Research Paper (DONE).doc
-
Upload
alvin-tjandra -
Category
Documents
-
view
255 -
download
3
description
Transcript of Research Paper (DONE).doc
ABSTRAKSI
Masyarakat pada umumnya, menganggap ondel-ondel hanya sebagai kebudayaan lama masyarakat Betawi yang kerap kali digunakan sebagai alat mencari nafkah di jalan-jalan raya. Padahal jika kita lihat, ondel-ondel sebenarnya memiliki fungsi yang jauh berbeda dari anggapan masyarakat pada umumnya. Ondel-ondel menurut hakekatnya merupakan sebuah kebudayaan untuk memerankan leluhur yang telah tiada. Sudah sepantasnya kesenian ondel-ondel dianggap sebagai kekayaan tersendiri bagi masayarakat Indonesia terutama, Jakarta dan patut dilestarikan. Dalam kesempatan ini, kami akan membahas mengenai letak ondel-ondel dalam kehidupan sehari-hari masayarakat Jakarta dan juga dampak globalisasi dalam kebudayaan ondel-ondel serta juga kehidupan para pemain ondel-ondel. Dengan penelitian ini, diharapkan bahwa ondel ondel akan kembali ke fungsi awalnya dan menghasilkan perubahan cara pandang dalam masyarakat. Kami mewawancarai beberapa narasumber baik dari para tokoh masyarakat Betawi, grup ondel-ondel,serta pemerintah Jakarta terutama dari bagian Pariwisata dan Kebudayaan. Kami juga telah turun ke lapangan untuk melihat langsung proses dari para grup ondel-ondel dalam mencari uang untuk kehidupan mereka. Selain itu, kami melakukan riset pustaka dari berbagai buku yang berkaitan dengan tema kami dan sumber sekunder lainnya untuk memperkuat hasil kami. Permasalahan mengenai penyalahgunaan budaya ini harus segera ditangani agar menciptakan pandangan yang baik terhadap citra dari ondel-ondel. Semua pihak dalam lapisan masyarakat Jakarta harus ikut berpartisipasi agar fungsi dari ondel ondel yang lama dapat kembali dan memberikan dampak yang lebih besar dalam masyarakat.
1 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai ikon promosi pariwisata Indonesia dan ibukota negara, Jakarta merupakan
salah satu daerah yang penting di Indonesia. Jakarta memiliki berbagai macam kebudayaan
yang merupakan sebuah kekayaan tersendiri bagi Indonesia dan berfungsi untuk melengkapi
satu sama lain.
Salah satu kebudayaan Jakarta tersebut adalah ondel-ondel. Ondel-ondel merupakan
sebuah kebudayaan arak-arakkan boneka setinggi kurang lebih dua meter yang
melambangkan nenek moyang. Ondel-ondel juga dipercaya untuk mengusir hujan dan bala
lainnya. Ondel-ondel ini sudah menjadi ikon kota Jakarta, terlebih untuk orang-orang Betawi.
Jadi ondel-ondel ini sudah mendarah daging bagi masyarakat asli Jakarta yaitu Betawi.
Namun sekarang jika kita melihat ini di jalan-jalan Jakarta, kita melihat kesenian
ondel-ondel digunakan untuk hal-hal yang bukan fungsinya. Ondel – ondel seringkali salah
diartikan oleh masyarakat sebagai grup pengamen di jalan raya. Hal ini memang dikatakan
karena fakta ondel-ondel sering dipakai mengamen. Banyak sekumpulan orang yang
membentuk suatu grup ondel-ondel, untuk mencari nafkah. Mereka semua mengelilingi jalan-
jalan sekitar dan menarik perhatian masyarakat untuk menonton mereka. Hal ini merupakan
penyimpangan dari kesenian ondel-ondel yang sebenarnya. Rasa peduli akan kesenian ini
mulai pudar seiring dengan modernisasi. Bahkan seringkali, masyarakat Jakarta mengindar
dari kesenian ini karena berbagai alasan. Masyarakat menjadi tidak suka dengan budaya
sendiri, dan lebih tertarik untuk mempelajari budaya asing.
2 | P a g e
Budaya ondel-ondel ini juga semakin lama semakin tidak diminati masyarakat. Ondel-
ondel kalah bersaing dengan budaya luar. Selain itu masyarakat juga tidak sadar akan
pentingnya budaya sendiri, walaupun budaya itu tidak semenarik budaya lain. Masyarakatlah
yang berkewajiban untuk melestarikan budaya ondel-ondel, sehingga tidak punah. Masalah
ini bukanlah masalah yang sepele, tetapi masalah yang membutuhkan keseriusan dalam
mengatasinya, karena menyangkut budaya kita sendiri yang terancam punah akibat masuknya
budaya asing.
Untuk mengatasi masalah ini, kami akan menyelidiki dan melihat dari 2 prespektif
berbeda yaitu dari segi pemain ondel-ondel dan dari segi masyarakat. Kami juga akan
mambahas mengenai cara menyelesaikan permasalahan ini sebagai penengah kedua pihak dan
membuat ondel-ondel kembali menjadi kekayaan Jakarta. Ketidakpedulian masyarakat ini
perlu ditindaklanjuti. Masyarakat harus lebih sadar akan budaya sendiri, dan melestarikan
budaya sendiri sehingga tidak punah.
Dalam mewujudkan hal ini, kami telah menyiapkan berbagai basis-basis untuk
meneliti semua hal ini yaitu berbagai teori, bidang pelajaran yaitu Pkn dan IPS serta dari
buku-buku yang sudah ditulis. Kami juga dibantu oleh internet yang memiliki jangkauan
informasi yang luas dan terjamin kebenarannya.
1.2 Perumusan Masalah
1. Sejauh mana peran kebudayaan berpengaruh terhadap identitas bangsa?
2. Bagaimana peran ondel-ondel dalam kehidupan masyarakat Jakarta?
3. Apa dampak dari proses kebudayaan di era globalisasi terhadap peran ondel-
ondel sebagai identitas masyarakat Betawi?
3 | P a g e
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian kami dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Kami membagi dua tujuan kami ini karena ada sebagian tujuan yang bermanfaat bagi
masyarakat banyak dan ada tujuan yang hanya bermanfaat bagi kami sendiri.
I.3.1 Tujuan umum
Tujuan kami dalam melakukan penelitian ini adalah agar ondel-ondel tidak
menjadi :
1. Tidak menjadi alat pemenuh kebutuhan hidup manusia yang cenderung negatif
2. Tidak dipandang buruk oleh masyarakat
3. Menjadi identitas masyarakat Jakarta
I.3.2 Tujuan Khusus
Kami mengerjakan research paper ini sebagai syarat untuk mengikuti Ujian
Akhir Sekolah dan Ujian Akhir Nasional yang merupakan syarat kelulusan
SMP Kolese Kanisius.
I.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian kami ini terdapat beberapa manfaat yang didapat. Kami membagi tiga
manfaat penelitian kami ini yakni untuk masyarakat, untuk sekolah dan untuk keluarga
sendiri.
I.4.1 Bagi masyarakat
Manfaat yang dapat dirasakan dari masyarakat sendiri adalah masyarakat
menjadi lebih menghargai budaya yang ada. Jika masyarakat menghargai
budaya kita sendiri, maka secara tidak langsung budaya itu akan terus
dikembangkan dan tidak akan punah.
I.4.2 Bagi sekolah
4 | P a g e
Bagi sekolah sendiri, manfaat yang didapat adalah sekolah menjadi sadar akan
pentingnya kebudayaan, sehingga akan lebih menanamkan nilai-nilai yang
mendukung keberlangsungan budaya kita, sehingga murid-muridnya sadar dan
bangga, serta dapat memajukan budaya kita sendiri. Salah satu bentuk konkret
yang dapat dilakukan adalah dengan menambah buku-buku tentang budaya di
perpustakaan sekolah.
I.4.3 Bagi keluarga
Manfaat yang dapat berpengaruh kepada keluarga adalah keluarga diharapkan
dapat mendidik anak agar menghargai kebudayaan dan memberikan sudut
pandang yang positif terhadap budaya ondel-ondel. Dengan demikian maka
anak-anak generasi muda dapat menghargai dan bangga dengan budaya yang
kita miliki, dan tidak terbawa arus globalisasi budaya lain yang masuk.
I.5 Hipotesis
Kesenian ondel-ondel bukanlah kesenian semata yang tak ada fungsinya. Ondel-ondel
juga memiliki fungsi tersendiri. Menurut informasi dari media internet, fungsi ondel-ondel
adalah untuk menolak bala, hiburan bagi masyarakat dan juga sebagai penyemarak Jakarta.
Namun kami menduga bahwa fungsi ondel-ondel sekarang ialah sebagai sarana para
seniman untuk mencari nafkahnya. Kami menduga bahwa para seniman tersebut memainkan
ondel-ondel dengan tujuan utama yaitu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka.
Kami juga berharap kedepannya bahwa ondel-ondel dapat menjadi ikon Jakarta yang
disegani masyarakat, digunakan dalam kegiatan kesenian secara resmi, dapat selalu dikenal
dan disukai masyarakat. Kami juga berharap pada seniman ondel-ondel supaya taraf hidup
mereka lebih meningkat dan juga membagikan ilmu ondel-ondel kepada generasi muda.
5 | P a g e
I.6 Metode Penelitian
Dalam membuat riset ini, kami melakukan beberapa penelitian mengenai ondel-ondel,
seniman ondel-ondel dan wawancara mengenai orang-orang yang berpengalaman dalam
bidang ini.
Kami menggunakan metode observasi dalam mengumpulkan data yaitu dengan
melakukan pengamatan terhadap budaya ondel-ondel dalam kehidupan. Kami juga melakukan
pengumpulan data ilmiah melalui sumber primer dan juga sumber sekunder. Sumber primer
merupakan data yan didapat dari wawancara yang kami lakukan dari berbagai pihak, yakni
masyarakat, seniman ondel-ondel, dan Dinas Pariwisata Sedangkan sumber sekunder adalah
sumber yang berasal dari buku yang ditulis orang yang berkaitan dengan pendapat dan
pandangan mereka terhadap budaya ondel-ondel.
I.7 Waktu penelitian
Ada beberapa tahap penelitian yang kami lakukan, antara lain adalah :
1. Observasi ke Kampung Pulo dan mengamati kegiatan para seniman ondel-
ondel pada tanggal 9 November 2012.
2. Mewawancarai seniman ondel-ondel bernama Abdul Hammid pada tanggal
12 November 2012 di Kampung Pulo.
3. Mewawancarai Endrati Fariani selaku Kepala Seksi Umum Dinas
Pariwisata Provinsi DKI Jakarta melalui media BlackBerry Messenger.
