The Ability to Bource Back from Adversity. American

Pediatric. Diakses dari : Http:// www. Crhahealth. ab.ca/clin/womwn 102

Mar Apr. HTM, pada 30 Mei 2016.

Connor, K. M., Davidson, Jonathan R. T. (2003). Development of a new

resilience scale: the connor-davidson resilience scale (CD-RISC).

Depression and Anxiety. 18, 76-82.

Craven, R. F. dan Hirnle, C.J. (2003) Fundamental of Nursing : Human Health

and Function. (4th Edition). Washington: Lipponcott Williams & Wilkin.

Diandra. (2008). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Jakarta: Kata Hati.

Farid, A. (2006). Onkologi Genikologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Harjo.

Page 35: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

26

Fauziah, R. (2016). Kecemasan Pada Penderita Kanker. Naskah Publikasi.

Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gale, D., dan Charette, J. (1995). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hawari, D. (2004). Al Quran : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.

Jakarta: Bharkti Proma Yasa.

Holaday, M. (1997). Resilience and Serve Burns. Journal of Counseling and

Development. 75, 346-356.

Holland, J dan Evcimen. (2009). Depression in Cancer Patient. Supportive Care

in Cancer. USA: Humana Press.

Hurlock, E. (1986). Developmental Psychology (3rd Edition). New Delhi: Mc

Graw Hill, Inc.

Karatas, Z., & Cakar, F. S. (2011). Self-esteem and hopelessness, and resiliency:

An exploratory study of adolescents in Turkey. International Education

Studies, 4(4), 84-91.

Kirana, L.A. (2016). Dukungan Sosial dan Resiliensi Pada Pasien Kanker

Payudara (Studi Kasus Pada Pesien Kanker Payudara Yang Sedang

Menjalani Kemoterapi). PSIKOBORNEO. 4. 829-837.

Lubis, N. L. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenanda

Meida Group.

_________. (2009). Makna Hidup pada Penderita Kanker Leher Rahim. Majalah

Kedokteran Nusantara. 42, 14-15.

Mardiana, Ma’rifah, dan Rahmawati. (2013). Hubungan Mekanisme Koping

dengan Kualitas Hidup Penderita Kanker Serviks. Jurnal Keperawatan

Maternitas. 1. 9-20.

Page 36: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

27

Mauk, K.L., Schmidt, N.K. (2004). Spiritual Care in Nursing Practice. Lippincott

Williams & Wilkins: Philadelphia.

McComick, C. C. & Giuntoli, R. L. (2011). Panduan Untuk Penderita Kanker

Serviks. Jhons Hopkins Medicine. Jakarta: Indeks.

Miller, G. (2008). Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Kanker. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher.

Nasir dan Munith. (2011). Dasar-dasar Keprerawatan Jiwa: Pengantar Teori

Abdul Munith. Jakarta : Salemba Humanika

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2015). Situasi Penyakit

Kanker. Diunduh dari: http:// www.depkes.go.id, pada 29 Juli 2016.

Revich and Shatte. (2002). Resilience Factors. New York. Three Rivers Press

Rini, I. R. S. (2007). Resiliensi pada Penderita Kanker Ditinjau dari Dukungan

Sosial. (Thesis yang Tidak Diterbitkan). Program Pascasarjana. Fakultas

Psikologi. Univeristas Gajah Mada. Yogyakarta.

Santi. (2010). Gambaran Fisik dan Psikologis Klien dengan Kanker Serviks di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta (Skripsi yang Tidak

Diterbitkan). Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiayah

Yogyakarta.

Santi & Sulastri. (2010). Gambaran Fisik dan Psikologis Klien dengan Kanker

Serviks di Rumah Sakit Umum Daerah Surakarta (Naskah Publikasi).

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Shally, R. D. V. & Prasetyaningrum (2017). Resiliensi Pada Penderita Kanker

Serviks Stadium Lanjut Jurnal Indigenous. Vol. 2, 77-86.

Suara.com. (2015). Pendrerita Kanker Serviks di Indonesia Tertinggi di Dunia.

Diakses dari: http://www.suara.com/health/2015/04/28/202546/penderita-

kanker-serviks-di-indonesia-tertinggi-di-dunia, pada 1 Juni 2016.

Page 37: RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM …

28

_________. (2015). Setahun 10 Perempuan Maluku Meninggal Karena Kanker

Seviks. Diakses dari:

http://www.suara.com/health/2015/04/28/202546/penderita-kanker-

serviks-di-indonesia-tertinggi-di-dunia, pada 1 Juni 2016.

Susanti, Hamid, Afiyanti. (2011). Pengalaman Spiritual Perempuan dengan

Kanker Serviks. Jurnal Keperawatan Indonesia. 14. 15-22.

Taylor, S.E. (2003). Health Psychology (Fifth Edition). United States of America:

Mc Graw-Hill, Inc

Wiryasaputra, T. S. (2007). Pendampingan Pasien Kanker (Seri Konseling

Pastoral). Jakarta: Pelkesi.

WHO. (2015). Cancer. Diakses dari: http://www.who.int/cancer/en/, pada 9

Oktober 2016.

Yani, H. S. (2007). Buku Ajar Riset Keperawatan: Konsep, Etika, & Instrumen.

(Edisi 2). Jakarta: EGC.

Yunaitasari, Esti. (2017). Optimization of Family Support in Improving

Resilience of Cervical Cancer Client Post Radical Hysterectomy and

Bilateral Salpingo Oophorectomy Undergoing Chemoterapy. Advances in

Health Science. 3. 219-222.