4. Mewawancarai Pak Is sebagai anggota masyarakat.
I.8 Sistematika Penulisan
Bab satu merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian serta manfaat penelitian selain itu juga disertakan hipotesis dan teknik
penelitian.
6 | P a g e
Bab dua memuat landasan teori, disini kami memasukkan landasan teori mengenai
masyarakat, terori modernisasi, teori perubahan sosial, teori identitas, teori struktural
fungsional, dan juga memuat definisi dan beberapa hal yang berkaitan dengan budaya ondel-
ondel.
Bab tiga memuat pembahasan dari pertanyaan kami, di sini kami akan membahas
mengenai sejauh mana peran kebudayaan berpengaruh terhadap identitas budaya itu sendiri,
bagaiman peran ondel-ondel dalam kehidupan masyrakat Jakarta, apa dampak dari proses
kebudayaan di era globalisasi.
Bab empat memuat penutup, di penutup kami akan memberikan kesimpulan atas
pernyataan kami dan juga saran kami terhadap keadaan ondel – ondel sekarang ini.
7 | P a g e
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini kami akan menyajikan kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini.
Hal ini kami dapat dari media cetak maupun elektronik. Hal-hal yang akan kami bahas
meliputi Teori Modernisasi, Teori Perubahan Sosial, Definisi ondel-ondel, Teori Masyarakat,
Teori Struktural Fungsional, dan Teori Identitas. Keenam hal tersebut kami pilih sebagai
landasan teori kami, karena menurut kami, keenam hal ini sangat berkaitan dengan tema
research paper yang ingin kami bahas. Landasan teori ini juga akan kami gunakan sebagai
bantuan kami dalam menjawab permasalahan yang sudah kami angkat. Berikut landasan-
landasan teori yang kami kaji.
A. Dampak dari proses kebudayaan di era globalisasi terhadap peran ondel-
ondel sebagai identitas bangsa
Identitas bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa, dengan ciri-ciri khas yang
membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Berdasarkan pengertian
yang demikian, maka setiap bangsa di dunia memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan
keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Berikut teori yang akan kami
gunakan.
2.1 Teori Modernisasi
Wilbert E Moore yang menyebutkan modernisasi adalah suatu transformasi total
kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern menjadi modern dalam segala bidang
terutama bidang IPTEK, yang ciri-cirinya cenderung ke pola negara Barat. Sementara
8 | P a g e
menurut J.W. School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat
dalam segala aspek-aspeknya. Yang modern merupakan simbol dari kemajuan, pemikiran
yang rasional, cara kerja yang efisien, dsb. Teori modernisasi didasarkan pada faktor-faktor
non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran. Faktor-
faktor ini menjelma dalam alam psikologi individu, atau nilai-nilai kemasyarakatan yang
menjadi orientasi penduduk dalam memberikan arah kepada tingkah-lakunya.
Faktor-faktor non material atau dunia ide ini dianggap sebagai faktor yang mandiri,
yang bisa dipengaruhi secara langsung melalui hubungan dunia ide dengan yang lain. Oleh
karena itu, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah psikologi
seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah masyarakat. Dalam perkembangannya, memang ada
teori yang juga menekankan aspek kondisi material. Teori-teori seperti ini memang
merupakan teori peralihan ke Teori Struktural, meskipun persoalan yang dibahas berlainan.
Modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan
yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan
tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan makmur. Diungkapkan
pula modernisasi merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang sekarang ini. Tingkat teknologi dalam membangun modernisasi betul-betul
dirasakan dan dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, dari kota metropolitan sampai ke
desa-desa terpencil.
2.1.1 Syarat Modernisasi
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat
tertentu, yaitu sebagai berikut :
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun
masyarakat.
9 | P a g e
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan
birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada
suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi
dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di
lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
2.1.2 Dampak Positif
Dampak positif dari adanya teknologi modernisasi menimbulkan kemajuan dibidang
teknologi itu sendiri. Kita lebih terbantu dengan adanya teknologi tersebut sehingga pekerjaan
kita cepat selesai dan memberikan banyak manfaat lainnya. Dampak positifnya antara lain :
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dalam zaman sekarang ini bisa dilihat dari cara berpikir
masyarakat yang irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi
lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pula yang membentuk masa
modernisasi yang terus kian berkembang dan maju di waktu sekarang ini.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri atau industrialisasi berdasarkan teknologi yang sudah maju
menjadikan nilai dalam memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi
10 | P a g e
yang canggih, dan juga merupakan salah satu usaha mengurangi pengangguran
dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, hal ini juga dipengaruhi tingkat
ilmu pengetahuan dan teknologi yang membantu perkembangan modernisasi.
2.1.3 Dampak Negatif
Dampak negatif dari teknologi modernisasi menimbulkan perbedaan tingkah laku
masyarakat. Dapat dilihat perbedaan yang jelas ketika masyarakat belum mengenal teknologi
dan ketika masyarakat mengenal teknologi modernisasi sekarang ini. Dampak negatifnya
antara lain :
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan teknologi industri yang sudah modern dan semakin pesat
penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu
masyarakat mudah tertarik untuk menkonsumsi barang dengan banyak pilihan
yang ada, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka
merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas. Padahal hakekat
manusia adalah sebagai makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Budaya yang positif seperti, lebih realistik dan bekerja lebih giat baik untuk
diterapkan, namun budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah
anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-
lain.
d. Kesenjangan Sosial
11 | P a g e
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang
dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam
jurang pemisah antara individu dengan individu lainnya. Dengan kata lain
individu yang dapat terus mengikuti perkembangan jaman memiliki
kesenjangan tersendiri terhadap individu yang tidak dapat mengikuti suatu
proses modernisasi tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial
antara individu satu dengan lainnya, yang bisa disangkutkan sebagai sikap
individualistik.
e. Kriminalitas
Kriminalitas sering terjadi di kota-kota besar karena menipisnya rasa, sikap
yang individualisme, adanya tingkat persaingan yang tinggi dan pola hidup
yang konsumtif.
2.1.4 Modernisasi di Indonesia
Negara Indonesia mulai lebih berkembang sejak penjajahan Belanda dan Jepang.
Namun, pada era Soeharto yang lebih membuka diri kepada dunia luar, terutama negara-
negara barat menyebabkan proses modernisasi dalam negara berkembang semakin pesat.
Berbeda dengan era Soekarno yang menutup diri terhadap dunia Barat. Indonesia sendiri saat
ini menjadi negara yang berkembang cukup pesat dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial.
Sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang digunakan pun memiliki peran penting
dalam proses kemajuan dan perkembangan teknologi yang membuat Indonesia lebih modern.
Karena sumber daya inilah pihak Indonesia bekerja sama dengan negara lain dan saling
melengkapi kebutuhan antara satu dengan negara lainnya.
Indonesia yang banyak mendapat pengaruh dari luar ini dapat belajar melalui
hubungannya dengan negara luar tersebut. Indonesia sendiri jadi mulai mampu menciptakan
12 | P a g e
alat-alat teknologi yang praktis dan efisien seperti layaknya yang ada di kehidupan sehari –
hari seperti televisi, telepon genggam, komputer, laptop, dan lainnya. Sehingga menciptakan
kemajuan yang ada pada Indonesia baik dari sisi modernisasi maupun teknologinya. Indonesia
sedang berada dalam masa penyesuaian di mana modernisasi dan globalisasi semakin masuk
secara bertahap ke dalam Indonesia. Bukan hanya itu modernisasi juga sangat terpengaruh
dengan majunya teknologi – teknologi yang ada pada Negara Indonesia sendiri.
2.2 Perubahan Sosial
Istilah "sistem" berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang artinya hubungan yang
berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Sedangkan pengertian
"sistem sosial", menurut Jabal Tarik Ibrahim dalam bukunya Sosiologi Pedesaan, adalah
sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang mempunyai hubungan timbal balik relatif
konstan. Hubungan sejumlah orang dan kegiatannya itu berlangsung terus menerus.
Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya,
termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat
2.2.1 Pengertian Perubahan Sosial
Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut para ahli diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Kingsley Davis : perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat
b. William F. Ogburn : perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-
unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya
13 | P a g e
pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur
immaterial.
c. Mac Iver : perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi
dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan
(equilibrium) hubungan sosial.
d. Gillin dan Gillin : perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu
variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan
kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun
adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan
sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-
ciri antara lain:
a. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami
perubahan baik lambat maupun cepat.
b. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan
perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
c. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang
bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.
d. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena
keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Perubahan
14 | P a g e
Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk umum
yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat. Kedua
bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan revolusi dan evolusi. Berdasarkan
teknisnya ada perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan. Sedangkan berdasarkan
pengaruhnya, ada perubahan yang berpengaruh besar dan ada pula perubahan yang
berpengaruh kecil.
a. Perubahan evolusi
Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam
proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari
masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti
kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha
masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya
dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial
dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu. Menurut Soerjono
Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas tentang evolusi, yaitu:
Unilinier Theories of Evolution: menyatakan bahwa manusia dan
masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu,
dari yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang
sempurna.
Universal Theory of Evolution: menyatakan bahwa perkembangan
masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut
15 | P a g e
teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang
tertentu.
Multilined Theories of Evolution: menekankan pada penelitian terhadap
tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya,
penelitian pada pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu
ke pertanian.
b. Perubahan revolusi
Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan
tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan
revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-
unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif
cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak
direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam
tubuh masyarakat yang bersangkutan.
Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat.
Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat
tertentu, antara lain adalah:
Ada beberapa keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
Di dalam masyarakat ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan
harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan
keadaan tersebut.
Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu
memimpin masyarakat tersebut.
16 | P a g e
Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut,
untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari
masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat.
Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada
masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat konkret dan dapat
dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga suatu tujuan yang
abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.
Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala
keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan
revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih
keliru, maka revolusi dapat gagal.
c. Perubahan direncanakan dan tidak direncanakan
Perubahan yang direncanakan
Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang
diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-
pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-
pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari
masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-
lembaga kemasyarakatan.
Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di
bawah pengendalian dan pengawasan agent of change. Secara umum,
perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki. Misalnya,
untuk mengurangi angka kematian anak-anak akibat polio, pemerintah
17 | P a g e
mengadakan gerakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) atau untuk
mengurangi pertumbuhan penduduk, Pemerintah mengadakan program
Keluarga Berencana (KB).
Perubahan yang tidak direncanakan dan contoh
Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang
tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan
jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu
kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat.
Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak
kapan akan terjadi. Misalnya, kasus banjir bandang di Sinjai, Kalimantan
Barat. Timbulnya banjir dikarenakan pembukaan lahan yang kurang
memerhatikan kelestarian lingkungan. Sebagai akibatnya, banyak
perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang
mengharuskan para warganya mencari permukiman baru.
d. Perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil
Perubahan berpengaruh besar
Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut
mengakibatkan terjadinya perubahan
pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian,
dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak pada perubahan
masyarakat agraris menjadi industrialisasi. Pada perubahan ini memberi
pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah
kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya
perubahan mata pencaharian.
18 | P a g e
Perubahan berpengaruh kecil
Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan
perubahan- perubahan yang terjadi pada struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contoh,
perubahan mode pakaian dan mode rambut. Perubahan-perubahan tersebut
tidak membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat karena tidak
mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan
homolis.
B. Peran ondel-ondel dalam kehidupan masyarakat Jakarta
Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam
pesta-pesta rakyat. Ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa
menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa. Berikut definisi dari ondel-ondel.
2.3 Definisi Ondel-ondel
Ondel-ondel merupakan pertunjukan khas Betawi yang sering tampil dalam berbagai
perayaan seperti perayaan adat dan menjadi arak-arakan atau penghias wajah Ibu Kota
Jakarta. Ondel-ondel biasa digunakan sebagai pemujaan terhadap leluhur. Berikut beberapa
hal mengenai ondel-ondel dalam buku Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu-Betawi.
2.3.1 Ciri Khas Ondel-Ondel
Ondel – ondel adalah boneka besar yang memiliki tinggi bisa sekitar 2,5 meter – 3
meter, menggunakan pakaian berwarna-warni dan riasan wajah tebal, juga dengan beragam
ornamen di kepalanya. Ondel-ondel diperankan oleh seorang pria yang berjalan dan menari
dalam iringan musik khas Betawi. Ondel-ondel dibuat secara tradisional dari bilah-bilah
bambu dan diberi pakaian dengan perhiasan layaknya pengantin. Hampir semua bahan
pembuatannya alami. Termasuk juga pewarnanya, yakni merah, kuning, dan warna-warna 19 | P a g e
cerah lainnya yang dibuat dengan bahan alami. Salah satu tempat untuk melihat pembuatan
ondel-ondel adalah di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat.
Ondel-ondel ditampilkan berpasangan laki-laki dan perempuan yang diibaratkan sebagai
suami istri. Ondel-ondel laki wajahnya dicat merah, diberi kumis melintang, jenggot, alis,
tebal, cambang, dan kadang dibuat caling. Sementara, ondel-ondel perempuan wajahnya di cat
putih atau kuning, diberi rias gincu, bulu mata lentik, dan alis lancip. Kadang dibuat tai lalat.
Kadang juga tampil ondel-ondel anak-anak.
Ondel tersebut memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak
cucunya. Oleh karena itu, dapat dikatakan ondel-ondel merupakan danyang desa. Bahan
pakaian ondel-ondel masing-masing 10 meter. Pakaian ondel-ondel laki-laki berwarna gelap
dengan jenisnya pakaian pangsi. Untuk perempuan dipilihkan warna cerah motif polos atau
kembang-kembang dengan jenisnya baju kurung.
2.3.2 Fungsi Ondel-Ondel
Budaya boneka-bonekaan dengan iringan musik seperti ondel-ondel ini sebagai
lambang dewa-dewa penyelamat. Awalnya permainan ini digunakan untuk pemujaan arwah
nenek moyang atau tokoh yang dihormati. Namun, saat ini ondel-ondel lebih berfungsi media
hiburan, seperti penyambutan tamu, atau pesta khitanan. Boneka raksasa ini juga pernah
dikenal di Jawa Barat dengan sebutan badawang, di Jawa Tengah disebut barongan buncis,
dan di Bali dikenal dengan barong landung.
Ondel-ondel Betawi dibuat dengan tujuan untuk mengusir roh jahat dan penyakit.
Ondel-ondel pun awalnya sangat dikenal dengan sisi magis dimana penari ondel-ondel harus
memberikan sesajen berupa rokok, kopi, air kelapa, atau pun telur ayam kampung sebagai
sesaji kepada leluhur sebelum memulai arak-arakan. Cara memberikan sesajen kepada arwah
leluhur adalah dengan menaruhnya di dalam kerangka tubuh ondel-ondel.
20 | P a g e
Apabila sesajen ini tidak dipenuhi maka ondel-ondel pun diyakini tidak akan maksimal
beraksi. Akan tetapi, saat ini masyarakat Betawi lebih memanfaatkannya sebagai perangkat
budaya untuk menyemarakkan pesta atau untuk acara peresmian khusus. Setidaknya beragam
kegiatan itu telah berjasa untuk mempertahankan tradisi unik ini di tengah modernisasi Kota
Jakarta.
2.3.3 Musik Betawi sebagai Pengiring
a. Ondel-ondel tidak akan berjalan tanpa iringan musik khas Betawi yaitu musik
tehyan. Jenis musik tradisional ini mendapatkan pengaruh dari China. Kadang-
kadang, sekelompok orang bermain tanjidor, yaitu alat musik yang berasal dari
istilah Portugis untuk sekelompok orang yang bermain musik, tangedores. Ada juga
ondel-ondel yang menggunakan musik gendang pencak Betawi, musik ningnong,
gambang kromong, dan rebana ketimprung. Musik khas Betawi akan menyertai
ondel-ondel ketika mereka tampil dalam sebuah parade. Setiap kelompok dari
berbagai kampung di Betawi akan memainkan jenis musik yang berbeda,
tergantung pengaruh yang diresapinya.
Oleh karena itu, ondel-ondel bisa sangat beragam jenisnya. Beberapa hadir
dengan tehyan, beberapa dengan gambang kromong, sementara yang lainnya tampil
dengan warna tanjidor. Saat ini ada beberapa kelompok ondel-ondel yang aktif
melestarikan budaya yang cantik ini, yaitu ondel-ondel pimpinan Gejen (Kampung
Situ), ondel-ondel Beringin Sakti pimpinan Yasin (Rawasari). Adapula ondel-ondel
pimpinan Lamoh (Kalideres) diiringi bende, ningnong dan rebana ketimpring.
Dalam pementasannya ondel-ondel tersebut diiringi alat musik berupa kendang,
kenong dan terompet.
21 | P a g e
b. Musik Betawi lahir dari beragam budaya sesuai lokasinya yang dekat dengan
pelabuhan. Pengaruh Budaya Cina mempengaruhi suara dan jenis musiknya. Pengaruh
Budaya Portugis memainkan peran dalam memberikan ansambel merdu. Pengaruh
budaya Islam dari Timur Tengah juga terlihat dalam irama dalam setiap elemen
pertunjukan. Semua itu berpadu bersama budaya lokal dan menjadikan musik
tradisional Betawi begitu khas melantunkan musik yang harmonis.
Betawi sendiri merupakan nama dari sebuah kota sekaligus nama kelompok
etnis. Sebelum VOC datang, kelompok etnis Betawi lahir dari perkawinan antar
etnis seperti Jawa, Sunda, Arab, Cina, Bali, Bugis, Makassar, Melayu, dan Ambon.
Kata betawi berasal dari nama betavia atau batavia, yaitu sebuah nama lama untuk
Jakarta. Istilah batavia berasal dari bahasa Belanda dan Jerman, yaitu Batavieren,
adalah salah satu suku nenek moyang orang Belanda yang bermigrasi ke Belanda
(Rijndelta) dari bagian barat Jerman. Suku ini tinggal di kota tembok kuno di tepi
Sungai Maas. Semua gubernur VOC di Nusantara menggunakan nama Batavia
untuk kota pelabuhan ini, termasuk juga pendirinya yaitu Jan Pietersz Zoon Coen.
Ia sebenarnya ingin memberi nama kota pelabuhan ini sebagai Nieuw Hoorn
dengan alasan karena ia lahir di Hoorn, Belanda utara. Akan tetapi, karena harus
mematuhi perintah pusat dari Kerajaan Belanda maka ia menamainya Batavia. Kota
Batavia sendiri saat itu bersifat tertutup. Tidak ada penduduk setempat yang
diizinkan tinggal di dalam kota karena dibatasi oleh benteng. Akan tetapi, beberapa
kelompok etnis seperti Coromandel (tentara bayaran Jepang),
orang Banda dan Banten (orang Sunda sebagai penduduk lokal Sunda Kelapa)
pernah tinggal di dalam kota tersebut.
2.4 Masyarakat
22 | P a g e
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup
atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang
berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berasal dari bahasa Arab,
musyarak. Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang
yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Masyarakat mempengaruhi keadaan
psikologis seseorang. Seseorang yang tinggal/berada dalam kelompok masyarakat yang
berperilaku baik akan mempengaruhi keadaan pskilogis seorang tersebut, sehingga orang
tersebut akan menjadi orang yang baik sesuai dengan lingkungannya, namun jika orang
tersebut berada di kelompok masyarakat yang buruk, kemungkinan besar ia akan menjadi
buruk akibat dari interaksinya dengan kelompok masyakat tersebut.
Pergaulan manusia dengan sesamanya menimbulkan suatu ikatan rasa antar manusia
dalam jangka waktu yang lama dan berkelanjutan. Masyarakat juga didefinisikan sebagai
setiap kelompok manusia yang telah lama hidup dan berkerja sama sehingga mereka
mengorganisasikan diri dan berpikir tentang diri sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-
batas tertentu (Ralph Linton, 1977). Namun ada juga yang yang mendefinisikan bahwa di
seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat jelata terdapat pergaulan hidup di tdalam
golongan-golongan yang bertingkah-laku sebagai kesatuan sebagai dunia lahir dan batin.
Golongan-golongan tersebut mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal dan orang
–orang dalam golongan itu masing-masing mengalami kehidupannya dalam golongan sebagai
hal yang sewajarnya, hal menurut kodrat alam, tidak ada seorang pun dari mereka yang
mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran golongan itu. Golongan ini mempunyai
pengurus sendiri, milik keduniawian atau milik gaib. Golongan demikianlah yang bersifat
persekutuan hukum (Ter Haar, 1974). Hazairin (1970) mendefinisikan masyarakat dengan
23 | P a g e
melihat kehidupan masyarakat di Indonesia. Ia melihat bahwa, masyarakat-masyarakat hukum
adat, seperti desa di Jawa, marga di Sumatra Selatan, negeri di Minangkabau, kuria di
Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan, adalah kesatua-kesatuan kemasyarakatan yang
mempunyai kelengkapan kelengkapan-kelengkapan kemasyarakatan untuk sanggup berdiri
sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan
hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.
Masyarakat hukum adat itu, bentuk hukum kekeluaragaanya mempengaruhi sistem
pemerintahannya terutama berlandaskan pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan
hasil hutan dan hasil air, ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan, dan
kerajinan tangan. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan
mereka berciri komunal, di mana gotong royong, tolong-menolong, serasa dan semua
mempunyai peranan sama.
2.4.1 Beberapa ciri/unsur yang sama tentang masyarakat :
Dalam buku Pengantar Antropologi Budaya, karangan Prof. Dr. Koentjaraningrat,
dijelaskan tentang ciri-ciri masyarakat. Masyarakat memiliki ciri-ciri yang mencolok dan
tentu kita akan mudah mengetahui dan memahaminya. Ciri-cirinya antara lain :
a. Masyarakat adalah sekumpulan manusia
Dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka yang pasti untuk
menemukan berapa jumlah manusia yang harus ada, tetapi secara teoritis angka
minimum adalah dua orang yang hidup bersama
b. Kesatuan manusia itu bergaul dan hidup bersama dalam jangka waktu yang relatif
cukup lama.
c. Kumpulan manusia tidaklah sama dengan benda-benda mati karena kumpulan
manusia tersebut selalu berkembang dan akan timbul manusia baru. Manusia itu
24 | P a g e
juga mempunyai keinginan – keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau
perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu timbullah sistem
komunikasi dan peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam
kelompok tersebut.
d. Adanya kesadaran tentang identitas kesatuan hidup bersama
Kelompok masyarakat yang telah berhimpun itu memiliki kesadaran identitas
dalam kelompoknya sehingga memiliki suatu cara pandang sama terhadap sesuatu
hal yang disepakati.
e. Kesatuan hidup bersama ini menghasilkan suatu kebudayaan
Kesatuan hidup manusia itu dalam kerangka hubungan sosialnya menghasilkan
suatu kerangka dasar kehidupan yang terkait dengan aspek konsep, perilaku, dan
wujud nyata dari tatanan kebersamaan mereka. Setiap kelompok kesatuan
masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat, baik yang bersifat teritorial,
genealogis, maupun dalam bentuk baru, sepeti perkumpulan masyarakat di
perantauan, yang diatur menurut hukum adat (kebiasaan) mempunyai susunan
pengurus yang menyatu dengan kepengurusan resmi atau terpisah berdiri sendiri.
2.5 Teori Struktural Fungsional
Fungsionalisme struktural diperkenalkan dan dikembangkan oleh Talcot Parson (“The
Structure of Social Action”, 1937) dan Robert K. Merton sebagai tradisi teoritik dalam kajian-
kajian kemasyarakatan khususnya yang menyangkut struktur dan fungsi masyarakat.
Teori fungsionalisme struktural berpusat kepada teori-teori dari stratifikasi sosial yang
dikemukakan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore (1945). Namun dalam
perkembangannya teori ini telah mengalami kemerosotan khususnya pada empat dekade
25 | P a g e
terakhir dan akhirnya hanya bermakna historis, untuk kemudian dikembangnya menjadi neo-
fungsionalime oleh Zevry Alexander pada tahun 1980 an.
2.5.1 Fungsionalisme Menurut Talcot Parson
Teori struktural fungsional menurut Talcot Parson dimulai dengan empat fungsi
penting untuk semua sistem ”tindakan” yang disebut dengan AGIL. Melalui AGIL ini
kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistem.
Menurut Parson fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan
kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan definisi ini Pa rson yakin bahwa ada empat
fungsi penting yang diperlukan semua sistem yang dinamakan AGIL yang antara lain adalah :
a. Adaptation (adaptasi)
Sebuah sistem harus dapat menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem
harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan juga menyesuaikannya
dengan kebutuhannya.
b. Goal attainment (pencapaian tujuan)
Sebuah sistem harus mendefinisikan diri untuk mencapai tujuan utamanya.
c. Integration (integrasi)
Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting
lainnya (A, G, L).
d. Latency (pemeliharaan pola)
Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik
motivasi individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang
motivasi.
26 | P a g e
Agar dapat tetap bertahan, maka suatu sistem harus mempunyai keempat fungsi
ini. Parson menciptakan sistem AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam
sistem teorinya, yang diaplikasikan dalam :
Organisme perilaku: sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi
dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.
Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan
menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk
mencapainya.
Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan
bagian-bagian yang menjadi komponennya.
Sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan
menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka
untuk bertindak.
Inti pemikiran Parson ditemukan dalam empat sistem tindakan yang
diciptakannya. Tingkatan yang paling rendah dalam sistem tindakan ini adalah
lingkungan fisik dan organisme, meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi,
dan fisiologisnya. Sedangkan tingkat yang paling tinggi dalam sistem tindakan
adalah realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan, ketidak
pastian, kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi
sosial. Di antara dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistem yang
diciptakan oleh Parson meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian, sistem
sosial, dan sistem kultutral. Semua pemikiran Parson tentang sistem tindakan ini
didasarkan pada asumsi-asumsi berikut :
27 | P a g e
Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling
bergantung.
Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau
keseimbangan.
Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
Sifat dasar bagian dari suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-
bagian lain.
Sistem memelihara batas-batas dengan lingkunganya.
Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan
untuk memelihara keseimbangan sistem.
Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang
meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-
bagian dengan kerseluruhan sistem, menegndalikan lingkungan yang
berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari
dalam. Empat sistem tersebut adalah :
1. Sistem Sosial
Menurut Parson sistem sosial berawal pada interaksi tingkat mikro antara ego
dengan alter ego yang merupakan bentuk sistem sosial yang paling mendasar.
Parson mendifinisikan sistem sosial sebagai :
”Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor individual yang saling berinteraksi
dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan (fisik),
aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk
28 | P a g e
mengoptimalkan kepuasan yang berhubungan dengan situasi mereka yang
didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol bersama yang tersturktur
secara kultural”.
Disini Parson menggunakan konsep-konsep atau kata-kata kunci yakni aktor,
interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan, dan kultur. Uniknya meski Parson
berkomitmen melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi, namun Parson tidak
menggunakan konsep interaksi sebagai dasar dalam studi tentang sistem sosial, ia
malah menggunakan konsep status-peran sebagai dasar dari sistem. Status-peran
bukan merupakan satu aspek dari aktor atau interaksi, melainkan lebih merupakan
komponen sturktural dari sistem sosial. Status mengacu pada posisi struktural di
dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu,
dilihat dalam konteks signifikansi fungsionalnya untuk sistem yang lebih luas.
Dalam analisisnya tentang sistem sosial, meski Parson lebih melihat pada
komponen-komponen strukturalnya seperti status- peran, kolektivitas, norma, dan
nilai, namun Parson juga melihat aspek fungsionalnya. Persyaratan fungsional dari
suatu sistem sosial menurut Parson adalah :
1. Sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa hingga dapat beroperasi
dalam hubungan yang harmonis dengan sistem yang lain.
2. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapatkan dukungan
dari sistem yang lain.
3. Sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi
yang signifikan.
4. Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya.
29 | P a g e
5. Sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu.
6. Bila konflik akan menimbulkan kekacauan, maka itu harus segera dikendalikan.
7. Untuk kelangsungan, sistem sosial memerlukan bahasa.
Dalam sistem sosial ini Parson menekankan pentingnya aktor. Akan tetapi
Parson lebih melihatnya sebagai kenyataan fungsional bukan struktural, karena
aktor merupakan pengemban dari fungsi peran yang adalah bagian dari sistem. Oleh
karenanya harus terdapat integrasi pola nilai dalam sistem antara aktor dengan
struktur sosialnya. Dan ini hanya dapat dilakukan dengan melalui proses
internalisasi dan sosialisasi. Disini terdapat pengalihan norma dan nilai sistem
sosial kepada aktor di dalam sistem sosial. Dalam proses sosialisasi yang berhasil,
norma dan nilai itu diinternalisasikan, artinya norma dan nilai itu menjadi bagian
dari kesadaran aktor.
Akibatnya dalam mengejar kepentingannya, aktor harus mengabdi pada
kepentingan sistem sebagai satu kesatuan. Ada pula 4 sistem yang sangat penting
dalam sistem sosial, yakni sistem ekonomi, pemerintahan, keluarga (Fiduciari), dan
komunitas kemasyarakatan.
2. Sistem Kultural
Sistem kultural merupakan kekuatan utama yang mengikat berbagai unsur
dunia sosial. Kultur adalah kekuatan yang mengikat sistem tindakan, menengahi
interaksi antar aktor, menginteraksikan kepribadian, dan menyatukan sistem sosial.
Kultur mempunyai kapasitas khusus untuk menjadi komponen sistem yang lain.
30 | P a g e
Kultur adalah sistem simbol yang terpola, teratur, yang menjadi sasaran
orientasi para aktor dalam rangka penginternalisasian aspek-aspek kepribadian dan
pola-pola yang sudah terlembagakan dalam sistem sosial. Kultur bersifat subjektif
dan simbolik, oleh karena itu kultur mudah ditularkan dan dipindahkan dari satu
sistem sosial ke sistem sosial lain melalui penyebaran (difusi), atau dari satu
kepribadian ke pribadian yang lain melalui proses belajar dan sosialisasi. Sifat
simbolisme (subjektifitas) dari kultur menempatkan kultur pada posisi
mengendalikan sistem tindakan yang lain.
3. Sistem Kepribadian
Sistem kepribadian dalam sistem tindakan Parson dikontrol oleh sistem sosial
dan sistem kultural, karena sistem kepribadian merupakan hasil sosialisasi dan
internalisasi dari sistem sosial dan sistem kultural. Namun demikian bukan berarti
bahwa sistem kepribadian ini tidak bebas sama sekali, kepribadian menjadi suatu
sistem yang independen melalui hubungannya dengan organisme dirinya sendiri
dan melalui keunikan pengalaman hidupnya.
Personalitas atau kepribadian adalah sistem orientasi dan motivasi tindakan
aktor individual yang terorganisir. Komponen dasarnya adalah disposisi kebutuhan.
Disposisi kebutuhan adalah unit-unit motivasi tindakan yang paling penting.
Disposisi kebutuhan bukanlah dorongan hati (drives). Dorongan hati merupakan
kecenderungan batiniah, bagian dari organisme biologis atau energi fisiologis yang
memungkinkan terwujudnya aksi. Meski disposisi kebutuhan bukanlah dorongan
hati , namun disposisi kebutuhan bisa juga berasal dari dorongan hati yang dibentuk
oleh lingkungan sosial. Disposisi kebutuhan memaksa aktor menerima atau
31 | P a g e
menolak objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek yang baru bila
objek yang tersedia tidak dapat memuaskan disposisi kebutuhan secara memadai.
4. Organisme Perilaku
Merupakan salah satu dari empat sistem tindakan yang dikemukakan Parson,
didasarkan atas konstitusi genetik yang organisasinya dipengaruhi oleh proses
pengkondisian dan pembelajaran yang terjadi selama hidup. Dalam kaitannya
dengan organisme perilaku ini, Parson mengembangkan studinya tentang
perubahan sosial yang didasarkan pada konsepnya mengenai ”Paradigma
Perubahan Evolusioner” yang diadopsi dari konsep biologi mengenai teori
evolusi.
Dalam awal perkembangannya menurut paradigma perubahan evolusionier
Parson ini, masyarakat akan mengalami proses diferensiasi. Setiap masyarakat
tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan struktur dan
fungsinya. Ketika masyarakat berubah, maka subsistem dalam masyarakat akan
terdiferensiasi membentuk subsistem baru. Subsistem baru ini perlu melakukan
penyesuaian diri, dan inilah yang menjadi penekanan pada paradigma perubahan
evolusioner Parson, yakni kemampuan menyesuaikan diri yang meningkat dari
subsistem sebelumnya. Ini merupakan bentuk perubahan sosial yang positif.
Masyarakat yang berubah tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk
menanggulangi masalah yang dihadapi, termasuk masalah integrasi masyarakat
sebagai akibat dari terjadinya proses diferensiasi.
Konsekuensi lain dari perubahan evolusioner dalam masyarakat adalah sistem
nilai dari masyarakat sebagai satu kesatuan yang mengalami perubahan serentak
dengan perubahan struktur dan fungsi sosial yang tumbuh semakin terdeferensiasi.
32 | P a g e
Proses evolusi dapat berlangsung dengan berbagai macam cara, tidak ada satu
pola umum yang mempengaruhi semua masyarakat secara sama. Masyarakat
tertentu mungkin mendorong terjadinya evolusi, tetapi masyarakat lain justru
tertimpa konflik internal atau menghadapi rintangan lain yang menghalangi atau
bahkan memperburuk proses evolusi.
Secara umum semua teori Parson dianggap pasif dan konservatif. Untuk
menepis semua tuduhan itu, Parson memperlihatkan sisi dinamis yang berubah-
ubah ke dalam teorinya melalui gagasannya tentang media pertukaran umum di
dalam dan di antara empat sistem tindakannya. Media pertukaran umum itu bisa
berujud material maupun simbolik, di antaranya adalah uang, kekuasaan politik,
pengaruh, dan komitmen terhadap nilai. Namun Parson lebih menekankan pada
kualitas simbolik daripada aspek materialnya. Uang sebagai media pertukaran
umum, sangat berperan sebagai medium di dalam perekonomian, dan juga dalam
membangun hubungan sosial sistem kemasyarakatan, termasuk juga membangun
kekuasaan politik melalui sistem politik. Inilah yang memberikan dinamisme
terhadap sebagian besar analisis struktural Parson.
2.5.2 Fungsionalisme Menurut Robert K. Merton
Perbedaan teori fungsionalisme antara Parson dan Merton adalah Parson mendukung
terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan Merton lebih terbatas dan
menengah.
Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis
fungsional.Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:
33 | P a g e
a. Kesatuan fungsi masyarakat : seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya
standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi
individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada,pasti menunjukan
tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya
berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.
b. Fungsionalisme universal : seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi
positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh
struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi
positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur
individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga
bunuh diri. Postulat struktural fungsional menjadi bertentangan.
c. Indispensability : aspek standard masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif
namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari
keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat.
Dalam hal ini pertentangan Merton pun sama dengan Parson bahwa ada berbagai
alternatif struktural dan fungsional yang ada di dalam masyarakat yang tidak dapat
dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan
tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton
mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiris bukan teoritika.
Fungsionalisme yang dijelaskan Merton dapat disebut dengan The Middle Range
theory. Ini merupakan teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja
mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis
34 | P a g e
yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. Dalam hal ini Merton seakan
melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis
merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan.
Analisis Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya
didefinisikan sebagai rangkaian nilai normatif teratur yang mengendalikan perilaku yang
sama untuk seluruh anggota masyarakat. Struktur sosial didefinisikan sebagai serangkaian
hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu
dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan
tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak
menurut norma dan tujuan tersebut. Kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku
yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan
dengan demikian disjungsi antara kebudayan dengan struktur akan melahirkan konsekuensi
disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat.
Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan
bahwa teori struktural fungsionalisme ini harus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya.
Bahwa sturktur yang selalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama
ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Apapun
alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini,
Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur, akan tetapi terus membawa
kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut.
Perbedaan pendapat antara Parson dan Merton membuktikan bahwa adanya
kedinamisan dalam ilmu pengetahuan.
C. Peran kebudayaan berpengaruh terhadap identitas bangsa
35 | P a g e
Kebudayaan memiliki kaitan yang sangat erat dan bahkan, dapat didefinisikan bahwa
tanpa kebudayaan, karakter atau identitas kebudayaan itu juga akan hilang mengakibatkan
suatu tatanan sosial masyarakat yang tidak beragam. Berikut teori yang kami gunakan.
2.6 Teori Identitas
Teori Identitas dikemukakan oleh Sheldon Stryker (1980). Teori ini memusatkan
perhatiannya pada hubungan saling mempengaruhi di antara individu dengan struktur sosial
yang lebih besar lagi (masyarakat). Individu dan masyarakat dipandang sebagai dua sisi dari
satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, namun struktur sosial membentuk
interaksi. Dalam hal ini Stryker tampaknya setuju dengan perspektif struktural, khususnya
teori peran. Namun dia juga memberi sedikit kritik terhadap teori peran yang menurutnya
terlampau tidak peka terhadap kreativitas individu.
Teori Stryker mengkombinasikan konsep peran (dari teori peran) dan konsep diri/self
concept (dari teori interaksi simbolis). Bagi setiap peran yang kita tampilkan dalam
berinteraksi dengan orang lain, kita mempunyai definisi tentang diri kita sendiri yang berbeda
dengan diri orang lain, yang oleh Stryker dinamakan “identitas”. Jika kita memiliki banyak
peran, maka kita memiliki banyak identitas. Perilaku kita dalam suatu bentuk interaksi,
dipengaruhi oleh harapan peran dan identitas diri kita, begitu juga perilaku pihak yang
berinteraksi dengan kita.
Intinya, teori interaksi simbolis dan identitas mendudukan individu sebagai pihak yang
aktif dalam menetapkan perilakunya dan membangun harapan-harapan sosial. Perspektif
iteraksionis tidak menyangkal adanya pengaruh struktur sosial, namun jika hanya struktur
sosial saja yang dilihat untuk menjelaskan perilaku sosial, maka hal tersebut kurang memadai.
36 | P a g e
Bab 3
Pembahasan
3.1 Sejauh mana peran kebudayaan berpengaruh terhadap identitas
budaya?
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harafiah:
ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga
membedakan dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitas yang
menunjukkan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri dari faktor-faktor biologis,
psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu.
Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
37 | P a g e
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin yaitu
colere, yang berarti mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Jadi, pengertian dari identitas budaya adalah suatu karakter yang melekat dalam suatu
kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Kebudayaan sendiri tercipta karena kebiasaan yang diulangi terus menerus
menghasilkan sebuah karakter baru bagi orang-orang yang melakukan kebiasaan tersebut.
Kebudayaan merupakan sebuah pencipta karakter bangsa bahkan karakter itu sendiri. Sebagai
contoh, masyarakat Indonesia yang terbiasa berkendara di badan jalan sebelah kiri. Jika
kebudayaan tersebut berubah, maka selruruh aspek sosial kehidupan masyrakat akan berubah.
Perubahan ada yang bersifat cepat dan lambat serta mempengaruhi nilai-nilai fundamental
atau tidak. Jika cepat dan menyangkut nilai fundamental, kemungkinan perubahan tersebut
malah akan menimbulkan perpecahan jika secara evolusi dan tidak menyangkut nilai dasar,
perubahan itu malah akan diterima.
Kebudayaan sendiri tercipta dalam waktu yang lama dan seiring waktunya (karena
modernisasi) mendapat pengaruh besar oleh kebudayaan masyarakat dari luar. Karakter yang
terbentuk dari dasar kebudayaannya juga kian lama akan berubah. Perubahan tersebut disebut
sebagai Perubahan Sosial.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan sangat erat dan bahkan, dapat
didefinisikan bahwa tanpa kebudayaan, karakter atau identitas kebudayaan itu juga akan
hilang mengakibatkan suatu tatanan sosial masyarakat yang tidak beragam. Menurut guru
38 | P a g e
Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP Kolese Kanisius, Bapak Hendro Sucianto, mengungkapkan
bahwa, “Kebudayaan merupakan dasar dan asal mula dari suatu Masyarakat. Kebudayaan
sangat terkait dengan tatanan sosial masyarakat.”
3.2 Bagaimanakah peran ondel-ondel dalam kehidupan masyarakat
Jakarta?
Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam
pesta-pesta rakyat. Ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa
menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan garis
tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah
dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat
dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang
perempuan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di
beberapa daerah lain.
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan dari roh halus yang
gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya hanya digunakan untuk menambah semarak
pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung
yang baru selesai dibangun. Sebagai alat pemujaan kepada roh atau leluhur nenek moyang,
ondel-ondel juga dipercaya dapat mengusir roh jahat oleh karena itu pertunjukkan ondel-ondel
bersifat pemujaan kepada roh atau leluhur sehingga dijauhkan dari segala sesuatu yang jahat.
Ondel-ondel memberikan karakter yang beragam pada kebudayaan masyarakat.
Namun jika kita lihat, sekarang ini, ondel-ondel sudah mulai terlepas dari budaya Jakarta serta
imagenya sering disalahartikan sebagai alat pencari uang semata (pengamen) dan karena hal
ini, ondel-ondel masih sering dianggap kebudayaan orang kecil yang mengganggu.
39 | P a g e
Seharusnya image kota Jakarta sendiri memahami ondel-ondel sebagai jiwa mendasar kota
dan masyarakat Jakarta. Namun menurut kami hal ini masih sulit karena ondel-ondel dalam
pikiran masyarakat sudah berimage buruk dan harus dibenarkan dengan sebuah terobosan
yang cukup bagus seperti pagelaran ondel-ondel terpimpin.
Hal itu merupakan sudut pandang dari masyarakat Jakarta pada umumnya (kalangan
menengah sampai atas). Namun pandangan kami berubah setelah kami melakukan riset di
Kampung Pulo dimana "pengamen" ondel-ondel tinggal. Bagi para seniman ondel ondel yang
sering turun ke jalan, ondel-ondel tidak dianggap sebagai suatu mata pencaharian mereka
pada dasarnya telah memiliki mata pencaharian tersendiri. Turun ke jalan dianggap
merupakan usaha mereka untuk melestarikan budaya ondel-ondel agar tidak punah. Mereka
tidak pernah memungut bayaran.
Walaupun demikian, para seniman ondel–ondel tersebut masih memiliki banyak
kesulitan dan tantangan untuk menjalankan usaha pelestarian ondel–ondel di Jakarta yang
berupa:
3.2.1 Biaya untuk menjalankan kesenian ondel–ondel yang tinggi
Dalam menjalankan usaha ondel-ondel diperlukan biaya untuk properti seperti alat
musik, topeng dan busana ondel–ondel. Belum lagi peralatan audio untuk memperkeras suara
musik ondel-ondel dan menarik perhatian massa banyak. Para pemain ondel–ondel juga perlu
dibayar dalam setiap kali pementasan. Berikut rincian dari biaya pementasan ondel-ondel
menurut narasumber kami, Bapak Abdul Hammid (62 tahun).
Daftar Harga Properti Ondel-Ondel
Jenis Properti Harga Jumlah Total
Topeng Rp 200.000,- 4 buah Rp. 800.000,-
40 | P a g e
Audio dan Alat Musik Rp 800.000,- 2 set Rp. 1.600.000,-
Busana ondel–ondel Rp 45.000,- 4 pasang Rp. 180.000,-
Gerobak Rp 350.000,- 1 buah Rp. 350.000,-
Bayaran Pemain Rp 10-20.000,- 14 orang Rp. 280.000,-
TOTAL Rp. 3.210.000,-
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa keperluan untuk menjalankan kesenian
ondel–ondel secara total adalah (kira-kira) Rp 3.500.000,- untuk satu grup ondel-ondel.
Angka ini bukan angka yang kecil bapak Abdul dan seniman ondel–ondel lainnya. Dari hasil
pengamatan kami, mereka hanya tinggal di rumah sederhana di kampung kumuh. Hal ini
menandakan bahwa mereka masih kurang mampu membiayai diri sendiri jadi untuk
menyelenggarakan acara ini mereka harus merogoh kantong cukup dalam dan mengurangi
biaya kehidupannya.
3.2.2 Perhatian kurang dari masyarakat.
Dari tinjauan kami ke lapangan, masyarakat yang benar-benar menikmati kesenian
ondel-ondel hanya merupakan kalangan masyarakat Betawi. Hal ini disebabkan oleh
persebaran kampung betawi di Jakarta yang tidak merata.:
Kampung betawi tersebar di Jakarta. Salah satu Kampung betawi adalah yang terletak di
Kampung Sawah. Berada sejak tahun 1800-an, penduduknya menganut kepercayaan yang
beragam. Ada yang Islam, Katolik, Protestan. Dulu mayoritas penduduknya adalah Islam,
namun sejak tahun 1895 ada pempabtisan yang dipercaya sebagai mulainya perkembangan
agama Katolik dan protestan di Kampung Sawah.
Beralih ke kampung betawi lainnya. Di Condet dulu terdapat sebuah Kampung Betawi,
namun Kampung Betawi ini hanya dapat bertahan selama 10 tahun. Penyebabnya adalah 41 | P a g e
masalah klasik yakni, ketidakmampuan masyarakat di sini untuk bertahan dan bersaing di
tengah modernisasi.
Semenjak kejadian tersebut, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso, membuka
kampung Betawi Situ babakan. Hal ini dikarenakan masih banyak penduduk Betawi yang
bermukim ( sekitar 50%-70% ). Di Kampung Betawi Situ babakan ini, semua rumah memiliki
ciri khas gaya rumah betawi seperti ukiran kayu yang biasa di sebut Gibalang. Ada juga alat
musik yang dipajang di depan rumah, cat yang mencolok dan foto atau gambar yang dipajang
di tembok. Selain rumah, penduduk di sini juga masih ada yang menggunakan baju Betawi.
Adat Betawi masih sangat dipertahankan di sini.
Masyarakat Betawi terkadang menjual tanah leluhur kepada masyarakat pendatang demi
uang. Semakin lama, lahan milik mereka pun mengecil dan memaksa mereka untuk pindah ke
daerah di pinggiran kota Jakarta. Berikut persentase suku penduduk di Jakarta:
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Betawi di Jakarta mulai tergeser oleh
penduduk dari daerah lain (pendatang). Dengan banyaknya pendatang baru, kebudayaan yang
42 | P a g e
dating juga menggeser kebudayaan yang lama dan menciptakan sebuah kebudayaan baru.
Pergeseran kebudayaan inilah yang mebuat perubahan fungsi ondel ondel dalam masyarakat.
Pemerintah juga memiliki jawaban tersendiri. Menurut narasumber kami yang berasal
dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, ondel–ondel berfungsi sebagai :
a. Memberikan identitas kota Jakarta. Keunikan menjadi hal yang penting bagi
pengembangan pariwisata baik secara nasional maupun internasional.
b. Memberikan warna bagi pengembangan industri kreatif.
c. Membentuk karakter bangsa. Karena kebudayaan Betawi mengandung nilai luhur
yang dapat membentuk budi pekerti yang baik, seperti menghormati orang tua,
guru, berani karena benar.
Sikap pemerintah terhadap ondel-ondel adalah menstimulus seniman ondel-ondel
dengan melibatkannya pada berbagai kegiatan seni budaya yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah antara lain :
a. Amanat dari UU RI No. 29 Tahun 2007 Pasal 26 ayat 6, adalah Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta melestarikan budaya Betawi dan melindungi budaya daerah
lainnya.
Melestarikan meliputi 3 tindakan, yaitu :
Melindungi
Mengembangkan
Memanfaatkan
b. Pelestarian kebudayaan dilakukan dalam program :
Pengelolaan Keragaman Budaya, seperti Festival Seni Budaya Betawi,
Pagelaran Komedi Betawi, Kajian Pengembangan Ornamen Betawi.
Pengembangan Nilai Budaya, seperti Lomba Penulisan Cerpen Betawi.
43 | P a g e
Pengembangan Kerjasama Pengelolaan Kekayaan Budaya, seperti
Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi.
Program Peningkatan Sarana Prasarana, seperti Pembangunan Pusat
Kebudayaan Betawi, Rehabilitasi Gedung Latihan Kesenian.
Program Pengembangan Destinasi Wisata, seperti Pemilihan Abang None
Jakarta, Promosi Kesenian Betawi di Luar Kota dan Luar Negeri.
Dengan berbagai peraturaan tersebut, diharapkan bahwa kebudayaan asli Betawi akan
memiliki nilai dan posisi khusus dalam kehidupan masyarakat Jakarta sehingga membawa
suatu kekayaan tersendiri dan kebanggan khusus bagi masyarakat Jakarta. Menurut M. Azzam
Manan dalam buku Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia, “Bagaikan satu
kesatuan mata uang dengan dua sisinya saling berkait dan melengkapi, nasionalisme
Indonesia juga bisa dilihat sebagai suatu ikatan budaya yang menyatukan dan menhikat
masyarakat Indonesia menjadi suatu bangsa”
3.3 Apa dampak dari proses kebudayaan di era globalisasi terhadap peran
ondel-ondel sebagai identitas bangsa?
Identitas bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan dalam aspek kehidupan suatu bangsa, dengan ciri-ciri khas yang membedakan
suatu bangsa dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Berdasarkan pengertian yang
demikian, maka setiap bangsa di dunia memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan
keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.
Identitas bangsa sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk
secara historis. Identitas bangsa berhubungan dengan pengalaman sebuah bangsa di masa lalu.
Pengalaman bangsa di masa lalu mengendap menjadi karakter, sifat, dan nilai-nilai hidup
44 | P a g e
bersama. Berdasarkan hakekat pengertian identitas bangsa sebagaimana dijelaskan di atas
maka identitas suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri bangsa.
Dari apa yang kami lihat di lapangan, ada berbagai pendapat dan sudut pandang
mengenai ondel-ondel di Jakarta, yang bagi kami tercipta karena adanya modernisasi dan
globalisasi yang tidak pernah dapat terbendung. Bagi beberapa kalangan, ada yang
berpendapat bahwa globalisasi dapat menyebabkan pergesaran arti budaya secara revolusi
tidak terpimpin yang berarti perubahan secara cepat namun tidak dikehendaki dan tidak
terpimpin. Revolusi ini juga menimbulkan perubahan dan pergeseran tatanan sosial
masyarakat.
3.2.1 Pemahaman Kampung Betawi
Kampung bagi masyarakat Betawi pada umumnya dimaksudkan sebagai tempat tinggal
bagi masyarakat Betawi. Namun, secara luas kampung Betawi adalah pusat dari kebudayaan
masyarakat Betawi dan munculnya kebudayaan sendiri. Bagi masyarakat luas, Kampung
Betawi seringkali diartikan bagi kampung kumuh yang dihuni masyarakat Betawi saja dan
seringkali disingkirkan dan dihindari. Sedangkan dari segi pemerintah, Kampung Betawi
dinilai sebagai pusat kebudayaan yang perlu dikonservasi dan dijadikan bagian dari pariwisata
kota Jakarta.
3.3.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Ondel-ondel
Ondel-ondel pada zaman dahulu dipakai sabagai alat kebudayaan dan ritual – ritual
penghormatan adat Betawi pada seluruh lapisan masyarakat. Sekarang setelah masuknya
moderinasi masyarakat dari berbagai suku dan golongan berbeda berserta kebudayaannya,
ondel-ondel hanya berada pada bagian kecil masyarakat Jakarta yang merupakan etnis
Betawi. Bagi golongan yang berbeda (selain masyarakat Betawi), ondel-ondel dianggap hanya
sebagai salah satu mata pencaharaian masyarakat Betawi.
45 | P a g e
Bapak Abdul sebagai narasumber seniman ondel–ondel kami, merasakan bahwa
globalisasi dan modernisasi memang mebawa beberapa dampak dan perubahan bagi peran
ondel-ondel dalam masyarakat Jakarta. Hal yang dirasakan benar–benar berbeda adalah fungsi
dan letak ondel–ondel bagi masyarakat Jakarta.
Dahulu, Pak Abdul mengaku bahwa usaha ondel–ondelnya masih sering dipangil untuk
mengisi acara adat masyarakat bahkan ke tempat yang jauh seperti Palmerah dan Benhill.
Sekarang, Pak Abdul sudah jarang menerima panggilan untuk mengisi acara – acara adat
seperti dulu. “Hal ini mulai terasa 7 tahun yang lalu”, ucap Pak Abdul.
Dengan masuknya modernisasi, arus teknologi terutama hiburan dan kebudayaan
masyarakat dari luar negri makin meresap dan menyatu bahkan menggeser kebudayaan
masyarakat Betawi. Ondel-ondel dulu memiliki fungsi sebagai bentuk pemujaan kepada
leluhur, oleh karena itu membuat masyarakat Betawi menjadi religius/percaya bahwa ondel-
ondel adalah sakral.
Namun, ondel-ondel saat ini dianggap hanya sebagai salah satu bentuk kebudayaan
yang dimiliki Jakarta. Oleh karena itu hampir seluruh masyarakat menganggapnya biasa saja
sehingga kurang diperhatikan. Namun bagi sebagian masyarakat Betawi, ondel-ondel
merupakan bentuk usaha untuk terus memperkenalkan dan mengembangkannya kepada
masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Pak Abdul.
Dari beberapa survey sederhana yang kami jalankan, masyarakat Jakarta lebih memilih
kebudayaan dari luar negri daripada kebudayaan negri sendiri yang seringkali dianggap kuno
dan membosankan. Dulu ondel–ondel digunakan sebagai alat pemujaan roh nenek moyang
dan mengusir roh jahat. Namun sekarang ondel–ondel dianggap sebagai suatu kebudayaan
lama Betawi saja.
46 | P a g e
Namun, tetap saja kami harus tetap membandingkan dari sudut pandang pemerintah.
Pemerintah Jakarta terutama Dinas Pariwisata telah melakukan bearapa usaha untuk
meningkatkan rasa cinta dan bangga masyarakat akan kebudayaan lama Jakarta yang dimulai
dari daerah Kota Tua.
3.3.3 Dasar-dasar Program Revitalisasi Kota Tua Jakarta :
Pemerintah dalam meningkatkan rasa cinta dan bangga masyarakat akan kebudayaan
adalah dengan melakukan revitalisasi Kota Tua Jakarta. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal
yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau
perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali
(untuk kehidupan dan sebagainya).
Berarti revitalisasi Kota Tua Jakarta adalah proses mengubah Kota Tua yang sekarang
kurang berdaya, menjadi lebih baik dan lebih menarik untuk dikunjungi. Dalam program
revitalisasi ini, terdapat beberapa poin penting seperti :
a. Visi Revitalisasi Kota Tua Jakarta
Terciptanya kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta sebagai daerah tujuan wisata
budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki manfaat ekonomi yang
tinggi.
b. Misi Revitalisasi Kota Tua Jakarta
Misi program dari Pemerintah ini antara lain adalah :
Konservasi dan Revitalisasi
Menghidupkan aktivitas seni budaya
Peningkatan sosial dan kemasyarakatan
Pengembangan Bisnis dan Ekonomi
47 | P a g e
Peningkatan Infrastruktur
c. Dasar Hukum :
Dasar-dasar hukum yang sesuai dengan program Pemerintah ini antara lain adalah :
SK. Gubernur KDKI Jakarta Gubernur Nomor Cd.3/1/1970 tentang
Pernyataan Daerah Taman Fatahillah, sebagai Daerah di bawah Pemugaran
SK. Gubernur KDKI Jakarta Nomor D.III-b.II/4/56/1973 tentang
Pernyataan Daerah glodok, sebagai Daerah di bawah Pemugaran
SK. Gubernur KDKI Jakarta Nomor D.III-b/11/4/54/1973 tentang
Pernyataan Daerah jakarta kota dan pasar ikan , sebagai Daerah di bawah
Pemugaran
SK. Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1070 Tahun 1990 tentang
Pembangunan dan pengembangan kawasan wisata bahari sunda kelapa
SK. Gubernur KDKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tentang Penetapan
bangunan Cagar budaya di Jakarta
Perda DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian Pemanfaatan
Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya
Pergub DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2006 tentang Penguasaan
Perencanaan Dalam Rangka Penataan Kawasan KotaTua Seluas ± 846 Ha
UU RI No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang kini telah
diubah menjadi UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
d. Kondisi saat sebelum pelaksanaan program :
Banyak bangunan bersejarah yang terlantar, padahal Pemerintah DKI Jakarta
hanya memiliki empat bangunan museum. Padahal bangunan-bangunan bersejarah
itu dapat dimanfaatkan dan dibuat menjadi suatu museum, sehingga menambah
48 | P a g e
daya tarik masyarakat. Selain itu kemacetan lalu lintas yang tidak dapat dipungkiri
lagi, juga ikut menambah Kota Tua ini semakin memburuk. Belum lagi lahan parkir
yang sempit sehingga membuat repot pengunjung yang datang, bahkan dapat
membuat pengunjung tersebut tidak tertarik untuk berkunjung ke Kota Tua ini.
Hal-hal tersebut mengakibatkan potensi Kota Tua tidak terangkat, citra Kota
Tua kurang menarik, dan investor-investor yang dapat membangun kembali Kota
Tua ini tidak tertarik.
Oleh karena itu harus ada tindakan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk
membangun kepercayaan investor, yang tentunya tidak dalam jangka pendek,
seperti mengatur hukum dan management perkotaan dan tinggal sendiri di sekitar
Kota Tua tersebut sehingga menimbulkan kesan bahwa Kota Tua bukanlah tempat
yang buruk.
3.3.4 Peranan Kota Tua
Sebagai tempat yang bersejarah, Kota Tua memiliki peran bagi masyarakat maupun
Jakarta sendiri. Bukan berarti Kota Tua hanyalah dipandah rendah oleh kita, melainkan
tempat bersejarah inilah yang memberikan peran penting bagi kita. Peran Kota Tua dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Bagi Warga Jakarta
Warga Jakarta secara tidak langsung juga mendapat dampak dari Kota Tua ini bila
program revitalisasi ini berhasil, antara lain :
Memberikan salah satu pilihan sarana rekreasi
Memberikan ruang publik yang bernuansa sejarah
Memberikan lapangan kerja bagi masyarakat
b. Bagi Kota Jakarta
49 | P a g e
Kota Jakarta sendiri juga mendapat dampak jika program ini berhasil dilaksanakan,
antara lain :
Memberi kesempatan untuk berkembangnya industri kreatif
Menghidupkan kembali wilayah yang semula dianggap mati suri
Meningkatkan perekonomian kota
Menjadikan salah satu identitas kota Jakarta
3.3.5 Hal yang Telah Dipersiapkan Mengenai Program Revitalisasi Kota Tua Jakarta
a. Rehabilitasi fisik bangunan museum-museum milik Pemda DKI Jakarta yang
berada di kawasan Kotatua.
b. Pembuatan konsep DMO oleh Kemenbudpar RI.
c. Penyusunan Kajian Kawasan Museum Bahari, Sunda Kelapa dan Luar Batang,
sehingga kawasan dan bangunan heritage di dalama kawasan tersebut dapat tertata
dan terkelola dengan baik. Misalnya :
Penataan kawasan kumuh di Luar Batang
Perbaikan kawasan Sunda Kelapa yang seringkali banjir air pasang dan
pengamanan bangunan cagar budaya yang tersisa dan rawan dirusak
Penataan kawasan kumuh dan pedagang kaki lima di sekitar Museum
Bahari
d. Penyelenggaraan berbagai event di Kota Tua.
50 | P a g e
Bab IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Setelah selesai melakukan penelitian, kami dapat menarik kesimpulan yang menjadi
hasil dari penelitian kami. Kesimpulan kami adalah. Kebudayaan memiliki peran yang sangat
penting terhadap identitas budaya bangsa. Hal ini dikarenakan kebudayaan merupakan
penunjuk atau bukti dari identitas bangsa itu sendiri. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa
ondel-ondel memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Jakarta. Karena
ondel-ondel merupakan ikon atau suatu ciri khas dari masyarakat Jakarta yang identik dengan
budaya Betawi. Dapat dilihat jika ada acara besar kota Jakarta, pasti selalu ada ondel-ondel
yang menghiasi dan menghibur. Pada saat ini, ondel-ondel memang mengalami alih fungsi.
Maksudnya adalah, dulu ondel-ondel digunakan sebagai bentuk pemujaan kepada leluhur,
namun pada saat ini ondel-ondel digunakan sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya,
dikarenakan minat terhadap budaya ondel-ondel semakin sedikit seiring dengan tersingkirnya
masyarakat Betawi ke pinggiran kota Jakarta. Persebaran masyarakat betawi di Jakarta
seringkali berganti dikarenakan masyarakat betawi yang menjual tanahnya kepada orang luar
51 | P a g e
atau pendatang, sehingga beberapa dari masyarakat Betawi pindah ke pinggiran Kota Jakarta
setelah menjual tanahnya. Hal ini membuat populasi masyarakat Betawi di Jakarta semakin
berkurang, dan lama-lama masyarakat Betawi bukan lagi tinggal di Jakarta, kota asli kelahiran
mereka. Globalisasi yang masuk pada zaman ini merusak identitas budaya kalangan
masyarakat muda. Dikatakan merusak karena budaya luar yang masuk dan mempengaruhi
kalangan masyarakat muda, sehingga lama-kelamaan budaya asli masyarakat kalangan muda
tersebut terlupakan. Kebudayaan merupakan inti dan dasar dari tatanan kehidupan seluruh
masyarakat. Suatu kelompok dapat dikatakan sebagai masyarakat karena memiliki suatu
tingkah laku yang sama dan diulang terus-menerus. Dan inilah yang disebut budaya. Ondel-
ondel mempengaruhi masyarakat Betawi sesuai zamannya. Dulu ondel-ondel dianggap
sebagai salah satu bentuk pemujaan roh oleh karena itu membentuk kepercayaan tersendiri
khususnya masyarakat Betawi dan menjadikan masyarakat Betawi religius. Sedangkan saat
ini, ondel-ondel saat ini dianggap hanya sebagai salah satu bentuk kebudayaan yang dimiliki
Jakarta. Oleh karena itu hampir seluruh masyarakat menganggapnya biasa saja sehingga
kurang diperhatikan. Namun bagi sebagian masyarakat Betawi, ondel-ondel merupakan
bentuk usaha untuk terus memperkenalkan dan mengembangkannya kepada masyarakat,
seperti yang dilakukan oleh Pak Abdul.
4.2Solusi
Melihat dari permasalahan ini, kami mendapatkan solusi dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut. Kami membagi solusi ini menjadi dua, yaitu untuk Pemerintah dalam
menanganinya, dan kita sendiri yang membantu untuk menyelesaikan masalah tesebut.
Tindakan yang dapat dilakukan Pemerintah antara lain adalah. Menampilkan kebudayaan
ondel-ondel dalam acara Jakarta untuk menarik wisatawan asing maupun dalam negri.
Dengan memperlihatkan dan mempertunjukan ondel-ondel dalam acara besar, tentunya
52 | P a g e
seniman ondel-ondel akan mendapatkan pekerjaan yang layak, dan juga ondel-ondel
digunakan sebagaimana fungsi seharusnya yaitu mengiringi acara Jakarta dan sebagai ikon
kita Jakarta. Mengadakan penyuluhan kepada para seniman untuk menggunakan ondel-ondel
sesuai fungsinya. Dengan diadakannya penyuluhan kepada seniman-seniman ondel-ondel,
maka mereka menjadi termotivasi untuk menggunakan ondel-ondel dengan sebaik-baiknya
dan sesuai dengan fungsinya. Mereka akan sadar akan pentingnya ondel-ondel dan menyadari
bahwa ondel-ondel sangat berharga dan tidak pantas dipergunakan untuk mengamen dipinggir
jalan. Membuat peraturan yang melindungi budaya ondel-ondel, dan menetapkan sanksi yang
tegas bagi yang melanggar. Tak cukup dengan penyuluhan, masyarakat yang masih belum
sadar akan berharganya ondel-ondel dan masih menyalahgunakan fungsi ondel-ondel akan
dikenakan hukuman atau sanksi yang berat. Ondel-ondel merupakan ikon kota Jakarta, artinya
ondel-ondel bukanlah hal yang murahan atau dianggap remeh untuk mengamen.
Menampilkan budaya ondel-ondel dalam acara-acara di luar negeri. Tindakan ini dapat
membuat budaya ondel-ondel semakin dikenal diluar. Pementasan kebudayaan ondel-ondel
dapat digabungkan dengan abang-none Jakarta yang dikirim ke luar negeri untuk
memperkenalkan budaya Betawi.
Selain pemerintah, kita sendiri juga harus ikut turut serta menangani masalah ondel-
ondel di Jakarta. Kita tidak bisa hanya berpangku tangan saja kepada Pemerintah. Kita harus
membuktikan keprihatinan kita terhadap budaya ondel-ondel yang terancam di berbagai
bidang. Tindakan yang dapat kita lakukan yaitu sadar betul akan kedudukan ondel-ondel.
Kita harus sadar betul akan ondel-ondel sebagai ikon kota Jakarta. Ondel-ondel merupakan
lambang kota Jakarta yang harus dihormati dan disegani kita semua. Artinya ondel-ondel
harus ditempatkan pada kedudukan yang sesuai dengan fungsinya.Mempelajari tentang
budaya Jakarta, khususnya ondel-ondel. Sebagai warga Jakarta, kita sendiri harus mengetahui
53 | P a g e
budaya Jakarta, terlebih ondel-ondel yang menjadi ikon kota Jakarta. Kita harus mempelajari
sejarah, fungsi, cara melestarikan, dan sebagainya yang saling berhubungan dengan budaya
sehingga kelak dapat mempertahankan budaya sendiri dari serbuan budaya asing.Tidak
melupakan budaya ondel-ondel. Ditengah era modernisasi dan globalisasi ini, ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pesat. Masuknya budaya asing sudah tidak
dapat kita cegah lagi. Hal ini membuat kita tertarik dengan budaya asing dan lama-kelamaan
melupakan budaya kita sendiri. Kita harus bisa mempertahankan dan sebisa mungkin
mempelajari budaya kita sendiri sehingga tidak melupakannya dan budaya kita itu tetap
ada.Mendukung program pemerintah. Pemerintah yang mengeluarkan peraturan tentang
perlindungan budaya tidak dapat bekerja sendirian saja. Mereka membutuhkan bantuan kita
untuk terlaksananya peraturan tersebut. Kita sebaiknya mendukung terus program pemerintah
dengan cara menaati peraturan yang dibuat dan juga menghimbau teman-teman kita untuk
ikut dalam membantu pemerintah dalam menjalankan peraaturannya, sehingga dapat
terciptalah maksud dan tujuan peraturan tersebut.
4.3 Kesan dan Pesan
Penelitian kami bukanlah semata-mata sebagai hal yang formalitas yang diberikan
sekolah. Melainkan jika kita bisa mendalaminya, kita akan sangat bersyukur karena diberikan
tugas seperti ini. Awalnya kami merasa lelah dan tidak memiliki niat untuk mengerjakan
Research Paper ini. Ditambah lagi dengan padatnya kegiatan kami seperti POR CC XXIII,
Canisius Talent Spotting, Retret Civita, Ujian Praktek dan ditambah persiapan untuk Ujian
Akhir Nasional berupa Try Out. Kami merasa penelitian ini tidak perlu dilakukan, apalagi
mengetahui bahwa penelitian ini seperti tugas akhir orang kuliahan.
Tetapi seiring berjalannya penelitian ini, lama kelamaan kami dapat menikmati kerja
kami dalam penelitian ini. Kami akhirnya sadar bahwa penelitian ini mengandung nilai-nilai
54 | P a g e
penting yang sangat berguna bagi kami. Kami belajar banyak dari penelitian ini. Bukan hanya
memperoleh informasi semata, tetapi kami memperoleh nilai-nilai hidup yang dapat kami
terapkan di era globalisasi ini. Terlebih dalam menjaga kelangsungan budaya kita sendiri.
Dalam melakukan penelitian, terdapat suka dan duka yang kami alami. Tetapi kami
senang dengan kerja kami. Kami bangga dengan hasil dari penelitian yang kurang lebih kami
lakukan selama setengah semester ini. Kami harus bekerja keras mencari dan mewawancarai
narasumber yang cukup sulit untuk ditemukan dan dibuat janji untuk wawancara. Banyak
godaan yang membuat kami menjadi malas untuk turun ke lapangan. Terkadang dipikiran
kami terlintas bahwa sebaiknya kami hanya membagikan quisioner saja, jadi tidak perlu
repot-repot untuk turun ke lapangan. Kami juga terkadang mendapat banyak masalah dari
guru pembimbing kami, Pak Yosi, mengenai penelitian dan penulisan kami. Revisi-revisi
yang kami lakukan terhadap makalah kami sudah tak terhitung lagi. Walau demikian, kami
sangat berterima kasih terhadap Pak Yosi kami karena telah membimbing kami dalam
membuat penelitian ini. Kami sangat senang dengan beliau walaupun terkadang membuat
kami repot. Tetapi itu semua beliau lakukan demi keberhasilan kami. Dengan semangat
kebersamaan, kami tunjukan bahwa kami bisa menyelesaikan tugas ini. Tanpa beliau, kami
rasa makalah ini tidak akan tercipta.
Kami bertiga termasuk orang-orang yang humoris, sehingga dalam penelitian terkadang
kami bercanda dan tertawa bersama, membuat lelucon-lelucon yang cukup menarik bagi
kami. Tetapi kami tetap fokus dalam membuat Research Paper ini. Kami juga senang karena
kami memeroleh banyak informasi-informasi yang menarik tentang ondel-ondel dan membuat
kami tertarik untuk mempelajarinya.
Kekayaan budaya Indonesia yang kini semakin memudar membuat kami sadar akan
pentingnya kelangsungan budaya tersebut. Budaya-budaya tersebut adalah ciri dari Negara
55 | P a g e
kita, negara Indonesia. Beraneka ragam suku, agama dan budaya terdapat pada negara kita,
dan kita wajib untuk menjaga keberadaannya di tengah era globalisasi ini. Walaupun ratusan
budaya asing masuk ke Indoensia, kita harus dapat menyikapinya dengan baik, dan jangan
sampai melupakan budaya kita sendiri.
Ada satu kutipan kalimat yang bermakna bagi kami. Kami mengutip dari seorang tokoh
yang sangat berjasa, Mahatma Gandhi. Katanya, “A nation's culture resides in the hearts and
in the soul of its people.” Itu artinya budaya Indonesia ini selalu ada dalam hati kita, jadi
janganlah membiarkan budaya itu rusak dan hilang. Tetaplah jaga budaya ini, pertahankan
budaya ini dan simpan di lubuk hati yang paling dalam.
Daftar Pustaka
Buku-buku :
Azzam, M . 2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia. Lipi Press
Ibrahim, Jabal Tarik. 2002. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi: Jakarta: Rineka Cipta
Saidi, Ridwan. 2010. Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu Betawi. Jakarta:
Timpani Publishing
Wiranata, I Gede A. B. 2002. Antropologi Budaya. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Link :56 | P a g e
http://idm.wikipedia.org/wiki/kampung
http://konsultasikehidupan.wordpress.com/2009/05/12/teori-identitas-identity-theory/
http://id.wikipedia.org/wiki/Fungsionalisme_struktural
http://sinausosiologi.blogspot.com/2012/06/teori-struktural-fungsional-talcot.html
Narasumber Wawancara :
1. Abdul Hammid, seniman ondel-ondel Kampung Pulo
2. Endrati Fariani, Kepala Seksi Umum Bagian Kebudayaan, Dinas Pariwisata
dan Kebudaya Provinsi DKI Jakarta
3. Muhammad Is, masyarakat awam
57 | P a g e
Lampiran
Aspek Teologis
Pada Penelitian ini, kami menemukan suatu aspek teologis yang berkaitan dengan
ondel-ondel, yaitu suatu dokumen gereja hasil dari Konsili Vatikan II yang bernama Nostra
Aetate. Dokumen ini memiliki arti yakni kepada bangsa-bangsa. Inti dari pada dokumen ini
ialah tentang bagaimana Gereja menyikapi agama-agama, atau kepercayaan lain selain
katolik. Gereja menoleransi adanya perbedaan cara beribadat, yaitu cara penyampaian pujian
dan syukur kepada Sang Pencipta.
Dalam hal ini, ondel-ondel pada zaman dahulu digunakan untuk mengucao syukur
kepada leluhur dengan cara memberikan sesajen dan air putih. Cara penyampaian ucapan
syukur ini sangat berbeda dengan cara penyampaian pada agama katolik yakni dengan berdoa
dan ekaristi. Tetapi tujuan dari pada kedua kegiatan ini adalah sama yaitu untuk memuji Sang
Pencipta, walaupu berbeda cara penyampaiannya. Gereja menyetujui cara seperti ini, asalkan
tujuannya menyembah Sang Pencipta, bukan berhala.
58 | P a g e
59 | P a g e
Gambar 1Tim Penulis melakukan observasi
ke Kampung Pulo, Kwitang, Jakarta
60 | P a g e
Gambar 2Abdul Hammid (62tahun),
seorang seniman ondel-ondel di Kampung Pulo
Gambar 3Asisten Abdul Hammid yang membuat bagian wajah ondel-
ondel
61 | P a g e
Gambar 4Salah satu karya ondel-ondel
Abdul Hammid